Anda di halaman 1dari 24

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perhitungan kimia merupakan hal yang sangat penting baik di
laboratorium maupun di pabrik. Perhitungan ini meliputi misalnya: berapa banyak
bahan baku yang diperlukan bila ingin memperoleh sejumlah hasil tertentu. Atau
sebaliknya, bila tersedia sejumlah bahan baku, berapa hasil maksimal yang dapat
diperoleh di mana dalam perhitungannya menyangkut reaksi-reaksi kimia.
Stoikiometri sendiri merupakan hubungan kuantitatif antara zat-zat yang
terkait dalam suatu reaksi kimia. Sedangkan reaksi stoikiometri adalah suatu
reaksi yang semua reaktannya habis bereaksi dan reaksi non stoikiometri adalah
suatu reaksi yang salah satu reaktannya tidak habis bereaksi (bersisa) dan reaktan
yang lain habis bereaksi.
Dalam percobaan ini, metode yang digunakan adalah metode variasi
kontinyu. Dalam metode ini, dilakukan serangkaian pengamatan dengan jumlah
molar total yang sama tetapi masing-masing molar pereaksinya berubah-ubah
(bervariasi). Pada percobaan ini dilakukan pemilihan sifat fisik tertentu untuk
diperiksa, seperti massa, volume, dan suhu. Oleh karena kuantitas pereaksinya
berbeda-beda (bervariasi), maka perubahan harga sifat fisik dari sistem ini dapat
digunakan untuk menentukan stoikiometri sistem. Bila digambar grafik maka
akan diperoleh titik maksimum dan titik minimum sesuai dengan titik stoikiometri
sistem. Selain itu para praktikan juga dapat mempelajari tentang reaksi endoterm
dan eksoterm.
Untuk mempelajari semua ini, praktikan mesti terlebih dahulu mengenal
ilmu-ilmu dasar kimia misalnya persamaan reaksi. Hal ini dikarenakan pada
stoikiometri, persamaan reaksi akan sangat dibutuhkan dalam pembuatan reaksi
dan perhitungannya.
Dalam kehidupan saat ini, ilmu kimia sangat dibutuhkan dalam berbagai
bidang industri, seperti industri tekstil, makanan, dan industri farmasi. Dalam
2

industri farmasi dan obat-obatan dihasilkan barang yang berupa obat baik dalam
bentuk padat maupun cair. Pembuatan obat-obat tersebut biasanya dilakukan
dengan reaksi kimia dan melibatkan perhitungan kimia yang rumit. Selain itu,
hubungan kuantitatif zat-zat dalam reaksi kimia juga sangat berpengaruh dalam
perhitungan kimia. Oleh karena itu, ilmu stoikiometri sangat diperlukan di
dalamnya karena mempelajari hubungan kuantitas zat-zat dalam suatu reaksi
kimia.

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan percobaan kali ini adalah:
- Untuk menentukan titik maksimum dan titik minimum pada stoikiometri
NaOH-HCl dan NaOH-H2SO4.
- Untuk mengetahui konsep dari reaksi eksoterm dan reaksi endoterm.
- Untuk menentukan sebuah reaksi merupakan reaksi stoikiometri atau non
stoikiometri berdasarkan perhitungan dari percobaan yang telah dilakukan.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Ilmu kimia mempelajari tentang peristiwa kimia yang ditandai dengan


berubahnya suatu zat menjadi zat lain, contohnya pembakaran etanol. Setelah
diselidiki, etanol dan oksigen berubah menjadi karbon dioksida dan uap air.
Perubahan itu dapat dituliskan sebagai:
etanol + oksigen karbon dioksida + uap air
Zat mula-mula disebut pereaksi dan zat yang terbentuk disebut hasil reaksi. Dalam
reaksi di atas, etanol dan oksigen adalah pereaksi, sedangkan karbon dioksida dan
air sebagai hasil reaksi.
Keterangan di atas belum cukup, karena tidak menggambarkan hubungan
antara jumlah pereaksi dengan hasil reaksi. Jika dipakai 100 gr etanol, berapakah
oksigen yang diperlukan serta karbon dioksida dan air yang terbentuk? Untuk itu
perlu diketahui unsur-unsur yang terdapat dalam etanol, karbon dioksida, dan air,
serta perbandingannya secara kuantitatif.
Bidang kimia yang mempelajari aspek kuantitatif unsur dalam suatu
senyawa atau reaksi disebut stoikiometri yang berasal dari Bahasa Yunani yaitu
stoicheon yang berarti unsur dan metrain yang berarti mengukur. Dengan kata
lain, stoikiometri adalah perhitungan kimia yang menyangkut hubungan
kuantitatif zat yang terlibat dalam reaksi.
Penelitian yang cermat terhadap pereaksi dan hasil reaksi telah melahirkan
hukum-hukum dasar kimia yang menunjukkan hubungan kuantitatif itu. Hukum
tersebut antara lain: hukum kekekalan massa, hukum perbandingan tetap, hukum
perbandingan berganda, hukum Boyle, dan hukum Boyle-Gay Lussac.
a. Hukum kekekalan massa (Lavoiser pada tahun 1774)
“Massa total suatu bahan sesudah reaksi kimia sama dengan massa total
bahan sebelum reaksi”
Contoh: 2 gram Hidrogen bereaksi dengan 16 gram Oksigen membentuk
18 gram air (H2O).
4

