Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PRINSIP PEMBERIAN MEDIKASI

DISUSUN OLEH:

NAMA : DWI INDAYANI

KELAS : 2A

NIM : 011220027

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PRODI S-1 KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2022/2023

UNIVERSITAS NUSA NIPA


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
augerahnya sehingga saya bisa menyelesaikan penyusunan makalah pada mata kuliah Konsep
Dasar Keperawatan dengan judul “Prinsip Pemberian Medikasi”.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Konsep Dasar
Keperawatan. Dengan adanya penuisan tentang “Prinsip Pemberian Medikasi” ini berharap
berguna untuk rekan sekalian. Saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang sudah
mau membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan serta masih jauh dari
kata sempurna. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan mendukung
untuk perubahan dan perbaikan di masa yang akan datang.

Maumere, 5 April 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tugas seorang perawat adalah memberi obat yang aman dan akurat
kepada klien. Obat merupakan alat utama terapi untuk mengobati klien yang memiliki
masalah. Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat. Walaupun obat
menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat dapat menimbulkan efek samping
yang serius atau berpotensi menimbulkan efek yang berbahaya bila kita memberikan obat
tersebut tidak sesuai dengan anjuran yang sebenarnya.Seorang perawat juga memiliki
tanggung jawab dalam memahami kerja obat dan efek samping yang ditimbulkan oleh
obat yang telah diberikan, memberikan obat dengan tepat, memantau respon klien, dan
membantu klien untuk menggunakannya dengan benar dan berdasarkan pengetahuan.
Obat merupakan subtansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai
perawatan atau pengobatan bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi
di dalam tubuh. Beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi pengobatan diantarnya
absorpsi obat, distribusi obat dalam tubuh, metabolisme obat, dan ekskresi.Obat memiliki
dua efek yakni efek yakni efek terapeutik dan efek samping. Efek terapeutik obat
memiliki kesesuaian terhadap efek yang diharapkan sesuai dengan kandungan obatnya
seperti paliatif (berefek untuk mengurangi gejalah), kuratif (memiliki efek pengobatan),
suportif (menaikan fungsi atau respon tubuh), subtitutif (sebagai pengganti), efek
kemoterapi (berefek untuk mematikan atau menghambat), restorative (berefek pada
memulihkan fungsi tubuh yang sehat). Efek samping merupakan dampak yang tidak
diharapkan, tidak bisa diramal, dan bahkan kemungkinan dapat membahayakan seperti
adanya alergi, kegagalan dalam pengobatan, dan lain-lain.
Pemberian obat menjadi salah satu tugas seseorang perawat yang paling penting.
Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses pemberian obat kepda pasien. Perawat
bertanggung jawab terhadap obat itu diberikan dan memastikan bahwa obat tersebut
benar. Obat yang diberikan kepada pasien, menjadi bagian dari integral dari rencana
keperawatan. Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon pasien terhadap
pengobatan. Misalnya pasien yang sukar menelan, muntah atau tidak dapat minum obat
karena alasan tertentu. Faktor gangguan visual, pendengaran, intelektual atau motorik,
yang mungkin menyebabkan pasien tidak bisa mengkonsumsi obat juga harus
diperhatikan. Rencana tindakan keperawatan harus mencakup rencana pemberian obat,
pengetahuan tentang kerja dan interaksi obat, efek samping, lama kerja obat dan program
dari dokter.

B. Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui penggolongan obat
2. Untuk mengetahui prinsip pemberian obat
3. Apa saja faktor yang memengaruhi pemberian obat
4. Apa saja akibat kesalahan pemberian obat
5. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pemberian medikasi
6. Bagaimana pemberian obat tetes mata, hidung, dan telinga

C. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas keperawatan II tentang prinsip pemberian medikasi
2. Untuk mengetahui macam-macam obat dan prosedur pemberian obat
3. Untuk mengetahui bahaya obat jika salah melakukan prosedur pemberian obat
4. Untuk memenuhi wawasan dan pengetahuan tentang obat-obatan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penggolongan Obat
1. Penggolongan Obat Berdasarkan Asal
Menurut Nuryati (2017), untuk penggolongan obat berdasarkan asalnya
dibedakan menjadi dua yaitu, alamiah dan sintetik. Untuk penjelasannya sebagai
berikut:
a. Alamiah
Alamiah adalah obat-obatan yang berasal dari alam
(tumbuhan,hewan atau mineral).
 Tumbuhan: ektsrak kulit manggis, contoh obat: Gracia
Ekstrak Kulit Manggis
 Hewan: ekstrak cacing tanah, contoh obat: Vermint Kapsul
Ekstrak cacing tanah
 Mineral: sulfur, kalsium, vaselin, contoh obat: Dyno-mins
Multi Mineral
b. Sintetik
Sintetik adalah cara pembuatan obat dengan melakukan reaksi-
reaksi kimia. Contohnya:
 Minyak gandapura dihasilkan dengan mereaksi metanol
dan asam salisilat
 Mitoxantrone, yang dikenal dengan nama dagang
Novantrone dengan rumus kimia C22H28N406.
 Cetirizine, obat ini adalah antihistamin dari golongan
diphenylmethylpiperazine
2. Penggolongan Obat Berdasarkan Jenis
a. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada umum
tanpa resep dokter, tidak termasuk dalam daftar narkotika, psikotropika,
obat keras, obat bebas terbatas dan sudah terdaftar di Depkes RI.
Penandaan obat bebas diatur berdasarkan SK Menkes RI Nomor
2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus untuk obat bebas dan untuk
obat bebas terbatas. Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan
berwarna hijau dengan garis tepi warna hitam.
b. Obat Bebas Terbatas
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan obat-
obatan kedalam daftar obat “W” (Waarschuwing) memberikan pengertian
obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan kepada
pemakainya tanpa resep dokter, bila penyerahannya memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
 Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli dari
pabriknya atau pembuatnya
 Pada penyerahan pembuat atau penjual harus
mencantumkan tanda peringatan. Peringatan obat bebas
terbatas diatur berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan
RI No.2380/A/SK/V/83 tanda khusus untuk obat bebas
terbatas berupa lingkaran berwarna biru dengan garis tepi
berwarna hitam.
c. Obat Keras
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan atau
memasukkan obat-obatan kedalam daftar obat keras, memberikan
pengertian obat keras adalah yang ditetapkan sebagai berikut:
 Semua obat pada bungkus luarnya oleh si pembuat
disebutkan bahwa obat itu hanya boleh diserahkan dengan
resep dokter
 Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-
nyataa untuk dipergunakan secara parenteral
 Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen
Kesehatan telah dinyatakan secara tertulis bahwa obat baru
itu tidak membahayakan kesehatan manusia.
Adapun penandaannya diatur berdasarkan keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 02396/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus Obat Keras
daftar “G” adalah “Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi
berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi”.
d. Obat Psikotropika
Pengertian Psikotropika menurut Undang-Undang Nomor 15
Tahun 1997 tentang psiktropika adalah obat atau zat baik alamiah maupun
sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas mental dan perilaku. Untuk psikotropika penandaan yang
dipergunakan sama dengan penandaan untuk obat keras, hal ini karena
sebelum diundangkannya UU RI No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika,
maka obat-obat psikotropika termasuk obat keras, hanya saja karena
efeknya dapat menyebabkan sidroma ketergantungan sehingga dulu
disebut obat keras tertentu. Sehingga untuk psikotropika penandaannya:
lingkaran bulat berwarna merah, dengan huruf K berwarna hitam yang
menyentuh garis tepi yang berwarna hitam.
e. Obat Golongan Narkotika
Pengertian narkotika menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1997 tentang narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri
dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan dalam golongan I,II,
dan III. Obat narkotika penggunaannya diawasi dengan ketat sehingga
obat dengan golongan narkotik hanya dapat diperoleh di apotik dengan
resep dokter asli (tidak dapat menggunakan copy resep). Dalam bidang
kesehatan, obat-obat narkotika biasa digunakan sebagai anestesi arau obat
bius dan analgetik arau obat penghilang rasa sakit.
f. Jamu
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional,
misalnya dalam bentuk serbuk seduan, pil, dan cairan yang berisi seluruh
bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan
secaraa tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada
resep peninggalan leluhur yang disusun dari bebrbagai tanaman obat
dengan jumlah yang cukup banyak, berkisar antara 5-10 macam bahkan
lebih. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan
klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan
turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan ratusan tahun, telah
membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung dengan tujuan
kesehatan tertentu.
g. Obat Herbat Terstandar (OHT)
Obat herbal terstandar adalah obat tradisional yang disajikan dari
ekstrak atau penyarian bahan alam yang berupa tanaman obat, binatang,
maupun mineral. Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan
yang lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja
yang mendukung dengan pengetahuan maupun keterampilan pembuatan
ekstrak. Selain produksi dengan teknologi maju, jenis ini umumnya telah
ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian seperti
standart kandungan bahan berkhasiat, standart pembuatan ekstrak tanaman
obat, standart pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas
akut maupun kronis.
h. Fitofarmaka
Fitofarmaka merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam
yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya
telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik
pada manusia. Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi
medis untuk menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan.
Masyarakat juga bisa mendorong untuk menggunakan obat herbal karena
manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilmiah.
3. Penggolongan Obat Berdasarkan Cara Pemakaian
Berdasarkan Ruslami, dkk (2017), penggolongan obat berdasarkan cara
pemakaian di bagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
a. Oral: obat yang dikonsumsi melalui mulut kedalam saluran cerna, contoh
tablet, kapsul, serbuk, sirup, dan lainnya
b. Per rektal: obat yang dipakai melalui rektum, biasanya digunakan pada
pasien yang tidak bisa menelan, pingsan, atay menghendaki efek cepat dan
terhindar dari pengaruh pH lambung, FFE di hati, maupun enzim-enzim di
dalam tubuh
c. Sublingual: pemakaian obat dengan meletakannya dibawah lidah, masuk
ke pembuluh darah, efeknya lebih cepat, contohnya tablet hisap.
d. Parenteral: obat yang disuntikan melalui kulit ke aliran darah, baik secara
intravena, subkutan, intramuskular, intrakardial, langsung ke organ
contohnya intrakardial dan melalui selaput perut contohnya intra
peritoneal.

