Anda di halaman 1dari 15

Hambatan Komunikasi Akibat Dari Perbedaan Pengetahuan

Adrian Rafael Hakeem1, Novalia Agung Wardjito Ardhoyo2


Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)
Email: arh300403@gmail.com

ABSTRAK

Manusia dan komunikasi merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan. Namun sering kali
di kehidupan kita harus menghadapi hambatan dalam berkomunikasi. Salah satunya yaitu akibat dari
perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh kita dengan lawan bicara. Hal ini mengakibatkan banyak
terjadinya konflik karena terjadi miskomunikasi karena dapat mengsalah artikan makna dari pengirim
pesan. Dalam penelitian ini saya mencoba meneliti kasus yang tengah terjadi pada Axel dan Raihan,
yang dimana mereka memiliki latar belakang yang berbeda yaitu Axel seorang mahasiswa S1 ilmu
ekonomi dan Raihan seorang siswa SD. Mereka bercakap mengenai ekonomi di Indonesia, dengan
perbedaan pengetahuan yang dimiliki saya mencoba mengetahui hambatan yang terjadi diantara kedua
pelaku komunikasi tersebut dengan mengaitkan dengan teori komunikasi dan juga ilmu antropologi.
Wawancara dan observasi secara langsung juga dilakukan untuk mendapatkan data yang reliabel. Dari
penilitian ini diharapkan dari hasil yang didapatkan mengenai faktor-faktor yang menghambat proses
komunikasi dan juga solusi serta saran supaya kasus serupa dapat diatasi dan tidak terjadi kembali di
masa depan.

Kata kunci: Code Switching, Model Komunikasi Berlo, Konflik komunikasi

LATAR BELAKANG

Komunikasi merupakan bagian yang esensial dari kehidupan manusia yang tidak dapat
dipisahkan. Sejak saat kecil, manusia sudah melakukan komunikasi sebagai bentuk memenuhi
kebutuhan dan bertahan hidup. Komunikasi juga menjadi alat yang digunakan untuk mempererat
hubungan antar individu atau kelompok. Namun, seringkali terjadi hambatan dalam komunikasi yang
dapat memengaruhi kualitas hubungan antar individu atau kelompok. Salah satu faktor yang
memengaruhi terjadinya hambatan komunikasi adalah pendidikan. Hambatan dalam komunikasi dapat
terjadi karena beberapa faktor, di antaranya adalah perbedaan bahasa, budaya, latar belakang,
pengalaman, dan pengetahuan. Selain itu, faktor pendidikan juga dapat memengaruhi terjadinya
hambatan dalam komunikasi. Seseorang yang memiliki level pendidikan yang rendah cenderung sulit
untuk mengungkapkan pikiran atau pendapatnya dengan baik dan jelas. Hal ini dapat disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan tentang bahasa yang digunakan, kurangnya kosakata yang dimiliki, serta
kurangnya keterampilan dalam berbicara atau menulis.

Secara etimologi, kata komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communicare yang memiliki
arti "to share, to make common" atau "berbagi, menjadikan bersama". Dalam bahasa Inggris, kata ini
diartikan sebagai communication yang memiliki arti "the imparting or exchanging of information by
speaking, writing, or using some other medium" atau "mengirimkan atau bertukar informasi dengan
berbicara, menulis, atau menggunakan media lain. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Dari pengertian etimologi yang didapatkan dapat
dijelaskan bahwa komunikasi adalah kegiatan mengirim atau bertukar pesan dengan cara berbicara,
menulis, atau menggunakan media lainnya dengan tujuan agar saling paham.

Sedangkan secara terminologi, "Komunikasi merupakan proses yang melibatkan penciptaan,


pengiriman, dan penerimaan pesan-pesan yang memiliki makna di antara orang-orang" (DeFleur &
Dennis, 2014). komunikasi adalah proses yang melibatkan tiga elemen utama, yaitu penciptaan,
pengiriman, dan penerimaan pesan-pesan yang memiliki makna di antara orang-orang. Proses
penciptaan pesan dapat dilakukan oleh siapa saja, baik secara sadar maupun tidak sadar, dengan tujuan
untuk menyampaikan informasi, ide, atau emosi kepada orang lain.

Setelah pesan berhasil diciptakan, pesan tersebut kemudian dikirimkan melalui media atau
saluran komunikasi tertentu, seperti lisan, tulisan, atau media elektronik. Dalam tahap pengiriman
pesan, pengirim pesan juga harus memperhatikan faktor-faktor seperti penggunaan bahasa yang tepat,
penempatan pesan yang baik, dan kecocokan media dengan pesan yang ingin disampaikan.

Tahap terakhir dari proses komunikasi adalah penerimaan pesan, di mana pesan yang telah
dikirimkan oleh pengirim harus dipahami dan diterima oleh penerima dengan makna yang sama.
Namun, dalam tahap penerimaan pesan, terkadang pesan dapat disalahartikan atau diinterpretasikan
secara berbeda oleh penerima, sehingga memengaruhi efektivitas komunikasi.

