Anda di halaman 1dari 6

NOTES UJIAN PARU

ASMA BRONKIAL
 Suatu penyakit heterogen ditandai dengan inflamasi kronik saluran napas. Ditegakkan dengan
gejala seperti mengi, sesak, rasa berat di dada, dan batuk yang bervariasi dalam waktu dan
intensitas, disertai keterbatasan aliran udara ekspirasi.

Eksaserbasi  Episode asma yang ditandai dengan peningkatan gejala asma. Dapat terjadi
setelah terpajan zat seperti serbuk sari, polutan dan bau menyengat, dapat juga terjadi karena
ketidakpatuhan pemakaian obat pengontrol, biasanya terjadi pada pasien asma yang terkontrol
sebagian atau total.

Anamnesis:
 > 1 gejala (mengi, sesak, batuk, dan dada terasa berat)
 Gejala lebih berat pada malam hari
 Gejala dicetuskan oleh infeksi virus (flu), aktivitas fisik, pajanan allergen, perubahan
cuaca, emosi, serta iritan

Gejala utama  sesak napas, batuk, rasa tertekan di dada, mengi yang bersifat episodic dan
bervariasi.
Gejala tambahan  rhinitis atau atopi lainnya

Pemeriksaan fisik:
Dapat normal sampai ada tanda obstruksi seperti ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi (sela
iga melebar, dada cembung, hipersonor, dan suara napas melemah)

Pemeriksaan penunjang:
 Rontgen  normal/hiperinflasi
 Arus puncak ekspirasi (APE)  Menurun, dengan pemberian bronkodilator meningkat >
20%
 Spirometri  VEP/KVP < 75% dengan pemberian bronkodilator meningkat > 12% dan
200 ml

Diagnosa berdasarkan derajat keparahan (sebelum pengontrolan)


 Intermiten  Bulanan, < 1 x/minggu, serangan singkat, kambuhan malam < 2 x/bulan
 Persisten ringan  Mingguan, > 1 x/minggu, kambuhan malam < 2 x/bulan
 Persisten sedang  Harian, butuh bronkodilator setiap hari, kambuhan malam > 1
x/minggu
 Persisten berat  Terus menerus, sering kambuh, aktivitas fisik terbatas, kambuhan
malam sering

Diagnosa berdasarkan derajat control (setalah dilakukan pengontrolan)


 Gejala asma di siang hari > 2 x/minggu
 Tebnagun di malam hari
 Butuh pelega > 2 x/minggu
 Pembatasan aktivitas

Edukasi:
Olahraga, menghindari dan polusi udara, berhenti merokok, imunoterapi allergen

Terapi:
 Controller  Untuk pemeliharaan
o ICS  Budesonide (Pulmicort), Fluticasone
o LABA
o LAMA
o Metilsantin (teofilin)
 Reliever  Untuk serangan
o SABA  Ventolin
o SAMA

Pada pasien IGD, dapat diberikan:


 Nebu dengan Ventolin (SABA) + Pulmicort (ICS), atau
 Nebu dengan Combivent (Kombinasi SABA/SAMA) + Pulmicort (ICS)
 Diberikan aminophilin drip 120 mg
 Diberikan methylprednisolone IV
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

 Ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang progresif dan berhubungan dengan
peningkatan respons inflamasi kronik pada saluran napas dan paru terhadap gas atau partikel
berbahaya lainnya.

Eksaserbasi  Kondisi PPOK yang mengalami perburukan dengan kondisi sebelumnya.

Anamnesis:
 Umumnya terjadi pada usia > 40 tahun
 Sesak terus menerus, progresif seiring waktu, memburuk terutama selama latihan atau
aktivitas
 Batuk kronik dengan produksi sputum, disertai suara mengi
 Riwayat terpajan partikel dan gas beracun (terutama asap rokok dan biomass fuel)
 Riwayat keluarga dengan PPOK atau kondisi saat masih anak – anak seperti berat badan
bayi rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang.
Pada eksaserbasi:
Sesak bertambah, produksi sputum meningkat dan atau perubahan warna sputum menjadi
purulent
 Tipe I: Eksaserbasi berat (3 gejala)
 Tipe II: Eksaserbasi sedang (2 gejala)
 Tipe III: Eksaserbasi ringan (1 gejala), ditambah ISPA > 5 hari, demam tanpa sebab lain,
peningkatan batuk, peningkatan mengi, peningkatan frekuensi pernapasan > 20% nilai
dasar, atau frekuensi nadi > 20% nilai dasar.

Pemeriksaan fisik;
 Hiperinflasi
 Insufisiensi pernafasan
 Mengi (wheezing) dan/atau crackle
Pada eksaserbasi:
 Frekuensi napas meningkat
 Ekspirasi memanjang
 Pursed lip breathing
 Dapat ditemui ronki dan demam

Pemeriksaan penunjang:
Spirometri menetap dengan rasio VEP/KVP < 0.70 setelah terapi bronkodilator.

