Anda di halaman 1dari 22

KONJUNGTIVITIS AKUT

Nomor :
Terbit ke :
SOP No.Revisi :
Tgl.Diberlaku :
Halaman :

Ditetapkan Kepala dr. Ratna Susanti


Puskesmas Tirto II NIP :196808212007012009

A.Pengertian Konjuntivitis Akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur
klamidia, alergi maupun oleh iritasi bahan kimia, penyebab tersering adalah virus dan
bakteri.

B. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penatalaksanaan penyakit


Konjuntivitis Akut
C. Kebijakan Surat Keputusan Kepala Puskesmas Tirto II tentang layanan klinis penyakit
konjunctifitis akut
D. Referensi Buku Panduan Praktek Klinis Bagi dokter Pelayanan Primer
Edisi 1, 2013 halaman 184 - 186
E Langkah- 1. DEFINISI
langkah/
Konjuntivitis Akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh bakteri, virus,
Prosedur
jamur klamidia, alergi maupun oleh iritasi bahan kimia, penyebab tersering adalah
virus dan bakteri.
Slaah satu bentuknya, konjungtivitis hemoragik akut, sangat menular, dan
menyerang semua kelompok umur. Penularan terjadi secara kontak langsung atau
tidak langsung melalui benda yang tercemar sekret mata penderita. Tidak ada
penularan melalui udara.

2. GAMBARAN KLINIS
2.1. Pasien mengalami rasa seolah ada pasir dimata, dan rasanya gatal
2.2. Mata tampak hiperemia dan berair (epifora) tetapi tajam penglihatan.
2.3. Disertai dengan demam, sakit kepala, nyeri pada daerah mata dan lemah

3. PENATALAKSANAAN
3.1. Sekret mata dibersihkan dahulu, kemudian diberikan obat topikal tergantung
penyebabnya.
Penyebab Gejala Pengobatan
Bakteri Sekret purulen / Kloramfenikol 1% 1-2
mukopuruylen tetes 6 x /hari selama 3
konjungtiva sangat hari atau
hiperemia, tidak gatal, oksitetrasiklin HCI
kelopak mata agak salef 1%
bengkak
Virus Sekret serus, gatal, Salep acyclover 3%
konjungitva hiperemia 5x/hari selama 10 hari
Alergi Sekret terus, sangat Flumatolon tetes mata
gatal, konjungtiva 3x/hari selama 2
hiperemia minggu
F. Diagram alir -
G. Pelayanan BP umum dan KIA
Terkait

No Yang dirubah Isi Perubahan Tgl.mulai diberlakukan

MIOPI RINGAN

Nomor :
Terbit ke :
SOP No.Revisi :
Tgl.Diberlaku :
Halaman :

Ditetapkan Kepala dr. Ratna Susanti


Puskesmas Tirto II NIP :196808212007012009
A.Pengertian Miopi Ringan adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk
kemata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk
bayangan didepan retina.dapat dikoreksi denga lensa steris negative S- 0,25
sampai S-3,00.

B. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penanganan penyakit Miopi


Ringan
C. Kebijakan Surat Keputusan Kepala Puskesmas Tirto II tentang layanan klinis penyakit
Miopi Ringan
D. Referensi Buku Panduan Praktek Klinis Bagi dokter Pelayanan Primer
Edisi 1, 2013 halaman 199 - 200
E Langkah- 1. DEFINISI
langkah/
Miopi Ringan adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk
Prosedur
kemata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk
bayangan didepan retina.dapat dikoreksi denga lensa steris negative S-
0,25 sampai S-3,00.

