Anda di halaman 1dari 38

PEDOMAN PRAKTIKUM

BIODIVERSITAS DAN SISTEMATIKA AVERTEBRATA


(Draft)

Mohamad Isnin
Noer Vina Rizkawati

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FMIPA UNIVERSITAS NEGERI
JAKARTA
2022
PEDOMAN LAPORAN PRAKTIKUM
1. Laporan praktikum dituliskan di Buku Gambar berukuran A4, dengan ketentuan:
a. Layout dibuat menjadi 2 bagian dalam satu halaman, masing-masing
halaman berisi tentang: bentuk organisme secara keseluruhan (gambar
tangan) dan beberapa karakter khas (homologi) dari filum atau kelas yang
diamati (karakter khas dapat disediakan dalam kolom yang terpisah dengan
gambar utama), serta klasifikasi lengkap yang diperoleh dari situs pangkalan
data sistematika (e.g. WORMS database atau COL)
b. Buat gambar tangan se-aktual mungkin, gunakan skala jika perlu. Gambar
tangan diperboleh untuk diwarnai dengan tujuan menjelaskan pola warna
yang dimiliki oleh organisme yang diamati
2. Laporan dikumpul 1 minggu setelah kegiatan pengamatan melalui asisten
praktikum yang berfungsi sebagai tiket masuk untuk kegiatan praktikum
berikutnya
3. Kriteria yang dinilai: aktualisasi gambar, keterangan karakter khas penunjang
kelompok, dan estetika dari gambar yang dibuat.
PRAKTIKUM 1
PANGKALAN
DATA
BIODIVERSITAS DAN SISTEMATIKA HEWAN
A. Pengantar
Dalam hirarki taksonomi, seluruh makhluk hidup dikelompokan menjadi 3 (tiga)
kelompok besar yang disebut dengan domain berdasarkan RNA ribosom. Ketiga
domain itu adalah Eubacteria, Archea, dan Eukarya. Kerajaan hewan
(Animalia/Metazoa) masuk ke dalam domain Eukarya bersama dengan beberapa
kerajaan lainnya, seperti jamur (Fungi) dan tumbuhan (Plantae). Saat ini kerajaan
makhluk hidup tercatat sebanyak 8 kerajaan, meliputi: Animalia, Archaea, Bacteria,
Chromista, Fungi, Plantae, Protozoa, dan Virus.
Berkembangnya dunia digital sangat membantu penghimpunan seluruh jenis-jenis
makhluk hidup ke dalam kelompoknya. Sehingga saat ini kita dengan mudah dapat
mengekstrak informasi yang terkait dengan satu jenis organisme yang sedang kita
pelajari. Sebelumnya pangkalan data untuk setiap kelompok takson itu berdiri sendiri,
sehingga kita mesti membuka beberapa portal untuk mengetahui informasi dari
beberapa jenis yang berasal dari kelompok yang berbeda. Masalah tersebut segera
disadari oleh banyak peneliti, sehingga mereka memutuskan untuk membuat pangkalan
data yang mampu melingkupi seluruh organisme dari berbagai macam takson melalui
satu pintu atau portal. Pangkalan data tersebut dikompilasi dalam satu situs web yang
bernama Catalogue of Life yang dapat diakses pada situs
https://www.catalogueoflife.org/. Data yang ada pada situs ini merupakan data yang
dihimpun dari berbagai macam sumber dan selalu diperbaharui secepat mungkin. Data
ini mencakup tentang klasifikasi dari suatu organisme dan juga data keanekaragaman
dari setiap kelompok takson. Berikut merupakan contoh tampilan dari Catalogue of
Life.
Gambar 1. Halaman depan

Gambar 2. Halaman pencarian

Gambar 3. Hasil pencarian


PRAKTIKUM 2
PROTISTA – KERABAT HEWAN
B. Pengantar
Kerajaan (kingdom) hewan dibagi menjadi beberapa kelompok yang disebut filum dan
sebelumnya Protozoa dikenal sebagai salah satu filum dalam Kerajaan Hewan
(Metazoa). Namun seiring dengan berkembangnya teknologi, sistem klasifikasi sedikit
demi sedikit telah mengalami kemajuan dan mengadopsi pendekatan molekular dalam
analisisnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa Protozoa tidak lagi masuk ke dalam
kerajaan Animalia namum berdiri sendiri dalam satu kerajaan Protozoa.
Protozoa dipandang sebagai organisme terendah dan merupakan asal usul dari Metazoa.
Hewan-hewan yang termasuk di dalam Kerajaan ini umumnya terdiri atas satu sel. Ada
beberapa jenis (spesies) yang merupakan multiselular, tetapi meskipun demikian, tiap-
tiap sel masih mempunyai kedaulatan sendiri-sendiri. Kebanyakan hanya dapat dilihat
dengan mikroskop. Hidup secara bebas atau parasit.
Dilihat dari beberapa karakteristiknya Protozoa dianggap memiliki kerabat yang cukup
dekat dengan hewan dibandingkan dengan tumbuhan, sehingga kerajaan ini masih
dipelajari dalam ilmu sistematika invertebrata. Beberapa jenis yang sebelumnya masuk
dalam kelompok Protozoa juga diusulkan untuk dipindahkan ke dalam kerajaan
Chromista, namun beberapa jenis mungkin masih tetap dipelajari dalam kegiatan
praktikum ini. Selain itu, beberapa ahli zoologi juga masih cenderung bertahan bahwa
seluruh Protista yang mirip hewan dipelajari dalam cakupan Protozoa. Pada praktikum
Protozoa ini anda akan mempelajari contoh-contoh Protozoa, baik yang hidup bebas di
air. Protozoa yang hidup bebas mudah dipelajari dalam keadaan hidup.
C. Protozoa di Air Tawar
Dalam air yang diambil dari kolam atau akuarium (mengambilnya dari daerah dasar
atau tumbuhan air), dapat dijumpai bermacam-macam Protozoa.
1. Filum Retortamonada dan Diplomonada
- Tidak memiliki Mitokondria

2. Filum Parabasalida
- Memiliki bentuk tubuh yang parabasal, dengan axostyle dan flagela. Contoh:
Trichomonas

Gambar 2.a. Axostyle


3. Filum Heterolobosea
- Amoeba telanjang dengan psedopodia, beberapa jenis memiliki flagel pada
tahap dewasa

Gambar 2.b. Naegleria fowleri

4. Filum Euglenozoa
- Euglena. Ada beberapa spesies, yang bentuk maupun ukurannya dapat
berbeda- beda. Protozoa ini mempunyai kloroplast, pellicle, dan mempunyai
stigma atau bintik mata.

5. Filum Heliozoa
- Actinosphaerium, berbentuk seperti matahari fordo Heliozoa, karena
pseudopodia (yang berupa aksopodia) yang kakis. Hewan ini hampir tidak
bergerak.

Sub Kerajaan Aveolata


6. Phylum Ciliophora
- Vorticella, cilliata yang bertangkai. Jika terganggu tangkainya akan
mengkerut dengan cepat dan berbentuk spiral.
- Stentor, ciliata yang berbentuk panjang
- Spirostomum, ciliata yang berbentuk panjang.
- Stylonychia, hewan pipih, dengan rambut-rambut yang keras di bagian
ventral. Hewan ini hidup di dasar.
- Euplotes, hewan ini mirip Stylonychia, namun bentuknya lebih bulat.
Vorticella Stentor

Gambar 2.c. beberapa jenis Ciliophora


7. Filum Dinoflagelata
- Memiliki chromoplast dan flagel. Contoh: Gymnodinium

Gambar 2.d. contoh jenis dari filum Dinoflagelata yang menunjukkan dua tipe flagel
8. Filum Apicomplexa
- Memiliki apical complex

Sub Kerajaan Rhizaria


9. Filum Foraminifera
- Amoeba dengan reticulopodia dan memiliki testate

10. Filum Radiolaria


- Amoeba dengan axopodia
11. Filum Amoebozoa
- Arella, banyak di dasar kolam, hewan ini mempunyai cangkang yang
bulat, dengan lubang ditengah, dan berwarna kuning atau coklat. Jika
ditunggu sebentar, mungkin dapat terlihat pseudopodianya dijulurkan.
- Difflugia, banyak di dasar kolam, mempunyai cangkang yang berputir-butir pasir.

