Anda di halaman 1dari 140

PARTISIPASI MASYARAKAT MELALUI

LEMBAGA KEMASYARAKATAN RUKUN WARGA


(RW) DALAM PROGRAM INOVASI PEMBANGUNAN
DAN PEMBERDAYAAN KEWILAYAHAN (PIPPK)
DI KOTA BANDUNG

SKRIPSI

Ditujukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Sarjana


Pada Program Studi Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Padjadjaran

Oleh:
Lulu Khoerunnisa
170110140011

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
JATINANGOR
2018

i
ABSTRAK

Skripsi ini menggambarkan hasil penelitian mengenai partisipasi


masyarakat melalui lembaga kemasyarakatan rukun warga (RW) dalam program
inovasi pembangunan dan pemberdayaan kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung.
Skripsi ini dilatar belakangi dari adanya keterlibatan masyarakat dalam Program
Inovasi pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung
dengan pemikiran awal bahwa perubahan-perubahan dinamis yang terjadi
ditengah masyarakat dapat dicapai secara optimal apabila ditempuh melalui peran
serta atau partisipasi aktif masyarakat mulai dari tingkat paling bawah sesuai
dengan harapan dan arah Kota Bandung selanjutnya yaitu Bandung sebagai Kota
Pemberdayaan. Masyarakat tidak hanya berperan sebagai objek pembangunan saja
melainkan masyarakat juga berperan sebagai subjek pembangunan yang berperan
aktif dalam menjalankan PIPPK. Namun pada realisasinya, partisipasi masyarakat
dalam program PIPPK belum tercapai dengan baik dikarenakan masih terdapat
beberapa masalah yang ditemukan dilapangan.
Maka penelitian ini mencoba untuk mengetahui bagaimana partisipasi
masyarakat melalui lembaga kemasyarakatan rukun warga (RW) dalam program
inovasi pembangunan dan pemberdayaan kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskripsi kualitatif dengan
pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan lapangan seperti observasi,
wawancara mendalam, dan analisis dokumen-dokumen pendukung.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Bandung sebagai Kota
Pemberdayaan (Bandung Empowerment City) yang merupakan tujuan dari
Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayan Kewilayahan (PIPPK) belum
tercapai karena masih minimnya partisipasi aktif masyarakat melalui lembaga
kemasyarakatan rukun warga (RW) pada Program Inovasi Pembangunan dan
Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung dalam tahap perencanaan,
tahap pelaksanaan kegiatan, dan tahap pemanfaatan hasil. Sedangakan partisipasi
masyarakat dalam tahap evaluasi sudah dilakukan dengan baik
Saran penulis mengenai partisipasi masyarakat melalui RW dalam PIPPK
ini adalah penyebaran informasi keseluruh masyarakat dan diadakannya rapat RT,
meningkatkan kerjasama antara pemerintah kota, kecamatan dan kelurahan untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat, menumbuhkan rasa memiliki pada
masyarakat agar masyarakat dapat menjaga lingkungannya.
Kata kunci: Partisipasi masyarakat, PIPPK, Rukun Warga (RW), Bandung sebagai
Kota Pemberdayaan

i
ii

ABSTRACT

This mini thesis describes the results of research Public Participation by


society institution of RW on Innovation Program of Development and Regional
Empowerment in Bandung City. This mini thesis is motivated from the
phenomenon of public involvement on Innovation Program of Development and
Regional Empowerment (PIPPK) in Bandung City. Initial thought that the
dynamic changes in public can be achieved optimally if taken through active
participation from the public at the most down according as the expectation and
direction of the next Bandung City, that is Bandung Empowerment City. Public
not only acts as an object of development but the public also acts as a subject of
development who plays an active in PIPPK. But in reality, public participation by
society institution of RW on PIPPK program still not running well because there
are problems found in the field.
So, this mini thesis tries to understand how the public participation by
society institution of RW on innovation program of development and regional
empowerment (PIPPK) in Bandung City. This study used descriptive qualitative
method with collected data by literature and field studies as observations, in-
depth interviews, and analysis of supporting documents were conducted to collect
data.
The results of this mini thesis indicates that Bandung Empowerment City
which is the goal of innovation program development and regional empowerment
(PIPPK) has not been achieved because the public participation by society
institution of RW there are still a lack of active on innovation program of
development and regional empowerment (PIPPK) in Bandung City from planning
stage, implementation stage, and results utilization stage. While public
participation in evaluation stage has been done well.
The author's suggestion regarding the public participation by society
institution of RW on innovation program of development and regional
empowerment (PIPPK) in Bandung city is disseminating information to all citizen
and holding RT meetings, increasing collaboration between the city, district and
sub-district government to increase public participation, fostering a sense of
belong to all citizen so thay can protect their environment.
Keywords: Public Participation, PIPPK, Rukun Warga (RW), Bandung
Empowerment City
iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., karena atas ridha

dan karunia-Nya skripsi yang berjudul “Partisipasi Masyarakat melalui

Lembaga Kemasyarakatan Rukun Warga (RW) dalam Program Inovasi

Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung”

dapat terselesaikan. Skripsi ini penulis ajukan untuk menempuh ujian sidang

sarjana pada program studi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Padjadjaran.

Penulis menyadari bahwa naskah skripsi ini memiliki banyak kekurangan

dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik

dan masukan yang membangun untuk dijadikan sebuah pembelajaran dan dapat

diperbaikin untuk selanjutnya.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, maka telah berakhir pula masa

menempuh pendidikan S1 di Program Studi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran. Dalam penyelesaian skripsi ini

banyak pihak yang telah membantu, maka penulis ingin mengucapkan terimakasih

kepada:

1. Bapak Dr. R. Widya Setiabudi Sumadinata, S.IP., S.Si., M.T. M.Si selaku

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran.

2. Bapak Dr. Wahju Gunawan, M.Si. selaku Wakil Dekan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran.


iv

3. Bapak Dr. Slamet Usman Ismanto, S.IP., M.Si. selaku Ketua Prodi

Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Padjadjaran dan selaku pembimbing utama penulis yang telah banyak

membantu dan memberikan dukungan serta kepercayaan kepada penulis

untuk bersemangat dalam mengerjakan mengerjakan sehingga penulis

merasa lebih mudah dan yakin.

4. Bapak Dr. Darto Miradia, S.IP., M.Si. selaku pembimbing pendamping

yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan serta

kepercayaan kepada penulis untuk bersemangat dalam mengerjakan

mengerjakan sehingga penulis merasa lebih mudah dan yakin.

5. Bapak Sudirman Soeyoso Putro, S.H., M.AP. dan bapak Hilman Abdul

Halim, S.IP., M.AP. selaku dosen pembahas pada Seminar Usulan

Penelitian yang telah memberikan masukan terhadap tulisan skripsi

penulis menjadi lebih baik.

6. Seluruh dosen dan staf Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran yang telah memberikan

ilmu dan bekal bagi penulis selama menempuh studi semoga diberikan

rahmat oleh Allah SWT.

7. Pak Hadi, Ibu Ai, Teh Tita, Ibu Dede dan Teh Mira selaku staf Program

Studi Administrasi Publik Program Sarjana Fakulitas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Padjadjaran yang telah banyak direpotkan oleh penulis

selama masa awal perkuliahan sampai selesainya skripsi ini.


v

8. Seluruh informan yang telah membantu penulis untuk berhasil

menyelesaikan tulisan ini yakni Kesbangpol Kota Bandung, Pak Agus dan

Pak Dida selaku bagian Pemerintahan Umum Kota Bandung, Bapak Merdi

selaku ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung juga

sebagai tim pengarah PIPPK, Kecamatan Cibiru, Kecamatan Cibeunying

Kidul, Kecamatan Sumur Bandung, Kecamatan Bojongloa Kaler,

Kecamatan Sukajadi, Kelurahan Cipadung, Kelurahan Padasuka,

Kelurahan Braga, kelurahan Babakan Asih, Kelurahan Sukawarna, Ketua

RW 6 & 10 Kelurahan Cipadung, Ketua RW 8&12 Kelurahan Padasuka,

Ketua RW 5& Sekretaris RW 8 Kelurahan Braga, Ketua RW 4&7

Kelurahan Babakan Asih, Ketua RW 3&4 Kelurahan Sukawarna dan

semua masyarakat di kelurahan-kelurahan tersebut terimakasih atas segala

waktu luangnya dan semangat serta doa yang diberikan kepada penulis.

9. Keluarga penulis mamah, bapak, kakak dan ade yang selalu menjadi

motivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Terkhusus untuk

mamah yang tidak henti-hentinya bekerja keras, memberikan doa dan

semangat untuk penulis selama ini. Tanpa dorongan dan kerja keras

keluarga selama ini penulis tidak tahu apakah penulis bisa meyelesaikan

skripsi ini yang merupakan penyelesaian ujian hidup untuk mencapai dan

melanjutkan tahap baru dalam kehidupan selanjutnya.

10. Rafi Farhan Abdillah yang selalu meluangkan waktunya untuk penulis

selama ini menjadi tempat penulis curhat berkeluh kesah mengenai

kendala kendala yang penulis hadapi dalam perjalanan skripsi ini dengan
vi

curhatan yang tidak cukup sekali tapi beruntui dan turun temurun

maafkankebawelan dan kemarahan penulis selama ini. Selalu mau

direpotkan oleh penulis yang banyak minta tolong ini itu. Meluangkan

waktu untuk menemani penulis yang selalu membutuhkan wifi untuk

mengerjakan skripsi. Terimakasih telah meluangkan waktunya selama ini

semangat untuk kita kedepannya.

11. “R” dan kakaknya selaku teman terbaik aku selama ini dari awal mulai

kuliah semester satu yang masih culun-culun dan terbelenggu osfek

jurusan sampai skripsi ini selesai. Terima kasih kalian sudah menjadi

bagian yang indah dalam kehidupan ini. Terimakasih telah menjadi orang

yang bisa membuat aku tertawa ditengah banyaknya pikiran-pikiran

tentang skripsi ini. Kalian orang yang kejelekannya aku ketahui semangat

buat menghadapi tahap selanjutnya semoga kita selalu kompak, terdepan

dan terpecaya hahaha. Bakal kangen banget sama suudzonnya Tiara, keras

kepalanya Ira, jailnya Day, kebluknya Lobon, lambatnya Leni sama

boloynya Renne. Kalian akan selalu penulis ingat dan menjadi ceritanya

penulis pada esok hari yang akan datang.

12. Bapak Gojek yang selalu mengantarkan penulis selama ini dari DU ke

tempat wawancara dan dari tempat wawancara ke Du pokoknya

kemanapun tujuan penulis gojek selalu ada. Terimakasih buat

kerjasamanya dan setia menemani penulis menunggu penulis sampai

ketemunya rumah informan tanpa aplikasi gojek penulis tidak tahu apa

jadinya skripsi ini


vii

13. Bapak Damri gratis yang selalu mengantarkan penulis setiap pagi dan

menjemput penulis setiap sore. Tanpa bapak mungkin keuangan penulis

sudah merosot turun dan penulis sudah bangkrut dari tahun 2017.

14. Masjid Unpad Du yang selalu menjadi transitnya penulis selama ini dipagi

hari buat menunggu bukanya kantor informan atau sekedar menunggu

kepastian informan dan sore hari buat menunggu jemputan damri gratis ke

Jatinangor.

15. Temen satu bimbingan penulis yang sama-sama merasakan keluh

kesahnya bimbingan selama ini terimakasih kalian sudah menjadi teman

diskusi untuk saling bertukar informasi dan arahan dari pembimbing.

16. Keluarga besar Administrasi Publik angkatan 2014 sertarekan-rekan

penulis yang selalu menjadi teman diskusi penulis, memberikan dukungan,

semangat, dan doa disaat masa perkuliahan maupun dalam perjalan proses

pengerjaan skripsi.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh

pembaca dan dapat memberikan informasi yang dapat membantu perkembangan

ilmu Administrasi Publik dan ilmu-ilmu lainnya. Terimakasih semoga Allah SWT

meridhai dan merahmati setiap langkah kita menuju kebahagiaan yang hakiki di

dunia serta di akhirat kelak. Aamiin Ya Rabbalalamiin.

Jatinangor, 9 Juli 2018

Penulis
viii

DAFTAR ISI

COVER ....................................................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................

ABSTRAK ..............................................................................................................i

ABSTRACT.............................................................................................................ii

KATA PENGANTAR...........................................................................................iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................viii

DAFTAR TABEL................................................................................................xii

DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xiii

DAFTAR BAGAN...............................................................................................xiv

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Identifikasi Masalah................................................................................12

1.3 Maksud danTujuan.................................................................................13

1.3.1 Maksud Penelitian......................................................................13

1.3.2 Tujuan Penelitian........................................................................13

1.4 Kegunaan Penelitian..............................................................................13

1.4.1 Kegunaan Teoritis......................................................................13

1.4.2 Kegunaan Praktis........................................................................14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................15

2.1 Penelitian Terdahulu.............................................................................15

2.2 Tinjauan Teoritis....................................................................................18


ix

2.2.1 Kebijakan Publik .......................................................................18

2.2.2 Inovasi Kebijakan......................................................................20

2.2.3 Pembangunan.............................................................................23

2.2.4 Pemberdayaan Masyarakat........................................................25

2.2.5 Partisipasi Masyarakat...............................................................26

2.3 Kerangka Pemikiran..............................................................................33

2.4 Hipotesis Kerja......................................................................................36

BAB III METODE DAN OBJEK PENELITIAN.............................................37

3.1 Metode Penelitian...................................................................................37

3.1.1 Metode Penelitian......................................................................37

3.1.2 Teknik Pengumpulan Data.........................................................38

3.1.3 Teknik Penentuan Informan.......................................................41

3.1.4 Teknik Analisis Data.................................................................43

3.1.5 Pengujian Keabsahan Data........................................................44

3.2 Lokasi dan Jadwal Penelitian................................................................45

3.3 Objek Penelitian....................................................................................47

3.3.1 Gambaran Umum Program Inovasi Pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung...........47

3.3.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian..........................................56

3.3.2.1 Kecamatan Cibiru Kota Bandung................................57

3.3.2.2 Kelurahan Cipadung Kecamatan Cibiru

Kota Bandung..............................................................57

3.3.2.3 Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung................58


x

3.3.2.4 Kelurahan Babakan Asih Kecamatan Bojongloa

Kaler Kota Bandung....................................................58

3.3.2.5 Kecamatan Sukajadi Kota Bandung............................59

3.3.2.6 Kelurahan Sukawarna Kecamatan Sukajadi

KotaBandung...............................................................59

3.3.2.7 Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung.............59

3.3.2.8 Kelurahan Padasuka Kecamatan Cibeunying

Kidul Kota Bandung....................................................60

3.3.2.9 Kecamatan Sumur Bandung Kota Bandung................60

3.3.2.10 Kelurahan Braga Kecamatan Sumur Bandung

Kota Bandung..............................................................61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................................62

4.1 Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan

(PIPPK)..................................................................................................63

4.2 Partisipasi Masyarakat melalui Lembaga Kemasyarakatan

Rukun Warga (RW) dalam Program Inovasi Pembangunan

dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung................67

4.2.1 Tahap Perencanaan....................................................................71

4.2.1.1 Partisipasi Masyarakat melalui Sumbangan

Pemikiran/Usulan...........................................................71

4.2.1.2 Partisipasi Masyarakat dalam Musyawarah

dan Rapat........................................................................81

4.2.1.3 Perencanaan Partisipatif Masyarakat menjadi


xi

Prioritas Kewilayahan ...................................................87

4.2.2 Tahap Pelaksanaan.....................................................................91

4.2.2.1 Partisipasi Masyarakat dalam Bentuk Tenaga...............93

4.2.2.2 Partisipasi Masyarakat dalam Bentuk Uang..................96

4.2.2.3 Partisipasi Masyarakat dalam Bentuk Material.............99

4.2.3 Tahap Pemanfaatan hasil ........................................................101

4.2.3.1 Partisipasi Masyarakat dalam Penerimaan Manfaat....101

4.2.3.2 Partisipasi Masyarakat dalam Pemeliharaan dan

Pengoperasian..............................................................104

4.2.4 Tahap Evaluasi.........................................................................111

4.2.4.1 Partisipasi Masyarakat dalam Menilai dan

Mengawasi...................................................................111

4.2.4.2 Partisipasi Masyarakat berupa Saran dan

Masukan.......................................................................113

BAB V SIMPULAN DAN SARAN...................................................................116

5.1 Simpulan..............................................................................................116

5.2 Saran....................................................................................................118

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................121

LAMPIRAN........................................................................................................125
xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tingkat Partisipasi Masyarakat..............................................................30

Tabel 3.1 Informan Penelitian................................................................................42

Tabel 3.2 Rencana Waktu Penelitian.....................................................................46

Tabel 3.3 Ruang Lingkup Kegiatan Lembaga Kemayarakatan.............................53

Tabel 4.1 Ruang Lingkup Kegiatan Lembaga Kemasyarakatan............................73


xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Arah Kebijakan PIPPK.........................................................................3

Gambar 1.2 Pengelola dan Pelaksana PIPPK..........................................................4

Gambar 3.1 Peta Kota Bandung.............................................................................56

Gambar 4.1 Alur Pelaksanaan Kegiatan PIPPK....................................................66

Gambar 4.2 Rembug Warga...................................................................................85

Gambar 4.3 Urban Farming RW 04 Kelurahan Cicendo....................................107

Gambar 4.4 Penerangan Jalan Gang....................................................................106

Gambar 4.5 Vertical Garden................................................................................108

Gambar 4.6 Biogas dan Urban Farming..............................................................109


xiv

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Alur Kegiatan .........................................................................................7

Bagan 2.1 Langkah Implementasi Kebijakan Publik.............................................19

Bagan 2.2 Kerangka Pemikiran..............................................................................36

Bagan 4.1 Sruktur Organisasi Pelaksana PIPPK....................................................65

Bagan 4.2 Alur Kegiatan PIPPK ...........................................................................68


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Administrasi publik merupakan aktivitas mengatur publik dengan

melaksanakan kebijakan ke dalam sebuah tindakan untuk mengatasi

permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Tujuannya untuk memberikan

pemahaman tentang pemerintah dan hubungannya dengan rakyat yang pada

nantinya kelak akan memajukan kebijakan publik. Maka dalam administrasi

publik diperlukan adanya pemberdayaan karena kebijakan tidak bisa dipahami

jika tidak bisa dijangkau oleh masyarakat luas sehingga kebijakan akan tidak

menjadi fungsional. Desentralisasi menjadi salah satu cara terbentuknya

pemberdayaan karena dapat memunculkan pelimpahan wewenang yang dapat

meningkatkan pemberdayaan masyarakat. Maka Indonesia merubah sistem

pemerintahannya dari sentralistik menjadi desentralistik dengan tujuan untuk

mempercepat pembangunan dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui

peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat.

Desentralisasi mulai dilaksanakan tepat pada era reformasi sekitar tahun

1999 dengan dibuatnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah yang diubah menjadi UU No.32 tahun 2004 dan diubah

kembali kedua kalinya menjadi UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah.Penerapan sistem desentralisasi memberikan keleluasaan kepada daerah

untuk menyelenggarakan otonomi daerahdan memberikan kebebasan kepada

1
2

daerah untuk secara kreatif dan inovatif mengelola daerahnya. Hematnya dengan

diberikannya kebebasan kepada pemerintah daerah dalam mengelola

pemerintahannya sendiri, Pemerintah daerah lebih terperdayakan sehingga dapat

memunculkan gagasan, ide-ide atau terobosan baru yang berbeda dan tidak

menutup kemungkinan akan memunculkan inovasi-inovasi baru dalam kebijakan.

Inovasi kebijakan muncul dari ide-ide baru yang secara substantif dibuat

agar dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan menggunakan cara

baru yang berbeda dari sebelumnya. Inovasi kebijakan muncul karena sektor

publik mengalami banyak tuntutan perubahan untuk lebih fleksibel dan mampu

menjawab permasalahan ditengah-tengah masyarakat. Dalam inovasi kebijakan

tidak hanya melibatkan peran pemerintah saja, melainkan sangat dibutuhkan peran

serta masyarakat dalam segala tahapan. Mulai dari tahap awal pembuatan

kebijakan sampai pelaksanaan program yang merupakan tindak lanjut dari inovasi

kebijakan tersebut.

Peran serta atau partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan pemerintah

daerah dalam mengelola daerahnya. Salah satunya dalam pembangunan daerah.

Pembangunan daerah tidak bisa menjadi tanggung jawab pemerintah daerah saja

begitupun pemerintah daerah tidak bisa bekerja sendirian.Dibutuhkannya

dukungan dari seluruh komponen masyarakat. Masyarakat tidak hanya harus

menjadi objek pembangunan saja melainkan masyarakat harus juga menjadi

subjek yang berperan aktif dalam pembangunan.Artinya, pembangunan di daerah

juga harus direncanakan, dilaksanakan dan dikendalikan oleh seluruh warga

masyarakat dengan difasilitasi oleh Pemerintah Daerah.


3

Pemerintah Kota Bandung membuat sebuah kebijakan dengan tujuan

untuk mengoptimalkan tugas, peran dan fungsi aparat serta pemberdayaan

masyarakat Kota Bandung dengan program yang berbasis kewilayahan. Program

tersebut dinamakan Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan

Kewilayahan yang selanjutnya disingkat menjadi PIPPK dan diluncurkan pada

tanggal 31 Maret tahun 2015.

Program Inovasi Pembangunan dan pemberdayaan Kewilayahan atau

PIPPK merupakanprogram unggulan Walikota Bandung realisasi program dari

janji politik ketika mencalonkan sebagai Kepala Daearah pada Pemilihan Umum

Kepala Daerah Kota Bandung tahun 2013. Program ini berawal dari pemikiran

dan pandangan bahwa perubahan-perubahan dinamis yang terjadi di tengah

masyarakat dapat dicapai secara optimal. Tercapai secara optimal apabila

ditempuh melalui peran serta dan partisipasi aktif yang luas dari seluruh

masyarakat mulai dari tingkat paling bawah sesuai dengan harapan dan arah Kota

Bandung selanjutnya yaitu Bandung sebagai Kota Pemberdayaan.

Gambar 1.1 Arah Kebijakan PIPPK

(Sumber: Buku Sosialsasi PIPPK 2016 olehBagian Pemerintahan Kota


Bandung, 2018)
4

Dalam Peraturan Walikota Bandung Nomor 436 Tahun 2015 tentang

Perubahan Atas Peraturan Walikota Bandung Nomor 281 Tahun 2015 tentang

Pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan

Kota Bandung disebutkan bahwa keberhasilan PIPPK diukur dengan indikator

keberhasilan beserta target kinerja tahunan diantarnya dapat memenuhi

perencanaan partisipatif masyarakat yang menjadi prioritas di kewilayahan,

kegiatan bersifat inovatif, meningkatkan partisipasi dan swadaya masyarakat

dalam pembangunan, dan manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh

masyarakat.

Gambar 1.2 Pengelola dan Pelaksana PIPPK

(Sumber: Buku Selayang Pandang PIPPK Kota Bandung 2015-2016-2017


olehBagian Pemerintahan Kota Bandung, 2018)

Pihak-pihak penunjang pelaksanaan PIPPK adalah lembaga Rukun

Tetangga (RT)/Rukun Warga (RW), Tim Penggerak Pemberdayaan dan

Kesejahteraan Keluarga (TP PKK), Karang Taruna, dan Lembaga Pemberdayaan

Masyarakat (LPM) Kelurahan. Tujuannya untuk meningkatkan fungsi dan

peranan Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan (LKK,) untuk menampung dan

menyalurkan aspirasi, mengkoordinasikan, dan untuk pengambilan


5

keputusanpemecahan berbagai permasalahan melalui metode pemberdayaan

masyarakat, serta agar Lembaga Kemasyarakatan mampu mengelola proses

pembangunan secara inovatif dan mandiri.

Lembaga kemasyarakatan disetiap kelurahan diberi kewenangan secara

penuh untuk merencanakan dan melaksanakan beragam kegiatan pembangunan.

Ditunjang dengan pemberian anggaran sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta

rupiah). Anggaran sebesar Rp 100.000.000,00 tersebut diberikan kepada setiap

lembaga kemasyarakatan kelurahan baik LPM, PKK, Karang Taruna dan seluruh

RW-RW disetiap Kelurahan. Dari empat lembaga kemasyarakatan kelurahan

(RW, LPM, PKK dan Karang Taruna). Penulis memilih salah satu lembaga

kemasyarakatan sebagai fokus penelitian. Lembaga kemasyarakatan yang dipilih

yaitu lembaga kemasyarakatan RW (Rukun Warga). Lembaga kemasyarakatan

RW (Rukun Warga) merupakan lembaga kemasyatakatan yang lebih dekat dengan

masyarakatnya karena mempunyai fungsi sebagai penggerak dan pengembang

aspirasi, swadaya murni dan partisipasi masyarakat diwilayahnya dalam

pelaksanaan pembangunan.

Setiap Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan (RW, LPM, PKK dan Karang

Taruna) memiliki ruang lingkup kegiatan yang berbeda-beda

dalammelaksanakankegiatan PIPPK. Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan (RW,

PKK, LPM dan Karang Taruna) harus berpedoman kepada jenis kegiatan yang

pada dasarnya meliputi seluruh bidang kegiatan yang mendukung upaya

Pemerintahan Kota Bandung dalam Pembangunan Daerah. Maka lembaga


6

kemasyarakatan Rukun Warga (RW) memiliki ruang lingkup yang tidak sama

dengan lembaga kemasyarakatan kelurahan lainnya, diantaranya:

1. Infrastruktur : perbaikan jalan lingkungan skala kecil RT/RW, perbaikan

saluran air skala kecil di lingkungan RT/RW, perbaikan gorong-gorong skala

kecil di lingkungan RT/RW, pembangunan dan atau perbaikan Kantor RW dan

kegiatan infrastruktur lainnya sesuai dengan kebutuhan pembangunan di

lingkup RW sesuai dengan kewenangan Camat.

2. Sosial kemasyarakatan : perbaikan rumah tidah layak huni, fasilitasi kegiatan

kegamaan dalam lingkup RW, bantuan fasilitas dan kelengkapan sekolah

bagi anak keluarga kurang mampu, pelatihan pemulasaraan jenazah dan

kegiatan sosial kemasyarakatn lainnya sesuai dengan kebutuhan lingkup

RW sesuai dengan kewenangan Camat.

3. Penguatan kelembagaan RW : pembuatan papan nama kelembagaan RW,

pembuatan Struktur kelembagaan RW, fasilitasi seragam pengurus RW,

pembuatan papan informasi RW, pengadaan buku Administrasi RW,

pengadaan Komputer dan Printer, pengadaan alat dokumentasi, pengadaan

meubalair, pengadaan alat tulis kantordan lainnya sesuai dengan kebutuhan

kelembagaan RW sesuai dengan kewenangan Camat.

4. Fasilitasi pelaksanaan ketertiban, kebersihan, keindahan lingkup RW :

pelatihan penguatan Linmas di lingkungan RW, pengadaan pakaian Linmas

RW, pengadaan alat angkut kebersihan, pembangunan dan atau perbaikan

taman di lingkup RW sesuai dengan kewenangan Camat.