b. Hukum perbandingan tetap (Joseph Proust tahun 1799)


“Perbandingan massa unsur-unsur penyusun suatu senyawa selalu tetap”.
Misalkan senyawa Ap.Bq.
Massa A: Massa B = p ArA. q ArB
p. ArA p. ArB
mA= × m Ap.Bq mB = × m Ap.Bq
MrAp.Bq MrAp.Bq

p. ArA p. ArB
% A= × mAp.Bq %B= × m Ap.Bq
MrAp.Bq MrAp.Bq

Dengan: mA = massa unsur A (gram)


mB = massa unsur B (gram)
m ApBq = massa senyawa ApBq (gram)
c. Hukum perbandingan berganda (Jhon Dalton tahun 1803)
“Bila dua unsur dapat membentuk lebih dari satu senyawa, maka
perbandingan massa unsur yang satu, yang bersenyawa dengan unsur lain
yang tertentu massanya, merupakan bilangan bulat dan sederhana”.
d. Hukum Boyle
“Pada suhu tetap hasil kali tekanan dan volume gas selalu tetap”.
P1.V1 = P2.V2
Dengan: P= tekanan gas (atm)
V= volume gas (liter)
e. Hukum Boyle-Gay Lussac
“Hasil kali tekanan dan volume dibagi suhu mutlak pada suatu gas selalu
tetap”.
Hukum ini dapat digunakan untuk menghitung volume gas di luar keadaan
standar, dengan rumus:
P1. V1 P2 . V2
=
T1 T2
Bilangan Avogadro merupakan bilangan yang sudah umum dikenal, baik
dalam ilmu kimia maupun fisika. Bilangan Avogadro memiliki nilai 6,0225×1023.
Dalam ilmi stoikiometri, banyak hal-hal yang harus dipahami, antara lain:
5

a. Massa atom relatif (Ar)


Massa atom relatif suatu unsur adalah perbandingan massa suatu atom
1
dengan 12
× massa suatu atom isotop karbon-12 atau C12 (massa atom
standar). Dirumuskan dengan:
massa satu unsur X
Ar unsur X =
1
× massa satu atom C12
12
b. Massa molekul relatif (Mr)
Massa molekul relatif suatu senyawa adalah perbandingan massa satu
1
molekul senyawa dengan 12
× massa satu atom isotop karbon-12 atau C12
(massa standar). Dirumuskan dengan:
massa satu unsur X
Mr senyawa X =
1
× massa satu atom C12
12

c. Konsep mol
Satu mol suatu zat adalah banyaknya zat tersebut yang mengandung
6,02×1023 buah partikel. Massa satu mol suatu zat sama dengan Ar atau Mr
zat tersebut yang dinyatakan dalam garam.
Massa 1 mol unsur X = Ar × gram
Massa 1 mol senyawa X = Mr × gram
Rumus mol unsur X atau mol senyawa X dapat dirumuskan dengan:
massa (gram)
mol unsur (n) =
massa Ar

massa (gram)
mol senyawa (n) =
massa Mr

Satu mol setiap zat mengandung 6,02×1023 partikel sehingga rumus mol
unsur X atau mol senyawa X dapat juga dirumuskan dengan:
N
n= atau N= n.6,02×1023
6,02×1023
6

Dengan: n= mol unsur X atau senyawa X


N= jumlah partikel X
Pada keadaan standar (STP yaitu 00C, 1 atm) mol setiap gas volumenya
22,4 liter, sehingga mol unsur X juga dapat dinyatakan dengan:
Vx
n= × 1 mol X atau Vx = n.Vm
Vm Vx = n. 22,4
Di mana: n = mol unsur X atau senyawa X
Vm = volume gas dalam keadaan STP yaitu 22,4 liter
Vx = volume unsur X pada saat itu
Berdasarkan rumus-rumus di atas maka konsep mol dapat dirumuskan
dengan:

m m N V
n = = = = mol
23
Ar Mr 6,02 .10 22,4

d. Molaritas (M)
Molaritas adalah jumlah mol zat terlarut dalam setiap satu liter larutan
Dinyatakan dengan:
n
𝑀𝑀 =
V
Di mana molaritas dinyatakan dengan satuan mol/L.
Hubungan kumulatif zat-zat dalam reaksi dinyatakan oleh koefisien
reaksinya. Koefisien reaksi menyatakan perbandingan mol zat-zat dalam reaksi.
Apabila salah satu zat diketahui jumlah molnya, maka jumlah mol zat-zat lain
dalam reaksi ditentukan perbandingannya yaitu rumus di mana baru diketahui
perbandingan jumlah atom setiap unsur pembentuknya dan belum diketahui
jumlah atom sebenarnya dalam satu molekul. Rumus perbandingan juga dapat
disebut perbandingan bilangan bulat terkecil dan banyaknya atom setiap unsur
pembentuk senyawa. Rumus empiris suatu senyawa dapat ditentukan berdasarkan
data presentase massa unsur-unsur yang membentuk senyawa itu.
7

Untuk berkomunikasi satu sama lain tentang reaksi kimia, para kimiawan
menggunakan cara standar untuk menggambarkan reaksi tersebut melalui
persamaan kimia. Pada persamaan kimia, digunakan lambang kimia untuk
menunjukkan apa yang terjadi saat reaksi kimia berlangsung.
Pda saat gas hidrogen (H2) terbakar di udara (yang mengandung oksigen,
O2) untuk membentuk air (H2O) reaksinya dapat digambarkan dengan persamaan
kimia sebagai berikut:
H2 + O2 → H2O
Di mana tanda + berarti “bereaksi dengan” dan tanda → berarti
“menghasilkan”. Jadi penulisan lambang-lambang ini dapat dibaca: “Molekul
hidrogen bereaksi dengan molekul oksigen menghasilkan air”. Reaksi dianggap
berlangsung dari kiri ke kanan seperti ditunjukkan oleh tanda panah. Tetapi
persamaan di atas belum lengkap karena atom oksigen dua kali lebih banyak di
sisi kiri tanda panah daripada di sisi kanan. Agar memenuhi hukum kekekalan
massa, banyaknya tiap jenis atom di kedua sisi harus sama dengan jumlah tiap-
tiap atom sebelum reaksi. Persamaan ini dapat disetarakan dengan menempatkan
koefisien yang sesuai. Sehingga persamaan tersebut dapat ditulis menjadi:
2H2 + O2 → 2H2O
Persamaan kimia yang setara ini menunjukkan bahwa “dua molekul
hidrogen dapat bergabung atau bereaksi dengan satu molekul oksigen membentuk
dua molekul air”. Karena perbandingan jumlah molekul sama dengan
perbandingan jumlah mol, persamaan tersebut dapat pula dibaca “2 mol molekul
hidrogen bereaksi dengan 1 mol molekul oksigen menghasilkan 2 mol molekul
air”. Dengan H2 dan O2 sebagai reaktan dan air sebagai produk, biasanya reaktan
dituliskan pada sisi kiri dan produk pada sisi kanan tanda panah.
Secara umum penyetaraan persamaan kimia melalui beberapa tahap
sebagai berikut:
a. Identifikasikan semua reaktan dan produk kemudian tulis rumus molekul
yang benar masing-masing pada sisi kiri dan kanan dari persamaan.
b. Setarakan pesamaan tersebut dengan mencoba berbagai koefisien yang
berbeda jumlah atom dari tiap unsur sama pada kedua sisi persamaan.
8