Dalam keseluruhan proses tersebut, makna pesan sangat penting karena tanpa makna, pesan
tersebut tidak akan bisa dipahami atau diinterpretasikan dengan baik oleh penerima. Oleh karena itu,
penggunaan bahasa yang tepat dan jelas sangat penting dalam memastikan pesan dapat disampaikan
dengan efektif dan diterima dengan benar oleh penerima.
Pada karya tulis ini Saya akan menggunakan model komunikasi Berlo, Model SMCR
dikenalkan oleh David K. SMCR adalah kepanjangan dari S (source), M (message), C (channel), dan R
(receiver). Model ini memperhatikan konteks dan faktor-faktor skill komunikasi, sikap, pengetahuan,
sistem sosial dan lingkungan budaya komunikator dan komunikannya.

Saat kita berkomunikasi tidak jarang kita mengalami berbagai kendala. Kendala komunikasi
sendiri bisa kita bilang miscommunication. perbedaan bahasa atau dialek, budaya, latar belakang, serta
perbedaan penafsiran dapat menjadi faktor penyebab terjadinya miscommunication atau
ketidaksesuaian antara pesan yang dimaksudkan oleh pengirim dengan pesan yang diterima oleh
penerima (Samovar, Porter, & McDaniel, 2018). Miscommunication atau komunikasi yang tidak efektif
adalah ketidaksesuaian antara pesan yang dimaksudkan oleh pengirim dengan pesan yang diterima oleh
penerima.

Salah satu konflik yang sering sekali kita temui adalah akibat dari perbedaan pengetahuan atau
ilmu yang dimiliki komunikan dan komunikator. Dalam hal ini Saya akan mengangkat konflik dari dua
orang yang memiliki latar pendidikan yang berbeda. Sebut saja Axel dan Raihan, mereka berdua
memiliki latar pendidikan yang berbeda. Axel merupakan mahasiswa S1 dengan jurusan Ekonomi dan
sedangkan Raihan hanya merupakan seorang siswa SD atau Sekolah Dasar. Pada suatu ketika mereka
sedang berbincang tentang permasalahan ekonomi di negaranya. Dalam perbincangan ini terdapat
kendala yang dihadapi mereka berdua karena Axel menyampaikan pesan yang sulit untuk dimengerti
oleh Raihan yang hanya siswa SD karena bahasa yang digunakan Axel tidak pernah didengar oleh
Raihan. Akhirnya Axel perlu untuk menerangkan dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh Raihan.

Dapat kita analisis bahwa Axel lebih banyak memahami apa yang ia bicarakan karena dari latar
belakang yang ia miliki dia merupakan seorang yang pernah belajar ekonomi hingga tingkat S1.
Sedangkan Raihan yang terbatas oleh latar pendidikan kurang memahami apa yang dikatakan atau yang
dibahas oleh Axel. Hal yang terjadi adalah adanya ketimpalan ilmu yang dimiliki oleh keduanya

Apabila kita lihat dalam model komunikasi, komunikator dan komunikan perlu memiliki skill
dan pengetahuan. Axel dan Raihan tidak memenuhi hal tersebut karena latar pendidikan yang berbeda
mengakibatkan adanya hambatan oleh komunikan (decoder). Oleh karena itu, Axel akhirnya
menggunakan bahasa yang dapat dimengerti Raihan. Apa yang di lakukan Axel adalah salah satu cara
untuk memudahkan pesan untuk dicerna tanpa mengubah arti dari apa yang ingin disampaikan. Solusi
lain adalah Raihan perlu meningkatkan pengetahuan yang ia miliki dengan cara dengan belajar dari
berbagai sumber seperti internet ataupun buku.

Adapun hal yang dapat memengaruhi adanya miskomunikasi adalah lingkungan yang berbeda
yang dimiliki Axel dan Raihan. Lingkungan yang dimana Axel lebih sering di universitas yang dimana
orang-orang yang ada disana memiliki skill ataupun kemampuan yang bisa sama dengan Axel.
Sedangkan di SD lingkungan tersebut jelas berbeda karena orang-orang jarang membahas ekonomi
dalam suatu negara di lingkungan SD.

Dapat kita simpulkan bahwa dalam berkomunikasi kita dapat mendapati kendala, salah satunya
adalah perbedaan ilmu atau skill yang dimiliki. Hal ini dapat kita solusikan yaitu, melihat dengan siapa
kita berbicara karena tidak semua orang memiliki ilmu atau skill yang sama.

Antropologi komunikasi merupakan salah satu cabang ilmu antropologi yang mempelajari
tentang bagaimana manusia berkomunikasi secara budaya dan sosial. Ilmu ini mencakup berbagai
aspek, seperti bahasa, ritus, simbol, dan tata nilai dalam masyarakat yang berbeda-beda. Antropologi
komunikasi memperhatikan bagaimana komunikasi menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia,
terutama dalam menjalin hubungan sosial dan membentuk identitas budaya.

Dalam kaitannya dengan miscommunication yang terjadi antara Axel dan Raihan, antropologi
komunikasi akan memandangnya dari sudut pandang budaya dan sosial yang berbeda di antara
keduanya. Antropologi komunikasi memandang bahwa komunikasi tidak hanya sekedar pengiriman
pesan dan penerimaan pesan, tetapi juga mempertimbangkan konteks sosial, lingkungan budaya, dan
sistem nilai dalam masyarakat.

