Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Walaupun
lebih banyak di dominasi oleh pepohonan, tetapi di dalam hutan tidak hanya
ada pohon saja tentunya. Di hutan juga terdapat beberapa komponen seperti
komponen biotik (hidup) seperti tumbuhan, binatang, serta organisme-
organisme lainnya. Selain itu, komponen abiotik (tidak hidup) yaitu air, angin,
batu, cahaya matahari, iklim, suhu, dan tanah juga menyokong ekosistem
hutan.

Hutan dikatakan sebagi paru-paru dunia bukanlah sebatas pepatah.


Faktanya, Pohon memiliki fungsi menyerap karbon dioksida dan
menghasilkan oksigen. Dengan demikian,keberadaan hutan dapat membantu
mengurangi peningkatan pemanasan global karena hutan dapat mengurangi
emisi gas karbon dioksida di udara.

Tidak lama ini, suhu di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan analisis


dari 89 stasiun pengamatan BMKG, anomali suhu udara rata-rata pada bulan
Januari 2023 menunjukkan anomali positif dengan nilai sebesar 0.1 oC.
Anomali suhu udara Indonesia pada bulan Januari 2023 ini merupakan nilai
anomali tertinggi ke-14 sepanjang periode data pengamatan sejak tahun 1981.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa saja jenis-jenis hutan berdasarkan tempat tumbuhnya?
b. Bagaimana dampak greenhouse effect (efek rumah kaca) terhadap
lingkungan sekitar?
c. Apa upaya yang dapat dilakukan untuk mengembalikan Indonesia tropis
lagi?
d. How can farming wisely contribute to maintaining environmental
sustainability in the community?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahui jenis-jenis hutan berdasarkan tempat tumbuhnya.
b. Untuk memahami dampak greenhouse effect (efek rumah kaca) terhadap
lingkungan sekitar dan cara menanggulanginya.
c. Untuk mengetahui tentang upaya yang dapat dilakukan untuk
mengembalikan Indonesia tropis kembali.
d. To understand how farming wisely can contribute to maintaining
environmental sustainability in the community.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Fisika
Hutan dalam bahasa latin disebut sylva, sylvi atau sylvo. Sylva, sylvi atau
sylvo yang memiliki arti tempat yang sangat luas. Suatu kawasan dianggap
hutan jika memiliki luas lebih dari 1/4 ha dan sejumlah pohon tumbuh di sana,
serta adanya faktor biotik dan abiotik yang saling bergantung.
Menurut UU No. 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem
berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya
tidak dapat dipisahkan. Sedangkan pengertian hutan dari segi bahasa telah
dijelaskan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu hutan adalah
tanah luas yang ditumbuhi pohon-pohon dan biasanya tidak dipelihara orang.
Dalam Encyclopaedia Britannica, hutan adalah sistem ekologi yang
kompleks dengan pohon merupakan bentuk kehidupan yang paling dominan.
Di Indonesia, luas lahan hutan terbesar terdapat di Papua dengan luas
32,36 juta hektar. Urutan kedua menjadi milik Kalimantan dengan luas 28,23