Angka koefisien dapat dirubah (angka di depan rumus molekul) tetapi


subskripnya (angka dalam rumus molekul) tidak boleh diubah. Perubahan
subskrip akan mengubah identitas dari senyawa. Misalnya, 2NO2 berarti
“dua molekul nitrogen dioksida”, tetapi bila dilipat dua subskripnya, kita
peroleh N2O4 yaitu dinitrogen tetraoksida, senyawa yang jauh berbeda.
c. Mencari unsur yang muncul hanya sekali pada tiap sisi persamaan dengan
jumlah atom yang sama pada tiap sisi. Rumus molekul yang mengandung
unsur-unsur ini pasti mempunyai koefisien yang sama. Mencari unsur-
unsur yang muncul hanya sekali pada tiap sisi persamaan tetapi
mempunyai jumlah atom yang berbeda. Unsur-unsur ini harus disetarakan.
Akhirnya, setarakan unsur-unsur yang muncul pada dua atau lebih rumus
pada sisi persamaan yang sama.
d. Periksa persamaan yang telah disetarakan tersebut untuk memastikan bahwa
jumlah total tiap jenis atom pada kedua sisi persamaan adalah sama.
Untuk menafsirkan suatu reaksi secara kuantitatif, penerapan pengetahuan
tentang massa molar dan konsep mol. Meskipun satuan yang digunakan untuk
reaktan (atau produk) adalah mol, gram, liter (untuk gas), atau satuan lainnya,
digunakan satuan mol untuk menghitung jumlah produk yang terbentuk dalam
reaksi kimia. Pendekatan ini disebut metode mol yang berarti bahwa koefisien
stoikiometri dalam persamaan kimia dapat diartikan sebagai jumlah mol dari
setiap zat. Metode mol terdiri dari beberapa tahap, yang pertama tulis rumus yang
benar untuk semua reaktan dan produk, dan setarakan persamaan kimianya, yang
kedua konversi kuantitas dari sebagian atau semua zat yanf diketahui (biasanya
reaktan) menjadi mol, yang ketiga gunakan koefisien-koefisien dalam persamaan
yang sudah setara untuk menghitung jumlah mol dari kuantitas yang dicari atau
yang tidak diketahui (biasanya kuantitas produk), yang keempat dengan
menggunakan jumlah mol yang telah dihitung serta massa molarnya, konfensi
kuantitas zat yang tidak diketahui manjadi satuan yang diperlukan (biasanya
gram), dan yang kelima memeriksa jawabannya masuk akal dalam wujud
fisiknya.
9

Reaktan yang pertama kali habis digunakan pada reaksi kimia disebut
pereaksi pembatas (limiting reagent), karena jumlah maksimum produk yang
terbentuk tergantung pada berapa banyak jumlah awal suatu reaktan. Jika reaktan
telah digunakan semua, tidak ada lagi produk yang dapat terbentuk. Pereaksi
berlebih (sisa) atau excess reagent adalah pereaksi yang terdapat dalam jumlah
lebih besar daripada yang diperlukan untuk bereaksi dengan sejumlah tertentu
pereaksi pembatas.
10

BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
- Gelas kimia 100 ml
- Termometer
- Gelas ukur 25 ml
- Gelas ukur 10 ml
- Serbet
3.1.2 Bahan
- Larutan NaOH 1M
- Larutan HCl 1M
- Larutan H2SO4 1M
- Aquades

3.2 Prosedur Percobaan


- Dipipet larutan NaOH 1M sebanyak 2,5 ml menggunakan pipet ukur,
kemudian larutan NaOH dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diukur
suhunya menggunakan termometer. Setelah itu larutan HCl 1M dipipet
menggunakan pipet ukur sebanyak 12,5 ml lalu larutan dimasukkan ke
dalam gelas kimia yang lain dan diukur suhunya. Setelah itu larutan HCl
dicampurkan ke dalam larutan NaOH dan diukur suhu campurannya.
- Dipipet larutan NaOH 1M sebanyak 5 ml menggunakan pipet ukur,
kemudian larutan NaOH dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diukur
suhunya menggunakan termometer. Setelah itu larutan HCl 1M dipipet
menggunakan pipet ukur sebanyak 10 ml lalu larutan dimasukkan ke
dalam gelas kimia yang lain dan diukur suhunya. Setelah itu larutan HCl
dicampurkan ke dalam larutan NaOH dan diukur suhu campurannya.
11

- Dipipet larutan NaOH 1M sebanyak 7,5 ml menggunakan pipet ukur,


kemudian larutan NaOH dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diukur
suhunya menggunakan termometer. Setelah itu larutan HCl 1M dipipet
menggunakan pipet ukur sebanyak 7,5 ml lalu larutan dimasukkan ke
dalam gelas kimia yang lain dan diukur suhunya. Setelah itu larutan HCl
dicampurkan ke dalam larutan NaOH dan diukur suhu campurannya.
- Dipipet larutan NaOH 1M sebanyak 10 ml menggunakan pipet ukur,
kemudian larutan NaOH dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diukur
suhunya menggunakan termometer. Setelah itu larutan HCl 1M dipipet
menggunakan pipet ukur sebanyak 5 ml lalu larutan dimasukkan ke dalam
gelas kimia yang lain dan diukur suhunya. Setelah itu larutan HCl
dicampurkan ke dalam larutan NaOH dan diukur suhu campurannya.
- Dipipet larutan NaOH 1M sebanyak 12,5 ml menggunakan pipet ukur,
kemudian larutan NaOH dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diukur
suhunya menggunakan termometer. Setelah itu larutan HCl 1M dipipet
menggunakan pipet ukur sebanyak 2,5 ml lalu larutan dimasukkan ke
dalam gelas kimia yang lain dan diukur suhunya. Setelah itu larutan HCl
dicampurkan ke dalam larutan NaOH dan diukur suhu campurannya.
- Dipipet larutan NaOH 1M sebanyak 2,5 ml menggunakan pipet ukur,
kemudian larutan NaOH dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diukur
suhunya menggunakan termometer. Setelah itu larutan H2SO4 1M dituang
ke dalam gelas ukur hingga volumenya mencapai 12,5 ml lalu larutan
dimasukkan ke dalam gelas kimia yang lain dan diukur suhunya. Stelah itu
larutan H2SO4 dicampurkan ke dalam larutan NaOH dan diukur suhu
campurannya.
- Dipipet larutan NaOH 1M sebanyak 5 ml menggunakan pipet ukur,
kemudian larutan NaOH dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diukur
suhunya menggunakan termometer. Setelah itu larutan H2SO4 1M dituang
ke dalam gelas ukur hingga volumenya mencapai 10 ml lalu larutan
dimasukkan ke dalam gelas kimia yang lain dan diukur suhunya. Stelah itu
12