7

5. Pemberdayaan dan inovasi ekonomi lokal : pendataan pelaku ekonomi

unggulan, pelatihan kewirausahaan lingkup RW, promosi produk unggulan

warga RW, peningkatan kapasitas warga dengan rintisan usaha, kegiatan

lainnya bidang ekonomi dan koperasi dalam lingkup RW sesuai dengan

kewenangan Camat.

PIPPK menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat,

pelaksanaannya melalui pembagian peran kepada Kecamatan, Kelurahan dan

khususnya Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan (LKK) salah satunya Rukun

Warga (RW) dengan alur kegiatan sebagai berikut:

Bagan 1.1 Alur Kegiatan PIPPK

(Sumber: diolah oleh penulis, 2018)

Kemudian dengan tujuan untuk mencerminkan pemetaan wilayah Kota

Bandung tanpa melihat maju atau tidaknya tapi untuk melihat keterwakilan

wilayah dan bagaimana partipasi masyarakatnya. Peneliti memilih 5 Kelurahan


8

yang merupakan keterwakilan dari wilayah bagian timur Kota bandung, bagian

selatan Kota Bandung, bagian barat Kota Bandung, bagian utara Kota Bandung

dan pusat Kota Bandung. Kemudian juga merupakan keterwakilan wilayah dari

pinggir Kota Bandung, dalam Kota Bandung dan pusat Kota Bandung. Lima

kelurahan tersebut yaitu Kelurahan Cipadung Kecamatan Cibiru, Kelurahan

Babakan Asih Kecamatan Bojongloa Kaler, Kelurahan Sukawarna Kecamatan

Sukajadi, Kelurahan Padasuka Kecamatan Cibeunying Kidul dan Kelurahan

Braga Kecamatan Sumur Bandung. Dari salah satu kelurahan tersebut didapat

keterangan bahwaPIPPK merupakan program baru yang berbeda dari program

lainnya, dengan terobosan baru yaitu melibatkan masyarakat dalam setiap tahapan

proses pelaksanannya. Masyarakat diajarkan untuk merencanakan, membuat

kegiatan-kegiatan dan juga melaksanakannya sehingga timbul kerjasama dan

pemahaman baru kepada masyarakat dalam membuat suatu kegiatan.

PIPPK sebagai program terobosan baru tidak hanya menjadi program

pendukung saja, melainkan program yang harus ada mengingat tidak semua

program yang diusulkan dalam Musrenbang dapat terealisasikan namun dengan

adanya PIPPK usulan masyarakat dapat ditampung dan dapat direalsiasikan.

Namun pada realisasinya, masih banyak kekurangan dalam seluruh proses tahapan

PIPPK di lembaga kemasyarakatan Rukun Warga. Masih banyaknya usulan

pembangunan yang tidak terakomodir dalam DPA (Dokumen Pelaksanaan

Anggaran). Dikuatkan dengan perencanaan terbatas yang banyak dikeluhankan

oleh masyarakat. Usulan-usulan masyarakat terbatasi oleh adanya kode rekening,

spesifikasi barang dan hanya sebagian barang yang tersedia dalam pagu anggaran.
9

Akibatnya, masyarakat menyerah dan mengambil alternatif kegiatan yang lebih

mudah dengan kembali mengusulkan kegiatan-kegiatan yang sudah dilaksanakan

pada tahun sebelumnya. Sehingga mengakibatkan tidak munculnya ide-ide baru

dan kegiatan-kegiatan yang inovatif dalam pembangunan kewilayahan pada

Program Inovasi Pembangunan dam Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) ini.

Selain itu, karena masih banyak usulan pembangunan yang tidak

terakomodir dalam DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran). Kelurahan memiliki

inisiatif untuk menyesuaikan pagu anggaran dengan kode rekening yang ada pada

sistem sehingga usulan yang disetujui tidak lagi berasal dari usulan dan kebutuhan

masyarakat melainkan inisiatif dari Kelurahan. Hal tersebut dipaparkan oleh

Walikota Bandung pada kegiatan Rapat Sinegitas Kewilayahan Kota Bandung

bahwa masih adanya perencanaan yang dikonsep oleh Kelurahan.

Kemudian, masih besarnya pelibatan pihak ketigadalam pelaksanaan

Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kelurahan (PIPPK) membuat

partisipasi masyarakat dalam pelaksanannya lemah. Pada pelaksanaannya warga

tidak ikut andil membantu pelaksanaan kegiatan PIPPK. Hal ini dikarenankan

pelaksanaan dilakukan oleh pihak ketiga dan tidak melibatkan warga sehingga

warga hanya sebagai penerima manfaat saja.Jika pelaksanaan kegiatan PIPPK bisa

dilaksanakan oleh masyarakat maka bisa dengan mendayagunakan masyarakat

yang tidak memiliki pekerjaan/pekerjaan tetap atau yang memang ahli dalam

pembangunan. Dengan PIPPK masyarakat bisa berpartisipasi aktif dalam

membangun wilayahnya tidak hanya menjadi penerima manfaat saja.


10

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis menemukan indikasi-indikasi

masalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil wawancara awal penulis dengan Bagian

Pemerintahan Kota Bandung, diperoleh keterangan bahwa didalam

perencanaan masih banyak usulan-usulan kebutuhan pembangunan

yang merupakan kesepakatan seluruh warga masyarakat di setiap

Kelurahan tidak terakomodir dalam DPA (Dokumen Pelaksanaan

Anggaran). Keadaan tersebut serasi dengan pendapat salah satu RW di

kelurahan Padasuka bahwa masih ada yang tidak sesuai dengan usulan

yang diharapkan masyarakat. Dikuatkan juga oleh pendapat salah satu

aparat dari Kelurahan Cipadung yang menyebutkan bahwa di Kelurahan

Cipadung DPA yang keluar masih berbeda jauh dengan apa yang

diharapkan dan direncanakan oleh masyarakat.

2. Masih besarnya peran pihak ketiga dalam pelaksanaan PIPPK(Program

Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kelurahan) membuat

partisipasi masyarakat dalam pelaksanannya lemah seperti yang

dipaparkan oleh sekretaris RW salah satu RW di Kelurahan Braga

bahwa pada pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) warga tidak ikut andil membantu

pelaksanaannya dan hanya sebagai penerima manfaat saja. Hal tersebut

berbeda dengan apa yang ditargetkan oleh pemerintah Kota Bandung,

dari hasil wawancara penulis dengan Ketua LPM Kota Bandung

diperoleh keterangan bahwa target pelaksanaan PIPPK adalah seluruh


11

stakeholder terlibat dalam pelaksanaan begitupun masyarakat

berkontribusi baik berupa tenaga, uang ataupun material sebagai salah

satu wujud partisipasi. Sehingga dengan adanya PIPPK masyarakat bisa

berpartisipasi aktif dalam membangun wilayahnya tidak hanya menjadi

penerima manfaat saja.

3. Berdasarkan dari hasil observasi penulis mengenai PIPPK, penulis

melihat bahwa masih ada beberapa hasil dari kegiatan PIPPK yang

tidak terpelihara dengan baik salah satunya yaitu vertical garden.

Vertical Garden tersebut terlihat tidak terawat, mengering dan layu.

Serasi dengan pernyataan Aparat Kelurahan Braga dan Cipadung bahwa

masih kurangnya partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan hasil

kegiatan PIPPK (Porgram Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan

Kewilayahan). Seharusnya setelah kegiatan selesai dilaksanakan maka

masyarakat akan memanfaatkan hasil dari kegiatan tersebut. Selain

sebagai peneima manfaat, masyarakat juga harus memelihara dan

menjaga hasil dari kegiatan yang dilaksanakan.

Seharusnya Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan

Kewilayahan (PIPPK) ini mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dan

menjadi fasilitas pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kualitas yang

dimilikinya. Dikarenakan dalam pelaksanaan PIPPK diperlukan keikutsertaan

serta keterlibatan masyarakat secara langsung pada seluruh tahapan proses

pelaksanaan program PIPPK. Sehingga maksud dan tujuan serta sasaran dari

pelaksanaan PIPPK dapat dicapai dan dapat terlaksana dengan baik termasuk
12

hasilnya dapat dimanfaatkan dan dirasakan oleh masyarakat. Tapi hal ini masih

belum kuat di Kota Bandung karena masih rendahanya partisipasi masyarakat

dalam setiap tahapan proses pelaksanaan Program Inovasi pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung khususnya partisipasi

masyarakat melalui lembaga kemasyarakatan kelurahan Rukun Warga (RW).

Berdasarkanpaparan di atas, penting kiranya untuk mengetahui partisipasi

masyarakat dalam seluruh proses tahapan pelaksanaan PIPPK (Program Inovasi

pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan) di Kota Bandung. Oleh karena

itu, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Partisipasi Masyarakat

melalui Lembaga Kemasyaraktan Rukun Warga (RW) dalam Program

Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota

Bandung”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka penulis dapat

mengidentifikasikan masalah : Bagaimana partisipasi masyarakat melalui lembaga

kemasyarakatan Rukun Warga (RW) dalam setiap tahapan proses pelaksanaan

Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota

Bandung.
13

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data agar

memperoleh lebih banyak informasi yang dibutuhkan mengenai partisipasi

masyarakat melalui lembaga kemasyarakatan Rukun Warga (RW) dalam setiap

tahapan proses pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan

Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis

bagaimana partisipasi masyarakat melalui lembaga kemasyarakatan Rukun Warga

(RW) dalam setiap tahapan proses pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan

dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Hasil penenlitian diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan Ilmu

Administrasi Publik, khususnya mengenai partisipasi masyarakat melalui lembaga

kemasyarakatan Rukun Warga (RW) dalam setiap tahapan proses pelaksanaan

Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota

Bandung.
14

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Untuk menambah wawasan peneliti mengenai partisipasi masyarakat

melalui lembaga kemasyarakatan Rukun Warga (RW) dalam setiap

tahapan proses pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan

sebagai bahan kajian dan pemikiran bagi pemerintah Kota Bandung

3. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan

dan sumbangan pemikiran mengenai partisipasi masyarakat melalui

lembaga kemasyarakatan Rukun Warga (RW) dalam setiap tahapan proses

pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Partisipasi masyarakat merupakan aspek penting dalam mendorong

pembangunan karena masyarakat adalah gerbang utama yang mengetahui

permasalahan yang dihadapi dan kebtuhan masyarakat itu sendiri. Dan jika

masyarakat berpartisipasi dalam program pembangunan, selain pembangunan

tersebut bisa dilaksanakan secara cepat dan merata juga masyarakat dapat

terperdayakan dan menjadi ajang pembelajaran untuk kedepannya. Untuk

mempeluas pengetahuan dan mempermudah penulis dalam memahami penelitian

ini, maka penulis mengambil beberapa penelitian yang relevan untuk dijadikan

perbandingan dengan melihat lokus, fokus atau objek penelitian yang sama.

Adapun penelitian terdahulu yang peneliti cantumkan adalah sebagai berikut :

Penelitian pertama yaitu penelitian yang dilakukan pada tahun 2017

dengan judul Pengaruh Komunikasi Interpersonal dan Kepemimpinan Lurah

terhadap Kinerja Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan

(PIPPK) di Kota Bandung oleh Atalia Praratya, Magister Ilmu Komunikasi

Program Pascasarjana Universitas Pasundan.

Tujuan penelitian untuk mengetahui besarnya pengaruh gaya

kepemimpinan terhadap kinerja Program Inovasi Pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung baik secara langsung

maupun tidak langsung dan mengetahui besarnya pengaruh komunikasi

15
16

Interpersonal dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja Program Inovasi

Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian

kuantitatif. Peneltian dilakukan di Kota Bandung dengan unit analisis

penelitiannya yaitu lembaga kemasyarakatan yang terdiri dari PKK, LPM, Karang

Taruna dan RW yang memberikan apresiasi (penilaian) terhadap PIPPK melalui

komunikasi interpersonal dan gaya kepemimpinan Lurah pada masing-masing

wilayah Kelurahan di Kota Bandung yang diambil secara acak untuk menilai atau

memberikan apresiasi atas variabel-variabel yang diteliti yang melekat pada diri

Lurah masing-masing.

Persamaan penelitian terdapat pada objek penelitian yang diteliti yaitu

mengenai Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan

(PIPPK) Kota Bandung. Sedangakan perbedaannya ada pada fokus penelitian dan

metode peneltian yang digunakan. Penelitian Atalia Praratya berfokus pada

pengaruh komunikasi interpersonal dan kepemimpinan Lurah terhadap Kinerja

Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) dengan

menggunakan metode peneltian kuantitatif. Sedangkan fokus yang diteliti oleh

penulis yaitu partisipasi masyarakat dalam Program Inovasi Pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) dengan metode peneltian kualitatif.

Kedua, penelitian pada tahun 2017 dengan judul Implementasi Peraturan

Walikota Bandung N0.281 Tahun 2015 tentang Program Inovasi Pemberdayaan

dan Pembangunan Kewilayahan Tahun 2015 (Studi Kasus: Kecamatan


17

Panyileukan) oleh Mushaf Isnain Perdana Program Studi Ilmu Administrasi

Publik Fakultasi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Katolik Parahyangan.

Tujuan penelitan adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang

menyebabkan keberhasilan implementasi Program Inovasi Pemberdayaan dan

Pembangunan Kewilayahan mengingat Perwal tersebut merupakan kebijakan baru

yang mampu mewujudkan sinergitas kinerja aparatur kewilayahan dengan

lembaga kemasyarakatan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat.

Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif.

Maka perbedaan penelitian penulis dengan penelitian terdapat pada fokus

penelitiannya. Penelitian penulis berfokus kepada partisipasi masyarakat

sedangkan penelitian ini berfokus pada implementasi peraturannya yaitu

implementasi peraturan walikota Bandung No. 281 Tahun 2017 dengan objek

peneltian yang sama yaitu tentang Program Inovasi Pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) juga penggunaan metode yang sama yaitu

kualitatif.

Ketiga, penelitian pada tahun 2014 yang berjudul Partisipasi Masyarakat

dalam Program Bantuan Keuangan Peningkatan Infrastruktur Dasar Perdesaan

dan Rehab Kantor Desa di Desa Cibeusi Kecamatan Jatinangor Kabupaten

Sumedang oleh Adnan Maulana Program Administrasi Publik Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sejauh mana partisipasi

masyarakat dalam program bantuan keuangan peningkatan infrastruktur dasar

perdesaan dan rehab kantor desa di Desa Cibeusi Kecamatan Jatinangor


18

Kabupaten Sumedang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode

deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Berupa studi kepustakaandan

studi lapangan melalui observasi non partisipan, observasi partisipan, serta

wawancara. Teknik penentuan informan yang digunakan adalah purposive

sampling dan ditunjang dengan snow-ball.

Persamaan dengan penelitian ini terdapat pada fokus dan metode yang

digunakan. Fokus penelitian ini yaitu mengenai partisipasi masyarakat begitupun

fokus penelitian penulis mengenai partisipasi masyarakat. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini dan penulis adalah metode deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Sedangan yang berbeda adalah pada objek penelitian dan lokus

penelitian. Objek penelitian ini adalah program bantuan keuangan peningkatan

infrastruktur dasar pedesaan dan rehab kantor desa. Sedangkan penulis mengambil

objek penelitian dalam porgram inovasi pembangunan dan pemberdayaan

kewilayahan (PIPPK). Lokus penelitian ini yaitu di Desa Cibeusi Kecamatan

Jatinangor Kabupaten Sumedang sedangkan lokus penelitian penulis di Kota

Bandung.

2.2 Tinjauan Teoritis

2.2.1 Kebijakan Publik

Menurut Eran Vigoda Gadot dalam Thoha bahwa “ada tiga kajianutama

dalam ilmu administrasi publik yaitu Public Policy and Political Science,

Sociology and Cultural Studies, Organization and Busines..... kebijakan publik

dan ilmu politik, sosiologi dan ilmu budaya, organisasi dan bisnis” (Thoha, 2008:
19

60). Maka, kebijakan publik merupakan salah satu kajian utama dalam ilmu

administrasi publik.

Menurut Thomas R Dye “Public policy is whatever government choose to

do or not to do... apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak

dilakukan” (Islamy, 2003:17). Kebijakan publik dibuat oleh pemerintah, dibuat

sebagai alat bagi yang harus mampu menjawab permasalahan-permasalahan yang

dihadapi oleh masyarakat. Seperti yang didefinisikan oleh Mustopadidjadja

bahwa:

“Kebijakan publik adalah keputusan yang dimaksudkan untuk


mengatasi permasalahan tertentu, untuk melakukan kegiatan tertentu,
atau untuk mencapai tujuan tertentu, yang dilakukan oleh instansi
yang berkewenangan dalam rangka penyelenggaraan tugas
pemerintahan negara dan pembangunan.” (Mustopadidjaja, 2003: 5)
Kebijakan publik merupakan sebuah keputusan yang digunakan sebagai alat oleh

pemerintah dalam menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat

pada prinsipnya harus diimplementasikan agar dapat mencapai tujuannya.

Menurut Riant Nugroho ada dua langkah untuk mengimplementasikan

kebijakan yaitu:

Bagan 2.1 Langkah Implementasi Kebijakan Publik

(Sumber: Riant Nugroho, 2003: 159)


20

Kebijakan publik bisa diimplementasikan dalam dua langkah, kebijakan

langsung diimplementasikan dalam bentuk program atau juga bisa melalui

formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan tersebut. Kebijakan publik

dalam bentuk Undang-Undang atau Perda adalah jenis kebijakan publik yang

merupakan kebijakan publik penjelas atau bisa disebut dengan istilah peraturan

pelaksanaan.

Pembentukan program merupakan salah satu bentuk perwujudan

pelaksanaan kebijakan untuk menyelesaikan dan menjawab persoalan yang

dihadapi. Kebijakan publik tidak bisa disebut kebijakan apabila tidak

diimplementasikan.

2.2.2 Inovasi Kebijakan

Sektor publik merupakan sektor yang berorientasi kepada kepentingan

umum, legitimasi kekuasaan, interaksi akuntabilitas dan tranparansi antar warga

negara (rakyat). Sektor publik digerakkan oleh terwujudnya kebijakan publik,

maka inovasi disektor publik mau tidak mau akan berhubungan dengan inovasi

pada kebijakan publik. Seperti yang dipaparkan oleh Yogi Suwarno bahwa:

“Setiap kebijakan secara isi (konten) pada prinsipnya harus memuat


inovasi baru. Kebijakan yang tidak memuat sesuatu yang baru atau
menggantikan kebijakan yang lama maka kebijakan tersebut hanya
akan menjadi kebijakan yang tidak fungsional.” (Suwarno, 2008: 61)

Inovasi dan kebijakan merupakan dua istilah yang saling berhubungan satu sama

lain. Inovasi hadir sebagai produk yang baru dan sifatnya menggantikan yang

lama. Begitu pula sifat kebijakan yang hadir untuk menggantikan kebijakan yang

lama.
21

Walker berpendapat bahwa Inovasi kebijakan adalah:

“Policy innovation is a policy which is new to the states adopting it,


no matter how old the program may be or how many other states may
have adopted it.......inovasi kebijakan adalah sebuah kebijakan yang
baru bagi negara yang mengadopsinya, tanpa melihat seberapa usang
programnya atau seberapa banyak negara lain yang telah mengadopsi
sebelumnya.” (Tyran & Sausgruber, 2003: 4)

Inovasi kebijakan muncul dari ide-ide, gagasan ataupun terobosan baru yang

berbeda baik yang sudah ada ataupun yang belum ada. Walaupun kebijakan

tersebut sudah digunakan oleh negara lain tapi akan menjadi inovasi kebijakan

apabila baru diadopsi oleh negara tersebut dan tidak ada sebelumnya.

Kemudian menurut Christensen dan Laergreid bahwa inovasi dapat

dibedakan dalam dua kategori yaitu:

1. Sustaining innovation (inovasi terusan) merupakan proses inovasi yang


membawa perubahan baru namun dengan tetap mendasarkan diri pada
kondisi pelayanan dan sistem yang sedang berjalan atau produk yang
sudah ada.
2. Discontinues innovation (inovasi terputus) merupakan proses inovasi
yang membawa perubahan yang sama sekali baru dan tidak lagi berdasar
pada kondisi yang sudah ada sebelumnya.
(Muluk, 2008: 48)

Inovasi tidak harus selalu merubahan keseluruhan, inovasi juga bisa hanya untuk

sebagian yang memang diprioritaskan atau untuk sebagian yang dianggap penting

untuk dirubah. Maka inovasi memiliki beberapa tipe yang berbeda, ada yang

terusan dan ada yang perubahan secara keseluruhan.

Mulgan dan Albury membagi inovasi kedalam tiga tipe diantaranya yaitu

sebagai berikut :

1. Inovasi inkremental, inovasi yang terjadi membawa perubahan-


perubahan kecil terhadap proses atau layanan yang ada. Inovasi
inkremental memainkan peran penting dalam pembaruan sektor publik
karena dapat melakukan perubahan kecil yang dapat diterapkan secara
22

terus-menerus, dan mendukung rajutan pelayanan yang responsif


terhadap kebutuhan lokal dan perorangan, serta mendukung nilai
tambah uang (value for money). Inovasi ini dilakukan secara bertahap
dan hanya dilakukan pada aspek-aspek yang dainggap penting.
2. Inovasi radikal, inovasi dengan perubahan mendasar atau pengenalan cara-
cara yang baru dalam proses keorganisasian. Tipe inovasi radikal jarang
dilakukan karena membutuhkan dukungan politik yang sangat besar
karena umumnya memiliki resiko yang besar. Inovasi radikal
diperlukan untuk membawa perbaikan yang nyata dalam kinerja publik
untuk memenuhi harapan lama yang terabaikan. Inovasi radikal biasanya
dilakukan secara serentak.
3. Inovasi transformatif atau sistemis, inovasi yang membawa perubahan
dalam struktur angkatan kerja dan keorganisasian dengan
menstranformasi semua sektor dan secara dramatis mengubah
keorganisasian. Inovasi jenis ini direncanakan secara matang dan
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memperoleh hasil yang
diinginkan juga membutuhkan perubahan mendasar dalam susunan
sosial, budaya dan organisasi.
(Mulgan & Albury, 2003: 3)

Inovasi kebijakan muncul karena sektor publik mengalami banyak tuntutan

perubahan untuk lebih fleksibel, lebih mampu menjawab tantangan, berdasarkan

pada legitimasi kekuasaan, dan mampu menjawab permasalahan ditengah-tengah

masyarakat. Maka apapun tipe inovasinya, inovasi kebijakan dibuat untuk tujuan

agar bisa mengatasi permasalahan yang dihadapi. Inovasi yang dilakukan

sehingga tidak harus serta merta merubah semunya atau hanya sebagian namun

sesuai apa yang ingin dicapai.

Inovasi kebijakan tidak hanya melibatkan peran pemerintah saja melainkan

sangat dibutuhkan peran serta masyarakat dalam segala tahapan baik dari awal

pembuatan kebijakan, sampai pelaksanaan program yang merupakan tindak lanjut

dari inovasi kebijakan tersebut.


23

2.2.3 Pembangunan

Pembangunan merupakan sebuah perubahan yang dikendalikan dengan

tidak hanya menyangkut pada pembangunan ekonomi saja melainkan keseluruhan

aspek kehidupan. Seperti penjelasan Sondang P. Siagian bahwa:

“Pembangunan merupakan suatu usaha atau rangkaian usaha


pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan secara
sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas
dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)” (Ndraha, 1987:11)

Pada dasarnya pembangunan betujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dalam sebuah bangsa atau negara. Begitupun pembangunan di

Indonesia, pembangunan di Indonesia berubah dari sentralistik kekuasaan

sepenuhnya dipemerintah pusat menjadi desentralistik dengan adanya otonomi

daerah. Pembangunan menjadi salah satu urusan wajib yang harus dilaksanakan

oleh pemerintah daerah. Hal tersebut diubah karena pembangunan di Indonesia

sebelumnya mengalami banyak permasalahan seperti tidak sesuainya kebijakan

dengan kebutuhan masyarakat, ketidakselarasan antara perencanaan program dan

pembiayaan, tidak transparan dan akuntabel, pelaksanaan pembangunan berjalan

lamban dan tidak merata, serta kurangnya partisipasi masyarakat.

Hal tersebut serupa dengan pendapat Friedmann tentang pembangunan,

Friedman berpendapat bahwa:

“Negara kuat tidak harus ditandai dengan birokrasi yang otoriter dan
arogan, melainkan birokrasi yang responsif, transparan dan
bertanggungjawab. Negara yang seperti itu didukung kuat oleh
demokrasi inklusif, dimana kekuasaan negara untuk mengelola
masalah lebih baik bersipat lokal melalui desentralisasi politik
pemerintah nasional ke pemerintah lokal, khususnya lagi kepada
masyarakat setempat yang teroganisir dalam komuntias mereka
sendiri. (Mardikanto, 2015: 20)
24

Maka dalam pembangunan, negara yang baik ditandai dengan birkorasi yang

responsif, transparan dan bertanggungjawab. Bersifat lokal dengan didukung

sistem desentralistik dan juga memperlibatkan masyarakatnya.

Pada dekade tujuh puluhan juga timbul perubahan pendekatan terhadap

pembangunan yang disumbangkan oleh Carolie Bryant dan Louise White (1982)

bahwa pembangunan merupakan upaya peningkatan kemampuan manusia untuk

mempengaruhi masa depannya. Dengan lima implikasi sebagai berikut:

1. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik


individu maupun kelompok (capacity)
2. Pembangunan berarti mendorong tumbuhnya kebersamaan dan kemerataan
nilai dan kesejahteraan (equity)
3. Pembangunan berarti menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk
membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada padanya.
Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesempatan yang sama,
kebebasan memilih dan kekuasaan untuk memutuskan (empowerment)
4. Pembangunan berarti mengurang ketergantungan negara yang satu dengan
negara yang lain dan menciptakan hubungan saling menguntungkan dan
saling menghormati (interdependence)
(Bryant and White, 1982:14)

Semua pembangunan menyangkut bahkan ditujukan untuk masyarakat, memenuhi

kebutuhan masyarakat dan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat. Maka

dibutuhkan perlibatan masyarakat dalam pembangun, selain karena masyarakat

merupakan gerbang awal pembangunan dan mengetahui secara dasar apa yang

dibutuhkannya juga agar pembangunan bisa menjadi pembelajaran masyarakat

untuk sekarang dan kedepannya.

Oleh karena itu, harus adanya pemberdayaan masyarakat dalam

pembangunan nasional khususnya pembangunan lokal atau daerah. Hal tersebut

juga dikuat dengan paradigma baru pembangunan Indonesia saat ini yaitu
25

“people-centered, participatory, empowering, and sustainable. Maka upaya

pemberdayaan masyarakat menjadi kebutuhan dalam setiap pembangunan”.

2.2.4 Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan menurut Dharmawan (2000) adalah :

“Empowerment is a process of having enough energy enabling people


to expand their capabilities, to have greater bargaining power, to
make their own decisions, and to more easily access to a source of
better living” (Mardikanto, 2015: 27)

Pemberdayaan merupakan suatu proses yang memiliki cukup kekuatan yang

memungkinkan orang untuk memperluas kemampuan mereka, memiliki daya

tawar yang lebih besar, membuat keputusan sendiri dan untuk lebih mudah

mengakses sumber yang lebih baik.

