91
Kenaikan harga pajak dari berbagai macam pajak yang ada di
Indonesia.
Masyarakat Indonesia wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP).
Pemerintah menetapkan obligasi (surat pinjaman dengan bunga
tertentu dari pemerintah yang dapat diperjualbelikan).
Penghematan pengeluaran anggaran oleh negara.
4.1.1 Tujuan Kebijakan Fiskal
Dibentuknya kebijakan fiskal oleh pemerintah memiliki tujuan
tersendiri bagi negara. Pemerintah bertanggung jawab untuk membuat
undang-undang dan program agar menjaga setiap warganya tetap dalam
keadaan ekonomi yang baik. Kebijakan fiskal menggambarkan tindakan
yang diambil pemerintah untuk mempengaruhi ekonomi melalui
perubahan dalam pengeluaran dan perpajakan. Kebijakan yang dibuat
biasanya bertujuan untuk mencapai sasaran ekonomi seperti
pertumbuhan ekonomi yang baik, lapangan kerja yang tinggi dan harga
yang stabil. Secara umum, tujuan dikeluarkannya kebijakan fiskal
adalah:
Untuk memperbaiki kondisi perekonomian negara agar menjadi lebih
baik. Dengan adanya kondisi ekonomi yang baik pada suatu negara
maka sektor-sektor usaha dapat mengalami kemajuan sehingga
berdampak pada peluang kesempatan kerja yang juga akan
meningkat. Hal ini dapat mengurangi pengangguran yang ada di
Indonesia.
Kebijakan fiskal dalam bentuk anggaran dapat digunakan oleh
pemerintah untuk mengatasi masalah inflasi yang datang secara tiba-
tiba dan untuk mengendalikan harga-harga yang ada. Secara umum
kebijakan ini digunakan untuk menstabilkan harga-harga yang naik
saat inflasi berlangsung.
Untuk mendistribusikan dan pemerataan pendapatan masyarakat di
seluruh wilayah negara Indonesia sehingga keadilan sosial bagi warga
negara dapat tercapai. Hal ini berguna untuk memberantas akan
terjadinya kesenjangan sosial.
4.1.2 Jenis-jenis Kebijakan Fiskal
a. Berdasarkan Jumlah Penerimaan dan Pengeluaran
92
Berdasarkan jumlah penerimaan dan pengeluarannya, berikut ini
adalah yang termasuk dalam fiscal policy:
1. Kebijakan Anggaran Surplus
Kebijakan anggaran surplus merupakan kebijakan pemerintah
dimana pendapatan atau pemasukan yang didapatkan oleh
pemerintah tidak digunakan seluruhnya untuk pengeluaran. Hal
ini akan menyebabkan tabungan pemerintah menjadi bertambah.
Kebijakan anggaran surplus bekerja dengan cara pemasukan
atau pendapatan anggaran harus lebih besar daripada
pengeluaran.
Adanya inflasi yang berlangsung menyebabkan terjadinya
kenaikan harga. Kenaikan harga terjadi karena jika
dibandingkan, nilai uang lebih banyak daripada barang.
Kebijakan anggaran surplus bekerja sebaliknya yaitu menekan
pengeluaran pemerintah yang suatu saat dapat menekan dan
mengurangi permintaan barang atau jasa dari para konsumen
secara total. Dengan demikian, angka inflasi dapat turun secara
bertahap.
2. Kebijakan Anggaran Berimbang
Kebijakan anggaran berimbang merupakan kebijakan dimana
pemasukan atau pendapatan negara harus sama besar atau
seimbang dengan pengeluaran negara yang disusun. Dalam
kebijakan ini, pemerintah harus menyesuaikan pengeluaran yang
dilakukan dengan pemasukan yang didapat.
Dengan adanya kebijakan ini maka pemerintah tidak perlu
meminjam dana dari pihak dalam negeri maupun pihak luar
negeri sehingga menghindari terjadinya hutang negara. Namun di
lain sisi, jika deflasi sedang berlangsung yaitu saat dimana uang
yang ada lebih sedikit dari kebutuhan/permintaan masyarakat
dan investasi turun maka sangat berdampak pada keadaan
perekonomian negara. Perekonomian negara akan turun dan
menjadi terhambat.
