Anda di halaman 1dari 77

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM

PELAKSANAAN PROGRAM ALOKASI DANA


DESA DI KABUPATEN BANDUNG
COMMUNITY PARTICIPATION IN
IMPLEMENTATION VILLAGE ALLOCATION
FUNDS PROGRAM IN BANDUNG REGENCY
DISERTASI

Oleh:
CECEP SUHENDAR
NPM. 170230187506
Untuk memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu-Ilmu Sosial
bidang kajian utama llmu Administrasi Pada Universitas Padjadjaran
Dengan Wibawa Rektor Universitas Padjadjaran
Prof. Dr. Rina Indiastuti, S.E., M.SIE.
Sesuai dengan Keputusan Senat Komisi I/Guru Besar Universitas
Dipertahankan pada tanggal .......................
di Universitas Padjadjaran

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2023

i
ii

ABSTRAK

Rendahnya kesejahteraan masyarakat dan makin tingginya


tingkat kemiskinan di Indonesia dengan proporsi penduduk terbesar
bertempat tinggal di pedesaan. Di Kabupaten Bandung sendiri,
mengurangi tingkat kemiskinan menjadi salah satu program
pengelolaan Alokasi Dana Desa selain kebutuhan penghasilan tetap
kepala desa dan apparat desa, Program Alokasi Dana Desa
penggunaannya sebagian besar untuk kegiatan fisik dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
program ADD di Kabupaten Bandung. Metode penelitian
menggunakan deskriptif analitis kualitatif dengan informan Bupati
Bandung, Anggota DPRD Kab. Bandung, kepala desa beserta
apparat desa di Sembilan desa dan masyarakat. Beberapa desa yang
menjadi lokus penelitian yaitu Desa Margahayu Tengah, Desa
Sayati, Desa Cipelah, Desa Indragiri, Desa Padamukti, Desa
Bojongsalam, Desa Cinunuk, Desa Ganjar Sabar, dan Desa
Mekarsari. Hasil penelitian menerangkan bahwa partisipasi
masyarakat dalam pengambilan keputusan pelaksanaan program
ADD melalui proses musrenbang masih belum efektif karena
partisipasinya masih kurang. Partisipasi masyarakat di Kabupaten
Bandung berinisiatif besar untuk berkontribusi dalam pelaksanaan
program ADD. Partisipasi masyarakat dalam penerimaan manfaat
dan evaluasi program ADD, tetapi yang lebih penting adalah
kesadaran masyarakat untuk terlibat dalam membangun desa
merupakan solusi untuk memajukan pembangunan desa.

Kata Kunci: Partisipasi masyarakat, program Alokasi Dana Desa


iii

ABSTRACT

Community participation is a vital tool for sustainable community


development which must be encouraged in all the stages of
community development process, namely needs identification,
community development planning, project implementation, lower
community welfare and increasing levels of poverty in Indonesia
with the largest proportion of the population living in the
countryside. In Bandung Regency itself, reducing the poverty rate is
one of the Village Fund Allocation management programs in
addition to the steady income needs of the village head and village
officials. The Village Fund Allocation Program is used mostly for
physical activities in an effort to improve people's welfare. The
purpose of this study was to determine community participation in
the implementation of the ADD program in Bandung Regency. The
research method uses a descriptive qualitative analysis with
informants from the Regent of Bandung, Members of the DPRD Kab.
Bandung, village heads and village officials in nine villages and
communities. Some of the villages that became the locus of research
were Margahayu Tengah Village, Sayati Village, Cipelah Village,
Indragiri Village, Padamukti Village, Bojongsalam Village, Cinunuk
Village, Ganjar Sabar Village, and Mekarsari Village. The results of
the study explain that community participation in making decisions
on the implementation of the ADD program through the musrenbang
process is still not effective because participation is still lacking.
Community participation in Bandung Regency has taken a big
initiative to contribute to the implementation of the ADD program.
Community participation in receiving the benefits and evaluation of
the ADD program, but more importantly, is the awareness of the
community to be involved in building the village, which is a solution
to advancing village development.

Keyword: Community participation, Village Fund Allocation


program
iv

DALIL-DALIL
v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji bagi Allah SWT, atas


segala rahmat dan nikmat yang telah dilimpahkan kepada penulis,
sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi yang
berjudul “Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Program
Alokasi Dana Desa Di Kabupaten Bandung”. Disertasi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar akademik
Doktor pada Program Studi Adminsitrasi Publik, Pascasarjana
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran.
Dengan segala kerendahan hati, penulis sadar bahwa dalam
proses penulisan disertasi ini, penulis mendapat bantuan, bimbingan
dan masukan dari berbagai pihak. Puji dan syukur penulis haturkan
kehadirat Allah SWT, semoga Allah SWT membalas kebaikan dan
kemurahan hati mereka dan mendapatkan nikmat dan rahmat dari
Allah SWT yang berlimpah. Pada kesempatan ini, penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang
dalam dan penghargaan yang setinggi-tingginya:
1. Kepada yang terhormat Ibu Prof. Dr. Rina Indiastuti, S.E.,
M.SIE, Selaku Rektor Universitas Padjadjaran beserta wakil-
wakil rektor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini.
2. Kepada yang terhormat Bapak Dr. R. Widya Setiabudi
Sumadinata, S.IP., S.Si., M.T., M.Si. (Han), selaku Dekan FISIP,
Universitas Padjadjaran beserta wakil-wakil dekan, yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk bisa menempuh
pendidikan dan menyelesaikan penulisan studi ini.
3. Kepada yang penulis hormati Bapak Dr. Drs. H. Heru Nurasa,
M.A, selaku Ketua Program Studi Program Pasca Sarjana
Administrasi Publik. Beliau adalah sebagai guru dan orang tua
bagi penulis, dengan penuh perhatian dan bijaksana membimbing
vi

dan mengajarkan kepada penulis bagaimana cara menulis yang


baik dan benar. Beliau selalu meluangkan waktu bagi penulis
dalam mendiskusikan penulisan disertasi ini.
4. Kepada yang penulis hormati Bapak Dr. Drs. Asep Sumaryana,
M.Si Selaku Ketua Tim Promotor, ditengah kesibukannya beliau
masih sempat membimbing penulis dengan ramah, arif dan
bijaksana.
5. Kepada yang penulis hormati Bapak Dr. R. Widya Setiabudi
Sumadinata, S.IP., S.Si., M.T., M.Si. (Han), selaku anggota tim
promotor 1, dengan penuh perhatian dan bijaksana membimbing
dan mengajarkan kepada penulis bagaimana cara menulis yang
baik dan benar. Beliau selalu meluangkan waktu bagi penulis
dalam mendiskusikan penulisan disertasi ini.
6. Kepada yang penulis hormati Bapak Prof. Dr. Ir. H. Denny
Kurniadie, M.Sc, selaku Anggota tim promotor 2. Beliau
memberikan arahan dan masukan yang sangat berharga kepada
penulis bagaimana menjadi seorang “Doktor”. Dalam berbagai
kesempatan beliau bersedia untuk “diganggu” waktunya guna
berdiskusi.
7. Kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Drs. H. Budiman Rusli,
M.S, Bapak Dr. Soni Akhmad Nulhaqim, M.Si. dan Ibu Dra.
Mudiyati Rahmatunnisa, MA., Ph.D. selaku oponen ahli dan
penelaah disertasi penulis, serta Bapak Prof. Dr. Drs. H. Sam’un
Jaja Raharja, M.Si selaku Representasi Guru Besar. Di dalam
kesibukan beliau masih bisa meluangkan waktu untuk membaca
dan memberikan masukan dan kritikan yang konstruktif terhadap
perbaikan disertasi penulis.
8. Kepada segenap Dosen Program Doktor Administrasi Publik,
FISIP, Universitas Padjadjaran yang telah dengan susah payah
mencurahkan segenap pengetahuan dan kemampuan mereka
vii

dalam menjelaskan administrasi publik, sehingga penulis bisa


memahami hakekat dari administrasi publik tersebut.
9. Kepada yang terhormat Bapak Bupati, Wakil Bupati, dan
segenap Stakeholder di Pemkab Bandung.
10. Kepada seluruh Informan yang terkait dengan Riset Peneliti di
Kabupaten Bandung.
11. Teman-teman seangkatan di Program Studi Doktor Administrasi
Publik Angkatan 2018.
12. Kepada Istri tercinta, Anak-anak dan cucu tercinta yang telah
memberikan doa dan dukungannya kepada penulis.
13. Penulis juga persembahkan tulisan ini kepada kedua orang tua
tercinta yang telah membesarkan penulis hingga dapat
menyelesaikan pendidikan Doktor (S3) ini.
14. Kepada seluruh Keluarga Besar Penulis.
15. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
tulisan ini, baik bantuan secara langsung ataupun tidak langsung.

Demikianlah yang bisa penulis sampaikan, jika ada yang


kurang berkenan penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya,
semoga Allah SWT membalas kebaikan dan kemurahan hati dari
Bapak/Ibu/Sdr/i yang telah dengan ikhlas membantu penulis selama
menyelesaikan tulisan ini. Aamiin YRA.

Bandung, Maret 2023

Cecep Suhendar
viii

DAFTAR ISI

ABSTRAK …………………………………………………………..... ii
ABSTRACT …………………………………………………………..... iii
DALIL-DALIL …………………………………….…………………. iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………… v
DAFTAR ISI ………………………………………………………….. viii
DAFTAR TABEL …………………………………………………….. x
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………..... xi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………. 5
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian …………………… 6
1.4 Kegunaan Penelitian ……………………………… 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1. Partisipasi Masyarakat …………………….. 7
2.1.1.1. Pengertian Partisipasi Masyarakat … 7
2.1.1.2. Bentuk dan Jenis Partisipasi
Masyarakat ……………................... 9
2.1.1.3. Fase atau Tahap Partisipasi ……….. 9
2.1.2. Implementasi Program .................................. 13
2.1.3. Desa ……………………………………….. 14
2.1.4. Alokasi Dana Desa ………………………… 16
2.2 Kerangka Pemikiran ……………………………… 17
2.3 Hipotesis Kerja …………………………………… 21

BAB III METODE PENELITIAN ………………………………… 22

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN .................. 25


ix

BAB V PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM


PELAKSANAAN PROGRAM ALOKASI DANA
DESA DI KABUPATEN BANDUNG
5.1
Partisipasi Masyarakat Dalam Pengambilan
Keputusan Pada Perencanaan Program Alokasi
Dana Desa di Kabupaten Bandung………………... 28
5.2 Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan
Program Alokasi Dana Desa di Kabupaten 33
Bandung ............
5.3 Partisipasi Masyarakat Dalam Pengambilan
Manfaat Program Alokasi Dana Desa di Kabupaten
Bandung .................................................................. 39
5.4 Partisipasi Masyarakat dalam Evaluasi Pelaksanaan
Program Alokasi Dana Desa di Kabupaten 45
Bandung
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ............................................................ 53
2.2 Saran ....................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………. 55
LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Rincian Alokasi Dana Desa …………………….. 4


Tabel 3.1 Desa Lokasi Penelitian Berdasarkan Indeks
tertinggi dan terendah Berdasarkan Tipologi Di
Kabupaten Bandung ……………………………… 24
Tabel 4.1 Presentase Penduduk Miskin di Kabupaten 27
Bandung …………………………………………..
Tabel 5.1 Rekapitulasi Persentase Tingkat Kehadiran
Masyarakat dalam Pelaksanaan Musrembang
Rata-Rata Antara Tahun 2018-2020 41
……………………
xii

DAFTAR GAMBAR

Gamba 2.1 Model Kerangka Pemikiran ……………….. 20


r
Gamba 4.1 Wilayah Administratif Kabupaten Bandung.. 25
r
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian


Angka kemiskinan masyarakat yang tinggi merupakan
indikasi kuat masyarakat Indonesia belum sejahtera, apalagi dari
jumlah penduduk miskin tersebut, sebagian besar 31,9 juta jiwa
tinggal di pedesaan. Angka kemiskinan tersebut dalam
perkembangan dewasa ini sangat mungkin terus bertambah
berkenaan dengan krisis multi dimensi yang melanda Indonesia sejak
akhir dekade 1997 sampai sekarang.
Rendahnya kesejahteraan masyarakat dan makin tingginya
tingkat kemiskinan di Indonesia dengan proporsi penduduk terbesar
bertempat tinggal di pedesaan, secara implisit menambah pula beban
dan atau tugas pemerintah dalam artian pemerintah melalui
kebijakannya harus mampu mengalokasikan nilai-nilai dan atau
memproduksi dan mendistribusikan berbagai alat pemenuh
kebutuhan masyarakat termasuk masyarakat di pedesaan tanpa
kecuali.
Mencermati akan kondisi obyektif masyarakat Indonesia yang
sebagian besar tinggal dipedesaan dan masih dilingkupi oleh
rendahnya kesejahteraan dan masih terbelenggu oleh kemiskinan,
merupakan suatu pertanda bahwa pemerintah belum berperan secara
optimal dalam melaksanakan tugasnya. Siagian (2019: 145)
mengemukakan bahwa yang mengemukakan “pemerintah
memainkan peranan yang dominan dalam proses pembangunan”.
Pemerintah pada hakikatnya berfungsi untuk mengatur dan melayani
sebagai upaya pengentasan kemiskinan.
Pengentasan kemiskinan pemerintah memiliki peran yang
besar (Liwiya, Pangkey, & Tampi, 2018). Akan tetapi dalam
penyelenggaraannya, program yang dijalankan oleh pemerintah
belum mampu menyentuh pokok yang menimbulkan masalah
kemiskinan ini. Terdapat beberapa program pemerintah yang sudah
dijalankan dan dimaksudkan sebagai solusi untuk mengatasi masalah
kemiskinan ini. Seperti di antaranya adalah program Bantuan
Langsung Tunai merupakan usai penghapusan subsidi minyak tanah,
dan program konversi bahan bakar gas, penerangan /lampu,
infrakstruktur, air bersih. Selain itu ada juga pelaksanaan bantuan di
bidang kesehatan yaitu jaminan kesehatan masyarakat atau
Jamkesmas. Namun kedua hal tersebut tidak memiliki dampak

1
2

signifikan terhadap pengurangan angka kemiskinan terutama di


wilayah pedesaan.
Desa sendiri merupakan wilayah terkecil dalam pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia. Penerapan otonomi desa tentunya
menjadi suatu konsekuensi yang logis dimana dalam
penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan desa didasarkan
pada sehatnya manajemen keuangan. Tujuan pembangunan dengan
manajemen yang sehat diharapkan mempermudah tercapainya tujuan
pembangunan desa. Disamping itu, untuk dapat mengurangi beban
yang dimiliki oleh pemerintah pusat serta adanya campur tangan
bagi daerah. Pembangunan manajemen yang sehat mampu
memberikan peluang bagi adanya koordinasi pada tingkat lokal
(Bastian, 2010:52).
Keberhasilan program pembangunan dan pengembangan
masyarakat di pedesaan dipengaruhi oleh beberap factor diantaranya
adalah partisipasi yang tinggi dari masyarakat guna mencapai
pembangunan di desa sehingga menjadi lebih berkesinambungan.
Keseluruhan proses pembangunan memerlukan keikutsertaan
masyarakat menjadi satu hal yang sangat penting (Kaehe,
Joorie.M.Ruru, & Rompas, 2019). Partisipasi masyarakat yang
dilakukan dalam pelaksanaan pembangunan tersebut mencakup
keseluruhan proses yang dimulai dari awal perencanaan sampai pada
tahap akhir yaitu pengawasan dan evaluasi.
Keberadaan Desa secara yuridis tercantum dalam Undang-
undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Desa merupakan
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Desa dalam melaksanakan tugas dan peran yang telah
ditetapkan dalam Undang-Undang tentu memerlukan anggaran.
Anggaran yang diterima oleh desa didapatkan dari Dana Desa (DD)
dan Alokasi Dana Desa (ADD). Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun
2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
3