D. Beberapa karakter penting lain yang perlu diperhatikan

Gambar 2.e. bentuk dari amoeba ber-testate dan karakter penunjang lainnya

Gambar 2.f. Tipe-tipe flagel dan karakter penting lainnya


E. Cara Kerja dan Pengamatan
1. Sediakan beberapa botol kosong yang telah dibersihkan terlebih dahulu
2. Botol-botol ditempeli dengan label
3. Penyediaan bahan praktikum
- Ambillah sampel air yang berasal dari berbagai kolam, dan tempat-tempat
becek/tergenang yang terdapat di sekitar kita, seperti danau, selokan, dan
sungai.
- Air dari tiap-tiap sampel dimasukkan ke dalam botol tersendiri, jangan
dicampur dengan sampel yang lain.
- Koleksi beberapa sampel air dari setiap lokasi perairan pada waktu yang tidak
bersamaan. Misal:1,3, dan 5 hari sebelum melakukan praktikum. Pada waktu
mengambil sampel, ikutsertakan juga tumbuhan/sampah-sampah yang
terdapat pada tempat itu, namun tidak dalam jumlah yang terlalu banyak.
Catatan:
- Botol-botol tersebut diatas dibiarkan tanpa tutup (terbuka) atau diberikan kasa
sebagai tutupnya. Jauhkan botol dari sinar matahari langsung
- Pada tiap-tiap botol berilah catatan tentang: lokasi pengambilan sampel, jenis
tipe perairan (kolam, selokan, sungai, dan lain-lain), dan tanggal pengambilan
sampel
- Bawalah botol-botol tersebut pada waktu praktikum
4. Pelajari dan amati
- Ambillah sebuah kaca objek dan oleskan valesin di sekeliling kaca objek,
kemudian berilah setetes air yang diambil dari salah satu botol, pengambilan air
dilakukan dengan mengunakan pipet yang panjang (10 – 15 cm). Tetesan air ini
ditutup dengan kaca penutup secara perlahan, kemudian periksalah di bawah
mikroskop. Carilah dengan pembesaran lemah hewan-hewan tersebut dibawah
ini. Bila hewan yang dimaksud ditemukan, pelajarilah dengan pembesaran yang
lebih tinggi.
Catatan:
- Bila ternyata pengambilan air yang pertama tidak berhasil menemukan protozoa,
maka lakukan pergantian sampel. Ambil kembali sampel air dari botol yang
sama, tetapi usahakan untuk melakukan pengambilan sampel pada lokasi yang
berbeda, contoh: jika pengambilan sampel air awal dikoleksi dari permukaan air,
maka pengambilan yang kedua dikoleksi dari bagian bawah permukaan air, pada
bagian tepi, atau bagian yang dekat dengan tumbuhan. Lakukan pula pengamatan
dari sampel air yang diperoleh dari botol yang berbeda. Catatlah hewan-hewan
yang terdapat pada masing-masing botol.

F. Tugas
1. Gambar hewan-hewan Protista yang anda temui
2. Beri keterangan yang lengkap.bagian-bagian morfologinya
3. Beri deskripsi dari setiap jenis protista yang didapatkan
4. Lengkapi gambar dari setiap jenis dengan membuat klasifikasinya
PRAKTIKUM 3
PHYLUM PORIFERA
A. Pengantar
Hewan yang termasuk didalam filum ini mempunyai sifat: radial simetris, tubuhnya
mempunyai banyak pori-pori, saluran-saluran, bilik-bilik yang dilalui oleh air.
Permukaan tubuh bagian dalam sebagian atau seluruhnya diliputi oleh choanocyt
(koanosit.sel kerah), hidup secara soliter atau berkoloni.
Porifera merupakan hewan bersel banyak (multiseluler) yang paling sederhana, hidup
secara heterotrof, melekat pada dasar perairan, sebagian besar hidup di laut dangkal,
hanya satu famili yang hidup di air tawar, yaitu famili Spongilidae. Porifera Sering
disebut sebagai hewan pemakan air karena memiliki sistem saluran air untuk
mensirkulasikan air di dalam tubuhnya, mempunyai dua bentuk kehidupan yaitu
berenang bebas pada saat larva dan hidup melekat pada substrat pada saat dewasa.
Tidak mempunyai alat-alat dan organ tubuh
Tubuh porifera terdiri dari dua lapis sel (diploblastik) yaitu lapisan luar (epidermis) dan
lapisan dalam (endodermis) atau disebut lapisan koanosit. Diantara kedua lapisan
terdapat Mesoglea yang merupakan gelatin. Bentuk tubuh hewan bermacam-macam
ada yang berbentuk piala, jambangan, mangkuk, terompet, bercabang-cabang dan lain-
lain. Warna bermaca-macam, kelabu, merah, jingga Tubuh tersusun dari kerangka
yang disebut spikula. Pada bagian tubuh terdapat spongosoel atau paragaster yaitu
ruangan yang digunakan untuk saluran air. Dan pada bagian atas terdapat oskulum
tempat keluarnya air. Reproduksi secara aseksual dengan pertunasan atau gemul dan
secara seksual melalui penyatuan sperma dan ovum.
Porifera sebelumnya diklasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu: Calcispongiae,
Hexactinellida, dan Demospongiae. Ketiga kelas ini dibedakan umumnya berdasarkan
bentuk dan struktur dari spikula. Calcispongingae memiliki spikula yang tersusun dari
kalsium karbonat kristal dengan tipe spikula yang memiliki 1, 3, atau 4 duri.
Hexactinellida adalah spons yang tersusun dari silikon dengan duri yang berjumlah 6
dan tersusun saling sejajar. Demospongiae memiliki spikula yang tersusun dari
kerangka spikula bersilikon yang berkembang dari axial filamen sehingga menyerupai
serat. Kelas yang baru saja ditambahkan, yaitu Homoscleromorpha, merupakan spons
yang tidak memiliki axial filamen.
Gambar 3.a. Bentuk pertumbuhan porifera
B. Koleksi dan pengawetan spesimen
Koleksi spons di laut mesti memperhatikan keselamatan kerja dengan menggunakan
sarung tangan nilon dalam mengambil spesimen. Usahakan untuk mengambil spons dari
bagian pangkalnya untuk mencegah kerusakan spesimen mengingat spons sangat
mudah untuk robek.
Pengawetan basah: spesimen spons yang dikoleksi dari perairan laut mesti segera
dipreservasi agar tidak hancur. Preservasi dilakukan dengan menggunakan alkohol 80-
90% yang dilarutkan dengan air laut.
C. Pengamatan preparat awetan dari spons dari beberapa kelas
Perhatikan bentuk tubuhnya (gambar 3.a), kemudian temukan:
Oskulum : pada ujung distal tubuhnya
Ostia : pori-pori pada tubuhnya
Spongocoel : pada bagian tengah tubuhnya

D. Penyediaan preparat jadi dari spikula


Ada bermacam-macam spikula. Carilah tipe monakson (seperti jarum), tetrakson
(bercabang empat), triakson (bercabang tiga) dan bila ada tipe-tipe lainnya.
1. Siapkan 1 buah plat tetes, 1 buah pinset, dan 1 buah scalpel
2. Potong dan ambil sedikit sampel dari 1 individu spons yang terdapat
di laboratorium dan masukan ke dalam plat tetes yang telah disediakan
3. Tuangkan pemutih atau larutan sodium hypochlorite secukupnya ke dalam
plat tetes dan diamkan selama kurang lebih 2 jam sampai sampel larut dan
mengendap
4. Setelah sampel mengendap, keluarkan seluruh larutan pemutihnya
dengan menggunakan pipet. Lalu bilas menggunakan air hingga bersih
5. Tuangkan alkohol ke dalam plat tetes, lalu pipet beberapa ml larutan dan
teteskan di atas kaca objek, kemudian amati dibawah mikroskop

