Dibuat oleh :
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telmisartan (TMS) memiliki nama kimia (2-(4-{[4-metil-6-(1-metil-1H-1,3-
benzodiazol-2-il)-2-propil-1H-1,3-benzo diazol-1-il ]metil}fenil) asam benzoat). TMS
memiliki mekanisme penghambat reseptor angiotensin II, telah banyak digunakan untuk
pengobatan hipertensi dan pencegahan stroke selama beberapa dekade terakhir. TMS
memiliki nilai pKa 4,45 dan dikategorikan sebagai obat sistem klasifikasi biofarmasi
(BCS) kelas II, menunjukkan bahwa itu sangat permeabel dan praktis tidak larut dalam
air. Penyerapan TMS dari saluran gastrointestinal (GI) berlangsung cepat (Tmax = 0,5–1
jam); namun, bioavailabilitas absolutnya (BA) relatif rendah (sekitar 43%) karena
kelarutannya yang terbatas dan bergantung pada pH. Praktis tidak larut dalam kisaran pH
3-9, sedangkan kelarutannya meningkat di bawah kondisi asam atau basa kuat (Son, et
al., 2018).
Terdapat beberapa strategi formulasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kelarutan seperti penyesuaian pH, pembentukan garam, penambahan kosolvent dan
surfatan, penambahan agen pengompleks, penggunaan vehicle yang tidak larut air,
liposom, dan pengecilan ukuran partikel (nanopartikel) (Amarantha et al., 2019). Di
antara teknik tersebut, penggabungan agen alkalinisasi (penyesuaian pH) merupakan
salah satu pendekatan yang paling efisien untuk melarutkan TMS. Dispersi padat yang
terdiri dari polivinilpirolidon K30 dan natrium karbonat meningkatkan kelarutan air dan
laju disolusi TMS masing-masing sekitar 40.000 dan 3 kali lipat. Namun, modulasi pH
menggunakan alkalinizer memiliki kekurangan yaitu stabilitasnya rendah dan terjadi
penurunan disolusi yang diakibatkan karena pengubahan pH tersebut membuat sediaan
lebih mudah mengalami rekristalisasi dan relatif toksik (Son et al., 2018).
Self-microemulsifying drug delivery system (SMEDDS) telah dianggap sebagai
metode alternatif untuk meningkatkan kelarutan dan disolusi obat. SMEDDS merupakan
campuran isotropik antara fase minya, surfaktan dan kosurfaktan yang secara cepat
membentuk emulsi minyak dalam air (o/w) halus. Karena fase terdispersi kecil sehingga
dapat memperluas area antarmuka dan meningkatkan distribusi obat. Formulasi
SMEDDS Telmisartan terdiri dari gliseril monooleat, kaprilokaproil polioksil-8 gliserida,
dietilena glikol monoetil eter murni, dan trietanolamin. Pengembangan SMEDDS
Telmisartan dapat memberikan kelarutan dan disolusi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan sediaan telmisartan biasa. Namun untuk membentuk formula SMEDDS yang
optimal dibutuhkan pemilihan komponen minyak, surfaktan dan kosurfaktan yang sesuai
dan jumlah yang tepat. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan statistik untuk
memperkirakan efek dari faktor campuran dan interaksi antarmulti komponen variabel
bebas. Desain campuran D-optimal adalah salah satu metode yang paling populer yang
digunakan untuk mengoptimasi suatu formula SMEDDS, karena dapat meminimalkan
varian terkait evaluasi koefisien sehingga dapat menghasilkan formula terbaik. (Son., et
al, 2018).
Rancangan optimal merupakan bagian dari perancangan percobaan (design of
experiments) yang mengestimasi parameter tanpa bias dan dengan varian minimum
sehingga akan menghasilkan inferensi statistik yang akurat dan biaya minimum. Menurut
de Aguiar et al. (1995) tujuan utama rancangan optimal adalah mengusulkan sejumlah n
titik rancangan atau level yang dapat membantu kita untuk menjelaskan koefisien-
koefisien pada model dengan sangat baik. Rancangan yang optimal bergantung dari model
yang digunakan dan banyaknya pengamatan yang diinginkan dengan menaksirnya
menggunakan kriteria-kriteria optimal. Kriteria D-optimal bertujuan untuk mendapatkan
kualitas estimasi parameter modelnya yaitu mendapatkan Var yang minimum. Hal ini
dapat dicapai dengan memaksimalkan determinan matriks informasinya, yaitu atau
meminimalkan determinan matriks dispersinya, yaitu (de Aguiar et al. 1995). Jadi, kriteria
D-optimal dapat digunakan dengan syarat bahwa invers dari matriks infomasinya yaitu
ada (Safitri et al., 2012).
BAB II
ISI
A. Metode
Kesimpulan