6 Tahun 2014 Tentang Desa, dijelaskan bahwa Alokasi Dana Desa


adalah dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam
anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten/Kota setelah
dikurangi Dana Alokasi Khusus. Penjelasan tersebut menjelaskan
bahwa Alokasi Dana Desa (ADD) adalah kewajiban dari pemerintah
Kabupaten/Kota dalam mengalokasikan anggaran yang diperoleh
kepada Desa. Anggaran tersebut diambil dari Dana Perimbangan
yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum
(DAU).
Alokasi Dana Desa (ADD) yang diterima oleh Desa
merupakan wujud dari terpenuhinya hak Desa dalam rangka
penyelenggaraan otonomi desa sehingga dapat tumbuh dan
berkembang dengan mengikuti semua pertumbuhan Desa itu sendiri.
Pertumbuhan tersebut didasarkan pada otonomi asli,
keanekaragaman, demokratisasi, partisipasi, pemberdayaan
masyarakat. Selain itu, didasarkan pula pada peningkatan peran dari
Pemerintah Desa terutama dalam memberikan pelayanan serta
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut juga
dapat memacu pada percepatan pertumbunan serta pembangunan
wilayah-wilayah yang lebih strategis (Apung et al., 2013).
Pelaksanaan program Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten
Bandung diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor
24 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten
Bandung Nomor 2 Tahun 2006 tentang Alokasi Dana Perimbangan
Desa di Kabupaten Bandung. Sebagaimana disampaikan dalam perda
tersebut, Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Bandung lebih
dikenal dengan nama Alokasi Dana Perimbangan Desa.
Berdasarkan data tipologi desa Kabupaten Bandung, terdapat
5 tipologi Desa Kabupaten Bandung yaitu: 1. Desa Perindutrian/Jasa,
2. Desa Perladangan, 3. Desa Pertambangan, 4. Desa Peternakan dan
5. Desa Persawahan (Sumber: Data Prodeskel Kabupaten Bandung
Tahun 2019, BPMPD Kabupaten Bandung/Data Terlampir).
Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa terdapat indeks yang
memperlihatkan tingkat perkembangan desa. Dari 270 desa terdapat
desa yang tinggi indeksnya maupun rendah.
4

Berdasarkan penelitian terdapat kecenderungan tingkat


partisipasi masyarakat yang tidak optimal di Kabupaten Bandung
dalam implementasi program alokasi dana desa. Hal tersebut terlihat
pada setiap tahapnya yaitu: tahap perencanaan yang belun berjalan
dengan baik karena tidak adanya prinsip partisipatif, transparan dan
akuntabel dalam tahap pengelolaan alokasi dana desa (ADD) belum
melibatkan masyarakat dan hanya diwakili oleh elite desa. Kedua
pada tahap pelaksanaan, masyarakat belum terlibat karena minmnya
informasi yang diperoleh dari pemerintah desa. Pada tahap ketiga,
pertanggungjawaban dari masyarakat yang tidak langsung. Tahapan
yang keempat: pengawasan alokasi dana desa (ADD) di desa
tersebut adalah pemerintah itu sendiri serta perlu dilakukan evaluasi
secara berkelanjutan atas program yang telah dilakukan oleh
pemerintah desa.
Alokasi Dana Desa di Kabupaten Bandung dalam
perkembanganya mengalami perubahan dari tahun sebelumnya,
diantaranya pada tahun ini rincian Alokasi Dana Desa se-
Kab.Bandung sebesar Rp. 334,046,576,000 adapun rincian Alokasi
Dana Desa untuk 9 desa yang menjadi lokus penelitin sebagai
berikut:
Tabel 1.1
Rincian Alokasi Dana Desa

NO KECAMATAN NAMA DESA TOTAL KETERANGAN

1 Cileunyi Cinunuk 1,255,774,000

2 Margahayu Margahayu Tengah 1,006,172,000 Desa Mandiri

3 Margahayu Sayati 1,091,382,000 Desa Mandiri

4 Rancabali Cipelah 1,460,039,000

5 Rancabali Indragiri 1,128,655,000 Desa Mandiri

6 Solokanjeruk Padamukti 1,171,020,000

7 Rancaekek Bojongsalam 1,108,907,000

8 Nagreg Ganjar Sabar 1,092,652,000


5

9 Pasirjambu Mekarsari 1,345,145,000

Sumber: Lampiran Perda Kab. Bandung, 2022


Besarnya jumlah Alokasi Dana Desa yang diterima desa di
atas, tidak serta merta diikuti oleh partisipasi masyarakat yang tinggi,
sehingga masih perlu diteliti dengan mendalam, sebab masih
dianggap belum mencapai hasil yang optimal. Hal ini dapat diketahui
dari masih rendahnya swadaya masyarakat sebagai bentuk partisipasi
dalam rangka pelaksanaan program Alokasi Dana Desa di Kabupaten
Bandung. Pelaksanaan Alokasi Dana Desa merupakan bagian dari
kebijakan pemerintah dalam upaya mengurangi kemiskinan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama di Desa.
Berdasarkan paparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program Alokasi Dana
Desa ke dalam disertasi dengan judul: ”Partisipasi Masyarakat
dalam Pelaksanaan Program Alokasi Dana Desa di Kabupaten
Bandung”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan pada alasan
pemilihan judul penelitian, maka yang menjadi problem statement
dalam penelitian ini adalah belum tercapainya partisipasi masyarakat
yaitu keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan,
pelaksanaan dan pemanfaatan hasil serta evaluasi monitoring
Program Alokasi Dana Desa di Kabupaten Bandung. Adapun belum
optimalnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Program
Alokasi Dana Desa di Kabupaten Bandung tersebut, dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan yaitu :
1. Masih rendahnya swadaya masyarakat dalam rangka
pembangunan, terlihat dalam APBDes Tahun 2018 sampai
dengan APBDes Tahun 2020 di 9 Desa yang termasuk Tipologi
Desa Swadaya, Desa Swakarya, dan Desa Swasembada melalui
pos kas desa dari iuran masyarakat masih kecil.
2. Belum memadainya pelayanan oleh pemerintah kepada
masyarakat di 9 Desa yang termasuk Tipologi Desa Swadaya,
Desa Swakarya, dan Desa Swasembada;
6

3. Dalam pelaksanaan Program Alokasi Dana Perimbangan Desa,


Pemerintah Daerah tidak saja dominan akan tetapi justru
Pemerintah Daerah yang melaksanakan dan masyarakat hanya
sebagai obyek yang dibangun.
4. Rendahnya tingkat kehadiran masyarakat dalam rapat-rapat
persiapan pelaksanaan Program Dana Pembangunan Desa.
5. Adanya kecenderungan inisiatif masyarakat yang rendah dalam
kegiatan pembangunan, sebaliknya ketergantungan masyarakat
terhadap bantuan pemerintah cenderung semakin tinggi.
6. Proses pengawasan dari masyarakat sebagai bahan evaluasi
pelaksanaan program Alokasi Dana Desa yang masih rendah.
Berdasarkan beberapa permasalahan yang diidentifikasikan
di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian yang dirumuskan
melalui pertanyaan (problem question) sebagai berikut: Bagaimana
partisipasi masyarakat dalam Pelaksanaan Program Alokasi Dana
Desa di Kabupaten Bandung?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis partisipasi masayarakat dalam Pelaksanaan
Program Alokasi Dana Desa di Kabupaten Bandung.
2. Untuk menemukan konsep baru serta dimensi penting lainnya
dari partisipasi masyarakat dan pelaksanaan program Alokasi
Dana Desa sehingga memberikan sumbangan pemikiran bagi
pengembangan konsep partisipasi masyarakat.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Akademik
Manfaat akademik dari penelitian ini adalah diharapkan
dapat menambah wawasan keilmuan berkaitan dengan ilmu
administrasi publik secara khusus menyangkut partisipasi
masyarakat dalam implementasi kebijakan. Selain itu, diharapkan
peneliti dapat menemukan penemuan baru (novelty) berkaitan
dengan partisipasi masyarakat dalam implementasi kebijakan. Hasil
penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai tinjauan awal untuk
melakukan penelitian serupa di masa yang akan datang.
7

1.4.2. Manfaat Praktis


Dari aspek praktisnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bahan alternatif pemikiran atau pertimbangan bagi Kepala
Daerah dan Dinas teknis terkait diantaranya Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintahan Desa, Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan serta Pemerintah Desa dalam pengambilan
keputusan terkait permasalahan alokasi dana desa (ADD) dan
sebagai bahan masukan dalam usaha meningkatkan partisipasi
masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Pustaka


2.1.1. Partisipasi Masyarakat
2.1.1.1. Pengertian Partisipasi Masyarakat
Kata partisipasi ditinjau dari segi etimologis merupakan
pinjaman dari bahasa belanda ”participatie”, dari bahasa inggris
”participation”. Partisipasi lebih banyak dikaitkan dalam kegiatan
pembangunan. Sumardi (2010: 46) menjelaskan bahwa partisipasi
dapat diartikan sebagian “pengikutsertaan/peran serta” atau
pengambil bagian dalam kegiatan bersama. Partisipasi berarti peran
serta seseorang atau sekelompok masyarakat dalam proses
pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk
kegiatan dengan memberikan masukan berupa pikiran, tenaga,
waktu, keahlian, modal dan atau materi, serta ikut memanfaatkan dan
menikmati hasil-hasil pembangunan.
Hakim (2015:50) menjelaskan bahwa partisipasi merupakan
keterlibatan mental dan emosi dari seseorang didalam situasi
kelompok yang mendorong mereka untuk menyokong kepada
pencapaian tujuan kelompok tersebut dan ikut bertanggung jawab
terhadap kelompoknya. Partisipasi masyarakat menjadi satu hal yang
penting dalam keberhasilan pembangunan. Partisipasi tersebut
mampu memberikan sokongan terhadap pencapaian tujuan kelompok
dalam hal ini adalah pembangunan yang didasarkan untuk
sepenuhnya kesejahteraan masyarakat.
Menurut Cohen dan Uphoff, ( 1977:3) menyatakan bahwa:

Participation is community involvement in the planning and


decision-making process about what to do, in program
implementation and decision making to contribute resources
or cooperate in organizations or special activities, sharing
benefits of development programs and evaluation in
development programs.

Sebagaimana disampaikan oleh Cohen dan Uphoff bahwa


partisipasi merupakan keterlibatan dari masyarakat dimulai dari
proses perencanaan dan pengambilan keputusan tentang apa yang
harus dilakukan, pada proses pelaksanaan propram melalui
sumbangan sumber daya atau bekerja sama baik melalui organisasi
8
9

maupun setiap kegiatan khusus. Selain itu dapat berbagi manfaat


program pembangunan serta evaluasi dalam program pembangunan.
Huraerah (2008:117) memilah partisipasi pada lima macam
bentuk, yaitu:
1. Partisipasi langsung dalam kegiatan bersama secara fisik
dan tatapmuka.
2. Partisipasi dalam bentuk iuran uang atau barang dalam
kegiatan partisipatori, dana dan sarana sebaiknya datang
dari dalam masyarakat sendiri. Kalaupun terpaksa dari
luar hanya bersifat sementara dan sebagai umpan.
3. Partisipasi dalam bentuk dukungan.
4. Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan.
5. Partisipasi respresentatif dengan memberikan kepercayaan
dan mandat kepada wakil-wakil yang duduk dalam
organisasi atau panitia.

Sebagaimana disampaikan oleh Huraerah, bentuk partisipasi


berupa partisipasi langsung, dalam bentuk barang maupun iuran
uang, barupa dukungan, proses pengambilan keputusan maupun
partisipasi yang bersifat representatif.
Keberhasilan upaya pembangunan masyarakat, sangat
tergantung pada partisipasi aktif warga masyarakat itu sendiri.
Partisipasi dapat didefinisikan sebagai keterlibatan aktif warga
masyarakat, baik secara perseorangan, kelompok atau dalam
kesatuan masyarakat, dalam proses pembuatan keputusan bersama,
perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan dan pembangunan
masyarakat, yang dilaksanakan di dalam maupun di luar lingkungan
masyarakat atas dasar rasa kesadaran dan tanggung jawab sosialnya.
Penekanan utama dalam partisipasi masyarakat adalah adanya
kebersamaan antar masyarakat untuk saling memberikan sumbangan
untuk setiap kepentingan masyarakat dan terkait masalah-masalah
bersama dan membutuhkan perhatian lebih dari masyarakat.
Partisipasi merupakan hasil dari konsensus sosial masyarakat yeng
menghendaki adanya perubahan sosial di lingkungannya.
10

Masyarakat diperlukan partisipasinya dalam pembangunan


desa, keikutsertaan dan kesadaran masyarakat didalarn proses input
pembangunan untuk menentukan arah pembangunan desanya,
pembangunan desa menyangkut berfungsinya dua mekanisme yaitu
pengambilan keputusan (decision making mechanism) dan
mekanisme dari pelaksanaan keputusan tersebut ( policy
implementing mechanism). Partisipasi masyarakat merupakan unsur
penting dalam pembangunan oleh karena itu partisipasi memiliki
serangkaian elemen/prasyarat partisipasi.

2.1.1.2. Bentuk dan Jenis Partisipasi Masyarakat


Penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam program
pembangunan terdiri dari beragam bentuk. Bentuk-bentuk partisipasi
tersebut diantaranya adalah partisipasi buah pikiran, partisipasi uang,
partisipasi tenaga, partisipasi harta benda, partisipasi keterampilan
dan berbagai bentuk lainnya. Bentuk partisipasi tersebut
dikelompokkan lagi menjadi 2 jenis yaitu partisipasi dalam bentuk
nyata /berwujud dan bentuk tidak nyata/abstrak. Partisipasi dalam
bentuk nyata diantaranya adalah tenaga, harta benda, uang dan
keterampilan. Sedangkan partisipasi dalam bentuk yang tidak nyata
adalah berupa ide/buah pikiran, pengambilan keputusan, partisipasi
sosial dan partisipasi yang bersifat representative.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa merupakan
keterlibatan atau keikutsertaan masyarakat yang didasarkan pada
kesadaran dan tangung jawab masyarakat baik mental emosional
berupa inisatif prakarsa dan swadaya gotong royong masyarakat.
Semua itu bersumber dari pengerahan pikiran, tenaga, keterampilan,
fasilitas, uang dan harta benda yang berasal dari masyarakat.

2.1.1.3. Fase atau Tahap Partisipasi Masyarakat


Uraian secara jelas dan terperinci mengenai fase atau tahap
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program Alokasi Dana
Desa, walaupun penelitian ini lebih menekankan pada partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaannya, Cohen dan Uphoff (dalam
11

Astuti, 2011) menjelaskan bahwa dalam partisipasi terdapat empat


bentuk yaitu:
The main kinds of participation that warrant major concern
are: (1) participation in decision-making; (2) participation
in implementation; (3) participation in benefits; and (4)
participation in evaluation.

