Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

METODOLOGI PEMIKIRAN NAHDLATUL ULAMA

DISUSUN OLEH:
1. Nur lailatul Faizah (1130122001)
2. Indah Ayu Fitriana (1130122014)
3. Arifin Ciptomulyono (1130122023)

DOSEN FASILITATOR:
Mochammad Ikhwan, S.S, M.SI, M.Pd.I

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah Subhanahu Wa


Ta’ala berkat Ridho-Nya kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Tidak lupa kami haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi
Muhammad Shallallahu `alaihi Wa Sallam, beserta keluarganya, para sahabatnya
dan semua ummatnya yang selalu istiqomah sampai akhir zaman.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata


kuliah Aswaja dengan tema Manhaj Al-Fikr Metodologi Pemikiran NU. Pada
makalah ini kami menjelaskan mengenai pola pemikiran NU yang berfokus pada
4 hal, yaitu Tawassuth, Tawazun, Ta’adul dan Tasamuh .

Tidak lupa pula kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
berperan serta dalam penyusunan makalah ini. Namun, kami sadar bahwa
makalah ini penuh dengan kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat berharap
kritik dan saran konstruktif demi penyempurnaan makalah ini. Harapan kami
semoga makalah ini dapat bermanfaat serta mampu memenuhi harapan berbagai
pihah. Aamiin.

Surabaya, September 2022


Penulis

ii
Metodologi Berfikir Nahdlatul Ulama
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 2
1.3 Tujuan .................................................................................................. 2
1.4 Manfaat ................................................................................................ 2
BAB 2 PEMBAHASAN....................................................................................... 3
2.1 Metodologi Pemikiran NU................................................................... 3
2.2 Implementasi Metodologi Pemikiran NU............................................ 6
BAB 3 PENUTUP................................................................................................ 6
A. Kesimpulan .............................................................................................. 9
B. Saran ........................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
10

iii
Metodologi Berfikir Nahdlatul Ulama
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan perkembangan jaman, pemahaman mengenai agama mulai
tergerus di era globalisasi ini. Pola pikir menjadi landasan utama untuk pemilihan
keputusan dalam berbagai aspek. Agama merupakan keyakinan yang dipercayai
membawa kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Masalah yang
berhubungan dengan agama sering menimbulkan konflik antar pemeluk agama.
Karena beragama sudah mendarah daging didalam jiwa dan raga yang melekat
erat dalam kehidupan manusia.
Nahldatul Ulama (NU) yang merupakan organisasi islam terbesar di
Indonesia. Dalam konteks modernisasi NU menjadikan teologi ajaran Ahlu
sunnah wal jamaah (Aswaja) sebagai karakter keorganisasiannya. Dibawah
kepemimpinan K.H Hasyim Asy’ari NU mengalami kemajuan pesat. Hal tersebut
tampak dari pemikiran dan upaya mendialogkan teologi islam dalam kehidupan
modern. Perbedaan pandangan dengan kelompok modernis tergambar dalam
upaya beliau membersihkan tradisi umat islam yang dianggap melenceng dari
ajaran islam. Inilah salah satu alasan kemunculan NU sebagai wadah dari
kepentingan kelompok tradisional.(Muhaemin, 2013)
Dalam keorganisasiannya NU menerapkan teori menolak sambil menerima
terhadap imperalisme. Menolak dalam arti tidak secara frontal, tetapi tidak juga
menerima dengan apa adanya. Pemahaman konsep Aswaja yang selama ini sering
dipahami sebagai ideology komunitas tertentu, menjadi alasan dari bentuk kesalah
pahaman ditengah perkembangan kehidupan manusia. Padahal substandi nilai
Aswaja sendiri bisa dijadikan sebagai tolok ukur dalam sarana metodologi berfikir
(manhaj al-fikr) dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Hal ini dapat di
implementasikan di tengah masyarakat dengan menggunakan pendekatan
popularitas konsep yang selama ini dimiliki, yaitu: tawassut (moderat), tasamuh
(toleransi), tawazun (seimbang), dan i’tidal (bersikap adil).(Alfa, 2008)