Dalam hal ini, perbedaan latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh Axel dan Raihan
memengaruhi cara mereka berkomunikasi. Axel sebagai mahasiswa S1 ekonomi akan memiliki
pengetahuan dan skill yang lebih luas dalam hal ekonomi, sehingga ia mungkin cenderung
menggunakan bahasa yang lebih teknis dan sulit dimengerti oleh Raihan yang hanya siswa SD. Kondisi
ini menunjukkan bahwa komunikasi tidak dapat dipandang sebagai proses yang berdiri sendiri, tetapi
harus dipertimbangkan dalam konteks sosial dan budaya yang melingkupinya.
Salah satu konsep dalam antropologi komunikasi yang relevan dalam kasus ini adalah konsep
code-switching. Code-switching adalah kemampuan seseorang untuk berpindah antara bahasa atau
dialek yang berbeda dalam situasi komunikasi yang berbeda. Dalam kasus Axel dan Raihan, Axel harus
melakukan code-switching dengan menggunakan bahasa yang lebih mudah dimengerti oleh Raihan,
sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik. Konsep ini menunjukkan bahwa
dalam komunikasi, pengetahuan tentang bahasa dan dialek yang digunakan dalam lingkungan sosial
yang berbeda dapat membantu membangun hubungan sosial yang lebih baik.

Selain itu, antropologi komunikasi juga memperhatikan faktor-faktor lain yang memengaruhi
komunikasi, seperti lingkungan, nilai budaya, dan normanorma sosial. Lingkungan sosial yang berbeda
antara Axel dan Raihan juga menjadi faktor yang memengaruhi komunikasi mereka. Axel yang berada
di lingkungan universitas mungkin lebih sering terlibat dalam diskusi atau perdebatan tentang ekonomi,
sehingga bahasannya cenderung lebih teknis. Sedangkan Raihan yang berada di lingkungan SD
mungkin lebih terbiasa dengan bahasa sehari-hari yang sederhana dan tidak terlalu terlibat dalam diskusi
tentang ekonomi. Faktor ini menunjukkan bahwa komunikasi tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan
dan keterampilan komunikator, tetapi juga oleh lingkungan sosial yang melingkupinya.

Tujuan dari penelitian ini yaitu mendapatkan data dari hasil observasi serta wawancara dan
menjabarkan analisis terhadap konflik yang terjadi, seperti: Apa yang menyebabkan konflik komunikasi
dari perbedaan pendidikan, bagaimana cara untuk mengatasi konflik, dll. Pengaitan dengan teori
komunikasi, budaya dan juga antropologi perlu dilakukan agar hasil penelitian menjadi objektif dan
juga reliabel.

METODE PENELITIAN

Pada riset ini Saya akan menggunakan paradigma konstruktivis yaitu dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan bertujuan untuk memahami fenomena yang
terjadi secara mendalam dan kompleks dari perspektif narasumher, sehingga pengambilan data dapat
bersifat mendalam dan terfokus. Metode ini mengasumsikan bahwa realitas sosial itu kompleks,
kontekstual, dan tidak bisa dijelaskan dengan satu cara pandang saja. Sehingga, peneliti harus
memahami realitas sosial melalui pengalaman langsung dengan partisipan dan melalui dialog dan
diskusi yang intens. Oleh karena itu, pada penelitian ini Saya akan menggunakan dua instrumen
pengambilan data yaitu secara observasi partisipan dan juga wawancara langsung.

Wawancara dalam penelitian dapat didefinisikan sebagai suatu teknik pengumpulan data
dengan cara melakukan percakapan tatap muka antara peneliti dengan responden untuk mendapatkan
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian (Moleong, 2017). observasi dalam penelitian kualitatif
merupakan teknik pengumpulan data yang melibatkan pengamatan sistematis dan pengumpulan data
melalui penglihatan, pendengaran, dan pengalaman langsung di tempat kejadian. Observasi dapat
dilakukan secara partisipan atau non-partisipan dan dapat dilakukan dengan atau tanpa pengawasan
(Creswell, 2014). Kedua instrumen tersebut dilakukan kepada narasumber sebagai berikut yaitu Axel
sebagai seorang yang memiliki latar belakang pendidikan S1 di bidang ekonomi, berkelamin laki-laki
dan berumur 22 tahun. Narasumber yang kedua yaitu Raihan, anak laki-laki berumur 12 tahun dan
duduk di kelas 6 SD. Wawancara secara langsung dilakukan untuk memahami pandangan dan
pengalaman partisipan tentang realitas sosial yang sedang diteliti melalui dialog-dialog dari pertanyaan
yang diberikan. Pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah partisipan saling mengerti dengan apa yang dibicarakan?

2. Apa yang biasa kalian bicarakan di lingkungan kalian masing-masing?

3. Menurut partisipan hal atau faktor apa yang menyebabkan kesulitan dalam komunikasi?
4. Bagaimana solusi yang bisa dilakukan supaya komunikasi berjalan lancar?