Kemudian Osmani (2000) mendefinisikan pemberdayaan sebagai:

“Empowerment may, socio-politically, be viewed as a condition where


powerless people make a situation so that they can exercise their
voice in the affairs of governance”. (Mardikanto, 2015: 27)

Pemberdayaan secara sosial-politik, dipandang sebagai syarat dimana orang-orang

yang tidak berdaya membuat situasi menjadi mereka dapat menggunakan suara

mereka dalam urusan pemerintahan.

Maka, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan adalah upaya untuk

merubah dari yang asalnya tidak berdaya menjadi berdaya dengan cara

meningkatkan kemampuan, membuat keputusan dan berpartisipasi dalam urusan

pemerintahan. Kemudian, pemberdayaan masyarakat bisa disebut juga dengan

pengembangan masyarakat. Adi fahrudin dalam bukunya menjelaskan bahwa:


26

“Pengembangan masyarakat merupakan penggunaan berbagai


pendekatan dan teknik dalam program tertentu di masyarakat lokal
sebagai kesatuan tindakan dan mengusahakan integrasi, diantaranya
bantuan yang berasal dari luar dengan keputusan dan upaya
masyarakat yang terorganisir. Untuk itu pengembangan masyarakat
harus didasarkan pada asumsi, nilai dan prinsip agar dalam
pelaksanaannya dapat memberdayakan masyarakat berdasarkan
inisiatif, kemampuan dan partisipasi mereka sendiri”. (fahrudin, 2011:
3)

Maka jelaslah bahwa partispasi memiliki peranan yang penting dalam

pemberdayaan masyarakat. Untuk itu, partisipasi masyarakat akan terwujud

apabila masyarakat secara sukarela berpartisipasi dan diberikan kebebasan

berpartisipasi dengan cara pemerintah memberikan masyarakat fasilitas,

kesempatan atau peluang untuk berpartisipasi.

2.2.5 Partisipasi Masyarakat

Secara harfiah, partisipasi dapat diartikan turut berperan atau ikut serta

dalam suatu kegiatan. Seperti yang dikemukakan oleh Isbandi bahwa:

“Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam


proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di
masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif
solusi untuk menangani masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam
proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.” (Isbandi, 2007: 27)
Partisipasi masyarakat tidak hanya terjadi pada proses perencanaan saja melainkan

pada keseluruhan proses baik pada proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Menurut Bumberger dan Shams terdapat dua pendekatan mengenai


partisipasi masyarakat yaitu:
1. Partisipasi merupakan proses sadar tentang pengembangan kelembagaan
dan pemberdayaan dari masyarakat yang kurang beruntung berdasarkan
sumberdaya dan kapasitas yang dimilikinya
2. Patisipasi harus mempertimbangkan adanya intervensi dari pemerintah dan
LSM , disamping peran masyarakat.
27

(Bumberger dan Shams, 1989: 72)

Partisipasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk pengembangan

kelembagaan dan pemberdayaan masyarakat. Selain melibatkan masyarakat dan

pemerintah. Partisipasi juga harus mempertimbangkan peran LSM.

Menurut Rukman alasan-alasan efektivitas dan efisiensi dengan adanya

partisipasi masyarakat yang nyata dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Partisipasi masyarakat memberikan kontribusi pada upaya pemanfaatan


sebaik-baiknya sumber dana yang terbatas
2. Partisipasi masyarakat membuka kemungkinan keputusan yang diambil
didasarkan kebutuhan, prioritas dan kemampuan masyarakat. Hal ini akan
dapat menghasilkan rancangan rencana, program dan kebijaksanaan yang
lebih realistis. Selain itu memperbesar kemungkinan masyarakat bersedia
dan mampu menyumbang sumber daya mereka seperti uang dan tenaga
3. Partisipasi masyarakat merupakan salah satu komponen yang
harusdiikutsertakan dalam aktifitas pembangunan. Peran serta masyarakat
menjamin penerimaan dan apresiasi yang lebih besar terhadap segala
sesuatu yang dibangun. Hal ini akan merangsang pemeliharaan yang baik
dan bahkan menimbulkan kebanggaan.
(Rukmana, 1993: 214)

Partisipasi masyarakat tidak hanya untuk memperdayakan masyarakat melainkan

ada manfaat-manfaat lain yang terjadi dengan adanya partisipasi masyarakat.

Salah satunya adalah partisipasi masyarakat bisa memebrikan manfaat sebaik-

baiknya karena kemungkinan keputusan yang diambil berdasarkan usulan,

kebutuhan dan prioritas masyarakat.

Selain itu, menurut Conyers ada beberapa tujuan pelibatan masyarakat

dalam pembangunan yaitu:

1. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan alat guna


memperoleh informasi mengenai kondisi dan kebutuhan masyarakat, serta
sikap masyarakat terhadap pembangunan. Tanpa informasi tersebut,
program-program dan proyek-proyek pembangunan akan gagal
2. Masyarakat akan lebih mempercayai program atau proyek pembangunan
jika mereka dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena
28

mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan
mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut
3. Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam
pembangunan yang menjadikan mereka objek pembangunan. Dengan
melibatkan mereka dalam pembangunan, berarti mereka bukan hanya
sebagai objek pembangunan, tetapi juga sebagai subjek pembangunan.
(Conyers, 1991:154-155)

Tujuan pelibatan masyarakat dalam pembangunan adalah agar pemerintah tahu

informasi kondisi dan kebutuhan masyarakat karena masyarakat merupakan

gerbang utama dalam pembangunan dan juga agar masyarakat percaya bahwa

pembangunan tersebut merupakan kebutuhan masyarakat.

Kemudian memunculkan beberapa bentuk partisipasi yang diberikan oleh

masyarakat dalam pembangunan. Tiga bentuk partisipasi menurut Oakley, yaitu :

1. Partisipasi sebagai bentuk kontribusi, yaitu interpretasi dominan dari


partisipasi dalam pembangunan di dunia ketiga adalah melihatnya sebagai
suatu keterlibatan secara sukarela atau bentuk kontribusi lainnya dari
masyarakat desa yang menetapkan sebelumnya program dan proyek
pembangunan.
2. Partisipasi sebagai organisasi, meskipun diwarnai perdebatan yang panjang
diantara praktisi dan teoritisi rnengenai organisasi sebagai instrumen yang
fundamental bagi partisipsi, namun dapat dikemukakan bahwa perbedaan
organisasi dan partisipasi terletak pada hakekat bentuk organisasional
sebagai sarana bagi partisipasi, seperti organisasi-organisasi yang biasa
dibentuk atau organisasi yang muncul dan dibentuk sebagai hasil dari
adanya proses partisipasi. Selanjutnya dalam melaksanakan partisipasi
masyarakat dapat melakukannya melalui beberapa dimensi, yaitu :
- Sumbangan pikiran (ide atau gagasan).
- Sumbangan materi (dana, barang, alat).
- Sumbangan tenaga (bekerja atau memberi kerja).
- Memanfaatkan/melaksanakan pelayanan pernbangunan.
3. Partisipasi sebagai pemberdayaan, partisipasi merupakan latihan
pemberdayaan bagi masyarakat desa, meskipun sulit untuk didefinisikan,
akan tetapi pemberdayaan merupakan upaya untuk mengembangkan
keterampilan dan kemampuan masyarakat desa untuk memutuskan dan
ikut terlibat dalam pembangunan.
(Oakley, 1991:1-10)
Partisipasi berbentuk kontribusi tidak hanya berupa sumbangan materi namun

sumbangan pikiran dan tenaga yang nantinya bisa menjadi alat untuk
29

mengembangkan keterampilan dan kemampuan masyarakat sehingga munculnya

pemberdayaan bagi masyarakat. Dari kontribusi mengenai partisipasi masyarkat

tersebut maka akan diketahui pada tingkat manakah partisipasi masyarakat

tersebut.

Arnstein menjelaskan bahwa ada beberapa tingkat partisipasi masyarakat

seperti:

1. Manipulasi (Manipulation), mengatasnamakan partisipasi, partisipan


program secara formalitas termasuk dalam bagian partisipan program,
tetapi tanpa adanya pelibatan dalam pelaksanaan program. Tujuannya
adalah untuk dipakai sebagai formalitas semata dan untuk dimanfaatkan
dukungannya.
2. Terapi (Therapy), Pihak pembentuk program menganggap
ketidakberdayaan sebagai penyakit mental. Dengan berpura-pura
mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaan, mereka
sebenarnya menganggap masyarakat sebagai sekelompok orang yang
memerlukan pengobatan.
3. Pemberitahuan (Informing), memberi informasi kepada masyarakat akan
hak, tanggung jawab, dan pilihan mereka merupakan langkah awal yang
sangat penting dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat. Namun
seringkali pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat tersebut
bersifat satu arah, masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk
memberikan umpan balik dan tidak memiliki kekuatan untuk negosiasi.
4. Konsultasi (Consultation), meminta pendapat masyarakat merupakan suatu
langkah logis menuju partisipasi penuh. Namun konsultasi ini masih
merupakan partisipasi semu, karena tidak ada jaminan bahwa pendapat
mereka akan diperhatikan. Cara yang sering digunakan dalam tingkat ini
adalah jejak pendapat, pertemuan warga, dan dengar pendapat.
5. Penentraman (Placation), pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki
beberapa pengaruh meskipun dalam beberapa hal pengaruh tersebut tidak
memiliki jaminan akan diperhatikan. Masyarakat memang diperbolehkan
untuk memberikan masukan atau mengusulkan rencana akan tetapi
pemegang kekuasaanlah yang berwenang untuk menentukan.
6. Kemitraan (Partnership), kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara
pemegang kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk sama-sama
memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.
Aturan ditentukan dengan melalui mekanisme take and give, sehingga
diharapkan tidak mengalami perubahan secara sepihak. Partnership dapat
berjalan efektif bila dalam masyarakat ada kekuasaan yang terorganisir,
pemimpinnya bertanggung jawab, masyarakat mampu membayar honor
yang cukup bagi pemimpinnya serta adanya sumber dana untuk menyewa
30

teknisi, pengacara dan organisator masyarakat. Dengan demikian,


masyarakat benar-benar memiliki posisi tawar-menawar yang tinggi,
sehingga akan mampu mempengaruhi suatu perencanaan.
7. Pendelegasian Kekuasaan (Delegated Power), negosiasi antara masyarakat
dengan pejabat pemerintah bisa mengakibatkan terjadinya dominasi
kewenangan pada masyarakat terhadap rencana atau program tertentu.
Pada tingkat ini masyarakat menduduki mayoritas kursi, sehingga
memiliki kekuasaan dalam menentukan suatu keputusan. Selain itu,
masyarakat juga memegang peranan penting dalam menjamin
akuntabilitas program tersebut. Untuk mengatasi perbedaan, pemegang
kekuasaan tidak perlu meresponnya akan tetapi dengan mengadakan
proses tawar-menawar.
8. Kontrol Masyarkat (Citizen Control), pada tingkat ini masyarakat
menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur
program atau kelembagaan diberikan kepada mereka, bertanggung jawab
penuh terhadap kebijakan dan aspek-aspek manajerial dan bisa
mengadakan negosiasi apabila ada pihak ketiga akan mengadakan
perubahan. Dengan demikian, masyarakat dapat berhubungan langsung
dengan sumber-sumber dana untuk memperoleh bantuan atau pinjaman
tanpa melewati pihak ketiga.
Tabel 2.1 Tingkat Partisipasi Masyarakat
Tingkat Pembagian
Tangga Partisipasi Hakekat Kesertaan
Kekuasaan
Manipulasi Permainan oleh
(Manipulation) Pemerintah Tidak Ada Partisipan
Terapi (Theraphy) Sekedar agar masyarakat Non-Participation
tidak marah/mengobati
Pemberitahuan Sekedar pemberitahuan
(Informing) searah/sosialisasi
Konsultasi Masyarakat didengar, tapi sekedar justifikasi agar
(Consultation) tidak selalu dipakai mengiyakan
sarannya Tekonism
Penentraman Saran masyarakat diterima
(Placation) tetapi tidak selalu
dilaksanakan
Kemitraan Timbal balik
(Partnership) dinegosiasikan
Pendelegasian Masyarakat diberi Tingkat kekuasaan ada di
Kekuasaan kekuasaan (sebagian atau masyarkat
(Delegated Power) seluruh proses) Citizen Power
Kontrol Masyarkat Sepenuhnya dikuasai oleh
(Citizen Control) masyarakat
(Sumber: Saputra, 2016)
31

Partisipasi masyarakat pada tingkat terendah adalah

partisipasimasyarakat yang dilakukan sekedar sebagai proses mengelabuhi atau

manipulasi. Manipulasi dan terapi termasuk kedalam level ‘non-participation’.

Informasi, konsultasi dan penentraman termasuk dalam level ‘tokenism’.

Sementara tingkat partisipasi tertinggi ada pada ‘citizen power’. PIPPK apabila

dikaitakan dengan target dan sasaran yang diharapkan, maka PIPPK berada pada

tingkat ‘citizen power’ antara kemitraan (partnership) dan pendelegasian

kekuasaan (delegated power)”.

Menurut Ericson bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan

terbagi atas 3 tahap, yaitu:

1. Partisipasi di dalam tahap perencanaan (idea planing stage). Partisipasi


pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap
penyusunan rencana dan strategi dalam penyusunan kepanitian dan
anggaran pada suatu kegiatan/proyek. Masyarakat berpartisipasi dengan
memberikan usulan, saran dan kritik melalui pertemuan-pertemuan yang
diadakan;
2. Partisipasi di dalam tahap pelaksanaan (implementation stage). Partisipasi
pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap
pelaksanaan pekerjaan suatu proyek. Masyarakat disini dapat memberikan
tenaga, uang ataupun material/barang serta ide-ide sebagai salah satu
wujud partisipasinya pada pekerjaan tersebut;
3. Partisipasi di dalam pemanfaatan (utilitazion stage). Partisipasi pada tahap
ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pemanfaatan suatu
proyek setelah proyek tersebut selesai dikerjakan. Partisipasi masyarakat
pada tahap ini berupa tenaga dan uang untuk mengoperasikan dan
memelihara proyek yang telah dibangun.
(Slamet, 1994:89)

Bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan terbagi atas tiga tahap yaitu

tahap perencanaan(idea planing stage), tahap pelaksanaan (implementation

stage)dan tahap pemanfaatan (utilitazion stage).


32

Berbeda dengan pendapat Ericson, Cohen dan Uphoff membagi partisipasi

masyarakat dalam pembangunan kedalam empat tahapan yaitu:

1. Partisipasi dalam perencanaan yang diwujudkan dengan keikutsertaan


masyarakat dalam rapat-rapat. Sejauh mana masyarakat dilibatkan dalam
proses penyusunan dan penetapan program pembangunan dan sejauh mana
masyarakat memberikan sumbangan pemikiran dalam bentuk saran untuk
pembangunan.
2. Partisipasi dalam pelaksanaan dengan wujud nyata partisipasi berupa:
partisipasi dalam bentuk tenaga, partisipasi dalam bentuk uang, partisipasi
dalam bentuk harta benda.
3. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil, yang diwujudkan keterlibatan
seseorang pada tahap pemanfaatan suatu proyek setelah proyek tersebut
selesai dikerjakan. Partisipasi masyarakat pada tingkatan ini berupa tenaga
dan uang untuk mengoperasikan dan memelihara proyek yang telah
dibangun.
4. Partisipasi dalam evaluasi, yang diwujudkan dalam bentuk keikutsertaan
masyarakat dalam menilai serta mengawasi kegiatan pembangunan serta
hasil-hasilnya. Penilaian ini dilakukan secara langsung, misalnya dengan
ikut serta dalam mengawasi dan menilai atau secara tidak langsung,
misalnya memberikan saran-saran, kritikan atau protes.
(Deviyanti, 2013: 383)

Dari teori yang dikemukakan oleh Cohen dan Uphoff maka dapat disimpulkan

bahwa partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat dalam tahap perencanaan,

tahap pelaksanaan, tahap pemanfaatan hasil dan tahap evaluasi.

Berdasarkan dua penjelasan diatas yang menjabarkan mengenai bentuk

partisipasi masyarakat. Maka penulis akan menggunakan bentuk partisipasi

masyarakat dari Cohen dan Uphoff sebagai acuan karena dianggap cocok untuk

mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat melalui lembaga kemasyarakatan

Rukun Warga (RW) dalam setiap tahapan proses pelaksanaan Program Inovasi

Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung.


33

2.3 Kerangka Pemikiran

Kenyataannya, semua pembangunan menyangkut bahkan ditujukan untuk

masyarakat, memenuhi kebutuhan masyarakat dan untuk meningkatkan kehidupan

masyarakat. Maka dibutuhkan perlibatan masyarakat dalam pembangun. Selain

karena masyarakat merupakan gerbang awal pembangunan dan mengetahui secara

dasar apa yang dibutuhkannya, juga agar pembangunan bisa menjadi

pembelajaran masyarak untuk sekarang dan kedepannya. Oleh karena itu, harus

adanya pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan nasional khususnya

pembangunan lokal atau daerah.

Walikota Bandung membuat program yaitu Program Inovasi

Pembangunan dan pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) yang berawal dari

pemikiran dan pandangan bahwa perubahan-perubahan dinamis yang terjadi di

tengah masyarakat dapat dicapai secara optimal apabila ditempuh melalui peran

serta dan partisipasi aktif yang luas dari seluruh masyarakat mulai dari tingkat

paling bawah sesuai dengan harapan dan arah Kota Bandung selanjutnya yaitu

Bandung sebagai Kota Pemberdayaan. Maka diperlukan keikutsertaan, serta

keterlibatan masyarakat secara langsung pada seluruh tahapan proses pelaksanaan

program PIPPK sehingga maksud dan tujuan serta sasaran dari pelaksanaan

PIPPK dapat dicapai dan dapat terlaksana dengan baik, termasuk hasilnya dapat

dimanfaatkan dan dirasakan oleh masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis akan menggunakan teori tahap

partisipasi masyarakat dari Cohen dan Uphoff sebagai salah satu acuan karena

dianggap cocok untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat dalam setiap


34

tahapan proses kegiatan Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan

Kewilayahan (PIPPK) melalui lembaga kemasyarakatan Rukun Warga (RW).

Cohen dan Uphoff menjelakan bahwa partisipasi merupakan keterlibatan aktif

masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan

evaluasi.

1. Partisipasi dalam perencanaan yang diwujudkan dengan keikutsertaan

masyarakat dalam rapat-rapat. Sejauh mana masyarakat dilibatkan

dalam proses penyusunan dan penetapan program pembangunan dan

sejauh mana masyarakat memberikan sumbangan pemikiran dalam

bentuk saran untuk pembangunan. Mengetahui apakah masyarakat

melalui lembaga kemasyarakan Rukun Warga (RW) berpartisipasi

dalam tahap perencanaan Program Inovasi Pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung.

2. Partisipasi dalam bentuk tenaga, partisipasi dalam bentuk uang,

partisipasi dalam bentuk harta benda. Tujuan untuk mengetahui apakah

masyarakat melalui lembaga kemasyarakan Rukun Warga (RW)

berpartisipasi dalam tahap pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan

dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung.

3. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil, yang diwujudkan keterlibatan

seseorang pada tahap pemanfaatan suatu proyek setelah proyek tersebut

selesai dikerjakan. Partisipasi masyarakat pada tingkatan ini berupa

tenaga dan uang untuk mengoperasikan dan memelihara proyek yang

telah dibangun. Mengetahui apakah masyarakat melalui lembaga


35

kemasyarakan Rukun Warga (RW) memanfaatkan hasil dari Program

Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di

Kota Bandung.

4. Partisipasi dalam evaluasi, yang diwujudkan dalam bentuk

keikutsertaan masyarakat dalam menilai serta mengawasi kegiatan

pembangunan serta hasil-hasilnya. Penilaian ini dilakukan secara

langsung, misalnya dengan ikut serta dalam mengawasi dan menilai

atau secara tidak langsung, misalnya memberikan saran-saran, kritikan

atau protes. Mengetahui apakah masyarakat melalui lembaga

kemasyarakan Rukun Warga (RW) berpartisipasi dalam tahap evaluasi

Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan

(PIPPK) di Kota Bandung.

Berdasarkan uraian di atas penulis mengemukakan kerangka pemikiran

bahwa partisipasi masyarakat adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam seluruh

tahapan proses pelaksanaan PIPPK (Progran Inovasi Pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan) di Kota Bandung melalui lembaga kemasyarakatan

Rukun Warga (RW) baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil

dan evaluasi yang selanjutnya akan muncul pemberdayaan masyarakat dan sesuai

dengan harapan Kota Bandung sebagai Bandung Kota Pemberdayaan (Bandung

Empowerment City). Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka pemikiran dapat

dilihat pada bagan 2.1.


36

Bagan 2.2 Kerangka Pemikiran

(Sumber: Penulis, 2018)

2.4 Hipotesis Kerja

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan di atas,

peneliti mengemukakan hipotesis kerja sebagai berikut: " Bandung sebagai Kota

Pemberdayaan (Bandung Empowerment City) dapat tercapai dengan adanya

Partisipasi Masyarakat melalui Lembaga Kemasyarakatan Rukun Warga (RW)

dalam Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK)

di Kota Bandung dari mulai tahap perencanaan, pelaksanaan kegiatan,

pemanfaatan hasil dan evaluasi.


BAB III

METODE DAN OBJEK PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

3.1.1 Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang disusun secara sistematis

menjadi sebuah rancangan yang digunakan untuk menyelidiki suatu permasalahan

dengan maksud, tujuan dan kegunaan tertentu melalui data dan informasi yang

didapatkan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian

fenolomenologi yang merupakan strategi penelitian dengan mengidentifkasi

permasalahan yang dilihat dari fenomena-fenomana di lingkungan sekitar dan

melalui pengalaman-pengalaman yang terjadi pada kehidupan manusia. Dalam

upaya untuk mencapai maksud dan tujuan dalam peneltian ini, maka penelitian ini

menggunakan metode deskriptif analsisis dengan pendekatan kualitatif.

Metode deskriptif analisis merupakan cara mengumpulkan data, disusun,

dicermati dan dianalisis untuk memperoleh gambaran mengenai masalah yang

dihadapi pada saat penelitian. Masalah dari suatu fenomena dihubungkan dengan

sebuah teori yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Metode

deskriptif analisis digunakan untuk menggambarkan secara tepat mengenai

Partisipasi Masyarakat melalui Lembaga Kemasyarakatan Rukun Warga (RW)

dalam perealisasian Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayan

(PIPPK) di Kota Bandung. Penelitian kualitatif menurut Sugiyono yaitu :

Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk


meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah

37
38

sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data yang dilakukan


secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripda generalisasi.”
(Sugiyono, 2009:9)

Ditambahkan oleh pendapat Cresswell, penelitian kualitatif merupakan

metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna oleh sejumlah individu

atau sekelompok orang yang dianggap berasal dari masalah sosial atau

kemanusiaan. (Cressweell, 2010:4). Diharapkan dengan penggunaan metode

penelitian kualitatif, dapat mempermudah penulis dalam memperoleh informasi

dari para informan dalam penelitian ini.

Dari penjabaran diatas, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui lebih

dalam permasalahan-permasalahan partisipasi masyarakat melalui Lembaga

Kemasyarakatan Rukun Warga (RW) dalam setiap tahapan proses kegiatan

Program Inovasi pembangunan dan Pemberdayaan Kewilahan (PIPPK) di Kota

Bandung. Melalui subjek dan objek penelitian. Maka dengan pendekatankualitatif,

penulis secara intens turun langsung ke lapangan untuk mengetahui kondisi

keadaan di lapangan.

3.1.2 Teknik Pengumpulan Data

Pada teknik pengumpulan data, data yang dibutuhkan oleh penulis meliputi

informasi mengenai bagaimana partisipasi masyarakat melalui lembaga

kemasyakatan Rukun Warga (RW) dalam Program Inovasi Pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung. Maka dari itu, dibutuhkan

data yang terperinci berupa data primer maupun sekunder.Data primer merupakan

data yang diperoleh secara langsung dengan mengamati kondisi di lapangan


39

melalui observasi, wawancara mendalam. Sedangkan data sekunder adalah data

yang diperoleh melalui studi literatur, dan studi dokumen yang dipublikasikan

oleh media pemberitaan resmi serta audio visual dari penelitian sebelumnya.

Untuk menghindari sikap subjektif yang dapat mengaburkan objektivitas

data dalam penelitian. Maka penulis memerlukan data berupa informasi serta

fakta yang terjadi dilapangan dengan melibatkan pihak-pihak terkait yang

berperan dan perpartisipasi pada lembaga kemasyarakatan Rukun Warga (RW)

dalam kegiatan Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan

(PIPPK) di Kota Bandung dari mulai tahap awal kegiatan sampai tahap akhir

kegiatan.

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai

berikut :

1. Studi Kepustakaan.

Studi kepustakaan dilakukan oleh penulis untuk memperoleh data

sekunder. Pengumpulan data sekunder ini dilakukan dengan cara

mempelajari Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan

Kewilahan (PIPPK) di Kota Bandung melalui buku, jurnal, dokumen

perundang-undangan, artikel yang diperoleh melalui internet, audiovisual

penelitian sejenis sebelumnya, peraturan dan dokumen-dokumen instansi

terkait Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan

(PIPPK) di Kota Bandung. Data yang terkait dengan penelitian ini adalah

sebagai berikut : (a) pihak-pihak yang berperan dalam kegiatan Program

Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota


40

Bandung, (b) produk kebijakanmengenai Program Inovasi Pembangunan

dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung , dan (c)

data-data lain yang terkait penelitian.

2. Studi Lapangan

Studi lapangan merupakan suatu cara untuk mendapatkan dan

mengumpulkan data yang berhubungan dengan materi pembahasan yang

diteliti langsung pada objek penelitian dengan menggunakan teknik

sebagai berikut :

a. Observasi, yaitu pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik

secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data

yang harus dikumpulkan. Dalam hal ini peneliti harus terjun

langsung ke lapangan guna melakukan pengamatan secara intens

padalima kelurahan yaitu Kelurahan Cipadung, Kelurahan Babakan

Asih dan Kelurahan Sukawarna, Kelurahan Padasuka dan

Kelurahan Braga untuk mengetahui bagaimana keterlibatan

masyarakat melalui lembaga kemasyarakatan rukun Warga (RW)

dalam Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan

Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung.

b. Wawancara, yaitu melakukan serangkaian tanya jawab dan

meminta penjelasan langsung dengan pihak-pihak yang terlibat dan

berpartisipasi dalam pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan

dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung

khususnya melalui lembaga kemasyarakatan Rukun Warga (RW).


41

Mewawancarai lima kelurahandi Kota Bandung yang diambil dari

kelurahan di bagian timur kota, bagian barat , bagian selatan kota,

bagian utara kota dan pusat kota. Dalam penelitian ini penulis akan

menggunakan wawancara terstruktur dengan tujuan agar semua

informan dapat menjelaskan sesuai dengan tahapan yang

diharapkan. Wawancara yang dilakukan secara mendalam ini

bertujuan agar hasil yang didapatkan akurat.