juta hektar, kemudian Sumatera dengan luas 14,65 juta hektar, Sulawesi
dengan luas 8,87 juta hektar, Maluku dan Maluku Utara dengan luas 4,02 juta
hektar. Hutan di Jawa dengan luas 3,09 juta hektar, Bali dan Nusa Tenggara
dengan luas 2,7 juta hektar.
2.2 Kimia
Menurut Dewan Pertahanan Sumber Daya Alam, efek rumah kaca
adalah krisis lingkungan dan kemanusiaan yang sedang terjadi di Bumi. Suhu
permukaan Bumi kian meningkat akibat terperangkap oleh gas karbon
dioksida yang semakin banyak dari hari ke hari, dan menjadikan Bumi
semakin panas dan rawan akan bencana. Menurut Team SOS (2011: 10), efek
rumah kaca adalah di atmosfer terjadi karena adanya gas-gas yang menyerap
dan memancarkan radiasi infrared. Gas-gas tersebut disebut dengan gas-gas
rumah kaca. Gas-gas rumah kaca menyerap radiasi panas infrared yang
dipancarkan oleh permukaan bumi, panas akibat penyerapan radiasi matahari
oleh atmosfer itu sendiri dan panas yang diserap oleh awan.
Proses efek rumah kaca terjadi ketika radiasi sinar matahari mengenai
atmosfer bumi. Radiasi panas yang dipantulkan oleh bumi akan terhalang,
sehingga panas tersebut terperangkap ke bumi. Proses terperangkapnya panas
itu, kemudian menyebabkan suhu bumi meningkat. Gas rumah kaca
membiarkan cahaya matahari masuk ke dalam bumi, namun gas tersebut tidak
bisa memantulkannya kembali ke permukaan bumi.
2.3 Penjasorkes
Menurut Koenigsberger (1975:3), iklim tropis adalah iklim dimana cuaca
panas merupakan masalah yang dominan yang hamper keseluruhan waktu
dalam satu tahun memiliki musim panas dan hujan bangunan bertugas untuk
mendinginkan pemakai, dari pada menghangatkan dan suhu rata-rata pertahun
tidak kurang dari 20º C.
Indonesia adalah negara yang beriklim tropis karena terletak pada garis
khatulistiwa. Dikutip dari buku Cakrawala Geografi 3 oleh Munawir dkk,
kondisi tersebut mengakibatkan Indonesia mengalami panas sepanjang tahun
dengan suhu yang relatif tinggi.
Ciri-ciri iklim tropis meliputi:
1. Memiliki curah hujan yang tinggi, dan lebih lama pada setiap
tahunnya, hal ini juga menjadikan tanah di iklim tropis menjadi subur.
2. Penguapan pada air laut cukup tinggi karena terdapat awan di
atmosfer.
3. Daerah iklim tropis terletak di antara 23,5 derajat LU dan 23,5 derajat
LS.
4. Pergantian suhu udara normal dan tidak ekstrim.
5. Memiliki tekanan udara yang rendah, dan perubahan tekanannya
lambat
6. Memiliki amplitudo tahunan yang kecil sekitar 1-5 derajat celcius,
kecuali pada amplitudo harian yang mana lebih besar.
7. Wilayah tropis basah biasanya tumbuhan yang tumbuh di hutan
berwarna hijau dan lebat.
8. Wilayah iklim tropis mendapat cahaya matahari setiap tahunnya
karena letaknya dekat dengan garis khatulistiwa.
9. Memiliki suhu udara yang rata-rata tinggi karena posisi matahari yang
vertikal.
10. Umumnya suhu udara sekitar 20–30 derajat celcius. Bahkan bisa
mencapai lebih dari 30 derajat celcius di beberapa tempat.