Sebagaimana disampaikan oleh Cohen dan Uphoff bahwa jenis


partisipasi utama yang memerlukan perhatian utama dalam
pembangunan adalah: (1) partisipasi dalam pengambilan keputusan;
(2) partisipasi dalam implementasi; (3) partisipasi dalam manfaat;
dan (4) partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi dalam pengambilan
keputusan dan pelaksanaan berkaitan dengan 'masukan'
pembangunan pedesaan, rencana, tenaga kerja dan sumber daya
lainnya, sedangkan keterlibatan masyarakat dalam manfaat dan
evaluasi kegiatan pembangunan menyangkut 'keluaran' ini.
Mempertimbangkan 'manfaat', bahwa konsekuensi berbahaya, dan
bukan hanya manfaat, dapat mengalir dari program pembangunan,
isu yang dibahas di bawah. Teori partisipasi masyarakat menurut
Cohen dan Uphoff sesuai dengan tahapan partisipasi masyarakat di
lapangan dimana dalam proses pembangunan desa partisipasi
masyarakat dilakukan pada saat pengambilan keputusan,
pelaksanaan, penerimaan manfaat serta proses evaluasi dari
pembangunan tersebut.
Tahapan-tahapan partisipasi masyarakat tersebut diantaranya
adalah:

a. Partisipasi Masyarakat dalam pengambilan Keputusan


Partisipasi masyarakat terutama dalam proses pengambilan
keputusan berhubungan dengan penetapan berbagai alternatif
program maupun kegiatan yang akan dilaksanakan. Berbagai
alternative program tersebut dilakukan untuk mencari kata sepakat
melalui ide/gagasan dari masyarakat yang diperlukan oleh
masyarakat dalam upaya untuk peningkatan kepentingan bersama.
12

Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengambilan keputusan


menjadi satu hal yang penting. Hal tersebut dikarenakan masyarakat
dituntut untuk ikut serta dalam menentukan arah dan orientasi
pembangunan sesuai dengan apa yang diharapkan untuk kepentingan
lingkungannya. Wujud dari partisipasi masyarakat dalam
pengambilan keputusan ini bermacam-macam, seperti kehadiran
rapat, diskusi, sumbangan pemikiran, tanggapan atau penolakan
terhadap program yang ditawarkan (Astuti, 2009: 39). Partisipasi
masyarakat pada tahap pengambilan keputusan merupakan upaya
pengambilan alternative kegiatan berdasarkan tanggapan dari
masyarakat sesuai dengan pertimbangan dari berbagai pihak.

b. Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Program


Partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat dalam
pelaksanaan pembangunan desa melalui program ADD menjadi
salah satu pusat perhatian penulis dalam penelitian ini, pusat
perhatian atau titik berat pada fase pelaksanaan mengingat, walaupun
rencana sudah ditetapkan dengan baik tapi tidak dilaksanakan maka
tujuan tersebut tidak akan tercapai. Begitu pula didalam
penyelenggaraan pembangunan desa, walaupun pengambilan
keputusan suatu rencana pembangunan telah ditentukan tanpa
dilaksanakan maka tujuan pembangunan desa tidak akan dapat
terwujud.
Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program
pembangunan desa melalui ADD adalah satu kegiatan selanjutnya
sebagaimana rencana yang telah ditetapkan dalam musyawarah desa.
Selain pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan program pun
memerlukan keterlibatan dari berbagai pihak termasuk partisipasi
dari masyarakat. Pada tahap pelaksanaan program terdiri dari dua
ruang lingkup yaitu: menggerakkan sumber daya dan dana, proses
administrasi koordinasi dengan berbagai pihak diantaranya yaitu
pemerintah Desa, BPMD serta masyarakat. Selain itu ada penjabaran
dari program yang telah direncanakan (Astuti, 2009: 39). Disini
dijelaskan bahwa partisipasi masyarakat sangat penting terutama
13

sebagai penentu keberhasilan pelaksanaan kegiatan dari program


yang telah direncanakan.
Menurut Cohen dan Uphoff (1980: 30) bahwa:
Implementation: Rural people can participate in the implementation
aspects of a project in three principal ways: (1) resource
contributions; (2) administration and co-ordination efforts; and (3)
programme enlistment activities. Pada tahap pelaksanaan
sebagaimana disampaikan oleh Cohen dan Uphoff tersebut bahwa
partisipasi masyarakat desa dilakukan melalui tiga cara utama yaitu:
1). kontribusi sumber daya, 2). upaya administrasi dan koordinasi,
dan 3). kegiatan pendaftaran program. Setiap masukan yang
diberikan oleh masyarakat terutama pada tahap pelaksanaan menjadi
sangat penting dalam keberhasilan pelaksanaan kegiatan
pembangunan di desa.

c. Partisipasi Masyarakat dalam Pengambilan Manfaat.


Partisipasi ini tidak terlepas dari kualitas maupun kuantitas
dari hasil pelaksanaanprogram yang bisa dicapai. Dilihat dari segi
kualitas, keberhasilan suatu programakan ditandai dengan adanya
peningkatan output, sedangkan dari segi kualitas dapat dilihat
seberapa besar persentase keberhasilan program yangdilaksanakan,
apakah sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
Partisipasi aktif masyarakat dalam memanfaatkan hasil
pembangunan diperlukan sekali, khususnya bagi penyelenggaraan
pembangunan desa. Semakin dirasakan, dinikmati dan dirasakan
hasil pembangunan khususnya dalam pembangunan desa, semakin
besar pula kewajiban masyarakat untuk lebih rnenilai implementasi
program dan proyek pembangunan melalui Alokasi Dana Desa.
Cohen dan Uphoff (1980: 10) menjelaskan bahwa
“Benefits: Enlistment in a project can lead to at least three kinds of
possible benefits: (1) material; (2) social; and (3) personal”.
Beberapa manfaat yang dihasilkan setidaknya terdiri dari tiga jenis
manfaat yang mungkin yaitu: (1) materi; (2) sosial; dan (3) pribadi.
14

d. Partisipasi Masyarakat dalam Evaluasi Program


Partisipasi masyarakat dalam Evaluasi pembangunan sangat
erat dengan proses penyelenggaraan pembangunan. Partisipasi
masyarakat ini pada dasamya timbul sejak pengambilan keputusan
suatu rencana, program maupun proyek pembangunan sampai
berhasilnya pembangunan tersebut, oleh karena itu titik berat
evaluasi disini yang secara langsung bertujuan untuk mencapai
tujuan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan Cohen dan
Uphoff, (1977:56-57) berpendapat bahwa: "masyarakat harus terlibat
terhadap penyelenggaraan pembangunan desa, baik yang ditentukan
oleh lembaga formal maupun informal, secara langsung maupun
tidak langsung dari segenap aktivitas politik ataupun public opinion".
Petunjuk pelaksanaan unit daerah kerja pembengunan disebutkan
bahwa partisipasi aktif masyarakat di dalam pembangunan bukan
saja dalam memikul beban dan melaksanakannya akan tetapi juga
meliputi partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi dan
mengevaluasi jalannya penyelenggaraan pembangunan agar
pembangunan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.
Uraian diatas disimpulkan bahwa partisipasi aktif masyarakat dalain
mengevaluasi pembangunan sangat penting dalarn menjamin
keberhasilan tujuan pembangunan, ikut sertanya masyarakat dalam
mengevaluasi pembangunan dapat diwujudkan dalam pengawasan
yang bersifat preventif dan represif terhadap program maupun
proyek pembangunan desa. Pelaksanaan pembangunan desa sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan dalam rangka menjamin
tercapainya tujuan pembangunan desa.
Keempat jenis partisipasi ini merupakan semacam siklus
kegiatan pembangunan pedesaan. Praktiknya, jarang ada siklus
interaksi yang konsisten atau lengkap. Partisipasi dalam kegiatan
yang berbeda ini seringkali sangat terbatas atau tidak setara. Mereka
merupakan seperangkat hal yang nyata untuk memusatkan perhatian
dan mewakili cara utama di mana partisipasi dalam pembangunan
pedesaan dapat dibantu dan dinilai.
15

2.1.2. Implementasi Program


Secara etimologis, implementasi menurut Michael Hill dan
Peter Hupe (2002:3-4) yaitu:
… means just what Webster and Roger say it does: to carry
out, accomplish, fulfill, produce, complete. But what is it
being implemented? A policy, naturally. There must be
something out there prior to implementation; otherwise
there would be nothing to move toward in the process of
implementation. A verb like ‘implement’ must have an
object like ‘policy’. But policies normally contain both
goals and the means for achieving them. How, then, do we
distinguish between a policy and its implementation?.

Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement


yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan
penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan
dampak atau akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan
untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang-
undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan
yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan
kenegaraan.
George C. Edward III (1980:7-8) mengemukakan beberapa
hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi
kebijakan yaitu: “… four critical factors or variables in
implementing public policy: communication, resources, dispositions
or attitudes, and bureaucratic structure.” Untuk
mengoperasionalkan implementasi program agar tercapainya suatu
tujuan serta terpenuhinya misi program diperlukan kemampuan yang
tinggi pada organisasi pelaksanaannya. Kertonegoro (2004: 17)
menyebutkan model efektifitas implementasi program yaitu: Empat
(4) faktor dalam melaksanakan suatu kebijakan, yakni: komunikasi,
sumber-sumber, kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku
dan struktur birokrasi.
16

2.1.3. Desa
Istilah Desa bukanlah istilah yang baru lagi bagi kita, karena
di pelosok negeri ini tersebar ribuan desa, desa merupakan suatu
wilayah dalam skala kecil tempat dimana manusia hidup
berkelompok dan berinteraksi dengan sesamanya serta memiliki
seorang pemimpin yang disebut kepala desa yang bertugas
menjalankan pemerintahan di desa yang dipimpinnya.
Kata “desa” sendiri berasal dari bahasa India yakni “swadesi”
yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah
leluhur yang merujuk pada satu kesatuan hidup, dengan satu
kesatuan norma, serta memiliki batas yang jelas. Padanan kata
“desa” dalam bahasa asing antara lain seperti dorp, dorpsgemeente,
village, village community, rural area, rural society, dan sebagainya
(Ndraha, 2010:154).
Eko, dkk (2014: 34) berpendapat bahwa desa merupakan
organisasi pemerintahan yang paling kecil, paling bawah, paling
depan dan paling dekat dengan masyarakat. Paling kecil berarti
bahwa wilayah maupun tugas-tugas pemerintahan yang diemban
desa mempunyai cakupan atau ukuran terkecil dibandingkan dengan
organisasi pemerintahan kabupaten/kota, provinsi maupun pusat.
Paling bawah berarti desa menempati susunan atau lapiran
pemerintahan yang terbawah dalam tata pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun bawah bukan berarti
desa merupakan bawahan kabupaten/kota, atau kepala desa bukan
bawahan bupati/walikota. Desa berkedudukan sebagai pemerintahan
yang berada dalam sistem pemerintahan kabupaten/kota
sebagaimana ditegaskan dalam pasa 200 UU No. 32 Tahun 2004.
Menurut UU No.6 Tahun 2014 desa berkedudukan dalam wilayah
kabupaten/kota. Hal ini sama sebangun dengan keberadaan
kabupaten/kota dalam wilayah provinsi.
Istilah depan berarti bahwa desa berhubungan langsung
dengan warga masyarakat baik dalam bidang pemerintahan,
pelayanan, pembangunan, pemberdayaan maupun kemasyarakatan.
Sedangkan istilah dekat berarti bahwa secara administrative dan
17

geografis, pemerintah desa dan warga masyarakat mudah untuk


saling menjangkau dan berhubungan. Secara sossial, “dekat” berarti
bahwa desa menyatu dengan denyut kehidupan social budaya sehari-
hari masyarakat setempat.
Desa-desa di Kabupaten Bandung mencakup ketiga macam
desa tersebut. Masing-masing desa memiliki ciri khasnya tersendiri.
Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk
sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi
pemerintahan. Dengan kata lain ada unsur-unsur yang harus dipenuhi
oleh wilayah agar menjadi desa. Wilayah harus ditempati oleh
sejumlah penduduk, penduduk ini merupakan kesatuan masyarakat
hukum dan mempunyai pemerintah sendiri, organisasi pemerintahan
tersebut mempunyai hak mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri. Kabupaten Bandung sebagai Kabupaten dengan wilayah
yang sangat luas tentu setiap desanya memiliki tipologi yang
bermacam-macam sebagaimana yang disampaikan dalam Permendes
tersebut.
2.1.4. Alokasi Dana Desa
Alokasi dana desa (ADD) merupakan manifestasi kabupaten
dalam memenuhi hak-hak dasar desa dalam memberikan pelayanan
publik. Alokasi dana desa dimaksudkan untuk membiayai program
pemerintah desa dalam melaksanakan kegiatan pemerintah dan
pemberdayaan masyarakat. Rozaki, et al (2005: 120) mengatakan
bahwa sesungguhnya kebijakan Alokasi Dana Desa yang selanjutnya
disebut ADD, yang telah dijalankan memiliki tujuan besar yang
kurang lebih sama yaitu merombak ortodoksi pemerintah kabupaten
dalam memberikan kewenangan, pelayanan dan bantuan keuangan
kepada pemerintahan dilevel bawahnya (desa). Pola kebijakan
pemerintahan kabupaten yang semula dominan dan sentralis, melalui
metode ADD ini berubah menjadi partisipatif, responsif, dan
dijalankan melalui asas desentralisasi.
ADD adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan
dan belanja negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer
melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten atau
18

kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan


pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat (Kumalasari dan
Riharjo, 2016).
Alokasi Dana Desa (ADD) menurut Peraturan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia Nomor 113 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Keuangan Desa adalah dana perimbangan yang diterima
kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. ADD paling
sedikit 10% (sepuluh persen) dari dana perimbangan yang diterima
oleh Kabupaten/Kota dalam anggaran pendapatan belanda daerah
setelah dikurangi dana alokasi khusus. Pengalokasian ADD dalam
APBDes wajib memperhatikan peruntukakknya dengan presentase
anggaran sebagai berikut:
1. Paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah
anggaran belanja desa digunakan untuk mendanai
penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa.
2. Paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah
anggaran belanja desa yang digunakan untuk penghasilan
tetap dan tunjangan kepala desa dan perangkat desa,
operasional pemerintahan desa, tunjangan dan operasional
Badan Permusyawaratan Desa, dan insentif Rukun
Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW).

Adapun tujuan dari ADD tersebut adalah:


a. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintah desa dalam
pelaksanaan pembangunan dan kemasyarakatan sesuai
dengan kewenangannya.
b. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian
pembangunana secara partisipatif sesuai dengan potensi
desa.
19

c. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan


kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat desa.
d. Mendorong peningkatan swadaya gotong royong.

2.2. Kerangka Pemikiran


Desa sebagai sistem pemerintahan terkecil menuntut adanya
pembaharuan guna mendukung pembangunan desa yang lebih
meningkat dan tingkat kehidupan masyarakat desa yang jauh dari
kemiskinan. Lahirnya UU No. Tahun 2014 tentang Desa,
memberikan kepenuhan mutlak bagi desa untuk mengatur dan
mengelola tata pemerintahannya sendiri tanpa intervensi dari pihak
manapun, tentunya dengan mengandalkan sumber daya manusia
yang ada di desa sebagai subjek pelaksana pembangunan.
Pelimpahan kewenangan kepada desa tersebut dapat menjadikan
instrumen dan solusi yang tepat untuk mewujudkan akselerasi
pembangunan di desa.
Eksistensi desa sebagai bagian dari pemerintahan dapat
ditunjukkan dengan langkah awal yang diberikan melalui
kewenangan kepada desa yaitu dengan mengelola keuangannya
sendiri melalui pemberian Alokasi Dana Desa (ADD) yang
dilakukan oleh Kabupaten/Kota. Tujuan dari pemberian kewenangan
mengelola keuangan sendiri adalah untuk memberikan ruang yang
lebih besar bagi masyarakat desa agar dapat berperan aktif dalam
penyelenggaraan pembangunan di desa.
Menurut Hendriarto (2019: 215-222) menjelaskan bahwa
Program alokasi dana desa merupakan salah satu program unggulan
yang dilaksanakan Pemerintah Indonesia dalam rangka percepatan
pengentasan kemiskinan di tanah air. Selain itu, pelaksanaan
program Alokasi Dana Desa merupakan salah satu kebijakan
pemerintah dalam rangka pembangunan desa. Keberhasilan
pelaksanaan Program Dana Pembangunan Desa, sangat diperlukan
partisipasi masyarakat. Mengenai terminologi partisipasi masyarakat,
Keith Davis (dalam Ndraha, 1994: 87) mengatakan
bahwa:“Participation is defined as an individuals mental and
20

emotional involvement in a group situation that encourages him to


contribute to group and to responsibility for them.”
Kebijakan ADD sangat relevan dengan perspektif yang
menempatkan desa sebagai basis partisipasi. Perpektif ini sangat
beralasan karena dari pengalaman historis dan empiris bahwa
sesungguhnya desa telah lama menjalankan fungsinya sebagai
swapraja bagi masyarakatnya (Hardianti et al, 2017: 120-126).
Berdasarkan dari beberapa teori dapat ditarik titik temu dimana
partisipasi masyarakat menjadi faktor penting keberhasilan berbagai
program yang diselenggarakan pemerintah termasuk pelayanan
publik. Ini artinya, jika pemerintah mau dan mampu memaksimalkan
ruang partisipasi masyarakat, maka pemerintah akan mendapatkan
feedback yang baik, disamping animo positif masyarakat terhadap
pemerintah, kepuasan masyarakat juga akan diperoleh pemerintah.
Penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
program Alokasi Dana Desa sebagaimana disampaikan oleh Cohen
dan Uphoff (1977) didasarkan pada empat jenis partisipasi yaitu:
1. Participation in Decision Making (partisipasi dalam
pengambilan keputusan)
2. Participation in Implementation (Partisipasi dalam
pelaksanaan)
3. Participation in Benefits (Partisipasi dalam pengambilan
manfaat)
4. Participation in Evaluation (Partisipasi dalam evaluasi).
Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program alokasi
dana desa di Kaupaten melalui empat tahapan partisipasi yaitu
partisipasi dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan program,
partisipasi dalam pengambilan manfaat dan evaluasi.
Partisipasi dalam pengambilan keputusan, berkaitan dengan
penentuan alternatif dengan masyarakat berkaitan dengan gagasan
atau ide yang menyangkut kepentingan bersama. Wujud partisipasi
dalam pengambilan keputusan ini antara lain seperti ikut
menyumbangkan gagasan atau pemikiran, kehadiran dalam rapat,
diskusi dan tanggapan atau penolakan terhadap program yang
21

