Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PENGGANTI MID

DELIK DELIK DILUAR KODIFIKASI

OLEH :

NAMA : MUHAMMAD ORIE FERIESTA

NIM : B011201260

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2023
1. DELIK NARKOTIKA

Narkoba pada dasarnya merupakan suatu singkatan kata dari Narkotika, Psikotropika, dan zat (bahan
adiktif) lainnya. Secara terminologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, narkoba adalah obat yang
dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau rasa
merangsang.

Dalam pasal 1 butir 1 Undang-undang Narkotika yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.12 Pengertian Psikotropika adalah
bentuknya sama-sama berupa zat atau obat yang alamiah maupun sintetis, pada Psikotropika
pengaruhnya tertuju kepada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa setiap perbuatan yang
tanpa hak berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan narkotika adalah bagian dari
tindak pidana narkotika. Pada dasarnya penggunaan narkotika hanya boleh digunakan untuk
kepentingan pengobatan serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Apabila diketahui terdapat perbuatan
diluar kepentingan sebagaimana disebutkan diatas, maka perbuatan tersebut dikualifikasikan sebagai
tindak pidana narkotika. Hal tersebut ditegaskan oleh ketentuan pasal 7 Undang-undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika.

Pasal 7 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika berbunyi: “Narkotika hanya dapat
digunakan untuk kepentingn pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi “.

Tindak pidana narkotika sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika dirumuskan dalam delik formal yang merumuskan secara rinci mengenai perbuatan
pidana yang dilakukan.

Penggolongan Tindak pidana Narkotika

Penggolongan Tindak pidana narkotika, sebagaimana diatur dalam pasal 6 Undang- undang Narkotika
dapat dibedakan kedalam 3 (tiga) golongan, yaitu:

a. Narkotika Golongan I Dalam penggolongan narkotika, zat atau obat Golongan I mempunyai
potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Oleh karena itu didalam penggunaannya
hanya diperuntukkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak dipergunakan
dalam terapi. Pengertian pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk didalamnya untuk
kepentingan pendidikan, pelatihan, keterampilan, dan pengembangan. Dalam penelitian dapat
digunakan untuk kepentingan medis. Jenis Narkotika yang secara umum dikenal masyarakat
antara lain Ganja, Sabu-sabu, Kokain,Opium, Heroin, dll.
b. Narkotika Golongan II Narkotika pada golongan ini adalah narkotika yang berkhasiat terhadap
pengobatan dan digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan.
Narkotika golongan ini mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Jenis
Narkotika yang secara umum dikenal masyarakat antara lain Morfin, Pertidin.
c. Narkotika Golongan III Narkotika golongan ini adalah narkotika yang berkhasiat dalam
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan menyebabkan ketergantungan. Jenis Narkotika
yang secara umum dikenal masyarakat antara lain Kodein.

Sanksi Pidana Narkotika

Menurut ketentuan pasal 10 KUHP terdapat beberapa jenis hukuman yang dapat dijatuhkan pada
seseorang yang telah melakukan tindak pidana, dimana hukuman yang akan dijatuhkan itu dapat
berupa:

1. Pidana Pokok terdiri atas:


a. Pidana mati
b. Pidana penjara
c. Kurungan
d. Denda
2. Pidana Tambahan terdiri atas:
a. Pencabutan hak-hak tertentu
b. Perampasan barang-barang tertentu.
c. Pengumuman putusan hakim

A. Pidana Mati
Sejak zaman dahulu telah dikenal hukuman mati, baik pada zaman romawi, yunani, jerman.
Pelaksanaan hukuman mati pada waktu itu sangat kejam, terutama pada zaman kaisar Romawi,
cukup terkenal sejarah zaman Nero yang ketika itu banyak di jatuhkan pidana mati pada orang
kristen dengan cara mengikatnya pada suatu tiang yang dibakar sampai mati. Penentangan
terhadap pidana mati sangatlah banyak, salah satunya adalah C.Beccaria, ia menghendaki
supaya di dalam penerapan pidana lebih memerhatikan perikemanusiaan.