2. GAMBARAN KLINIS
1.1 Hasil Anamnesa (Subjective)
1.1.1 Pasien mengalami keluhan bila melihat jauh pandangan
menjadi kabur.
1.1.2 Mata cepat lelah,pusing dan mengantuk, cenderung
memicingkan mata bila melihat jauh.
1.1.3 Tidak terdapat riwayat kelainan sistemik seperti DM,
Hipertensi serta buta senja.
1.2 Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
2.2.1 Pemerikaan Fisik :
Pemeriksaan refraksi subjektif
1. Penderita duduk menghadap kartu snellen pada jarak 6 meter.
2. Satu mata ditutup, biasanya mata kiri ditutup terlebih dahulu untuk
memeriksa mata kanan.
3. Penderita diminta membaca kartu snellen mulai huruf terbesar
( teratas ) dan diteruskan pada baris bawahnya sampai pada huruf
terkecil yang masih dapat dibaca.lensa positif terkecil ditambah pada
mata yang diperiksa dan bila bertambah kabur lensa positif tersebut
diganti dengan lensa negative. Kemudian kekuatan lensa negative
ditambah perlahan-lahan dan diminta membaca huruf-huruf pada
baris yang lebih bawah sampai jelas terbaca pada baris ke enam.
4. Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama.
2.2.2 Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan
1.3 Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis klinis
Penegakan diagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan refraksi
subjektif.
3.Penatalaksanaan,
Koreksi dengan kaca mata lensa steris negatif terlemah yang
menghasilkan tajam penglihatan terbaik.
4.Kriteria rujukan.
Kelainan refraksi yang progresif, tidak maju dengan koreksi dan
dirujuk ke Rumah Sakit karena tidak adanya alat penunjang
pemeriksaan kesehatan mata yang legkap di Puskesmas.

F. Diagram -
alir
G. Pelayanan Loket Pendaftaran, BP Umum,
Terkait

No Yang dirubah Isi Perubahan Tgl.mulaidiberla


kukan
OTITIS MEDIA
Nomor :
Terbit ke :
SOP No.Revisi :
Tgl.Diberlaku :
Halaman :

Ditetapkan Kepala dr. Ratna Susanti


Puskesmas Tirto II NIP :196808212007012009

A.PengertianGe Otitis Media adalah radang telinga tengah yang erat kaitannya dengan ispa. Dalam
hal ini fungsi tuba eustachius yang terganggu merupakan faktor penyebab.
Penyebabnya adalah bakteri piogenik seperti streptokokos hemolitikus,
pneumokokus atau hemofilus influenza
B. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penatalaksanaan penyakit Otitis
Media
C. Kebijakan Surat Keputusan Kepala Puskesmas Tirto II tentang layanan klinis penyakit Otitis
Media
D. Referensi Buku Panduan Praktek Klinis Bagi dokter Pelayanan Primer