4. Penggolongan Obat Berdasarkan Mekanisme Kerja


Penggolongan obat berdasarkan mekanisme kerja obat dibagi menjadi 5
jenis penggolongan antara lain:
a. Obat yang bekerja padaa penyebab penyakit, misalnya penyakit
akibat bakteri atau mikroba, contoh antibiotik
b. Obat yang bekerja untuk mencegah kondisi patologis dari penyakit
contoh vaksin dan serum
c. Obat yang menhilangkan simtomatik atau gejala, meredakan nyeri
contoh analgesik
d. Obat yang bekerja menambah atau mengganti fungsi-fungsi zat
yang kurang, contoh vitamin dan hormon
e. Pemberian placebo adalah pemberian obat yang tidak mengandung
zat aktif, khususnya pada pasien normal yang menganggap dirinya
dalam keadaan sakit. Contohnya aqua pro injeksi dan tablet
placebo
5. Pengggolongan Obat Berdasarkan Efek Yang Ditimbulkan
Penggolongan obat berdasarkan efek yang ditimbulkan dibagi menjadi dua
bagian yaitu:
a. Sistemik: obat atau zat aktif yang masuk kedalam peredaran darah
b. Lokal: obat atau zat aktif yang hanya berefek atau menyebar atau
mempengaruhi bagian tertentu tempat obat tersebut berada, seperti
pada hidung, mata, kulit, dan lainnya