Untuk instrumen kedua Saya akan melakukan observasi dengan berpatisipasi dalam kehidupan
narasumber di mana peneliti akan mengamati dan mencatat kegiatan dan interaksi sosial partisipan.
Dengan berpartisipasi secara langsung dalam kehidupan partisipan dan mendengarkan pengalaman dan
pandangan mereka melalui wawancara, peneliti dapat menghasilkan pemahaman yang lebih kaya dan
kontekstual tentang realitas sosial yang sedang diteliti. Selain itu, observasi partisipan dan wawancara
juga memungkinkan peneliti untuk mendapatkan data yang mendalam dan detail tentang fenomena yang
sedang diteliti, sehingga hasil penelitian menjadi lebih valid dan reliabel.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Melalui Model Komunikasi Berlo

Dalam kasus ini Saya mencoba untuk melakukan aktivitas bersama Axel dan Raihan untuk
memahami konflik komunikasi yang terjadi diantara mereka. Selain itu, Saya pun juga mencoba untuk
melakukan komunikasi dengan Raihan dan Axel untuk membandingkan cara berkomunikasi mereka
berdua.

Saya memposisikan diri Saya diantara Raihan dan Axel dan mencoba menganalisis dengan
model komunikasi Berlo. Dengan analisis model komunikasi Berlo ini bisa dilihat sejauh mana
komunikator memahami komunikannya sehingga bisa menyampaikan pesan yang sesuai apa yang bisa
ditangkap oleh komunikan dan menarik baginya. Karena sejatinya semakin memahami lawan bicara
kita maka akan semakin baik komunikasi yang dilakukan. Seorang pemberi pesan/informasi
(komunikator), harus dapat mengkomunikasikan informasi yang dibawanya kepada penerima pesan
dengan baik dan dapat di pahami maksudnya, sehingga tidak akan terjadi perbedaan persepsi diantara
para penerima pesan (Oktavia, 2016).
Dengan model komunikasi Berlo kita dapat melihat bagaimana cara Axel dan Raihan
berkomunikasi lebih mudah. Dalam model komunikasinya, Berlo menekankan bahwa komunikasi
merupakan proses yang memiliki beberapa komponen. Diantaranya adalah Source, Message, Channel,
dan Reciever atau secara singkatnya dapat dinamakan sebagai SMCR.

a. Sumber (Souruce)
Sender/source atau pengirim pesan adalah sumber berasalnya pesan atau bisa dikatakan
seseorang yang memberikan pesan. Sumber dalam komunikasi dapat disebut komunikator
(Encoder) (Wijayani, 2022). Dalam model komunikasi Berlo, ia juga menekankan beberapa
faktor yang memengaruhi diantaranya adalah seperti kemampuan berkomunikasi, sikap,
pengetahuan, lingkungan sosial, dan budaya. Dalam kasus ini Axel merupakan sumber (source)
dalam proses komunikasi yang terjadi. Axel merupakan seorang mahasiwa dengan program
pendidikan ilmu ekonomi. Axel memiliki pengetahuan yang lebih luas dalam berbahasa, dapat
berkomunikasi dengan baik dan juga memiliki pengetahuan pada bidang ekonomi sehingga
memiliki kamus kata yang besar.

Berikut beberapa faktor yang memengaruhi komunikator atau sumber (source):