Beberapa alasan dari mereka yang menentang hukuman mati antara lain adalah sebagai berikut:
1. Sekali pidana mati dijatuhkan dan dilaksanakan, maka tidak ada jalan lagi untuk
memperbaiki apabila ternyata di dalam putusannya tersebut mengandung kekeliruan
2. Pidana mati itu bertentangan dengan perikemanusiaan
3. Apabila pidana mati itu dipandang sebagai usaha untuk menakut-nakuti calon penjahat,
maka pandangan tersebut adalah keliru karena pidana mati biasanya dilakukan tidak di
depan umum
4. Penjatuhan pidana mati biasanya mengandung belas kasihan masyarakat yang dengan
demikian mengandung protes-protes pelaksanaannya.

B. Pidana Penjara
Pidana Penjara adalah salah satu bentuk dari pidana perampasan kemerdekaan.
C. Pidana Kurungan
Pidana kurungan ini juga merupakan salah satu bentuk pidana perampasan kemerdekaan, akan
tetapi pidana kurungan ini dalam beberapa hal lebih ringan daripada pidana penjara.
Ketentuan-ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Para terpidana kurungan mempunyai hak pistole. Yang artinya mereka mempunyai hak atau
kesempatan untuk mengurusi makanan dan alat tidur sendiri atas biaya sendiri (pasal 23
KUHP)
2. Para terpidana mengerjakan pekerjaan yang diwajibkan, akan tetapi lebih ringan
dibandingkan terpidana penjara ( pasal 19 KUHP)
3. Meskipun ancaman pidana kurungan adalah 1 (satu) tahun maksimum ini boleh sampai 1
tahun 4 bulan dalam hal terjadi pemberatan pidana, karena perbarengan, atau karena
ketentuan pasal 52 atau pasal 52 a (pasal 18 KUHP)
4. Apabila terpidana penjara dan terpidana kurungan menjalani pidana masing-masing di satu
tempat pemasyarakatan, maka terpidana kurungan harus terpisah tempatnya. (pasal 28
KUHP)
5. Pidana kurungan biasanya dilaksanakan di dalam daerahnya terpidananya sendiri/biasanya
tidak diluar daerah yang bersangkutan.
D. Pidana Denda
Pidana denda adalah hukuman berupa kewajiban seseorang untuk mengembalikan
keseimbangan hukum atau menebus dosanya dengan pembayaran sejumlah uang tertentu. Jika
terpidana tidak mampu membayar pidana denda yang dijatuhkan kepadanya, maka dapat
diganti dengan pidana kurungan. Pidana ini disebut pidana kurungan pengganti, maksimal
pidana kurungan pengganti adalah 6 bulan, dan boleh menjadi 8 bulan dalam hal terjadi
pengulangan perbarengan atau penerapan pasal 52 atau pasal 52 a KUHP.

Ancaman hukuman terhadap orang yang menyalahgunakan narkotika dapat berupa:


a. Hukuman mati
b. Hukuman penjara seumur hidup
c. Hukuman tertinggi 20 (dua puluh) tahun dan terendah 1 (satu) tahun penjara
d. Hukuman Kurungan
e. Hukuman denda dari Rp.1.000.000.000,- (satu milar rupiah) sampai Rp.
10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah)