E. LEMBAR KERJA
1. Gambar beberapa jenis porifera yang Anda amati
a. Beri keterangan bagian morfologi maupun anatomi dari tiap spesies
b. Deskripsikan bagian morfologi yang terlihat
c. Buatlah klasifikasinya
2. Gambar macam-macam tipe spikula
3. Gambar tipe-tipe saluran air
PRAKTIKUM III
PHILUM CNIDARIA
A. Pengantar
Hewan yang termasuk di dalam filum ini mempunyai sifat: diploblatis, radial simetris,
tentakelnya mempunyai cnydocyites yang merupakan karakter khas dari filum ini.
Filum Cnidari memiliki 6 kelas, yaitu: Hydrozoa, Scyphozoa, Staurozoa, Myxozoa,
Cubozoa, dan Anthozoa.Beberapa jenis ditemukan hidup secara soliter dan beberapa
lainnya ditemukan hidup berkoloni. Beberapa kelas memiliki dua fase, yaitu polyp dan
medusae (contoh: Hydrozoa dan Cubozoa), beberapa kelas lainnya hanya memiliki fase
medusae (Scyphozoa) dan hanya memiliki fase polyp (Staurozoa dan Anthozoa).
Sebagian besar jenis dari filum ini ditemukan di perairan laut, meskipun ada beberapa
jenis yang ditemukan di perairan tawar. Anthozoa merupakan kelas yang paling popular
dan cukup banyak yang telah dipelajari dibandingkan kelas lainnya. Kelas ini
dikelompokkan menjadi beberapa sub kelas: Hexacorallia, Octacorallia, dan
Ceriantipatharia. Jenis-jenis dari kelas Anthozoa merupakan komponen penting dalam
perairan laut dan menjadi ekosistem terumbu karang. Dalam praktikum ini, Anda akan
mempelajari hanya dari beberapa kelas yang masuk dalam filum Cnidaria, yaitu:
Hydrozoa, Scyphozoa, dan Anthozoa.
B. Cara Kerja
a. Kelas Hydrozoa (Porpita porpita)
1. Ambil spesimen Porpita porpita yang tersedia di Laboratorium Zoologi dengan
menggunakan pinset, kemudian letakkan secara perlahan diatas cawan petri
2. Amati menggunakan lensa beberapa karakter berikut:
a. Vellum
b. Tentakel
c. Hydroid Colony
b. Kelas Schyphozoa: Aurelia aurita
1. Amati spesimen mati/hidup Aurelia aurita diatas papan bedah/cawan petri, dan
amati karakter berikut ini:
a. Bentuk medusae
b. Jumlah lengan
c. Jumlah lappets (lipatan)

c. Kelas Anthozoa
Kelas Anthozoa terdiri atas 3 sub kelas, yaitu: Hexacorallia, Octocorallia, dan
Ceriantipatharia. Hexacorallia memilki tentakel yang tidak bercabang dan berjumlah 6
atau kelipatan 6, serta mesentri berpasangan. Octocorallia memiliki tentakel berjumlah
8
dengan pinnate yang juga berjumlah 8, dan mesentri yang tidak berpasangan.
Sedangkan, Ceriantipatharia memiliki tentakel yang tidak bercabang, berjumlah 6 atau
kelipatan 6, dan mesentri yang tidak berpasangan.
1. Pengamatan Coralite
a. Ambil spesimen karang mati yang terdapat di laboratorium Zoologi dan letakkan
di baki yang telah disiapkan. Ikuti arahan dari dosen atau asisten terkait jenis
karang yang Anda akan amati.
b. Amati dan ukur beberapa karakter berikut ini:
a. Axial coralite dan radial coralite
b. Bagian coralite (septa, wall, costae)
c. Ukuran coralite (gunakan jangka sorong)
d. Susunan coralite (berdinding atau tidak; dinding tuggal atau berbagi)
e. Budding (di dalam coralite atau di luar coralite)
f. Bentuk koloni (soliter, bercabang, berkelok-kelok, berkelok-kelok
dengan valley, massive, seperti kerak atau plat, kolom)
g. Solenia (khusus untuk Tubipora; diamati dengan cara membelah tabung
menjadi 2 bagian)

2. Pengamatan Polyp
a. Amati jenis polyp dari Tubipora dan Acropora dan catat karakter berikut ini:
1. Jumlah tentakel
2. Bentuk tentakel (cabang atau tidak)
3. Mesentri (berpasangan atau tidak)
4. Siphonoglyph
PRAKTIKUM IV
PLANTYHELMINTES
A. Pengantar
Dari phylum platyhelminthes, ada tiga kelas, yaitu turbellaria, trematoda dan cestoda. Pada
praktikum ini akan dipelajari contoh dari turbellaria. Planaria adalah suatu contoh dari
turbellaria, suatu platyhelminthes yang tidak parasit. Habitat hewan tersebut di perairan yang
jernih, di sungai atau danau. Planaria lebih senang tinggal di tempat yang agak gelap.
Biasanya tinggal dibalik batu atau tinggal dibawah daun yang terendam di dalam air. Untuk
mencari hewan tadi sebaiknya di daerah pegunungan, misalnya di sungai kecil atau parit yang
airnya jernih dan belum terpopulasi.
Makanan dari planaria berupa hewan-hewan air, di laboratorium dapat diberi makan daging.
Dapat pula diberi makan potongan-potongan cacing tanah. Setelah selesai makan sisa daging
harus segera dibuang, agar tidak membusuk di dalam air dan dapat menyebabkan kematian
planaria. Akan lebih baik lagi bila tiap habis diberi makan, air biakan diganti dengan air yang
bersih.
B. Koleksi dan Preservasi
Dugesia sp. sangat mudah dikoleksi dengan cara memeriksa permukaan bawah bebatuan
yang terdapat di sepanjang aliran sungai di pegunungan. Keluarkan bebatuan dari dalam air,
maka akan terlihat bebeberapa Dugesia sp. yang menempel di bebatuan. Gunakan pinset
untuk memindahkan hewan ini secara perlahan ke dalam botol yang telah Anda siapkan.
Catat secara in-situ perawakan dari Dugesia sp. sebelum dilakukan fiksasi (bentuk, ukuran,
dan warna tubuh).
Preservasi spesimen Dugesia dapat dilakukan dengan cara membungkus tabung vial
(penyimpanan) dengan filter paper (kertas saring) yang basah. Kemudian masukkan hewan
ini ke dalam tabung vial tersebut dan buang air yang berlebih. Siramkan atau tuangkan
larutan fiksatif (larutan formaldehid 10%) di dalam tabung vial.
C. Cara Kerja dan Pengamatan
a. Ambillah seekor Dugesia indonesiana dengan pipet yang lubangnya besar, masukan ke
dalam cawan petri yang telah diisi air. Sebaiknya air kolam, atau kalau akan dipakai air
keran, harus sudah tidak mengandung morin.
b. Amatilah D. indonesiana, di dalam cawan petri tadi tanpa menggunakan mikroskop.
Bagaimanakah caranya planaria bergerak? Dapatkah dia berenang?
c. Amatilah D. indonesiana dalam cawan petri tadi dengan menggunakan mikroskop.
Struktur apa saja yang dapat terlihat? Bandingkan dengan pengamatan tanpa mikroskop.
d. Gambarkan D. indonesiana dari arah dorsal, sebutkan bagian-bagiannya!
PRAKTIKUM V
NEMATODA
A. Pengantar
Ascaris adalah suatu contoh dari phylum Nematoda. Ascaris lumbricoides parasit
dalam usus manusia, dan cacing yang hampir sama yang parasit dalam usus babi adalah
Ascaris suum. Hewan-hewan ini sangat bagus untuk contoh dalam mempelajari morfologi
dari Nematoda, karena hewan tadi cukup besar dan mudah diperoleh, terutama Ascaris suum.
Hewan tadi dapat diperoleh dari pejagalan. Di kebanyakan kota di Indonesia, biasanya cukup
banyak babi yang dipotong yang terinfeksi Ascaris suum. Kumpulkan cacing tadi dalam
larutan NaCl 0.85% disimpan dalam botol bermulut lebar dan dibawa ke laboratorium.
1. Morfologi
- Tubuh cacing ini ditutup oleh kutikula yang licin, dengan garis-garis melingkar yang
sangat halus. Mulut pada ujung anterior, dikelilingi oleh 3 bibir, satu di bagian dorsal, dan
dua di bagian ventral. Untuk mengamati bibir ini secara lebih jelas, peganglah bagian
anterior cacing tadi, amati dengan mikroskop dari arah depan dengan penyinaran dari atas.
- Pada bagian samping terlihat garis lateral, pada bagian dorsal dan ventral ada garis yang
kurang jelas.
- Hewan Jantan : Anus di dekat ujung posterior, bersatu dengan lubang genital. Pada bagian
ini terdapat sepasang spikula, yaitu alas untuk kopulasi.
- Hewan Betina : Anus terdapat di dekat ujung posterior, sedangkan lubang genital betina
atau vulva terdapat pada bagian ventral, kira-kira sepertiga bagian tubuh dari depan
2. Anatomi
- Potonglah dinding tubuh Ascaris betina sepanjang medio dorsal mulai 1 cm dari depan
sampai bagian belakang. Hati-hati jangan memotong struktur yang seperti benang-benang
putih di bagian dalam. Dalam nampan pembedah yang berisi air, tariklah dinding tubuh ke
kiri dan ke kanan, tusuklah dan pakukan ke alas nampan dengan jarum pentul agar tubuh
cacing tetap terbuka. Pada cacing betina bagian yang terlihat:
- Usus, suatu saluran lebar berdinding tipis, seringkali warnanya agak kehijauan.
- Uterus, sepasang saluran besar mualai dari percabangan vagina dan penuh dengan
telur
- Vagina, sebelah ventral dari usus mulai dari vulva sampai percabangan
- Saluran telur (oviduct), saluran kecil yang merupakan kelanjutan dari uterus
- Ovarium, sepasang benang halus yang sangat panjang, sebagai kelanjutan dari saluran
telur. Batas antara uterus, saluran telur, dan ovarium tidak jelas.
Cara Kerja dan Pengamatan
1. Lakukan pembedahan cacing jantan seperti pada cacing betina, atau jika ada, teman ada
yang sudah membedah cacing jantan, tukarkanlah untuk ganti menggambar.
2. Ambilah seekor Ascaris betina dan seekor Ascaris jantan, tempatkan pada nampan.
3. Amati dan pelajari!
PRAKTIKUM VI
ANNELIDA
A. Pengantar
Sebagai contoh untuk mempelajari morfologi dari Oligochaeta, yaitu salah satu kelas dari
Annelida adalah cacing tanah atau Pheretima. Jika membaca buku-buku Eropa atau Amerika,
contoh yang digunakan adalah Lumbricus. Hewan tersebut tidak ada di Indonesia, dan
sebagai gantinya kita gunakan Pheretima. Penting diperhatikan, ada beberapa perbedaan
antara Pheretima dengan Lumbricus. Di Indonesia ada beberapa spesies salah satunya ialah
Pheretima.
B. Morfologi
Tubuh dari Pheretima terbagi menjadi segmen-segmen. Segmen paling depan disebut
prostomium. Diikuti oleh segmen berikutnya, yang diannggap sebagai segmen pertama. Pada
segmen pertama ini terdapat mulutnya, karena itu disebut juga peristomium. Segmen ke 14,
15 dan 16 membentuk klitelum (clitelum). Pada kulit di bagian klitelium ini terdapat sel-sel
kelenjar yang dapat menghasilkan lendir untuk membentuk sarong kepompong (coccoon)
yang melindungi telur-telurnya. Lubang genital jantan ada sepasang, pada segmen ke 18.
Lubang genital betina pada segmen ke 14.
Tiap segmen dari Pheretima (kecuali prostomium dan peristomium) mempunyai
beberapa setae, semacam rambut keras yang pendek dari kitin. Setae ini tidak terlihat pada
pengamatan biasa, namun dapat ditunjukan dengan beberapa cara. Anus terdapat pada ujung
posterior.