1. Keterampilan komunikasi (Communication skills)


Merupakan kemampuan individu untuk berkomunikasi seperti
kemampuan untuk membaca, menulis, berbicara, mendengarkan, dan lain
sebagainya. Keterampilan komunikasi yang dimiliki oleh sender/source
merupakan faktor yang mempengaruhi proses komunikasi. Jika sender/source
memiliki keterampilan komunikasi yang baik, maka pesan akan dapat
dikomunikasikan dengan lebih baik, begitu juga sebaliknya (Wijayani, 2022).
Axel dalam konflik ini harus beradaptasi dalam berkomunikasi dengan
Raihan karena Raihan belum memiliki banyak kamus bahasa yang diketahui
untuk saat ini. Oleh karena itu, Axel sebagai seorang yang memiliki banyak
kamus bahasa yang diketahui dalam dirinya harus menyampaikan pesannya
dengan berkomunikasi yang terampil. Misalnya, menggunakan kata yang
sederhana dan tidak begitu rumit serta membuat komunikasi lebih menarik
supaya Raihan tertarik untuk mendengarkan apa yang Axel katakan mengenai
ekonomi yang tengah terjadi di Indonesia.
Selain kepada Raihan, Axel juga melakukan komunikasi kepada Saya
dalam berbincang tentang ekonomi di Indonesia dan dalam percakapan tersebut
ia kembali perlu terampil dalam berkomunikasi namun karena Saya mempunyai
sedikit pengetahuan mengenai ekonomi, Axel tidak perlu menggunakan yang
terlalu sederhana dan juga dapat menjelaskan kepada saya lebih detail mengenai
konteks tentang ekonomi.
2. Sikap (attitudes)
Merupakan sikap yang diberikan oleh sender/source kepada diri sendiri,
komunikan, dan lingkungan dapat memberikan perubahan makna dan efek pesan
(Wijayani, 2022). Dalam konflik ini merupakan sikap yang diberikan Axel
kepada Raihan yang dapat membuat Raihan lebih mudah memahami dan
mendengarkan Axel dengan hikmat. Axel harus memahami psikologis dari
Raihan agar pesan yang disampaikan tepat seusai dengan keinginan.
3. Pengetahuan (knowledge)
Merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh sender/source tentang
subyek pesan yang membuat pesan dikomunikasikan memiliki efek yang lebih
terhadap komunikan. Dengan memiliki pengetahuan yang baik tentang subyek
akan membuat pesan dapat dikirimkan secara lebih efektif oleh komunikator.
Perlu dipahami bahwa pengetahuan disini menyangkut pengetahuan tentang
subyek bukan pengetahuan secara umum (Wijayani, 2022).
Axel sebagai pengirim pesan harus memiliki pengetahuan dalam teknik
berkomunikasi yang efektif dan juga efisien selain itu, memahami betul dasar-
dasar atau konsep ekonomi yang memudahkan Axel untuk menjelaskan kepada
komunikan.
4. Sistem sosial (social systems)
Meliputi beberapa aspek sistem sosial seperti nilai-nilai, kepercayaan,
budaya, agama, dan pemahaman umum terkait masyarakat (Wijayani, 2022).
Disini menjelaskan bagaimana Axel mengirimkan pesan berdasarkan dengan
aspek sistem yang disebutkan. Contohnya: Saat Axel mencoba mengirim pesan
kepada Raihan ia akan berusaha memahami budaya dalam berkomunikasi yang
dilakukan oleh Raihan, karena Raihan lebih terbiasa dengan bahasa yang
sederhana karena lingkungan budaya sekolah dasar dan teman-teman sebayanya
tidak membicarakan hal tentang ekonomi di Indonesia, maka Axel berbicara
layaknya ia teman sebaya Raihan.
5. Budaya (culture)
Merupakan bagian dari masyarakat yang juga berada dalam sistem
sosial. Latar belakang budaya yang dimiliki oleh individu dapat mempengaruhi
dalam pembentukan serta penerimaan pesan. Dengan kata lain, perbedaan
budaya mempengaruhi dalam penerimaan pesan (Wijayani, 2022). Dalam hal ini
budaya yang dimiliki Axel dan Raihan memiliki perbedaan. Oleh karena itu,
Axel perlu memahami latar belakang budaya yang dimiliki oleh Raihan karena
dapat berpengaruh dalam penerimaan pesan.

