PEMBANGUNAN
Permanen
Commuting (Nglaju)
Horisontal
Sirkuler
Mobilitas Nginap/Mondok
Vertikal
1. Angka mobilitas
yaitu rasio banyaknya penduduk yang pindah secara lokal (mover) dalam
jangka waktu tertentu dengan jumlah penduduk
M
m x 1000
P
dimana:
m = angka mobilitas M
= jumlah mover
P = jumlah penduduk pertengahan tahun
Menunjukkan selisih migran masuk dan keluar per seribu penduduk dalam
satu periode waktu
IO
NM x 1000
P
Contoh perhitungan:
Dari data migran masuk dan keluar di Propinsi A, dapat dihitung angka
migrasi neto sebagai berikut:
48389 32447
NM x 1000 4,5 perseribu penduduk
3526900
Bab 6. Mobilitas Penduduk dan 96
Pembangunan
30000 50000
GM x 1000 14,5 perseribu penduduk
3000000
2500000
3. Penghalang antara
Tiga kelompok faktor yang pertama secara skematis dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
Gambar 6.2. Faktor Daerah Asal dan Daerah Tujuan Serta Penghalang
Antara dalam Migrasi
0 + - + 0 0 + - + 0
+ - + 0 - + - + 0 -
0 + - 0 + 0 + - 0 +
+ + 0 - - + + 0 - -
0 + - + 0 0 + - + 0
+ 0 + - Penghalang Antara + 0 + -
yang mengalami surplus tenaga kerja selama dekade 1960-an dan awal
dekade 1970-an. Model ini dikembangkan oleh Sir W. Arthur Lewis dan
kemudian dirumuskan dan diperluas oleh John Fei dan Gustav Ranis
(Todaro, MP,1992; Todaro dan Smith, 2004)
Dalam model L-F-R dinyatakan bahwa perekonomian terbelakang
secara sederhana dari dibagi atas dua sektor yaitu: a) sektor tradisional, yaitu
sektor pertanian subsisten tradisional di pedesaan. Sektor ini memiliki
produktivitas marginal tenaga kerja sama dengan nol. Produktivitas marginal
tenaga kerja sama dengan nol ini dinyatakan oleh Lewis sebagai
penggambaran dari kondisi surplus tenaga kerja, dalam artian jika sebagian
tenaga kerja ditarik dari sektor pertanian, maka sektor tersebut tidak akan
kehilangan outputnya; dan b) sektor industri modern perkotaan. Sektor ini
memiliki tingkat produktivitas yang tinggi, dan menjadi sektor penampung
dari perpindahan tenaga kerja dari sektor subsisten.
Fokus perhatian dalam model L-F-R adalah pada proses perpindahan
tenaga kerja dan pertumbuhan peluang kerja di sektor modern. Transfer
tenaga kerja maupun pertumbuhan peluang kerja di kota dipengaruhi oleh
perluasan output di sektor modern. Laju dan kecepatan dari transfer tenaga
kerja maupun pertumbuhan peluang kerja ini ditentukan oleh tingkat
investasi industri dan akumulasi modal secara keseluruhan pada sektor
modern. Investasi ini terjadi karena adanya kelebihan keuntungan sektor
modern atas upah, dengan asumsi bahwa para pemilik modal
menginvestasikan kembali semua keuntungan mereka. Tingkat upah pada
sektor industri di kota diasumsikan konstan dan dengan rata-rata berada
diatas tingkat upah di sektor pertanian subsisten tradisional (Lewis berasumsi
bahwa upah di kota paling sedikit 30 persen lebih tinggi daripada rata-rata
pendapatan di desa agar menarik para pekerja desa bermigrasi ke kota).
Dengan tingkat tingkat upah yang
Bab 6. Mobilitas Penduduk dan 101
Pembangunan
Upah riil
(MPL)
D3
D2
D1
W S
A
F G H
D1(K1) D2(K2) D3(K3)
0
L1 L2 L3 T.Kerja
Sumber:
Todaro,MP,1992
elastis sempurna. Ini ditunjukkan oleh kurva penawaran tenaga kerja (WS)
yang bersifat horisontal. Dengan kata lain, ini juga berarti bahwa pengusaha
di sektor modern perkotaan dapat mempekerjakan tenaga kerja pedesaan
sebanyak yang dibutuhkannya tanpa khawatir upah akan meningkat.
Dengan asumsi penawaran modal jumlahnya tetap dan sudah tertentu
sebesar K1, maka pada tahap awal pertumbuhan sektor modern, kurva
permintaan tenaga kerja semata-mata hanya ditentukan oleh penurunan
produk marginal tenaga kerja. Hal tersebut diperlihatkan oleh kurva D1(K1)
yang memiliki kemiringan negatif. Pengusaha di sektor modern yang
memaksimumkan keuntungan diasumsikan membayar upah para pekerja
sampai suatu titik dimana produk fisik marginal tenaga kerja sama dengan
upah riilnya (titik potong F diantara kurva penawaran dan permintaan tenaga
kerja). Pada titik ini, total tenaga kerja sektor modern akan sama dengan L1.
Total output sektor modern pada tingkat tenaga kerja L1 ini ditunjukkan oleh
bidang yang dibatasi dengan titik- titik 0D1FL1. Bagian dari total output
yang diterima pekerja dalam bentuk upah adalah sama dengan daerah persegi
empat 0WFL1, sedangkan bidang WD1F menjadi total keuntungan yang
diperoleh oleh para pengusaha di sektor modern perkotaan. Karena
diasumsikan bahwa semua keuntungan ini diinvestasikan kembali, jumlah
stok kapital pada sektor modern akan naik dari K1 ke K2.