C. Cara Kerja dan Pengamatan


1. Ambilah seekor Pheretima dan Tubifex yang hidup, letakan di atas kertas, dan amatilah
cara bergeraknya. Pada waktu cacing bergerak, terdengar garukan pada kertas, yang
menunjukan adanya setae. Kalau cacing hidup tadi diletakan di telapak tangan dan
dibiarkan merayap, kita dapat juga merasakan adanya setae tadi.
2. Untuk mengamati morfologi cacing tanah, hewan ini dapat dibunuh dahulu, tetapi harus
dijaga agar tubuh tidak mengkerut. Ikutilah cara, berikut ini:
- Masukan cacing ke dalam larutan alcohol 20% supaya tubuhnya tidak mengkerut.
Setelah tubuhnya tidak bergerak, matikan cacing dengan memasukan kedalam
larutan forma-alkohol:
o Alcohol 70% : 96 ml
o Formaldehid 40% : 5 ml
o Borax : 0.5 gram
3. Setelah dibunuh dan diawetkan, cacing dapat diamati dan digambar. Karakter yang
diamati adalah: setae (lokasi dan jumlah), clitelum (ukuran dan berada pada ruas ke
berapa)

D. Penampang melintang cacing tanah


1. Jika ada preparat penampang melintang cacing tanah, pelajarilah preparat tersebut dengan
mikroskop stereo atau mikroskop biologi dengan pembesaran lemah. Pada bagian dinding
tubuh inilah:
- Lapisan kutikula
- Epidermis
- Otot melingkar
- Otot memanjang
PRAKTIKUM VI
MOLUSKA
A. Pengantar
Moluska merupakan Filum hewan dengan jumlah terbanyak setelah Arthropoda dengan
jumlah mencapai lebih dari 90.000 jenis yang masih hidup. Jenis hewan ini memiliki
penyebaran yang cukup luas dan dapat ditemukan mulai dari eksositem laut hingga ekosistem
pegunungan dengan ketinggian 7000m dpl. Istilah Moluska mengacu kepada karakter khas
dari filum ini, yaitu memiliki tubuh yang lunak. Filum Moluska terdiri atas 9 kelas (gambar
6.a) dimana hampir seluruh kelas memiliki anggota yang dilengkapi dengan cangkang.

Gambar 5.a. Klasifikasi filum Moluska


Cangkang (shell) adalah bagian yang paling penting dalam determinasi Moluska, karena
setiap kelas pada siput memiliki bentuk cangkang yang khas dan dapat digunakan sebagai
pembeda antar kelas. Cangkang Polyplacophora dibedakan dengan terdapatnya segmentasi
yang membagi cangkangnya menjadi 8 bagian secara vertikal, setiap segmen dipisahkan oleh
suatu engsel yang disebut dengan girdle (gambar 5b). Kelas Bivalvia memiliki cangkang
yang terdiri dari dua bagian dengan bentuk dan ukuran yang serupa dan saling melekat satu
sama lain (gambar 5.c). Cangkang Scaphopoda, Gastropoda, dan Cephalopoda (Nautilus)
terdiri atas satu cangkang tunggal (tidak berpasangan). Cangkang Scaphopoda (gambar 5.b)
dibedakan umumnya dari bentuknya yang seperti gading gajah dengan kedua ujung yang
terbuka (anterior dan posterior).
Gambar 5.b. Morfologi cangkang dari Polyplacopora (Chiton) dan Scaphopoda

Gambar 5.c. Morfologi cangkang kerang


Cangkang Gastropoda sebagian besar berputar ke kanan (dextral), meskipun ada pula yang
berputar ke kiri (sinistral). Putaran ini berasal dari “apex”. Jika putaran menuju “whorl” yang
makin besar searah dengan jarum jam, berarti cangkang tadi berputar ke kanan. Jika
sebaliknya, berarti berputar ke kiri. Cara menentukan putaran cangkang di hadapan anda,
dengan “apex” menuju ke atas, dan “aperture” menghadap anda. Bila aperture tadi di sebelah
kanan dari sumbu, cangkang berputar ke kanan. Bila sebaliknya, cangkang berputar ke kiri.
Bagian tengah dari cangkang, yang merupakan sumbu atau aksis, disebut kolumela
(columella). Kolumela ini tidak terlihat dari luar, dan baru terlihat bila cangkang tadi
dipotong sebagian. Beberapa macam siput, terutama dalam ordo Prosobranchia, mempunyai
operculum (operculum), suatu keping yang keras yang menutup aperture pada waktu tubuh
siput masuk ke dalam cangkang. Operculum ini akan terlihat menempel pada bagian “kaki”
dari siput, pada waktu bagian lunaknya sedang menjulur.