ditawarkan. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan meliputi


menggerakkan sumber daya dana, kegiatan administrasi, koordinasi
dan penjabaran program. Partisipasi dalam pelaksanaan merupakan
kelanjutan dalam rencana yang telah digagas sebelumnya baik yang
berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan maupun tujuan. Ketiga,
partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi dalam
pengambilan manfaat tidak lepas dari hasil pelaksanaan yang telah
dicapai baik yang berkaitan dengan kualitas maupun kuantitas. Segi
kualitas dapat dilihat dari output, sedangkan dari segi kuantitas dapat
dilihat dari presentase keberhasilan program. Cohen dan Uphoff
(1977) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam menerima
hasil pembangunan tergantung pada distribusi maksimal suatu hasil
pembangunan yang dinikmati atau dirasakan masyarakat, baik
pembangunan fisik maupun pembangunan non fisik. Keempat,
partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi dalam evaluasi ini berkaitan
dengan pelaksanaan pogram yang sudah direncanakan sebelumnya.
Bentuk partisipasi ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian
program yang sudah direncanakan sebelumnya. Tahap evaluasi,
dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini
dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi
perbaikan pelaksanaan program/kegiatan selanjutnya.
The stages of participation illustrate the extent to which the
community reaches the level of community participation, which
begins at the level of manipulation where the government still holds
three roles to the ideal level of community participation, namely
citizen control where the community holds three roles at once
without government intervention (Arifa, 2019). Tahapan partisipasi
menggambarkan sejauh mana masyarakat mencapai tingkat
partisipasi masyarakat yang dimulai dari tingkat manipulasi dimana
pemerintah masih memegang tiga peran hingga tingkat partisipasi
masyarakat yang ideal yaitu citizen control dimana masyarakat
memegang tiga peran pada sekali tanpa campur tangan pemerintah
22

Bertolak dari keseluruhan uraian mengenai kerangka


pemikiran, secara ringkas dapat dikemukakan diagram kerangka
pemikiran penulis sebagai berikut:
Gambar 2.1
Model Kerangka Pemikiran

Partisipasi masyarakat dalam Masih rendahnya swadaya masyarakat dalam rangka


pengelolaan ADD di pembangunan di Kab. Bandung.
Kabupaten Bandung Belum memadainya pelayanan yang diberikan
sebagaimana diatur dalam pemerintah kepada masyarakat di 9 Desa yang termasuk
Peraturan Bupati Bandung Tipologi Desa Swadaya, Desa Swakarya, dan Desa
Nomor 136 Tahun 2021 Swasembada.
Tentang Perubahan Atas Rendahnya tingkat kehadiran masyarakat dalam rapat-
Peraturan Bupati Nomor 110 rapat persiapan pelaksanaan Program Dana
Tahun 2019 Tentang Pedoman Pembangunan Desa.
Pengelolaan Alokasi Dana Adanya kecenderungan inisiatif masyarakat yang rendah
Perimbangan Desa Di dalam kegiatan pembangunan, sebaliknya ketergantungan
Kabupaten Bandung masyarakat terhadap bantuan pemerintah cenderung
semakin tinggi.

Partisipasi Masyarakat:
(1) participation in decision-making
(2) participation in implementation
(3) participation in benefits
(4) participation in evaluation
(Cohen dan Uphoff, 1977)

2.3. Proposisi Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan


program ADD
Berdasarkan kerangka pemikiran lebih
di atas, efektif
maka di Kabupaten
dapat ditarik
Bandung
proposisi bahwa: Partisipasi masyarakat yang optimal dalam
pelaksanaan program Alokasi Dana Desa di Kabupaten Bandung
23

terlihat pada saat proses pengambilan keputusan, pelaksanaan,


pengambilan manfaat dan evaluasi.
BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah


metode deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif. Peneliti
menggunakan metode tersebut karena fokus penelitian ini adalah
masyarakat desa di Kabupaten Bandung dalam melakukan partisipasi
pada pelaksanaan program Alokasi Dana Desa (ADD). Pengkajian
partisipasi masyarakat tentunya terjadi suatu proses bagaimana
masyarakat berinteraksi dalam pelaksanaan program ADD. Objek
Penelitian
Obyek penelitian dalam studi ini adalah wilayah Kabupaten
Bandung dengan beberapa kategori desa yaitu desa Swadaya,
Swakarsa dan Swasembada. Penelitian ini mengacu pula pada
domain utama yaitu partisipasi dari masyarakat desa dalam
pelaksanaan program Alokasi Dana Desa di Kabupaten Bandung.

Pemilihan informan ini didasarkan atas subjek penelitian yang


menguasai masalah, memiliki data , dan bersedia memberikan data.
Oleh karena itu, informan bagi kepentingan penelitian ini memberat
kepada para pemangku kepentingan terutama dalam program
Alokasi Dana Desa (ADD) Serta masyarakat desa yang berpartisipasi
dalam jalannya pelaksanaan program tersebut.
Melalui pertimbangan bahwa pengalaman dan keikutsertaan
yang berintensitas tinggi dalam mengamati dan bahkan
berkecimpung dalam institusi pengelola ADD di Kabupaten
Bandung yaitu:
1. Bupati Kabupaten Bandung Periode 2019 - 2024
2. Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa.
3. Anggota DPRD Kabupaten Bandung (Komisi A)
4. Kepala Desa, Perangkat Desa (Semua Kepala Seksi), dan
Lembaga Desa (BPD, LPMD, PKK, Karang Taruna, LSM) di
Desa Margahayu Tengah dengan Tipologi Desa Swasembada.
5. Kepala Desa, Perangkat Desa (Semua Kepala Seksi) dan
Lembaga Desa (BPD, LPMD, PKK, Karang Taruna, LSM) di
Desa Sayati dengan Tipologi Desa Swasembada.
6. Kepala Desa, Perangkat Desa (Semua Kepala Seksi) dan
Lembaga Desa (BPD, LPMD, PKK, Karang Taruna, LSM) di
Desa Cipelah dengan Tipologi Desa Swadaya.
7. Kepala Desa, Perangkat Desa (Semua Kepala Seksi) dan
24
25

Lembaga Desa (BPD, LPMD, PKK, Karang Taruna, LSM) di


Desa Indragiri dengan Tipologi Desa Swadaya.
8. Kepala Desa, Perangkat Desa (Semua Kepala Seksi) dan
Lembaga Desa (BPD, LPMD, PKK, Karang Taruna, LSM) di
Desa Padamukti dengan Tipologi Desa Swakarya
9. Kepala Desa, Perangkat Desa (Semua Kepala Seksi) dan
Lembaga Desa (BPD, LPMD, PKK, Karang Taruna, LSM) di
Desa Bojongsalam dengan Tipologi Desa Swadaya.
10. Kepala Desa Desa, Perangkat Desa (Semua Kepala Seksi) dan
Lembaga Desa (BPD, LPMD, PKK, Karang Taruna, LSM) di
Desa Cinunuk dengan Tipologi Desa Swakarya.
11. Kepala Desa, Perangkat Desa (Semua Kepala Seksi) dan
Lembaga Desa (BPD, LPMD, PKK, Karang Taruna, LSM) di
Desa Ganjarsabar dengan Tipologi Desa Swakarya.
12. Kepala Desa, Perangkat Desa (Semua Kepala Seksi) dan
Lembaga Desa (BPD, LPMD, PKK, Karang Taruna, LSM) di
Desa Mekarsari dengan Tipologi Desa Swadaya.
13. Tokoh masyarakat (Ketua RW, Kepala Dusun, Ketua RT,
Tokoh Tani, Tokoh Pemuda, Tokoh Wanita, Tokoh Agama)
dari masing-masing desa dari 9 Desa yang menjadi lokus
penelitian
14. Masyarakat dari masing-masing desa dari 9 Desa yang menjadi
lokus penelitian

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian


ini adalah:

1) Studi Pustaka. Kajian pustaka ini dilakukan untuk mencari data


sekunder sejak langkah awal penelitian.
2) Studi Lapangan. Dalam hal ini peneliti mengamati dan terjun
langsung ke lapangan. Studi lapangan ini terdiri dari:
(1) Observasi,
(2) Wawancara mendalam (in-depth interview).
(3) Dokumentasi.
26

Validitas data dalam penelitian ini menggunakan teknik


triangulasi yaitu melakukan check, recheck, dan crosscheck terhadap
data yang diperoleh, teori, metodologi dan peneliti. Triangulasi yang
digunakan adalah triangulasi sumber dan triangulasi teknik
pengumpulan data. Triangulasi dengan sumber adalah
membandingkan fenomena di lapangan penelitian.
Lokasi penelitian disertasi ini mengambil beberapa desa
berdasarkan tipologi desa, seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 3.1.
Desa Lokasi Penelitian Berdasarkan Indeks tertinggi dan
terendah Berdasarkan Tipologi Di Kabupaten Bandung

No
Kecamatan Desa/Kelurahan Indeks Klasifikasi Tipologi

1 MARGAHAYU
Margahayu 0 SWADAYA Perindustrian/Jasa
TENGAH
2 Margahayu SAYATI 0,86 SWASEMBADA Perindustrian/Jasa
3 Rancabali CIPELAH 0 SWADAYA Perladangan
4 Rancabali INDRAGIRI 0,84 SWASEMBADA Perladangan
5 Solokanjeruk PADAMUKTI 0 SWADAYA Persawahan
6 Rancaekek BOJONGSALAM 0,87 SWASEMBADA Persawahan
7 Cileunyi CINUNUK 0,75 SWAKARYA Perindustrian/Jasa
8 Nagreg GANJAR SABAR 0,12 SWADAYA Peternakan
9 Pasirjambu MEKARSARI 0,82 SWASEMBADA Peternakan
Sumber: Olahan data dokumen Data Prodeskel Kabupaten Bandung
Tahun 2019, BPMPD Kabupaten Bandung)
BAB IV
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

Kabupaten Bandung merupakan sebuah kabupaten di


Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Secara geografis letak Kabupaten
Bandung berada pada 6o,41’ sampai dengan 7o,19’ Lintang
Selatan dan di antara 107o,22’ sampai dengan 108o,5’ Bujur
Timur. Luas wilayah keseluruhan sebesar 1.762,39 Km2 dengan
batas-batas wilayah administratif sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung
Barat, Kota Bandung dan Kabupaten Sumedang,
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang
dan Kabupaten Garut
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan
Kabupaten Cianjur
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan
Bandung Barat
5. Bagian Tengah berbatasan dengan Kota Bandung dan
Kota Cimahi

Wilayah administrasi Kabupaten Bandung dapat dilihat pada gambar


di bawah ini:
Gambar 4.1
Wilayah Administratif Kabupaten Bandung

27
28

Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung


Tahun 2007-2027

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020 jumlah


penduduk Kabupaten Bandung tahun 2020 tercatat sebanyak
3.623.790 jiwa dengan komposisi 1.848.018 jiwa laki-laki (51%)
dan 1.775.772 jiwa perempuan (49%) Jumlah penduduk tahun
2020 meningkat 7,09 persen dari sensus penduduk 2010 dengan
laju pertumbuhan penduduk per tahun (2010-2020) sebesar 1,28
persen.
Kecamatan Baleendah merupakan kecamatan dengan
penduduk terbanyak yaitu 263.724 jiwa atau 7,28% dari
penduduk Kabupaten Bandung, sementara kecamatan Rancabali
merupakan kecamatan dengan penduduk terkecil yaitu 51.096 jiwa
atau hanya 1,42 persen dari total penduduk kabupaten Bandung.
Komposisi penduduk kabupaten Bandung didominasi olah
penduduk usia produktif (15 - 64 tahun) yang mencapai 69,55
persen, sehingga tingkat ketergantungan penduduk kabupaten
Bandung berada pada angka 0.46.
Jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan
Baleendah yaitu sebanyak 272,914 jiwa, dan jumlah penduduk
paling sedikit yaitu di Kecamatan Rancabali yaitu sebanyak
51,846 jiwa. Berdasarkan komposisi penduduk Kab Bandung,
penduduk usia produktif (15-64) mendominasi jumlah penduduk
dengan persentase sebesar 69,55% yang mengalami kenaikan
sebesar 4,6% dari SP 2010. Hal tersebut menandakan bahwa Kab
Bandung akan mengalami bonus demografi dimana usia
produktif mendominasi komposisi penduduk suatu wilayah.
Presentase penduduk miskin di Kabupaten Bandung
terlihat pada tabel di bawah ini:
29

Tabel 4.1
Presentase Penduduk Miskin di Kabupaten Bandung

Garis Kemiskinan, Jumlah, dan Garis Kemiskinan, Jumlah, dan


Persentase Penduduk Miskin Persentase Penduduk Miskin di
Kabupaten Bandung
2019 2020 2021
Garis Kemiskinan
(rupiah/kapita/bulan) 345177.00 367403.00 378819.00
Jumlah Penduduk Miskin (ribu) 232.20 263.60 269.20
Persentase Penduduk Miskin 5.94 6.91 7.15
Sumber: BPS Kab. Bandung, 2023.
Berdasarkan data di atas, jumlah penduduk miskin
semakin meningkat setiap tahunnya. Apalagi peningkatan
penduduk miskin di Kabuupaten Bandung disebabkan oleh
Pandemi Covid-19 cukup tinggi.
30

BAB V
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN
PROGRAM ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN
BANDUNG

5.1. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengambilan Keputusan


Pada Pelaksanaan Program Alokasi Dana Desa di
Kabupaten Bandung
Keberhasilan dalam proses pembangunan tidak dapat
dilepaskan dari adanya partisipasi masyarakatnya. Masyarakat disini
baik sebagai kesatuan sistem maupun sebagai individu yang
merupakan bagian yang sangat integral yang sangat penting dalam
proses dinamika pembangunan. Prinsip pembangunan sepenuhnya
ditunjukkan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Oleh
sebab itu tanggung jawab berhasil tidaknya pembangunan tidak saja
ditangan pemerintah tetapi juga ditangan masyarakat.
Kesadaran dan partisipasi aktif dari masyarakat menjadi salah
satu kunci keberhasilan pembangunan, dalam mencapai target
pembangunan tersebut perlu ditunjukkan oleh kebijakan pemerintah.
Sehubungan dengan itu dapat dikatakan bahwa pembangunan yang
sedang dalam proses ditentukan oleh besar kecilnya partisipasi
masyarakat yaitu baik pada tahap perencanaan, pengambilan
keputusan, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi.
Partisipasi dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan
penentuan alternatif dengan masyarakat untuk menuju kata sepakat
tentang berbagai gagasan yang menyangkut kepentingan bersama.
Partisipasi jenis ini sangat penting karena masyarakat menuntut
untuk ikut menentukan arah dan orientasi pembangunan. Adapun
wujud partisipasi dalam pengambilan keputusan ini bisa bermacam-
macam seperti: hadir rapat, diskusi, sumbangan pemikiran,
tanggapan atau penolakan terhadap program yang di tawarkan.
Tahap awal yang dilakukan dalam proses pelaksanaan
program Alokasi Dana Desa adalah sosialisasi pelaksanaan program