B. Prinsip Pemberian Obat


Prinsip pemberian obat ini dilakukan untuk menurunkan angka kejadian akibat
keselahan pemberian obat, diantaranya:
1. Benar Obat
Sebelum mempersiapkan obat ke tempatnya, perawat harus
memperhatikan kebenaran obat sebanyak 3 kali, ketika memindahkan obat dari
tempat penyimpanan, saat obat diprogramkan, dan saaat mengembalikan ke
temoat penyimpanan. Saat pemberian obat perawat harus ingat untuk apa obat
diberikan sekaligus membantu perawat mengingat nama obaat dan kerjanya
2. Benar Obat
Dosis yang diberikan sesuai dengan kondisi klien dalam batas yang
direkomendasikan. Selain itu perawat harus teliti menghitung secara akurat
jumlah dosis yang diberikan dengan pertimbangan ketersediaan obat dn berat
badan pasien. Selain itu perlu melihat batas yang direkomendasikan bagi dosis
obat tertentu
3. Benar Dosis
Sebelum memberikan obat, perawat harus memeriksa dosisnya jika ragu,
perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker
sebelum dilanjutkan ke pasien. Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus
memeriksanya lagi
4. Benar Rute
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Obat dapat
diberikan melalui oral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, dan inhalasi.
a. Oral
Oral adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak
dipakai, karena ekonomis, paling nyaman, dan paling aman.
b. Parenteral
Parenteral berasal dari bahasa Yunani para berarti di samping,
enteron berarti usus. Jadi parenteral berarti diluar usus atau tidak
melalui saluran cerna.
c. Topikal
Topikal yairtu pemberian obat melalui kulit atau membran
mukosa. Misalnya salep, lotion, krim, spray, dan tetes mata.
d. Rektal
Obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria
yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk
memperoleh efek lokal sepertu konstipasi, hemoroid, pasien yang tidk
sadar atau kejang.
e. Inhalasi
Inhalasi yaitu pemberian obat melalui saluran pernapasan. Saluran
nafas memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan
demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya,
misalnya salbutamol, combivent, berotek untuk asma, atau dalam
keadaan darurat misalnya terapi oksigen.
5. Benar Waktu
Waktu yang benar dalah saat dimana obat yang diresepkan harus
diberikan. Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari seperti
b.i.d (dua kali sehari), t.i.d ( tiga kali sehari), q.i.d ( empat kali sehari), atau q6h
(setiap enam jam), sehingg kadar obat dalam plasma dapat dipertahankan.
6. Benar Dokumentasi
Sebagai suatu informasi yang tertulis, dokumentasi merupakan media
komunikasi antarprofesi dalam suatu tim pelayanan kesehatan pasien.
Dokumentasi bertujuan untuk perencanaan tenaga kesehatan pasien sebagai
indikator kualitas pelayanan kesehaatan, sumber data untuk penelitian bagi
pengembangan tenaga ilmu kesehaatan, sebagai barang bukti pertanggungjawaban
dan pertanggunggugtan pelakasanaan asuhan.
7. Benar Pendidikan Kesehatan Perihal Medikasi Edukasi Klien
Pasien harus mendapatkan informasi tentang obat yang akan diberikan
sehingga tidak ada lagi kesalahan pemberian obat.

C. Faktor Yang Memengaruhi Pemberian Obat


Menurut Harmiady (2014) dalam penelitiannya menyatakan ada tiga faktor yang
mempengaruhi perawat dalam pemberian obat antara lain:
a. Tingkat Pengetahuan Perawat
Perawat dengan tingkat pengetahuan yang tinggi cenderung untuk mampu
melaksanakan prinsip benar dalam pemberian obat dengan tepat dibandingkan
dengan yang memiliki pengetahuan yang kurang baik. Tanpa pengetahuan
seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan untuk
menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi oleh pasien.
Pengetahuan dapat memengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan
sehinga nantinya akan memotivasi perawat untuk bersikap dan berperan serta
dalam peningkatan kesehatan pasien dalam hal ini pemberian tindakan
pemberian obat dengan tepat.
b. Tingkat Pendidikan
Pendidikan yang telah dicapai oleh perawat dapat digunakaan sebagaai
salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat dan
juga berperan dalam menurunkan angka kesakitan. Dengan semakin tingginya
tingkat pendidikan seseorang dapaat membantu menekan atau menurunkan
tingginya angka kesakitan pada pasien (Nursalam, 2012). Hal ini disebabkan
karena ukuran tingkat pendidikan seseorang dapat menjjadi tolak ukur sejauh
mana pemahaman perawaat terhadap prosedur dan prinsip yang berllaku
dalam lingkup kerjanya.
c. Motivasi Kerja
Motivasi kerja perawat merupakan tingkah laku seseorang yang
mendorong suatu tujuan karena adanya suatu kebutuhan baik secara internal
maupun eksternal dalam melaksanakan perannya. Semakin baaik motivasi
kerja yang dimiliki perawat maka cenderung mendorong diri mereka untuk
melaksanakan prinsip dan prosedur yang diberkaitan dibandingkan yang
memiliki motivasi yang kurang. Timbulnya motivasi dalam diri seorang
perawat disebabkan oleh adanya rasa tanggung jawab yang timbul dalam diri
seseorang atau aspek internal perawat