b. Pesan (Message)
Yang dimaksud dengan elemen message atau pesan dalam model komunikasi Berlo
adalah substansi yang dikirimkan oleh sender/source kepada penerima pesan. Pesan yang
dikirimkan oleh sender/source dapat berbentuk suara, teks, video, ataupun media lainnya
(Wijayani, 2022). Axel melakukan komunikasi dengan Raihan bertujuan untuk memberikan
Raihan pengetahuan dan juga berita terkini mengenai ekonomi di Indonesia saat ini dengan cara
yang Raihan mengerti dan menarik.
Berikut beberapa faktor yang bisa mempengaruhi sebuah pesan dalam komunikasi:
1. Isi (content) Merujuk pada materi dalam pesan yang dipilih oleh sender/source
dalam mengekspresikan tujuannya. Isi atau content memiliki elemen dan struktur
(Wijayani, 2022). Pada konteks ini Axel merujuk pada mengajari Raihan dan
memberikan informasi terkini dengan cara yang mudah dimengerti dan
menyenangkan supaya Raihan memiliki pengetahuan dan tertarik dengan ekonomi
di Indonesia
2. Elemen (elements) Menyangkut beberapa hal nonverbal seperti bahasa, gestur,
bahasa tubuh dan lain sebagainya. Dalam pesan selalu terdapat beberapa elemen
yang melengkapi isi pesan atau conten (Wijayani, 2022)t. Gestur tubuh dari Axel
sangatlah berpengaruh, gestur tubuh yang ramah dan santai akan membuat Raihan
akan nyaman untuk mendengarkan Axel mendengarkan dan lebih tertarik dengan
pesan yang disampaikan oleh Axel.
3. Perlakuan (treatment) merujuk pengemasan pesan yang mencakup bagaimana
pesan dikirimkan kepada penerima pesan serta memberikan efek terhadap umpan
balik yang diberikan oleh receiver atau penerima pesan (Wijayani, 2022). Seperti
Axel yang melakukan komunikasi yang disertai dengan candaan supaya suasana
lebih cair.
4. Struktur (structure) Merujuk pada struktur pesan yang berdampak pada keefektifan
sebuah pesan. Pesan bisa jadi sama namun struktur pesan yang tidak baik akan
membuat pesan tidak dapat diterima dengan baik oleh receiver atau penerima
pesan (Wijayani, 2022). Axel harus menggunakan struktur pesan yang sederhana
kepada Raihan tetapi juga tidak menghilangkan informasi atau makna yang
terkandung dalam pesan.
5. Kode (code) merujuk pada kode pesan dalam artian bagaimana bentuk pesan yang
dikirimkan misalnya bahasa sebagai alat komunikasi, bahasa tubuh, gestur, musik,
dan budaya. Melalui kode-kode, kita memberikan atau menerima pesan(Wijayani,
2022). Pesan akan sangat jelas apabila kode-kode pesan diberikan/ditampilkan
dengan sangat baik. Tentunya pada faktor ini Axel mempertimbangkan kode
gestur dan budaya supaya mudah ditangkap oleh Raihan yang mengakibatkan
kefektifan pesan meningkat lebih tinggi.
c. Media dan Saluran Komunikasi (Channel)
Seorang sender atau pengirim pesan perlu memilih saluran apa yang akan ia gunakan
untuk membawa pesan tersebut agar sampai kepada receiver (Wijayani, 2022). Pada konflik
yang diteliti ini, Axel membawakan pesannya melalui media hearing dan seeing. Karena ia
berbicara secara bertatap muka dengan Raihan dengan menggunakan gerakan gestur dan juga
komunikasi yang secara lisan yang dapat didengar oleh Raihan.
d. Penerima Pesan (Receiver)
Receiver atau penerima pesan merujuk pada individu yang menerima pesan yang
dikirimkan oleh pengirim pesan. Yang dimaksud receiver di sini adalah Raihan.
Dalam memahami Raihan dengan baik maka Axel perlu memperhatikan beberapa
faktor:
1. Keterampilan Komunikasi (communication skills)
Merupakan kemampuan individu dalam menerima pesan. Sebuah pesan bisa
berupa teks, gambar atau suara (Wijayani, 2022). Cara Axel melakukan
komunikasi dengan Raihan dengan terampil dan sederhana dapat memudahkan
Raihan untuk menngerti pesan yang dikirim. Hal itu karena Raihan memiliki latar
belakang yang baik dalam memahami sebuah pesan yang menarik dan sederhana.
2. Sikap (attitudes)
Merupakan sikap yang diberikan oleh penerima pesan sebelum dan setelah
menerima pesan. Dari pesan yang disampikan oleh perusahaan akan disikapi oleh
Raihan. Sikap terdiri dari proses kognitif, afaktif dan konatif (Wijayani, 2022).
Raihan yang awalnya tidak mengetahui menjadi tahu (kognitif) misalnya seperti
perkembangan ekonomi Indonesia dan informasi lain yang menambah
pengetahuan bagi Raihan. Kemudian dari proses tahu tersebut, Raihan kemudian
menjadi suka dan tidak suka akan sebuah informasi yang baru dia ketahui (afektif).
Raihan menjadi aktif mencari informasi tentang produk tersebut. Baru tahap
terakhir yaitu konatif dimana Raihan memberikan feedback kepada Axel seperti
pertanyaan ataupun opini.
3. Pengetahuan (knowledge)
Merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh receiver atau penerima pesan agar
pesan dapat diterima dengan baik (Wijayani, 2022). Dengan adanya
pengetahuannya yang baik, adanya pengetahuan yang mencukupi, Raihan dapat
dengan mudah memahami pesan yang disampaikan oleh Axel. Contohnya pada
saat berbincang Axel berkata “Indonesia itu lagi dalam bahaya resesi”. Raihan
harus memiliki pengetahuan dasar tentang ekonomi. Oleh karena itu, Axel perlu
menjelaskan lebih sederhana supaya Raihan dapat mengerti seperti, apa itu resesi?
Antara keterampilan berkomunikasi dan pengetahuan ini menjadi sesuatu yang
beringan yang tidak bisa dipisahkan (Wijayani, 2022).
4. Sistem sosial (social systems)
Meliputi nilai-nilai, kepercayaan, agama, dan lain-lain mempengaruhi receiver
atau penerima pesan dalam menerima pesan yang dikirimkan oleh pengirim pesan
(Wijayani, 2022). Dalam kasus ini seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa Axel mencoba memahami nilai-nilai sistem sosial yang dimiliki oleh
Raihan supaya dapat diterima dengan baik.
5. Budaya (culture)
Bagian dari sistem sosial mempengaruhi cara receiver atau penerima pesan dalam
menerima pesan. Pesan dapat dengan mudah diterima karena isi pesan sangat
berhubungan erat dengan budaya penerima (Wijayani, 2022). Seperti yang telah
dijelaskan diatas pula bahwa Axel melakukan cara untuk membuat Raihan lebih
mudah mengerti dan dapat menerima pesan yang diberikan dengan mengikuti
budaya atau kebiasaan yang Raihan lakukan seperti diikuti dengan candaan.

B. Analisis Wawancara
Dari hasil wawancara dengan Raihan dan Axel didapatkan bahwa:

1. Apakah partisipan saling mengerti dengan apa yang dibicarakan?

Diketahui hanya satu partisipan saja yang mengerti secara luas apa yang ia bicarakan yaitu
Axel. Sedangkan Raihan belum mengetahui banyak tentang apa yang Axel terangkan
kepadanya yaitu tentang ekonomi. Namun, Raihan tertarik dengan perbincangan tersebut.
Akhirnya perbincangan dapat terus berjalan walaupun kendala dalam perbedaan
pengetahuan subjek yang dimiliki.