3.1.3 Teknik Penentuan informan

Penentuan informan dalam penelitian ini, penulis memilih informan

dengan cara purposive sampling, dimana informan yang dipilih dianggap kredibel

dan terkait dengan PIPPK di Kota Bandung dengan pertimbangan: kelompok

sasaran, perencana, pelaksana PIPPK dan memiliki informasi mengenai PIPPK di

Kota Bandung. Peneliti memilih 5 Kelurahan dari 5 Kecamatan yang merupakan

keterwakilan dari setiap wilayah bagian Kota Bandung. Lima kelurahan dan

Kecamatan tersebut yaitu Kelurahan Cipadung Kecamatan Cibiru, Kelurahan

Babakan Asih Kecamatan Bojongloa Kaler, Kelurahan Sukawarna Kecamatan

Sukajadi, Kelurahan Padasuka Kecamatan Cibeunying Kidul dan Kelurahan

Braga Kecamatan Sumur Bandung.

Dari setiap kelurahan yang dipilih, penulis memilih dua lembaga

kemasyarakatan Rukun Warga (RW) untuk diteliti disetiap kelurahannya yaitu

lembaga kemasyarakatan Rukun Warga (RW) yang aktif dalam Program Inovasi

Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) dan lembaga


42

kemasyarakatan Rukun Warga (RW) yang pasif dalam Program Inovasi

Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK). Lembaga

kemasyarakatan Rukun Warga (RW) yang dipilih untuk diteliti merupakan hasil

rekomendasi dari setiap Kelurahan.

Adapun Informan yang dimaksudkan adalah:

1. Camat di lima Kecamatan dari wilayah timur, selatan, barat, utara dan

pusat Kota Bandung

2. Lurah/Sekretaris kelurahan di lima kelurahan dari wilayah timur, selatan,

barat, utara dan pusat Kota Bandung.

3. Ketua Rukun warga (RW) di lima kelurahan dari wilayah timur, selatan,

barat, utara dan pusat Kota Bandung.

4. Masyarakat di lima kelurahan dari wilayah timur, selatan, barat, utara dan

pusat Kota Bandung.

Pihak-pihak yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah:

Tabel 3.1 Informan Penelitian


Jumlah Informasi yang
No Posisi Informan
Informan diharapkan
Kelurahan Cipadung Kecamatan Cibiru
1 Camat 1 Orang Untuk mengetahui
sejauhmana keterlibatan
2 Lurah/Sekretaris Lurah 1 Orang masyarakat melalui lembaga
kemasyarakatan Rukun Warga
3 Ketua RW (Rukun Warga) 2 Orang (RW) dalam Program Inovasi
pembangunan dan
4 Masyarakat 2 Orang Pemberdayaan Kewilayahan
(PIPPK)
Kelurahan Babakan Asih Kecamatan Bojongloa Kaler
5 Camat 1 Orang Untuk mengetahui
sejauhmana keterlibatan
6 Lurah/Sekretaris Lurah 1 Orang masyarakat melalui lembaga
43

kemasyarakatan Rukun Warga


7 Ketua RW (Rukun Warga) 2 Orang (RW) dalam Program Inovasi
pembangunan dan
8 Masyarakat 2 Orang Pemberdayaan Kewilayahan
(PIPPK)
Kelurahan Sukawarna Kecamatan Sukajadi
9 Camat 1 Orang Untuk mengetahui
sejauhmana keterlibatan
10 Lurah/Sekretaris Lurah 1 Orang masyarakat melalui lembaga
kemasyarakatan Rukun Warga
11 Ketua RW (Rukun Warga) 2 Orang (RW) dalam Program Inovasi
pembangunan dan
12 Masyarakat 2 Orang Pemberdayaan Kewilayahan
(PIPPK)
Kelurahan Padasuka Kecamatan Cibeunying Kidul
13 Camat 1 Orang Untuk mengetahui
sejauhmana keterlibatan
14 Lurah/Sekretaris Lurah 1 Orang masyarakat melalui lembaga
kemasyarakatan Rukun Warga
15 Ketua RW (Rukun Warga) 2 Orang (RW) dalam Program Inovasi
pembangunan dan
16 Masyarakat 2 Orang Pemberdayaan Kewilayahan
(PIPPK)

Kelurahan Braga Kecamatan Sumur Bandung


17 Camat 1 Orang Untuk mengetahui
sejauhmana keterlibatan
18 Lurah/Sekretaris Lurah 1 Orang masyarakat melalui lembaga
kemasyarakatan Rukun Warga
19 Ketua RW (Rukun Warga) 2 Orang (RW) dalam Program Inovasi
pembangunan dan
20 Masyarakat 2 Orang Pemberdayaan Kewilayahan
(PIPPK)
(Sumber : Dokumen Penulis, 2018)

3.1.4 Teknik Analisis Data

Analis data dilakukan dengan tujuan untuk mencermati dan memaknai

data yang diperoleh ketika penulis turun ke lapangan. Teknik yang digunakan
44

adalah teknik analisis kualitatif dimana analisisnya menggunakan logika induktif

yaitu suatu logika yang bertitik dari khusus ke umum berdasarkan data yang

diperoleh penulis dari lapangan dan dari studi pustaka.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan tahapan analisis data menurut

Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2009 : 246) yang menjabarkan bahwa

terdapat tiga tahap yang digunakan dalam menganalisis data kualitatif, yaitu

sebagai berikut:

1. Reduksi data

Reduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal yang penting, dicari tema dan polanya sehingga

dapat mempermudah pengumpulan data selanjutnya.

2. Penyajian data

Penyajian data dalam penelitian kualitiatif dimana data yang disajikan

berupa teks yang bersifat naratif.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yaitu merupakan temuan baru.

Temuan bisa berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang

sebelumnya rancu dan menjadi jelas keadaannya. Verifikasi yaitu data-

data yang ada harus diuji kebenarannya dan kecocokannya.

3.1.5 Pengujian Keabsahan Data

Pengujian keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik

tirangulasi. Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang


45

memanfaatkan sesuatu yanglain. Diluar data tersebut digunakan untuk

keperluan pengecekkan atau sebagai pembanding data (Moeloeng, 2007: 330).

Teknik triangulasi dengan cara-cara yang sebagai berikut:

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

b. Membandingkan apa yang disampaikan seorang informan dengan yang

disampaikan oleh informan lain.

c. Membandingkan keadaan dan perspektif informan dengan berbagai

pendapat dan pandangan orang lain.

d. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan.

3.2 Lokasi dan Jadwal Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Riset ini berlokasi di Kota Bandung, terutama di:

2. Kelurahan Cipadung Kecamatan CibiruKota Bandung (wilayah timur Kota

Bandung)

3. Kelurahan Babakan Asih Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung

(wilayah selatan Kota Bandung)

4. Kelurahan Sukawarna Kecamatan Sukajadi Kota Bandung (wilayah barat

Kota Bandung)

5. Kelurahan Padasuka Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung

(wilayah utara Kota Bandung)


46

6. Kelurahan Braga Kecamatan Sumur Bandung Kota Bandung (wilayah

pusat Kota Bandung)

3.2.2 Jadwal Penelitian

Adapun waktu dan kegiatan penelitian yang direncanakan penulis adalah

sebagai berikut:

Tabel 3.2 Rencana Waktu Penelitian


Waktu Pelaksanaan

No Kegiatan 2017 2018

Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul

Pengurusan Surat
1. Perizinan
2. Penelitian dan Observasi
3. Pengumpulan Data
4. Penyusunan Laporan
5. Proses Bimbingan
Seminar Usulan
6. Penelitian
7. Clearance
8. Studi Lapangan
Menyusun Hasil
9. Penelitian
10 Sidang Sarjana
(Sumber: Rencana Penulis, 2018)

3.3 Objek Penelitian

3.3.1 Gambaran Umum Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan

Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung

Program Inovasi Pembangunan dan pemberdayaan Kewilayahan atau

PIPPK bertujuan untuk mengoptimalkan tugas, peran dan fungsi aparat serta

pemberdayaan masyarakat Kota Bandung dengan program yang berbasis


47

kewilayahan. Direncanakan secara kolaboratif untuk mengakselerasi percepatan

pembangunan di kewilayahan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat

melalui pelaksanaan berbagai program pembangunan yang diamanatkan kepada

setiap Kelurahan di Kota Bandung atas dasar kerjasama antara pemerintah Kota

Bandung dengan seluruh masyarakat Kota Bandung.Adapun sasaran dari

PIPPKadalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kemampuan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan

dalam memetakan isu-isu sentral pembangunan berskala kecil yang ada di

setiap Kelurahan;

2. Meningkatkankemampuanmasyarakatdanlembagakemasyarakatandi

Kelurahanuntukmenyelesaikanberbagaipermasalahanpembangunan

disetiap Kelurahan secara mandiri;

3. Meningkatkankemampuanmasyarakatdibidangpengembanganekonomi

masyarakatkhususnyapengembangankewirausahaansehinggaterbuka

peluang untuk menciptakan wirausaha-wirausaha baru dan lapangan kerja

baru;

4. Memantapkanprosespembelajaranpengelolaanpembangunandisetiap

Kelurahan.

Prinsip-prinsip PIPPK adalah sebagai berikut:

1. Transparan dan akuntabel, PIPPK terbuka untuk masyarakat dan harus bisa

dipertanggungjawabkan.

2. Efisien dan efektif, PIPPK harus diwujudkan secara optimal untuk

mendapatkan hasil yang tepat guna.


48

3. Ekonomis dan berkelanjutan, PIPPK diharapkan mampu menciptakan

kemandirian masyarakat dikemudain hari.

4. Demokratis dan partisipatif, PIPPK melibatkan partispasi aktif seluruh

masyarakat Kota Bandung

Keberhasilan PIPPK diukur dengan indikator keberhasilan beserta target

kinerja tahunan meliputi:

a. Memenuhi perencanaan partisipatif masyarakat yang menjadi prioritas

di kewilayahan

b. Kegiatan bersifat inovatif

c. Meningkatkan partisipasi dan swadaya masyarakat dalam pembangunan

d. Manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat.

PIPPK dirancang sebagai gerakan bersama yang terpadu dalam

rangka menunjang program/kegiatan Pemerintah Daerah sesuai dengan

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 03 Tahun 2014 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2013-2018 antara

lain melalui akselerasi Pembangunan Daerah dengan metode pemberdayaan

masyarakat yang melibatkan berbagai pihak antara lain Pemerintah Daerah,

kelompok ahli, dunia usaha dan masyarakat luas. Semua pihak diharapkan

dapat menjalankan peran dan tanggung jawabnya dengan baik dalam

memberdayakan masyarakat sebagai pelaku utama PIPPK.

Secara khusus perangkat Pemerintah Daerah dituntut agar mampu

berperan sebagai katalis pembangunan untuk mendorong terjadinya proses

transformasi dan bukan transplantasi. Oleh karena itu sebagai upaya untuk
49

mencapai tujuan dan sasaran serta mendukung kelancaran pengelolaan PIPPK,

dibentuk organisasi pelaksana Tim Pengarah Program Inovasi Pembangunan

dan Pemberdayaan Kewilayahan (TP-PIPPK) yang berfungsi sebagai

fasilitator dalam membantu, memberdayakan dan mendampingi masyarakat di

dalam pelaksanaan seluruh tahapan kegiatan, dan ditetapkan dengan

Keputusan Walikota.

Susunan keanggotaan Tim Pengarah PIPPK termaksud di atas, terdiri dari:

1. Pembina

a. Memberikan pengayoman, masukan dan saran serta advokasi

berkaitan dengan Pelaksanaan PIPPK.

b. Memberikan arahan, padangan umum dan penetapan kebijakan mengenai

prinsip-prinsip implementasi PIPPK.

2. Ketua

a. Merumuskan kebijakan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan arahan

dan kebijakan umum dari Pengarah;

b. Melaksanakan koordinasi seluruh kegiatan meliputi perencanaan,

pelaksanaan dan pengendalian, monitoring dan evaluasi serta

pelaporan kegiatan PIPPK

c. Memimpin rapat-rapat berkaitan dengan pelaksanaan

Program/Kegiatan pada PIPPK;

d. Menghimpun dan menyusun laporan pelaksanaan PIPPK berdasarkan

laporan dari masing-masing bidang;


50

e. Menyampaikan laporan pelaksanaan PIPPK kepada Walikota Bandung

dan Wakil Walikota Bandung selaku pengarah.

3. Wakil Ketua I :

a. Melaksanakan tugas harian Ketua Tim Pengarah Pelaksanaan

Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (TPP-

PIPPK)

b. Membantu Ketua Tim Pengarah Pelaksanaan Program Inovasi

Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (TPP-PIPPK) dalam

mengkoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan PIPPK

c. Merumuskan pelaksanaan kebijakan PIPPK;

d. Memberikan pertimbangan teknis operasional pelaksanaan PIPPK

kepada Ketua Tim Pengarah Pelaksanaan Program Inovasi

Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (TPP-PIPPK)

e. Menyampaikan petunjuk dan arah kebijakan yang telah digariskan

Ketua Tim Pengarah Pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan (TPP-PIPPK), dalam hal Ketua Tim

Pengarah Pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan (TPP-PIPPK) berhalangan; dan

f. Melaksanakan tugas-tugas lain dari Ketua Tim Pengarah

Pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan

Kewilayahan (TPPPIPPK) yang berkaitan dengan teknis operasional

PIPPK
51

4. Wakil Ketua II:

Membantu melaksanakan tugas-tugas lain dari Ketua Tim Pengarah

Pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan

Kewilayahan (TPP-PIPPK) yang berkaitan dengan teknis operasional

PIPPK.

5. Wakil Ketua III:

Membatu melaksanakan tugas-tugas lain dari Ketua Tim Pengarah

Pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan

Kewilayahan (TPP-PIPPK) yang berkaitan dengan teknis operasional

PIPPK

6. Sekretaris

a. Memimpin pelaksanaan tugas-tugas administrasi dan kesekretariatan Tim

Pengarah Pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan (TPP-PIPPK);

b. Menyiapkan bahan-bahan kebutuhan rapat Tim Pengarah

Pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan

Kewilayahan (TPPPIPPK);

c. Menyusun jadwal kegiatan dan notulensi rapat-rapat Tim Pengarah

Pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan

Kewilayahan (TPP-PIPPK);

d. Menyiapkan dan menyusun bahan laporan pelaksanaan tugas Tim

Pengarah Pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan (TPP-PIPPK);


52

e. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Ketua Tim Pengarah

Pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan

Kewilayahan (TPP-PIPPK);

f. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas administrasi dan

kesekretariatan dari masing-masing bidang melalui Koordinator dan

Sekretaris Bidang;

g. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas kesekretariatan PIPPK.

7. Wakil Sekretaris I:

Membatu melaksanakan tugas-tugas lain dari Ketua dan Sekretaris

Tim Pengarah Pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan (TPP-PIPPK) yang berkaitan dengan teknik

operasional PIPPK.

8. Wakil Sekretaris II:

Membatu melaksanakan tugas-tugas lain dari Ketua dan Sekretaris

Tim Pengarah Pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan (TPP-PIPPK) yang berkaitan dengan teknis

operasional PIPPK.

9. KepalaSekretariat Harian:

Melaksanakan fugsi sekretariat harian dan membantu tugas harian

Sekretaris Tim Pengarah Pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan

dan Pemberdayaan Kewilayahan (TPP-PIPPK).

10. Kelompok Kerja Bidang Perencanaan:


53

Menyusun perencanaan Program/Kegiatan berkaitan dengan

Pelaksanaan PIPPK secara berjenjang sesuai dengan Pedoman

Pelaksanaan dan Instrumen-instrumen pendukung lainnya

Sedangkan dalam perealisasian PIPPK, Pemererintah Kota Bandung

membagi peran kepada Kecamatan, Kelurahan dan khususnya Lembaga

Kemasyarakatan. Lembaga Kemasyarakatan disetiap Kelurahan diberi

kewenangan secara penuh untuk merencanakan dan melaksanakan beragam

kegiatan pembangunan dengan pagu anggaran sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus

juta rupiah). Setiap Lembaga Kemasyarakatan (RW, LPM, PKK dan Karang

Taruna) memiliki ruang lingkup kegiatan yang berbeda seperti yang diuraikan

pada tabel 3.3

Tabel 3.3 Ruang Lingkup Kegiatan Lembaga Kemasyarakatan


N

o Lembaga Kemasyarakatan Ruang Lingkup

1 Rukun Warga Infrastruktur


Sosial kemasyarakatan
Penguatan kelembagaan RW
Fasilitasi pelaksanaan ketertiban,
kebersiahn, keindahan Lingkup RW
Pemberdayaan dan inovasi ekonomi lokal
Pemberdayaan dan
2 Kesejahteraan Keluarga Fasilitasi penguatan kelembagaan
(PKK)
Fasilitasi kegiatan lingkup pokja I PKK:
mengelola penghayatan dan pengamalan
Pancasila dan gotong royong
Fasilitasi kegiatan lingkup pokja IIPKK:
mengelola program pendidikan dan
keterampilan dan pengembangan
kehidupan berkoperasi
Fasilitasi kegiatan lingkup pokja III PKK:
mengelola program pangan, sandang,
perumahan dan tata laksana rumah tangga
54

Fasilitasi kegiatan lingkup pokja IV


PKK: mengelola program kesehatan,
kelestarian lingkungan hidup dan
perencanaan sehat
3 Karang Taruna Penguatan kelembagaan
Olahraga, kesenian, dalam rangka
peringatan hari besar nasional
Pengabdian masyarakat
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial
Usaha ekonomi produktif (UEF)
Lembaga Pengabdian
4 Penguatan kelembagaan
Masyarakat (LPM)
Koordinasi proses pembangunan yang
meliputi: perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian pembangunan
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan
pembangunan di Kelurahan
(Sumber: Perwal No.436 Kota Bandung)
Adapun rincian dari ruang lingkup kegiatan RW yaitu sebagai berikut:

1. Infrastruktur

a. Perbaikan jalan lingkungan skala kecil RT/RW

b. Perbaikan saluran air skala kecil di lingkungan RT/RW

c. Perbaikan gorong-gorong skala kecil di lingkungan RT/RW

d. Pembangunan dan atau perbaikan kantor RW

e. Kegiatan infrastruktur lainnya sesuai dengan kebutuhan pembangunan

di lingkup RW sesuai dengan kewenangan Camat

2. Sosial kemasyarakatan

a. Perbaikan rumah tidak layak huni;

b. Fasilitasi kegiatan keagamaan dalam lingkup RW

c. Bantuan fasilitas dan kelengkapan sekolah bagi anak keluarga

kurang mampu;

d. Pelatihan pemulasaraan jenazah;


55

e. Kegiatan sosial kemasyarakatn lainnya sesuai dengan kebutuhan

lingkup RW sesuai dengan kewenangan Camat.

3. Penguatan kelembagaan RW

a. Pembuatan papan nama kelembagaan RW

b. Pembuatan struktur kelembagaan RW

c. Fasilitasi seragam Pengurus RW

d. Pembuatan papan Informasi RW

e. Pengadaan buku Administrasi RW

f. Pengadaan komputer dan printer

g. Pengadaan alat dokumentasi

h. Pengadaan meubal air

i. Pengadaan alat tulis kantor

j. Dan lainnya sesuai dengan kebutuhan kelembagaan RW sesuai dengan

kewenangan Camat.

4. Fasilitasi pelaksanaan ketertiban, kebersihan, keindahan lingkup

RW

a. Pelatihan penguatan linmas di lingkungan RW

b. Pengadaan pakaian linmas RW

c. Pengadaan alat angkut kebersihan

d. Pembangunan dan atau perbaikan taman di lingkup RW sesuai dengan

kewenangan Camat.

5. Pemberdayaan dan inovasi ekonomi lokal

a. Pendataan pelaku ekonomi unggulan


56

b. Pelatihan kewirausahaan lingkup RW

c. Promosi produk unggulan warga RW

d. Peningkatan kapasitas warga dengan rintisan usaha

e. Kegiatan lainnya bidang ekonomi dan koperasi dalam lingkup RW

sesuai dengan kewenangan Camat.

3.3.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih penulis yaitu lokasi yang menjelaskan

keterwakilan wilayah dari Kota Bandung yang selanjutnya bisa dijadikan sampel

oleh penulis untuk mewakili satu wilayah yang sama. Maka penulis memilih lima

lokasi yang merupakan bagian timur, selatan, barat, utara, dan pusat Kota

Bandung. Peneliti memilih 5 Kelurahan dan 5 Kecamatan yang merupakan

keterwakilan dari setiap wilayah bagian Kota Bandung. Lima kelurahan dan

Kecamatan tersebut yaitu Kelurahan Cipadung Kecamatan Cibiru, Kelurahan

Babakan Asih Kecamatan Bojongloa Kaler, Kelurahan Sukawarna Kecamatan

Sukajadi, Kelurahan Padasuka Kecamatan Cibeunying Kidul dan Kelurahan

Braga Kecamatan Sumur Bandung.

Gambar 3.1 Peta Kelurahan Cipadung


57

(Sumber: PPDB Kota Bandung, 2018)

3.3.2.1 Kecamatan Cibiru Kota Bandung

Kecamatan Cibiru merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Kota

Bandung. Secara geografis Kecamatan Cibiru berada di wilayah timur Kota

Bandung dan memiliki jarak tempuh 17km untuk sampai di Pemerintahan Kota

Bandung. Kecamatan Cibiru mempunyai luas wilayah 1.079.427 Ha dengan

jumlah penduduk sebanyak 59.010 jiwa terdiri dari 28.821 jiwa laki-laki dan

30.189 jiwa perempuan. Secara administratif Kecamatan Cibiru terbagi kedalam

76 RW dan 402 RT dan 6 Kelurahan yaitu Kelurahan Cipadung, Kelurahan

Cipadung Kulon, Kelurahan Cipadung Kidul, Kelurahan Pasirbiru, Kelurahan

Palasari dan Kelurahan Cisurupan.

3.3.2.2 Kelurahan Cipadung Kecamatan Cibiru Kota Bandung

Kelurahan Cipadung merupakan salahsatu Kelurahan di Kecamatan Cibiru

Kota Bandung. Secara geografis Kelurahan Cipadung berada di wilayah Timur


58

Kota Bandung dan memiliki jarak tempuh 17 km untuk sampai di Pemerintahan

Kota Bandung. Kelurahan Cipadung memiliki luas wilayah 105 Ha terdiri dari 17

RW dan 83 RT dengan jumlah penduduk sebanyak 19.739 jiwa pada Tahun 2016

terdiri dari 9.613 jiwa laki – laki dan 10.141 jiwa perempuan. Kelurahan

Cipadung memiliki beberapa prestasi diantaranya adalah Juara III Lomba

KinerjaTingkat Kota Bandung tahun 2011, Juara III Lomba Rampak

GendengTingkat Kota Bandung tahun 2011, dan Juara I Penyerapan Anggaran

PIPPK Tingkat Kota Bandung Tahun 2015.

3.2.2.3 Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung

Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan salah satu Kecamatan yang ada di

Kota Bandung. Secara geografis Kecamatan Bojongloa Kaler berada di wilayah

selatan Kota Bandung dan memiliki jarak tempuh 6,1km untuk sampai di

Pemerintahan Kota Bandung. Kecamatan Bojongloa Kaler mempunyai luas

wilayah 303,4 Ha. Jumlah penduduk Kecamatan Bojongloa Kaler terbilang padat

dan tak sebanding dengan luas wilayahnya yang kecil dibandingkan dengan

kecamatan lain yaitu sebanyak 122.020 jiwa terdiri dari 61.989 jiwa laki-laki dan

60.031 jiwa perempuan. Secara administratif Kecamatan Cibiru terbagi kedalam

47 RW dan 396 RT dari 5 Kelurahan yaitu Kelurahan Babakan Asih, Kelurahan

Babakan Tarogong, Kelurahan Jamika, Kelurahan Kopo, dan Kelurahan Suka

Asih.

3.2.2.4 Kelurahan Babakan Asih Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung


59

Kelurahan Babakan Asih merupakan salahsatu Kelurahan di Kecamatan

Bojongloa Kaler Kota Bandung. Secara geografis Kelurahan Babakan Asih berada

di wilayah Selatan Kota Bandung dan memiliki jarak tempuh 4,7 km untuk

sampai di Pemerintahan Kota Bandung. Kelurahan Cipadung Babakan Asih

memiliki luas wilayah 24,1Ha terdiri dari 7 RW dan 59 RT dengan jumlah

penduduk sebanyak 14.734 jiwa pada tahun 2013 terdiri dari 7.640 jiwa laki – laki

dan 7.194 jiwa perempuan.

3.2.2.5 Kecamatan Sukajadi Kota Bandung

Kecamatan Sukajadi merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Kota

Bandung. Secara geografis Kecamatan Sukajadi berada di wilayah barat Kota

Bandung dan memiliki jarak tempuh sekitar 5 km untuk sampai di Pemerintahan

Kota Bandung. Kecamatan Sukajadi mempunyai luas wilayah 430,90 Ha dengan

jumlah penduduk pada tahun 2014 sebanyak 108.045 jiwa terdiri dari 54.057 jiwa

laki-laki dan 53.988 jiwa perempuan. Secara administratif Kecamatan Sukajadi

terbagi kedalam 49 RW dan 332 RT dari 5 Kelurahan yaitu Kelurahan

Sukawarna, Kelurahan Pasteur, Kelurahan Cipedes, Kelurahan Sukabungah, dan

Kelurahan Sukagalih.

3.2.2.6 Kelurahan Sukawarna Kecamatan Sukajadi Kota Bandung

Kelurahan Sukawarna merupakan salah satu Kelurahan di Kecamatan

Sukajadi Kota Bandung. Secara geografis Kelurahan Sukawarna berada di


60

wilayah Barat Kota Bandung dan memiliki jarak tempuh 7,6km untuk sampai di

Pemerintahan Kota Bandung. Kelurahan Sukawarna memiliki luas wilayah 80Ha

terdiri dari 7 RW dan 45 RT dengan jumlah penduduk sebanyak 15.634 jiwa pada

tahun 2014 terdiri dari 7.852 jiwa laki – laki dan 7.782 jiwa perempuan.

3.2.2.7 Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung

Kecamatan Cibeunying Kidul merupakan salah satu Kecamatan yang ada

di Kota Bandung. Secara geografis Kecamatan Cibeunying Kidul berada di

wilayah utara Kota Bandung dan memiliki jarak tempuh 5km untuk sampai di

Pemerintahan Kota Bandung. Kecamatan Cibeunying Kidul mempunyai luas

wilayah 515,34 Ha dengan jumlah penduduk pada tahun 2015 sebanyak 99.832

jiwa terdiri dari 50.591 jiwa laki-laki dan 49.235 jiwa perempuan. Secara

administratif Kecamatan Cibiru terbagi kedalam 87 RW dan 562 RT dari 6

Kelurahan yaitu Kelurahan Sukamaju, Kelurahan Cicadas, Kelurahan Padasuka,

Kelurahan Pasirlayung, Kelurahan Cikutra dan Kelurahan Sukapada.

