Anda di halaman 1dari 10

ILMU DAN DILALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kuliah


Dosen Pengampu: DR. MOH.AS'YARI MUTHAR, S.TH.I, M,FIL.I.

DISUSUN OLEH :

NAMA : SUKRON MAKMUN


Kelas : HKI ( HUKUM KELURGA ISLAM )

FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT LMU KEISLAMAN ANNUQAYAH
GULUK-GULUK SUMENEP MADURA
AKADEMIK 2022-2023
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakanng

B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN
A. Pembagian ilmu
B. Definisi dilalah
C. Macm-macan dilalah
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Umat islam mempunyai sumber hokum utama yaitu al-guran dan hadits. Didalamnya
terdpat petunjuk-petunjuk hidup bagi umat islam di seluruh dunia sebagai petunjuk.
Al-guran dan al-hadits mengandung pengertian-pengertian yang dapaat digali.
Untuk itu, agar kita dapat memahami dan menggali terhadap lafadz-lafadz yang ada
dalam al-quran dan hadits, kita dapat mempelajari degan meted dilalah.
B. RUUSAN MASALAH
1. Sebutkan pembagian ilmu ?
2. Apa pengertian dilalah ?
3. Sebutkan macam-macam dilalah ?
C. Tujuan masalah
1. Untuk mengatahui pembagan ilmu.
2. Untuk mengatuhui pengertian dilalah.
3. Untuk mengatuhui macam-macam dilalah.
BAB II
A. Pembagian ilmu
Secara substansi, ilmu diklasifikasikan menjadi dua macam :
1. Ilmu qadim, yaitu itu ilmu allah swt;
2. Ilmun hadits, yaitu ilmu yang dimiliki oleh makhluk. Dan ilmu inilah yang
akan menjadi pokok pembahasan dalam bab ini.
Ilmu menurut pakar mantik adalah kemampun hati untuk memahami (idrak)
secara umum, meskipun tidak mantap atau tidak sesuai dengan kenyataan.
Encakup dhan (dugaan) jahl murakap (kebodohan terlapis) tashawwur an-
nisbait al-askullah wa al-mutawwamah (menggambarkan penyadaran hukum
yang diragukan dan dikhayalkan).
Pegertian idra dalam halal ini adalah tercapainya sebuah makna secara sempurna
di dalam hati. Sedangkan tercapainya sebuah makna tidak secara sempurna di
dalam hati disebut syu'ur (perasaan).
Dalam memaknai ilmu,terjadi perbedaan pendapat antara ulama pakar uhul dan
paar mantiq, sebagaimana disampaikan syekh al-'adwy:
a. Menurut pakar ulama ushul, ilmu adalah keyakinan yang mantap
dan sesuai dengan keyatan, serta diperoleh dari sebuah dalil.
b. Menurut pakar ulama mantiq, ilmu adalah suatu gamabaran yang
tertangkap di dalam hati, baik dalam bentuk kenyataan (I'tiqat),
dugaan (dhan) atau kebodohan yang tarlapis (jahl mu rakkap).1
B. Definisi dilalah
Definisi dilalah secara etimologi, Dilalah berasal dari kata bahasa Arab
yaitu, Daala-Yadulu-Dilalah yang mempunyai arti petunjuk atau yang
menunjukan.2
Sedangkan menurut terminologi, Dilalah adalah memahami sesuatu

(‫ المدلول‬: yaitu yang ditunjuk) dari sesuatu yang lain (‫ الدال‬: yang menjadi

petunjuk)3.

1
Sulam al-Munawraq,lirboyo press
2
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2 (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), 139
3
A. Baihaqi, Ilmu Mantiq Teknik Dasar Berpikir Logika (Jombang: Darul Ulum Press, tt), 12
‫ل َو الْاَمْ ُر الثَّانِى‬
ُ ْ‫ل الْمَدْلُو‬
ُ ‫َو‬
َّ ‫ن أَمْ ٍر وَ يُسَمَّى الْاَمْ ُر الْا‬
ْ ِ‫الدِّلَالَ ُة ِهيَ فَهُ ْم أَمْرٍ م‬
ُ‫الدَّال‬
“Dilalah adalah proses pemahaman sesuatu dari sesuatu yang lain, sesuatu
yang pertama disebut madlul, sedangkan yang kedua disebul dal”4.
Dalam ilmu mantiq, Dilalah adalah suatu pemahaman yang didapat dari
sesuatu yang lain. Seperti contoh: ada asap didalam hutan, berarti didalam hutan
5
terdapat api. Jadi dalam hal ini, api sebagai sedangkan asap sebagai