1
Metodologi Berfikir Nahdlatul Ulama
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa metodologi pemikiran yang digunakan oleh NU?
2. Bagaimana pengimplementasian metodologi pemikiran NU dalam
kehidupan bermasyarakat?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui metodologi pemikiran NU
2. Mampu mengimplementasikan metodologi pemikiran NU dalam
kehidupan bermasyarakat
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa mengetahui metodologi berfikir NU
2. Mahasiswa mampu mengaplikasikan metodologi pemikiran NU dalam
kehidupan bermasyarakat

2
Metodologi Berfikir Nahdlatul Ulama
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Metodologi Pemikiran NU
NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah (Aswaja), yaitu sebuah pola
pikir yang mengambil jalan tengah antara rasional (Aqli) dengan tekstual (naqli).
Sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-Qur'an, sunnah, tetapi juga
menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empiris. Cara berpikir
semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan
Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih
mengikuti satu mazhab, yaitu mazhab Syafi'i. Meskipun mengakui tiga madzhab
yang lain: Hanafi, Maliki, Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang
NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan
metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara
tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali ke khitah pada tahun 1984, merupakan momentum
penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta
merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial.
Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut
berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam
NU.
Jadi selain mengutamakan dasar paham keagamaannya dari Al-Quran dan
Sunnah, NU juga mengembangkan pemikiran-pemkiran terdahulu yang telah
disebutkan di atas. Menurut Ahmad Zahro, NU mendasarkan paham
keagamaannya kepada sumber ajaran Islam, yaitu Al-Quran, as-Sunnah, al-ijma’
dan al-qiyas.
Berbeda dengan organisasi-organisasi tradisionalis yang lain, NU tidak
hanya mengaku sebagai penganut paham Ahlus-Sunnah Wal-Jama’ah, tetapi juga
mengembangkannya secara lebih komprehensif. Menurut ulama-ulama NU,
Aswaja adalah corak keberagaman umat Islam, baik pemahaman maupun praktik,
yang didasarkan atas tradisionalisme mazhabiyah. Ia merupakan sistem ajaran
Islam yang dijajarkan dan dipraktikan Nabi dan para Sahabatnya. Untuk merinci
lebih jelas rumusan Aswaja, ulama NU menempatkan Al-Qur’an dan Hadist

3
Metodologi Berfikir Nahdlatul Ulama
sebagai sistem kepercayaan, fikih sebagai norma yang mengatur kehidupan, serta
tasawuf sebagai tuntunan dalam membina akhlak dan mencerahkan rohani, bukan
sebagai ajaran yang terpisah satu sama lain, melainkan sebagai tiga aspek yang
menyatu sebagai ajaran Islam. Ulama NU telah merumuskan paham Aswaja
tersebut secara lebih konkret untuk menjadi pegangan organisasi dan warga
nahdliyin, yakni dalam I’tiqad menganut teologi Al-Asy’ari dan Al-Maturidi,
dalam fiqih mengikuti salah satu dari empat imam mazhab: Abu Hanafi, Maliki
ibnu Anas, Muhammad Idris asy-Syafi’I, dan Ahmad ibnu Hanbal, sedangkan
dalam tasawuf mengikuti ajaran Junaidi al-Baghdadi dan Abu Hamid al-Ghazali.
Jadi berdasarkan segi paham keagaman, bisa dilihat dari jumlah orang
mendukung dan mengikuti paham keagaman NU, dalam hal ini bisa dirujuk hasil
penelitian Saiful Mujani (2002), yaitu berkisar 48% dan Muslim santri Indonesia.
Suaid Asyari (2009) memperkirakan ada sekitar 51 juta dari Muslim santri dapat
dikatakan pendukung Indonesia, disebut Muslim sampai 80 juta atau lebih
merupakan paham keagamaannya yang sama dengan paham keagamaan NU.
Belum tentu mereka ini semuanya mau disebut atau berafiliasi dengan NU.
Dalam perkembangan NU, munculnya gairah baru intelektualisme NU tidak
lepas dan keputusan NU meninggalkan hiruk-pikuk kehidupan politik praktis
dengan konsep kembali ke khittah 1926 pada tahun 1984. Dengan keputusan itu,
warga dan elit NU tidak lagi disibukkan urusan-urusan politik praktis sehingga
mempunyai waktu lebih banyak untuk memerintahkan masalah pendidikan.
Setelah itu, terpilihnya kiyai Achmad Siddiq sebagai Rais ‘Aam Syuriyah dan
Abdurahman Wahid sebagai ketua umum Tanfiziyah PB NU pada muktamar di
Situbondo tahun 1984 mempunyai pengaruh signifikan perkembangan pemikiran
Islam di NU mempunyai makna yang strategis untuk terus menjadikan NU
sebagai eksemplar gerakan intelektual, bukan semata-mata sebagai gerakan
politik.
Tujuan NU sendiri terhadap paham keagamaannya adalah berlakunya
ajaran Islam yang menganut faham Ahlusunnah wal-Jama’ah untuk terwujudnya
tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan, kesejahtraan umat dan
demi tercapainya rahmat bagi semseta. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, NU
melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:

4
Metodologi Berfikir Nahdlatul Ulama
a. Di bidang agama, mengupayakan terlaksananya ajaran Islam yang
menganut faham Ahlusunnah wal-Jama’ah.
b. Di bidang pendidikan, pengajaran dan kebudayaan mengupayakan
terwujudnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran serta
pengembangan kebudayaan yangsesaui dengan ajaran Islam untuk
membina umat agar menjadi muslim yang taqwa, berbudi luhur,
berpengetahuan luas dan terampil, serta berguna bagi agama, bangsa dan
negara.
c. Di bidang sosial, mengupayakan dan mendorong pemberdayaan di bidang
kesehatan, kemaslahatan dan ketahanan keluarga, dan pendampingan
mayarakat yang terpinggirkan (mutsadl’afin).
d. Di bidang ekonomi, mengupayakan peningkatan pendapatan masyarakat
dan lapangan kerja atau usaha untuk kemakmuran yang merata.
e. Mengembangkan usaha-usaha lain melalui kerjasama dengan pihak dalam
dan luar negeri yang bermanfaat bagi masyarakat banyak guna
terwujudnya Khairah Ummah.
Selain itu, NU juga bercita-cita untuk mewujudkan hubungan antar bangsa
yang adil, damai, dan menusiawi menuntut saling pengertian dan saling
memerlukan, dan untuk mewujudkan NU bertekad untuk mengembangkan
ukuwah Islamiyah, ukuwah Wathoniyah, dan ukuwah Insaniyah yang mengemban
kepentingan nasional dan internasional dengan berpegang teguh pada prinsip-
prinsip al-ikhlas (ketulusan), al-‘adalah (keadilan), at-tawassuth (moderasi), at-
tawazun (keseimbangan) dan at-tasamuh (toleransi), dengan tetap menjungjung
tinggi semangat yang melatarbelakangi berdirinya dan prinsip-prinsip yang ada
dalam Qanun Asasi.

Untuk mengaplikasaikan pemahaman keagamaannya, NU memiliki tujuan-tujuan


tertentu agar menjadi tolak ukur terhadap pemahamannya kepada kader-kadernya
dan kepada semua masyarakat untuk menjadikan NU sebagai organisasi
tradisional dengan pemikiran, pemahaman keagamaan yang mengedepankan
kemaslahatan umat. (Fauzi, 2018)

5
Metodologi Berfikir Nahdlatul Ulama
2.2 Implementasi Metodologi Pemikiran NU

Paham Aswaja harus diterapkan dalam tatanan kehidupan nyata di


masyarakat, serta sebagai upaya mereformulasikan Aswaja sebagai metode
berfikir (Manhaj Al-Fikr) keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan
manusia yang berdasarkkan atas dasar moderasi, menjaga keseimbangan dan
toleransi. Tidak lain adalah dalam rangka memberikan warna biru (blue print)
yang sudah mulai tidak menarik lagi dihadapan dunia modern. Oleh karena itu,
formulasi Aswaja sebagai manhaj al-fikr dapat di manifestasikan dengan
serangkaian sikap yang bertumpu pada karakter dan prinsip-prinsip Tawassuth
(moderat), Tasamuh (toleran), Tawazun (keseimbangan), dan Ta’adul (tegak,
lurus, adil).