2.4 Bahasa Inggris


Environmental sustainability is the responsibility to conserve natural
resources and protect global ecosystems to support health and wellbeing, now
and in the future. Because so many decisions that impact the environment are
not felt immediately, a key element of environmental sustainability is its
forward-looking nature. In fact, the U.S. Environmental Protection
Agency defines it as “meeting today’s needs without compromising the ability
of future generations to meet their needs.”

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Hutan berdasarkan Tempat Tumbuhnya


Hutan dapat dibagi menjadi tiga berdasarkan tempat tumbuhnya, yaitu
hutan pantai, hutan rawa, dan hutan pegunungan.
A. Hutan Pantai
Jenis hutan yang pertama berdasarkan tempat tumbuhnya adalah hutan
pantai. Sesuai dengan nama yang dimilikinya, hutan pantai ini merupakan hutan
yang berada atau tumbuh di daerah-daerah pesisir pantai Hutan pantai ini
pastinya bisa menjaga pantai dari beberapa gangguan yang bisa saja merusak
pantai tersebut.

Jenis hutan pantai ini yang biasa kita temui adalah hutan mangrove atau
hutan bakau. Hutan bakau atau hutan mangrove ini tentunya memiliki
karakteristik khusus yang mampu membedakannya dengan hutan lainnya, karena
hutan bakau atau mangrove ini merupakan hutan yang khas. Beberapa
karakteristik atau ciri hutan bakau atau hutan mangrove ini diantaranya adalah:
1. Memiliki akar napas yang menyembul ke permukaan
2. Selalu tergenang air
3. Mempunyai daun yang berlapis tebal untuk mengurangi penguapan
4. Lingkungan sekitar hutan mempunyai kadar garam yang tinggi
5. Tanahnya mengandung oksigen yang kurang atau hanya sedikit oksigen
Hutan pantai di Indonesia biasanya terletak di di wilayah selatan
pantai Pulau Jawa, barat daya pantai Sumatera, pantai Sulawesi dan pantai
Bali. Contoh hutan panta yaitu hutan bakau di Pantai Clungup, Malang.

Hutan pantai memiliki banyak manfaat, yaitu dapat meredam


hempasan gelombang tsunami, mencegah terjadinya abrasi pantai,
melindungi ekosistem darat dari terpaan angin dan badai, pengendali erosi,
habitat flora dan fauna, tempat berkembangbiak, pengendali pemanasan
global, penghasil bahan baku industri kosmetik,

B. Hutan Rawa
Jenis hutan yang selanjutnya berdasarkan tempat tumbuhnya adalah hutan
rawa. Seperti halnya hutan pantai yang berada di wilayah pesisir pantai, hutan
rawa ini juga merupakan hutan yang berada di daerah rawa atau disekitar rawa-
rawa. Hutan rawa ini juga mempunyai beberapa karakteristik yang akan
membedakan dengan hutan yang lainnya. Dengan kata lain, karakteristik yang
dimiliki oleh hutan ini merupakan karakteristik khusus. Beberapa karakteristik
yang dimiliki oleh hutan rawa antara lain adalah sebagai berikut:
1. Tanaman tampak selalu hijau
2. Dasar hutan berupa rawa- rawa dan selalu tergenang oleh air

3. Pohon yang tumbuh tergolong tinggi

4. Air yang ada di hutan merupakan jenis air tawar

5. Hutan rawa gambut atau hutan dengan komposisi tanah organik yang sangat
tinggi akibat dari penguraian sisa hewan dan tumbuhan.
6. Hutan rawa air tawar yakni hutan rawa dengan vegetasi yang cukup lebat dan
berlapiskan tanah yang kaya akan mineral.

7. Rawa tanpa hutan atau wilayah rawa yang hanya ditumbuhi oleh tumbuhan
kecil seperti semak belukar dan rumput air.

Persebaran hutan rawa di Indonesia yakni di daerah dataran rendah yang


terdapat sungai-sungai besar seperti Sumatra, Kalimantan, dan Papua. Ketiga
wilayah tersebut memiliki hutan rawa dengan persentase 95% dari keseluruhan
wilayah hutan rawa di Indonesia.

Manfaat hutan rawa diantaranya sebagai sumber makanan bagi flora dan
fauna yang hidup di area hutan rawa, sebagai sumber cadangan air, mencegah
terjadinya intrusi atau masuknya air laut kedalam air tanah dan air sungai yang
menjadi sumber mata air alami, dan mencegah terjadinya banjir.

C. Hutan Pegunungan
Jenis hutan yang selanjutnya berdasarkan tempat tumbuhnya adalah hutan
pegunungan. Hutan pegunungan merupakan hutan yang berada di daerah
pegunungan. Hutan pegunungan mempunyai karakteristiknya sendiri, yakni
sebagai berikut:
1. Berada di wilayah pegunungan
2. Pepohonan yang ada di hutan tersebut ditumbuhi oleh lumut karena udara
yang lembab
3. Memilihi suhu udara yang rendah
4. sering diselimuti kabut atau awan pada bagian kanopi hutan.
5. Batang pohon yang tumbuh di hutan daerah pegunungan umumnya tertutup
oleh lumut yang tumbuh tebal.