3. Kebijakan Fiskal Dinamis
Kebijakan ini adalah kebijakan yang mirip dengan kebijakan
seimbang, namun terdapat improvisasi di dalamnya yaitu jumlah
93
pengeluaran dan pemasukan sama tapi dapat keduanya akan
bertambah besar seiring berjalannya waktu.
Kebijakan ini dilakukan untuk mengakomodir kebutuhan
pemerintah yang bertambah seiring waktu.
4. Kebijakan Anggaran Defisit
Kebijakan anggaran defisit merupakan kebijakan pemerintah
dimana pengeluaran anggaran lebih besar dari pendapatan atau
pemasukan yang didapatkan. Sehingga kebijakan anggaran
defisit merupakan kebalikan dari kebijakan anggaran surplus.
Pemerintah mengatasi pengeluaran yang lebih besar dari
pendapatan dengan memakai pinjaman baik itu pinjaman dari
pihak dalam negeri maupun dari pihak luar negeri. Ada 4 cara
yang digunakan untuk mengukur kebijakan anggaran defisit
antara lain:
a. Defisit Primer : perhitungan defisit berdasarkan selisih antara
belanja diluar pembayaran pokok dan bunga hutang dengan
total pendapatan.
b. Defisit Operasional : perhitungan defisit yang perhitungannya
diukur dalam nilai riil, bukan dalam nilai nominal.
c. Defisit Konvensional : perhitungan defisit berdasarkan selisih
antara total pembelanjaan dengan total pengeluaran termasuk
hibah.
d. Defisit Moneter : perhitungan defisit berdasarkan selisih antara
total pendapatan dengan total pembelanjaan negara.
Pembayaran pokok atau hutang tidak termasuk ke dalam total
pendapatan dan piutang tidak termasuk ke dalam total
pembelanjaan negara.
Kebijakan Anggaran Defisit yang diterapkan dapat membantu
mengatasi kondisi ekonomi negara yang terpuruk. Meskipun
demikian, pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah di dalam
kebijakan anggaran defisit, membuktikan bahwa anggaran negara
selalu dalam kondisi yang kekurangan.
b. Berdasarkan Teori
Berdasarkan teori, berikut ini adalah macam-macam kebijakan fiskal
tersebut:
1. Kebijakan Fiskal Fungsional
94
Kebijakan ini dilakukan untuk pertimbangan pengeluaran anggaran
dan penambahan lapangan pekerjaan yang dilakukan oleh
pemerintah sebagai akibat tidak langsung dari pendapatan
nasional.
2. Kebijakan Fiskal Disengaja
Kebijakan ini bertujuan untuk mengatasi berbagai masalah
ekonomi secara nasional. Cara yang dilakukan adalah dengan
memanipulasi anggaran belanja secara sengaja, baik melalui
perubahan pajak maupun perubahaan pengeluaran negara.
Ada 3 bentuk kebijakan ini, yaitu:
Mengubah pengeluaraan pemerintah
Mengubah sistem pemungutan pajak
Mengubah pengelolaan pemerintah dan sistem pemungutan pajak
secara serentak
3. Kebijakan Fiskal Tak Disengaja
Kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan siklus bisnis agar
tidak terlalu fluktuatif. Saat ekonomi mengalami depresi, kebijakan
ini akan menambah aktivitas ekonomi. Sedangkan pada saat inflasi,
kebijakan ini akan menekan angka inflasi tersebut.
Jenis kebijakan tak disengaja ini termasuk di dalamnya pajak
proporsional, pajak progresif, asuransi pengangguran, kebijakan
harga minimum.