28
31

tersebut. Kegiatan sosialisasi dilaksanakan oleh tim pembina dan


dinas atau instansi terkait dengan program ADD ini. Sosialisasi yang
sudah diberikan, diharapkan dapat memotivasi masyarakat untuk
berperan serta dalam kegiatan pembangunan desa melalui program
ADD ini dan diharapkan dapat pula berpartisipasi baik melalui
bantuan dana swadaya, tenaga dan pikiran. Kegiatan sosialisasi
program ADD yang dilaksanakan dirasakan sangat penting karena
dengan adanya sosialisasi yang berlangsung akan memberikan
kemudahan dan pemahaman ke seluruh warga desa mengenai
rencana dan tujuan dari program tersebut.
Proses sosialisasi program ADD tersebut diberikan pada saat
Musrenbang Desa. Mekanisme penyususnan rencana kegiatan
pembangunan ditetapkan melalui Musbangdes. Musyawarah tersebut
membahas mengenai jumlah dana program alokasi desa serta
dilanjutkan dengan merencanakan pembangunan yang akan
dibangun. Kegiatan musyawarah pembangunan ini dilaksanakan
untuk menyerap aspirasi masyarakat desa tentang kegiatan yang akan
dilakukan pada program tersebut. Partisipasi masyarakat dalam
perencanaan diharapkan dapat mendorong munculnya keterlibatan
secara emosional terhadap program yang akan dilaksanakan. Hasil
musbangdes inilah yang menjadi acuan dalam Rencana Kerja
Pemerintah Desa (RKPDesa) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa (APBDesa).
Musrenbangdes dilaksanakan untuk menentukan perencanaan
pembangunan yang akan dilaksanakan oleh desa. Mekanisme
Musrenbang sendiri dimulai dari tingkat Musrenbang Desa/Kel,
Musrenbang tingkat Kecamatan, Forum SKPD/Perangkat Daerah,
Musrenbang RKPD/Musrenbangda, Musrenbang Provinsi, dan
Musrenbang Nasional.
Untuk melihat seberapa besar partisipasi masyarakat dalam
pengambilan keputusan sehingga dapat berjalan atau tidaknya suatu
program diantaranya yaitu: Pertama, partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan program itu sendiri. Masyarakat ikut berpartisipasi
dalam pemanfaatan program Alokasi Dana Desa (ADD) di
32

Kabupaten Bandung. Masyarakat ikut terlibat dalam perencanaan


pembangunan melalui musrenbang yang diadakan oleh desa.
Peningkatan kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi
diantaranya melalui rapat kecil di tingkat RT/RW yaitu berupa
sosialisasi musrenbang desa. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat
mengetahui program-program dari pembangunan desa untuk satu
tahun kedepan apa saja. Selain itu, sosialisasi tersebut untuk
memastikan apakah program pembangunan yang akan dilaksanakan
sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat di wilayahnya.
Kedua, partisipasi masyarakat dilihat juga berdasarkan
kebutuhan mayarakat terhadap program yang ditetapkan. Program
pembangunan dibuat didasarkan pada kesesuaian kebutuhan
masyarakat. Hal tersebut dilakukan agar pembangunan dapat tepat
sasaran sehingga masyarakat dapat merasakan manfaatnya secara
langsung. Proses musyawarah hendaknya dapat dilaksanakan dengan
benar serta memperhitungkan secara matang sesuai dengan
kebutuham masyarakat.
Partisipasi masyarakat desa pada tahap pengambilan
keputusan dalam sebuah perencanaan pembangunan dilakukan
melalui rapat penyusunan rencana kegiatan-kegiatan pembangunan
desa didasarkan pada penggunaan Alokasi Dana Desa. Partisipasi
masyarakat dinilai dari tingkat kehadiran dalam perencanaan. Selain
itu, dilihat pula pada keaktifan masyarakat dalam rapat serta
pengontrolan dalam setiap pengambilan keputusan. Pengambilan
keputusan untuk perencanaan pembangunan desa didapatkan
berdasarkan pemilihan prioritas yang paling tinggi yang dibutuhkan
oleh masyarakat. Penentuan skala prioritas tersebut didasarkan pada
semua usulan yang disampaikan oleh masyarakat. Sehingga
diperoleh usulan perencanaan pembangunan desa yang paling
mendesak untuk segera direalisasikan.
Keputusan awal dimulai dengan identifikasi kebutuhan
lokal dan bagaimana mereka akan didekati melalui proyek
tertentu. Sebagian besar proyek ini adalah tahap yang paling
penting. Keputusan yang sangat awal atau asumsi implisit, ketika
33

sebuah proyek hanya 'kilau di mata' orang-orang yang


menyusunnya, membuat sebagian besar proyek menjadi konkret
dan menghilangkan sejumlah besar opsi dari proses pengambilan
keputusan yang akan diikuti.
Ada kemungkinan bahwa masyarakat lokal yang tidak
berpartisipasi dalam keputusan awal dapat diminta untuk
berpartisipasi dalam keputusan yang sedang berlangsung setelah
proyek tiba di wilayah tersebut. Ada beberapa bukti bahwa
partisipasi dalam keputusan yang sedang berlangsung yang terjadi
setelah keputusan awal dibuat, mungkin lebih penting untuk
keberhasilan proyek daripada partisipasi dalam keputusan desain
awal. Ada berbagai peluang untuk mencari kebutuhan dan prioritas
baru yang mungkin ditanggapi oleh proyek, serta dalam
mengoperasikan proyek dengan cara yang paling sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
Tabel 5.1
Rekapitulasi Persentase Tingkat Kehadiran Masyarakat dalam
Pelaksanaan Musrembang Rata-Rata Antara Tahun 2018-2020

Jumlah
No Kecamatan Desa/Kelurahan
(orang)
1 Margahayu Margahayu Tengah 87
2 Margahayu Sayati 65
3 Rancabali Cipelah 116
4 Rancabali Indragiri 47
5 Solokanjeruk Padamukti 85
6 Rancaekek Bojongsalam 56
7 Cileunyi Cinunuk 58
8 Nagreg Ganjar Sabar 60
9 Pasirjambu Mekarsari 70
34

Sumber: Pengolahan data lapangan penelitian, 2020

Berdasarkan dari tabel di atas, terlihat bahwa jumlah


partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dalam
musrenbang cukup rendah terutama desa-desa dengan tipologi desa
Swasembada. Lain halnya dengan desa yang memiliki tipologi desa
swadaya yang masyarakatnya masih berpendidikan rendah memiliki
sikap demokratis yang cukup tinggi. Hal tersebut sejalan dengan apa
yang disampaikan oleh Folley bahwa pendidikan non-formal
memelihara masyarakat dari sifat demokratis yang baik serta
menumbuhkan individu yang bebas sehingga memungkinkan
terwujudnya demokrasi yang sehat. (Suryono & Tohani, 2016: 20).
Padahal masyarakat sendiri memiliki hak untuk
memberikan saran dalam menentukan jenis pembangunan yang akan
dilaksanakan di daerah mereka. Dengan demikian, rakyat harus
menjadi pelaku dalam pembangunan, masyarakat perlu dibina dan
dipersiapkan untuk dapat merumuskan sendiri permasalahan yang
dihadapi, merencanakan langkah-langkah yang diperlukan,
melaksanakan rencana yang telah diprogramkan, menikmati produk
yang dihasilkan serta melestarikan program yang telah dirumuskan
dan dilaksanakan.
Indikator dalam penilaian Partisipasi Masyarakat dalam
pengambilan keputusan program ADD di Kabupaten Bandung yaitu
dalam bentuk sumbangan pemikiran (Ide atau Gagagan). Partisipasi
masyarakat dalam bentuk sumbangan pemikiran (ide atau gagasan)
dalam perencanaan pembangunan itu merupakan peran penting
masyarakat, karena dalam perencanaan pembangunan, sangat
diharapkan untuk masyarakat dapat memberikan ide atau gagasan
mereka, agar supaya masyarakat juga ikut terlibat dalam
perencanaan pembangunan dan bukan hanya pemerintah. Melalui
pastisipasi masyarakat dalam bentuk sumbangan pemikiran maka
merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan potensi
masyarakat dalam merencanakan pembangunan yang berkaitan
dengan potensi sumber daya lokal berdasarkan kajian musyawarah,
35

yaitu peningkatan aspirasi berupa keinginan dan kebutuhan nyata


yang ada dalam masyarakat.
Implementasi program Alokasi Dana Desa di Kabupaten
Bandung sangat sejalan dengan pendapat Cohen dan Uphoff (1977).
Pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan terutama
berkaitan dengan penentuan alternatif kegiatan yang akan dilakukan
sesuai besaran dana yang ditetapkan pemerintah desa dengan
masyarakat berkaitan dengan gagasan atau ide yang menyangkut
kepentingan bersama. Wujud partisipasi dalam pengambilan
keputusan ini antara lain seperti ikut menyumbangkan gagasan atau
pemikiran, kehadiran dalam rapat, diskusi dan tanggapan atau
penolakan terhadap program yang ditawarkan.
Berdasarkan masing-masing tipologi sebagaimana dijelaskan
sebelumnya bahwa terdapat kesamaan diantaranya adalah
masyarakat ikut memberikan sumbangan gagasan/ide maupun
pemikiran dalam penyusunan rencana dan kebutuhan prioritas.
Disamping itu terdapat pula tanggana maupun penolakan dari
masyarakat dalam proses musyawarah tersebut. Arifa (2019)
menjelaskan bahwa indikator untuk mengukur dimensi keterlibatan
masyarakat dalam perencanaan khususnya dalam merencanakan
program pembangunan dapat dilihat melalui lima indikator yaitu
keterlibatan dalam rapat atau musyawarah, kesediaan memberikan
data dan informasi, keterlibatan dalam penyusunan rencana
pembangunan, keterlibatan dalam penskalaan kebutuhan prioritas,
dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan.
Perbedaan dari ketiga kategori desa yaitu desa swadaya
masyarakat memiliki minat maupun keinginan untuk berperan serta
dalam proses musyawarah pengambilan keputusan. Bagi desa
dengan tipologi swakarya tingkat partisipasi masyarakat tidak cukup
efektif tapi masih memiliki antusiasme yang cukup tinggi. Lain
halnya dengan desa dengan tipologi swasembada terutama kategori
jasa/perindustrian tingkat partisipasi masyarakat kurang efektif. Hal
tersebut disebabkan masyarakat sebagian besar adalah pendatang
sebagai pekerja lebih memilih untuk pergi bekerja karena berfikiran
36

sudah ada perwakilan dari RT maupun RWnya. Padahal dalam hal


ini peran serta masyarakat yang utama dalam perencanaan program
pembangunan menjadi penting agar pembangunan yang dilakukan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

5.2. Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program


Alokasi Dana Desa di Kabupaten Bandung
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, seringkali
diartikan sebagai partisipasi masyarakat banyak (yang umumnya
lebih miskin) untuk secara sukarela menyumbangkan tenaganya
didalam kegiatan pembangunan. Di lain pihak, lapisan yang di
atasnya (yang umumnya terdiri atas orang-orang kaya) dalam
banyak hal lebih banyak memperoleh manfaat dari hasil
pembangunan, tidak dituntut sumbangannya secara proposional.
Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
pembangunan harus diartikan sebagai pemerataan sumbangan
masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, uang tunai, dan atau
beragam bentuk korbanan lainnya yang sepadan dengan manfaat
yang akan diterima oleh masing-masing warga masyarakat yang
bersangkutan.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Alokasi Dana
Desa (ADD) adalah dana yang bersumber dari APBD Kabupaten
yang dialokasikan untuk desa. Melalui Alokasi Dana Desa
(ADD), desa berpeluang untuk mengelola pembangunan,
pemerintahan dan sosial kemasyarakatan desa secara otonom.
ADD adalah dana yang diberikan kepada desa yang berasal dari
dana perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah yang
diterima oleh Kabupaten/Kota. Konsep ADD sebenarnya bermula
dari sebuah kritik dan refleksi terhadap model bantuan desa yang
diberikan oleh pemerintah pusat bersamaan dengan agenda
pembangunan desa sejak tahun 1969. Dalam mendesain transfer
keuangan pusat dengan daerah, Orde Baru ternyata masih
melanjutkan pola yang dipakai Orde Lama. Beragam jenis
transfer keuangan kepada desa tersebut diantaranya adalah
37

Bantuan Desa (Bandes), dana Pembangunan Desa (Bangdes),


serta Inpres Desa Tertinggal (IDT).
Tujuan pelaksanaan program ADD adalah: 1)
meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam
melaksanakan pelayanan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan sesuai kewenangannya; 2) meningkatkan
kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara
partisipatif sesuai dengan potensi desa; 3) meningkatkan
pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan
berusaha bagi masyarakat desa; dan 4) mendorong peningkatan
swadaya gotongroyong masyarakat.
Perencanaan maupun pelaksanaan program pembangunan
warga masyarakat sendiri sangat menyambut baik akan beberapa
program yang dicanangkan oleh pemerintahan setempat. Namun,
program tersebut di imbangi dengan pelaksanaan yang maksimal,
seperti hadirnya saat rapat atau agenda yang telah disepakati. Hal
tersebut tentu sangat berpengaruh dalam pelaksanaan sebuah
program kelembagaan masyarakat. Salah satunya adalah program
pelaksanaan pembangunan yang berupa pembuatan talut, gorong-
gorong, perbaikan ifrastruktur baik jalan maupun pembangunan
desa.
Dibutuhkan motivasi dan dorongan dari pemerintahan
desa juga agar tidak terjadinya suatu kelemahan dalam
berpartisipasi masyarakat. Pemerintahan desa seharusnya selalu
mengontrol untuk memberikan sosialisasi dan dorongan terhadap
kegiatan apa yang sedang dikerjakan dan mengevaluasi setiap
kegiatan yang telah dikerjakan. Pemahaman dari pemerintahan
desa tentu akan menjadi motivasi tersendiri bagi warga
masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa
keberhasilan desanya di dalam meningkatkan PADes dan hal ini
berdampak pada meningkatnya Alokasi Dana Desa tidak terlepas
dari peran aktif atau partisipasi masyarakat yang besar terhadap
38

pembangunan. Alokasi dana desa tersebut maka pembangunan


untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.
Kebijakan program ADD diberikan secara langsung
kepada Pemerintahan Desa di Pemerintah Kabupaten
Bandungdengan ketentuan Penggunaan sebesar 70 % (Tujuh
Puluh Per Seratus) untuk Alokasi Biaya Operasional dan 30 %
(Tiga Puluh Per Seratus) untuk alokasi kegiatan pemberdayaan
masyarakat. Pengelolaan dan penggunaan keuangan desa yang
bersumber dari ADD merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari pengelolaan keuangan desa dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa. Penentuan kegiatankegiatan yang sumber dananya
dari ADD merupakan hasil musyawarah antara Pemerintah Desa,
Badan Permusyawaratan Desa dan masyarakat disetiap desa yang
ada di Kabupaten Bandung.
Pelaksanaan ADD dalam bidang pembangunan dan
pemberdayaan di Kabupaten Bandung selalu mengacu pada
regulasi yang ada. Pelaksanaan ADD sudah diatur dalam
peraturan Bupati yang diterbitkan setiap tahunnya. Tim
Pelaksana Pengelola Keuangan Desa dalam melaksanakan
kegiatannya selalu mengacu kepada Peraturan Bupati tersebut,
sehingga tidak ada satu kegiatan pun yang dilaksanakan
bertentangan dengan Peraturan Bupati yang ada. Wawancara
dengan Bupati Bandung Dadang M. Naser (Bupati Bandung
Periode 2014-2019 menyampaikan bahwa: “Pelaksanaan ADD
untuk bidang pembangunan dan pemberdayaan secara umum di
lokasi penelitian sangat bermanfaat bagi pemerintah Desa dan
masyarakat. Kegiatan ADD untuk pemberdayaan masyarakat
diarahkan untuk sarana dan prasarana penyelenggaraan
pemerintah desa. Hal ini dilakukan dalam rangka mendorong dan
meningkatkan kualitas sarana pemerintahan Desa dalam upaya
perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan kepada
masyarakat”. Adapun beberapa harapan masyarakat dan
pemerintah Desa terkait implementasi ADD tersebut adalah agar
alokasi anggaran untuk ADD dalam bidang pemberdayaan dan
39