Hutan yang berada di daerah pegunungan merupakan hutan yang tumbuh


dan berkembang di daerah pegunungan dengan ketinggian 1.200 hingga
2.250 mdpl. Salah satu contohnya adalah hutan di pegunungan Papua yang
banyak ditumbuhi pohon Conifer (berdaun jarum) dari genus Dacrydium,
Libecedrus, Phyllocladus, dan Podocarpus. Selain itu, tumbuh pula spesies
pohon Eugenia spp. dan Calophyllum. Sedangkan di Indonesia wilayah barat,
dijumpai pohon-pohon tegakan seperti Leptospermum, Tristania, dan
Phyllocladus yang tumbuh dalam ekosistem pegunungan dengan ketinggian
habitat lebih dari 3.300 mdpl.

Manfaat dari hutan pegunungan adalah Menghasilkan oksigen sebagai paru-


paru dunia, Menyerap air hujan, Sumber keanekaragaman hayati, dan
Mencegah bencana banjir dan longsor

3.2 Greenhouse Effect (Efek Rumah Kaca)


Efek rumah kaca merupakan krisis lingkungan dan kemanusiaan yang
tengah terjadi di bumi. Suhu permukaan bumi semakin meningkat karena
terperangkap oleh gas karbon dioksida yang semakin banyak dari hari ke hari.
Hal itu menjadikan bumi semakin panas dan berpotensi menimbulkan
bencana.
Gas-gas yang menyumbang efek rumah kaca diantaranya uap air (H2O),
karbondioksida (CO2), metana (CH4), ozon (O3), nitrous oksida (N2O), CFC
(Chloro Fluoro Carbon), serta HFC (Hydro Fluoro Carbon). Gas-gas itu
sebenarnya diperlukan agar bumi tidak terlalu dingin. Namun, sejak terjadinya
revolusi industri, gas-gas seperti karbon dioksida, methana, dan gas berbahaya
lainnya kian bertambah di atmosfer. Konsentrasinya pun semakin meningkat
imbas ulah manusia. Apabila konsentrasi gas-gas rumah kaca kian meningkat
di atmosfer, efek rumah kaca akan semakin besar.

A. Penyebab Efek Rumah Kaca


1. Penebangan Liar dan Pembakaran Hutan
Tumbuhan memiliki banyak manfaat bagi manusia. Selain sebagai
sumber makanan, tumbuhan juga berfungsi sebagai media untuk
mengurangi efek rumah kaca. Untuk berfotosintesis, tumbuhan
memerlukan karbondioksida dan uap air. Banyaknya penebangan liar
akan mengakibatkan berkurangnya media yang mengurangi efek rumah
kaca. Berdasarkan data dari Bank Dunia dunia, sebanyak 14,5 juta
hektar hutan musnah setiap tahunnya. Hal itu akibat berbagai aktivitas
manusia yang ilegal dan legal.
2. Penggunaan Bahan Bakar Fosil Secara Berlebihan
Bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batu bara yang
digunakan secara berlebihan akan berdampak buruk pada kualitas udara.
Selain itu, dapat meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca pada
atmosfer.
3. Pencemaran Laut
Seperti diketahui, lautan bisa menyerap karbon dioksida dalam
jumlah banyak. Namun, laut bisa tercemar akibat limbah industri dan
sampah. Akibatnya, banyak ekosistem di dalamnya yang musnah
sehingga laut tidak bisa menyerap karbon dioksida
4. Industri Pertanian
Penggunaan pupuk nonorganik untuk meningkatkan hasil pertanian
juga berdampak buruk bagi lingkungan. Sebab, bisa menghasilkan gas
rumah kaca, seperti nitrous oksida yang kemudian dilepaskan ke udara.
5. Limbah Rumah Tangga
Apabila limbah rumah tangga dibiarkan, lambat laun akan
menghasilkan gas metana dan karbon dioksida dari bakteri-bakteri
pengurai sampah
6. Industri Peternakan
Limbah industri peternakan seperti kotoran sapi dapat
menghasilkan gas rumah kaca, misalnya karbondioksida (CO2) dan
metana (CH4). Semakin banyak limbah peternakan yang dibiarkan,
maka semakin besar pula gas rumah kaca yang dilepaskan ke udara.
7. Sampah Plastik
Menurut penelitian, plastik mengeluarkan gas metana dan etilen
saat terkena sinar matahari dan berakibat rusak. Gas metana alami atau
buatan bisa menjadi penyebab utama perubahan iklim. Sebab, kedua gas
tersebut berpengaruh terhadap peningkatan pemanasan global.