Edisi 1, 2013 halaman 214 -218


E Langkah- 1. DEFINISI
langkah/
Otitis Media adalah radang telinga tengah yang erat kaitannya dengan ispa.
Prosedur
Dalam hal ini fungsi tuba eustachius yang terganggu merupakan faktor
penyebab. Penyebabnya adalah bakteri piogenik seperti streptokokos
hemolitikus, pneumokokus atau hemofilus influenza.
2. GAMBARAN KLINIS
2.1. Nyeri didalam telinga, suhu tubuh tinggi, gangguan pendengaran, dan
terasa penuh ditelinga.
2.2. Ada cairan yang keluar dari dalam telinga.
2.3. Pada anak-anak biasanya anak-anak gelisah, atau ketika sedang tidur
tiba-tiba terbangun, menjerit sambil memegang telinganya.
2.4. Demam dengan suhu tubuh yang tinggi dan kadang-kadang sampai
kejang.
2.5. Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
3. PENATALAKSANAAN
3.1. Pengobatan
a. Ampisilin (Dewasa: 4x500 mg, Anak: 4x25 mg/KgBB/hari) atau
Amoksisilin (Dewasa: 3x500 mg, Anak: 3x10 mg/KgBB/hari) atau
Eritromisin (Dewasa: 4x500 mg, Anak: 4x10 mg/KgBB/hari) selama
7 hari
b. Obat tetes hidung nasal dekongestan
c. Antihistamin bila ada tanda-tanda nasal alergi
d. Antipiretik, analgetik dan pengobatan simptomatis lainnya
e. Pada kasus stadium sukurasi segera rawat penderita bila ada fasilitas
perawatan dan berikan antibiotik ampisilin atau amoksisilin dasis
tinggi, parental selama 3 hari dan bila ada perbaikan lanjutkan dengan
peroral selama 14 hari.
f. Bila tidak ada fasilitas perawatan rujuk ke spesialis THT untuk
miringotomi
g. Pada kasus stadium preporasi antibiotik di teruskan sampai 14 hari.
Cairan telinga di bersihkan dengan obat cucitelinga solutio H 2O2 3%
2-3 kali kemudian teteskan obat tetes telinga yang mengundang
campuran antibiotika dengan kostikosteroid. Pengobatan ini
diteruskan sampai 7 hari.
3.2. Rujukan
Rujuk segera ke spesialis THT bila tidak ada perubahan setelah
dilakukan terapi.
3.1. Pengobatan
h. Ampisilin (Dewasa: 4x500 mg, Anak: 4x25 mg/KgBB/hari) atau
Amoksisilin (Dewasa: 3x500 mg, Anak: 3x10 mg/KgBB/hari) atau
Eritromisin (Dewasa: 4x500 mg, Anak: 4x10 mg/KgBB/hari) selama
7 hari
i. Obat tetes hidung nasal dekongestan
j. Antihistamin bila ada tanda-tanda nasal alergi
k. Antipiretik, analgetik dan pengobatan simptomatis lainnya
l. Pada kasus stadium sukurasi segera rawat penderita bila ada fasilitas
perawatan dan berikan antibiotik ampisilin atau amoksisilin dasis
tinggi, parental selama 3 hari dan bila ada perbaikan lanjutkan dengan
peroral selama 14 hari.
m. Bila tidak ada fasilitas perawatan rujuk ke spesialis THT untuk
miringotomi
n. Pada kasus stadium preporasi antibiotik di teruskan sampai 14 hari.
Cairan telinga di bersihkan dengan obat cucitelinga solutio H 2O2 3%
2-3 kali kemudian teteskan obat tetes telinga yang mengundang
campuran antibiotika dengan kostikosteroid. Pengobatan ini
diteruskan sampai 7 hari.

3.2. Rujukan
Rujuk segera ke spesialis THT bila tidak ada perubahan setelah
dilakukan terapi.

F. Diagram -
alir
G. Pelayanan Loket Pendaftaran, BP Umum
Terkait

No Yang dirubah Isi Perubahan Tgl.mulaidiberlakukan


COMMON COLD
Nomor :
Terbit ke :
SOP No.Revisi :
Tgl.Diberlaku :
Halaman :

Ditetapkan Kepala dr. Ratna Susanti


Puskesmas Tirto II NIP :196808212007012009

A.Pengertian Common Cold adalah infeksi akut saluran nafas (disingkat secara salah : ISPA)
yang biasanya terjadi secara epidemi, dengan gejala hidung yang lebih menonjol.

B. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penyakit Common Cold


C. Kebijakan Surat Keputusan Kepala Puskesmas Tirto II tentang layanan klinis penyakit
Common Cold
D. Referensi Buku Panduan Praktek Klinis Bagi dokter Pelayanan Primer
Edisi 1, 2013 halaman
E Langkah- 1. Pengertian
langkah/
1.1. Common Cold adalah infeksi akut saluran nafas (disingkat secara salah :
Prosedur
ISPA) yang biasanya terjadi secara epidemi, dengan gejala hidung yang
lebih menonjol.
2. Penyebab : Virus (Rhinovirus, coronavirus, virus influensa A&B, parainfluensa,
adenovirus, enterovius, biasanya penyakit ini sembuh sendiri dalam 3 – 5 hari.
3. Gambaran klinis
3.1. Gejala sistemik khas berupa gejala infeksi virus akut yaitu :demam, sakit
kepala, nyeri otot, nyeri sendi, nafsu makan hilang.
3.2. Gejala lokal yaitu berupa rasa menggelitik sampai nyeri tenggorok,
kadang batuk kering, hidung tersumbat, bersin, dan ingus encer.
4. Pemeriksaan :
4.1. Tenggorok tampak hiperemia
4.2. Rongga hidung : konka sembab dan hiperemi
4.3. Sekret dapat bersifat serous, seromukus, atau mukopurulen, bila ada
infeksi sekunder.
5. Penatalaksanaan :
5.1. Istirahat dan banyak minum
5.2. Paracetamol : 3x500 mg (dosis anak: 0,5 mg/kg/bb/kali) untuk
menghilangkan nyeri dan demam
5.3. Efedrin : 3 x 10 mg (dosis anak : 0,5 mg/kg.bb/kali), bila terdapat udem
dan ingus yang berlebihan