2. Apa yang biasa kalian bicarakan di lingkungan kalian masing-masing?

Pada hasil wawancara didapatkan bahwa Axel lebih banyak membicarakan tentang
subjek-subjek finansial dan juga ekonomi di lingkungannya. Hal itu didasari karena latar
belakang Axel yang merupakan mahasiswa S1 dengan program studi Ilmu Ekonomi. Oleh
karena itu, mulai dari dosen, hingga teman sebaya Axel lebih banyak melakukan
komunikasi tentang subjek yang berkaitan dengan finansial maupun ekonomi.
Sedangkan Raihan yang masih duduk di sekolah dasar hanya banyak berbincang
mengenai subjek seperti mainan, film anak-anak, dan lain-lain. Raihan menjelaskan bahwa
teman-temannya banyak bercerita tentang kehidupan sehari-hari ataupun tentang video
games. Sehingga Raihan lebih condong memiliki pengetahuan tentang permainan dan film
anak-anak. Tetapi di sisi lain, Raihan memiliki rasa penasaran yang tinggi oleh karena itu
ia mencoba untuk memahami pesan yang diberikan oleh Axel dan memberikan umpan
balik berupa pertanyaan apabila ia masih belum mengerti tentang subjek yang dibahas.

3. Menurut partisipan hal atau faktor apa yang menyebabkan kesulitan dalam komunikasi?
Dari hasil data yang dikumpulkan dapat diketahui beberapa faktor menurut sudut
pandang masing-masing partisipan.

Menurut Axel faktor-faktor yang menyebabkan ia mengalami hambatan dalam


berkomunikasi dengan Raihan adalah karena cara berkomunikasinya yang berbeda dengan
dia. Axel perlu beradaptasi dengan cara Raihan berkomunikasi supaya Raihan dapat lebih
mudah mengerti. Selain itu, batasan pengetahuan bahasa juga mengakibatkan sulitnya Axel
untuk menjelaskan dengan bentuk sesederhana mungkin kepada Raihan tanpa mengubah
arti atau makna dari pesan yang ingin dia sampaikan.

Bagi Raihan, hal-hal yang membuatnya kesulitan atau terhambat dalam berkomunikasi
dengan Axel adalah karena Raihan masih tidak tahu tentang subjek yang dibicarakan.
Sehingga Raihan perlu menanyakan banyak hal yang harus dijawab secara detail dari Axel.

Dari hasil-hasil tersebut dapat diurutkan faktornya yaitu:

a) Budaya atau kebiasaan komunikasi partisipan.


b) Batasan pengetahuan tentang subjek.
c) Batasan dalam keterampilan berkomunikasi dan juga kosa kata.

4. Bagaimana solusi yang bisa dilakukan supaya komunikasi berjalan lancar?


Bagi Axel, dia berpendapat bahwa ia perlu meningkatkan keterampilan berkomunikasi
supaya pesan yang di berikan tidak hanya efektif namun juga efisien. Selain itu, Beradaptasi
dengan budaya yang dimiliki Raihan merupakan hal yang penting dalam memahami lawan
bicara. Karena dengan begitu dapat memberikan efek yang baik kepada Raihan dan pesan
dapat diterima dengan jauh lebih baik.
Menurut Raiham, dia perlu banyak memahami tentang subjek yang dibahas dengan
lebih mendalam. Hal ini dilakukan olehnya supaya kedua belah pihak memiliki
pengetahuan tentang subjek yang tengah dibicarakan yang pada akhirnya dapat
melancarkan proses dari komunikasi.

C. Code Switching

Dari hasil observasi dan juga wawancara. Saya mecoba menganalisis dengan
mengaitkan dengan ilmu antropologi. Ditemukan bahwa dalam kasus ini komunikasi yang
terjadi terdapat istilah code switching.

A useful definition of code switching for sociocultural linguistic


analysis should recognize it as an alternation in the form of
communication that signals a context in which the linguistic
contribution can be understood(Nilep, 2006).

Dapat diartikan bahwa alih kode adalah praktik para pihak dalam wacana perubahan
sinyal dalam konteks dengan menggunakan sistem atau subsistem tata bahasa alternatif, atau
kode.

The use of code switching or code mixing aims to achieve the


communication goals desired by the speaker (Pipiet Palestin
Amurwani, 2020). The use of code switching and code mixing tell
us that human actually can not be separated from society surround
them. They are linked by the abstract line each other. Respecting
each other as a key element of human being (Sunarti, 2014).

Dalam arti lain, seorang pengirim pesan yang melakukan code switching atau code
mixing bertjuan untuk mencapai suatu tujuan dalam berkomunikasi.