a. Tawassuth (moderat)
Merupakan sikap tengah yang berintikan pada prinsip hidup yang
menjunjung tinggi keharusan untuk berlaku adil dan lurus di tengah
kehidupan bermasyarakat, selalu bersifat membangun dengan menghindari
segala bentuk pendekatan ekstrem. Tawassuh bukanlah kompromi dengan
mencampuradukkan semua unsur (sinkretisme), juga bukan mengucilkan
diri dengan menolak pertemuan unsur apapun. Tetapi penolakan terhadap
segala hal (sikap, tindakan, cara berfikir, pemahaman, sifat) yang berlebihan
(ekstrem), baik ekstrem secara positif maupun negative. Tawassuth
memprioritaskan dan mengorientasikan sikap, tindakan dan sifat-sifat
manusia maupun masyarakat selalu dalam keadaan yang tepat.
Disamping bersikap tengah-tengah antara tekstual dan nasionalisme
yang berlebihan, agar tidak liberal ada inovasi pembaruan, tapi masih tetap
menjunjung tinggi jalur yang bersambung dengan nash qur’an serta hadist
shohih. Maka dari itu, sunni adalah manhaj tawassuth baik masalah aqidah,
akhlak maupun fiqih.
b. Tasamuh (toleran)
Tasamuh dapat diartikan sebagai sikap toleransi terhadap perbedaan
pandangan, terutama dalam hal yang bersifat furu’iyyah sehinggan dapat
hidup berdampingan dengan pihak lain walaupun secara aqidah, pola pikir
dan budayanya berbeda. Dengan kata lain tasamuh berarti lapang dada, yaitu

6
Metodologi Berfikir Nahdlatul Ulama
sikap untuk memberi kesempatan atau peluang kepada pihak lain terhadap
keperluannya atas kepentingan sendiri. Hal ini semua bersandar pada Al-
Qur’an dalam surat Al-Hasyr Ayat 9, yang artinya:
“Dan orang-orang (Anshor) yang telah menempati kota Madinah dan
telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai
orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh
keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada Mereka
(Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas dirinya sendiri,
meskipun mereka juga memerlukan…”
Sikap tasamuh menuntut pihak-pihak yang kuat maupun mayoritas
bersedia berkorban untuk melindungi dan mendukung kesejahteraan dan
hak-hak mereka yang lemah dan minoritas, serta memberikan pengakuan
dan penghormatan yang jujur bahwa pihak maupun kepentingan pihak yang
lemah maupun minor itu dalam masyarakat adalah sama esensialnya dengan
kepentingan dan hak mereka yang kuat maupun mayoritas. Tasamuh juga
memberikan pengakuan dan penghargaan yang sama atas hak hidup dan
berkembangnya berbagai kebudayaan, ajaran agama, ideologi, maupun
aliran (mazhab) pemikiran, meskipun hanya dianut sekelompok minoritas di
dalam masyarakat.
c. Tawazun (keseimbangan)
Tawazun berarti tidak berat sebelah, tidak berlebihan atau kekurangan
unsur yang lain. Oleh karena itu tawazun manuntut baik dalam segi hukum,
politik dan kekuasaan. Tidak boleh terjadi perlakuan diskriminasi terhadap
berbagai norma, ideology dan agama yang hidup di masyarakat. Tawazun
mempertimbangan secara fair, adil dan rasional terhadap semua pihak
dengan segenap kepentingan, norma, ideology maupun ajaran agama.
Adanya keseimbangan dalam berbagai kehidupan manusia dan
masyarakat, yaitu keseimbangan dimensi wahyu dan rasio manusia
(mengenai interpretasi wahyu). Keseimbangan antara kepentingan dunia dan
akhirat, keseimbangan antara kepentingan individu dan social, antara masa
lalu dan masa depan, antara hak dan kewajiban.