D. Akibat Kesalahan Pemberian Obat


Menurut Kemenkes (2011), akibat kesalahan pemberian obat dibagi menjadi dua
yaitu:
1. Adverse drug event adalah suatu insiden dalam pengobatan yang dapat
menyebabkan kerugian pada pasien. Adverse drug event meliputi kerugian
bersifat intrisik bagi individu atau pasien contoh:
a. Meresepkan obat NSAID pada pasien dengan riwayat penyakit
ulkus peptik yang terdokumentasi di rekam medis yang dapat
menyebabkan pasien mengalami pendarahan saluran cerna
b. Memberikan teraapi anti epilepsi yang salah, dapat menyebabkan
pasien mengalami kejang
2. Adverse drug reaction merupakan respon obat yang dapaat membahayakan dan
menimbulkan kesalahan dalam pemberian obat seperti hipersensitivitas, reaksi
alergi, toksisitas, dan interaksi antarobat berdasarkan penelitian Nurinasari
(2014) sebagai berikut:
a. Reaksi Hipersensitivitas
Reaksi hipersensitivitas terjadi bila klien sensitif terhadap
efek dari pengobatan yang dilakukan. Hal ini dapat terjadi bila
dosis yang diberikan lebih dari kebutuhan klien sehingga
menimbulkan efek lain yang tidak diinginkan.
b. Reaksi Alergi
Adalah akibat dari respon imunologik terhadap medikasi.
Tubuh menerima obat sebagai benda asing, sehingga tubuh akan
membentuk antibodi untuk melawan dan mengeluarkan benda
asing tersebut. Akibatnya akan menimbulkan gejala / reaksi alergi
yang dapat berkisar dari ringan sampai berat. Reaksi alergi yang
ringan diantaranya adalah gatal-gatal (urtikaria), pruritus, atau
rhinitis, dapat terjadi dalam hitungan menit sampai dengan 2
minggu pada klien setelah mengkonsumsi obat.
c. Toksisitas
Reaksi yang terjadi karena dosis berlebih atau
penumpukkan zat dalam darah akibat dari gangguan metabolisme
atau ekskresi. Keracunan obat dapat mengakibatkan kerusakan
pada fungsi organ. Hal yang umum terjadi adalah nefrotoksisitas
(ginjal), neurotoksisitas (otak), hepatotosisitas (hepar),
imunotoksisitas (sistem imun), dan kardiotoksisitas (jantung).
d. Interaksi antar obat (reaksi inkompabilitas obat)
Hal ini terjadi ketika efek dari suatu obat terganggu akibat
adanya obat lain atau makanan yang mempengaruhi kerja obat
didalam tubuh. Interaksi ini dapat berbentuk saling menguatkan
efek terapi dari obat atau saling bertentangan dengan efek terapi.
Kadang-kadang makanan dapat juga mempengaruhi reaksi obat,
contohnya adalah deaktivasi antibiotik tetrasiklin akibat makanan
yang berasal dari produk susu.