pembangunan Desa untuk ditingkatkan pada tahun-tahun


berikutnya.
Selain itu dana ADD juga diharapkan dapat digunakan
untuk membiayai kebutuhan masyarakat yang lebih luas. Selain
itu pendanaan ADD untuk pemberdayaan dan pembangunan
didasarkan atas kebutuhan rill masyarakat desa dan direncanakan
bersama melalui musyawarah desa. Pencairan ADD diharapkan
tepat waktu sehingga realisasi pelaksanaan kegiatan ADD
tersebut tepat waktu. Dalam proses perencanaan ADD dan
pelaksanaan serta pengawasan dilakukan secara kolektif bersama
masyarakat, Pemerintah Desa, BPD yang disepakati dengan
membentuk Tim. Tim Perencanaan Pembangunan Desa
mempunyai tugas melakukan fasilitasi perencanaan mulai dari
tingkat RT, Dusun sampai dengan tingkat Desa. Pada tingkat
Desa tim perencana tersebut memaparkan rencana kegiatan yang
telah dijaring pada RT dan Dusun, sehingga pada saat rapat di
Desa dilakukan lokakarya untuk menjadi RPJM Desa dan RKP
Desa. Membentuk Tim Pelaksanaan Kegiatan sesuai dengan
ketentuan yang termuat dalam Peraturan Bupati. Pengawasan
dilakukan oleh masyarakat bersama BPD.
Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan
melalui alokasi dana desa dilihat dari segi positifnya adalah
program yang telah direncanakan dapat selesai dikerjakan. Tetapi
segi negatifnya adalah cenderung menjadikan warga masyarakat
sebagai objek pembangunan dimana warga hanya dijadikan
pelaksana pembangunan tanpa didorong untuk mengerti dan
menyadari permasalahan yang mereka hadapi. Sehingga warga
masyarakat tidak secara emosional terlibat dalam program, yang
berakibat kegagalan seringkali tidak dapat dihindari.
Partisipasi masyarakat merupakan keikutsertaan
masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi
yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan
tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan
40

upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam


proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna
memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap
masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program
pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. Masyarakat
sendiri akan lebih mempercayai proyek atau program
pembangunan apabila keberadaannya dilibatkan dalam proses
persiapan dan perencanaan. Partisipasi masyarakat menjadi suatu
hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan
masyarakat mereka sendiri.
Pelibatan masyarakat dalam seluruh aspek pembangunan
terutama di desa, secara prinsipil harus ditekankan pula
keterlibatan mereka dalam Alokasi Dana Desa. Partisipasi
masyarakat dalam mengelola ADD adalah hak bagi warga untuk
menyuarakan, mengakses, mengontrol program ADD yang ada di
desanya. Sedangkan dampak dari tingginya kepercayaan
masyarakat terhadap program tersebut disebut swadaya.
Kebijakan ADD sejalan dengan agenda Otonomi daerah, dimana
desa ditempatkan sebagai basis desentralisasi. Kebijakan ADD
sangat relevan dengan perspektif yang menempatkan desa
sebagai basis partisipasi. Karena desa berhadapan langsung
dengan masyarakat dan control masyarakat lebih kuat.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dibeberapa
desa dengan tipologi swadaya, budaya gotong royong dan
masyarakat masih sangat tinggi, hal tersebut terlihat pada saat
ada kegiatan kegiatan kerja bakti dalam membangun rumah
warga miskin. Pengalokasian ADD di desa dalam pembangunan
infrastruktur desa dalam menunjang percepatan pemberdayaan
manyarakat. Dalam penggunaannya, anggaran pembangunan
pedesaan diperuntukan untuk pembangunan dan pemeliharaan
sarana dan prasarana publik skala kecil seperti jalan, saluran
irigasi. Penggunaan dana untuk pembangunan infrastruktur
pedesaan tersebut telah sesuai pendapat Widjaja (2004: 169)
41

yang menjelaskan bahwa pendukung berkembangnya potensi


masyarakat melalui peningkatan peran, produktifitas dan efisiensi
serta memperbaiki 4 akses yaitu akses terhadap sumber daya,
akses terhadap sumber teknologi, akses terhadap pasar, dan akses
terhadap sumber pembiayaan. Dalam penggunaannya untuk
meningkatkan stabilitas keamanan, ketentraman dan ketertiban
masyarakat dialokasikan sebagian dana ADD untuk bantuan
operasional Satuan Perlindungan Masyarakat (Linmas).
Sedangkan upaya pemerintah desa dalam mengembangan
wilayah terpencil yang memiliki potensi maupun untuk
pengembangan dan pemasyarakatan Teknologi Tepat Guna
(TTG) dan pemanfaatan sumber daya desa, serta pelestarian
lingkungan hidup belum juga terlihat, dengan belum adanya
pengalokasian dana ADD untuk kedua bidang tersebut.
Partisipasi dalam pelaksanaan meliputi menggerakkan
sumber daya dan dana, kegiatan administrasi, koordinasi dan
penjabaran program. Partisipasi dalam pelaksanaan merupakan
kelanjutan dalam rencana yang telah digagas sebelumnya baik
yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan maupun
tujuan(Kalesaran, Rantung, & Pioh, 2015).
Cohen dan Uphoff (1977) mengemukakan bahwa
partisipasi pembangunan dapat dilakukan melalui keikutsertaan
masyarakat dalam memberikan kontribusi guna menunjang
pelaksanaan program ADD. Partisipasi masyarakat di masing-
masing desa dengan tipologi desa swasembada, swadaya dan
swakarya yang sifatnya tenaga seperti gotong royong adalah
merupakan suatu tradisi yang sudah turun-temurun bagi
masyarakat, walaupun pada kenyataanya masyarakat yang
mengikuti kegiatan masih sedikit diakibatkan berbagai faktor-
faktor non teknis ketua RT dan ketersediaan waktu yang kurang
untuk dapat ikut serta dalam kegiatan pembangunan karena
faktor kesibukan pekerjaan, sedangkan kegiatan yang sifatnya
uang/dana dan material, masyarakat lebih memilih hanya
menyumbangkan uang/dana saja daripada material/benda selain
42

lebih praktis mereka merasa tidak akan repot-repot lagi untuk


menyediakan bahannya langsung.
In relation to the implementation of village fund
program in Indonesia, the un-optimal community participation
on the input side is not only caused by the low capacity of the
community but in many cases also caused by the low level of
competency of the local governments (Hendrianto, 2019).
Pelaksanaan program alokasi dana desa, belum optimalnya
partisipasi masyarakat di sisi input tidak hanya disebabkan oleh
rendahnya kapasitas masyarakat tetapi dalam banyak hal juga
disebabkan oleh rendahnya kompetensi pemerintah daerah.

5.3. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengambilan Manfaat


Program Alokasi Dana Desa di Kabupaten Bandung
Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan,
merupakan unsur terpenting yang sering terlupakan. Sebab,
tujuan pembangunan adalah untuk memperbaiki mutu hidup
masyarakat banyak sehingga pemerataan hasil pembangunan
merupakan tujuan utama. Disamping itu, pemanfaatan hasil
pembangunan akan merangsang kemauan dan kesukarelaan
masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap program
pembangunan yang akan datang.
Alokasi dana desa di Kabupaten Bandung sebagaimana
disampaikan dalam Peraturan Bupati Bandung Nomor 110 Tahun
2019 Tentang Pedoman Pengelolaan Alokasi Dana Perimbangan
Desa Di Kabupaten Bandung, Alokasi dana desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, paling sedikit 10% (sepuluh
perseratus) dari dana perimbangan yang diterima Daerah dalam
anggaran pendapatan dan belanja daerah setelah dikurangi dana
alokasi khusus.
Penyerapan manfaat dari alokasi dana desa maka
diperlukan adanya pengawasan dari masyarakat sebagai penerima
manfaat. Pengawasan merupakan serangkaian kegiatan dan
tindak lanjut yang dilakukan untuk menjamin pelaksanaan
43

pembangunan yang direncanakan sesuai tujuan dan sasaran yang


ditetapkan dan memastikan dana yang digunakan tepat sasaran.
Pengawasan merupakan kegiatan untuk mengamati
perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan,
mengidentifikasi permasalahan yang timbul maupun
permasalahannya yang akan timbul dari adanya program ini.
Semua pelaku program berkewajiban untuk memantau kegiatan
mereka dan memastikan bahwa pelaksanaan telah dicapai sesuai
target, rencana dan jadwal. Para pelaku program tersebut yaitu
pemerintah Kecamatan dan pemerintah Desa. Pertama, hasil
akhir dari sebuah pembangunan yaitu diharapkan masyarakat
dapat menerima hasil pembangunan seolah-olah milik sendiri,
sehingga pada akhirnya masyarakat akan menjaga dan
memelihara serta memanfaatkan hasil pembangunan demi
kelancaran dan kemajuan bersama. Kedua, partisipasi masyarakat
dapat dilihat dari manfaat yang dapat diambil dari membangun,
manfaat dapat juga dirasakan oleh masyarakat dari hasil
pembangunan pengadaan air bersih, jalan dll. Dalam hal ini
masyarakat mendapat kemudahan mendaatkan air bersih dan
kenyamanan mengakses jalan kebun, dalam pembangunan
renovasi pipanisasi, masyarakat mendapatkan kembali air bersih
dari air pegunungan.
Ketiga, partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan
pemeliharaan dapat dilihat dari masyarakat yang mengatur
maupun yang mengamankan setiap program yang sudah
dijalankan, dalam hal ini masyarakat diberi kebebasan untuk
mengatur setiap program yang sudah dijalankan, diantaranya
memanfaatkan pembangunan yang sudah dilaksanakan dengan
cara memafaatkannya sebaik mungkin dalam hal ini memang
sudah sepatutnya masyarakat mengunakan pembangunan sebaik
mungkin agar pembangunan tersebut dapat terjaga dan
terpelihara.
Kendala-kendala yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat dalam pemanfaatan program alokasi dana desa bahwa
44

pembangunan tidak hanya merupakan usaha pemerintah semata atau


masyarakat saja, akan tetapi suatu kegiatan bersama yang
hasilnya diharapkan dapat memberikan kemakmuran dan
kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Keberhasilan
pembangunan di Desa merupakan cermin dari keberhasilan
pembangunan nasional, karena itu titik berat pembangunan
nasional diletakkan pada pembangunan Desa.
Mengingat masyarakat di Desa mayoritas merupakan
petani dan pegawai pabrik, hal itu sangat mempengaruhi tingkat
partisipasi masyarakat dalam pembangunan, karena
merekabanyak waktu untuk bekerja di ladang, selain itu juga
masyarakat sibuk mencari uang untuk kebutuhan keluarga
dengan menghabiskan banyak waktu sehingga masyarakat
tidak memiliki waktu untuk mengikuti kegiatan pembangunan di
Desa. Hal tersebut adalah merupakan pantauan peneliti selama
melakukan status kependudukan. Semakin lama seseorang
tinggal dalam lingkungan masyarakat semakin baik juga
pengetahuannya mengenai lingkungannya dan lebih baik dalam
penyesuaian terhadap lingkungannya. Begitu juga sebaliknya jika
seseorang merupakan penduduk baru dalam suatu masyarakat,
maka sulit juga untuknya menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Hal tersebut lumrah terjadi di desa dengan
tipoligi desa swasembada dimana masyarakat kebanyakan adalah
warga pendatang yang ingin mencari kerja.
Penjaminan kualitas pelaksanaan kegiatan yang tetap
mengacu pada prinsip dan mekanisme Dana Desa maka perlu
adanya persiapan pelaksanaan yang matang dan terencana.
Persiapan ini lebih ditujukan kepada penyiapan aspek
sumberdaya manusia, termasuk masyarakat, Staf Desa dan
Anggota BPD perlu mempersiapkan tenaga dan waktu untuk
menjalankan semua program yang diadakan menggunakan Dana
Desa. Seharusnya pelaksanaan kegiatan Program Pembangunan
fisik dalam pemanfaatan Dana Desa dilakukan oleh masyarakat
secara swadaya dan difasilitasi oleh pemerintah desa, tahap
45

pelaksanaan dilakukan setelah tahap perencanaan selesai dan


telah ada dana penglokasian kegiatan pembangunan.
Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan oleh
Sumarto (2009: 20) dalam (Rohman, dkk. 2012: 28)
menyebutkan ada tiga faktor yang selama ini menjadikan
partisipasi mengalami kemandegan yakni hambatan struktural,
kultural dan teknis. Pertama, hambatan struktural. Hambatan ini
berkenaan dengan struktur politik yang meliputi konstitusi dan
birokrasi. Dalam musyarawah perencanaan yang dilakukan bukan
berwujud sebagai media musyawarah yang memperdebatkan dan
mempertarungkan aspirasi namun lebih kepada forum sosialisasi
atau permintaan persetujuan atau perencanaan sudah jadi.
Kedua, hambatan kultural. Hambatan ini menyebutkan
bahwa di internal masyarakat sendiri masih belum
membudayakan gairah partisipasi yang kuat. Hal ini diantaranya
ditandai dengan kurangnya inisiatif dari warga untuk hadir dan
terlibat dalam prosedur partisipasi yang sudah dilegitimasi
melalui konstitusi serta mengawalnya. Musyawarah perencanaan
dianggap tidak penting secara individual. Dalam prakteknya,
masyarakat menunggu “diundang” untuk hadir dalam forum
musyawarah. Seharusnya masyarakat aktif untuk mengetahui dan
mempertanyakan kapan musyawarah perencanaan dilaksanakan
dan meminta draft perencaaan dari pemerintah sehingga mereka
bisa mempelajarinya sebelum forum digelar.
Ketiga, hambatan teknis. Hambatan ini berkenaan dengan
kurang terkuasainya metode dan teknik-teknik partisipasi
pembangunan melalui prosedur yang berlaku. Bisa jadi
masyarakat mengetahui betul apa keinginan mereka dan ingin
memperjuangkan kepentingan mereka sehingga bisa diterima dan
dimaskuuakn dalam draft perencanaan. Namun kepentingan
tersebut gagal dikodifikasi menjadi Bahasa “sistem”. Masyarakat
atau individu yang menjadi peserta forum musyawarah tidak
memahami prosedur-prosedur yang benar dalam mekanisme
perencanaan pembangunan.
46

Tingkat partisipasi pada tahap implementasi merupakan


tingkatan partisipasi dan keaktifan masyarakat dalam
melaksanakan setiap kegiatan pembangunan yang telah
direncanakan yakni dari pelaksanaan pertemuan, pembentukan
kelompok pelaksana, hingga proses eksekusi pembangunan yang
telah direncanakan. Tahap implementasi pembangunan desa
melalui penggunaan dana desa diawali dengan sosialisasi
pertemuan mengenai pembangunan desa, kemudian masyarakat
menghadiri kegiatan perencanaan pembangunan dan dilanjutkan
dengan penentuan kelompok sebagai eksekusi dalam pelaksanaan
pembangunan. Tahap pelaksanaan yang melibatkan masyarakat
ini bertujuan agar pembangunan desa tetap menggunakan
swadaya masyarakat agar masyarakat tahu dan mengerti untuk
apa penggunaan dana desa, serta diharapkan dapat menghasilkan
output pembangunan desa yang baik dan sesuai dengan
kebutuhan desa dan masyarakatnya.
Sebagaimana disampaikan oleh Cohen dan Uphoff bahwa
manfaat dari partisipasi adalah manfaat materil, manfaat sosial
serta keuntungan pribadi. Perekonomian masyarakat di
Kabupaten Bandung mengalami peningkatan setelah adanya
alokasi dana desa. Hal ini disebabkan salah satunya dengan
adanya peningkatan infrastruktur berupa pembangunan jalan-
jalan pertanian maka akses bagi masyarakat lebih mudah.
Partisipasi masyarakat dalam pengambilan manfaat adalah
partisipasi dalam bentuk menggunakan, menjaga, merawat dan
memelihara setiap hasil pembangunan desa, karena masyarakat
merupakan objek yang terlibat langsung dalam penggunaan dan
pemeliharaan hasil pembangunan. Tetapi dalam pengambilan
pemanfaatan, perawatan dan pemeliharaan hasil pembangunan
kesadaran dan kepedulian masyarakat masih kurang yang
terkadang membuat setiap pembangunan desa yang sudah
dibangun mengalami kerusakan. Padahal menjaga, merawat dan
memelihara setiap hasil pembangunan desa itu adalah merupakan
bagian atau tugas dari masyarakat yang menggunakannya.
47