Kasus serupa juga dilakukan oleh Axel dimana ia melakukan penggantian cara
berbahasa dengan tujuan supaya Raihan dapat jauh lebih mengerti dengan apa yang ia
sampaikan. Dalam code switching kita dapat lihat bahwa Axel melakukan internal code
switching.

internal code switching adalah alihkode yang terjadi antar-tingkat tutur dalam satu
bahasa, antar-dialek dalam satu bahasa daerah atau antar-ragam dalam satu dialek (Ulfiyani,
2014). Pada kasus ini Axel lebih kepada peralihan antar-ragam. Yang dimana Peralihan antar
ragam bergantung pada situasi misalnya dari ragam formal ke ragam informal atau sebaliknya
(Ulfiyani, 2014). Ditunjukkan dengan Axel yang membawakan pesan yang lebih sederhana dan
lebih mudah dicerna dan tidak formal karena diikuti dengan candaan-candaan.
KESIMPULAN

Dalam kasus ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa terdapat beberapa hambatan yang terjadi
dalam komunikasi antara Axel dan Raihan. Dari hasil data wawancara dan observasi hambatan tersebut
dapat dibagi menjadi faktor-faktor, antara lain: Budaya atau kebiasaan komunikasi partisipan, batasan
pengetahuan tentang pengetahuan akan subjek yang dibicarakan, batasan dalam keterampilan
berkomunikasi dan juga kosa kata, lalu juga lingkungan masing-masing partisipan komunikasi yang
memiliki budaya yang berbeda.

Dengan adanya hambatan tersebut diperlukan adanya solusi dan dari hasil data dapat
disimpulkan bahwa. Berdasarkan dengan hasil model komunikasi yang digunakan, Axel berusaha
memahami budaya atau kebiasaan yang Raihan lakukan dalam berkomunikasi. Selain itu, ia juga
memperhatikan aspek sikap Raihan supaya Raihan tertarik mendengarkan pesan yang diberikannya.
Faktor pengetahuan akan subjek yang luas dan ditambah keterampilan berkomunikasi juga diperhatikan
oleh Axel dengan memberikan pesan yang tidak formal, diisi dengan candaan, dan juga dikirim dengan
bentuk sesederhana mungkin tanpa mengubah makna yang diinginkan. Akibatnya memberikan
penerimaan yang positif kepada Raihan yang membuat percakapan berjalan walaupun Raihan memiliki
keterbatasan dalam pengetahuan akan subjek.

Kasus yang diangkat juga tidak lepas dari ilmu antropologi. Hal-hal yang dilakukan Axel dapat
dikategorikan sebagai kegiatan Code switching. Code switching dilakukan sebagai upaya Axel dalam
mengubah cara bahasa yang digunakan dengan tujuan memberikan pesan yang diberikan lebih mudah
dimengerti oleh Raihan demi mencapai keberhasilan proses komunikasi. Code Switching yang
digunakan merupakan internal code switching yang dimana mengubah kode antar-ragam suatu dialek,
yaitu formal menjadi informal.

Dari kasus Axel dan Raihan diharapkan dapat menjadi solusi untuk hambatan komunikasi yang
memiliki kasus ataupun konflik yang serupa supaya tidak terjadi konflik yang berulang di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA

Samosir, A. (2019). Campur kode dan etnografi komunikasi dalam interaksi tawar menawar di
pasar simpang tigo. Jurnal Kredo, 2(2).

Haviland, W. A., Prins, H. E. L., McBride, B., & Walrath, D. (2010). Budaya dan Kepribadian:
Konsep-Konsep Dasar Antropologi. Jakarta: Salemba Humanika.

Ember, C. R., & Ember, M. (2018). Antropologi Budaya. Jakarta: Prenada Media Group.

Giriwijoyo, S., & Putra, M. N. (2015). Pengertian Komunikasi dalam Perspektif Ilmu Komunikasi.
Jurnal Riset Komunikasi.

Mulyana, D. (2007). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya.

DeFleur, M. L., & Dennis, E. E. (2014). Understanding Mass Communication. Cengage Learning.

Moleong, L. J. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.

Samovar, L. A., Porter, R. E., & McDaniel, E. R. (2018). Intercultural Communication: A Reader.
Cengage Learning.

Creswell, J. W. (2014). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods


Approaches. Sage publications.

Nilep, C. (2006). Colorado Research in Linguistics. 19. https://doi.org/10.25810/hnq4-jv62

Pipiet Palestin Amurwani. (2020). Code Mixing and Code Switching of Counseling Teacher in
Guidance Process (a Case Study in State Vocational School 7 Jember, East Java,
Indonesia). The International Journal of Social Sciences and Humanities Invention, 7(03),
5833–5839. https://doi.org/10.18535/ijsshi/v7i03.02

Sunarti, E. (2014). CODE SWITCHING AND CODE MIXING IN MULTILANGUAGE


COMMUNITY CASE STUDY IN BALAI LPPU-UNDIP SEMARANG. International
Seminar “Language Maintenance and Shift” IV, 214–219.

Ulfiyani, S. (2014). Alihkode dan Campur Kode Dalam Tuturan Masyarakat Bumiayu.
CULTURE, 1(1), 92–100.

Wijayani, Q. N. (2022). Komunikasi Aplikasi Model Komunikasi Berlo dalam Komunikasi


Pemasaran PT. Lion Wings Indonesia. Jurnal Komunikasi, 16(1), 101–120.
https://doi.org/10.21107/ilkom.v16i1.17080

Anda mungkin juga menyukai