Gambar 5.d. Morfologi cangkang Gastropoda dan Cephalopoda


B. Cara kerja
Kegiatan 1. Pengamatan cangkang
1. Ambil salah satu cangkang Bivalvia, Gastropoda, dan Cephalopoda (Nautilus)
2. Amati morfologi bagian luar (eksternal) cangkang dari masing-masing jenis tersebut.
Perhatikan karakter berikut:
a. Cangkang tunggal atau berpasangan
b. Cangkang berulir atau tidak dibagian posteriornya
c. Bentuk cangkang (seperti helmet atau tidak)
d. Bagaimana arah ulir dari cangkang (dextral dan sinistral)
3. Amati dan gambar karakter penunjang lainnya dari setiap kelas.
4. Amati pula bagian dalam cangkang dari Gastropoda dan Cephalopoda. Temukan
perbedaan pola rongga antar kedua jenis dan catat karakter berikut ini: septa, kolumela,
dan saluran sipunsel

Kegiatan 2. Pengamatan Cephalopoda tanpa cangkang


1. Ambil satu jenis cumi-cumi (Ordo Sepioidea) dan satu jenis sotong (Ordo Teuthoidea)
2. Bedakan karakter berikut ini:
a. Memiliki tentakel (iya atau tidak). Bedakan tentakel dengan lengan!
b. Bentuk tubuh (panjang atau pendek)
c. Sirip pada bagian posterior (ada atau tidak)
d. Bentung cangkang internal (bagian dalam): lunak atau keras, transparan atau
tidak Cangkang cumi-cumi dan sotong diamati dengan cara:
- Gunting bagian ventral kulit luar (mantel) secara vertikal dari anterior ke posterior
- Rentangkan mantel tersebut dan periksa bagian dorsal dari mantel,lalu tarik cangkang
internal keluar dari mantel
Kegiatan 3. Diversitas Bivalvia dan Gastropoda
1. Ambil secara acak cangkang dari masing-masing 2 jenis Bivalvia dan Gastropoda
2. Amati bentuk cangkang dari masing-masing jenis tersebut (gambar 5.e)
3. Amati karakter lain:
a. Pada Bivalvia: Bentuk garis pertumbuhan (sejajar dengan margin ventral atau tidak)
b. Pada Gastropoda: Aperture (bukaan cangkang): memiliki gigi atau tidak, memiliki duri
atau tidak
A

Gambar 5.e. Bentuk-bentuk cangkang dari Bivalvia (A) dan Gastropoda (B)
PRAKTIKUM VII
ARTHROPODA
A. Pengantar
Arthropoda merupakan filum dengan jenis yang terbanyak serta secara fungsional memiliki
keanekaragaman yang tinggi. Anggota dari filum ini menempati hampir di seluruh ekosistem
di bumi, namun jumlah jenis terbanyak ditemukan di ekosistem hutan. Arthropoda
dikelompokkan menjadi 5 subfilum, namun hanya 4 filum saja yang masih ditemukan hingga
saat ini (gambar 7.a). Satu filum lainya, yaitu Trilobita, telah punah sejak dahulu kala. Empat
filum yang masih tersisa selanjutnya dikelompokan menjadi 2 clade, yaitu Chelicerata dan
Mandibulata. Kesamaan dari dua clade ini didasari pada karakter berikut ini: mata majemuk,
1 pasang antena, kerangka luar yang tersusun dari kitin, dan alat gerak yang memiliki ruas.
Sedangkan perbedaan mendasar dari dua clade ini adalah karakter mandibula (asal usul
nama dari clade Mandibulata) yang hanya ditemukan pada Subfilum Myriapoda, Crustacea,
dan Hexapoda. Subfilum Chelicerata tidak ditemukan karakter mandibula, namun pada filum
ini berkembang karakter khusus yang disebut dengan chelicerae yang merupakan alat gerak
terdepan yang termodifikasi sebagai alat untuk makan (gambar 7.b).

Gambar7.a. Klasifikasi Arthropoda tanpa mempertimbangkan clade yang telah punah,


yaitu Trilobita

Gambar 7.b. Perbedaan mendasar antara clade Chelicerata dan Mandibulata


B. Cara Kerja
Kegiatan 1. Pengamatan Subfilum Chelicerata
1. Ambillah satu jenis laba-laba dan kalajengking yang terdapat di ruang koleksi spesimen
atau Anda bawa dari rumah. Jika spesimen masih hidup, lakukan anastesi mengikuti
prosedur yang tertera di IX.d (Praktikum Lapangan).
2. Amati kedua jenis hewan tersebut dengan memperhatikan karakter berikut ini:
a. Mata majemuk
b. Jumlah tagmata (segmentasi) dan bagian-bagiannya
c. Jumlah chelicera, pedipalp, dan kaki
3. Amati perbedaan ordo Araneae (laba-laba) dengan Pseudoscorpionida (kalajengking)
dengan memperhatikan:
a. Karakter sensory setae (sensila): ditemukan di kaki laba-laba
b. Pectine: dibagian ventral kalajengking (sepasang)
c. Jumlah segmen pada pre- dan post-abdomen
d. Pedipalp pada kalajengking yang termodifikasi berbentuk chelate
Pertanyaan: apakah kelompok Chelicerata memiliki antena?
Kegiatan 2. Pengamatan Subfilum Crustacea
1. Ambil jenis udang atau kepiting yang tersedia di laboratorium atau dibawa dari rumah
2. Amati karakter khas pada Crustacea berikut ini:
a. Jumlah tagmata dan bagian-bagiannya
b. Jumlah antena
c. Jumlah maxilla
d. Bentuk antena kedua (uniramous atau biramous)
3. Pengamatan khusus Ordo Decapoda (udang dan kepiting), amati bagian-bagian ini:
a. Carapace pada bagian thoraks
b. Tangkai mata
c. 3 pasang Maxilliped (termasuk cheliped), kaki depan yang termodifikasi
berbentuk chelate
Kegiatan 3. Pengamatan Subfilum Hexapoda
Subfilum Hexapoda merupakan kelompok dengan jumlah jenis terbanyak, bahkan lebih
banyak jika dibandingkan jumlah jenis dari filum lain jika digabungkan. Subfilum Hexapoda
dikelompokkan menjadi dua berdasarkan tipe mulutnya, yaitu Entognatha dan Insecta.
Kelas Entognatha meliputi semua jenis serangga dengan mulut berbentuk entognathous atau
dapat ditarik dan disimpan di dalam kepala. Sedangkan kelompok Insecta memiliki mulut
yang tidak dapat disimpan. Kelompok Insecta selanjutnya dikelompokkan menjadi 2
kelompok berdasarkan keberadaan sayap, yaitu Subkelas Apterygota (tanpa sayap) dan
Pterygota (dengan sayap). Klasifikasi Hexapoda dapat dilihat pada gambar 7.c dibawah ini.