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan sering


dipengaruhi oleh pekerjaan seseorang. Pekerjaan dari seseorang
memberikan pengaruh terhadap keterlibatannya dalam kegiatan
pemanfaatan menjaga, merawat dan memelihara pembangunan
yang ada didesa. Hal inilah yang diperlukan oleh pemerintah dan
setiap masyarakat untuk saling membantu memperhatikan setiap
bangunan desa yang sudah dibangun untuk dapat digunakan
setiap saat dan yang bisa digunakan dalam waktu yang lama.
Partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan dan
pemanfaatan desa sangat penting karena masyarakat adalah
tujuan utama dari setiap pembangunan maka masyarakat desa
harus memelihara dan memanfaatkan program pembangunan
melalui dana desa dengan baik. Berdasarkan observasi yang telah
dilakukan oleh peneliti bahwa masyarakat desa dalam
memelihara program pembangunan desa belum sepenuhnya
efektif hal ini disebabkan karena tidak ada peraturan tertulis dan
terikat untuk menjaga dan merawat program pembangunan yang
telah dilakukan, akan tetapi pemanfaatan hasil dana desa sudah
efektif dengan memanfaatkan dana desa sebagai ketahanan
pangan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat di desa di
Kabupaten Bandung.
Partisipasi masyarakat dalam pengambilan manfaat dari
program Alokasi Dana Desa (ADD) tentu saja tidak terlepas dari
hasil pelaksanaan program yang telah dilaksanakan dengan baik.
Hasil tersebut dilihat dari segi kualitas maupun kuantitas dari
program yang terselenggara. Pada segi kualitas terlihat dari
output kegiatan, sedangkan dari segi kuantitas terlihat dari tingkat
presentase dari program yang telah berhasil dilaksanakan.
Sebagaimana disampaikan oleh Cohen dan Uphoff (1977) bahwa
dalam partisipasi masyarakat guna menerima manfaat
pembangunan bergantung kepada pendistibusian yang maksimal
sehingga dapat dirasakan maupun dinikmati oleh masyarakat. Hal
lainnya disampaikan oleh Ndraha (1983) dimana partisipasi dari
masyarakat dalam menerima manfaat pembangunan diantaranya
48

adalah menerima dengan baik setiap hasil pembangunan seolah-


olah milik sendiri. Dengan rasa memiliki seperti milik sendiri,
masyarakat diharapkan dapat menggunakan maupun pemanfaatan
setiap hasil pembangunan dengan merawat maupun secara rutin
memeliharanya. Dipelihara dengan baik dan tidak
membiarkannya rusak.
Pelaksanaan program ADD terutama dalam pengambilan
manfaat program ADD harus dilengkapi dengan unsur-unsur
yang diperlukan baik untuk operasional maupun pemeliharaan.
Program ADD yang dilaksanakan oleh pemerintah desa berupaya
dalam memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa tingkat
ketahanan dari hasil kegiatan pembangunan cukup baik sehingga
dapat dimanfaatkan untuk jangka waktu yang panjang. Selain itu,
perlu dilakukan mengorganisir masyarakat untuk
mengoperasikan setiap hasil kegiatan dengan dipelihara dan
dirawat dengan baik.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui
bahwa partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan dan
pemeliharaan hasil-hasil masih belum maksimalnya kegiatan
dalam program pembangunan melalui ADD yang telah
ditetapkan. Masyarakat cukup antusias terhadap pelaksanaan
program ADD karena mereka mengetahui ada bantuan yang
diberikan oleh pemerintah. Akan tetapi, dalam pemeliharaannya
masih banyak masyarakat yang mengabaikan hasil pembangunan
tersebut. Beberapa program yang telah selesai dilaksanakan dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar serta harus diimbangi oleh
pemeliharaanya agar tidak cepat rusak.

5.4. Partisipasi Masyarakat dalam Evaluasi Pelaksanaan


Program Alokasi Dana Desa di Kabupaten Bandung
Kegiatan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program
Alokasi Dana Desa (ADD) sangatlah diperlukan. Hal tersebut tidak
49

hanya agar tujuan program dapat tercapai sebagaimana yang


diharapkan, akan tetapi juga diperlukan untuk mendapatkan umpan
balik tekait kendala maupun permasalahan yang kerap muncul dalam
pelaksanaan proram ADD maupun kegiatan lainnya yang saling
bersangkutan. Partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat bertujuan
mengumpulkan berbagai informasi terkait perkembangan
pelaksanaan program ADD di Kabupaten Bandung.
Kurang langsung akan menjadi partisipasi dalam kegiatan
evaluatif yang bertujuan mempengaruhi opini publik dengan harapan
ini akan memiliki konsekuensi yang diinginkan untuk kelanjutan
atau kemungkinan modifikasi proyek. Biasanya upaya semacam itu
berusaha menggunakan media, misalnya, melalui 'surat kepada
editor', untuk mempromosikan opini proyek yang menguntungkan
atau tidak menguntungkan atau menyarankan beberapa perbaikan.
Ini adalah pendekatan yang sangat menyebar, tetapi mungkin
dianggap sebagai salah satu bentuk partisipasi yang mungkin dalam
evaluasi dan lebih baik daripada tidak sama sekali.
Terdapat enam ukuran evaluasi dalam pelaksanaan program
Alokasi Dana Desa (ADD) bagi penyelenggaraan pembangunan desa
yaitu:
1. Efektifitas. Pelaksanaan program telah dilaksanakan lantas
apakah hasilnya sesuai dengan yang ingin dicapai? Berdasarkan
tujuan program Alokasi Dana Desa antara lain untuk
menanggulangi kemiskinan, pemberdayaan masyarakat dan
peningkatan keswadayaan masyarakat maka pembangunan desa
yang dilaksanakan di Kabupaten Bandung telah membangun
infra struktur yang dirasakan telah memudahkan berbagai
aktifitas perekonomian mereka. Terbatasnya anggaran untuk
pembangunan berbagai kebutuhan masyarakat telah mendorong
swadaya dan gotong royong antar masyarakat.
2. Efisiensi. Banyak usaha yang dilakukan guna pencapaian hasil
yang diinginkan? Banyaknya program yang dilaksanakan secara
gotong royong dan partisipasi masyarakat sehingga hasil yang
diinginkan tercapai walaupun anggaran terbatas
50

mengindikasikan efisiensi dalam pelaksanaan Alokasi Dana


Desa untuk pembangunan desa. Kecukupan Seberapa jauh
pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah? Hasil
evaluasi menunjukkan program pembangunan melalui Dana
Desa dapat membantu menyelesaikan masalah yang kerap
terjadi di masyarakat diantaranya yaitu masalah mengenai
lingkungan, infrastruktur jalan, pendidikan Usia Dini serta
kesehatan balita melalui Posyandu.
3. Keadilan/sama rata. Biaya dan manfaat dari program ADD
diantaranya adalah pendistribusian dana program melalui
pemerataan bagi kelompok-kelompok tertentu. ADD
didistribusikan dalam pembangunan desa dengan didasarkan
pada seberapa penting program tersebut. Selain itu, disesuaikan
pula dengan prioritas pembangunan di desa masing-masing
sesuai dengan permasalahan dari desa tersebut. Walaupun
dengan jumlah yang kecil pada semua bidang pembangunan
tentunya perlu adanya pemerataan dimulai dari infrastruktur
hingga bantuan sosial bagi organisasi keagamaan, organisasi
masyarakat dan pemberdayaan usaha dan kelompok tani.
4. Responsivitas. Bagiamana tingkat kepuasan dari pelaksanaan
program ADD, menjadi preferensi serta menjadi nilai tambah
bagi kelompok tertentu? Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan
program ADD belum sepenuhnya memberikan kepuasan dalam
pembangunan desa melalui Alokasi dana Desa belum
sepenuhnya memuaskan semua kelompok masyarakat. Hal ini
disebabkan karena semua masyarakat menginginkan dipenuhi
semua kebutuhannya tanpa memahami urgensi dan prioritas
dimana dijadikan sebagai landasan bagi pembiayaan
pembangunan.
5. Ketepatan. Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan dalam
pelaksnaaan program ADD telah memiliki nilai guna? Diketahui
bahwa tujuan pembangunan desa melalui pelaksanaan program
Alokasi Dana Desa (ADD) sangat bermanfaat bagi masyarakat.
Beberapa tujuan yang dicapai diantaranya adalah untuk
51

menanggulangi kemiskinan, memberikan pelayanan yang


optimal, pemberdayaan masyarakat, serta keswadayaan
masyarakat.
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan program Alokasi
Dana Desa (ADD) yang dilakukan pemerintah desa dengan
pengawasan dari masyarakat adalah satu kesatuan dalam
pemeriksaan penyelenggaraan pemerintah desa, sehingga tidak
khusus pada alokasi dana desa saja, tetapi bagi semua sumber
dana desa yang masuk ke desa dimana tertuang dalam
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDes).
Pengalokasian dana, hasil evaluasi menunjukkan
bahwa masih banyak desa – desa di Kabupaten Bandung yang
belum memanfaatkan dana desa sebagaimana mestinya, yaitu
masih banyak desa yang memanfaatkan untuk
menyelenggarakan pemerintahan seperti membangun kantor
padahal seharusnya prioritas dari kemanfaatan alokasi dana
desa yaitu pembangunan sarana – prasarana masyarakat,
pemberdayaan masyarakat, dan porsi paling sedikit untuk
penyelenggaraan pemerintahan.
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang lebih
mendalam, namun tetap belum dapat diaplikasikan ke semua
desa, melainkan hanya kepada desa yang ditunjuk sebagai
sample, pemanfaatan dana desa sudah sesuai dengan prioritas
yang telah ditentukan oleh pemerintah. Pemberdayaan
masyarakat sekarang sudah dilaksanakan seperti pelatihan –
pelatihan, unit kegiatan masyarakat (UKM), dan badan usaha
milik desa (BUMDes) namun porsinya masih lebih sedikit. Jika
pada 5 tahun pertama pengalokasian dana desa porsi terbesarnya
fokus ke pembangunan fisik maka diharapkan pada 5 tahun
berikutnya fokus pada pemberdayaan masyarakat agar
meningkatkan produktivitas dari masyarakat.
Terdapat beberapa faktor pendukung pelaksanaan
program Alokasi Dana Desa di Kabupaten Bandung yaitu:
52

1. Dukungan Kebijakan Baik dari Pemerintah Pusat maupun


Daerah
Pemerintah Kabupaten Bandung telah mengeluarkan peraturan
yang berupa buku panduan dalam melaksanakan program
Alokasi Dana Desa (ADD). Buku pedoman tersebut menjadi
acuan bagi Pemerintah Desa dalam melaksanakan prigram
Alokasi Dana Desa (ADD). Peraturan-peraturan yang dibuat
oleh Pemerintah Kabupaten Bandung menunjukkan kepedulian
pemerintah terhadap pelaksanaan program Alokasi Dana Desa
(ADD).
2. Kualitas Sumber Daya Manusia
Tidak dapat dipungkiri bahwa aparat Pemerintah Desa saat ini
memiliki kecukupan pengetahuan. Hal ini terlihat dari dominasi
kepala desa tidak hanya yang sudah berumur tapi yang masih
muda dengan pendidikan lebih tinggi. Selain itu, apparat desa
memiliki keterampilan yang baik dalam melaksanakan
operasional kegiatan desa. Aparat desa memiliki loyalitas yang
cukup tinggi dalam menjalankan tugas yang diemban kepada
mereka.
Berikut beberapa faktor yang menghambat pelaksanaan
program Alokasi Dana Desa
1. Rendahnya Sinkronisasi Antara Perencanaan di Tingkat Desa
Dan Kecamatan
Pelaksanaannya pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa
telah mengalami beberapa kesulitan. Dengan kurangnya
kesesuaian perencanaan di tingkat desa dan kecamatan, maka
akan mempersulit langkah desa untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Terbukti dengan masih ada beberapa jalan di Desa
yang masih rusak dikarenakan belum tersentuh oleh Alokasi
Dana Desa (ADD) yang masih terhalang dengan keputusan di
tingkat kecamatan yang tidak sesuai dengan di tingkat desa.
2. Masih terbatasnya jumlah Alokasi Dana Desa (ADD) yang
diterima sebagai dana penunjang operasional administrasi.
Sebagaimana disampaikan oleh apparat desa, bahwa alokasi
53

dana desa yang kurang tidak dapat diabaikan begitu saja. ADD
menjadi salah satu aspek vital dalam penyelenggaraan
pembangunan di desa. oleh karena itu diperlukan evaluasi ulang
terkait pelaksanaan program ADD. Sehingga semua pihak
diharapkan dapat mengelola dengan baik berapapun dana yang
diperoleh serta tepat sasaran.
3. Intensitas sosialisasi ADD yang kurang kepada masyarakat
Sebagaimana disampaikan oleh beberapa warga Desa,
terungkap bahwa mereka tidak mengetahui mengenai program
ADD. Hal tersebut terlihat bahwa proses sosialisasi kepada
masyarakat tentang ADD dirasa masih sangat minim.
Ketidaktahuan masyarakat mengenai program ADD tentu dapat
berakibat pada kesulitan untuk mengajak warga ikut
berpartisipasi pada pelaksanaan program ADD. Selain itu,
pengawasan yang dilakukan oleh warga selama masa
pelaksanaan program menjadi berkurang. Pemahaman warga
yang kurang terkait Alokasi Dana Desa (ADD) membuat warga
sulit untuk memahami peran dan tugasnya dalam pelaksanaan
program Alokasi dana desa.
Masyarakat dengan sedemikian rupa berupaya untuk turut
serta dalam pelaksanaan monev dari program ADD di Kabupaten
Bandung. Tugas pokok dari bendahara adalah melaksanakan proses
administrasi secara rutin. Setiap kegiatan yang tertib administrasi
didalamnya mencakup pencatatan setiap transaksi yang disertai
dengan bukti. Hal tersebut menjadi indicator bahwa partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan program ADD penting setiap proses
pelaporan. Secara berkala pelaksana kegiatan program ADD
melakukan pencetakan laporan kegiatan program ADD beserta
laporan keuangannya untuk ditempel di papan pengumuman baik
yang tersedia di balai desa, maupun papan pengumuman yang ada di
beberapa titik desa yang dapat dilihat oleh masyarakat. Pelaporan
tersebut bermaksud agar masyarakat ikut mencermati setiap dana
yang telah digunakan dalam pelaksanaan program ADD. Hal
54

tersebut juga menjadi salah satu tahapan evaluasi pada pelaksanaan


program ADD.
Sejalan dengan yang disampaikan oleh Soetomo (2013)
bahwa desentralisasi dimana masyarakat diberikan kewenangan
dalamm setiap pengambilan keputusan. Mekanisme pelaksanaan
desentralisasi yang sifat bottom-up dimulai dari tahapan perencanaan
sampai pelaksanaan program ADD dimulai dan diinisiasi oleh
masyarakat sebagai akar rumput. Melakukan akomodasi terhadap
setiap potensi yang dimiliki dan melalui kearifan local didesa. Selain
itu, dapat diwujudkan pula melalui kemandirian masyarakat.
Partisipasi warga yang dimulai sejak dalam perencanaan,
pelaksanaan dan monitoring dan evaluasi yang dapat dijadikan aksi
nyata dari masyarakat. Pemerintah desa senantiasa melakukan proses
pembelajaran serta perbaikan sebagai upaya mewujudkan semangat
serta kemauan masyarakat untuk menciptakan sebuah inovasi serta
mampu bertransformasi dalam kehidupan sosialnya.
Beberapa hal positif yang dapat diambil adalah masyarakat
menjadi lebih terbuka terhadap berbagai informasi yang datang pada
pelaksanaan program. Perubahan yang terjadi membuat kondisi yang
sulit dan menjadi lebih terbatas. Sehingga melaksanakan program
pengelolaan dan pemanfaatan dari alokasi dana desa. Situasi ini
sejalan dengan yang disampaikan oleh Ife dan Tesoriero (2008)
bahwa mekanisme perubahan yang bersikap tangguh akan mampu
membangun kepercayaan serta kapasitas dari masing-masing
individu sehinnga masyarakat akan mampu mengubah setiap sistem
yang mengerdilkan masyarakat.
Kegiatan monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan
program ADD tentunya sangat diperlukan. Hal tersebut beratujuan
agar pembangunan dapat terlaksana dengan baik, berdasarkan
wawancara yang dilakukan peneliti kepada Kepala Desa Cinunuk
tentang keterlibatan masyarakat di desa Cinunuk dalam mengawasi
jalannya program dana desa sepenuhnya kurang efektif, jika
masyarakat tidak terlibat dalam mengawasi jalannya pembangunan
maka masyarakat tidak akan mengetahui apa saja kendala yang
55