Terapi:
 Grup A
Pemberian bronkodilator berdasarkan efek terhadap gejala sesak (SABA/SAMA/LABA/
LAMA)
 Grup B
Terapi awal dengan LABA/LAMA. Untuk pasien yang sesaknya menetap dengan
monoterapi  Kombinasi 2 bronkodilator
 Grup C
Terapi awal dengan 1 bronkodilator (LABA/LAMA). Pada eksaserbasi persisten 
Kombinasi LABA/LAMA atau kombinasi LABA + ICS
 Grup D
Terapi awal dengan kombinasi LABA/LAMA. Bila masih eksaserbasi, tambahkan ICS.
Pertimbangkan pemberian Roflumilast untuk pasien dengan VEP < 50% prediksi dan
bronchitis kronik. Makrolid (azythromicin) pada bekas perokok.

Medikamentosa:
 Bronkodilator inhalasi  B Agonist (SABA, LABA), Antikolinergik (SAMA, LAMA)
 Antiinflamasi  ICS, PDE4 inhibitor
 Antibiotik  Azythromicin dan Eritromicin
 Mukolitik  NAC dan Karbosistein
Pada eksaserbasi:
 Aminofilin  2.5 – 5 mg/kgBB secara bolus dalam 30 menit. Pemeliharaan 0.5
mg/kgBB/jam
 Prednisolon  30 – 40 mg
 Antibiotik  dengan semua gejala cardinal, 2 gejala cardinal apabila salah satunya
bertambah purulensi sputum, dan yang membutuhkan ventilasi mekanis

Non medikamentosa:
 Vaksin influenza untuk semua pasien PPOK, vaksinasi pneumokokal untuk usia > 65
tahun atau usia lebih muda dengan komorbid penyakit jantung dan paru kronik.
 Oksigen  hipoksemia berat
Pada eksaserbasi: gunakan sungkup ventury mask.
 Ventilasi mekanis  hiperkapnia kronik berat
 Nutrisi adekuat  mencegah kelaparan dan menghindari kelelahan otot pada pasien
malnutrisi
 Rehabilitasi  latihan pernapasan untuk mengurangi disabilitas

Edukasi:
 Berhenti merokok
 Aktivitas fisik
 Tidur yang cukup
 Diet sehat
 Strategi manajemen stress
 Kontrol teratur
 Mengerti pemakaian obat inhaler
TUBERCULOSIS PARU

Infeksi pada jaringan paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.

Terduga TB:
 Gejala utama: Batuk selama > 2 minggu.
 Gejala tambahan: Batuk disertai dahak, dahak bercampur darah, batuk darah (hemofisis),
sesak napas, badan lemas, malaise, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang > 1 bulan.

Klasifikasi TB:
 TB paru: melibatkan parekim paru atau trakeobronkial
 TB ekstra paru: melibatkan organ di luar parenkim paru

Faktor resiko:
 Kontak erat dengan pasien TB
 Lingkungan tempat tinggal (kumuh atau padat penduduk)
 Lingkungan tempat kerja yang beresiko menimbulkan pajanan infeksi paru (tenaga
kesehatan)

Terapi:
 2RHZE  2 bulan mengkonsumsi Rifampisin (150), Isoniazid (75), Pirazinamid (400),
Etambutol (275)  4FDC
 4RH  4 bulan mengkonsumsi Rifampisin (150) dan Isoniazid (75)  2FDC

Dosis
 Rifampisin (R)  10 (8 – 12 mg/kgBB), max. 600 mg
 Isoniazid (H)  5 (4 – 6 mg/kgBB), max. 300 mg
 Pirazinamid (Z)  25 (20 – 30 mg/kgBB)
 Etambutol (E)  15 (15 – 20 mg/kgBB)
 Streptomisin  15 (12 – 18 mg/kgBB)

Kombinasi Dosis Tetap atau Fixed Dose Combination


 Untuk BB 30 – 37 kg  Selama 2 bulan, konsumsi 2 tablet 4FDC. Setelah itu selama 4
bulan, konsumsi 2 tablet 2FDC.
 Untuk BB 38 – 54 kg  Selama 2 bulan, konsumsi 3 tablet 4FDC. Setelah itu selama 4
bulan, konsumsi 3 tablet 2FDC.
 Untuk BB > 55 kg  Selama 2 bulan, konsumsi 4 tablet 4FDC. Setelah itu selama 4
bulan, konsumsi 4 tablet 2FDC.

Efek samping:
 Rifampisin (Hepatotoksik)  2HES / 10HE
Kemerahan kulit, kuning, syok, purpura, gagal ginjal akut, tidak napsu makan, mual,
nyeri perut, urin berwarna kemerahan atau orange, sindrom flu (demam, menggigil,
malaise, sakit kepala, nyeri tulang)
 Isoniazid (Hepatotoksik)  6 – 9 RZE
Kemerahan kulit, kuning, tidak napsu makan, mual, nyeri perut, rasa terbakar, kebas atau
kesemutan pada tangan atau kaki, mengantuk
 Pirazinamid (Hepatotoksik)
Kemerahan kulit, kuning, tidak napsu makan, mual, nyeri perut, nyeri sendi
 Etambutol
Gangguan penglihatan
 Streptomisin
Kemerahan kulit, tuli, pusing (vertigo dan nystagmus), kuning, penurunan jumlah urin
(oliguria)

Anda mungkin juga menyukai