Untuk pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika dapat dikenakan undang-undang No. 35
tahun 2009 tentang Narkotika, hal ini dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) macam yaitu
perbuatannya untuk orang lain dan untuk diri sendiri:
1. Tindak pidana penyalahgunaan narkotika terhadap orang lain diatur dalam pasal 84
Undang- undang Narkotika yang berbunyi sebagai berikut: Barangsiapa tanpa hak dan
melawan hukum:
a. Menggunakan Narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan
I, untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh
juta rupiah).
b. Menggunakan Narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika golonga
II, untuk digunakan oleh orang lain, dipidana denga pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
c. Menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan
III untuk digunakan orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun, dan denda palinga banyak Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh
juta rupiah).
2. Tindak pidana penyalahgunaan narkotika untuk diri sendiri diatur dalam pasal 85 UU
Narkotika yang berbunyi sebagai berikut: Barangsiapa tanpa hak dan melawan hukum:
a. Menggunakan narkotika golongan I bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun
b. Menggunakan narkotika golongan II bagi diri sendiri, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun
c. Menggunakan narkotika golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun.

Didalam UU No.35 Tahun 2009, yang dimaksud dengan Prekursor narkotika adalah zat atau
bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika.
Ketentuan pidana Narkotika (bentuk tindak pidana yang dilakukan serta ancaman sanksi
pidana bagi pelakunya) yang diatur dalam UU No. 35 Tahun 2009 tercantum lebih dari 30
pasal yaitu pasal 111 sampai dengan Pasal 142 UU No. 35 Tahun 2009.

Contoh kasus :

NO.1085K/Pid.Sus/2023 Terdakwa atas nama Rifki Hamdani Alias Koling & Chandra Leo
Gustama Pakpahan Alias Leo yang dijatuhi putusan penjara masing-masing 1(satu)
tahun 6(bulan), kedua terbukti secara sah melaukan pelaggara tinda pidana “
Penyalagunahan narkotika golongan 1 jenis sabu dengan berat kotor 0,46 gram bagi diri
sendiri”

2. DELIK TERORISME
Istilah teroris (pelaku) dan terorisme (aksi) berasal dari kata latin terrere yang kurang lebih berarti
membuat gemetar atau menggetarkan. Kata terror juga dapat menimbulkan kengerian atau ketakutan.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme, memberi pengertian tindak pidana terorisme adalah : “Segala perbuatan yang memenuhi
unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang.’’

Pada pasal berikutnya, Pasal 6 Undang-Undang 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme, yang dimaksud dengan teroris adalah: “Setiap orang dengan sengaja menggunakan kekerasan
atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau
menimbulkan korban yang bersifat masal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa
dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital
yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.”

Jenis-Jenis Terorisme

Dengan mengutip National Advisory Committe dalam the Report of the Task Force on Disorder and
Terrorism, Muladi membagi terorisme ke dalam lima bentuk, yaitu:
1. Terorisme Politik, yaitu tindakan kriminal yang dilakukan dengan kekerasan yang didesain
terutama untuk menimbulkan ketakutan di lingkungan masyarakat dengan tujuan politis.
2. Terorisme Non-Politik, yaitu terorisme yang dilakukan untuk tujuan keuntungan pribadi, termasuk
aktivitas-aktivitas kejahatan terorganisasi.
3. Quasi Terorisme, yaitu tindakan yang menggambarkan aktivitas yang bersifat insidental untuk
melakukan kejahatan kekerasan yang bentuk dan caranya menyerupai terorisme, tetapi tidak
mempunyai unsur esensialnya.
4. Terorisme Politik Terbatas, yaitu tindakan yang menunjuk kepada perbuatan terorisme yang
dilakukan untuk tujuan atau motif politik, tetapi tidak merupakan bagian dari suatu kampanye
bersama untuk menguasai pengendalian negara.
5. Terorisme Penjabat atau Negara, yaitu suatu tindakan terorisme yang terjadi di suatu bangsa yang
tatanannya didasarkan atas penindasan.