E. Prosedur Pemberian Medikasi


1. Prosedur pemberian obat oral
a. Alat dan bahan
1) Baki berisi obat
2) Kartu atau buku berisi rencana pengobatan
3) Pemotong obat (bila diperlukan)
4) Martil dan lumpang penggerus
5) Gelas pengukur
6) Gelas dan air minum
7) Sedotan
8) Sendok
9) Pipet
10) Spuit sesuai ukuran untuk mulut anak-anak
b. Prosedur kerja
1) Siapkan peralatan dan cuci tangan
2) Kaji kemampuan klien untuk dapat meminum obat peroral
(menelan, mual, muntah, adaanya program tahap makan ataau
minum, dilakukan pengisapan lambung)
3) Periksa kembali perintah pengobatan (nama klien, nama dan dosis
obat, waktu, dan cara pemberian) periksa tanggal kadaluarsa obat,
bila ada keraguan pada perintah pengobatan laporkan pada perawat
atau bidan yang bberwenang atau dokter yang meminta
4) Ambil obat sesuai yang diperlukan (baca perintah pengobatan dan
ambil obat yang diperlukan)
5) Siapkan obat-obatan yang akan diberikan
2. Prosedur pemberian obat secara sublingual
a. Persiapan
 Alat
1) Baki beralas dan tertutup
2) Obat dalam tempatnya
3) Catatan dan kartu obat
 Prainteraksi
1) Melakukan verifikasi dara sebelumnya jika ada
2) Mencuccui tangan
3) Menyiapkan obat sesuai prinsip
4) Menempatkan alaat di dekat pasien dengan benar
 Orientasi
1) Memberikan salam sebagai pendekataan terapeutik
2) Menjelaskaan prosedur tindakan kepada pada klien
atau keluarga
3) Menanyakan persetujuan dan persiapan kepada
kliean sebelum kegiataan dilakukan
b. Langkah kerja
1) Membuka pembungkus obat
2) Memberikan obat kepada pasien
3) Memberitahukan pasien meletakan obat pada bagian bawah
hingga obat terlarut semuanya
4) Menganjurkan pasien agar tetap menutup mulut, tidak
minum atau berbicara selama obat belum terlarut
seluruhnya
c. Tahap terminasi
1) Mengevaluasi hasil tindakan yang baru dilakukan
2) Berpamitan pada pasien
3) Membersihkan dan merapikan alat ke tempat semula
4) Mencuci tangan
5) Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
3. Prosedur pemberian obat secara buccal
a. Persiapan pasien
1) Pastikan identitas klien
2) Kaji kondisi klien
3) Beritahu dan jelaskan kepada klien atau kelurga tindakan
yang dilakukan
4) Jaga privasi klien
5) Atur posisi klien
b. Persiapan alat
1) Obat yang sudah ditentukan
2) Tongspatel (bila perlu)
3) Kasa untuk membungkus tongspatel
4) Sarung tangan
5) Buku catatan
c. Cara kerja
 Tahap orientasi
1) Berikan salam panggil pasien dengan nama
kesukaannya
2) Perkenalkan namaa dan tanggung jawab klien
3) Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan
pada klien atau keluarga
 Tahap kerja
1) Cek instruksi dokter untuk memastikan nama obat,
daya kerja dan tempat pemberian
2) Meletakan obat diantara gusi dan selaput mukosa
pipi sampai habis diabsorpsi seluruhnya
3) Memberitahu klien agar tidak menelan obat
 Tahap terminasi
1) Evaluasi respon klien
2) Berilah rainforcement positif
3) Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4) Mengakhiri kegiatan dengan baik
d. Dokumentasi
1) Catat tindakan yang telah dilakukan tanggal dan jam
pelaksanaan
2) Catat hasil tindakan (respon subjektif dan objektif) di
dalam catatan
3) Bersihkan dan kembalikan peralatan yang digunakan pada
tempatnya
4) Buka APD dan cuci tangan
5) Dokumentasikan
4. Kelebihan dan kekurangan pemberian obat oral, sublingual dan buccal
a. Oral
 Kelebihan
1) Kemudahan penggunannya
2) Sangat fleksibel
3) Dan dosis yang akurat
 Kekurangan
1) Rasanya tidak enak mengurangi kepatuhan
2) Dapat menimbulkan iritasi lambung atau usus
3) Pasien harus dalam kondisi sadar
4) Obat mengalami first pass metabolisme
5) Absorpsi dapat mengganggu dengan adanya
makanan
b. Sublingual
 Kelebihan
1) Menghindari obat dari efek lintas pertama oleh hati
sehingga biovaibilitasnya meningkat
2) Akses pengantarannya mudah
3) Penghantaran obat relatif mudah diakhiri jika perlu
 Kekurangan
1) Efektivitas obat mudah dipengaruhi oleh makan,
minum, atau merokok
2) Tidak cocok dengan penggunaan obat yang
membutuhkan proses perlahan dalam penggunaanya
3) Kemungkinan iritasi akibat tekanan dari obat saat