3.2.2.8 Kelurahan Padasuka Kecamatan Cibeunying Kidul Kota Bandung

Kelurahan Padasuka merupakan salah satu Kelurahan di Kecamatan

Cibeunying Kidul Kota Bandung. Secara geografis Kelurahan Cibeunying Kidul

berada di wilayah Utara Kota Bandung dan memiliki jarak tempuh sekitar 3 km

untuk sampai di Pemerintahan Kota Bandung. Kelurahan Padasuka memiliki luas

wilayah 51,5Ha terdiri dari 16 RW dan 103 RTdengan jumlah penduduk sebanyak
61

14.607 jiwa pada tahun 2016 terdiri dari 7.269 jiwa laki – laki dan 7.338 jiwa

perempuan.

3.2.2.9 Kecamatan Sumur Bandung Kota Bandung

Kecamatan Sumur Bandung merupakan salah satu Kecamatan yang ada di

Kota Bandung. Secara geografis Kecamatan Sumur Bandung berada di wilayah

pusat Kota Bandung dan memiliki jarak tempuh hanya sekitar 1 km untuk sampai

di Pemerintahan Kota Bandung. Kecamatan Sumur Bandung mempunyai luas

wilayah 340 Ha dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 sebanyak 36.579 jiwa

terdiri dari 18.457 jiwa laki-laki dan 18.122 jiwa perempuan. Secara administratif

Kecamatan Cibiru terbagi kedalam 36 RW dan 226 RT dari 4 Kelurahan yaitu

Kelurahan Braga, Kelurahan Kebon Pisang, Kelurahan Merdeka dan Kelurahan

Babakan Ciamis.

3.2.2.10 Kelurahan Braga Kecamatan Sumur Bandung Kota Bandung

Kelurahan Braga merupakan salahsatu Kelurahan di Kecamatan Sumur

Bandung Kota Bandung. Secara geografis Kelurahan Braga berada di pusat Kota

Bandung dan memiliki jarak tempuh 1,1km untuk sampai di Pemerintahan Kota

Bandung. Kelurahan Braga memiliki luas wilayah 55 Ha terdiri dari 8 RW dan 45

RT dengan jumlah penduduk sebanyak 6.308 jiwa pada Tahun 2015 terdiri dari

3.285 jiwa laki – laki dan 3.095 jiwa perempuan. Kelurahan Braga memiliki

potensi di sektor ekonomi dansektor pariwisata seperti adanya pusat perbelanjaan,

Hotel/ Penginapan, restoran, wilayah Asia – Afrika dengan cagar budaya Gedung
62

Merdeka yang sering menjadi tujuan wisatawan lokal maupun asing, juga unik

dan khasnya Jalan Braga yang kerap menjadi spot/tempat berfoto ria.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan memaparkan data yang diperoleh penulis dari

temuan-temuan selama melakukan penelitian di lapangan. Penulis akan

mendeskripsikan dan menganalisisdata yang diperoleh dari hasil penelitian yang

dilakukan pada berbagai pihak dari berbagai wilayah yang berbeda di Kota

Bandung yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat melalui lembaga

kemasyarakatan dalam program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan

Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung.

Uraian pada bab ini didasarkan pada studi kepustakaan yaitu dengan

melihat dari buku-buku atau dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian

yang akan dibahas selanjutnya mengenai partisipasi masyarakat melalui lembaga

kemasyarakatan Rukun Warga (RW) dalam Program Inovasi Pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung.Sedangkan untuk

pengambilan data dilapangan melalui observasi dan wawancara yang dilakukan

kepada beberapa informan yang terkait dengan penelitian penulis yaitu partisipasi

masyarakat melalui lembaga kemasyarakatan Rukun Warga (RW) dalam program

inovasi pembangunan dan pemberdayaan kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung

yaitu keterwakilan dari wilayah Barat, Utara, Timur, Selatan dan Pusat Kota

Bandung yang meliputi berbagai pihak yang berasal dari Kecamatan, Kelurahan,

Rukun Warga (RW) dan warga.

62
63

Data yang diperoleh penulis baik daridokumen, observasi

maupunhasilwawancara akan dikumpulkan untuk selanjutnya direduksi. Reduksi

data merupakan proses merangkum data yang dimiliki danselanjutnya memilah-

milah dicaripoin-pointerpentingdaridatatersebut.Kemudian setelah dilakukan

reduksi data, penulis akan menyajikannya dalam bentuk teks, tabel

maupunbaganyangmerupakanhasilanalisisdariteoriyangpenulisgunakan. Dan yang

terakhir penulis akan mengambilkesimpulanberdasarkanpadahasil penelitian

penulis dan diverifikasi kebenarannya. Hasil penelitian akan diuji keabsahan

datanya dengan menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi dilakukan dengan

cara mengecek data yang sama dengan teknik yang berbeda biasanya data yang

diperoleh dari hasil wawancara dibandingkan dengan keadaan sekitar dan hasil

dokumentasi.

4.1 Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan

(PIPPK)

PIPPK adalah program pembangunan inovatif untuk mewujudkan

keberdayaan masyarakat yang dilakukan secara bersama (Merata-Berdaya-

Bersama). PIPPK menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat,

pelaksanaannya melalui berbagai program pembangunan yang diamanatkan

kepada 151 kelurahan dari 30 kecamatan di Kota Bandung atas dasar kerjasama

antara pemerintah Kota Bandung dengan seluruh masyarakat Kota Bandung.

Penunjang pelaksanaan PIPPK adalah lembaga Rukun Tetangga (RT)/Rukun

Warga (RW), Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-


64

PKK), Karang Taruna, dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)

Kelurahan.

PIPPKdirancangsebagaigerakanbersamayangterpadudalamrangka

menunjangprogram/kegiatanPemerintahDaerahsesuaidenganPeraturan

DaerahKotaBandungNomor03Tahun2014tentangRencanaPembangunan

JangkaMenengahDaerah(RPJMD)Tahun2013-2018antaralainmelalui akselerasi

PembangunanDaerahdenganmetodepemberdayaanmasyarakat yang melibatkan

berbagai pihak antara lain Pemerintah Daerah, kelompok ahli,

duniausahadanmasyarakatluas.Semuapihakdiharapkandapat

menjalankanperandantanggungjawabnyadenganbaikdalam memberdayakan

masyarakat sebagai pelaku utama PIPPK.

SecarakhususperangkatPemerintahDaerahdituntutagarmampu

berperansebagaikatalispembangunanuntukmendorongterjadinyaproses

transformasidanbukantransplantasi.Olehkarenaitusebagaiupayauntuk mencapai

tujuan dan sasaran serta mendukungkelancaran pengelolaan PIPPK,

dibentukorganisasipelaksanaTimPengarahProgramInovasiPembangunan

danPemberdayaanKewilayahan(TP-PIPPK)yangberfungsisebagaifasilitator

dalammembantu,memberdayakandanmendampingimasyarakatdidalam

pelaksanaanseluruhtahapankegiatan,danditetapkandenganKeputusan Walikota.

Lebih jelasnya struktur organisasi pelaksana PIPPK dapat dilihat di Bagan 4.1.
65

Bagan 4.1 Struktur Organisasi Pelaksana PIPPK

(Sumber: Buku Sosialsasi PIPPK oleh Bagian Pemerintahan


Kota Bandung, 2018)

Lembaga Kemasyarakatan disetiap Kelurahan diberi kewenangan secara

penuh untuk merencanakan dan melaksanakan beragam kegiatan pembangunan

dengan pagu anggaran sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).Uang

sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta) tidak diterima secarang langsung oleh

lembaga kemasyarakat sebagai pelaksana kegiatan melainkan uang tersebut

diterima sebagai manfaat dengan pengajuan-pengajuan kegiatan yang diusulkan

oleh lembaga kemasyarakatan. Sehingga uang senilai Rp. 100.000.000,00

diterima dalam bentuk kegiatan yang telah disetujui oleh pemerintah Kota yang

sebelumnya telah diusulkan oleh lembaga kemasyarakatan dengan alur proses

pelaksanaan kegiatan PIPPK sebagaia berikut.


66

Gambar 4.1 Alur Pelaksanaan Kegiatan PIPPK

(Sumber: Buku Selayang Pandang PIPPKoleh Bagian Pemerintahan


Kota Bandung, 2018)

Setiap Lembaga Kemasyarakatan yang tertera dalam gambar diatas seperti

RW, LPM, PKK dan Karang Taruna dalam melaksanakan kegiatan PIPPK harus

berpedoman kepada jenis kegiatan yang mendukung upaya Pemerintah Kota

Bandung dalam pembangunan Daerah. Jenis kegiatan setiap lembaga

kemasyarakatan memiliki ruang lingkup kegiatan yang berbeda-beda mengacu

kepada kebutuhan pembangunan Daerah. Partisipasi masyarakat sangat

dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan PIPPK tersebut. Masyarakat

dituntut tidak hanya sebagai objek kegiatan PIPPK saja namun masyarakat juga

dituntut sebagai subjek kegiatan PIPPK artinya masyarakat harus ikut serta

berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan PIPPK seperti halnya tujuan awal dari

adanya PIPPK. Demikian pula dalam pelaksanaan kegiatan PIPPK melalui

lembaga kemasyarakatan rukun warga (RW) sangat dibutuhkan partisipasi


67

masyarakat dalam pelaksanaannya. Maka dari itu penulis akan menjelaskan

bagaimana partisipasi masyarakat melalui lembaga kemasyarakatan rukun warga

(RW) dalam program inovasi pembangunan dan pemberdayaan kewilayahan

(PIPPK) di Kota Bandung pada sub bab berikutnya.

4.2 Partisipasi Masyarakat melalui Lembaga Kemasyarakatan Rukun

Warga dalam Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan

Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung

Kegiatan pembangunan tidak semata-mata menjadi tanggung jawab

Pemerintah Daerah saja, melainkan harus dilakukan dan didukung oleh seluruh

komponen masyarakat. Suharto berpendapat bahwa bagaimanapun, kegiatan

pembangunan senantiasa memerlukan keikutsertaan masyarakat. Tanpa

keikutsertaan masyarakat maka pembangunan tersebut tidak akan ada artinya,

karena sesungguhnya pembangunan yang dilaksanakan di berbagai kehidupan

masyarakat diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri.

Dampak yang terjadi adalah tidak adanya tanggungiawab anggota

kelompok masyarakat dalam memanfaatkan hasil-hasil pembangunan. Bahkan

boleh jadi, masyarakat sebenarnya tidak memerlukan kegiatan pembangunan

tersebut. Alasan inilah yang membuat pentingnya keterlibatan masyarakat dalam

pembangunan agar hasil pembangunan tersebut sesuai dengan kebutuhan dan

benar-benar tepat sasaran. Sehingga pembangunan di Daerah harus direncanakan,

dilaksanakan dan dikendalikan oleh seluruh warga masyarakat yang selanjutnya

difasilitasi oleh Pemerintah Daerah.


68

Terlepas dari penjabaran poin pada indikasi masalah di Bab I, pada

pembahasan ini penulis akan mencoba menganalisa hasil penelitian yang telah

dilakukan berdasarkan teori yang digunakan oleh penulis yaitu teori partisipasi

masyarakat menurut Cohen dan Uphoff. Teori masyarakat menurut Cohen dan

Uphoff partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat yang ditempuh dalam

empat tahapan yaitu melalui tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap

pemanfaatan hasil dan tahap evaluasi.Penulis juga mengaitkan teori Cohen dan

Uphoff dengan alur pelaksanaan kegiatan PIPPK pada lembaga kemasyarakatan

Rukun Warga dengan adanya pembagian peran antara pemerintah kota,

kecamatan, kelurahan dan Lembaga Kemasyarakatan Rukun Warga (RW) dengan

alur sebagai berikut:

Bagan 4.2 Alur Kegiatan PIPPK

(Sumber: diolah oleh penulis, 2018)

Sebelum masuk kedalam teori penulis akan memaparkan bagaimana

perkembangan Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan


69

(PIPPK) selama tiga tahun ini dari mulai tahun 2015 sampai 2018. Kemudian

bagaimana pemahaman masyarakat mengenai Program Inovasi Pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) berdasarkan hasil wawancara dengan

berbagai kalangan masyarakat baik dari pihak Kecamatan, Kelurahan, Rukun

Warga (RW) dan masyarakatnya langsung.

Secara Umum Program Inovasi pembangunan dan Pemberdayaan

Kewilayahan merupakan program yang bisa memenuhi apa yang dibutuhkan

masyarakat dalam skala kecil. Walaupun Ketua RW 10 Kelurahan Cipadung

berpendapat bahwa pada awal tahun 2015 banyak kesulitan dalam menjalankan

program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan, tapi untuk

selanjutnya masyarakat mulai belajar dari pengalaman-pengalaman

sebelumnyadan juga dari pengarahan-pengarahan yang dilaksanakan sehingga

membatu proses pemahaman masyarakat. Pengurus RW di Kelurahan Sukawarna

juga berpendapat bahwa sebelum adanya PIPPK, RW jarang sekali bahkan tidak

melakukan kegiatan-kegiatan. Hal tersebut dipengaruhi oleh kesempatan

masyarakat dalam mengusulkan kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Masyarakat

hanya bisa mengusulkan melalui Musrenbang dan usulan tersebut kecil

kemungkinan bisa disetujui karena mereka memang paham usulan tidak datang

dari RW mereka saja namun dari seluruh RW di Kota Bandung.

Sekretaris Kelurahan Cipadung berpendapat bahwa hanya aktivis atau

pengurus di Rukun Warga (RW) atau RT saja yang paham mengenai PIPPK ini.

Hal tersebut juga diakui oleh Ketua RW di kelurahan Babakan Asih dan

Kelurahan Braga bahwa masih banyak masyarakat yang kurang mengetahui


70

PIPPK hal tersebut terjadi karena memang masih banyak masyarakat yang tidak

peduli, cuek dan acuh tak acuh terhadap kegiatan dalan PIPPK. Selain itu, Ketua

RW 3 Kelurahan Sukawarna juga menambahkan bahwa kurangnya pemahaman

masyarakat terjadi karena masih kurangnya sosialisasi sehingga masyarakat hanya

mengetahui bahwa kegiatan itu berasal dari swadaya masyarakat. Pendapat dari

Ketua RW 3 Kelurahan Sukawarnapun dibenarkan dari hasil pengakuan warga

setempat bahwa yang mereka tahu kegiatan selama ini bukan dari PIPPK namun

dari swadaya masyarakat sedangkan untuk kegiatan yang mereka ketahui dari

PIPPK adalah kegiatan berupa pemasangan spanduk atau tanaman yang bertulisan

“PIPPK”. selain itu juga masih banyak masyarakat yang menilai bahwa bantuan

dari PIPPK ini berbentuk uang bukan berbentuk sebuah kegiatan.

Artinya dari hasil wawancara awal penulis diperoleh keterangan bahwa

masyarakat masih ada yang belum begitu paham mengenai Program Inovasi

Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) ini. Ketika masyarakat

belum paham mengenai PIPPK, apakah masyarakat akan terlibat dalam kegiatan

PIPPK. Selanjutnya akan diuraikan bagaiamana partisipasi masyarakat melalui

lembaga kemasyarakatan Rukun Warga (RW) dalam program inovasi

pembangunan dan pemberdayaan kewilayahan (PIPPK) berdasarkan teori

partisipasi masyarakat menurut Cohen dan Uphoff. Cohen dan Uphoff

berpendapat bahwa partisipasi adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam empat

tahapan yaitu partisipasi dalam tahap perencanaan, partisipasi dalam tahap

pelaksanaan, partisipasi dalam tahap pemanfaatan hasil dan partisipasi dalam

tahap evaluasi. Lebih jelasnya, setiap tahap akan penulis uraikan sebagai berikut.
71

4.2.1 Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan merupakan tahap pertama yang diterapkan oleh Cohen

dan Uphoff untuk mengetahui partisipasi masyarakat. Penulis menerapkan tahap

perencanaan ini sebagai tahapan pertama dalam partisipasi masyarakat melalui

lembaga kemasyarakatan rukun warga (RW) dalam program Inovasi

pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung untuk

meneliti bagaimana partisipasi masyarakat dan kendala apa saja yang ditemui di

lapangan dalam keterlibatan masyarakat di program inovasi pembangunan dan

pemberdayaan kewilayahan (PIPPK) melalui lembaga kemasyarakatan rukun

warga (RW). Ada tiga aspek yang digunakan penulis dalam tahapan ini

diantaranya yaitu partisipasi masyarakat melalui sumbangan pemikiran dalam

aspirasi atau usulan, partisipasi masyarakat dalam musyawarah rencana

pembangunan, dan perencanaan partisipatif masyarakat menjadi prioritas

kewilayahan.

4.2.1.1 Partisipasi Masyarakat melalui Sumbangan Pemikiran/Usulan

Perencanaan yang matang sangat diperlukan agar pembangunan yang

dilaksanakan berjalan dengan lancar, efektif, efisien dan tepat sasaran. Seperti

halnya prinsip PIPPK yang terwujud secara:

1. Transparan dan akuntabel, PIPPK terbuka untuk masyarakat dan harus bisa

dipertanggungjawabkan.
72

2. Efisien dan efektif, PIPPK harus diwujudkan secara optimal untuk

mendapatkan hasil yang tepat guna.

3. Ekonomis dan berkelanjutan, PIPPK diharapkan mampu menciptakan

kemandirian masyarakat dikemudain hari.

4. Demokratis dan partisipatif, PIPPK melibatkan partispasi aktif seluruh

masyarakat Kota Bandung

Oleh karena itu dalam perencanaan PIPPK dibutuhkan sumbangan

pemikiran atau usulan dari masyarakat yang memang mengetahui langsung

kebutuhan-kebutuhan di wilayahnya. Dalam aspek ini masyarakat tidak hanya

berpartisipasi dengan hanya menyampaikan aspirasi atau usulan kegiatan saja

melainkan masyarakat diharapkan dapat menggali, mampu memahami dan

mengungkapkan persoalan atau permasalahan yang mereka hadapi dan juga

kebutuhan yang mereka perlukan.

Sehingga selanjutnya mereka dapat mengetahui apa yang menjadi

kebutuhan dan mampu menentukan prioritas kegiatan yang selanjutnya akan

menjadi prioritas kewilayahan mereka. Prioritas kewilayahan ini akan menunjang

keberhasilan program inovasi pembangun dan pemberdayaan kewilayahan

(PIPPK) karena program akan terlaksana dengan baik dan tepat sasaran. Semua

kalangan dapat memanfaatkan hasil kegiatan sesuai kebutukan, keperluan dan

harapan wilayahnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua RW 12 Kelurahan Padasuka

diperoleh keterangan bahwa usulan yang ditampung oleh RT selanjutnya ditindak

lanjuti untuk kemudian disampaikan dan dimunculkan pada saat rembug warga.
73

Rembug warga merupakan musyawarah yang dilaksanakan disetiap masing-

masing RW. Hasil dari rembug warga akan RW input ke E-Budgeting. Dalam E-

Budgeting ada dua kamus yaitu kamus untuk kegiatan yang dimasukkan ke

Musrenbang yang artinya kegiatan tersebut berskala besar dan dilaksanakan oleh

dinas-dinas terkait. Kamus yang kedua yaitu kamus PIPPK. kamus PIPPK

kegiatan lebih berskala kecil dan sesuai dengan ruang lingkup yang ada dalam

Perwal.

Setiap Lembaga Kemasyarakatan (RW, LPM, PKK dan Karang Taruna)

dalam melaksanakan kegiatan PIPPK harus berpedoman kepada jenis kegiatan

yang mendukung upaya Pemerintah Kota Bandung dalam pembangunan Daerah.

Setiap lembaga kemasyarakatan memiliki ruang lingkup kegiatan yang berbeda

yang mengacu kepada kebutuhan pembangunan Daerah. Begitupun lembaga

kemasyarakatan Rukun Warga memiliki ruang lingkup yang berbeda seperti yang

diuraikan pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Ruang Lingkup Kegiatan Lembaga Kemasyarakatan

N
LembagaKemasyarakatan Ruang Lingkup Kegiatan
o
1 Rukun Warga Infrastruktur
Sosial kemasyarakatan
Penguatan kelembagaan RW
Fasilitasi pelaksanaan ketertiban,
kebersiahn, keindahan Lingkup RW
Pemberdayaan dan inovasi ekonomi lokal
Pemberdayaan dan
2 Kesejahteraan Keluarga Fasilitasi penguatan kelembagaan
(PKK)
Fasilitasi kegiatan lingkup pokja I PKK:
mengelola penghayatan dan pengamalan
Pancasila dan gotong royong
Fasilitasi kegiatan lingkup pokja IIPKK:
74

mengelola program pendidikan dan


keterampilan dan pengembangan
kehidupan berkoperasi
Fasilitasi kegiatan lingkup pokja III PKK:
mengelola program pangan, sandang,
perumahan dan tata laksana rumah tangga
Fasilitasi kegiatan lingkup pokja IV
PKK: mengelola program kesehatan,
kelestarian lingkungan hidup dan
perencanaan sehat
3 Karang Taruna Penguatan kelembagaan
Olahraga, kesenian, dalam rangka
peringatan hari besar nasional
Pengabdian masyarakat
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial
Usaha ekonomi produktif (UEF)
Lembaga Pengabdian
4 Penguatan kelembagaan
Masyarakat (LPM)
Koordinasi proses pembangunan yang
meliputi: perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian pembangunan
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan
pembangunan di Kelurahan
(Sumber: Perwal No.436 Kota Bandung)

Adapun rincian dari ruang lingkup kegiatan RW yaitu sebagai berikut:

6. Infrastruktur

a. Perbaikan jalan lingkungan skala kecil RT/RW

b. Perbaikan Saluran Air skala kecil di lingkungan RT/RW

c. Perbaikan gorong-gorong skala kecil di lingkungan RT/RW

d. Pembangunan dan atau Perbaikan Kantor RW

e. Kegiataninfrastrukturlainnyasesuaidengankebutuhan

pembangunandilingkupRWsesuaidengankewenangan Camat

7. Sosial kemasyarakatan

a. Perbaikan Rumah Layak Tidak Huni;

b. Fasilitasi kegiatan kegamaan dalam lingkup RW


75

c. Bantuanfasilitasdankelengkapansekolahbagianakkeluarga kurang

mampu;

d. Pelatihan Pemulasaraan Jenazah;

e. Kegiatansosialkemasyarakatnlainnyasesuaidengan kebutuhan lingkup

RW sesuai dengan kewenangan Camat.

8. Penguatan kelembagaan RW

a. Pembuatan Papan Nama Kelembagaan RW

b. Pembuatan Struktur kelembagaan RW

c. Fasilitasi Seragam Pengurus RW

d. Pembuatan Papan Informasi RW

e. Pengadaan buku Administrasi RW

f. Pengadaan Komputer dan Printer

g. Pengadaan Alat Dokumentasi

h. Pengadaan Meubalair

i. Pengadaan Alat Tulis Kantor

j. Dan lainnya sesuai dengan kebutuhan kelembagaan RWsesuai dengan

kewenangan Camat.

9. Fasilitasipelaksanaanketertiban,kebersihan,keindahan lingkup RW

a. Pelatihan Penguatan Linmas di Lingkungan RW

b. Pengadaan Pakaian Linmas RW

c. Pengadaan Alat Angkut Kebersihan

d. Pembangunan dan atau perbaikan taman di lingkupRWsesuai dengan

kewenangan Camat.
76

10. Pemberdayaan dan inovasi ekonomi lokal

a. Pendataan pelaku ekonomi unggulan

b. Pelatihan Kewirausahaan Lingkup RW

c. Promosi produk unggulan warga RW

d. Peningkatan kapasitas warga dengan rintisan usaha

e. Kegiatanlainnyabidangekonomidankoperasidalamlingkup RW sesuai

dengan kewenangan Camat.

Halnya seperti yang telah dijabarkan oleh sekretaris Lurah Kelurahan

Padasuka bahwa usulan yang masuk ke dalam E-Budgeting harus sesuai dengan

ruang lingkup yang ada pada lampiran Peraturan Walikota No. 436 Tahun 2015

tentang Petunjuk teknis Pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK). Apabila tidak sesuai dengan ruang lingkup

makan usulan tersebut tidak bisa di input ke dalam E-Budgeting dan tidak bisa

dilaksanakan.

Selanjutnya Lurah Kelurahan Babakan Asih juga menambahkan

bahwaselain disesuaikan dengan Perwal usulan tersebut harus sesuai denga kode

rekening yang terdapat pada kamus PIPPK dalam E-Budgeting. Apabila tidak

sesuai maka usulan tidak bisa disetujui dan tidak bisa diterima. Usulan akan

diterima dan dianggarkan apabila ada dalam kode rekening dan tidak melebih

seratus juta setiap masing-masing lembaga kemasyarakatan Rukun Warga (RW)

Namun dalam hal ini masih banyak kendala-kendala yang terjadi.

Berlandaskan dari hasil wawancara diperoleh keterangan bahwa seluruh

Kecamatan, Kelurahan dan rukun warga berpendapat bahwa selama ini mereka
77

memiliki permasalahan yaitu masih banyaknya usulan-usulan kebutuhan

pembangunan yang merupakan kesepakatan seluruh warga masyarakat di setiap

Kelurahan tidak disetujui sehingga tidak terakomodir dalam DPA (Dokumen

Pelaksanaan Anggaran). Hal tersebut terjadi dengan alasan-alasan yang berbeda-

beda seperti dibawah ini:

Sekretaris Lurah kelurahan Padasuka dan Lurah kelurahan Braga

berpendapat bahwa sistem E-Budgeting tidak bisa memenuhi keinginan

masyarakat karena masih banyaknya usulan masyarakat yang tidak tersedia dalam

kode rekeing sehingga banyak usulan masyarakat yang tidak disetujui. Ketua RW

12 Kelurahan Padasuka menambahkan bahwa rukun warga (RW) sudah diberikan

kesempatan untuk mengusulkan hanya saja usulan tersebut tidak diterima karena

ada penolakan dari sistem. Perancang sistempun sudah mengakui dan menyadari

bahwa sistem E-Budgeting masih dalam tahap revisi dan belum sempurna.

Sekretaris RW 8 Kelurahan Padasuka berpendapat bahwa pemerintah Kota

sebelumnya tidak menganalisa secara riil di lapangan kebutuhan-kebutuhan yang

memang sangat dibutuhkan masyarakat karena dalam E-Budgeting banyak yang

tidak sesuai dengan keinginan masyarakat sehingga beliau merasa bahwa sistem

E-Budgeting ini baku dan kurang membantu.

Sistem E-Budgeting pertama kali launching pada tahun 2016 dan masih

berjalan sampai saat ini. Namun sayangnya selama tiga tahun berjalan tidak ada

perbaikan dalam sistem E-Budgeting dan masih banyak kekurangan.

Permasalahan yang terjadi pun sudah dievaluasi nanun tetap saja bermasalah

seperti pendapat dari Ketua RW 4 Kelurahan Babakan Asih bahwa usulan yang
78

tidak disetujui bukan terjadi setahun saja namun hampir setiap tahun. Contohnya

di RW 4 Kelurahan Babakan Asih mengusulkan pembangunan masjid namun

yang terakomodir dalam DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) bukan yang

diusulkan melainkan kegiatan lain yaitu pembangunan gapura dan urban farming.

Dan pada saat itu serentak semua RW di Kelurahan Babakan Asih yang disetujui

dan diakomodir dalam DPA adalah pembangunan gapura dan Urban Farming.