B. Dampak Greenhouse Effect


1. Adanya perubahan temperatur bumi yang semakin tinggi,
menyebabkan perubahan iklim di berbagai daerah di dunia.
2. Kegagalan panen secara besar-besaran, akibat perubahan iklim yang
drastis.
3. Mencairnya glasier (bongkahan es), sehingga menyebabkan naiknya
kadar air laut.
4. Meningkatkan risik kepunahan berbagai spesies makhluk hidup.
Penelitian dalam majalah Nature, mengungkapkan peningkatan suhu
dari adanya efek rumah kaca, dapat menyebabkan kepunahan lebih
dari satu juta spesies.
5. Menipisnya lapisan ozon pada atmosfer, yang melindungi bumi dari
bahaya radiasi sinar ultra violet (UV).
6. Hilangnya terumbu karang yang ada di perairan laut.

C. Cara Mengatasi Greenhouse Effect


Berdasarkan diskusi yang telah kami lakukan dapat disimpulkan
bahwa hal yang dapat kita lakukan untuk mengurangi efek rumah kaca
yaitu Efisiensi penggunaan energi listrik dengan mematikan lampu yang
tidak digunakan serta mencabut alat elektronik dari sumber listrik lalu
yang kita lakukan selanjutnya mengendalikan jejak karbon dengan
mengurangi frekuensi menggunakan kendaraan bermotor pribadi lalu kita
juga bisa mengurangi penggunaan air minum dalam botol kemasan dan
sedotan plastic sebaiknya gunakan tempat minum dan sedotan yang dapat
dipakai ulang. sampah tersebut bisa kita olah menjadi kompos dan
memisahkan sampah organik dan nonorganic dan yang terakhir kita bisa
kurangi penggunaan kertas dengan cara mencetak bolak balik atau
menggunakan kertas bekas

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5792093/efek-rumah-
kaca-proses-penyebab-dan-dampak-terjadinya
https://www.gramedia.com/literasi/efek-rumah-kaca/
#Dampak_Efek_Rumah_Kaca

3.3 PJOK
Tropis merupakan iklim dengan suhu rata-rata di atas 18 derajat celcius dan curah
hujannya cukup besar selama setidaknya setengah tahun. Daerah tropis bukan daerah
yang kering dan umumnya konsisten dengan kondisi iklim khatulistiwa di seluruh dunia.
Beberapa cara untuk mengembalikan Tropis Indonesia di antaranya sebagai berikut:

1. Menanam Pohon

Cara mengatasi perubahan iklim yang pertama adalah dengan menanam


pohon. Kamu bisa menanam pohon di halaman rumah atau menaruh tanaman-
tanaman kecil di teras. Selama fotosintesis, pohon dan tanaman lain menyerap
karbon dioksida dan mengeluarkan oksigen.

2. Ajak Orang Lain untuk Melakukan Pelestarian Lingkungan

Cara mengatasi perubahan iklim berikutnya adalah dengan megajak


orang lain untuk melakukan pelestarian lingkungan. Cara yang paling mudah
adalah berbagai informasi tentang daur ulang dan konservasi energi dengan
teman, tetangga, dan rekan kerja.

3. Menerapkan Reduce, Reuse, Recycle

Reduce, Reuse, Recycle merupakan langkah sederhana sebagai cara


mengatasi perubahan iklim lainnya. Reduce adalah kegiatan menggunakan
produk kemasan, terutama plastik seminimal mungkin.

4. Kurangi Penggunaan Kendaraan Bermotor Pribadi

Terakhir, kamu bisa mengatasi perubahan iklim dengan mengurangi


penggunaan kendaraan bermotor pribadi yang berarti lebih sedikit emisi. Selain
menghemat bensin, berjalan kaki dan bersepeda merupakan bentuk olahraga yang
menyehatkan.