Gambar 7.c. Klasifikasi Hexapoda


Subkelas Pterygota memiliki jenis dengan jumlah yang melimpah dan sebagian besar
merupakan jenis yang sangat popular, seperti kupu-kupu, capung, kumbang, nyamuk, dan
lain sebagainya. Secara klasifikasi, subkelas Pterygota dikelompokkan menjadi dua, yaitu
Paleoptera dan Neoptera. Karakter umum yang membedakan dua infrakelas ini adalah sayap
yang dapat dilipat dan tidak dapat dilipat.
1. Koleksi jenis serangga yang terdapat di sekeliling Anda secara bebas atau ditentukan
oleh kelompok terkait ordo yang mesti dikoleksi
2. Amati serangga yang telah Anda koleksi di laboratorium dan amati:
a. Jumlah tagmata dan bagian-bagiannya
b. Jumlah kaki
c. Keberadaan dua pasang sayap
d. Mandibula
3. Spesifik pada kelas Pterygota, amati keragamana bentuk dari karakter berikut:
a. Sayap
b. Tipe mulut
c. Antena
PRAKTIKUM VIII
ECHINODERMATA
A. Pengantar
Echinodermata adalah hewan yang seluruh jenisnya ditemukan di perairan laut. Ciri khas dari
filum ini adalah memiliki endoskeleton keras yang disebut ossicles, sistem vaskular,
pedicellariae, dan dermal branchiae. Sebagian besar jenis dari Echinodermata memiliki
bentuk tubuh yang pentaradial saat dewasa, yaitu bentuk tubuh terbagi menjadi 5 bagian
secara simetris. Echinodermata memiliki 8 (delapan) kelas secara keseluruhan, namun kelas
dimana anggotanya masih ada hingga saat ini hanya 5 kelas saja (gambar 8.a). diantara 5
kelas tersebut, kelas Crinoidea merupakan kelas yang umumnya memiliki anggota yang sesil.
Untuk menunjang hidupnya yang menetap, kelompok ini dilengkapi dengan tangkai yang
menopang lima lengan dibagian apikal. Setiap lengan dilengkapi dengan pinula serta kaki
tabung menyerupai tentakel yang memanjang di sepanjang alur ambulakral. Berbeda dengan
kelas lainnya, Crinoidea memiliki alur ambulakral yang terletak di bagian aboral dan tidak
memiliki madreporit. Kelas Asteroidea atau bintang laut sangat popular di kalangan
masyarakat karena umumnya memiliki bentuk seperti bintang (beberapa jenis tidak
menyerupai bintang, contoh: Culcita sp.). Kelas ini memiliki madreporit eksternal dan anus
yang terletak di bagian aboral, sedangkan alur ambulakral dan mulut terdapat di bagian oral.
Seperti halnya Asteroidea, Ophiuroidea juga memiliki 5 lengan. Berbeda dengan Asteroidea,
lengan Ophiuroidea umumnya lebih panjang dan ramping dan mudah dikenali dengan
terdapat cakram di bagian tengah tubuhnya. Echinoidea umumnya dikenali dengan bentuk
tubuh yang bulat dan dilengkapi dengan duri. Holothuroidea memiliki bentuk yang unik yaitu
seperti timun sehingga dikenal secara lokal dengan nama “timun laut” atau teripang. Berbeda
dengan kelas lainnya, jenis ini memiliki tekstur tubuh yang lunak dikarenakan struktur ossicle
tereduksi dan hanya terdapat di sepanjang dinding otot. Berikut merupakan bentuk morfologi
dari setiap kelas pada filum Echinodermata.

Gambar 8.a. morfologi dari bintang laut, a) permukaan aboral, b) permukaan oral (kredit:
Adams & Crawley, 2013)
Gambar 8.b. morfologi dari bintang ular
(kredit: https://cronodon.com/BioTech/Ophiuroids.html)

Gambar 8.c. morfologi dari Holothuroidea (kredit: Alyssa Morgenthaler - Pinterest)


B. Cara Kerja
Temukan masing-masing satu spesimen di ruang koleksi laboratorium yang termasuk dalam
kelas Asteriodea, Holothuroidea, dan Ophiuroidea. Kemudian perhatikan karakter-karakter
berikut ini:
a. Bentuk (seperti bintang, bulat, seperti cakram, seperti timun, seperti pohon)
b. Madreporite eksternal (present/absent) : Crinoidea dan Holothuroidea tidak memiliki
karakter ini
c. Letak Madreporite eksternal: perbedaan umum antara Asteroidea dan Ophiuroidea
d. Anus (present/absent): karakter khas Ophiuroidea yang tidak memiliki anus
e. Alur ambulacral (tertutup/terbuka): cek siapa saja kelas yang memiliki alur tertutup?
f. Letak ambulacral (oral atau arboreal): cek kelas apa saja dengan ambulacral yang
terletak di arboreal?
g. Lengan (present/absent)
h. Ossicles : satu kelas kehilangan karakter ini yang ditunjukkan dengan kelenturan
tubuhnya
i. Bursal slits dan oral slits
j. Kaki tabung (dengan atau tanpa suckers)
k. Pedicellariae (present atau absent): tidak dimiliki oleh kelas Ophiuroidea
l. Duri
PRAKTIKUM IX
PRAKTIKUM LAPANGAN

A. Filum yang diamati


Dalam kegiatan praktikum lapangan di Pulau Pari, Anda akan diarahkan untuk
mengkoleksi dan mengamati secara langsung 6 (enam) filum utama yang masuk dalam
kelompok Invertebrata. Filum-filum tersebut adalah:
1. Porifera
2. Cnidaria: Hydrozoa (Porpita porpita), Schiphozoa, Anthozoa (karang)
3. Annelida: konsentrasi pada Polychaeta (Errantia dan Sedentaria)
4. Molusca: Bivalvia, Gastropoda, dan Cephalopoda
5. Arthropoda: Crustacea dan Hexapoda
6. Echinodermata

B. Metode pengamatan
1. Koleksi jenis yang masuk dalam Filum Porifera, Cnidaria, Molusca, dan
Echinodermata serta beberapa jenis dari Arthropoda (Kepiting dan Komang) dan
Annelida (Sedentaria: cacing pohon natal) dikoleksi secara bebas dengan cara:
a. Berjalan menelusuri zona pasang surut pantai pada saat dalam kondisi surut
terendah.
b. Temukan genangan air di zona pasang surut dan temukan keberadaan jenis-jenis
avertebrata tersebut.
c. Amati secara langsung setiap jenis yang ditemukan dan catat karakter-karakter
menarik yang Anda temukan.
d. Kemudian buat dokumentasi jenis tersebut dengan menggunakan kamera.
Beberapa jenis ditemukan di area tergenang air, sehingga membutuhkan kamera
yang kedap air untuk dapat mendapatkan hasil gambar yang jelas dan beresolusi
tinggi.
CATATAN: beberapa jenis hewan yang spesialis perairan dalam (tergenang) perlu
dilakukan pengamatan dengan cara mengamati di perairan dalam. Gunakan bantuan
snorkle untuk mengamati jenis-jenis tersebut pada kedalaman 1 – 5 meter. Dilakukan
hanya oleh mahasiswa yang mahir berenang, cukup pengalaman, dan dalam
pengawasan asisten.
2. Koleksi Annelida (Polychaeta)
a. Siapkan 1 kantong plastik ampas kelapa (hasil parutan kelapa) atau daun petai
cina yang telah diremas.
b. Temukan lubang persembunyian Polychaeta dengan cara berjalan mengekplorasi
zona pasang surut. Lubang Polychaetea umumnya berukuran kurang dari 1 cm
(lebih kecil dari lubang kepiting).
c. Taburkan ampas kelapa atau petai cina di sekitar lubang Polychaeta.
d. Tunggu beberapa menit sampai Polychaeta keluar untuk memakan umpan yang
diberikan. Ketika kira-kira sudah ¼ bagian tubuhnya keluar, makan tarik
perlahan cacing tersebut.
e. Simpan di pastik atau botol koleksi untuk diamati lebih lanjut
3. Koleksi Arthropoda (Hexapoda): koleksi Arthropoda (terutama Hexapoda) dapat
dilakukan dengan melakukan tangkapan langsung atau menggunakan perangkap.
Beberapa metode pengoleksian yang bisa Anda lakukan diantaranya:
a. Ditangkap secara langsung. Metode ini hanya dapat dilakukan pada jenis
hexapoda yang tidak berbahaya, beracun, dan menyengat. Serangga yang
berukuran besar dan bergerak lambat seperti kumbang dapat dikoleksi dengan
menggunakan metode ini. Pengoleksian dapat dilakukan dengan mengecek
habitat spesifik hidup serangga, seperti pada permukaan tanah, seresah daun,
batang pohon yang melapuk, di balik dedaunan, serta di bawah batu. Objek yang
ditangkap kemudian dipindahkan dengan hati-hati ke botol sampel untuk
didokumentasikan.
b. Menggunakan jaring serangga (insect net). Serangga dan arthropoda lain yang
ditangkap dengan jaring serangga misalnya capung, kupu-kupu, tawon, lebah,
hingga belalang. Prosedur ini dapat dilakukan dengan mengayunkan secara cepat
objek yang ingin ditangkap. Setelah objek dipastikan berada di dalam jaring,
kunci lah objek dengan posisi insect net seperti Gambar 9.a. Hal ini dilakukan
agar objek yang telah berada di dalam jaring tidak kabur ke luar. Jika objek yang
ditangkap adalah kupu-kupu dan capung, pindahkan objek secara hati-hati (9.b.1
dan 9.b.2.) ke dalam kertas papilot untuk dapat diidentifikasi atau dijadikan
spesimen. Jika objek yang ditangkap adalah tawon, lebah atau belalang,
pindahkan objek secara hati-hati ke botol sampel.