Hal serupa juga terjadi di RW 3 Kelurahan Sukawarna dan RW 5

Kelurahan Braga.Pada tahun 2017 yang terakomodir dalam DPA RW 3 Kelurahan

Braga adalah urban farming dan biogester sebuah alat yang bisa menghasilkan gas

dari berbagai sampah organik. Namun dua kegiatan tersebut bukan hasil dari

usulan masyarakat sehingga sampai saat ini urban farming dan biogester tidak

terpelihara dan tidak termanfaatkan karena itu bukan kebutuhan yang diusulkan

masyarakat dan juga tidak ada warga yang inisiatif untuk menggunakannya.Pada

tahun yang sama RW 5 kelurahan Braga mengusulkan perbaikan jalan namun

yang keluar dan terakomodir dalam DPA Adalah vertical garden. Ketua RW 5

kelurahan Braga merasa kecewa dengan hasil dari DPA karena mereka

menganggap bahwa perbaikan jalan yang mereka usulkan lebih penting dan lebih

diperlukan dibandingkan vertical garden.

Berbeda halnya dengan yang terjadi pada RW sebelumnya. Pada akhir

tahun RW 8 Kelurahan Braga mengadakan rembug warga untuk perencanaan

tahun mendatang.Pada rembug warga, RW 8 kelurahan Braga meminta dipandu

oleh Kelurahan agar tidak terjadi kesalahan dan tidak ada kendala sudah mewanti-

wanti dilaksanakan jauh-jauh hari dan merencanakan prioritas kewilayahan sesuai


79

dengan kode rekening yang ada dalam kamus PIPPK. Namun pada bulan Maret

ada pemberitahuan bahwa usulan yang dikirim tidak disetujui karena tidak sesuai

dengan kode rekening. Hal tersebut terjadi karena ada kebijakan baru dalam kode

rekening yang baru diputuskan pada awal tahun.Kebijakan tersebut sangat

menghambat dan pada akhirnya semua lembaga kemasyarakatan RWdi

Kecamatan Sumur Bandung dikumpulkan di kantor Kecamatan dan kembali

menginput usulan kegiatan. Usulan kegiatan yang diinput bukan berasal dari

usulan masyarakat karena sangat mendesak sehingga apapun diusulkan dan yang

penting dana bisa terserap.

Kemudian dari permasalahan usulan yang tidak disetujui ini juga

berpengaruh terhadap dana yang terserap oleh lembaga kemasyarakatan. Dana

yang terserap disetiap Rukun warga berbeda-beda jumlah. Contohnya di RW 8

kelurahan Braga, dana yang terserap di RW 8 Kelurahan Padasuka hanya tujuh

puluh juta. Sekretaris RW 8 kelurahan Padasuka berpendapat bahwa dana yang

terserap tujuh puluh juta masih lebih baik dibandingkan RW yang lainnya. RW

lain ada yang hanya mendapatkan dana empat puluh juta dan sampai ada yang dua

puluh juta. Namun adapula yang berbanding terbalik, ada pula RW yang

mendapatkan dana hingga seratus lima puluh juta rupiah.

Melihat hasil keterangan diatas maka sebenarnya masyarakat sudah diberi

kesempatan dan diberikan peluang oleh pihak Kelurahan untuk memberikan

usulan dengan penyerapan aspirasi melalui RW yang diserahkan kepada setiap RT

untuk menampung aspirasi dari masyarakat. Kemudian usulan dari masyarakat

yang ditampung oleh rukun tetangga (RT) ditindaklanjuti disampaikan pada


80

rembug warga di RW dan selanjutnya hasil dari rembug warga disampaikan pada

Musyawarah Kelurahan untuk diinput dalam E-Budgeting. Namun pada

kenyataannya masih banyaknya usulan-usulan kebutuhan pembangunan yang

merupakan kesepakatan seluruh warga masyarakat di setiap Kelurahan tidak

terakomodir dalam DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran). Hal tersebut terjadi

dengan alasan-alasan yang berbeda-beda seperti sistem E-Budgeting tidak bisa

memenuhi keinginan masyarakat karena masih banyaknya usulan masyarakat

yang tidak tersedia dalam kode rekeing sehingga dalam pembangunan hanya

sebagian item yang tersedia. Kedua, kegiatan yang disetujui tidak sesuai dengan

usulan dari masyarakat seperti masyarakat meminta pembangunan RW namun

yang keluar dalam DPA adalah penanaman vertical garden. Dan ketiga,

masyarakat sudah mengusulkan usulan sesuai dengan kode rekning pada akhir

tahun namun beberapa bulan pada awal tahun ada pemberitahuan bahwa usulan

tidak disetui karena tidak sesuai dengan kode rekening hal tersebut terjadi karena

ada kebijakan baru yang terlambat sedangkan usulan telah diinput sebelumnya.

Berdasarkan paparan diatas, dapat dipahami bahwa partisipasi masyarakat

melalui sumbangan pemikiran berupa usulan kegiatan dalam program inovasi

pembangunan dan pemberdayaan kewilayahan (PIPPK) telah dilakukan oleh

masyarakat. Hanya saja usulan yang telah disampaikan oleh masyarakat banyak

yang tidak terokomodir dalam DPA PIPPK sehingga kegiatan yang

diusulkantidak dilaksanakan.
81

4.2.1.2 Partisipasi Masyarakat dalam Musyawarah atau Rapat

PIPPK mempunyai maksud yaitu untuk meningkatkan tugas, peran, dan

fungsi aparat kewilayahan beserta seluruh stakeholder lembaga kemasyarakatan

Kelurahan, untuk menampung dan menyalurkan aspirasi, mengkoordinasikan, dan

untuk pengambilan keputusan pemecahan berbagai permasalahan melalui metode

pemberdayaan masyarakat, serta agar Lembaga Kemasyarakatan mampu

mengelola proses pembangunan secara inovatif dan mandiri dalam rangka

percepatan pelaksanaan pembangunan.

Dari hasil penelitian, maksud dari adanya PIPPK dalam meningkatkan

fungsi dan peran aparat kewilayahan dapat dirasakan. Aparat kewilayahan sudah

mengetahui dan melaksanakan perannya masing-masing. Kelurahan memiliki

peran untuk memfasilitasi, mengarahkan, memotivasi dan mendampingi. Lurah

Kelurahan Babakan Asih memaparkan bahwa peran Kelurahan sendiri yaitu untuk

memfasilitasi keinginan masyarakat, dan memfasilitasi apa yang dibutuhkan

masyarakat. Hal tersebut juga dipaparkan oleh Sekretaris Kelurahan Cipadung.

Selain memfasilitasi, kelurahan juga harus memberikan dorongan atau motivasi

kepada masyarakat agar masyarakat tidak merasa kesulitan dan terbebani dengan

adanya kegiatan PIPPK ini. Kemudian kelurahan memliki peran untuk

mengarahkan, mengarahkan dari ketidaktahuan masyarakat dalam menjalankan

kegiatan PIPPK agar sesuai dengan perwal atau petunjuk pelaksanaan PIPPK.

Kemudian RW dapat memaksimalkan perannya. salah satunya untuk

mengajukan, memfasilitasi, dan menampung aspirasi atau usulan. Sekretaris RW

4 Kelurahan Sukawarna berpendapat bahwa sebelum adanya PIPPK, RW 4 jarang


82

dan hampir tidak pernah melaksanakan program pembangunan tapi dengan

adanya PIPPK RW 4 Kelurahan Sukawarna dapat memaksimalkan perannya

untuk mengajukan, memfasilitasi dan menampung aspirasi masyarakat.Kemudian

wargapun memahami perannya sebagai pengaju usulan kegiatan seperti apa yang

telah dipaparkan warga Kelurahan Cipadung, Padasuka, Sukawarna, Braga dan

Babakan Asih.

Dalamrangkameningkatkanpemberdayaandanpartisipasi

masyarakatdalampelaksanaanPIPPKolehlembaga kemasyarakatan salah satunya

RW. Dan juga untuk menampung apirasi atau usulan dari warga maka

musyawarahmerupakanmediayangtepatuntuk mewujudkan Percepatan

Pelaksanaan Pembangunan Daerah.

Tidak hanya Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang)

Kelurahan saja yang dibutuhkan tapi penting juga untuk mengadakan Rembug

Warga. Rembug warga ini dilakukan disetiap masing-masing rukun waraga (RW)

sebelum menuju ke jenjang selanjutnya yaitu Musrenbang Kelurahan atau

Musyawarah Rencana Pembangunan Kelurahan.

Musyawarah Rencana Pembangunan Kelurahan atau Musrenbang

Kelurahan merupakanforumyangmewadahi keinginan masyarakatmelaluiwakil-

wakilnyayanghadirdalam

musyawarahtersebut,sehinggaforuminimenjadipengambil keputusan tertinggi

dalam pengelolaan dana bantuan PIPPK. Musyawarah Rencana Pembangunan

Kelurahanharusdihadiriolehwargasetempatyang mewakili unsur-

unsurkepengurusanseluruhRT,kepengurusan
83

seluruhRW,tokohmasyarakat,tokohagama,tokohwanita,tokoh pemuda dan anggota

masyarakat lainnya.

Berdasarkan hasil temuan, maka didapatkan keterangan bahwa Kelurahan

sudah mengundang masyarakat secara intensif melalui surat dan melalui media

sosial seperti Whats app. Undangan dalam Musrenbang kelurahan hanya

perwakilan saja diantaranya perwakilan dari Lembaga Kemasyarakatan kelurahan

(RW, PKK, Karangtaruna dan LPM), tokoh-tokuh masyarakat. SKPD yang

terkait, perwakilan dari Kecamatan, dan perwakilan dari sekolah-sekolah.

Musrenbang Kelurahan diadakan pada awal tahun biasanya dalam

Musrenbang Kelurahan tidak hanya membahas mengenai PIPPK saja melaikan

membahas program-program lain. Pada Musrenbang Kelurahan inilah dipilah

mana yang masuk dalam PIPPK dan mana yang masuk dalam usulan ke SKPD.

Sebelum diadakan Musrenbang Kelurahan, sebelumnya terlebih dulu mengadakan

Pra Musrenbang Kelurahan dan Rembug warga. Diadakan Pra Musrenbang

Kelurahan agar hal-hal yang akan dijelaskan dalam Musrenbang Kelurahan lebih

tersusun dan terarah serta dapat mengefektifkan waktu.

Kegiatan Musyawarah Rencana Pembangunan di Kelurahan ini

sejujurnyatidak begitu berpengaruh secara langsung terhadap PIPPK karena

usulan kegiatan dalam PIPPK diinput langsung dalam E-Budgeting. Waktu

penginputan kedalam E-Budgeting-pun berbeda-beda bisa setelah Musrenbang

Kelurahan dilaksanakan atau sebelum Musrenbang Kelurahan dilaksanakan

tergantung kapan dibukanya E-Budgeting tersebut. Input data kedalam E-

Budgeting dilakukan berbeda-beda, ada yang dilakukan oleh IT Kelurahan,


84

dilakukan oleh Rwnya langsung dan ada juga yang dilakukan bersama-sama di

Kelurahan. Hal tersebut tergantung kebijakan Kelurahan dan kemampuan RW

dalam teknologi. Sekiranya RW kurang paham mengenai teknologi maka akan

dibantu oleh Kelurahan dan sebaliknya apabila RW paham mengenai teknologi

maka bisa dilakukan sendiri oleh Rwnya langsung karena memang setiap RW

sudah memiliki kodenya masing-masing.

Beralaskan pada paparan sebelumnya dapat diperoleh keterangan bahwa

RW sudah mengundang masyarakat secara intensif melalui surat. Hanya

perwakilan masyarakat saja yang diundang dalam rembug warga diantaranya

pengurus RW, RT, tokoh pemuda dan tokoh masyarakat. Untuk jumlah peserta

rembug warga berbeda-beda tergantung dari Rwnya masing-masing. Misalnya

RW 12 Kelurahan Padasuka, selain mengundang pengurus RW, RT, tokoh

masyarakat dan pemuda mengundang juga beberapa perwakilan dari PKK dan

Karangtaruna. Selain itu juga kadang RW mengundang Kelurahan untuk

mendampingi dan mengarahkan rembug warga. Sekretaris RW 4 Kelurahan

Sukawarna memaparkan bahwa sebelum muncul PIPPK di RW, jarang sekali ada

kegiatan. Namun setelah munculnya PIPPK, di RW sering ada kegiatan sehingga

ada rembug warga. Adanya rembug warga ini dapat memperat tali silaturahmi

diantara ketua RW, RT, tokoh masyarkat dan masyarakat.

Pelaksanaan rembug warga ini biasanya tidak dilakukan sekali atau dua

kali dalam setahun. Sekretaris Lurah Kelurahan Padasuka menuturkan bahwa hal

tersebut terjadi karena apabila ada penolakan dalam E-Budgeting yang disebabkan

karena tidak adanya item yang diusulkan dalam kode rekening maka usulan yang
85

akan dimasukkan selanjutnya dikembalikan lagi ke RW setempat. Sehingga RW

akan secepatnya kembali mengadakan rembug warga unutk penentuan usulan

selanjutnya. Seringnya mengadakan rembug warga karena usulan ditolak juga

berpengaruh terhadap kehadiran masyarakat dalam rembug warga.Ketua RW 3

Kelurahan Sukawarna mengatakan bahwa tahun demi tahun jumlah warga yang

hadir dalam rembug warga di RW 3 berkurang dan bukan bertambah. Tahun

pertama banyak warga yang hadir sekitar empat puluh orangnamun tahun

selanjutnya berkurang dan tahun ini warga yang hadir dalam rembug warga hanya

sekitar empat belas orang. Hal tersebut disebabkan karena ide-ide atau usulan dari

masyarakat banyak yang ditolak dan tidak diakomodir.

Gambar 4.2 Rembug warga

(Sumber: Dokumentasi penelitian lapangan oleh Penulis, 2018)

Kemudian dengan penolakan usulanpun berpengaruh tehadap kepercayaan

masyarakat kepada lembaga kemasyarakatan rukun warga (RW). Banyak

masyarakat khusunya RT yang komplain dan merasa kecewa seperti yang terjadi

di Kelurahan Sukawarna dan Kelurahan Babakan Asih. Banyak kekecewaan dan


86

kompalin RT terhadap PIPPK pun berpengaruh dalam rembug warga. RT menjadi

malas untuk mengikuti rembug warga dan akhirnya seperti yang dijelaskan oleh

Ketua RW 8 kelurahan Braga bahwa:

“Kalau awal awal itu kita beberapa kali ngerencanain ganti lagi ganti
lagi usulan kalau diawal awal sampai malem malem bikin RKA di
Kecamatan bareng-bareng sekecamatan karena besok kami harus nah
itu kelemahan dari PIPPK itu kenapa informasinya harus diakhir. iya
kebijakan baru itu harus. Kan gini kita ada rentan waktu dari Januari
sampai Desember dari Januari nah pas bulan Maret baru saya tau
didelete itukan dari bulan Maret. Heueh kenapa gak dari awal dari
januari biar kita ngusulinnya sesuai kode rekening padahal itukan
hasil evaluasi itu juga dari awal perwal masukkan 100.000.000
(seratus juta) biarin apa aja yang diajuin awal-awal terus terang
rembug warga itu memang ada tapi kedepannya saya langkahin
karena daripada gak keambil seratus juta mending dirembugin
bareng-bareng di Kecamatan. kedua, disini satu RW kita input data
dimasukin ke e-budgeting sama dirobah lagi capemasyarakat jadi
minusnya kalau masyarakat luas nggak ya kalau masyarakat RT jadi
pada males saya yang capenya dirubah lagi dirubah lagi.”(Ketua RW
8 Kelurahan Braga, 2018)
Dari hasil wawancara dengan Ketua RW 8 Kelurahan Braga, beliau

menjelaskan bahwa rembug warga memang ada tapi kedepannya rembug warga

bersama masyarakat dilewati tidak dijalankan dan langsung dirembug bersama

RW-RW lain di kantor Kecamatan Sumur Bandung. Hal tersebut dilakukan agar

usulan cepat diselesaikan dan anggaran bisa terserap daripada menunggu lama

sehingga aggaran tidak bisa terserap.

Dari hasil paparan-paparan informan diatas, maka pada aspek partisipasi

masyarakat dalam musyawarah/rapat ini Kelurahan sudah mengundang

masyarakat secara intensif melalui surat dan melalui media sosial seperti Whats

app dan hanya perwakilan saja tidak semua masyarakat. Begitupun RW sudah

mengundang masyarakat secara intensif melalui surat dan hanya perwakilan saja.

Namun hal tersebut tidak berpengaruh terhadap kehadiran masyarakat pada


87

rembug warga. Kehadiran pada rembut warga berkurang karena masih banyaknya

usulan yang tidak disetujui sehingga berpengaruh tehadap kepercayaan

masyarakat kepada lembaga kemasyarakatan rukun warga (RW). Banyak

masyarakat khusunya RT yang komplain dan merasa kecewa. RT menjadi malas

untuk mengikuti rembug warga dan akhirnyaada beberapa rembug warga yang

diskip dan langsung dikoordinasikan di Kantor Kecamatan bersama RW-RW

lainnya. Hal tersebut dilakukan agar cepat dan anggaran bisa terserap dibanding

harus menunggu dan aggaran tidak bisa terserap. Selain itu dengan Seringnya

mengadakan rembug warga karena usulan ditolak juga berpengaruh terhadap

kehadiran masyarakat dalam rembug wargatahun demi tahun jumlah warga yang

hadir dalam rembug warga berkurang dan bukan bertambah. Oleh karena itu dapat

dipahami bahwa kurangnya partisipasi masyarakat dalam musyawarah dan rapat

dalam merencanakan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam PIPPK.

4.2.1.3 Perencanaan Partisipatif Masyarakat menjadi Prioritas Kewilayahan

Tercantum dalam lampiran Peraturan Walikota No. 436 mengenai

Petunujuk Teknis Pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan

Kewilayahan (PIPPK) bahwa salahsatu tujuan Program Inovasi pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) adalah untuk mewujudkan sinergitas kinerja

aparatur kewilayahan dengan lembaga kemasyarakatan kelurahan dalam

melaksanakan Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan kewilayahan

(PIPPK) yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat.


88

Kemudian salah satu indikator keberhasil program Inovasi pembangunan

dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK)adalah terpenuhinya perencanaan

partisipatif masyarakat yang menjadi prioritas di kewilayahan. Artinya,

masyarakat diharapkan mampu menggambarkan dan mengetahui apa yang

menjadi prioritas kewilayahannanya. Seperti halnya sasaran dari PIPPK adalah

untuk :

5. Meningkatkan kemampuan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan dalam

memetakan isu-isu sentral pembangunan berskala kecil yang ada di setiap

Kelurahan;

6. Meningkatkan kemampuan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di

Kelurahan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan pembangunan

disetiap Kelurahan secara mandiri;

7. Meningkatkan kemampuan masyarakat dibidang pengembangan ekonomi

masyarakat khususnya pengembangan kewirausahaan sehingga terbuka

peluang untuk menciptakan wirausaha-wirausaha baru dan lapangan kerja

baru;

8. Memantapkan proses pembelajaran pengelolaan pembangunan disetiap

Kelurahan.

Ketika masyarakat mampu mengetahui prioritas kewilayahan, dan apa saja

yang dibutuhkan oleh wilayahnya. Maka usulan yang diberikan oleh masyarakat

dalam PIPPK akan tepat sasaran. Sehingga PIPPK bisa dilaksanakan secara

efektif, efisien, ekonomis, demokratis dan partisipatif seperti prinsip PIPPK yang

tercantum dalam lampiran Peraturan Walikota No. 436 mengenai petunjuk Teknis
89

Pelaksanaan Program inovasi pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan

(PIPPK)

Dari hasil wawancara dengan Lurah Kelurahan Babakan Asih diperoleh

keterangan bahwa yang menjadi prioritas kewilayahan adalah usulan terbanyak

yang diusulkan oleh masyarakat. Prioritas kewilayahan tersebut akan dibuat

disusun perperingkat. Ditambahkan oleh Sekretaris Lurah Kelurahan Padasuka

bahwa setiap RW pasti mempunyai skala prioritas jadi ketika proritas pertama

tidak disetujui maka diusulkan kembali prioritas yang kedua.

Namun yang terjadi pada saat ini, kegiatan yang dilakukan oleh warga

tidak sesuai dengan prioritas kewilayahan karena banyak usulan warga yang tidak

disetujui. Seperti yang dipaparkan oleh Ketua RW 12 Kelurahan Padasuka bahwa

usulan pada PIPPK banyak yang tidak tersedia dan dibatasi sehingga usulan dari

hasil rembug warga tidak ada semua dalam aplikasi. Padahal usulan dari hasil

warga tersebut merupakan prioritas kewilayahan yang berasal dari usulan warga

dengan melihat kebutuhan diwilayahnya dan akhirnya apa yang keluar

terakomodir dalam DPA itu yang dilaksanakan. Artinya, masih ada pelaksanaan

kegiatan yang tidak sesuai dengan prioritas kewilayahan.

Kemudian pendapat tersebut dikuatkan oleh keterangan dariSekretaris RW

8 kelurahan Padasuka yang mengatakan bahwa kegiatan PIPPK yang selama ini

dilakukan sebenarnya masih ada yang tidak sesuai dengan prioritas kewilayahan.

Hal itu terjadi karena RW harus mengikuti kode rekening yang terdapat dalam

aplikasi E-Budgeting sehingga hal yang menjadi prioritas kewilayahan terundur

dan tidak diusulkan karena sejujurnya hal yang menjadi prioritas kewialyahan di
90

RW 8 kelurahan Padasuka adalah pengadaan barang karena hampir semua

infrastruktur sudah baik semuanya. Namun sesuai dengan kebijakan dari Kota

bahwa penyerapan anggaran dari PIPPK 60% untuk infrastruktur dan 40% untuk

kegiatan selain infrastruktur. Jadi sampai saat ini usulan terbanyak berkaitan

dengan infrastruktur. Padahal seperti yang dijelaskan oleh warga Kelurahan Braga

bahwa masih banyak kebutuhan yang sangat diperlukan selain infrastruktur yaitu

baik dalam ekonomi ataupun pelatihan-pelatihan.

Sebaliknya Sekretaris Kelurahan Cipadung berpendapat bahwa

pengetahuan dan kempampuan masyarakat tentang pembangunan itu hanya

sebatas infrastruktur yang berkaitan dengan perbaikan gedung atau jalan saja.

Harusnya bisa berpikir inovasi-inovasi baru karena masih banyak pembangunan

infratruktur selain pembangunan gedung atau jalan yang bisa meningkatkan usaha

masyarakat.

Bersumber pada keterangan yang sudah dipaparkan diatas dapat

didapatkan pemahaman bahwa masih banyaknya kegiatan yang dilaksanakan

dalam PIPPK yang tidak sesuai dengan prioritas kewilayahan. Hal tersebut terjadi

karena masih banyaknya usulan warga yang tidak disetujui dan tidak terakomodir

dalam DPA PIPPK.Padahal usulan dari hasil musyawarah warga merupakan

prioritas kewilayahan dan merupakan kebutuhan diwilayahnya

Tahap Perencanaan memiliki tiga aspek yang digunakan sebagai indikator

yaitu partisipasi masyarakat dalam sumbangan pemikiran/usulan, paritisipasi

masyarakat dalam musyawarah/rapat dan perencanaan partisipatif menjadi

prioritas kewilayahan. Dari ketiga aspek yang disebutkan, dapat dipahami bahwa
91

masih kurangnya partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan kegiatan PIPPK.

Kurangnya partisipasi masyarakat tersebut terjadi karena dari tiga aspek yang

menjadi indikator dalam tahap perencanaan, hanya satu aspek yang sudah

dilakukan dengan baik yaitu aspek partisipasi masyarakat melalui sumbangan

usulan. Sedangakan aspek partisipasi masyarakat dalam musyawarah/rapat dan

perencanaan partisipatif menjadi prioritas kewilayahan belum dilakukan dengan

baik dan masih ada permasalahan-permasalahan yang terjadi.

4.2.2 Tahap Pelaksanaan

Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan merupakan

salah satu hal penting dalam era demokrasi yang harus ada kebebasan dan

keterbukaan ini. Deviasi yang cukup signifikan akan terjadi apabila mengabaikan

faktor tersebutdan akan berpengaruh terhadap tujuan pembangunan itu sendiri

yaitu keseluruhan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Arnstein mengungkapkan tingkat partisipasi dalam sebuah tangga

partisipasi atau“ ladder of citizen participation”. Partisipasi masyarakat pada

tingkat atau tangga tertinggi adalah partisipasi masyarakat yang benar-benar

memberikan otoritas pada komunitas atau masyarakat. Sementara partisipasi

masyarakat pada tingaktan atau tangga terendah adalah partisipasi

masyarakat yang dilakukan sekedar sebagai proses manipulasi atau mengelabuhi.

Kemudian perubahan-perubahan pada masyarakat dapat dicapai secara

optimal apabila ditempuh melalui partisipasi aktif masyarakat secara luas dari

tingkat paling bawah, dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan tindakan-


92

tindakan pembangunan. Hal tersebut menjadi inisiatif untuk menjadikan PIPPK

sebagai salah satu model kebijakan pembangunan dengan indikator keberhasilan

PIPPK yang salah satunya adalah meningkatknya partisipasi dan swadaya

masyarakat dalam pembangunan.1

Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan bisa dihitung dari

jenis partispasi masyarakat, baik berupa material maupu non material. pada tahap

pelaksanaan, warga masyarakat beranggapan bahwa, siapapun boleh terlibat,

apalagi prasarana yang dibangun berada di lingkungan pemukiman warga. Senada

dengan hal ini, Ericson (dalam Slamet,1994:89) mengatakan bahwa partisipasi di

dalam tahap pelaksanaan (implementation stage)dimaksudkan adalah pelibatan

seseorang pada tahapan pelaksanaan pekerjaan suatu proyek. Masyarakat disini

dapat memberikan tenaga, uang atau pun material sebagai salah satu wujud

partisipasi pada pekerjaan tersebut.2

Tahap pelaksanaan merupakan tahap kedua yang diterapkan untuk

mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat melalui lembaga kemasyarakatan

rukun warga (RW) dalam program Inovasi pembangunan dan Pemberdayaan

Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung. Ada tiga aspek yang digunakan dalam

tahapan pelaksanaan diantaranya yaitu partisipasi masyarakat dalam bentuk

tenaga, partisipasi masyarakat dalam bentuk uang dan partisipasi masyarakat

dalam bentukmaterial atau bahan.

4.2.2.1 Partisipasi Masyarakat dalam Bentuk Tenaga

1
Berdasarkam Peraturan Walikota No. 281 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan
Pemberdayaan Kewilayahan Kota Bandung
2
Hal tersebut tercantum dalam revisi II buku Menata Kota Warga Bedaya tentang Program Inovasi Pembangunan dan
Pemberdayaan Kewilayahan (PIIPK) Kota Bandung
93

Salah satu partisipasi masyarakatyangdiberikanuntukmenunjang

keberhasilansuatu kegiatanprogramyaitu dengan memberikan bantuan dalam

bentuk tenaga. Partisipasi dalam bentuk tenaga yaitu keterlibatan seseorangatau

sekelompokmasyarakatdengan terjun langsung dalam pelaksanaan kegiatan

pembangunan.