3.4 Farm Wisely as the Way to Contribute to Maintaining Environtmental


Sustainability in the Community
Large-scale, conventional farming contributes to climate change, pollutes
air and water, and depletes soil fertility. Pesticides, fertilizers, and other toxic
farm chemicals can poison fresh water, marine life, and wildlife. Agricultural
livestock are responsible for a large proportion of global greenhouse gas
emissions, most notably methane. Overgrazing can lead to soil erosion and
destruction of topsoil quality due to the runoff of nutrients. Bare, compacted land
can also bring about soil erosion.
Agriculture is the leading source of pollution in many countries. Emissions
and pollution resulting from all stages of agriculture affect air quality and
contribute to climate change. While rural communities and farm owners/workers
face the most immediate risks from these practices, the overall impact is far-
reaching. Air and water pollution from agriculture affects communities over vast
areas (rural and urban), and the impacts of antimicrobial resistance and climate
change transcend geography.
Farming wisely without damaging the environment is essential to maintain
sustainable agriculture and ensure a healthy ecosystem. Here are some tips for
farming wisely while minimizing the negative impact on the environment:
1. Use natural fertilizers.
Natural fertilizers, such as compost, manure, and green manure, provide
essential nutrients to the soil without causing environmental harm.
Organic fertilizers have several benefits for the environment. They are less
likely to contaminate lands and waters, making them a safer option than chemical
fertilizers[1]. Organic fertilizers improve soil structure, allowing it to hold water
longer and increasing bacterial and fungal activity in the soil[3]. They also add
organic matter contributing to soil health, increasing both the water-holding
capacity and cation exchange capacity[2]. Organic fertilizers stimulate microbial
activity and improve soil structure[2]. They are valuable sources of micronutrients
to plants[2]. Organic fertilizers are more environmentally friendly than synthetic
fertilizers. Synthetic fertilizers require a significant amount of fossil fuels to
produce and process, often running off into nearby water sources like streams and
lakes[3]. Organic fertilizers are ecological, environmentally friendly, non-toxic in
nature, making them the best fertilizers for plants and crops in greenhouse
farming. Their regular use does not lead to pollution and contributes to a better
future.
Natural fertilizers are a great addition to soil as they improve soil
structure, texture, and aeration, increase water retention abilities, stimulate healthy
root development, and add numerous secondary and micro-nutrients[1]. Organic
fertilizers have many sources such as minerals, animal source, sewage sludge, and
plant[1]. They are made with natural raw materials that are biodegradable such as
paper, leaves, fruit peelings left over foods and even fruit juices[1]. Common
ingredients in natural fertilizers include bone meal, blood meal, fish meal,
manures, greensand, rock phosphate, alfalfa meal and kelp[2].

2. Manage water resources


Proper irrigation management can reduce water wastage and ensure that
water is used efficiently. Consider using drip irrigation, rainwater harvesting, and
mulching to conserve water.
3. Protect biodiversity
Biodiversity plays a crucial role in maintaining healthy ecosystems.
Protect natural habitats on your farm and consider planting hedgerows,
windbreaks, and cover crops to provide habitat for wildlife.
4. Reduce energy consumption
Adopt energy-efficient practices such as using renewable energy sources,
reducing machinery use, and adopting conservation tillage techniques.
5. Practice responsible waste management
Proper waste management practices, such as composting, recycling, and
reusing materials, can minimize the environmental impact of farming.
By adopting these practices, farmers can farm wisely while minimizing the
negative impact on the environment.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hutan merupakan paru-paru dunia karena memiliki fungsi menyerap
karbon dioksida dan menghasilkan oksigen. Keberadaan hutan dapat membantu
mengurangi peningkatan pemanasan global karena hutan dapat mengurangi emisi
gas karbon dioksida di udara. Berdasarkan data dari Bank Dunia dunia, sebanyak
14,5 juta hektar hutan musnah setiap tahunnya. Banyaknya penebangan liar akan
mengakibatkan berkurangnya media yang mengurangi efek rumah kaca. Efek
rumah kaca atau Greenhouse effect terbentuk dari adanya gas-gas rumah kaca di
atmosfer bumi. Efek rumah kaca juga diartikan sebagai proses pemanasan alami,
yang terjadi apabila gas-gasnya terperangkap radiasi panas di bumi. Suhu
permukaan bumi semakin meningkat karena terperangkap oleh gas karbon
dioksida yang semakin banyak dari hari ke hari. Hal itu menjadikan bumi semakin
panas dan berpotensi menimbulkan bencana. Belum lagi Indonesia adalah negara
yang beriklim tropis karena terletak pada garis khatulistiwa, kondisi tersebut
mengakibatkan Indonesia mengalami panas sepanjang tahun dengan suhu yang
relatif tinggi. Lalu dengan efek rumah kaca yang terjadi dan iklim tropis di
Indonesia menjadikan suhu di sini semakin panas. Berikut beberapa cara untuk
mengembalikan tropis Indonesia di antaranya menanam pohon, mengajak orang
lain untuk melakukan pelestarian lingkungan, menerapkan 3R (reduce, reuse,
recycle), dan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor pribadi. Conventional
farming contributes to climate change, pollutes air and water, greenhouse effect,
and depletes soil fertility. To maintain sustainable agriculture and ensure a healthy
ecosystem, farming wisely without damaging the environtment is essential. There
are some things to do to farming wisely that can minimize the negative impact on
environment, such as using natural fertilizers, manage water resources, protect
biodiversity, reduce energy consumption, and practice responsible waste
management.