Gambar 9.a. Posisi penguncian objek serangga

(1) (2) (3)


Gambar 9.b. Posisi tangan dalam handling spesimen bergantung pada jenis
spesimen yang tertangkap untuk mengurangi kerusakan spesimen. Berikut posisi
jari dalam meng-handle spesimen kupu-kuku (1), capung (2), dan kumbang (3)

Selain menargetkan objek secara langsung dengan menggunakan jaring


serangga, metode sweeping juga dapat dilakukan untuk vegetasi yang didominasi
rerumputan atau semak <50 cm yang tidak memiliki duri. Demonstrasi metode
sweeping dapat dilihat secara lebih jelas melalui tautan berikut
https://bit.ly/metode-sweeping. Hindari penggunaan jaring serangga pada
vegetasi berduri karena dapat merusak jaring serangga yang halus. Individu yang
ingin diidentifikasi lebih lanjut kemudian dipindahkan ke botol sampel.
c. Menggunakan beating tray. Metode ini dilakukan untuk mengumpulkan
serangga yang menempel pada dedaunan dan ranting pohon. Biasanya serangga
yang menempel pada vegetasi berasal dari kelompok yang tidak aktif terbang,
seperti semut, kutu daun, kumbang, dan lain sebagainya. Alat yang digunakan
adalah kain katun berwarna putih dengan ukuran 90×90 cm atau berbentuk bulat
(Gambar 9.c.1). Apabila tidak ada peralatan seperti ini, dapat juga menggunakan
payung berwarna cerah yang diposisikan terbalik (Gambar 9.c.2). Cara kerja
pengoleksian ini dilakukan dengan menempatkan beating tray di bawah vegetasi
target. Goyangkan vegetasi tersebut hingga individu serangga berjatuhan pada
beating tray. Individu yang ingin diidentifikasi lebih lanjut kemudian dapat
dipindahkan ke botol sampel.

(1) (2)
Gambar 9.c. Pengoleksian sampel serangga dengan menggunakan (1) beating
tray dan (2) alternatif pengganti beating tray

d. Menggunakan perangkap sumuran (pitfall). Perangkap sumuran digunakan untuk


menangkap serangga yang aktif merayap di atas permukaan tanah, misalnya
serangga terestrial, semut, kumbang dan lain-lain. Cara kerja pengoleksian ini
dilakukan dengan menanam gelas plastik ke dalam tanah. Pastikan gelas
tertanam seluruhnya dan permukaan gelas rata dengan permukaan tanah, seperti
pada Gambar 9.d. Untuk menghindari jatuhan air hujan dan embun, pasangkan
lah atap yang terbuat dari impraboard atau kardus bekas berukuran 15×15 cm
yang dilapisi selotip bening.

Gambar 9.d. Penempatan pitfall trap pada lokasi sampling


Hindari pemasangan perangkap pada lokasi yang dilalui jalur air dan dekat
dengan jalan setapak. Tempatkanlah perangkap sumuran pada lokasi datar yang
memiliki vegetasi dan berjarak agak jauh dari jalan setapak. Gelas yang sudah
ditanam tadi kemudian diisi dengan larutan air yang ditambahkan beberapa tetes
deterjen pada tiap pitfall trapnya. Larutan ini digunakan untuk mengurangi
tegangan air, sehingga objek yang jatuh ke perangkap akan tenggelam. Isilah
gelas dengan larutan detergen sebanyak 1/3 dari tinggi gelas. Perangkap sumuran
dapat diperiksa kembali setelah beberapa jam atau ditinggalkan semalaman.
Untuk cara kerja lebih rinci, silahkan pelajari instalasi pitfall trap melalui tautan
berikut https://bit.ly/metode-pitfall. Individu yang tertangkap kemudian dapat
diamati dan diidentifikasi secara lebih lanjut.

4. Koleksi Arthropoda (Crustacea): koleksi Crustacea juga dapat dilakukan dengan


dua cara, yaitu: tangkapan langsung dan menggunakan perangkap. Tangkapan
langsung sebaiknya diterapkan untuk mengkoleksi kepiting yang dilakukan dengan
cara mengekplorasi jenis ini di zona pasang surut. Tangkap setiap jenis kepiting yang
Anda temui secara langsung dengan cepat. Gunakan alat bantu, seperti sarung tangan,
untuk mencegah risiko tercapit oleh kepiting. Penggunaan perangkap dapat diterapkan
untuk mengkoleksi udang dengan cara meletakkan bubu di perairan tergenang
(umumnya di sekitar ekosistem mangrove) dan diamkan beberapa saat. Periksa bubu
tersebut secara berkala.

Gambar 9.e. Bubu (perangkap untuk mengkoleksi udang)

C. Alat dan bahan


Alat dan bahan yang diperlukan adalah:
1. 1 paket snorkle 8. Lembar pengamatan
2. Pelampung 9. Buku identifikasi
3. Sarung tangan latex 10. Ampas kelapa/Petai cina
4. Insect net 11. Plastik/botol koleksi
5. Bubu (perangkap udang) 12. Alkohol 96%
6. Kamera 13. Ember plastik dengan tutup ulir
7. Kaca pembesar berukuran 10 liter
14. Kertas papilot 19. Impraboard/kardus dilapisi plastik
15. Botol sampel (15 cm × 15 cm)
16. Wadah makanan (penyimpanan 20. Sumpit/tusuk sate bekas
sampel sementara) 21. Larutan deterjen dengan rasio
17. Payung berwarna cerah detergen 1 : air 50
18. Gelas plastik

D. Preservasi Spesimen
1. Preservasi spesimen laut
Preservasi kering diterapkan untuk spesimen yang berasal dari filum Porifera,
Cnidaria, Molusca, Crustaceae dan Echinodermata. Preservasi dilakukan dengan
prosedur berikut ini:
a. Spesimen hidup yang diperoleh dari laut sebaiknya direlaksasikan dengan cara
merendam spesimen tersebut dalam campuran larutan air laut dan magnesium
chloride dengan konsentrasi rendah selama beberapa jam (2 – 4 jam).
b. Spesimen dipindahkan ke wadah lain yang berisi alkohol dengan konsentrasi 70 –
96%, rendam sampai kurang lebih 1 jam.
c. Keluarkan spesimen dari wadah untuk dikeringkan dengan sinar matahari.
CATATAN: untuk kelompok Polychaeta dan Sipuncula, spesimen langsung direndam
dalam larutan alkohol 70 – 96% dan dibuat preservasi basah. Tidak perlu melakukan
prosedur relaksasi.

2. Preservasi serangga
a. Preservasi spesimen sementara
Penyimpanan sementara serangga dilakukan berdasarkan ukuran serangga tersebut.
Untuk serangga penerbang aktif seperti kupu-kupu dan capung harus disimpan
dalam kertas khusus berbentuk segitiga yang disebut kertas papilot (Gambar 9.f.).
Kertas papilot dapat dibuat dengan menggunakan wax paper atau pun kertas bekas.
Spesimen di dalam kertas papilot kemudian disimpan dalam wadah plastik agar
tidak tertindih satu sama lainnya.