Jika dilihat dari motif yang melatarbelakangi terjadinya terorisme atau tujuan yang hendak dicapai oleh
pelaku, terdapat tiga bentuk terorisme.
1. Pertama, Political Terorism, yaitu suatu terorisme yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang secara sistematik, menggunakan pola-pola kekerasan, intimidasi, dan ditujukan terutama
untuk menumbuhkan ketakutan dalam suatu masyarakat demi mencapai tujuan-tujuan yang
bersifat politik.
2. Kedua, Criminal Terrorism, yaitu terorisme yang diarahkan untuk tujuan-tujuan politik, tetapi
dilakukan berdasarkan kepentingan suatu kelompok atau suatu komunitas tertentu dalam
memperjuangkan tujuan kelompok atau organisasinya. Kelompok yang termasuk dalam
pengertian ini adalah kelompok yang bermotif ideologi, agama, aliran atau yang mempunyai
paham-paham tertentu.
3. Ketiga, state terrorism, yaitu kegiatan terorisme yang disponsori oleh negara atau dilakukan atas
nama negara yang berupa aksi teror yang dilakukan oleh negara terhadap individu atau kelompok-
kelompok masyarakat tertentu ataupun terhadap bangsa-bangsa atau negara-negara tertentu.

Sanksi Pidana Terorisme

Berdasarkan undang-undang ini, setiap orang yang dengan sengaja menyediakan, mengumpulkan,
memberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud
digunakan untuk terorisme, organisasi teroris, atau teroris diancam dengan pidana penjara paling lama
15 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

Ancaman pidana yang sama juga akan menjerat setiap orang yang melakukan permufakatan jahat,
percobaan, atau pembantuan untuk melakukan pendanaan terorisme.

Jika terpidana tidak mampu membayar pidana denda yang dijatuhkan, maka denda diganti dengan
kurungan paling lama satu tahun empat bulan.

Sementara itu, bagi orang yang dengan sengaja merencanakan, mengorganisasikan, atau menggerakkan
orang lain untuk menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung
maupun tidak langsung, dengan maksud digunakan untuk terorisme, organisasi teroris, atau teroris
diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun.

Tak hanya individu, pemidanaan tindak pidana pendanaan terorisme juga dapat dilakukan terhadap
korporasi. Pidana akan dijatuhkan terhadap korporasi atau personel pengendali korporasi.

Pidana dijatuhkan terhadap korporasi jika tindak pidana pendanaan terorisme:

a. dilakukan atau diperintahkan oleh personel pengendali korporasi;


b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi;
c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah dalam korporasi;
atau
d. dilakukan oleh personel pengendali korporasi dengan maksud memberikan manfaat bagi
korporasi.

Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda paling banyak Rp 100 miliar.
Selain itu, korporasi juga dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: pembekuan sebagian atau seluruh
kegiatan korporasi; pencabutan izin usaha dan dinyatakan sebagai korporasi terlarang; pembubaran
korporasi; perampasan aset korporasi untuk negara; pengambilalihan korporasi oleh negara; dan/atau
pengumuman putusan pengadilan. Jika korporasi tidak mampu membayar denda, maka diganti dengan
perampasan harta kekayaan milik korporasi atau personel pengendali korporasi yang nilainya sama
dengan putusan pidana denda yang dijatuhkan.

Contoh kasus :

No. 2524K/PID.SUS/2010 menyatakan terdakwa Al Khewlaiw Ali Abdulah A alias Ali Terbukti secara sah
melakukan tindak pidana memberikan bantuan/kemudahan terhadap pelaku terorisme dengan
memberikan atau meminjamkan uang dan memberikan akses untuk mempermudah jalannya akses
terorisme denan menyalah gunakan izin keiimigrasian. Hingga terdakwa dijatuhi hukuman 9 (Sembilan)
tahun penjara.

3. DELIK PELANGGARAN LALU LINTAS

Tindak pidana lalu lintas merupakan salah satu perbuatan pelanggaran terhadap perundang–undangan
yang mengatur tentang lalu lintas. Pelanggaran–pelanggaran yang dilakukan dapat berakibat pada
terjadinya kecelakaan lalu lintas. Perbuatan yang berawal dari pelanggaran dapat berakibat merugikan
orang lain atau diri sendiri.

