MODEL PEMBELAJARAN
Problem Based Learning
✓ Tatap Muka
ASESMEN JENIS ASESMEN
Individu Perfoma dalam presentasi hasil
Kelompok Tertulis (tes objektif, esai)
KEGIATAN PEMBELAJARAN
Pengaturan Peserta Didik
✓ Berkelompok (5-6 orang)
Metode
✓ Ceramah
✓ Diskusi
✓ Presentasi
MATERI, ALAT DAN BAHAN
✓ Materi Ajar
Ruang Lingkup Materi:
1. Hukum maritim dan hukum perikanan
2. Penangkapan dan penanganan pasca penangkapan ikan
HUKUM MARITIM DAN HUKUM PERIKANAN
A. Deskripsi
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, bahwa
:
1. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan sumber
daya perikanan.
2. Sumber Daya Perikanan adalah potensi semua sumber daya ikan,
sumber daya lingkungan, dan segala sumber daya buatan manusia yang
digunakan untuk memanfaatkan sumber daya ikan.
3. Sumber Daya Ikan adalah potensi semua jenis ikan dan organisme lain
yang berhubungan dengan ikan.
4. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari
siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan.
5. Pengelolaan Perikanan adalah upaya pelindungan, pemanfaatan, dan
pelestarian Perikanan, untuk mencapai kelangsungan produktivitas
Sumber Daya Perikanan yang berkelanjutan.
6. Penangkapan Ikan adalah kegiatan untuk memperoleh Ikan di perairan
yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat dan cara yang
mengedepankan asas keberlanjutan dan kelestarian, termasuk kegiatan
yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan,
mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
Pengelolaan Perikanan dalam WPPNKRI dilakukan untuk melindungi,
memanfaatkan, dan melestarikan Sumber Daya Perikanan secara optimal
dan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan potensi Sumber Daya
Perikanan Indonesia. Setiap Orang yang melakukan usaha Perikanan di WPPNKRI wajib
memiliki SIUP, Kewajiban memiliki SIUP dikecualikan bagi Nelayan Kecil, Nelayan
Tradisional, dan/atau Pembudi Daya Ikan Kecil. Nelayan Kecil, Nelayan Tradisional, dan
Pembudi Daya Ikan Kecil harus mendaftarkan diri, usaha, dan kegiatannya kepada
instansi Perikanan setempat tanpa dikenakan biaya. SIUP untuk jenis usaha Penangkapan
Ikan mencantumkan koordinat daerah Penangkapan Ikan, jumlah dan ukuran kapal
Perikanan, jenis alat penangkap Ikan yang digunakan, dan pelabuhan pangkalan.
Pemerintah sendiri sebagai upaya menjaga keberlanjutan aktivitas
penangkapan ikan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 29
tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Perikanan
Bidang Penangkapan Ikan, pasal 8, disebutkan apabila tingkat pemanfaatan
statusnya sudah mencapai O (Over fishing) atau F (Fully Fishing) untuk
sementara pemerintah, dalam permen yang sama pasal 9 telah mengeluarkan
kebijakan antara lain:
Tabel 4. Kebijakan Pemerintah Menghadapi Over dan Fully Exploited
NO WPPRI Wilayah
1 5-71 Selat Malaka dan laut Andaman
2 5-72 Samudera Hindia, sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda
3 5-73 Samudera Hindia, Selatan Jawa sampai sebelah selatan Nusa
Tenggara, Laut Sawu dan Laut Timor Bagian Barat
4 7-11 Laut China Selatan, Perairan Selat Karimata dan Laut Natuna
5 7-12 Perairan Laut Jawa
6 7-13 Selat Makasar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali
7 7-14 Laut Banda dan Perairan teluk Tolo
8 7-15 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan
Teluk Berau
9 7-16 Laut Sulawesi dan Sebelah Utara Pulau Halmahera
10 7-17 Perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik
11 7-18 Laut Aru, Laut Arafura dan Laut Timor Bagian Timur
WPPRI ini selanjutnya dibagi menjadi jalur-jalur penangkapan yang bertujuan untuk
membatasi ruang gerak penangkapan ikan yang berlebihan. Pembatasan ini diuraikan
didalam pasal 4 Kepmen Kelautan dan Perikanan nomor 02 /MEN/ 2011 yang nantinya akan