larutan H2SO4 dicampurkan ke dalam larutan NaOH dan diukur suhu


campurannya.
- Dipipet larutan NaOH 1M sebanyak 7,5 ml menggunakan pipet ukur,
kemudian larutan NaOH dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diukur
suhunya menggunakan termometer. Setelah itu larutan H2SO4 1M dituang
ke dalam gelas ukur hingga volumenya mencapai 7,5 ml lalu larutan
dimasukkan ke dalam gelas kimia yang lain dan diukur suhunya. Stelah itu
larutan H2SO4 dicampurkan ke dalam larutan NaOH dan diukur suhu
campurannya.
- Dipipet larutan NaOH 1M sebanyak 10 ml menggunakan pipet ukur,
kemudian larutan NaOH dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diukur
suhunya menggunakan termometer. Setelah itu larutan H2SO4 1M dituang
ke dalam gelas ukur hingga volumenya mencapai 5 ml lalu larutan
dimasukkan ke dalam gelas kimia yang lain dan diukur suhunya. Stelah itu
larutan H2SO4 dicampurkan ke dalam larutan NaOH dan diukur suhu
campurannya.
- Dipipet larutan NaOH 1M sebanyak 12,5 ml menggunakan pipet ukur,
kemudian larutan NaOH dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diukur
suhunya menggunakan termometer. Setelah itu larutan H2SO4 1M dituang
ke dalam gelas ukur hingga volumenya mencapai 2,5 ml lalu larutan
dimasukkan ke dalam gelas kimia yang lain dan diukur suhunya. Stelah itu
larutan H2SO4 dicampurkan ke dalam larutan NaOH dan diukur suhu
campurannya.
13

BAB 4
HASIL dan PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Stoikiometri Sistem NaOH-HCl
Volume Volume HCl Suhu NaOH Suhu HCl Suhu Campuran
NaOH (ml) (ml)
2,5 12,5 30 28 29
5 10 28 28 29
7,5 7,5 30 29 31
10 5 30,5 30,5 33
12,5 2,5 30 31 32

Stoikiometri Sistem NaOH-H2SO4


Volume Volume Suhu NaOH Suhu H2SO4 Suhu Campuran
NaOH (ml) H2SO4 (ml)
2,5 12,5 29,5 29,5 31
5 10 29 28 30
7,5 7,5 28 28 30,5
10 5 29 30 34
12,5 2,5 31,5 31 33

4.2 Reaksi
- Reaksi antara NaOH dan HCl
NaOH + HCL → NaCl + H2O
- Reaksi antara NaOH dan H2SO4
2NaOH + H2SO4 → Na2SO4 + 2H2O

4.3 Perhitungan
- Stoikiometri Sistem NaOH-HCl
14

a. Percobaan 1:
2,5 ml NaOH + 12,5 ml HCl
n NaOH= M × V n HCl= M × V
= 1 × 2,5 = 1 × 12,5
= 2,5 mmol = 12,5 mmol
NaOH + HCl → NaCl + H2O
m 2,5 12,5 - -
r 2,5 2,5 2,5 2,5
s - 10 2,5 2,5
- Pereaksi pembatas: NaOH
- Pereaksi sisa: HCl
- Jenis Reaksi: non stoikiometri
-
b. Percobaan 2:
5 ml NaOH + 10 ml HCl
n NaOH= M × V n HCl= M × V
=1×5 = 1 × 10
= 5 mmol = 10 mmol
NaOH + HCl → NaCl + H2O
m 5 10 - -
r 5 5 5 5
s - 5 5 5
- Pereaksi pembatas: NaOH
- Pereaksi sisa: HCl
- Jenis Reaksi: non stoikiometri

c. Percobaan 3:
7,5 ml NaOH + 7,5 ml HCl
n NaOH= M × V n HCl= M × V
= 1 × 7,5 = 1 × 7,5
= 7,5 mmol = 7,5 mmol
15