Gambar 9.f. cara melipat kertas untuk penyimpanan sementara serangga


Untuk serangga yang berukuran lebih besar, seperti belalang, jangkrik, lebah,
tawon atau kumbang dapat menggunakan botol sampel yang kedap udara.
Penanganan khusus seperti serangga yang agresif dan menyengat (contoh: lebah
dan tawon), baiknya disemprot dahulu dengan semprotan pembunuh serangga, baru
dipindahkan ke botol sampel. Untuk mengurangi kerusakan spesimen saat
penyimpanan sementara, hindari memasukkan lebih dari 1 indivdu hidup pada
botol sampel.
b. Mematikan spesimen
Kondisi akhir spesimen akan sangat bergantung dari bagaimana serangga tersebut
disimpan dan dimatikan sebelum diawetkan secara permanen. Berikut ini adalah
beberapa cara mematikan serangga:
1. Direndam dalam cairan pengawet. Serangga bertubuh lunak seperti kutu
daun, rayap, dan tahap pradewasa (telur dan larva) tidak boleh dibiarkan mati
mengering. Sehingga sesaat setelah dikoleksi baiknya langsung dimasukkan
ke dalam cairan pengawet (alkohol 70-85%). Serangga yang berbahaya
(memiliki penyengat) juga sebaiknya dimatikan menggunakan metode ini.
2. Dibekukan. Teknik ini dilakukan dengan memasukkan spesimen ke dalam
freezer. Metode pembekuan ini dilakukan untuk menghindari penggunaan
bahan kimia yang dapat merusak warna spesimen. Metode ini sangat cocok
digunakan untuk berbagai spesimen.
3. Ditekan pada bagian toraks. Teknik ini dapat dilakukan untuk mematikan
kupu-kupu dan capung yang berukuran sedang hingga besar. Proses ini
dilakukan dengan menekan bagian toraks, tepatnya di bawah otot sayap
(Gambar 9.g.). Bagian ini kemudian ditekan dengan menggunakan ibu jari
dan telunjuk seperti pada gambar di bawah ini.

9.g. Cara mematikan kupu-kupu dengan menekan bagian toraksnya

c. Penyimpanan di Laboratorium
Pengawetan spesimen sangat penting dilakukan untuk melihat karakteristik khusus
pada dalam proses identifikasi. Serangga dapat secara permanen dipreservasi
sebagai spesimen kering, basah atau pada preparat slide (berukuran mikroskopik).
Metode yang digunakan pada preservasi akan tergantung pada struktur dan
karakter khusus spesimen yang akan diamati.

Preservasi kering. Serangga yang dikumpulkan dari lapangan tidak selalu dapat
di-pinning pada hari yang sama. Spesimen yang akan di-pinning sebaiknya dalam
kondisi segar, kering dan tidak kaku. Berikut ini beberapa metode relaksasi yang
dapat digunakan sebelum siap dipreservasi:
1. Ambil spesimen yang diperoleh dari lapangan, kemudian lakukan relaksasi
dengan cara menyimpan spesimen ke dalam wadah tertutup yang telah
diberikan kapas basah yang hangat. Diamkan hingga beberapa saat hingga
tubuh spesimen lentur.

Gambar 9.h. Proses relaksasi spesimen dalam wadah yang lembab

Untuk spesimen yang bertubuh keras seperti kumbang dan tawon, teknik
relaksasi dapat dilakukan dengan merendam spesimen ke dalam air yang
hampir mendidih. Spesimen berukuran kecil akan melunak dalam beberapa
detik, sedangkan spesimen besar membutuhkan waktu lebih lama. Setelah
direndam, kemudian pindahkan spesimen pada tissue kering.

2. Setelah tubuh spesimen terelaksasi, maka tubuhnya akan menjadi lentur.


Ambil spesimen tersebut dan letakkan di atas papan perentang atau styrofoam
untuk masuk ke proses pinning. Posisi peletakan jarum dapat berbeda tiap
ordonya (Lihat tanda berwarna merah pada Gambar 9.i.). Posisi spesimen
juga harus dipastikan tegak lurus dengan insect pin dan menempati 1/3
panjang jarum seperti pada Gambar 9.j.

Gambar 9.i. Lokasi penusukan insect pin (warna merah) bergantung pada
ordonya. Untuk Lepidoptera dan Odonata umumnya ditusuk pada bagian
tengah toraks, tetapi untuk beberapa ordo seperti Diptera, Coleoptera,
Hemiptera dan Orthoptera umumnya ditusuk pada sebelah kanan toraks.
Gambar 9.j. Posisi penempatan pin yang benar adalah A dan D; sedangkan
penempatan pin yang salah adalah B, C, E, dan F

3. Spesimen kemudian direntangkan/diposisikan agar venasi sayap, tungkai,


antena, dan bagian tubuhnya dapat terlihat dengan jelas saat identifikasi.
Gunakan bantuan pinset untuk meminimalisir kerusakan spesimen dan jarum
pentul serta kertas/plastik transparan untuk proses perentangan. Proses
spreading dan setting ini penting dilakukan saat kondisi spesimen tidak kaku,
tidak kering, tidak rapuh dan bebas digerakkan, sehingga spesimen dapat
diposisikan sesuai yang diinginkan.

Gambar 9.k. Proses perentangan spesimen

Ngengat, kupu-kupu, lacewings, antlions (undur-undur) dan capung dapat


dipreservasi dengan kedua sayap direntangkan (cara kerja lebih detail dapat
dipelajari pada tautan berikut https://bit.ly/perentangan-kupu-kupu
https://bit.ly/perentangan-capung). Untuk belalang dan kecoa hanya satu
sayap yang direntangkan (https://bit.ly/perentangan-belalang). Sedangkan
kumbang tidak perlu direntangkan untuk kebutuhan identifikasi
https://bit.ly/perentangan-kumbang, tetapi dapat juga dilakukan untuk
kepentingan estetika https://bit.ly/perentangan-kumbang-sayap-terbuka.

4. Spesimen yang sudah direntangkan kemudian dapat ditinggalkan beberapa


hari dalam wadah tertutup hingga kondisinya kering dan kaku. Proses
pengeringan dapat dipercepat dengan menggunakan desikator atau oven.
Tahap ini sangat penting dalam mereduksi kandungan air dalam tubuh
spesimen dan menghindari kontaminasi jamur yang dapat merusak spesimen.
Catatan: jika menggunakan oven, pastikan suhu tidak lebih dari 350 C
selama 7 hari masa pengeringan spesimen.
5. Simpan serangga dalam kotak penyimpanan dengan memberikan alas berupa
kertas serap, berikan pula kapur barus dan juga silica gel untuk mencegah
spesimen rusak karena jamur.
Preservasi basah. Serangga dengan tubuh lunak seperti telur, nimfa, larva, pupa,
dan imago disimpan secara permanen dalam cairan karena jika dikeringkan dapat
mengerut dan membusuk. Media yang paling umum digunakan adalah etanol pada
konsentrasi 75%-85%. Laktal-alkohol, yang merupakan campuran dari 95% etanol
dan 75% asam laktat, juga sering digunakan agar spesimen tidak mudah rapuh
dalam penyimpanannya. Penggunaan gel hand sanitizer juga belakangan ini sering
kali diminati karena posisi spesimen yang dapat diposisikan seolah-olah melayang
(Gambar 9.l). Demonstrasi dapat dilihat pada tautan http://bit.ly/3AVnMpd.

Gambar 9.l. Preservasi basah dengan gel hand sanitizer

3. Pelabelan Spesimen
Semua spesimen, bagaimanapun cara preservasinya harus diberi label secara
permanen, jelas, terbaca dan mudah dipahami. Spesimen yang baik menjadi tidak
bernilai ilmiah jika tidak memiliki label. Semua informasi yang berkaitan dengan
spesimen harus dicatat pada label dan melekat pada spesimen. Spesimen yang masih
dalam proses harus diberi label sementara, sehingga data-data terkait spesimen tidak
hilang. Label spesimen dibuat dengan kertas berkualitas baik berukuran 18 mm × 8
mm. Keterangan yang dicantumkan pada label minimal berupa informasi mengenai
nama spesies, lokasi (ketinggian dan koordinat jika ada), tanggal koleksi dan nama
kolektor (Gambar 9.m.1). Setiap metode, habitat dan waktu pengumpulan sebaiknya
ditulis dalam label terpisah.

(1) (2)
Gambar 9.m. Pemberian label pada spesimen dalam kondisi (1) kering dan (2) basah

Untuk pelabelan spesimen yang berada dalam botol berisi alkohol, ukuran label tidak
boleh lebih dari 5 cm × 2 cm. Ukuran label ini juga dapat disesuaikan dengan ukuran
botol spesimen. Sebaiknya hanya gunakan satu label yang sudah mencakup semua
informasi. Label tersebut kemudian ditempel pada bagian luar botol seperti pada
Gambar 9.m.2.

Anda mungkin juga menyukai