F. Diagram
alir
G. Pelayanan Loket Pendaftaran, BP Umum
Terkait

No Yang dirubah Isi Perubahan Tgl.mulaidiberlakukan

FARINGITIS AKUT
Nomor :
Terbit ke :
SOP No.Revisi :
Tgl.Diberlaku :
Halaman :

Ditetapkan Kepala dr. Ratna Susanti


Puskesmas Tirto II NIP :196808212007012009

A.Pengertian Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari infeksi orofaring yaitu
tonsilofaringitis akut atau bagian dari influensa (Rinofaringitis).

B. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penyakit Faringitis akut


C. Kebijakan Surat Keputusan Kepala Puskesmas Tirto II tentang penyakit Faringitis akut
D. Referensi Buku Panduan Praktek Klinis Bagi dokter Pelayanan Primer
Edisi 1, 2013 halaman
E Langkah- 1.Pengertian
langkah/
1.1.Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari infeksi orofaring yaitu
Prosedur
tonsilofaringitis akut atau bagian dari influensa (Rinofaringitis).
1.2.Penyebab : virus yang menyerang jaringan limfoid faring.
1.3.Faktor pencetus atau yang memperberat iritasi makanan yang merangsang.
1.4.Infeksi sekunder dapat terjadi oleh berbagai kuman seperti : golongan
streptokokus, stafilokokus, influensa dan kuman anaerob.
1.4.Perjalanan penyakit bergantung pada :
1.4.1.Adanya infeksi sekunder
1.4.2.Daya tahan tubuh penderita
1.4.3.Virulensi kuman
1.5.Faringitis biasanya sembuh sendiri dalam waktu 3 – 5 hari.
2.Gambaran klinis
2.1.Nyeri tenggorok dan sakit menelan, yang mungkin didahului pilek atau
influensa lainya.
2.2.Nyeri sampai ke telinga (otalgia)
2.3.Hiperemia pada jaringan linfoid di dinding belakang faring yang kadang
disertai folikel eksudat menandakan adanya infeksi sekunder, pada permukaannya
mungkin terlihat alur-alur sekret mukopurulen.
3.Penatalaksanaan:
3.1.Istirahat dan banyak minum
3.2.Pengobatan simtomatis :
3.3.

Demam : parasetamol 3 x 500 mg (dosis anak : 10 mg/kgbb/kali)

F. Diagram -
alir
G. Pelayanan Loket Pendaftaran, BP Umum
Terkait

No Yang dirubah Isi Perubahan Tgl.mulaidiberlakukan

ASMA BRONKIAL
Nomor :
Terbit ke :
SOP No.Revisi :
Tgl.Diberlaku :
Halaman :

Ditetapkan Kepala dr. Ratna Susanti


Puskesmas Tirto II NIP :196808212007012009

A.Pengertian Asma bronkiale terjadi akibat penyempitan jalan napas yang reversibel dalam waktu
singkat oleh karena mukus kental, spasmen dan endema mukosa serta deskuamasi
epitel brokkus / bronkeolus, akibat inflamasi eosinofilik dengan kepekaan yang
berlebihan.

B. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penyakit Asma bronkiale


C. Kebijakan Surat Keputusan Kepala Puskesmas Tirto II tentang layanan klinis penyakit Asma
bronkiale
D. Referensi Buku Pedomasn Pengobatan Penyakit tidak Menular di Puskesmas , 2004.
E Langkah- 1. DEFINISI
langkah/
Asma bronkiale terjadi akibat penyempitan jalan napas yang reversibel dalam
Prosedur
waktu singkat oleh karena mukus kental, spasmen dan endema mukosa serta
deskuamasi epitel brokkus / bronkeolus, akibat inflamasi eosinofilik dengan
kepekaan yang berlebihan.