NaOH + HCl → NaCl + H2O


m 7,5 7,5 - -
r 7,5 7,5 7,5 7,5
s - - 7,5 7,5
- Pereaksi pembatas: -
- Pereaksi sisa: -
- Jenis Reaksi: stoikiometri

d. Percobaan 4:
10 ml NaOH + 5 ml HCl
n NaOH= M × V n HCl= M × V
= 1 × 10 =1×5
= 10 mmol = 5 mmol
NaOH + HCl → NaCl + H2O
m 10 5 - -
r 5 5 5 5
s 5 - 5 5
- Pereaksi pembatas: HCl
- Pereaksi sisa: NaOH
- Jenis Reaksi: non stoikiometri

e. Percobaan 5:
12,5 ml NaOH + 2,5 ml HCl
n NaOH= M × V n HCl= M × V
= 1 × 12,5 = 1 × 2,5
= 12,5 mmol = 2,5 mmol
NaOH + HCl → NaCl + H2O
m 12,5 2,5 - -
r 2,5 2,5 2,5 2,5
s 10 - 2,5 2,5
16

- Pereaksi pembatas: HCl


- Pereaksi sisa: NaOH
- Jenis Reaksi: non stoikiometri

- Stoikiometri Sistem NaOH-H2SO4


a. Percobaan 1:
2,5 ml NaOH + 12,5 ml H2SO4
n NaOH= M × V n H2SO4= M × V
= 1 × 2,5 = 1 × 12,5
= 2,5 mmol = 12,5 mmol
2NaOH + H2SO4 → Na2SO4 + 2 H2O
m 2,5 12,5 - -
r 2,5 1,25 1,25 1,25
s - 11,25 1,25 1,25
- Pereaksi pembatas: NaOH
- Pereaksi sisa: H2SO4
- Jenis Reaksi: non stoikiometri

b. Percobaan 2:
5 ml NaOH + 10 ml H2SO4
n NaOH= M × V n H2SO4= M × V
=1×5 = 1 × 10
= 5 mmol = 10 mmol
2NaOH + H2SO4 → Na2SO4 + 2 H2O
m 5 10 - -
r 5 2,5 2,5 5
s - 7,5 2,5 5
- Pereaksi pembatas: NaOH
- Pereaksi sisa: H2SO4
- Jenis Reaksi: non stoikiometri
17

c. Percobaan 3:
7,5 ml NaOH + 7,5 ml H2SO4
n NaOH= M × V n H2SO4= M × V
= 1 × 7,5 = 1 × 7,5
= 7,5 mmol = 7,5 mmol
2NaOH + H2SO4 → Na2SO4 + 2 H2O
m 7,5 7,5 - -
r 7,5 3,75 3,75 7,5
s - 3,75 3,75 7,5
- Pereaksi pembatas: NaOH
- Pereaksi sisa: H2SO4
- Jenis Reaksi: non stoikiometri
-
d. Percobaan 4:
10 ml NaOH + 5 ml H2SO4
n NaOH= M × V n H2SO4= M × V
= 1 × 10 =1×5
= 10 mmol = 5 mmol
2NaOH + H2SO4 → Na2SO4 + 2 H2O
m 10 5 - -
r 10 5 5 10
s - - 5 10
- Pereaksi pembatas: -
- Pereaksi sisa: -
- Jenis Reaksi: stoikiometri

e. Percobaan 5:
12,5 ml NaOH + 2,5 ml H2SO4
n NaOH= M × V n H2SO4= M × V
= 1 × 12,5 = 1 × 2,5
= 12,5 mmol = 2,5 mmol
18

2NaOH + H2SO4 → Na2SO4 + 2 H2O


m 12,5 2,5 - -
r 5 2,5 2,5 5
s 7,5 - 2,5 5
- Pereaksi pembatas: H2SO4
- Pereaksi sisa: NaOH
- Jenis Reaksi: non stoikiometri