KUHP tidak secara khusus mengatur tentang tindak pidana lalu lintas akan tetapi tindak pidana lalu lintas
di atur dalam Undang–Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Agkutan Jalan. Dalam
Undang–Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan hal–hal mengenai tindak
pidana lalu lintas terdapat sebanyak 44 Pasal, yang diatur dalam Bab XX. Ketentuan pidana mulai dari
Pasal 273 hingga Pasal 317 UULAJ.

Jenis Pelanggaran Lalu Lintas

Pelanggaran lalu lintas tak memiliki satu bentuk atau jenis. Ada banyak sekali jenis dari tindakan kriminal
satu ini. Adapun beberapa di antaranya yang kerap kali terjadi adalah:

1. Mengendarai Kendaraan di Atas Trotoar


Kalau Sahabat tinggal di Jakarta, jenis pelanggaran lalu lintas satu ini sering terjadi. Orang yang
melakukan pelanggaran lalu lintas ini biasanya adalah pengendara motor yang tidak sabar, serta
ingin segera menerobos kemacetan ibu kota. Sanksi bagi orang yang melakukan pelanggaran ini
adalah Rp 500 ribu atau penjara maksimal dua bulan lamanya.
2. Pengendara Motor yang Tidak Memakai Helm
Helm adalah benda wajib yang harus dipakai pengendara motor. Selain untuk menaati peraturan
pemerintah, memakai helm juga merupakan bentuk perlindungan diri si pengendara motor.
Namun, nyatanya seringkali banyak yang abai soal itu. Banyak sekali orang yang dengan santainya
mengendarai motor tanpa memakai helm. Kalaupun pakai, helmnya cenderung helm non-SNI atau
tidak sesuai standar. Denda Rp 250 ribu atau penjara selama 1 bulan adalah hukuman yang akan
mengenai orang yang melakukan pelanggaran lalu lintas ini.
3. Memakai Ponsel Saat Berkendara
Selain bisa menimbulkan kecelakaan lalu lintas, memakai ponsel saat berkendara juga termasuk
pelanggaran terhadap aturan lalu lintas. Denda Rp 750 ribu dan/atau penjara selama tiga bulan
adalah hukumannya.

Untuk menghindari hukuman tersebut, alangkah lebih baik untuk tidak memakai ponsel selama
berkendara. Kalaupun harus memakai ponsel untuk kepentingan komunikasi, Sahabat bisa
meminggirkan kendaraan Sahabat terlebih dahulu.
4. Tidak Menyalakan Lampu Utama Saat Berkendara di Waktu Malam
Demi keselamatan pengendara di waktu malam, pengendara wajib menyalakan lampu utama pada
kendaraan mereka. Namun, nyatanya, banyak sekali yang tidak melakukannya. Entah karena lupa
ataupun sengaja. Denda Rp 250 ribu dan/atau penjara satu bulan lamanya adalah hukuman untuk .
pelanggaran lalu lintas ini.
5. Melanggar Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL)
Kalau yang satu ini cukup sering ditemukan di berbagai sudut jalan. Bentuk pelanggaran ini bisa
berbagai rupa. Entah itu dengan menerobos lampu merah, ataupun parkir di tempat yang sudah
ditandai simbol dilarang parkir. Denda sebesar Rp 500 ribu dan/atau penjara selama dua bulan
adalah sanksinya.

Sanksi Pidana Pelanggara Lalu Lintas

Pasal yang Berkaitan dengan Pelanggaran Lalu Lintas

Setiap tindakan kriminal pasti punya landasan hukum berupa pasal bagi pelakunya. Hal itu berlaku juga
untuk pelanggaran lalu lintas. Ada beberapa pasal yang terkait dengan tindakan kriminal tersebut.
Beberapa pasal itu adalah:

1. Pasal 280 dan 281


Dua pasal yang saling berkaitan ini mengatur tentang pemakaian plat nomor, serta kepemilikan
Surat Izin Mengemudi (SIM). Pemakaian plat nomor pada kendaraan pribadi wajib hukumnya.
Jika tidak, pelanggar akan dikenai denda Rp 500 ribu dan/atau penjara dua bulan.