2. GAMBARAN KLINIS
2.1. Sesak napas yang khas disertai suara mengi (wheezing).
2.2. Batuk produktif.
2.3. Dada terasa terikat datang tiba-tiba, terutama oleh suatu faktor pencetus
(trigger).
2.4. Di luar serangan keluhan hilang.
2.5. Keadaan sesak hebat yang ditandai dengan giatnya otot-otot bantu
pernapasan dan sianosis yang sering disebut dengan status asmatikus dan
dapat berakibat fatal.
2.6. Pada auskultasi terdengar wheezing atau mengi dan ekspirasi memanjang.
2.7. Tarikan otot dada terlihat sangat kuat dan otot pernapasan membesar.
2.8. Udara pernapasan menurun (suara nafas menurun).

3. PENATALAKSANAAN
3.1. Non Medikamentosa
Pengendalian terhadap faktor risiko terjadinya serangan sedapat mungkin
dilakukan dengan cara :
 Melindungi dari faktor meteorologi misalnya polusi udara,
perubahan hawa mendadak dan kelembaban udara.
 Memperbaiki lingkungan rumah terutama keadaan tempat tidur.
 Dianjurkan penderita sebaiknya tidak merokok karena merangsang
bronkus dan mengurangi daya tahan terhadap kuman.
 Latihan pernapasan untuk memperbaiki ventilasi pernapasan.
 Menghindari dari obat-obatan yang menibulkan serangan misalnya
antihistamin dan antikolinergik dapat mengeringkan sekret bronkus,
trankuilizer dapat menyebabkan depresi pernapasan, dll.

3.2. Medikamentosa
 Pada serangan ringan dapat diberikan suntikan adrenalin 1 : 1000 0,2
– 0,3 ml subkutan yang dapat di ulangi beberapa kali dengan interval
10-15 menit. Dosis anak 0,01 mg/kg BB yang dapat di ulang.
 Bronchodilator terpilih adalah teofilin 3 x 100-150 mg pada orang
dewasa dan 10-15 mg/kg BB/hari untuk anak-anak.
 Pilihan lain : salbutamol 3 x 2-4 mg untuk dewasa.
 Efedrin 3 x 10-15 mg dapat dipakai untuk menambah kasiat teofilin.
 Prednisone baru dibutuhkan bila obat-obat di atas tidak menolong,
dan di berikan beberapa hari saja untuk mencegah status asmatikus.
Namun, pemberiannya tidak boleh terlambat.
 Penderita status asmatikus memerlukan oksigen, terapi parental dan
perawatan intensif sehingga harus segera dirujuk dengan tindakan pra
rujukan sebagai berikut :
- Penderita di infus dengan glukosa 5%.
- Aminofilin 5-6 mg/kg BB disuntikan i.v perlahan, bila
penderita belum mendapatkan teofilin oral.
- Prednisone 2 x 10-20 mg sehari untuk beberapa hari, kemudian
diturunkan dosisnya sehingga secepat mungkin dapat
dihentikan.
- Bila belum dicoba dengan adrenalin, maka dapat digunakan
dulu adrenalin.

F. Diagram -
alir
G. Pelayanan Loket Pendaftaran, BP Umum
Terkait

No Yang dirubah Isi Perubahan Tgl.mulaidiberlakukan


TUBERKULOSIS PADA ORANG
DEWASA
Nomor :
Terbit ke :
SOP No.Revisi :
Tgl.Diberlaku :
Halaman :

Ditetapkan Kepala dr. Ratna Susanti


Puskesmas Tirto II NIP :196808212007012009

A.Pengertian Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang dsebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberkulois).
TB Paru = TB yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.
B. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penyakit Tuberkulosis
C. Kebijakan Surat Keputusan Kepala Puskesmas Tirto II tentang layanan klinis penyakit
Tuberkulosis
D. Referensi 1. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis , Depkes RI, cetakan ke-9,
2005, hal 9-72
2. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis , Depkes RI, cetakan ke
tahun 2014
3. Petunjuk Penggunaan OAT-FDC Depkes RI,2004 hal 3-13
E Langkah- 1.Pengertian
langkah/
Prosedur Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang dsebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium Tuberkulois).
TB Paru = TB yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.