4.4 Pembahasan
Pada percobaan yang dilakukan terdapat dua sistem, yaitu sistem
campuran NaOH-HCl dan sistem NaOH-H2SO4. Pada kedua sistem ini didasarkan
pada penentuan titik maksimum dan titik minimum serta apakah reaksi tersebut
merupakan reaksi stoikiometri atau non stoikiometri. Pada stoikiometri sistem
NaOH-HCl terdapat lima kali percobaan. Percobaan pertama yaitu antara 2,5 ml
NaOH dengan 12,5 ml HCL yang masing-masing memiliki molaritas sebesar 1,
merupakan reaksi non stoikiometri karena terdapat reaktan yang habis bersisa
yaitu HCl sebesar 10 mmol. Pada percobaan kedua antara 5 ml NaOH dengan 10
ml HCl yang masing-masing memiliki molaritas sebesar 1-pun merupakan reaksi
non stoikiometri karena terdapat reaktan yang bersisa yaitu HCl sebesar 5 mmol.
Percobaan ketiga antara 7,5 ml NaOH 1M dengan 7,5 ml HCL 1M merupakan
reaksi stoikiometri karena seluruh reaktan dalam reaksi ini habis bereaksi.
Dipercobaan keempat antara 10 ml NaOH 1M dan 5 ml HCl 1M merupakan
reaksi non stoikiometri karena terdapat reaktan yang bersisa yaitu NaOH sebesar
5 mmol. Sedangkan pada percobaan kelima antara 12,5 ml NaOH 1M dengan 2,5
ml HCl 1M juga merupakan reaksi non stoikiometri karena terdapat reaktan yang
bersisa yaitu NaOH sebesar 10 mmol. Untuk stoikiometri sistem NaOH-H2SO4
terdapat lima kali percobaan, di mana pada percobaan pertama antara 2,5 ml
NaOH 1M dengan 12,5 ml H2SO4 1M merupakan reaksi non stoikiometri karena
terdapat reaktan yang bersisa yaitu H2SO4 sebesar 11,25 mmol. Pada percobaan
kedua antara 5 ml NaOH dengan 10 ml H2SO4 yang masing-masing memiliki
molaritas sebesar 1 juga merupakan reaksi non stoikiometri karena terdapat
19

reaktan yang bersisa yaitu H2SO4 sebesar 7,5 mmol. Dalam percobaan ketiga
antara 7,5 ml NaOH 1M dengan 7,5 ml H2SO4 1M merupakan reaksi non
stoikiometri karena terdapat reaktan yang bersisa yaitu H2SO4 sebesar 3,75 mmol.
Pada percobaan keempat antara 10 ml NaOH 1M dengan 5 ml H2SO4 1M
merupakan reaksi stoikiometri karena seluruh reaktan dalam reaksi ini habis
bereaksi. Sedangkan pada percobaan kelima antara 12,5 ml NaOH 1M dengan 2,5
ml H2SO4 1M merupakan reaksi non stoikiometri karena terdapat reaktan yang
bersisa yaitu NaOH sebesar 7,5 mmol.
Dalam stoikiometri dikenal beberapa istilah yaitu reaksi stoikiometri,
reaksi non stoikiometri , pereaksi sisa, dan pereaksi pembatas. Reaksi stoikiometri
adalah suatu reaksi yang semua reaktannya habis bereaksi. Reaksi non
stoikiometri adalah suatu reaksi yang salah satu reaktannya tidak habis bereaksi
(bersisa) dan reaktan yang lain habis bereaksi. Pereaksi sisa adalah reaktan yang
berlebih atau tidak habis bereaksi dalam suatu reaksi kimia dan memiliki jumlah
mol yang lebih besar dari reaktan yang lain. Pereaksi pembatas adalah pereaksi
yang lebih dahulu habis apabila zat-zat yang direaksikan tidak ekivalen dan
memiliki jumlah mol yang lebih kecil dari reaktan yang lain.
Selain yang telah disebutkan di atas, dalam stoikiometri dikenal pula titik
stoikiometri, titik maksimum, dan titik minimum, di mana titik stoikiometri
adalah titik di mana suatu reaksi menjadi seimbang, titik maksimum adalah titik
ketika suatu reaksi mencapai keadaan stoikiometri, dan titik minimum adalah titk
ketika reaksi mencapai keadaan non stoikiometri.
Dalam percobaan kali ini yang menjadi faktor kesalahan adalah kesalahan
dalam membaca ukuran volume campuran dan kesalahan dalam membaca suhu
suatu larutan dan campuran. Hal tersebut mengakibatkan data yang diperoleh
tidak akurat.
Reaksi eksoterm adalah reaksi yang membebaskan kalor atau energi dari
sistem ke lingkungan. Reaksi endoterm adalah reaksi yang menyerap kalor atau
energi dari lingkungan ke sistem. Contoh dari reaksi eksoterm adalah
pengembunan, bagian luar gelas yang diisi air dingin menjadi basah, dan nyala api
20

unggun. Contoh reaksi endoterm adalah peristiwa es mencair, pembuatan garam


dengan pemanasan dari sinar matahari, dan lilin yang meleleh.
Berikut adalah gambar grafik hasil pengukuran untuk stoikiometri sistem
NaOH-HCl:

GRAFIK STOIKIOMETRI SISTEM NaOH - HCl

34
33
32
T campuran

31
30
29
28
27
2,5 ml NaOH - 5 ml NaOH - 10 ml 7,5 ml NaOH - 7,5 10 ml NaOH - 5 ml 12,5 ml NaOH -
12,5 ml HCL HCL ml HCL HCL 2,5 ml HCL
V cam puran

Pada grafik di atas, dapat dilihat suhu campuran NaOH-HCl. Pada


pencampuran 2,5 ml NaOH 1M dengan 12,5 ml HCl 1M suhu campuran
mencapai 290C yang merupakan titik minimum pada sistem NaOH-HCl. Pada
pencampuran 7,5 ml NaOH 1M dengan 7,5 ml HCl 1M suhu campuran mencapai
310C yang merupakan titik stoikiometri pada sistem NaOH-HCl. Sedangkan pada
pencampuran 10 ml NaOH 1M dengan 5 ml HCl 1M suhu campuran mencapai
330C yang merupakan titik maksimum pada sistem NaOH-HCl.
21

Berikut adalah gambar grafik hasil pengukuran untuk stoikiometri sistem


NaOH-H2SO4:

GRAFIK STOIKIOMETRI SISTEM NaOH - H2SO4

35
34
33
T campuran

32
31
30
29
28
2,5 ml NaOH - 5 ml NaOH - 10 ml 7,5 ml NaOH - 7,5 10 ml NaOH - 5 ml 12,5 ml NaOH -
12,5 ml H2SO4 H2SO4 ml H2SO4 H2SO4 2,5 ml H2SO4
V cam puran

Pada grafik kedua ini, dapat dilihat suhu campuran NaOH-H2SO4. Pada
pencampuran 5 ml NaOH 1M dengan 10 ml H2SO4 1M suhu campuran mencapai
300C yang merupakan titik minimum pada sistem NaOH-H2SO4. Sedangkan pada
pencampuran 10 ml NaOH 1Mdengan 5 ml H2SO4 1M suhu campuran mencapai
340C yang merupakan titik maksimum sekaligus titik stoikiometri pada sistem
NaOH-H2SO4.
22

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini adalah:
- Titik maksimum stoikiometri sistem NaOH-HCl adalah terletak pada suhu
330C.
Titik minimum stoikiometri sistem NaOH-HCl terletak pada suhu 290C.
Titik maksimum stoikiometri sistem NaOH-H2SO4 adalah terletak pada
suhu 340C.
Titik minimum stoikiometri sistem NaOH-H2SO4 terletak pada suhu 300C.
- Reaksi eksoterm adalah reaksi yang membebaskan kalor atau energi dari
sistem ke lingkungan, sedangkan reaksi endoterm adalah reaksi yang
menyerap kalor atau energi dari lingkungan ke sistem.
- Pada stoikiometri sistem NaOH-HCl yang merupakan reaksi stoikiometri
adalah reaksi antara 7,5 ml NaOH dan 7,5 ml HCl dan yang merupakan
reaksi non stoikiometri adalah reaksi antara 2,5 ml NaOH dengan 12,5 ml
HCl, 5 ml NaOH dengan 10 ml HCl, 10 ml NaOH dengan 5 ml HCl, dan
12,5 ml NaOH dengan 2,5 ml HCl.
Pada stoikiometri sistem NaOH-H2SO4 yang merupakan reaksi
stoikiometri adalah reaksi antara 10 ml NaOH dengan 5 ml H2SO4 dan
yang merupakan reaksi non stoikiometri adalah reaksi antara 2,5 ml NaOH
dengan 12,5 ml H2SO4, 5 ml NaOH dengan 10 ml H2SO4, 7,5 ml NaOH
dengan 7,5 ml H2SO4, dan 12,5 NaOH dengan 2,5 ml H2SO4.
5.2 Saran
- Setiap selesai melakukan sebuah percobaan sebaiknya alat yang digunakan
dicuci bersih dan dikeringkan, sehingga dalam pngukuran suhu pada
percobaan selanjutnya akan menghasilkan pengukuran yang akurat.
- Diharapkan bagi praktikan selanjutnya agar lebih teliti dalam mengamati
volume larutan yang diukur dan juga teliti dalam mengamati suhu
23

disebuah termometer dari suatu larutan agar data pengukuran yang didapat
lebih akurat.
24

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Zul. 2009. Kimia Dasar. Medan: USU Pres.


Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Jakarta: Airlangga.
S, Syukri. 1999. Kimia Dasar 1. Bandung: ITB.

Anda mungkin juga menyukai