Anda di halaman 1dari 2

Ilusi Kenyataan dan Perasaan

Illios, kota metropolitan yang sangat ramai dan sibuk. Semua orang ingin tinggal di kota
ini. Namun, mereka tidak tahu kenyataannya. Aku bekerja di dalam sebuah kantor. Kantor yang
bisa dibilang cukup besar. Aku tidak betah disini.

“BOOM!” Suara ledakan bom besar terdengar dari ruanganku. Semua alarm pun menyala. Suara
hentakan kaki orang berlarian pun terdengar. Semua orang panik. Aku pun berusaha untuk
melindungi diri dengan mengumpat di bawah meja kantorku.

Setelah beberapa menit, suasana menjadi sangat sunyi. Ya, aku bisa mendengar suara
sirine mobil polisi di bawah. Namun, tidak terdengar suara orang satu pun. Aku pun
memberanikan diri untuk ke luar dari ruangan. Tidak ada siapa-siapa. Ini sangat aneh. Aku pun
mendengar suara orang sedang berteriak. Seperti sedang marah. Aku pun pergi ke arah suara
tersebut.

Dari ujung lorong aku bisa melihat banyak orang tergeletak. Tertidur dengan lelap.
Mereka adalah rekan kerjaku. “APA-APAAN INI?” ucapku. Terlihat seperti ada yang menjaga
mereka. Laki-laki menggunakan jas hitam yang sudah sangat kusam, dengan sebuah senjata di
punggungnya. “Apakah dia teroris yang menyerang kantor kami? Ah, ini tidak penting. lebih
baik aku fokus menyelamatkan para sandera.” ucapku. Aku pun menyelinap ke belakang sang
teroris. Disini cukup berisik, dia tidak akan mendengarku. Aku pun berdiri tepat di belakang
teroris. Dan dengan sebuah besi bekas reruntuhan, aku hantamkan ke kepalanya hingga dia tak
sadarkan diri. “Aneh, hanya satu orang? ini tidak mungkin.” pikirku. Sesaat setelah memikirkan
hal itu, “BANG!” sebuah peluru menembus kakiku. “AAAAHHH” teriakku kesakitan. Karena
pendarahan yang lumayan parah, aku pun mulai tak sadarkan diri.

Aku mulai sadarkan diri. Aku di sebuah ruangan. Semuanya putih. Seorang perempuan
berdiri di hadapanku, menatapku dengan rasa ingin tahu. “Apa maksudmu menyelamatkan
orang-orang di gedung itu?” tanyanya. Aku mencoba menjawab, namun tidak sepotong kata pun
bisa keluar dari mulutku. “Ahahaha. Sudah kuduga.” katanya dengan nada bercanda. Dia pun
tersenyum kepadaku. “Kalau begitu, kamu balik deh, waktumu disini sudah habis. Illios? kota itu
tidak pernah ada. Anggap saja ini sebagai sebuah mimpi buruk.” katanya. Semuanya berubah
gelap. Wanita itu pergi dengan senyuman yang tak akan pernah aku lupakan. Semuanya gelap.
Hitam. Perlahan pun aku mulai tidak sadarkan diri.

Aku pun terbangun di rumahku. 8:30. “Sial, aku telat untuk kerja!” aku pun bersiap untuk pergi.
Seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Aku pun menaiki bus. Dan di dalam aku melihat
seseorang. Seseorang yang sudah tidak asing lagi di mataku. Ya, wanita di kejadian kemarin.
Apakah kejadian itu benar-benar terjadi? Aku pun duduk di samping wanita itu. “Umm permisi
mbak, kita pernah ketemu ya sebelumnya?” tanyaku dengan sopan. “siapa ya?” balasnya. Sekali
lagi, dia melontarkan senyumannya kepadaku.

Anda mungkin juga menyukai