2.Gejala-gejala TB :
2.1.Gejala Umum:
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu/ lebih.
2.2.Gejala tambahan dan sering dijumpai:
2.2.1. Dahak bercampur darah.
2.2.2. Batuk darah.
2.2.3. Sesak nafas dan nyeri dada.
2.2.4. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa
kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa
kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.

3. Diagnosis Tuberkulosis (TB)


3.2. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis, hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen
SPS BTA hasilnya positif.
3.3. Indikasi Pemeriksaan Rontgen Dada
3.4. Umumnya diagnosa TB Paru dapat ditegakkan dengan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis, namun pada kondisi tertentu perlu dilakukan Foto
Rontgen.
3.4.1 Suspek dengan BTA Negatif
Setelah diberikan antibiotik spektrum luas tanpa ada
perubahan, periksa ulang dahak SPS, bila hasilnya tetap
negatif, lakukan rontgen dada.

3.4.2. Suspek dengan BTA Positif


Hanya pada sebagian kecil dari penderita dengan hasil
pemeriksaan BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan foto
rontgen dada bila :
a.Penderita tersebut diduga mengalami komplikasi misalnya sesak
nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (contoh :
pneumotorak, pleuritis eksudativa)
b.Penderita yang sering hemoptisis berat, untuk menyingirkan
kemungkinan bronkiektasis.
c.Hanya dan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada
kasus ini pemeiksaan foto rontgen dada diperlukan untuk
mendukung diagnosis TB paru BTA positif.
4. Klasifikasi Penyakit :
4.1.1 Tuberkulosis Paru
4.2.1. TB Paru BTA Positif ( sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen
dahak SPS hasilnya BTA positif atau 1 spesimen dahak SPS
hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis aktif.
4.2.2. TB Paru BTA Negatif : 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
negatif dan foto roentgen dada menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif. Tuberkulosis paru BTA negatif rontgen positif:
dibagi dalam bentuk berat dan ringan; berat bila gambaran rontgen
dada terdapat kerusakan paru luas dan atau keadaan pasien buruk.
4.1.2.Tuberkulosis ekstra paru
Tuberculosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misal pleura,
selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, seluran kemih, alat kelamin dan lain-lain.
TBC ekstra paru dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
4.1.2.1.TBC ekstra paru ringan misal TBC kelenjar limphe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan
kelenjar adrenal.
4.1.2.2.TBC ekstra paru berat misal meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa dupleks, TBC tulang belakang,
TBC usus, TBC saluran kencing dan alat kelamin.
5. Tipe Penderita:
Ditentukan bedasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, beberapa tipe penderita
:
5.1 kasus baru: penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

5.2.Kambuh (relaps): penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat


pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh kemudian kembali lagi berobat
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
5.3.Pindahan (transfer in): penderita berobat di suatu kabupaten lalu
pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita harus membawa surat
rujukan/pindah
5.4.Kasus berobat setelah lalai (pengobatan setelah default/drop out): penderita
yang sudah berobat paling kurang 1 bulan dan berhenti 2 bulan atau lebih,
dan kembali datang berobat. Umumnya penderita kembali dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif (kategori II).
5.5.Lain-lain
Gagal: penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke 5 ( 1 bulan sebelum akhir pengobatan )
atau lebih atau penderita dengan hasil BTA negative, rontgen positif menjadi
BTA positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan kronis penderita dengan hasil
pemeriksaan masih positif.
5.4.Kasus berobat setelah lalai (pengobatan setelah default/drop out): penderita
yang sudah berobat paling kurang 1 bulan dan berhenti 2 bulan atau lebih,
dan kembali datang berobat. Umumnya penderita kembali dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif (kategori II).
5.5.Lain-lain
Gagal: penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadipositif pada akhir bulan ke 5 ( 1 bulan sebelum akhir pengobatan )
atau lebih atau penderita dengan hasil BTA negative, rontgen positif menjadi
BTA positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan kronis penderita dengan hasil
pemeriksaan masih positif.
6. Jenis Tablet FDC
Ada 2 macam tablet FDC yang digunakan
6.1. Tablet yang mengandung 4 macam obat, dikenal sebagai tablet 4 FDC,
setiap tablet mengandung : 75 mg Isoniasd (INH) dan 150 mg Rifampsin,
400 mg Pirasinamid, 275 mg Etambutol.
6.2. Tablet yang mengandung 2 macam obat, dikenal sebagai tablet 2 FDC,
setiap tablet mengandung : 150 mg Isoniasd (INH) dan 150 mg Rifampsin.
6.3. Disamping itu tersedia obat lain untuk melengkapi paduan obat kategori 2,
yaitu : tablet Etambutol @ 400 mg, Streptomisin injeksi, vial @ 750 mg,
Aquabidest.
7. Kategori Pengobatan terdiri dari 2 kategori, yaitu :
7.1. Kategori 1 (2 HRZE / 4H3R3),diberikan untuk :
7.1.1. Penderita baru TBC paru BTA positif
7.1.2. Penderita baru TBC paru BTA negatif, rontgen positif ringan atau
berat.
7.1.3. Penderita TB ekstra paru ringan atau berat