terkadang muncul pada saat pelaksaaan program ADD tersebut


dijalankan.
Berdasarkan observasi penelitian bahwa masyarakat dalam
melakukan pengawasan terhadap pembangunan desa masih kurang
efektif hanya aparat desa saja yang melakukan pengawasan hal ini
disebabkan karena masyarakat Desa terutama dengan desa yang
memiliki tipologi desa swasembada dan kategori jasa/perdagangan
yang mayoritas masyarakat bekerja sehingga kurang mempunyai
waktu untuk melakukan pengawasan jalannya pelaksanaan
pembangunan dana desa.
Evaluasi merupakan sebuah langkah untuk memilih,
mengumpulkan, menganalisis dan menyimpulkan segala informasi
dimana hal tersebut dapat digunakan sebagai dasar penentuan
kebijakan maupun perancangan kebijakan/putusan selanjutnya
(Weiss, Brennan, Thomas, Kirlik, & Miller, 2009, p. 166). Evaluasi
dilakukan untuk mengetahui kekurangan dari pelaksanaan
pembangunan desa yang perlu diperbaiki. Tahap evaluasi dilakukan
di dalam musyawarah desa, hingga kini sering kali dilakukan
evaluasi terhadap pembangunan desa di Kabupaten Bandung.
Partisipasi masyarakat pada tahapan evaluasi yang dimulai
pada saat pengambilan keputusan hingga tahap pengawasan maupun
evaluasi. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa masyarakat
tidak ikut berpartisipasi karena ketidakjelasan pemberitahuan
informasi dari pemerintah desa. Semangat masyarakat untuk ikut
berpartisipasi pada setiap program desa masih tergolong rendah.
Selain itu, pelaksanaan rapat evaluasi program ADD sebagian besar
tidak melibatkan masyarakat didalamnya.
Partisipasi dalam evaluasi hasil pembangunan yang
merupakan program ADD ini terkait penilaian masyarakat dalam
pengawasan serta kontrol sosial dalam program pembangunan yang
tengah berjalan. Evaluasi yang dilakukan dapat ditujukan untuk
sebagai bahan pertimbangan serta bahan pembelajaran pada saat
melakukan melaksanakan program pembangunan desa kedepannya.
Melaksanakan tahap evaluasi dari pelaksanaan program ADD pada
56

pembangunan desa, pemerintah desa biasanya mengadakan rapat


maupun pertemuan dengan melibatkan masyarakat terutama para
tokoh agama. Rapat tersebut membahas hasil-hasil dari
pembangunan desa serta capaian dari pelaksanaan program tersebut.
Proses evaluasi tersebut juga memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk memberikan penilaian. Penilaian tersebut dapat
berupa kritikan maupun saran mengenai pelaksanaan pembangunan
desa yang telah dijalankan oleh pemerintah.
Sebagaimana disampaikan oleh Kalesara (2015) bahwa
partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi ini lebih dikaitkan pada
pelaksanaan pogram yang telah direncanakan sebelumnya.
Partisipasi ini merupakan bentuk keterlibatan masyarakat yang
memiliki tujuan untuk mengetahui tingkat ketercapaian program
pembangunan yang sebelumnya telah direncanakan. Tahap evaluasi
itu sendiri dianggap penting dikarenakan pada tahap ini masyarakat
dapat dijadikan umpan balik dengan memberikan berbagai masukan
demi perbaikan pelaksanaan program. Selain itu, bentuk lain dari
evaluasi yang dilakukan oleh masyarakat yaitu melalui pengawasan
yang bersifat preventif dan represif terhadap pelaksanaan program
ADD yang dilaksanakan oleh pemerintah desa di Kabupaten
Bandung untuk menjamin tercapainya program yang telah
direncanakan.
Proses evaluasi pelaksanaan program oleh masyarakat
sekurang-kurangnya mencakup tiga hal diantaranya sebagai berikut:
tinjauan program, tinjauan keuangan serta tinjauan kelembagaan.
Pada tahap peninjauan program, masyarakat melakukan evaluasi
terhadap rencana program pada tahun berjalan apakah telah berhasil
dilaksanakan ataupun belum dilaksanakan. Setiap program yang
belum terlaksana, dapat diprogramkan kembali pada tahun
berikutnya atau diusulkan kembali dalam Musrenbang.
57

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data atas pertanyaan penelitian
dan rumusan masalah, maka dapat dikemukan kesimpulan,
sebagai berikut:
1. Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan pada
pelaksanaan program ADD belum cukup efektif. Terlihat dari
desa dengan tipologi perindustrian/jasa dikarenakan banyaknya
penduduk pendatang yang hanya untuk bekerja, partisipasi dari
masyarakat menjadi berkurang.
2. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program Alokasi
Dana Desa belum efektif, masyrakat masih banyak yang hanya
menonton bahkan apriori karna dianggap sudah ada anggarnya
dari ADD dalam pelaksanaan program tersebut. Hal ini terjadi
terutama desa yang bertifologi swasembada terutama desa
berkatagori jasa dan industri.
3. Partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan hasil program
alokasi dana desa belum efektif. Hal tersebut terlihat dari
minimnya kesadaran partisipasi masyarakat terutama dalam
perawatan dari pemanfaatan hasil program Alokasi Dana Desa
yang masih rendah. Banyak kerusakan - kerusakan fasilitas yang
dibangun tidak diperbaiki sehingga kurang termanfaatkan
dengan baik
4. Partisipasi masyarakat dalam tahapan evaluasi mengacu pada
jumlah kehadiran masyarakat tidak signifikan sehingga menjadi
tidak efektif, terutama dalam musyawarah/ rapat tentang
pembahasan evaluasi program kegiatan. Selain itu, pada
beberapa desa rapat evaluasi program ADD tidak melibatkan
masyarakat seakan hanya milik pemerintahan desa dan
pemerintah diatasnya.
5. Adapun konsep baru yang dapat diangkat dari hasil penelitian
ini adalah desa yang semakin maju, maka partisipasi masyarakat

54
58

semakin menurun terutama desa dengan tipologi desa


swasembada dengan kategori jasa/perdagangan.

5.5. Saran
5.5.1. Saran Akademik
Saran akademik yaitu diperlukan kajian lebih lanjut
mengenai partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Alokasi
Dana Desa berdasarkan tipologi desa swadaya, swakarya dan
swasembada. Hal ini betujuan untuk memberikan tambahan
wawasan pengetahuan terhadap perkembangan ilmu administrasi
mengenai partisipasi masyarakat.

5.5.2. Saran Praktis


Saran praktis yang dapat dikemukakan sehubungan
dengan penelitian ini adalah:
1. Pemberian pemahaman kepada masyarakat terkait pentingnya
musrenbang bagi pembangunan desa.
2. Peningkatan kesadaran kepada masyarakat di setiap desa oleh
lembaga desa
3. Pemerintah desa dapat membangun interaksi dengan masyarakat
secara intens.
4. Pemerintah desa perlu menyediakan wadah yang dapat
menapung setiap aspirasi dari masyarakat walaupun tidak
mengikuti musyawarah di balai desa terutama bagi desa yang
bertipology Swasembada
5. Perlu keterlibatan masyarakat dalam proses pengawasan
penggunaan dana pada program ADD selain pengawasan dari
pemerintah desa.
6. Perlu transparansi penggunaan dana ADD oleh Pemerintah
desa.
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo. (2006). Pembangunan Pedesaan dan


Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Arifa, I. N. (2019). Community Participation and Government Role


in Using Village Funds in Dlingo Village. Policy &
Governance Review, 3(2), 171–185.
https://doi.org/10.30589/pgr.v3i2.129

Astuti, Siti Irene Dwiningrum. (2011). Desentralisasi


Dan Partisipasi. Masyarakat Dalam Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cohen, J. and Uphoff, N. (1977). Rural Development Participation.


Cornel University. New York.

_________________________. (1980). Participation's place in rural


development: Seeking clarity through specificity', World
Development, 8:

Davis, Keith, dan Newstrom, John, W. (1990). Perilaku dalam


Organisasi. Jakarta: Erlangga.

Dwiningrum, Siti Irene. (2011). Desentralisasi dan Partisipasi


Masyarakat dalam Pendidikan: Suatu Kajian Teoretis
dan Empirik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Edward III, George. (1980). Implementing Public Policy.


Washington, DC: Congresional Quarterly Press.

Eko, Santoso, dkk. (2014). Desa Membangun Indonesia.


Yogyakarta: Dorum Pengembangan Pembaharuan Desa
(FPPD).

Hardianti, S., Hasan, M., & Lutfi, M. (2017). Partisipasi Masyarakat


Dalam Pembangunan Infrastruktur Desa (Program Alokasi
Dana Desa Di Desa Buntongi Kecamatan Ampana Kota).
Katalogis, 5(1993), 120–126. Retrieved from
59
60

http://elkanagoro.blogspot.co.

Gosal, T. S. R., & Pangemanan, S. (2017). Partisipasi Masyarakat


Dalam Pembangunan Desa (Studi di Desa Sinsingon Barat
Kecamatan Passi Timur Kabupaten Bolaang Mongondow).
JURNAL EKSEKUTIF, 1(1), 3.

Hakim, Lukmanul. (2017). Kabupaten Karawang partisipasi


Masyarakat Dalam Pembangunan Desa Sukamerta Kecamatan
Rawamerta Kabupaten Karawang. Jurnal Politikom
Indonesiana, 2(2), 46.

Huraerah, Abu. (2008). Pengorganisasian dan Pengembangan


Masyarakat Model dan Strategi Pembangunan Berbasis
Kerakyatan. Bandung: Humaniora

Hendrianto, W. (2019). Improving the Effectiveness of Community


Participation in Village Fund Program. Bappenas Working
Papers, 2(2), 215–222. https://doi.org/10.47266/bwp.v2i2.41

Isbandi, Adi Rukminto. (2007). Perencanaan partisipatoris berbasis


aset komunitas: dari pemikiran menuju penerapan.
Depok: FISIP UI Press.

Jones, Charles, O. (1970). An Introduction to the Study of Public


Policy. Wadsworth, Bolemont.

Kaehe, D., Joorie.M.Ruru, & Rompas, W. Y. (2019). Partisipasi


Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Di Kampung
Pintareng Kecamatan Tabukan Selatan Tenggara. Jurnal
Administrasi Publik, 5(80), 14–24.

Kalesaran, F., Rantung, V. V, & Pioh, N. R. (2015). Partisipasi


Dalam Program Nasional Kelurahan Taas Kota Manado. E-
61

Journal Acta Diurna, IV(5), 1–13.

Kartika, R. S. (2012). Partisipasi Masyarakat dalam Mengelola


Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa PARTISIPASI
MASYARAKAT DALAM MENGELOLA ALOKASI DANA
DESA (ADD) DI DESA TEGESWETAN DAN DESA
JANGKRIKAN KECAMATAN KEPIL KABUPATEN
WONOSOBO PARTICIPATION IN MANAGING
ALLOCATION FUND VILLA. Jurnal Bina Praja, 4(3), 179–
188.

Liwiya, Y., Pangkey, M. S., & Tampi, G. B. (2018). Implementasi


Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Pengentasan Kemiskinan
(Studi Di Distrik Kuari Kabupaten Tolikara Provinsi Papua.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–
1699.

Mahfud. 2009 .“Analisis dampak alokasi dana desa (add) terhadap


pemberdayaan masyarakat dan kelembagaan desa”. Jurnal
Organisasi dan Manajemen, Volume 5, Nomor 1, Maret
2009.

Mardikanto, Totok dan Poerwoko Soebianto. (2015). Pemberdayaan


Masyarakat dalam Perspektif Kebijakan Publik, Cet. Ke-3.
Bandung: Alfabeta.
Mikkelsen, Britha. (2011). Metode Penelitian Partisipatoris dan
Upaya. Pemberdayaan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.

Naku, Daniel Wandera Clief et all. (2021). Community Participation


Methods and their Influence on Effective Community
Participation in Development Programs in Tanzania.
International Journal of Social Science Research and Review.
62

Volume 4, Issue 4 November, 2021 Pages:104-126.

Puspawijaya, Andrian dan Julia Dwi N.S. (2016). Pengelolaan


Keuangan Desa. Edisi Kedua. Bogor: Pusdiklatwas BPKP.
Sumardi, Nyoman I, (2010). Perencanaan Pembangunan Daerah
Otonomi&Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta.Citra Utama
Sumarto, Hetifah Sj. (2009). Inovasi, Partisipasi, dan Good
Governance. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
Suryono, Y., & Tohani, E. (2016). Inovasi pendidikan nonformal.
Yogyakarta: Graha Cendekia.
Syachbrani, Warka. (2012). Akuntansi dan Akuntabilitas Pemerintah
Desa. Tugas Akhir Mata Kuliah. Program Magister
sains Akuntansi. Fakultas Ekonomika dan Bisnis.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Winardi. (2011). Kepemimpinan dalam Manajemen, PT. Rineka


Cipta. Jakarta.

Ugwu, A. N., & Aruma, E. O. (2020). Social Development Strategies


for Promotion of Community Development in Nigeria. Journal
of Education and Practice, 11(11), 46–51.
https://doi.org/10.7176/jep/11-11-07
RIWAYAT HIDUP

I. Data Diri
Nama : H, Cecep Suhendar, M.Si
Tempat/Tgl Lahir : Bandung, 20 Maret 1972
Nama Istri : Hj. Iim Nurhayati, S.Ip
Nama Anak : 1. H. Ilham Bintang, SH
2. Ilham Purnama
II. Pendidikan

III. Pengalaman Pelatihan


a) Diklat Kepemimpinan OSIS
b) Diklat Karang Taruna
c) Pendidikan SLPHT (pertanian)
d) KMD Pembina Pramuka
e) Pendidikan Pemberdayaan Guru Swasta Jawa Barat

63
64

f ) Pelatihan bagi Manager KUD se Jawa Barat


g) Pendidikan dasar Bela Negara
h) Train To trainer Fasilitator PNPM (Program Nasional
Pemabgunan Masyarakat)

i) Bimbingan Teknis Anggota DPRD Kab. Bandung


IV. Pengalaman Organisasi
a) Ketua OSIS SMP Adhikarya Rancaekek
b) Ketua Karang Taruna Desa Sukamanah
c) Sekretaris Forum Remaja Masjid Rancaekek
d) Paskibra SMAN Rancaekek
e) Ketua BPD Sukamanah
f ) Ketua Asosiasi BPD Kecamatan Rancaekek
g) Ketua KNPI Kecamatan Rancaekek
h) Ketua Tim Delegasi Musrenbang Kec. Rancaekek
I) Sekretaris Kwartir Ranting Gerakan Pramuka Kecamatan
Rancaekek
j) Pengurus Dewan Kerja Cabang Gerakan Pramuka Kabupaten
Bandung

k) Wakil Ketua Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Kabupaten


Bandung
65

l) Wakil Sekretaris Pemuda Pancasila Kab. Bandungm) Pengurus


KONI Kabupaten Bandung

n) Ketua Himpunan Mahasiswa Kosgoro Kabupaten Bandung

o) Pengurus Pengcab PSSI Kab. Bandung

p ) Wakil Ketua DPD Golkar Kab. Bandung

q ) Ketua Fraksi Golkar Kab Bandung

r ) Ketua Tim Penjaringan Bakal Calon Bupati dari Partai Golkar

V. Pengalaman Pekerjaan
a) Manajer KUD Wahana Karya Rancaekek Tahun 1997 - 2000

b) Fasilitator Program Nasional Pembanguan Masyarakat


(PNPM) tahun 2000 - 2009

d) Anggota DPRD Kabupaten Bandung periode 2009 - 2014

d) Anggota DPRD Kabupaten Bandung Periode 2014 - 2019

e) Anggota DPRD Kabupaten Bandung Periode 2019 - 2024

Anda mungkin juga menyukai