4.2 Kebijakan Moneter
Jika sebuah negara memproduksi barang dan jasa setiap hari
dalam jumlah sangat banyak, tetapi pemerintahnya hanya mencetak
(menyediakan) uang dalam jumlah sangat sedikit. Apa yang terjadi? Para
produsen atau penjual pasti akan kebingungan memasarkan barang dan
jasa mereka, karena sangat sedikit konsumen yang bisa membeli.
Mengapa demikian? Karena jumlah uang yang beredar sangat sedikit dan
tidak seimbang dengan jumlah barang dan jasa yang ada. Uang yang
beredar dengan jumlah yang terlalu sedikit juga bisa menyulitkan para
pengusaha. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya kelesuan ekonomi,
karena siapa pun menjadi susah bergerak karena minimnya persediaan
uang.
Kondisi seperti ini disebut deflasi, yaitu jumlah uang yang
beredar lebih sedikit dibandingkan jumlah barang dan jasa yang ada.
95
Untuk mengatasi deflasi, pemerintah perlu menambah jumlah uang yang
beredar dengan beberapa cara, antara lain dengan mencetak uang baru
atau dengan menurunkan suku bunga bank.
Sebaliknya, jika jumlah uang yang beredar terlalu banyak
dibandingkan jumlah barang dan jasa yang ada, harga barang dan jasa
akan melambung tinggi. Kondisi ini disebut inflasi. Untuk mengatasi
inflasi, pemerintah perlu mengurangi jumlah uang yang beredar dengan
beberapa cara, di antaranya dengan menjual SBI (Sertifikasi Bank
Indonesia), menaikkan suku bunga bank, atau menarik uang lama dari
peredaran.
Tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah untuk menambah
atau mengurangi jumlah uang yang beredar disebut kebijakan moneter.
Dalam praktiknya, kebijakan moneter dilakukan oleh Bank Sentral
sebagai lembaga kepercayaan pemerintah. Oleh karena itu, kebijakan
moneter adalah kebijakan pemerintah melalui bank sentral untuk
menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar dalam rangka
mengendalikan perekonomian. Di Indonesia, kedudukan bank sentral
dipegang oleh Bank Indonesia (BI).
4.2.1 Tujuan Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter dilakukan pemerintah dengan tujuan
sebagai berikut:
a. Menjaga Stabilitas Ekonomi
Stabilitas ekonomi akan terganggu jika jumlah uang yang beredar di
masyarakat melebihi jumlah barang dan jasa yang tersedia sehingga
menyebabkan terjadinya inflasi (harga barang dan jasa naik tinggi).
Stabilitas ekonomi juga akan terganggu jika jumlah uang yang
beredar kurang dari jumlah barang dan jasa sehingga menyebabkan
terjadinya deflasi (kelesuan ekonomi). Oleh karena itu, kebijakan
moneter sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi yang
selalu mengupayakan jumlah uang yang beredar seimbang dengan
jumlah barang dan jasa yang tersedia.
b. Menjaga Stabilitas Harga
Tinggi rendahnya harga sangat memengaruhi jalannya
perekonomian. Harga-harga yang terlalu tinggi bisa mengakibatkan
turunnya permintaan. Turunnya permintaan dapat pula
menurunkan produktivitas dunia usaha. Oleh karena itu, untuk
96
menjaga stabilitas harga, pemerintah dapat menggunakan kebijakan
moneter. Caranya, jika harga terlalu tinggi, pemerintah harus
mengurangi jumlah uang yang beredar. Dan, jika harga terlalu
rendah, pemerintah harus menambah jumlah uang yang beredar.
c. Meningkatkan Kesempatan Kerja
Dengan mengatur jumlah uang yang beredar, perekonomian akan
stabil. Jika perekonomian stabil, para pengusaha atau investor akan
menambah investasi baru. Investasi akan membuka lapangan kerja
baru sehingga kesempatan kerja dapat ditingkatkan.
d. Memperbaiki Posisi Neraca Perdagangan dan Neraca Pembayaran
Kebijakan moneter dapat dipakai untuk memperbaiki posisi neraca
perdagangan sehingga negara tidak terlalu banyak mengalami defisit,
atau kalau bisa posisinya menjadi seimbang atau bahkan surplus.