4.2 Saran
Dalam mengatasi pemanasan global, hutan sebagai paru-paru dunia harus dijaga
dan dilestarikan agar menghasilkan banyak oksigen dan menyerap karbon
dioksida yang dapat mengakibatkan efek rumah kaca. Dalam menanggulangi
dampak efek rumah kaca yang sudah terjadi kita bisa mengganti pupuk buatan
dengan pupuk organik, memakai bahan bakar ramah lingkungan, dan mengurangi
penggunaan listrik. Dalam mengembalikan Indonesia sebagai negara tropis kita
harus bisa mengajak orang lain untuk melakukan pelestarian lingkungan seperti
menanam pohon, menerapkan 3R (reduce, reuse, recycle) dan mengurangi
penggunaan kendaraan pribadi.
DAFTAR PUSTAKA

Semua rujukan-rujukan yang diacu di dalam isi makalah harus didaftarkan di


bagian Daftar Pustaka. Isi daftar pustaka minimal harus memuat pustaka-pustaka
acuan yang berasal dari sumber yang direkomendassikan oleh guru mata
pelajaran. Penulisan Daftar Pustaka sebaiknya menggunakan aplikasi manajemen
referensi seperti Mendeley atau References Ms. Word. Bentuk font yang
digunakan adalah Times New Roman ukuran 12 pt. Spasi untuk daftar referensi
adalah 1 spasi. Daftar pustaka ditulis dengan model paragraf Hanging. Format
penulisan yang digunakan adalah sesuai dengan format APA 6th Edition
(American Psychological Association). Berikut adalah contoh penggunaan
beberapa referensi.
Catatan: Penjelasan ini tidak perlu dimasukkan dalam penulisan daftar pustaka
yang sebenarnya. Demikin juga dengan tulisan bertanda *) tidak perlu
dimasukkan pada daftar pustaka sebenarnya.

Buku 1 Penulis*)
Sunarto, K. (2004). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.

Buku 2 Penulis*)
Tubagus, A, & Wijonarko. (2009). Langkah-Langkah Memasak. Jakarta: PT
Gramedia.

Buku 3 Penulis*)
Leen, B., Bell, M., & McQuillan, P. (2014). Evidence-Based Practice: a Practice
Manual. USA: Health Service Executive.

Buku Lebih Dari Satu Edisi*)


Prayitno, & Amti, E. (2012). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Edisi ke-
10). Jakarta: PT Rineka Cipta.

Penulis Dengan Beberapa Buku*)


Soeseno, S. (1980). Teknik Penulisan Ilmiah-Populer. Jakarta: PT Gramedia.
Soeseno, S. (1993). Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi
untuk Majalah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Nama Penulis Tidak Diketahui / Lembaga*)


Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. (2003). Panduan Teknis Penyusunan
Skripsi Sarjana Ekonomi. Jakarta: UI Press.