7
Metodologi Berfikir Nahdlatul Ulama
d. Ta’adul (tegak, lurus, adil)
I’tidal dalam bahasa arab berarti adil, yaitu menempatkan segala sesuatu
pada tempatnya (porsinya). Adil itu sendiri berarti mewujudkan
keseimbangan antara hak dan kewajiban. Hak setiap orang harus diberikan
sebagaimana mestinya, karena kebahagiaan barulah dirasakan apabila hak-
haknya dijamin dalam masyarakat, dihargai, dan golongan yang kuat
mengayomi yang lemah. Keadilan adalah sunnatulloh dalam alam. Tanpa
keadilan, timbullah kekacauan dan kegoncangan dalam masyarakat, seperti
putusnya cinta kasih, tertanamnya rasa dendam, kebencian, iri, dengki dan
sikap buruk lainnya yang menimbulkan permusuhan dan menyebabkan
kehancuran. Kelangsungan hidup masyarakat memang didasarkan dengan
penegakan keadilan.
Ta’adul atau I’tidal mengandalkan norma-norma yang legitim, yang
menjunjung pluralism dalam masyarakat. I’tidal menjamin semua pihak
dalam masyarakat bertindak menurut norma yang legitim dengan tetap
mempertimbangkan kepentingan, hak masing-masing individu maupun
kelompok, menjiwai hukum positif, perilaku kekuasaan dalam masyarakat,
dan segenap otoritas yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Penerapan
keadilan secara normative akan melahirkan hukum yang adil serta
mendorong terwujudnya keadilan dalam masyarakat.(Akrom, 2021, pp. 45–
50)

8
Metodologi Berfikir Nahdlatul Ulama
BAB 3

PENUTUP

3
3.1 Kesimpulan
Konsep Aswaja merupakan alternative modal dasar untuk dijadikan
pedoman dalam memotivasi dan menggerakkan umat manusia dalam aspek
kehidupan. Melalui pemahaman konsep Aswaja ini, dapat melahirkan substansi
niali-nilai dan makna yang dapat digunakan dalam menyelesaikan problematika
yang berkembang ditengah masyarakat dalam situasi dan kondisi apapun.
3.2 Saran

Pada dasarnya semua organisasi ke-Islaman adalah menunjukan kepada


jalan Tuhan Alloh SWT. Salah satunya Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan
organisasi Islam terbesar di Indonesia. Maka dari itu, mari kita perkuat nilai-nilai
dan konsep Aswaja yang telah kita pelajari agar tidak mudah terombang-ambing
oleh pemahaman produk organisasi Islam impor. Karena disinyalir banyak faham
radikalisme yang dapat memecah belah persatuan umat Islam di Indonesia.

9
Metodologi Berfikir Nahdlatul Ulama
DAFTAR PUSTAKA

Akrom, M. (2021). NUANSA KAJIAN PMII Sebuah Pergulatan Pemikiran


(Guepedia/La (ed.); 1st ed.). Guepedia.
https://www.google.co.id/books/edition/NUANSA_WACANA_INTELEKT
UAL_PMII_Sebuah_Pe/tsVGEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=metodologi+pemikiran+aswaja&pg=PA32&printsec=fro
ntcover

Alfa, M. A. (2008). MENGGAGAS ALTERNATIF PEMIKIRAN ASWAJA DI


TENGAH KEHIDUPAN MASYARAKAT BERBASIS PESANTREN. El-
HARAKAH (TERAKREDITASI), 6(2), 63.
https://doi.org/10.18860/el.v6i2.4668

Fauzi, M. I. (2018). Pemikiran_dan_Gerakan_Nahdlatul_Ulama_NU.


https://www.academia.edu/40576951/Pemikiran_dan_Gerakan_Nahdlatul_U
lama_NU_

Muhaemin. (2013). TEOLOGI ASWAJA NAHDHATUL ULAMA DI ERA


MODERN : Studi atas Pemikiran Kyai Hasyim Asy’ari. Jurnal Diskursus
Islam, 1(2), 315–328.
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/diskursus_islam/article/view/6634

10
Metodologi Berfikir Nahdlatul Ulama

Anda mungkin juga menyukai