7.2. Kategori 2 : (2HRZE)S / HRZE / 5H3R3E3), diberikan untuk :


7.2.1. Penderita TBC BTA positif kambuh
7.2.2. Penderita TBC BTA positif gagal
7.3 Penderita TBC bekas defaulter yang kembali dengan BTA Pos

8. Dosis Pengobatan
Dosis pengobatan TB dengan tablet FDC disesuaikan dengan rekomendasi
WHO dan IU ATLD yaitu dengan memperhitungkan berat badan penderita.
8.1. Tabel 1 : dosis untuk kategori : 1 (2HRZE / 4H3R3)

Tahap Lanjutan 3 kali


Tahap Intensif tiap hari
Berat Badan seminggu selama 4
selama 2 bulan
bulan
30 – 37 kg 2 tablet 4FDC 2 tablet 2FDC
38 – 54 kg 3 tablet 4FDC 3 tablet 2FDC
55 – 70 kg 4 tablet 4FDC 4 tablet 2FDC
≥ 71 kg 5 tablet 4FDC 5 tablet 2FDC
Tabel 2 dosis untuk kategori 2 (2HRZE)S / HRZE
Tahap Intensif (selama 3 bulan) Tahap Lanjutan 3
Berat Badan Tiap hari Tiap hari kali seminggu
selama 2 bulan selama 1 bulan selama 20 minggu
2 tab 4FDC 2 tab 4FDC 2 tab 2FDC
30 – 37 kg + Streptomisin +2 tab
injeksi Etambutol
3 tab 4FDC 3 tab 4FDC 3 tab 4FDC
38 – 54 kg + Streptomisin +3 tab
injeksi Etambutol
4 tab 4FDC 4 tab 4FDC 4 tab 4FDC
55 – 70 kg + Streptomisin +4 tab
injeksi Etambutol
5 tab 4FDC 5 tab 4FDC 5 tab 4FDC
8.1.
> 70 kg + Streptomisin +5 tab 8.1.
injeksi Etambutol 8.1.
Pengambilan Obat
Dalam fase intensif diberikan paling banyak untuk 1 minggu berarti
diberikan 7 dosis (sesui berat badan). Dalam fase lanjutan diberikan paling
banyak untuk 2 minggu, 1 bulan atau 6 – 12 dosis.

F. Diagram 8.2.Alur Diagnosa Tuberkulosis Pada Orang Dewasa


alir
Tersangka penderita TB
(suspek TB)

Periksa dahak sewaktu, pagi, sewaktu (SPS)

Hasil BTA Hasil BTA Hasil BTA


+++
++-
+-- ---

Beri antibiotic spectrum luas

Periksa roentgen Dada


Tidak ada perbaikan Ada perbaikan

Hasil mendukung TB

Hasil tidak mendukung TB


Ulangi periksa dahak SPS

Hasil BTA Hasil BTA


+++
Penderita TB BTA positif ++- ---
+--

Periksa roentgen dada

Hasil mendukung TB
Hasil rontgen neg.