Hal hampir serupa juga berlaku untuk kepemilikan SIM. Setiap pengendara harus memiliki dan
membawa identitas tersebut. Jika tidak, pengendara akan mendapatkan hukuman berupa denda
Rp 1 juta dan/atau penjara selama 4 bulan.
2. Pasal 284
Pasal ini wajib diketahui bagi pengendara motor yang suka melintasi trotoar atau jalur pesepeda.
Dalam pasal ini, pengendara motor dilarang melewati dua jalur tersebut. Jika sampai melaluinya,
pengendara akan mendapat hukuman 2 bulan penjara dan/atau denda Rp 500 ribu.
3. Pasal 285
Pasal satu ini mengatur para pengendara untuk melengkapi kelengkapan pada kendaraannya.
Semisal kaca spion, lampu utama, klakson, lampu rem, serta lampu penunjuk jalan. Sanksi
sebesar Rp 250 ribu dan/atau penjara 1 bulan adalah sanksi bagi pelanggar pasal ini.
4. Pasal 287
Kalau yang satu ini mengatur banyak hal. Dua di antaranya adalah soal keharusan untuk tidak
melanggar APILL, serta keharusan untuk berkendara dengan batas kecepatan yang wajar. Sanksi
atas pasal ini adalah kurungan penjara hingga 2 bulan, dan/atau denda hingga Rp 500 ribu.
5. Pasal 310
Pasal satu ini juga mengatur banyak hal yang berkaitan dengan pelanggaran lalu lintas. Saking
banyaknya, pasal ini sampai dibagi dalam tiga ayat.

Satu di antaranya yang diatur pasal ini adalah kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang
lain tewas atau terluka. Sanksi atas pelanggaran pasal ini cukup beragam. Salah satunya adalah
hukuman penjara selama 1 tahun dan/atau denda mencapai Rp 2 juta.

Denda Kepada Pelaku Pelanggaran Lalu Lintas

Jika Sahabat membaca beberapa bahasan sebelumnya, Sahabat pasti sudah tahu apa saja
bentuk denda dari pelanggaran lalu lintas. Semua denda kepada pelaku pelanggaran lalu lintas
pasti berupa denda uang yang nominalnya beragam.

Tergantung seberapa berat pelanggaran lalu lintas yang dilakukan. Paling tinggi, denda kepada
pelaku pelanggaran lalu lintas bisa mencapai Rp 24 juta. Denda ini berlaku kepada pelaku
pelanggaran lalu lintas yang sengaja menghilangkan nyawa orang lain dengan kendaraan
pribadinya.

Denda uang kepada pelaku pelanggaran lalu lintas bisa diganti dengan hukuman penjara. Atau,
bisa juga disertai dengan hukuman penjara. Maka tak heran, dalam undang-undang ataupun
pasal, selalu ada kata dan/atau di antara hukuman denda dan hukuman penjara.

Itulah sejumlah informasi penting soal pelanggaran lalu lintas. Mulai dari definisi hingga denda
bagi para pelakunya. Semoga bisa menambah wawasan, serta membuat Sahabat terhindar
menjadi pelaku pelanggaran lalu lintas.

Contoh Kasus :

No. 262/Pid.Sus/202/PN Sgi. Terdakwa atas nama Al Mahdi Bin Ibrahim, dijatuhi pidana penjara selama 1
( satu ) tahun dikurangi waktu selama terdakwa dalam tahanan, serta dedenda sebesar Rp2.000.000
(dua juta rupiah), terdakwa didakwa akibat kelalaiannya mengemudikan kendaraan bermotor
mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat.

Anda mungkin juga menyukai