Partisipasimasyarakat bentuk tenagadalam PIPPK merupakan salah

satubentuk partispasi yang diancang-ancang olehpemerintahdalam

rangkamelibatkanmasyarakat secaralangsung. Kerjasama

yangterjalinantaramasyarakat denganpemerintahadalahupaya

untukmenggerakkanperanserta masyarakat agar lebih berperanaktif dalam

kegiatan PIPPK.

Partisipasi dalam bentuk tenaga bisa dilakukan dengan sumbangsih tenaga

yang diberikanolehsebagianatauseluruh masyarakat sehingga suatu kegiatan atau

program pembangunan dapat terealisasi dengan maksimal dan menunjang suatu

keberhasilan untuk mencapai tujuan bersama. Maka partisipasi masyarakat bentuk

tenaga melalui lembaga kemasyarakatan rukun warga (RW) dalam PIPPK dapat

terlihatpadapekerjaan gotong-royongdalamperbaikan jalan, jembatan, dan sarana

prasarana sesuai dengan ruang lingkup pengerjaan RW seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya.3

Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, beberapa pihak mengatakan

bahwa ada partisipasi masyarakat dalam bentuk tenaga karena memang adanya

PIPPK ini sebagai stimulan untuk memberdayakan masyarakat. Keterlibatan

3
Tercantum dalam Lampiran Perwal No. 436 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan
Pemberdayaan Kewilayahan Kota Bandung
94

masyarakat dalam bentuk tenaga tidak dalam semua kegiatan di PIPPK.

masyarakat terlibat apabila kegiatan tersebut tidak sukar dan masih bisa

dilaksanakan oleh masyarakat seperti pelatihan-pelatihan, perbaikan jalan,

gorong-gorong, pembangunan gedung RW dan pembuatan taman.4

Keterlibatan masyarakat dalam bentuk tenaga berbeda-beda ada yang

diupah dan ada yang tanpa upah. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam bentuk

tenaga namun ada upah yang diterima biasanya hal tersebut terjadi apabila sudah

ada koordinasi antara Kelurahan dengan pihak ketiga. Koordinasi membahas

bahwa pihak ketiga harus melibatkan warga dalam pelaksanaannya sehingga

ketika dalam pelaksanaan berlangsung pihak ketiga hanya sebagai pemborong

penyedia barang saja sedangkan untuk pelaksananya sendiri memberdayakan

masyarakat sekitar. Mekanisme pembayaran upah untuk masyarakat yang ikut

bekerja diberikan oleh pihak ketiga bukan dari Kelurahan ataupun lembaga

masyarakat.5

Selain itu, dari hasil wawancara dengan ketua RW 12 Kelurahan Padasuka

juga didapatkan jawaban bahwa dalam satu pengerjaan ada sebagian masyarakat

yang diupah dan sebagian tidak diupah. Masyarakat yang diupah ini adalah tenaga

ahli yang langsung dipilih oleh pihak ketiga. Sedangkan untuk masyarakat lain

yang ikut serta selain tenaga ahli tidak mendapatkan upah. Daripada itu banyak

masyarakat yang ikut terlibat dalam PIPPK tapi tanpa diberi upah. Masyarakat

tersebut secara sukarela ikut serta dalam kegiatan PIPPK karena simpati dan rasa

sosialisasi yang tinggi.

4
Hasil wawancara dengan Sekcam Cibiru, Sumur Bandung, Sekcam Cipadung, Padasuka ketua RW 4 Babakan Asih
5
Hasil wawancana dengan Lurah Braga, ketua RW 3 Sukawarna,
95

Namun dari beberapa hasil wawancara dapat diperoleh keterangan bawa

ada juga wilayah yang sama sekali tidak ada keterlibatan masyarakat dalam

bentuk tenaga salah satu sebabnya diakibatkan karena masih banyaknya yang

menganggap bahwa masyarakat hanya penerima manfaat dan pengerjaannya

sudah diserahkan kepada pihak ketiga. Selain itu, adanya petugas gober sebagai

petugas kebersihan menjadi salah satu alasan masyarakat tidak ikut berpartisipasi

karena masyarakat beranggapan bahwa kebersihan sudah menjadi tanggungjawab

gober dan PD Kebersihan. Tapi masyarakat tidak bisa serta merta langsung

disalahkan, masyarakat memiliki alasan lain kenapa tidak bisa ikut berpartisipasi

salah satunya adalah kesibukan masing-masing masyarakat dalam pekerjaannya

atau kegiatannya. 6

Dari keterangan diatas maka dapat diperoleh penjelasan bahwa partisipasi

masyarakat dalam tahap pelaksanaan melalui aspek partisipasi masyarakat dalam

bentuk tenaga dalam melaksanakan kegiatan PIPPK belum dilakukan secara

sepenuhnya karena masih ada wilayah yang sama sekali tidak ada keterlibatan

masyarakat dalam bentuk tenaga yang disebabkan masih banyaknya yang

menganggap bahwa masyarakat hanya penerima manfaat dan pengerjaannya

sudah diserahkan kepada pihak ketiga. Selain itu, adanya petugas gober sebagai

petugas kebersihan menjadi salah satu alasan masyarakat tidak ikut berpartisipasi

karena masyarakat beranggapan bahwa kebersihan sudah menjadi tanggungjawab

gober dan PD Kebersihan. Namunpartisipasi masyarakat dalam bentuk tenaga

juga ada dalam beberapa wilayah dimana mereka paham adanya PIPPK ini

6
Hasil wawancara dengan Sekcam Kecamatan Cibeunying Kidul, Lurah Braga, Ketua RW 4 Babakan Asih, Ketua RW 6
dan 10 Cipadung, dan Ketua RW 8 Braga)
96

sebagai stimulan untuk memberdayakan masyarakat. kurangnya keterlibatan juga

disebabkan karena ketersediaan waktu yang dimiliki masing-masing warga

berbeda disebabkan oleh kesibukan pekerjaan masing-masing sehingga sulit untuk

bisa ikut serta dalam kegiatan pembangunan.

4.2.2.2 Partisipasi Masyarakat dalam Bentuk Uang

Partisipasi masyarakat dalam bentuk uang adalah keterlibatan

masyarakatberupa sumbangan uang. Partisipasi

masyarakatdalampelaksanaanpembangunanbukan

hanyaketerlibatansecaraemosionalsemata tetapi juga keterlibatan masyarakat

dalam memberikan kontribusi guna menunjang pelaksanaan pembangunanyang

salah satunya

berwujuduangyangbergunabagipelaksanaanpembangunan.Keterlibatanmasyarakat

dalambentuksumbangandana atau uang akan berguna bagi pelaksanaan

pembangunan dan memiliki dampak positif terhadap

partisipasimasyarakatdalammelestarikandanmengembangkanhasildari

pembangunanitusendiri. Hal itu terjadi karena dengan terlibatnya masyarakat

dalam bentuk sumbangan dana maka akan meningkatkan

rasamemilikidantanggungjawabmoralterhadapkeberhasilankegiatan pembangunan

yang dilaksanakan.

Partisipasi masyarakat dalam bentuk uang biasanyadiberikanmasyarakat

karena masyarakat tidak dapat berpartsispasi langsung terhadap pembangunan.

Namun masih banyak juga partisipasi masyarakat dalam bentuk lain karena
97

kontribusiberupauang menghadapiberbagaikendalaantaralain faktor

ekonomi,sepertikemiskinandanminimnya

pendapatanmasyarakat.Sehinggamasyarakat

beranggapanjangankanuntukmemberikan

sumbanganpembangunan,untukmemenuhi kebutuhan mereka saja masih sulit

untuk dipenuhi.

Berdasarkanhasilwawancarayangtelahdilakukan, diperolehinformasi

bahwa ada partisipasi masyarakatdalambentuk kontribusiberupasumbangandana

untuk membantu membiayai kegiatan dari PIPPK. Artinya masih ada kontribusi

sumbangan dana dari masyarakat untuk melaksanakan pembangunan. Kontribusi

masyarakat biasanya terdapat pada pembangunan-pembangunan fisik seperti

perbaikan jalan atau pembangunan gedung. Contohnya untuk pembangunan Bale

RW, dalam DPA PIPPK hanya disediakan dana Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta

rupiah) namun pada pelaksanaannya menghabiskan uang sekitar Rp.

19.000.000,00 (sembilan belas juta rupiah) yang mana sisa dari dan yang kurang

berasal dari swadaya masyarakat. Contoh lain yaitu perbaikan jalan, dalam DPA

PIPPK disediakan uang yang hanya cukup untuk memperbaiki jalan dengan

panjang 100 meter. Namun pada pelaksanaanya perbaikan jalan melebih 100

meter panjang yang sudah direncanakan. Hal tersebut terjadi karena keinginan

masyarakat agar perbaikan jalan bisa sampai ke wilayah rumahnya yang memang

tidak ada dalam perencanaan. Maka masyarakat berembug untuk menambah

kekurangan dana yang dibutuhkan untuk penambahan perbiakan jalan.7

7
Hasil wawancara dengan seklur kelurahan Padasuka, Lurah Kelurahan Sukawarna, Ketua RW 6 Kelurahan Cipadung,
Ketua RW 12 Kelurahan Padasuka, Ketua RW 3 Kelurahan Sukawarna, dan Ketua RW 5 Kelurahan Braga.
98

Selain dari masyarakat, RW juga mendapatkan bantuan berupa sumbangan

dana dari perusahaan-perusahaan yang berlokasi di wilayahnya. Sehingga RW

tidak harus meminta sumbangan dana kepada masyarakat melainkan sudah

dibantu oleh perusahaan-perusahaan sekitar. Contohnya perbaikan jalan di RW 8

Kelurahan Cipadung tidak menggunakan swadaya dari masyarakat karena selain

dari PIPPK RW juga mendapatkan suntikan dana dari Gateway Apartement.

Selanjutnya Sekretaris Camat Kecamatan Cibeunying mengatakan bahwa

hampir rata-rata kegiatan dalam PIPPK masih berpacu pada dana PIPPK saja. Hal

tersebut terjadi karena mindset masyarakat yang masih menganggap bahwa PIPPK

adalah program berbentuk uang bukan berbentuk kegiatan. Selain itu Ketua RW

10 kelurahan Cipadung memberikan pendapat bahwa:

“Sebelum ada PIPPK yang namanya swadaya murni masyarakat itu


tinggi bagus rata-rata kalau kita ngebuat dimana-manapun kayak
perbaikan RW masjid gorong-gorong. Kalau misalkan ada perbaikan
masyarakat respon care pas ada undangan rapat kalau besok ada
kerja bakti untuk makannya swadayanya ada setelah ada PIPPK
karena kerja bakti itu dibayar ditanyain itu kan itu ada maminnya
dibayar itu teh uangnya aja jangan makan katanya setiap kegiatan
seperti itu sekarang kalau ada kerja bakti atau ngebetulin apa gitu
pada gak mau karena gak ada uangnya jadi pikirannya gini kan
sekarang udah ada dari pemerintah semua RW seperti itu” (Ketua
RW 10 Kelurahan Cipadung, 2018)
Artinya beliau menjelaskan bahwa masyarakat belum paham dan terbuka

mengenai PIPPK bahwa PIPPK merupakan program stimulan sebagai pemancing

agar masyarakat lebih berinisiatif untuk pembangunan wilayah yang lebih baik

dan merupakan tambahan bantuan dana untuk membangun wilayahnya bukan

untuk menghilangkan dan menurunkan swadaya masyarakat. Selain itu masih


99

banyak masyarakat yang beranggapan bahwa masyarakat hanya penerima manfaat

saja sehingga semuanya diserahkan pada anggaran PIPPK.8

Dari uraian diatas diperoleh penemuan bahwa

partisipasimasyarakatdalambentuk

kontribusiberupasumbangandanauntukmembantumembiayai kegiatan dari PIPPK

belum dilakukan sepenuhnya. Masyarakat biasanya hanya berkontribusi pada

kegiatan pembangunan-pembangunan fisik saja atau pembangunan yang akan

terasa oleh masyarakat secara langsung. Kemudian masih ada wilayah dalam

melaksanakan kegiatan PIPPK hanya berpacu pada dana PIPPK saja. Mindset

masyarakat masih menganggap bahwa PIPPK adalah program berbentuk uang

bukan berbentuk kegiatan dan belum paham bahwa PIPPK merupakan program

stimulan untuk mendorong swadaya masyarakat. Selain itu masih banyak

masyarakat yang beranggapan bahwa masyarakat hanya penerima manfaat saja

sehingga semuanya diserahkan pada anggaran PIPPK.

4.2.2.3 Partisipasi Masyarakat dalam Bentuk Material

Partisipasi masyarakat dalam bentuk material merupakanketerlibatan

masyarakatdenganmemberikan sumbanganberupabahan-bahan untuk kegiatan

pembangunan fisik. Partisipasi masyarakat sebetulnya merupakankesediaan

secarasukareladariseseorang atau sekelompok masyarakat untuk membantu

kegiatan-kegiatan yangberlangsung di wilayahnya sesuaidengan

8
Hasil wawancara dengan Lurah Kelurahan Babakan Asih, Ketua RW 8 Kelurahan Braga, RW 4 Kelurahan Babakan Asih,
dan warga Kelurahan Cipadung, Padasuka serta Braga)
100

kemampuanmasing-masing sehingga wujuddari partisipasimasyarakatsangat

banyak bentuknya.

Partisipasimasyarakat melalui RW dalam PIPPK juga bisa diwujudkan

dalam bentukmaterialataubahan. Dari hasil wawancara dapat diperoleh keterangan

bahwa hampir semua informan mengiyakan mengenai adanya partisipasi

masyarakat dalam bentuk material atau bahan. Partisipasi tersebut bisa berupa

peminjaman barang untuk pembangunan seperti alat bor, bahkan banyak

masyarakat yang memberikan bantuan berupa makanan, minuman atau rokok

ketika kegiatan atau proses pembangunan sedang berlangsung. 9 Selain dari

masyarakat, RW juga mendapat bantuan makanan dari perusahan-perusahan yang

ada di wilayahnya seperti pemberian makanan dari toko Kunafe kepada Kelurahan

Braga sebagai salah satu bentuk kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta.

Penjabaran-penjabaran diatas dapat memberikan pemahaman bahwa

partisipasimasyarakatdalambentuk kontribusiberupasumbanganmaterial/bahan

untukmembantuberlangsungnya pelaksanaan kegiatan PIPPK bisa diandalkan dan

sudah dilakukan dengan baik. Banyaknya partisipasi masyarakat berupa makanan,

minuman dan juga berupa peminjaman barang untuk pembangunan. Bahkan

partisipasi tersebut tidak hanya dari masyarakat sekitar melainkan juga terdapat

partisipasi dari perusahaan di sekitar berbentuk material.

Terdapat tiga aspek yang digunakan sebagai indikator dalam tahap

pelaksanaan yaitu partisipasi masyarkat dalam bentuk tenaga, paritisipasi

masyarakat dalam bentuk uang dan partisipasi masyarakat dalam bentuk


9
Hasil wawancara dengan Kecamatan Cibiru, Cibeunying Kidul, Sumur Bandung, Bojongloa Kaler, Sukajadi, Seklur
Kelurahan Cipadung, Kelurahan Padasuka, Lurah Kelurahan Braga, Kelurahan Babakan Asih, kelurahan Sukawarna, Ketua
RW 6 Kelurahan Cipadung, RW 10 & 8 Kelurahan Padasuka, RW 5 & 8 Kelurahan Braga, RW 4&7 Kelurahan babakan
Asih, RW 3&4 Kelurhan Sukawarna dan warga pada Kelruahan tersebut
101

material/bahan. Dari pemaparan diatas maka dapat dipahami bahwa dari ketiga

aspek tersebut hanya satu aspek yang terpenuhi yaitu aspek partisipasi masyarakat

dalam bentuk material/bahan sedangkan aspek yang lain belum terpenuhi karena

masih banyak yang beranggapan bahwa dalam kegiatan PIPPK masyarakat hanya

penerima manfaat saja serta dengan adanya PIPPK swadaya murni masyarakat

menurun.

4.2.3 Tahap Pemanfaatan Hasil

Partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan hasil, yang diwujudkan

keterlibatan seseorang pada tahap pemanfaatan suatu proyek setelah proyek

tersebut selesai dikerjakan. Partisipasi masyarakat pada tingkatan ini berupa

tenaga dan uang untuk mengoperasikan dan memelihara proyek yang telah

dibangun. Setiap masyarakat berhak untuk ikut serta berpartisipasi dalam

menikmati hasil dari program PIPPK.selain menikmaati hasil dari adanya PIPPK

Demikianpulahalnya masyarakat harus memelihara dan mengoperasikah hasil

kegiatan dari adanya PIPPK.

Partisipasi masyarakat pada tahap pemanfaatan hasil ini merupakan tahap

ketiga yang diterapkan untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat

melalui lembaga kemasyarakatan rukun warga (RW) dalam program Inovasi

pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung. Ada

dua aspek yang digunakan dalam tahapan pemanfaatan hasil ini,diantaranya yaitu

penerimaan manfaat dengan adanya PIPPK, dan partisipasi masyarakat dalam

pemeliharaan serta pengoperasian hasil kegiatan PIPPK.


102

4.2.3.1 Partisipasi Masyarakat dalam Penerimaan Manfaat

Berdasarkan hasil wawancara, penulis mendapat informasi bahwa adanya

Program Inovasi Pembangunan dan pemberdayaan Kewilayah atau PIPPK

memberikanmanfaatyangbesarbagimasyarakatsetempat. Masyarakat terbantu

dengan adanya PIPPK karena sebelum ada PIPPK ketika masyarakat

membutuhkan perbaikan wilayah atau pembangunan itu harus menunggu hasil

dari Musrenbang dan sedikit kemungkinan usulan di Musrenbang bisa diterima

karena dalam Musrenbang sendiri usulan tidak hanya dari satu Kelurahan saja

melainkan usulan dari seluruh Kelurahan di Kota Bandung. Alhasil dengan

adanya PIPPK ini masyarakat bisa terbantu seperti perbaikan untuk yang berskala

kecil paling tidak seperti permasalahan dilingkup RW bisa ditangani.10

Manfaat yang dirasakan masyarakat ada yang terasa secara langsung dan

tidak langsung. Manfaat yang diterima masyarakat secara langsung yaitu seperti

keindahan dengan adanya tanaman-tanaman seperti vertical garden, perbaikan

jalan, dan penerangan jalan gang. Sedangkan manfaat secara tidak langsung

biasanya terjadi setelah hasil yang cukup lama contohnya dengan ada perbaikan

jalan mobilisasi masyarakat tinggi hal tersebut berpengaruh terhadap usaha

masyarakat yang selanjutnya bisa meningkatkan ekonomi masyarakat. Selain itu

juga dulu masih ada RW yang tidak memiliki kegiatan sama sekali namun dengan

adanya PIPPK banyak RW yang sibuk dengan kegiatannya. Kemudian

pembangunan balai RW, balai RW tidak hanya digunakan untuk rapat saja

10
Hasil wawancara dengan Sekretaris Camat Kecamatan Cibiru, Sekretaris Lurah Kelurahan Padasuka, Lurah Kelurahan
Braga, Ketua RW 10 Cipadung, ketua RW 12 Kelurahan Padasuka,
103

melainkan bisa digunakan untuk kegiatan yang lainnya seperti tempat mengaji dan

taman baca alhasil hal tersebut berpengaruh terhadap tarap pendidikan

masyarakat.11

Ketua RW 6 Kelurahan Cipadung berpendapat bahwa RW 6 merupakan

wilayah yang terbelakang sebelumnya namun dengan adanya PIPPK wilayahnya

menjadi lebih maju dan sejahtera. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sekretaris

Lurah Kelurahan Cipadung bahwa ada perubahan perilaku masyarakat dengan

adanya PIPPK. Dulu perilaku masyarakat ketika masuk ke kantor Kelurahan tidak

menggunakan sendal karena sendal kotor becek setelah hujan. Melainkan dengan

adanya PIPPK tidak lagi ada masyarakat yang membuka sendal ketika akan

masuk ke Kantor Kelurahan. hal ini terjadi karena sudah tidak ada lagi jalan yang

masih tanah semua jalan sudah diperbaiki sampai gang-gang kecil sekalipun..

Sedangakan sekretaris RW 8 Kelurahan Padasuka berpendapat bahwa

masih ada warga yang tidak merespon adanya kegiatan PIPPK ini. Ditambahkan

pula oleh pendapat Lurah kelurahan Babakan Asih bahwa masyarakat hanya

menerima manfaat kegiatan-kegiatan yang terasa secara langsung seperti jalan.

Sedangkan untuk vertical garden masih ada respon masyarakat yang tidak suka

dengan kegiatan tersebut. Begitupun menurut Lurah kelurahan Sukawarna bahwa

PIPPK ini belum terasa manfaatnya karena masih banyak kendala dalam

pengelolaannya. Dikuatkan juga dengan pendapat warga Kelurahan Sukawarna

yang mengatakan bahwa kegiatan dari PIPPK hanya kegiatan seperti pemasangan

poster-poster sedangakan untuk kegiatan yang lainnya itu bersumber dari swadaya

11
Hasil wawancara dengan Ketua RW 12 Kelurahan Cipadung, Ketua RW 4&7 Kelurahan Babakan Asih, warga
Kelurahan Braga dan warga Kelurahan Padasuka.
104

masyarakat. Namun pada kenyatannya sudah banyak kegiatan yang dilaksanakan

di wilayahnya seperti perbaikan jalan, pembangunan pos kamling dan urban

farming. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ketika masyarakat tidak

tahu kegiatan apa yang telah dilaksanakan oleh PIPPK maka masyarakat tidak

bisa merasakan manfaat dari adanya PIPPK.

Dari uraian diatas maka dapat dipahami dan diketahui bahwa masyarakat

dapat memanfaatkan hasil dari kegiatan yang telah dilaksanakan dalam PIPPK

tapi tidak dari semua kegiatan yang telah dilaksanakan. PIPPK

memberikanmanfaatyangbesarbagiwilayah-wilayah di Kota Bandung dari yang

tidak maju menjadi maju dan sejahtera. Masyarakat bisa menangani pemasalah di

lingkup kecil dan tidak harus menunggu ketidakpastian hasil Musrenbang.

Sebelum ada PIPPK masih ada RW yang tidak memiliki kegiatan sama sekali dan

dengan adanya PIPPK banyak RW yang terbantukan serta memiliki banyak

kegiatannya. Akan tetapi masih ada warga yang tidak peduli atau tidak merespon

adanya kegiatan PIPPK ini. Ditambah dengan banyaknya usulan warga yang tidak

terakomodir dalam PIPPK.

4.2.3.2 Partisipasi Masyarakat dalam Pemeliharaan dan Pengoperasian

Partisipasi masyarakat dalam bentuk pemeliharaan merupakan peranan

penting bagi kelangsungan hasil kegiatan

PIPPK.Partisipasimasyarakatpadatingkataninidiwujukandengancara

memberikanbantuanberupatenagadanuanguntukmengoperasikan serta memelihara

proyekyangtelah dibangun. Keterlibatan masyarakat dalam PIPPK ini bisa


105

berbentuk pemeliharaan dan perbaikan pembangunanyangtelahdihasilkan dan

menerapkan hasil kegiatan pelatihan yang telah dilakukan selama ini.

Berdasarkan hasil wawancara,Sekretaris Lurah Kelurahan Cipadung

berpendapat bahwa selama ini ada pemeliharaan hasil kegiatan PIPPK di

wilayahnya seperti perbaikan jalan-jalan yang bolong atau rusak. Perbaikan jalan

yang rusak tersebut berasal dari swadaya masyarkat dalam bentuk iuran warga.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ketua RW 10 Kelurahan Cipadung, iuran

warga sebagai swadaya juga diterapkan di wilayah lainnya. Iuran warga bisa

berupa kas atau iuran secara dadakan. Iuran ini tidak begitu besar sehingga hanya

dapat digunakan untuk perbaikan skala kecil seperti atap yang bocor atau

perbaikan lampu yang rusak. Sedangkan untuk perbaikan skala besar RW kembali

mengajukan pada PIPPK.12

Selanjutnya pengoperasian dan pemeliharaan berupa tenaga dalam hasil

kegiatan PIPPK juga diterapkan untuk memelihara hasil kegiatan seperti yang

terjadi di RW 4 Kelurahan Pajajaran kecamatan Cicendo. RW 4 Kelurahan

Pajajaran Kecamatan Cicendo terkenal dengan Urban Farming-nyayang sudah

menjadi usaha masyarakat dan bisa menambah penghasilan masyarakat.

Masyarakat merawat dan memelihara hasil kegiatan PIPPK berupa urban

fariming secara rutin dan telaten sehingga akhirnya masyarakat dapat menambah

pendapatan dengan menjual hasil panen. Hal tersebut sudah dilakukan secara

continue dalam beberapa tahun ini.13

12
Hasil wawancara dengan Sekretaris Camat Kecamatan Cibiru dan Sekretaris Lurah Kelurahan Padasuka
13
Hasil wawancara dengan Kecamatan Sumur Bandung
106

Gambar 4.3 Urban Farming RW 04 Kelurahan Cicendo

(Sumber: http://rmpoljabar.com, diakses pada 8 juli 2018, pukul 19.00)

Kemudian Ketua RW 12 Kelurahan Padasuka berpendapat bahwa dalam

memelihara hasil kegiatan PIPPK selain pemelihraan dalam bentuk tenaga dan

uang adapula pemeliharaan dalam bentuk material atau bahan.Pemeliharaan dalam

bentuk material atau bahan diantaranya seperti masyarakat menyumbangkan

lampu untuk mengganti lampu yang rusak pada PJG atau penerangan jalan gang.

Selain itu juga setrum atau listrik yang digunakan untuk penerangan jalan gang

berasal dari sumbangan setiap rumah yang lokasinya dekat denganPJG.

Masyarakat sangat beinisiatif dan ikhlas dalam menyumbang apabila sumbangan

tersebut digunakan untuk kepentingan umum dan terasa manfaatnya.

Dokumentasi dapat dilihat pada gambar 4.4.


107

Gambar 4.4 Penerangan jalan Gang RW

(Sumber: Dokumentasi penelitian lapangan oleh Penulis, 2018)

Setelah kegiatan PIPPK selesai dilaksanakan dan dilaporkan maka hasil

dari kegiatan sudah tidak menjadi tanggung jawab Kelurahan atau Kecamatan

lagi. Hasil kegiatan sudah menjadi tanggung jawab RW, RT dan warga untuk

dimanfaatkan dan dipeliharan. Namun selama ini masih banyak pemeliharaan

yang hanya mengandalkan RW atau RTnya saja bahkan ada yang langsung

dipelihara oleh Kelurahan karena tidak ada inisiatif dari RT dan RW dalam

memelihara hasil kegiatan yang telah dilaksankan. Seperti yang terjadi di

Kelurahan Babakan Asih dan Kelurahan Braga. Kelurahan Babakan Asih dan

Braga berinisiatif membuat tim penyiram yang bertugas untuk merawat tanaman.
108

Anggaran yang keluarpun bukan berasal dari swadaya namun berasal dari

anggaran Kelurahan. Apabila kelurahan memiliki anggaran maka tanaman yang

sudah kering akan diganti dari anggaran tersebut. Hal tersebut terjadi karena

memang tidak ada pemeliharaan dari RW/RT dan warga sekitar. Bahkan ada juga

yang hanya dipelihara oleh Ketua RWnya saja, biaya yang keluar bukan dari

swadaya masyarakat namun berasal dari dana pribadi ketua RW.