Salah satunya dengan melakukan devaluasi (menurunkan nilai mata
uang negara sendiri terhadap mata uang asing). Dengan devaluasi,
harga barang-barang dalam negeri menjadi lebih murah, bila dibeli
dengan mata uang asing. Akibatnya, akan meningkatkan jumlah
ekspor. Jika ekspor terus meningkat, posisi neraca perdagangan
sekaligus neraca pembayaran dapat diperbaiki, paling tidak defisit
dapat dikurangi atau kalau bisa seimbang, atau bahkan surplus.
Dengan devaluasi tersebut, di pasar internasional harga tas dan
barangbarang lain produksi Indonesia menjadi lebih murah
dibandingkan sebelum devaluasi sehingga produksi Indonesia menjadi
lebih mampu bersaing dengan produk dari negara-negara lain.
Selanjutnya, penurunan harga tersebut umumnya akan diikuti dengan
mengalirnya order (pesanan) dari para pengimpor, akibatnya nilai
ekspor Indonesia meningkat. Dan, jika ekspor terus meningkat maka
posisi neraca perdagangan dan neraca pembayaran dapat diperbaiki,
paling tidak defisit dapat dikurangi atau bisa seimbang, atau bahkan
surplus.
4.2.2 Macam-Macam Kebijakan Moneter
Dalam melakukan kebijakan-kebijakan moneter yang begitu
penting, Bank Indonesia sebagai bank sentral dipimpin oleh dewan
gubernur yang terdiri atas: seorang gubernur, seorang deputi gubernur
senior, dan paling sedikit empat deputi gubernur atau paling banyak
tujuh deputi gubernur. Semua anggota dewan gubernur diusulkan dan
97
diangkat oleh Presiden atas persetujuan DPR dengan masa jabatan
lima tahun. Dalam melakukan tugasnya, dewan gubernur akan
meminta pendapat dan masukan dari Dewan Moneter, di antaranya
terdapat Menteri Keuangan serta Menteri Perindustrian dan
Perdagangan.
Adapun macam-macam kebijakan moneter yang bisa dilakukan
Bank Indonesia sebagai bank sentral adalah sebagai berikut.
a. Kebijakan Pasar Terbuka (Open Market Policy)
Kebijakan pasar terbuka adalah kebijakan bank sentral untuk
menambah atau mengurangi jumlah uang beredar dengan cara
menjual atau membeli surat-surat berharga. Jika bank sentral
menjual surat berharga SBI (Sertifikat Bank Indonesia), berarti bank
sentral ingin mengurangi jumlah uang dari masyarakat. Dengan
menjual SBI, berarti bank sentral akan menerima uang dari
masyarakat. Dengan demikian, jumlah uang yang beredar akan
berkurang. Bank sentral menjual SBI apabila perekonomian
menunjukkan gejala-gejala inflasi (kelebihan uang sehingga harga-
harga terus naik).
Sebaliknya, apabila bank sentral membeli surat-surat berharga dari
masyarakat yang berbentuk saham, obligasi, atau surat-surat
berharga lainnya, berarti bank sentral ingin menambah uang yang
beredar. Dengan membeli surat-surat berharga maka bank sentral
harus membayar sejumlah uang kepada masyarakat. Dengan
demikian, jumlah uang yang beredar akan bertambah. Bank sentral
membeli surat-surat berharga apabila perekonomian menunjukkan
gejala-gejala deflasi (kekurangan uang sehingga perekonomian
menjadi lesu dan tidak bisa bergerak). Untuk mempermudah
pemahaman tentang hal tersebut, perhatikan bagan berikut.
100
Gambar 4.4 Kebijakan Kredit Selektif dan Kredit Longgar
e. Kebijakan Devaluasi dan Revaluasi
Devaluasi adalah kebijakan bank sentral untuk menurunkan nilai
mata uang dalam negeri (rupiah) terhadap mata uang asing.