terkait dengan pengaturan jenis dan ukuran alat tangkap serta ukuran Gross Tonage (GT)
kapal penangkap ikan yang dioperasikan. Berikut pembagian Jalur Penangkapan Ikan
berdasarkan Kepmen di atas:
Tabel 7. Pembagian Jalur Penangkapan Ikan berdasarkan Kepmen KP No. 02 / 2011
Tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkap Ikan dan Alat Bantu
Penangkapan Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Polusi laut merupakan suatu peristiwa masuknya material pencemar seperti partikel
kimia, limbah industri, limbah pertanian dan perumahan, ke dalam laut, yang bisa merusak
kondisi lingkungan laut. Material berbahaya tersebut memiliki dampak yang bermacam-
macam dalam lingkungan laut dan dalam kehidupan manusia. Ada yang berdampak langsung,
maupun tidak langsung
Sebagian besar sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik tertiup angin,
terhanyut dari sungai , gunung, maupun melalui tumpahan apapun yang tidak dihasilkan oleh
alam. Salah satu penyebab pencemaran laut adalah operasional kapal yang dapat mencemari
sungai dan samudera dalam banyak cara. Melalui tetesan dan tumpahan minyak, air
penyaring dan residu bahan bakar. Pencemaran dari kapal dapat mencemari pelabuhan,
sungai dan lautan. Kapal juga membuat polusi suara yang mengganggu kehidupan organisme
perairan, dan air dari balast tank yang bisa mempengaruhi suhu air sehingga menganggu
kenyamanan organisme yang hidup dalam air.
Pola masuknya bahan pencemar tersebut bisa berupa masukan langsung maupun
masukan tidak langsung. Beberapa masukan langsung bisa didapat dari:
a. Estuaria;
b. Kota pantai;
c. Industri di pantai;
d. Sungai;
e. Kapal/perkapalan;
f. Masukan dari lepas pantai
g. Dredging;
h. Lumpur;
i. Industri lepas pantai; dan
j. Masukan dari atmosfer.
Sedangkan masukan yang tidak langsung contoh disebabkan oleh terjadinya booming
beberapa jenis organisme di laut (seperti alga-algaan) sehingga mempengaruhi kualitas air di
perairan tersebut. Akibatnya akan terjadi mortalitas pada organisme lain yang tak mampu
menyesuaikan diri dengan kualitas lingkungannya.
PENTINGNYA PEMBERLAKUAN KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCEGAHAN
POLUSI LAUT
Sejarah mencatat, sejak tahun 1885 kapal pengangkut minyak pertama dilayarkan
dengan menggunakan mesin diesel. Sejak itulah ancaman terbesar terhadap pencemaran laut
dimulai. Dunia internasional selah terjadinya perang dunia ke II mulai serius membahas
pencegahan dan penanggulangan pencemaran laut yang disebabkan oleh tumpahan minyak.
Terlebih setelah terbentuknya lembaga International Maritime Organization (IMO) dalam
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1948.
Upaya dunia internasional semakin serius ketika pada tahun 1967 terjadi bencana
terbesar ketika kapal tanker Torrey Canyon yang kandas di pantai selatan Inggris telah
menumpahkan 35 juta gallons crude oil dan mengakibatkan pencamaran dalam skala besar.
Sebagai hasil dari tragedi di atas lahirlah International for prevention of Pollution from Ship
pada tahun 1973 yang kemudian disempurnakan dengan Tanker Safety and Pollution
Prevention (TSPP) sesuai protokol tahun 1978 dan konvensi ini terkenal dengan istilah
MARPOL 1973/19 Selanjutnya pada tahun 1970-an IMO membuat peraturan yang lebih
berhubungan dengan maritime pollution, yakni melakukan kontrol yang ketat pada struktur
kapal untuk mencegah jangan sampai terjadi tumpahan minyak atau pembuangan campuran
minyak ke laut.
Dengan pendekatan demikian, MARPOL ’73/78 memuat peraturan untuk mencegah
sebanyak mungkin minyak yang akan mencemari laut. Tapi kemudian pada tahun 1984
dilakukan beberapa modifikasi oleh IMO yang menitik beratkan pencegahan pada kegiatan
operasi tanker pada Annex I dan yang terutama adalah keharusan kapal untuk dilengkapi
dengan Oil Water Separating Equipment dan Oil Dischare Monitoring System.