Selain dari hasil wawancara informan diatas, sisa dari informan lainnya

menyebutkan bahwa tidak ada pemeliharaan dan pengoperasian hasil kegiatan

PIPPK. Masyarakat masihmengandalkandana daripihakkelurahan atau dari PIPPK

dengan mengajukan kembali di tahun selanjutntya.

Kepedulianmasyarakatmasihdianggapkurang,masihadamasyarakatyangtidakpeduli

denganhasil pembangunan dan lingkungandisekitarwilayahmerekamasing-masing

seperti masih ada jalan yang bolong atau rusak, tanaman terbengkalai dan vertical

garden yang tidak terpelihara dapat dilihat pada gambar dibawah ini.14

Gambar 4.5 Vertical Garden

14
Hasil wawancara dengan Kecamatan Bojongloa Kaler, Sekretaris Kelurahan Cipadung, Lurah Kelurahan Sukawarna,
Ketua RW 6 kelurahan Cipadung, sekretaris RW 8 Kelurahan Padasuka, Ketua RW 5 Kelurahan Braga, Ketua RW 4
Kelurahan Babakan Asih, Ketua RW 4 kelurahan Sukawarna, warga Kelurahan Braga
109

(Sumber: Dokumentasi penelitian lapangan oleh Penulis, 2018)


Namun ada juga masyarakat yang hanya memelihara hasil kegiatan yang

mereka rasa itu digunakan dan bermanfaat untuk mereka. Sedangkan untuk hasil

kegiatan lainnya terbengkalai seperti taman, vertical garden, urban farming,

danbiogas yang merupakan alat penghasil gas dengan menggunakan bahan yang

berasal bahan yang tak tergunakan seperti sampah organik. Hal tersebut terjadi

karena hasil kegiatan PIPPK ini bukan berasal dari usulan mereka yang

merupakan prioritas kewilayahan melainkan karena memang kegiatan tersebut

yang terakomodir dalam Dokumen Pelaksanaan Angaraan (DPA) PIPPK.15

Gambar 4.6 Biogas dan Urban Farming

15
Hasil wawancara dengan RW 3 Kelurahan Sukawarna
110

(Sumber: Dokumentasi penelitian lapangan oleh Penulis, 2018)

Kurangnya kepedulian masyarakat dalam memelihara hasil kegiatan

PIPPK menjadi PR baru bagi pemerintahan tingkat Kelurahan. Maka Kelurahan

Cipadung berinisiatif dan berencana untuk membuat inovasi sebuah inovasi baru

dalam menangani hasil kegiatan PIPPK yang terbengkalai dengan memanfaatkan

teknologi sehingga tidak membutuhkan sumber daya banyak dalam memelihara

hasil kegiatan PIPPK salah satunya membuat siraman otomatis untuk

menyiramvertical garden dan Urban Farming.

Maka dari penjelasan-penjelasan sebelumnya dapat diketahui bahwa

partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan dan pengoperasian hasil kegiatan

PIPPK belum dilakukan dengan baik. Masih kurangnya partisipasi masyarakat

dalam bentuk tenaga, uang ataupun material. Hal tersebut juga dipengaruhi karena

hasil kegiatan tersebut bukan berasal dari kegiatan yang diusulkan masyarakat

sehingga masyarakat tidak peduli dan banyak hasil kegiatan PIPPK yang

terbengkalai. Akhirnya pemeliharaan diambil alih oleh pihak Kelurahan dan

Kecamatan.
111

Partisipasi masyarakat dalam tahap pemanfaatan hasil memiliki dua aspek

sebagai indikator yang digunakan untuk melihat partisipasi masyarakat melalui

lembaga kemasyarakatan RW dalam PIPPK yaitu aspek partisipasi masyarakat

dalam penerimaan manfaat, dan paritisipasi masyarakat dalam pemeliharaan serta

pengoperasian. Dari dua aspek tersebut dapat dipahami bahwa partisipasi

masyarakat pada tahap pemanfaatan hasil belum terpenuhi karena masih

kurangnya paritisipasi masyarakat dalam kedua aspek tersebut baik partisipasi

masyarakat dalam penerimaan manfaat ataupun partisipasi masyarakat dalam

pemelihataan dan pengoperasian. Hal tersebut terlihat dari masyarakat masih

kurang dalam memanfaatkan hasil kegiatan karena kegiatan yang telah

dilaksanakan bukan berasal dari usulan masyarakat. Dan kepedulian masyarakat

dalam pemeliharaan masih kurang terlihat dengan masih banyaknya hasil kegiatan

yang terbengkalai.

4.2.4 Tahap Evaluasi

Partisipasi masyarakat dalam tahap evaluasi merupakan keikutsertaan

masyarakat dalammengawasidanmenilaipelaksanaanhasil-hasil

perencanaan.Masyarakatdapatmemberikan

sarandankritikterhadappelaksanaanpemerintahan agar sesuai dengan apa yang

telahdirencanakan dan mencapaihasilyangtelahditetapkan. Tahap evaluasi

merupakan salah satu tahap dalam partisipasi yang bertujuan menjamin semua

pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan yang sudah direncanakan sebelumnya.

Tahap Evaluasi merupakan tahap yang diterapkan oleh Cohen dan Uphoff

untuk mengetahui partisipasi masyarakat. Penulis menerapkan tahap evaluasi


112

sebagai tahap terakhir dalam partisipasi masyarakat melalui lembaga

kemasyarakatan rukun warga (RW) dalam program Inovasi pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung untuk meneliti bagaimana

partisipasi masyarakat dan kendala apa saja yang ditemui di lapangan. Ada dua

aspek yang digunakan dalam tahapan ini diantaranya yaitu partisipasi masyarakat

dalam menilai dan mengawasi kemudian partisipasi masyarakat dalam

memberikan sumbangan pemikiran saran atau kritik.

4.2.4.1 Partisipasi Masyarakat dalam Menilai dan Mengawasi

Kegiatan bisa dinilai baik atau tidaknyaapabiladalam penilaian dan

pengawasan banyak masyarakat yang menganggap baik dan dapat dirasakan

manfaatnya. Dengan dimikian sebaiknya masyarakat ikut serta dalam menilai dan

mengawasi kegiatan yang dilaksanakan sehingga apabila ada kegiatan yang tidak

sesuai maka masyarkat dapat melaporkan permasalahan tersebut ke RW/RT atau

Kelurahan sehingga pemerintah tau dimana letak kesalahan kegiatan tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara, Lurah Kelurahan Braga berpendapat bahwa

mereka memonitoring pekerjaan dari mulai 0%, 50% sampai 100% dan banyak

warga yang menanggapi kegiatan yang telah dikerjakan. Selain itu hampir semua

informan berpendapat bahwa dalam Program Inovasi Pembangunan dan

Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) mereka ikut berpartisipasi dalam menilai

dan mengawasi kegiatan di lapangan. 16 Seperti halnya pendapat Sekretaris Lurah

Kelurahan Padasuka bahwa:

16
Hasil wawancara Seklur Kelurahan Cipadung, Lurah Kelurahan Babakan Asih, Lurah Kelurahan Sukawarna, Ketua RW
6 Kelurahan Cipadung, Ketua RW 10 dan Sekretaris RW 12 Kelurahan Padasuka, Ketua RE 5 dan Sekretaris RW 8
Kelurahan Braga, RW 4 Kelurahan Babakan Asih dan RW 3 Kelurahan Sukawarna)
113

“Iya disini juga sama pemborongnya diperiksa dulu dilapangannya


beres gak kalau udah beres berita acara udah ada baru ditagih
masyarakat suka lapangan langsung hasil ini nih kalau masih banyak
yang jelek nanti protes ke RW.” (sekretaris Lurah Kelurahan
Padasuka,2018)
Dari hasil wawancara tersebut maka diperoleh keterangan bahwa sebelum

pihak ketiga meninggalkan lapangan setelah pembangunan selesai, pihak ketiga

diperiksa terlebih dahulu apakah pembangunan sudah sesuai dengan yang telah

direncanakan atau tidak. Kemudian banyak masyarakat yang ikut melihat dan

menilai pembangunan tersebut. Namun masih ada yang hanya hanya melihat dari

laporan-laporan saja seperti yang dipaparkan Camat Kecamatan Cibiru. Hal

tersebut memang bisa terjadi dari pihak Kecamatan karena banyaknya kegiatan di

Kecamatan tidak hanya kegiatan PIPPK saja.

Berdasarkan pemaparan informan, maka dapat diperoleh keterangan

bahwa partisipasi masyarakat dalam tahap evaluasi melalui aspek penilaian dan

pengawasan sudah dilakukandengan baik karena hampir semua informan lebih

banyak mengiyakan bahwa sudah adanya partisipasi masyarakat dalam menilai

dan mengawasi.

4.2.4.2 Parisipasi Masyarakat berupa Saran dan Masukan

Keikutsertaan masyarakat dalam tahap evaluasi akan lebih baik apabila

penilaian dan pengawasan masyarakat diikuti bersama dengan munculnya saran

dan masukan dari masyarakat mengenai pelaksanaan kegiatan PIPPK, sehingga

apabila ada kegiatan yang dirasa masih memiliki kekurangan maka masyarkat

dapat memberikan saran kepada RW/RT atau Kelurahan sehingga pemerintah

mengetahui apa yang benar-benar dibutuhkan masyarakat.


114

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh keterangan bahwa masyarakat ikut

berpartisipasi dalam memberikan masukan dan saran. Walaupun tidak semua

masyarakat namun ada sebagian masyarakat yang berpartisipasi dalam

memberikan masukan dan saran untuk kegiatan Program Inovasi Pembangunan

dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK).17

Namun tindak lanjut dan saran dari masyarakat masih belum terealisasi

oleh pemerintah Daerah. Salah satunya warga Kelurahan Braga mengajukan saran

alangkah lebih baik apabila kegiatan dalam PIPPK hanya satu kegiatan hingga

selesai dibanding banyak kegiatan namun hasilnya tanggung dan tidak selesai

sepenuhnya. Sebenarnya hal tersebut tidak bisa diperbaiki oleh pemerintah pusat

karena dengan alasan bahwa PIPPK ini merupakan program stimulan untuk

mendorong swadaya masyarakat. Tapi memang pada kenyataannya maksud

tersebut tidak bisa dipahami oleh masyarakat. Sehingga dibutuhkan peran dari

RW dan kelurahan agar masyarakat paham dengan maksud dan tujuan dari adanya

PIPPK.

Kemudian selain itu banyak masyarakat yang protes mengenai kegiatan

yang terakomodir dalam DPA PIPPK. Tahun 2016 banyak usulan masyarakat

yang tidak terakomodir dalam DPA PIPPK sedangkan kegiatan yang keluar

adalah kegiatan yang tidak diusulkan masyarakat. Setiap tahun RW protes akan

hal tersebut namun beberapa RW berpendapat bahwa sampai saat ini tidak ada

tindak lanjutnya. Kendala tersebut belum ditangani dan sampai tahun 2018 ini

tidak ada perubahan sama sekali seperti tahun sebelumnya,seperti halnya pendapat
17
Hasil wawancara dengan Sekretaris kecamatan Cibeunying Kidul, Kecamatan Bojongloa Kaler, Lurah Kelurahan
Sukawarna, Braga, Sekretaris kelurahan Cipadung, Padasuka, ketua RW 6& 10 Kelurahan Cipadung, Ketua RW 12
Kelurahan Padasuka, Ketua RW 8 Kelurahan Braga< Ketua RW 4 Kelurahan Babakan Asih dan Ketua RW 3 Kelurahan
Sukawarna
115

dari RW 8 Kelurahan Braga bahwa kelurahan sudah mengevaluasi setiap

tahunnya tapi ada saja yang salah seperti kebijakannya yang terlambat padahal

sebelumnya sudah menyesuaikan dengan arahan dan kebijakan yang ada.

Pemaparan-pemaparan yang telah dijabarkan diatas dapat menghasilkan

sebuah penjelasan bahwa partisipasi masyarakat dalam tahap evaluasi melalui

aspek partisipasi masyarakat dalam bentuk saran dan masukan sudah dilakukan

oleh masyarakat karena semua informan berpendapat bahwa selama ini ada saran

yang masuk dari masyarakat.

Tahap Evaluasi memiliki dua aspek yang digunakan sebagai indikator

untuk mengetahui bagaimana partisipasi msayarakat melalui lembaga

kemasyarakatan dalam PIPPK diantanya yaitu aspek partisipasi masyarkat dalam

penilaian dan pengawasan, dan aspek paritisipasi masyarakat dalam masukan dan

saran. Dari kedua aspek yang disebutkan maka dapat dipahami bahwa partisipasi

masyarkat pada tahap evaluasi sudah terpenuhi hanya saja tindak lanjut dan saran

dari masyarakat belum ditangani oleh pemerintah daerah selama beberapa tahun

ini.
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Partisipasi masyarakat melalui lembaga kemasyarakatan Rukun Warga

(RW) dalam Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan

(PIPPK) belum tercapai karena masih minimnya partisipasi aktif masyarakat

melalui lembaga kemasyarakatan rukun warga (RW) pada Program Inovasi

Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung dalam

tahap perencanaan, tahap pelaksanaan kegiatan, dan tahap pemanfaatan hasil

kegiatan. Sedangkan partisipasi masyarakat dalam tahap evaluasi sudah dilakukan

dengan baik. Paritisipasi masyarakat tersebut dapat dilihat dari paparan berikut :

1. Pada tahap perencanaan masyarakat sudah diberi kesempatan dan diberikan

peluang oleh pihak Kelurahan untuk memberikan usulan dengan penyerapan

aspirasi melalui RW yang diserahkan kembali pada setiap RT. Selain itu juga

masyarakat sudah diundang untuk mengikuti musyawarah perencanaan

pembagunan Kelurahan dan Rembug Waga RW. Namun masih banyak usulan-

usulan kebutuhan pembangunan yang merupakan kesepakatan masyarakat

tidak terakomodir dalam DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran). Hal tersebut

terjadi dengan alasan-alasan yang berbeda-beda seperti sistem E-Budgeting

tidak bisa memenuhi keinginan masyarakat dan penolakan usulan karena

kebijakan baru yang terlambat sedangkan usulan telah diinput sebelumnya.

Banyaknya usulan yang tidak disetujui juga berpengaruh terhadap

116
117

berkurangnya kehadiran masyarakat pada Musrenbang Kelurahan dan rembug

warga tahun demi tahun. Rembug warga menjadi sering dilaksanakan karena

kebutuhan untuk kembali mengusulkan usulan yang sebelumnya tidak

disetujui. Namun karena seringnya rembug warga dilaksanakan dan usulan

masih tetap tidak disetujui membuat masyarakat geram, malas mengikuti

rembug dan tidak percaya lagi dengan RW. Kemudian dengan masih

banyaknya usulan warga yang tidak terakomodir dalam DPA PIPPK juga

membuat kegiatan yang dilaksanakan dalam PIPPK tidak sesuai dengan

prioritas kewilayahan. Padahal usulan dari hasil musyawarah warga merupakan

prioritas kewilayahan yang dibutuhkan diwilayahnya.

2. Pada tahap pelaksanaan masyarakat sudah banyak ikut terlibat berpartisipasi

berupa memberikan bahan/material dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan

PIPPK seperti memberikan makanan dan minuman untuk para pekerja kegiatan

juga memberikan dan meminjamkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk

melaksanakan kegiatan. Namun partisipasi masyarakat dalam bentuk tenaga

dan uang masih kurang. Masih ada wilayah yang sama sekali tidak ada

keterlibatan masyarakat dalam bentuk tenaga dan uang yang disebabkan masih

banyaknya yang menganggap bahwa masyarakat hanya penerima manfaat dan

pengerjaannya sudah diserahkan kepada pihak ketiga dan petugas

gober.Mindset masyarakat masih menganggap bahwa PIPPK adalah program

berbentuk uang bukan berbentuk kegiatan dan belum paham bahwa PIPPK

merupakan program stimulan untuk mendorong swadaya masyarakat serta

masih beranggapan bahwa masyarakat hanya penerima manfaat saja.


118

3. Pada tahap pemanfaatan hasil masyarakat dapat memanfaatkan hasil dari

kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam PIPPK. PIPPK memberikan

manfaat besar bagi wilayah-wilayah di Kota Bandung dari yang tidak maju

menjadi maju dan sejahtera. Sebelum adan PIPPK, masih ada RW yang tidak

memiliki kegiatan sama sekali dan dengan adanya PIPPK banyak RW yang

terbantukan dan memiliki banyak kegiatan. Hanya saja masyarakat pada

umumnya masih kurang berpartisipasi dalam pemeliharaan dan

pengoperasianhasil dari kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan dalam

PIPPK baik partisipasi dalam bentuk tenaga, uang ataupun material.

Kurangnya pemeliharaan terjadi disebabkan dari berbagai alasan beberapa

diantaranya yaitu karena hasil kegiatan yang telah dilaksanakan bukan berasal

dari kegiatan yang diusulkan masyarakat sebelumnya dankepedulian

masyarakat untuk memelihara hasil kegiatan masih kurang sehingga banyak

hasil kegiatan PIPPK yang terbengkalai dan tidak tergunakan.

4. Pada tahap evaluasi, masyarakat sudah ikut berpartisipasi baik dalam evaluasi

secara langsung maupun tidak langsung. Partisipasi masyarakat dalam evaluasi

langsung dengan melihat, menilai dan mengawasi langsung ke lapangan.

Evaluasi tidak langsung dengan memberikan saran, keluhan dan kritikan

kepada RW dan Kelurahan.

5.2 Saran

Dari beberapa permasalahan yang ada, penulis mencoba memberikan

beberapa saran yang selanjutnya bisa dipertimbangkan oleh Pemerintah Kota


119

Bandung, Kecamatan, Kelurahan, rukun warga (RW) dan rukun tetangga (RT)

dalam kaitannya dengan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program

inovasi pembangunan dan pemberdayaan kewilayahan (PIPPK) di Kota Bandung.

Berikut saran-saran yang dapat diberikan oleh penulis :

1. Perlunya disebarkan informasi mengenai adanya kegiatan Musyawarah

Rencana Pembangunan Kelurahan sampai ke tingkat RT dan kelompok

masyarakat. Selain itu RT sebagai pengurus wilayah yang terdekat dengan

masyarakat juga harus mengadakan Musyawarah RT atau rembug warga dalam

lingkup RT selain untuk memberikan informasi mengenai PIPPK juga untuk

menampung usulan-usulan dari masyarakat mengenai kegiatan PIPPK yang

akan dilaksanakan mendatang.Dibutuhkan pula perbaikan-perbaikan dari

pemerintah Kota Bandung dalam mengelola daerahnya. Pemerintah Kota harus

mendengar dan menindak lanjuti saran dan masukan dari masyarakat. Turun

langsung ke lapangan mencari tahu apa yang benar-benar dibutuhkan oleh

masyarakat dan wilayahnya. Selain itu, pemerintah Kota Bandung juga harus

membuat target serta penjadwalan dalam memutuskan kebijakan karena

ketidaktepatan pengambilan kebijakan akan berpengaruh terhadap partisipasi

masyarakat.

2. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan, RW/RT

harus mengingatkan kembali kepada masyarakat bahwa akan ada kegiatan

PIPPK yang akan dilaksanakan. Memberitahu masyarakat secara terbuka dan

transparan mengenai kegiatan apa, berasal dari mana, berapa anggaran

dananya, dan apa saja kendala-kendala dalam kegiatan. Hal tersebut bisa
120

membuka pemikiran warga untuk ikut berpartisipasi baik berupa tenaga, uang

atau material. Pemberitahuan tersebut bisa dilakukan dengan mengadakan rapat

rutin, atau pengumuman pada saat melaksanakan sholat jumat, pengajian dan

dalam kegiatan kumpul lainnya.

3. Pihak pimpinan baik dari pemerintah daerah, Kecamatan, Kelurahan dan

RW/RT harus berpengaruh menjadi public figure sebagai orang yang bisa

dicontoh oleh masyarakatnya. Salah satunya dengan memberikan contoh ikut

serta dan berperan aktif dalam PIPPK seperti tidak lelah dan selalu berusaha.

Ketika hasil kegiatan PIPPK bisa membuahkan hasil secara continue maka

lambat laun masyarakat akan tergerak untuk berpartisipasi dalam PIPPK. selain

memberikan contoh juga harus menumbuhkan rasa memiliki atau sense of

belong pada masyarakat untuk memelihara dan menjaga lingkungannya karena

menjaga dan memelihara lingkungan merupakan bagian dari ibadah,

bermanfaat untuk masyarakat lainnya dan untuk keberlangsungan kehidupan

selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bamberger, M dan Shams, K. 1989. Community Participaton In Project


Management. Asian pacific development centre and economic
development institute of the world Bank.
Bryant, C., & White, L. G. 1982. Managing Development in the Third World.
Colorado: Westview Press.
Creswell, John W. 2010. RESEARCH DESIGN: Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Fahrudin, A. 2011. Pemberdayaan Partisipasi dan Penguatan Kapasitas
Masyarakat. Bandung: Humaniora.
Irianto, Yossi. 2017. Pembangunan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat.
Bandung: Sekretariat Daerah Kota Bandung.
Isbandi, A. R. 2007. Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas: dari
Pemikiran menuju Penerapan. Depok: FISIP UI Press.
Islamy, M. I. 2003. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta:
Bumi Aksara.
Mardikanto, T. 2015. Pemberdayaan Masyarakat; Dalam Perspektif Kebijakan
Publik. Bandung: Alfabeta.
Hajiji, Merdi., & Kamil, Atalia Praratya. 2017. Menata Kota Warga Berdaya.
Bandung: CV Setia Abadi.
Moleong, Lexy J.2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Muluk, Khairul M. 2008. Knowledge Management: Kunci Sukses Inovasi
Pemerintah Daerah. Malang: Bayumedia Publishing
Mustopadidjaja AR. 2003. Perkembangan Penerapan Studi Kebijakan. Jakarta:
LAN.
Ndraha, T. 1987.Pembangunan Masyarakat; Mempersiapkan Masyarakat tingkat
Landas. Jakarta: Bina Aksara.
Nugroho, Riant. D. 2003. Kebijakan Publik: Formulasi, Impelementasi dan
Evaluasi. Jakarta: Elex Media Komputindo.

121
122

Oakley, P. e. 1990. Project With People, The Practice Of Participation in Rural


Development. Geneva: International Labour Office.
Rukmana, D. W. 1993. Manajemen Pembangunan Prasaran Kota. Jakarta: LP3S

Slamet, Y. 1994. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Surakarta:


Sebelas Maret University Press.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.Bandung:
Alfabeta
Suwarno, Y. 2008. Inovasi di Sektor Publik. Jakarta: STIA-LAN Press.

Thoha, M. 2008. Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta: Prendamedia Group

Soetomo. 2008. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.
Dokumen

Dokumen Kecamatan Cibeunying Kidul Dalam Angka Tahun 2016. PPID Kota
Bandung
Dokumen Laporan Kegiatan Sub Bagian Bina Kewilayahan Tahun Anggaran
2017. Bagian Pemerintah Sekretariat Daerah Kota Bandung
Dokumen Profil Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung Tahun 2015. PPID
Kota Bandung
Dokumen Profil dan Tipologi Kelurahan Braga Kecamatan Sumur Bandung
Kota Bandung Tahun 2017. Kelurahan Braga
Dokumen Profil dan Tipologi Kelurahan Babakan Asih Kecamatan Bojongloa
Kaler Kota Bandung Tahun 2017. Kelurahan Braga
Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kota Bandung Tahun 2013-2018. Pemerintah Kota Bandung.
Dokumen Selayang Pandang PIPPK Kota Bandung 2015-2016-2017. Bagian
Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Bandung.
Dokumen Sosialsasi PIPPK 2016. Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota
Bandung.
123

Jurnal

Deviyanti, Dea. 2013. “Studi tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan


di Kelurahan Karang Jati Kecamatan Balikpapan Tengah” e-Journal
Administrasi Negara, 380-394.
Kurniawan, A. D. 2015. “Inovasi Pelayanan Publik: Studi Deskriptif tentang
Inovasi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) di Badan Penanaman
Modal dan Perizinan Kabupaten Lamongan.”Kebijakan dan Manajemen
Publik , 167-176.
Rosyida, I., & Nasdian, F. T. 2011. “Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder
dalam Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility (CSR)
dan Dampaknya tergadap Komunitas Perdesaan.”Sodality , 51-70.
Laman

Mulgan, Geoff & Albury, David. 2003. Inovation in the Public Sector.
http://www.sba.oakland.edu/faculty/mathieson/mis524/resources/readi
ngs/innovation/innovation_in_the_public_sector.pdf (Diakses pada
Tanggal 31 Juli 2017 Pukul 13.00 WIB)
Peta Kota Bandung. https:// ppdbkotabandung.wordpress.com/pustaka/peta-
kota-bandung. (Diakses pada Tanggal 10 Februari 2018 Pukul 04.00
WIB)
Tyran, Jean-Robert & Sausgruber, Rupert. 2003. The Diffusion of Policy
Innovations An Experimental
Investigation.https://pdfs.semanticscholar.org/70d0/314ecde4ed00ae7bb9
4de30aad3feed0b144.pdf. (Diakses pada Tanggal 2 Januari 2018 Pukul
10.30 WIB)
Laporan Penelitian

Maulana, Adnan. 2014. “Partisipasi Masyarakat dalam Program Bantuan


Keuangan Peningkatan Infrastruktur Dasar Perdesaan dan Rehab Kantor
Desa di Desa Cibeusi Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang”.
Sumedang: Universitasi Padjadjaran.
Perdana, Mushaf Isnain. 2017. “Impelementasi Peraturan Walikota Kota
Bandung No.281 Tahun 2015 (Studi Kasus: Kecamatan
Panyileukan)”. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan.
Praratya, Atalia. 2017. “Pengaruh Komunikasi Interpersonal Dan Kepemimpinan
Lurah Terhadap Kinerja Program Inovasi Pembangunan Dan
Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) Kota Bandung”. Bachelor Thesis.
Bandung: Universitas Pasundan.
124

Saputra, Yudiansyah Eka. 2016. ’Tingkat Partisipasi Masyarkat dalam


Pembangunan Desa, kasus dana desa di kampung Sungai Rawa,
Kecamatan. Bogor Institut Pertanian Bogor.”. Bogor:Institut Pertanian
Bogor.

Peraturan/Regulasi

Peraturan Mentri Dalam Negri No. 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan
Lembaga Kemasyarakatan.
Peraturan walikota Bandung No. 281 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan
Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan Kota
Bandung.
Peraturan Walikota Bandung No. 436 Tahun 2015 tentang Perubahan atas
Peraturaan Walikota Nomor 281 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan
Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan Kota
Bandung.
Lampiran Peraturan Walikota Bandung No. 436 Tahun 2015. Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan
Kewilayahan Kota Bandung.
Peraturan walikota No.107 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Walikota Bandung Nomor 281 Tahun 2015 tentang
Pelaksanaan Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan
Kewilayahan Kota Bandung.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai
Pengganti dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Otonomi Daerah.

Anda mungkin juga menyukai