Kebijakan ini dilakukan dengan tujuan memperbaiki neraca
perdagangan dan neraca pembayaran. Dengan devaluasi, harga
barang-barang dalam negeri menjadi lebih murah jika dibeli dengan
mata uang asing, sehingga barang-barang dalam negeri bisa bersaing
dengan barang-barang luar negeri, dan bisa meningkatkan jumlah
ekspor. Jika ekspor meningkat, posisi neraca perdagangan dan
neraca pembayaran dapat diperbaiki.
Kebijakan revaluasi adalah kebijakan bank sentral menaikkan nilai
mata uang dalam negeri (rupiah) terhadap mata uang asing.
Revaluasi dilakukan bank sentral jika keadaan ekonomi sudah
meningkat dalam arti barangbarang dalam negeri sudah mampu
bersaing dengan barang-barang luar negeri.
f. Sanering
Sanering adalah kebijakan bank sentral untuk memotong nilai mata
uang dalam negeri (rupiah). Kebijakan ini dilakukan jika negara
mengalami hiperinflasi (inflasi di atas 100 %). Sanering pernah
dilakukan Indonesia pada tahun 1950 dengan memotong uang
sebesar 50%. Jadi, uang dengan nominal Rp1000,- nilainya tinggal
Rp500,-. Kebijakan tahun 1950 lebih dikenal dengan istilah “Gunting
Syafrudin”. Kemudian pada tahun 1965, pemerintah kembali
memotong nilai uang Rp1000,- sebanyak 99,9% sehingga nilainya
tinggal 0,1%. Dengan demikian, uang Rp1000,- nilainya tinggal Rp1,-
.
101
g. Mencetak Uang Baru
Mencetak uang baru dilakukan bank sentral dalam rangka
menambah jumlah uang beredar.
h. Menarik atau Memusnahkan Uang Lama
Menarik atau memusnahkan uang lama dilakukan bank sentral
dalam rangka mengurangi jumlah uang beredar. Dulu kita masih
menggunakan uang logam Rp5,- ; Rp10,- dan uang kertas Rp100,-
merah. Sekarang, kita sudah tidak menemui (menggunakan) uang-
uang tersebut karena bank sentral telah menariknya dari peredaran.
Penarikan tersebut selain untuk mengurangi jumlah uang beredar
juga untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Uang Rp5,-
ditarik karena sudah tidak berfungsi lagi di masyarakat, sudah tidak
ada satu pun barang yang bisa dibeli dengan uang sebesar itu.
i. Dorongan Moral
Untuk memengaruhi jumlah uang yang beredar, bank sentral dapat
mengeluarkan pidato, pengumuman atau edaran kepada bank
umum dan pelaku moneter lain yang berupa larangan atau ajakan.
Misalnya, larangan atau ajakan untuk menahan pinjaman atau
melepaskan pinjaman pada waktu tertentu.
Kebijakan-kebijakan di atas dapat dikelompokkan menjadi dua
golongan, yaitu Politik Uang Ketat (Tight Money Policy) dan Politik Uang
Longgar (Easy Money Policy).
a. Politik Uang Ketat
Politik uang ketat, yaitu politik bank sentral untuk mengurangi
jumlah uang beredar, bisa dilakukan dengan cara:
1) menjual surat berharga SBI (politik pasar terbuka);
2) meningkatkan suku bunga (politik diskonto);
3) menaikkan cadangan kas minimum (politik cadangan kas);
4) memperketat syarat pemberian kredit (politik kredit selektif).
b. Politik Uang Longgar
Politik uang longgar, yaitu politik bank sentral untuk menambah
jumlah uang beredar, bisa dilakukan dengan cara:
1) membeli surat-surat berharga dari masyarakat (politik pasar
terbuka);
2) menurunkan suku bunga (politik diskonto);
3) menurunkan cadangan kas minimum (politik cadangan kas);
102
4) memperlonggar syarat pemberian kredit (politik kredit longgar).
103