Karena itu pada peraturan MARPOL ’73/78 dapat dibagi dalam 3 (tiga) kategori :
a. Peraturan untuk mencegah terjadinya pencemaran;
b. Peraturan untuk menanggulangi pencemaran ;dan
c. Peraturan untuk melaksanakan ketentuan tersebut
Berikut ini adalah isi dan bentuk dari dokumen dimaksud berdasarkan MARPOL ‘73/78
seperti terlampir
1. List of Oil atau daftar minyak sesuai Appendix I MARPOL ’73/78; adalah daftar dari minyak
yang akan menyebabkan pencemaran apabila tumpah ke laut dimana daftar tersebut tidak
akan sama dengan daftar minyak sesuai kriteria industri perminyakan.
2. International Oil Pollution Prevetion Certificate (IOCP Certificate); Untuk semua kapal
dagang dimana supplement atau lampiran mengenai ”Record of Contruction an
Equiepment for Other tahn Oil Tankers and Oil Tankers” dijelaskan secara terpisah di dalam
Appendix II MARPOL ‘73/78 dimana struktur, peralatan, system, kelengkapan perencanaan
dan kondisi kapal memuaskan dan memenuhi ketentuan sesuai Annex I Konvensi MARPOL
1973.
3. Oil Record Book Buku ini merupakan buku catatan minyak yang ditempatkan di atas kapal,
untuk mencatat semua kegiatan penanganan pembuangan sisa-sisa minyak, campuran
minyak dan air got (bilga) di kamar mesin, semua jenis kapal dan untuk kegiatan bongkar
muat muatan dan air ballast pada kapal tank
✓ Kapal ukuran 400 GT atau lebih tetapi lebih kecil dari 1000 GT harus dilengkapi dengan
Oil Separator Equipment yang dapat menjamin pembuangan minyak kel laut setalh
melalui system tersbut denga kandunga minyak kurang dari 100 ppm.
✓ Kapal ukuran 10.000 GT atau lebih harus dilengkapi dengan: kombinasi antara Oily
Water Separating Equipment dengan Oil Discharge and Controling system atau
dilengkapi dengan oil Filter Equipment yang dapat mengatur buangan. Campurkan
minyak ke laut tidak lebih dari 15 ppm, (alarm akan berbunyi bila melebihi ukuran
tersebut).
STRATEGI ASESMEN
✓ Observasi guru selama kegiatan belajar berlangsung
1. Keaktifan peserta didik saat tanya jawab
2. Kesantunan dalam proses belajar
✓ Penilaian hasil presentasi hasil diskusi
✓ Penilaian hasil lembar kerja peserta didik
✓ Asesmen tulis
Soal Essay
1. Bagaimana Pengelolaan perikanan di Indonesia saat ini?
2. Sebutkan status Pemanfaatan Sumber daya Ikan!
3. Sebutkan 11 Pembagian Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia?
4. Apa yang kalian ketahui tentang Oil Record Book?
5. Apa yang dimaksud Penangkapan Ikan?
REFLEKSI
NO Wilayah
1 Selat Malaka dan laut Andaman
2 Samudera Hindia, sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda
3 Samudera Hindia, Selatan Jawa sampai sebelah selatan Nusa
Tenggara, Laut Sawu dan Laut Timor Bagian Barat
4 Laut China Selatan, Perairan Selat Karimata dan Laut Natuna
5 Perairan Laut Jawa
6 Selat Makasar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali
7 Laut Banda dan Perairan teluk Tolo
8 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan
Teluk Berau
9 Laut Sulawesi dan Sebelah Utara Pulau Halmahera
10 Perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik
11 Laut Aru, Laut Arafura dan Laut Timor Bagian Timur
4. Apa yang kalian ketahui tentang Oil Record Book? (Skore : 10)
Oil Record Book merupakan buku catatan minyak yang ditempatkan di atas kapal,
untuk mencatat semua kegiatan penanganan pembuangan sisa-sisa minyak,
campuran minyak dan air got (bilga) di kamar mesin, semua jenis kapal dan untuk
kegiatan bongkar muat muatan dan air ballast pada kapal tanker.