A. Dilalah dan pembagiannya

Masalah pertama dalam pembahasan lafadz adalah kekhususan penunjukan


atau dilalah dari lafadz. Dilalah adalah kondisi sesuatu yang dimana ketika akal
memahami atau mengetahuinya, secara otomatis akal berpindah (mengetahui) ke
sesuatu yang lain. Sesuatu yang pertama disebut “Daal” (yang menunjukkan) dan
yang kedua disebut dengan “Madlul” (yang ditunjukkan).

Dilalah dibagi menjadi 2, yaitu Dilalah Lafziyyah dan Dilalah Ghairu


Lafziyyah. Jika sesuatu yan dipahami itu berupa kata – kata atau suara, disebut
Dilalah Lafziyyah. Namun, jika sesuatu itu bukan kata – kata atau suara, disebut
Dilalah Ghair Lafziyyah.6

Dilalah lafdziyyah terbagi menjadi 3 macam, yaitu:


1. Thabi’iyyah, apabila si penunjuk merupakan gejala alam. Seperti orang yang
merintih – rintih “aduh” menujukkan kesakitan, dan orang yang berteriak-teriak
minta tolong, menunjukkan ada bahaya.
2. Aqliyyah, apabila si penunjuk merupakan pikiran seperti adanya suara di balik
suatu kamar, menunjukkan adanya orang yang menyuarakkan suara tersebut.
3. Wadh’iyyah, apabila si penunjuk itu merupakan bikinan atau istilah, seperti kupu
– kupu mlam artinya WTS, emas hitam artinya minyak, emas putih artinya kapas,
dan lain sebagainya.7

4
Syukriadi Sambas, Mantiq Kaidah Berpikir Islam (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2016), 42.
5
Basiq Djalil, Logika Ilmu Mantiq (Jakarta: Kencana, 2010), 5
6
Syukriadi Sambas, Mantiq Kaidah Berpikir Islam, 43.
7
Chaerudji Abdulchalik, Ilmu Mantiq (Depok : PT Rajagrafindo Persada, 2013), 18.
Dilalah terkadang bersifat aqli yang mana sumbernya adalah akal seperti
dilalah (kepenunjukkan) asap terhadap api, ada yang bersifat thabi’i (alami) yang
mana faktornya adalah kondisi alami dan psikis seperti dilalah panas tubuh atau
demam, dan terkadang bersifat wadh’i (buatan) yang mana hubungan penunjukkan
dalam hal ini berdasarkan kesepakatan dan buatan manusia. Dilalah ini (wadh’i)
baik berupa lafadz seperti “dilalah kata air untuk maknanya” atau berupa ghairu
lafdzi (non-lafadz) seperti dilalah rambu – rambu, atau semapur. Yang
menunjukkan makna tertentu).

Dilalah yang berupa lafadz (dilalah wadh’iyyah) juga terbagi kepada 3


bagian :

a. Dilalah Lafziyyah Wadh’iyah Muthabaqiyyah : Penunjukkan kata atas


kesempurnaan makna yang dibakukan untuknya.8 Yang berarti dilalah lafadz atas
keseluruhan makna, seperti dilalah kata “rumah” atas keseluruhan bagian dari
rumah.
b. Dilalah Lafziyyah Wadh’iyah Tadhammuniyah : Penunjukkan kata atas sebagian
makna yang dibakukan untuknya.9 Yang berarti dilalah lafadz atau sebagian
maknanya, seperti dilalah lafadz “buku” yang berarti hanya jilidnya saja.
c. Dilalah Lafziyyah Wadh’iyah Iltizamiyyah : Penunjukkan kata atas sesuatu di luar
kandungan maknanya yang merupakan keharusan bagi sesuatu tersebut.10 Yang
berarti dilalah lafadz atas kelaziman maknanya, seperti dilalah lafadz “hujan yang
banyak” yang berarti “nikmat yang banyak”.