Buku Terjemahan*)
Gladding, S. T. (2012). Konseling: Profesi yang Menyeluruh (6th ed.). (Terj. P.
Winarno, & L. Yuwono). Jakarta: PT. Indeks.

Buku Kumpulan Artikel/Memiliki Editor*)


Ginicola, M. M., Filmore, J. M., Smith, C., & Abdullah, J. (2017). Physical and
Mental Health Challenges Found in the LGBTQI+ Population. In M. M.
Ginicola, C. Smith, & J. M. Filmore (Eds.), Affirmative Counseling with
LGBTQI+ People (pp. 75 - 85). Alexandria, VA: American Counseling
Association.

Artikel Jurnal / Ensiklopedi*)


Ruini, C., Masoni, L., Otolini, F., & Ferrari, S. (2014). Positive Narrative Group
Psychotherapy: The Use of Traditional Fairy Tales to Enhance
Psychological Well-Being and Growth. Journal Psychology of Well-Being,
4 (13), 1-9.

Artikel Jurnal dengan Lebih dari 7 Penulis*)


Gilbert, D. G., Mcclernon, J. F., Rabinovich, N. F., Sugai, C., Plath, L.
C.,Asgaard, G., … Botros, N. (2004). Effects of quitting smoking on EEG
activation and attention last for more than 31 days and are more severe
with stress, dependence, DRD2 Al allele, and depressive traits. Nicotine
and Tobacco Research, 6, 249—267

Artikel Jurnal dengan DOI*)


Herbst-Damm, K. L., & Kuhk, J. A. (2005). Volunteer support marital status, and
the survival times of terminally ill patients. Health Psychology, 24, 225-
229. doi: 10.1037/0278-6133.24.2.225

Artikel dalam Prosiding Online*)


Herculano-Houzel, S., Collins, C. E., Wong, R, Kaas, J. H., & Lent R. (2008).
The basic nonuniformity of the cerebral cortex. Proceedings of the
National Academy of Sciences, 105, 12593—12598. doi:1 0. 1
073/pnas.Q80541 7105

Artikel dalam Prosiding Cetak*)


Katz, I., Gabayan, K., & Aghajan, H. (2007). A multi-touch surface using
multiple cameras. In J. Blanc-Talon, W. Philips, D. Popescu, & P.
Scheunders (Eds.), Lecture Notes in Computer Science: Vol. 4678.
Advanced Concepts for intelligent Vision Systems (pp. 97—108). Berlin,
Germany: Springer-Verlag.

Majalah*)
Susanta, R. (Juni 2010). “Ambush Marketing”. Marketing, 140 (2), 15-17.

Majalah Online*)
Susanta, R. (Juni 2010). “Ambush Marketing”. Marketing, 140 (2), 15-17.
Diakses dari: http//majalahmarketing.com//

Surat Kabar*)
Irawan, A. (24 September 2010). “Impor Beras dan Manajemen Logistik Baru”.
Koran Tempo, A11.

Skripsi/Tesis/Disertasi Tidak Terpublikasi*)


Nurgiri, M. (2010). Antropologi Indonesia (Skripsi Tidak Terpublikasi). Sarjana
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta.

Skripsi/Tesis/Disertasi dari Sumber Online*)


Haryadi, R. (2017). Pengembangan Model Evidence-Based Community
Counseling untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis pada Subyek
Eks-Pecandu NAPZA di Kota Semarang (Tesis, Pascasarjana Universitas
Negeri Semarang). Diakses dari: http//pps.unnes.ac.id//tesis/rudiharyadi/

Video*)
American Psychological Association. (Produser). (2000). Responding
therapeutically to patient expressions of sexual attraction [DVD].
Tersedia di http://www.apa.org/videos/
Serial Televisi
Egan, D. (Penulis), & Alexander, J. (Pengarah). (2005). Failure to communicate
[Episode Seri Televisi]. In D. Shore (Produser Pelaksana), House. New
York, NY: Fox Broadcasting.

Musik Rekaman*)
Lang, K.D. (2008). Shadow and the frame. On Watershed [CD]. New York, NY:
Nonesuch Records.

Anda mungkin juga menyukai