ada luka terbuka di area bawah lidah
5. Tujuan pemberian obat oral,sublingual, dan buccal
a. Oral
Mencegah, mengobati, dan mengurangi rasaa sakit sesuai
efek terapi dari jenis obat.
b. Sublingual
Agar obat lebih mudah dan cepat diserap oleh tubuh.
c. Buccal
Agar obat menyerap ke tubuh lebih cepat dibandingkan oral
karenaa mempersingkat perjalanan obat, yakni tidak melalui proses
pencernaan.
6. Bentuk obat
a. Oral
1) Tablet (Compressi) Merupakan sediaan padat kompak
dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau
sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung
satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan
tambahan.
2) Tablet Kempa: paling banyak digunakan, ukuran dapat
bervariasi, bentuk serta penandaannya tergantung design
cetakan.
3) Tablet Cetak: dibuat dengan memberikan tekanan rendah
pada massa lembab dalam lubang cetakan
4) Tablet Trikurat: tablet kempa atau cetak bentuk kecil
umumnya silindris. Sudah jarang ditemukan
5) Tablet Hipodermik: dibuat dari bahan yang mudah larut
atau melarut sempurna dalam air. Dulu untuk membuat
sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan secara oral.
6) Tablet Sublingual: dikehendaki efek cepat (tidak lewat
hati). Digunakan dengan meletakkan tablet di bawah lidah.
7) Tablet Bukal: digunakan dengan meletakkan di antara pipi
dan gusi.
8) Tablet Efervescen: tablet larut dalam air. Harus dikemas
dalam wadah tertutup rapat atau kemasan tahan lembab.
Pada etiket tertulis “tidak untuk langsung ditelan”.
9) Tablet Kunyah: cara penggunaannya dikunyah.
Meninggalkan sisa rasa enak di rongga mulut, mudah
ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit, atau tidak enak.
10) Pulvis (Serbuk) Merupakan campuran kering bahan obat
atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian
oral atau untuk pemakaian luar.
11) Pulveres Merupakan serbuk yang dibagi dalam bobot yang
lebih kurang sama, dibungkus menggunakan bahan
pengemas yang cocok untuk sekali minum.
12) Pilulae (PIL) Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan
kecil mengandung bahan obat dan dimaksudkan untuk
pemakaian oral. Saat ini sudah jarang ditemukan karena
tergusur tablet dan kapsul. Masih banyak ditemukan pada
seduhan jamu.
13) Kapsulae(Kapsul) Merupakan sediaan padat yang terdiri
dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut.
Keuntungan/tujuan sediaan kapsul yaitu:
14) a. Menutupi bau dan rasa yang tidak enak
15) b. Menghindari kontak langsung dengan udara dan
sinar matahari
16) c. Lebih enak dipandang dan mudah ditelan
17) d. Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara
fisis (income fisis), dengan pemisahan antara lain
menggunakan kapsul lain yang lebih kecil kemudian
dimasukkan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang
lebih besar.
18) Solutiones (Larutan) Merupakan sediaan cair yang
mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut,
biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahanbahannya,
cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan
dalam golongan produk lainnya (Ansel). Dapat juga
dikatakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat
kimia yang larut, misalnya terdispersi secara molekuler
dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang
saling bercampur. Cara penggunaannya yaitu larutan oral
(diminum) dan larutan topikal (kulit).
19) Suspensi Merupakan sediaan cair yang mengandung
partikel padat tidak larut terdispersi dalam fase cair.
Macam suspensi antara lain: suspensi oral (juga termasuk
susu/magma), suspensi topikal (penggunaan pada kulit),
suspensi tetes telinga (telinga bagian luar), suspensi
optalmik, suspensi sirup kering. h. Emulsi Merupakan
sediaan berupa campuran dari dua fase cairan dalam sistem
dispersi, fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan
merata dalam fase cairan lainnya, umumnya distabilkan
oleh zat pengemulsi.
20) Galenik Merupakan sediaan yang dibuat dari bahan baku
yang berasal dari hewan atau tumbuhan yang disari.
21) Extractum Merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan
mengekstraksi zat dari simplisia nabati atau simplisia
hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua
atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk
yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi
baku yang ditetapkan.
22) Infusa Merupakan sediaan cair yang dibuat dengan
mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90oC
selama 15 menit.
23) Immunosera (Imunoserum) Merupakan sediaan yang
mengandung Imunoglobin khas yang diperoleh dari serum
hewan dengan pemurnian. Berkhasiat menetralkan toksin
kuman (bisa ular) dan mengikat kuman/virus/antigen.
24) Unguenta (Salep) Merupakan sediaan setengah padat
ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput
lendir. Dapat juga dikatakan sediaan setengah padat yang
mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan
obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep
yang cocok.
25) Suppositoria Merupakan sediaan padat dalam berbagai
bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina
atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau melarut pada
suhu tubuh. Tujuan pengobatan yaitu:
26) a. Penggunaan local: memudahkan defekasi serta
mengobati gatal, iritasi, dan inflamasi karena hemoroid.
27) b. Penggunaan sistemik: aminofilin dan teofilin untuk
asma, chlorprozamin untuk anti muntah, chloral hydrat
untuk sedatif dan hipnotif, aspirin untuk analgenik
antipiretik
28) Guttae (Obat Tetes) Merupakan sediaan cairan berupa
larutan, emulsi, atau suspensi, dimaksudkan untuk obat
dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan
menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara
dengan tetesan yang dihasilkan penetes beku yang
disebutkan Farmacope Indonesia. Sediaan obat tetes dapat
berupa antara lain: Guttae (obat dalam), Guttae Oris (tets
mulut), Guttae Auriculares (tetes telinga), Guttae Nasales
(tetes hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes mata).
29) Injectiones (Injeksi) Merupakan sediaan steril berupa
larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum
digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan
ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
Tujuannya yaitu kerja obat cepat serta dapat diberikan pada
pasien yang tidak dapat menerima pengobatan melalui
mulut.
F. Pemberian obat tetes mata, hidung, dan telinga
1. Pada mata
Pemberian obat pada mata dengan memberikan tetes mata atau salep mata.
Prosedur ini dapat digunakan untuk persiapan pemeriksaan struktur internal mata
dengan cara mendilatasi pupil, pengukiran fraksi dengan cara melemahkan otot
lensa, juga digunakan untuk menghilangkan iritasi mata.
2. Pada hidung
Pemberian obat pada hidung dengan cara memberikan tetes hidung. Proses
ini diberikan pada inflamasi hidung (rhinitis).
3. Pada telinga
Pemberian obat pada telinga dengan cara memberikan obat tetes telinga.
Obat tetes telinga ini pada umunya diberikan pada gangguan infeksi telinga,
khususnya pada telinga tengah (otitis eksterna). Obat yang diberikan berupa
antibiotik (tetes atau salap).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perawat memainkan peran penting dalam proses pemberian medikasi. Dalam
pemebrian medikasi perawat harus :
1. Memiliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip dasar farmakologis, ketentuan-
ketentuan hukum, dan prinsip pemberian medikasi
2. Pemikiran kritis bersama dengan proses keperawatan memberikan pendekatan
medikasi yang aman, efektif dan sistematis
3. Diharapkan setiap pasien yang menerima medikasi mendapat keuntungan terbaik
tanpa efek yang tidak diharapkan atau. efek yang tidak diharapkan dalam jumlah
minimal.
4. Perawat sepenuhnya dapat dipercaya atas tindakannya dalam pemberian medikasi
termasuk bertanggung jawab melaporkan kesalahan medikasi dan segera untuk
memastikan keselamatan pasien.
B. Saran
Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapatmenambah
wawasan setiap perawat ataupun calon perawat dalam proses menambah wawasan dalam
prosespemberian medikasi.

Anda mungkin juga menyukai