Dilalah ghairu lafdziyyah dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:11


1. Dilalah Ghairu Lafdziyyah Thabi’iyah
Yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan dari suara atau kata yang bersifat
alami.12

8
Syukriadi Sambas, Mantiq Kaidah Berpikir Islam (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2016), 44.
9
Ibid, 44
10
Ibid, 44
11
Ibid., 45
12
A. Baihaqi, Ilmu Mantiq, 14
13
Syukriadi Sambas, Mantik, 45
Contoh: kita memahami bahwa seseorang malu, ketika kita melihat pipinya
bersemu merah.
2. Dilalah Ghairu Lafdziyyah ‘Aqliyah
Yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan dari suara atau kata yang berupa
pemahaman dari akal.

Contoh : barang-barang di rumah banyak yang hilang menjadi dilalah


(petunjuk) adanya pencuri.
3. Dilalah Ghairu Lafdziyyah Wadh’iyyah
Yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan dari suara atau kata yang dibuat
manusia untuk memberi isyarat kapada lawan bicara (sudah baku).

Contoh: kita memahami lawan bicara kita tidak setuju dengan pendapat kita
dengan mengetahui dia menggelengkan kepalanya.

Alasan perhatian Ilmu Mantiq terhadap pembahasan lafadz adalah dalam


rangka mengatisipasi adanya kesalahan yang terkadang terjadi pada segi ini
(hubungan lafadz dengan makna) dalam proses berpikir. Oleh karena itu, diantara
bagian dilalah, hanya dilalah wadh’i lafdzi yang menjadi pembahasan ilmu Mantiq.

Para ilmuan mantiq setelah membahas berbagai bagian dilalah lafdzi, dalam
rangka menjelaskan metode yang benar dalam menggunakannya, mereka sampai
kepada 2 kesimpulan :

Pertama, menggunakan dilalah muthabiqiyah dan tadhomuniyah dalam dialog dan


dalam risalah – risalah ilmiah, dengan tujuan menyampaikan definisi dan
argumentasi yang benar.
Kedua, menggunakan dilalah iltizamiyah, walaupun dibenarkan penggunaannya
dalam dialog keseharian dan dalam sastra, akan tetapi penggunaannya dalam ilmu-
ilmu untuk definisi dan argumentasi, masih diragukan dan masih menjadi perdebatan.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Secara substansi, ilmu diklasifikasikan menjadi dua macam : Ilmu qadim,
yaitu itu ilmu allah swt, Ilmun hadits, yaitu ilmu yang dimiliki oleh makhluk. Dan
ilmu inilah yang akan menjadi pokok pembahasan dalam bab ini.
Dilalah secara etimologi, Dilalah berasal dari kata bahasa Arab yaitu, Daala-
Yadulu-Dilalah yang mempunyai arti petunjuk atau yang menunjukan. Sedangkan

menurut terminologi, Dilalah adalah memahami sesuatu (‫ المدلول‬: yaitu yang

ditunjuk) dari sesuatu yang lain (‫ الدال‬: yang menjadi petunjuk). Dalam ilmu mantiq,

Dilalah adalah kondisi sesuatu yang dimana ketika akal memahami atau
mengetahuinya, secara otomatis akal akan berpindah ke sesuatu yang lain. Dilalah
terbagi menjadi tiga bagian yakni, ‘Aqli, Tabi’i dan Wadh’i. Adapun dilalah Wadh’i
terbagi menjadi dua bagian yaitu lafdzi dan dan ghoiru lafdzi. Sedangkan dilalah
lafdzi terbagi menjadi tiga yaitu; Muthabiqi, Tadhammuni, dan Iltizami.

DAFTAR PUSTAKA
Darul Azka, Nailul Huda, Zawjie SaHila, Kajian dan Penjelasan Ilmu Mantiq, Sulam al-

Munawraq, (Lirboyo Press, 2012).


Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2 (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014).

A.Baihaqi, Ilmu Mantiq Teknik Dasar Berpikir Logika (Jombang: Darul Ulum Press, tt).

Syukriadi Sambas, Mantiq Kaidah Berpikir Islam (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2016).

Basiq Djalil, Logika Ilmu Mantiq (Jakarta: Kencana, 2010),

Syukriadi Sambas, Mantiq Kaidah Berpikir Islam,

Chaerudji Abdulchalik, Ilmu Mantiq (Depok : PT Rajagrafindo Persada, 2013).

Anda mungkin juga menyukai