TB BTA neg. Bukan TB,


roentgen pos. penyakit lain

G. Pelayanan
Terkait

No Yang dirubah Isi Perubahan Tgl.mulaidiberlakukan


DIABETES MELITUS (DM Tipe 1)
Nomor :
Terbit ke :
SOP No.Revisi :
Tgl.Diberlaku :
Halaman :

Ditetapkan Kepala dr. Ratna Susanti


Puskesmas Tirto II NIP :196808212007012009

A.Pengertian Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang dapat disebabkan berbagai
macam etiologi, disertai dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan serkesi
insulin / gangguan kerja dari insulin atau keduanya, sedangkan Diabetes Melitus
tipe 1 lebih diakibatkan oleh karena berkurangnya sekresi insulin akibat
kerusakan sel B - pankreas yang didasari proses autoimun.

B. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penyakit Diabetes Mellitus type
I
C. Kebijakan Surat Keputusan Kepala Puskesmas Tirto II tentang layanan klinis penyakit
Diabetes Mellitus type I
D. Referensi Judul Buku : Diabetes Melitus tipe 1 ( tugas mata kuliah Biokimia Kedokteran )
oleh : Heriyannis Homenta, dari UNIBRAW, Malang Tahun 2013
E Langkah- 1. DEFINISI
langkah/
Prosedur Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang dapat disebabkan
berbagai macam etiologi, disertai dengan hiperglikemia kronis akibat
gangguan serkesi insulin / gangguan kerja dari insulin atau keduanya,
sedangkan Diabetes Melitus tipe 1 lebih diakibatkan oleh karena
berkurangnya sekresi insulin akibat kerusakan sel B - pankreas yang didasari
proses autoimun.

2. GAMBARAN KLINIS
2.1 Hasil Anamnesis (Subjective)
- Pasien mengalami polidipsi ( sering haus ), polifagia ( sering merasa
lapar ), dan polivia ( sering buang air kecil ) serta berat badan turun.
2.2 Hasil Pemeriksaan Fisik (Objective)
- Hiperglikemia ( ≥ 200 mg / dl ) kentonemia dan glukosia.
Anak dengan DM tipe 1 sekali menjurus ke dalam ketoasidasis diabetik
yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila
tidak diterai dengan baik, oleh karena itu pada dugaan DM tipe 1,
penderita harus segera dirawat inap.
2.3 Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
 Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg / dl. Dan 2 jam setelah
makan ≥ 200 mg / dl.
 Ketokimia, ketonuria
 Glukosuria
 Bila hasil meragukan atau asimtomasis, perlu dilakukan uji
toleransi glukosa oral ( oral glucosa tolerance test ).
 Kadar C- peptide
 Marker imunologis : ICA ( Islet Cell Auto _ antibody ), IAA
( Insulin auto – antibody ), anti GAD ( Glutanic decarboxylase
auto – antibody ).
2.4 Penegakan Diagnosis ( Assesment )
Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis, gejala klinis, dan hasil
Laboratorium.

3. PENATALAKSANAAN
a. Pada dugaan DM tipe 1 penderita harus segera rawat inap.
b. Insulin
- Dosis total insulin adalah 0,5 – 1 UI /kg BB/hari
c. Diet
d. Pengobatan penyakit penyerta seperti infeksi dll.
4. Kriteria Rujukan
Apabila menemukan pasien dengan DM tipe 1, maka langsung dilakukan
rujukan ke Rumah Sakit.

F. Diagram -
alir
G. Pelayanan Loket Pendaftaran, BP Umum
Terkait

No Yang dirubah Isi Perubahan Tgl.mulaidiberlakukan


Nomor :
Terbit ke :
SOP No.Revisi :
Tgl.Diberlaku :
Halaman :

Ditetapkan Kepala dr. Ratna Susanti


Puskesmas Tirto II NIP :196808212007012009

A.Pengertian
B. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk
C. Kebijakan Surat Keputusan Kepala Puskesmas Tirto II tentang no:………
D. Referensi
E Langkah-
langkah/
Prosedur
F. Diagram
alir
G. Pelayanan
Terkait

No Yang dirubah Isi Perubahan Tgl.mulaidiberla


kukan

Anda mungkin juga menyukai