Meningkatnya stok kapital ini menyebabkan naiknya kurva produk
total sektor modern, yang kemudian menyebabkan kenaikan dalam kurva
permintaan atau produk marginal tenaga kerja. Pergeseran kurva permintaan
ini ditunjukkan dengan garis D2(K2) dalam gambar
6.2. tersebut. Tingkat keseimbangan baru pada peluang kerja di kota terjadi
pada titik G, dengan tenaga kerja yang dipekerjakan sekarang sebanyak L2.
Output total naik menjadi 0D2GL2. Bagian dari total
Bab 6. Mobilitas Penduduk dan 103
Pembangunan
output yang diterima pekerja dalam bentuk upah adalah sama dengan daerah
persegi empat 0WGL2, sedangkan bidang WD2G menjadi total keuntungan
yang diperoleh oleh para pengusaha di sektor modern perkotaan. Keuntungan
pengusaha sektor modern tersebut (WD2G) kemudian diinvestasikan lagi,
sehingga meningkatkan seluruh stok kapital menjadi K3, dan menggeser
kurva permintaan tenaga kerja ke D3(K3) dan menaikkan tingkat peluang
kerja sektor modern menjadi L3.
Proses pertumbuhan berkesinambungan dari sektor modern dan
perluasan peluang kerja tersebut diasumsikan berlangsung terus sampai
semua kelebihan tenaga kerja di pedesaan terserap di sektor industri kota.
Setelah itu, tenaga kerja tambahan berikutnya hanya dapat ditarik dari sektor
pertanian dengan biaya yang lebih tinggi. Kurva penawaran tenaga kerja akan
memiliki slope yang positif dan peluang kerja serta tingkat upah di kota akan
terus meningkat. Transformasi ekonomi secara struktural akan terjadi dengan
keseimbangan aktivitas ekonomi yang bergeser dari pertanian desa menuju
industri kota.
Fase B Fase II
Mortalitas turun dengan cepat, Mobilitas desa-kota mulai nampak
fertilitas naik, pertumbuhan dilatarbelakangi berbagai aktivitas.
penduduk tinggi Mobilitas antar kota belum terlihat
Masyarakat Akhir Transisi
Fase C Fase III
Fertilitas dan mortalitas sama- Mobilitas desa-kota masih dominan,
sama turun, tetapi angka mobilitas antar kota mulai memasuki tahap
mortalitas lebih cepat turun. awal, sirkulasi mulai tumbuh dengan
Pertumbuhan penduduk alami kompleksitas struktural.
lebih rendah dibanding fase B
Masyarakat Maju
Fase D Fase IV
Fertilitas turun, mortalitas Mobilitas residential bergerak pada tingkat
stabil (tetap), pertumbuhan yang tinggi, migrasi desa-kota terus
penduduk mendekati 0. bertambah secara relatif dan absolut, terjadi
aliran tenaga kerja tidak terlatih dan
semiterampil dari daerah terbelakan,
sirkulasi tenaga kerja terampil dan profesi-
onal meningkat dalam berbagai variasi.
Masyarakat Awal Transisi
Fase E Fase V
Perilaku fertilitas tidak dapat Mobilitas akan turun karena makin baiknya
dipredikksi karena kelahiran jaringan komunikasi, sirkulasi meningkat
dapat dikontrol oleh individu- sebagai akibat kemajuan telekomunikasi dan
individu maupun lembaga makin baiknya jaringan informasi, lahir
politik. bentuk-bentuk baru mobilitas sirkuler.
Bab 6. Mobilitas Penduduk dan 105
Pembangunan
Hasil kerja di luar desa sedapat mungkin ditabung kemudian dikirimkan dan
dimanfaatkan di desa.
Kiriman (remittances) dari para migran pekerja mempunyai dampak
positif bagi rumah tangga pedesaan dan ekonomi pedesaan, khususnya
peluang berusaha dan pekerjaan non-farm pedesaan. Pada tahap awal,
remitan dari pekerja migran memang sebagian besar hanya ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dari keluarga yang ditinggalkan di
desa. Namun demikian, pada tahap-tahap selanjutnya, remitan mulai banyak
dimanfaatkan untuk kegiatan produktif, sebagai modal berusaha di pedesaan.
Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas off-farm dan
non-farm di pedesaan.
Studi yang dilakukan Carol B. Hetler (BIES, 1989) menunjukkan
pentingnya remitan bagi rumah tangga di pedesaan. Studi yang dilakukan
pada tahun 1984 di daerah Wonogiri menunjukkan bahwa rumah yang
memiliki pekerja migran sirkuler umumnya memiliki kondisi ekonomi yang
lebih baik dibandingkan rumah tangga yang tidak memiliki pekerja migran
sirkuler, meskipun kedua kelompok rumah tangga ini sama-sama tidak
memiliki lahan pertanian. Hetler berpendapat bahwa migrasi sirkuler
merupakan upaya untuk meningatkan status ekonomi rumah tangga.
Studi yang dilakukan Saefullah (1992) di Jawa Barat juga
mengungkapkan bahwa lebih dari 90 persen responden menyatakan bahwa
kehidupan ekonomi rumah tangga mereka menjadi lebih baik setelah bekerja
di luar desa. Temuan yang sama juga diperoleh dalam studi yang dilakukan
oleh Mundiharno (1996) juga menunjukkan pentingnya peran “uang kota”
yang dialirkan oleh para migran sirkuler ke desa mereka.
Bab 6. Mobilitas Penduduk dan 110
Pembangunan