Anda di halaman 1dari 21

Nama : Ajeng Nadia

NIM : 11181330000083
Fasilitstor : dr. M. Djauhari Widjajakusumah, AIF, PFK
Modul : SSS

PEMICU

Nn L, seorang pegawai swasta usia 24 tahun, datang ke klinik saudara dengan keluhan mata
kiri merah, nyeri dan penglihatan semakin buram sejak 2 hari yang lalu. Mata juga terasa silau
sehingga lebih nyaman bila dipejamkan. Tidak ada riwayat kelilipan atau cedera pada mata
sebelumnya.
Sejak seminggu yang lalu mata kiri terasa tidak nyaman, kering dan seperti ada yang
mengganjal. Tidak ada keluhan gatal ataupun keluar kotoran mata. Nn L sudah berusaha
mengobati sendiri dengan obat yang disarankan oleh temannya yang pernah sakit mata.
Setelah digunakan selama 2 hari sejak 4 hari yang lalu, mata terasa semakin perih dan berair
diikuti penglihatan semakin buram. Sejak kemarin tampak bercak putih di bagian hitam mata.
Tidak ada gatal ataupun keluar kotoran mata.
Nn. L memperlihatkan obat tetes yang digunakannya dan saudara mengenali kandungan
steroid pada obat tetes tersebut.
Nn. L adalah pengguna lensa kontak sejak lulus SMA. Lensa kontak sudah tidak dipakai sejak
3 hari yang lalu. Ia menggunakan kaca mata sejak kelas 1 SMP. Kadangkala lensa kontak Nn.
L lupa dilepas saat akan tidur pada malam hari. Beberapa bulan terakhir tempat lensa kontak
jarang dibersihkan karena kesibukannya.
Tidak ada anggota keluarga ataupun teman pasien yang mengalami mata merah. Ayah dan ibu
pasien pengguna kacamata sejak masih muda.
IDENTIFIKASI MASALAH

RPS:
1. Nn L, 24 tahun, keluhan mata kiri merah, nyeri dan penglihatan semakin buram
sejak 2 hari yang lalu.
2. Mata terasa silau sehingga lebih nyaman bila dipejamkan.
3. Mata kiri terasa tidak nyaman, kering dan seperti ada yang mengganjal sejak
seminggu yang lalu, tidak ada keluhan gatal ataupun keluar kotoran mata.
4. Sejak kemarin tampak bercak putih di bagian hitam mata. Tidak ada gatal
ataupun keluar kotoran mata.
5. Keluhan sudah diobati dengan obat tetes yang mengandung steroid, tetapi
setelah 2 hari penggunaan obat mata terasa semakin perih dan berair diikuti
penglihatan semakin buram.
RPD:
• Nn. L adalah pengguna lensa kontak sejak lulus SMA, kadang kala lensa kontak
tidak dilepas saat tidur dan beberapa bulan terakhir tempat lensa kontak kadang
lupa untuk dibersihkan.
• Nn. L menggunakan kaca mata sejak kelas 1 SMP
RPK:
• Tidak ada anggota keluarga ataupun teman pasien yang mengalami mata merah.
• Ayah dan ibu pasien pengguna kacamata sejak masih muda.

RUMUSAN MASALAH

• Mengapa Nn.L, 24 th, seorang pengguna lensa kontak yang tidak dilepas saat tidur dan
tempatnya tidak dibersihkan mengalami mata merah, nyeri dan penglihatan semakin
buram sejak 2 hari yang lalu disertai bercak putih di bagian hitam mata tanpa disertai
keluhan gatal ataupun keluar kotoran mata?
• Apakah terdapat hubungan pemberian obat tetes steroid dengan keluhan mata terasa
semakin perih dan berair diikuti penglihatan semakin buram?
• Mengapa Nn.L dan kedua orang tuanya memakai kaca mata sejak muda?
DATA TAMBAHAN
ANALISIS MASALAH

HIPOTESIS

• Nn.L, 24 th, seorang pengguna lensa kontak yang tidak dilepas saat tidur dan
tempatnya tidak dibersihkan mengalami mata merah, nyeri dan penglihatan
semakin buram sejak 2 hari yang lalu disertai bercak putih di bagian hitam mata
tanpa disertai keluhan gatal ataupun keluar kotoran mata disebabkan oleh
adanya keratitis
• Terdapat hubungan pemberian obat tetes steroid dengan keluhan mata terasa
semakin perih dan berair diikuti penglihatan semakin buram karena obat tetes
steroid dapat menurunkan daya imunitas sehingga memperburuk terjadinya
infeksi.
• Nn.L dan kedua orang tuanya memakai kaca mata sejak muda karena
mengalami kelainan refraksi berupa myopia yang diturunkan secara genetic
LEARNING ISSUES

1. Anatomi segmen anterior dan Fisiologi indra penglihatan?


2. Pengaruh penggunaan lensa kontak saat tidur dan higenitas yang kurang?
3. Peran faktor genetic terhadap kelainan refraksi mata?
4. Keratitis (3A) :
Definisi
Epidemiologi
Etiologi
Faktor risiko
Patogenesis dan Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Diagnosis
Diagnosis banding
Tata laksana Farmako dan Non Farmako (edukasi terkait penggunaan kontak lensa)
Prognosis
Komplikasi
Preventif
5. Pengaruh obat tetes mata yang mengandung steroid?
6. Interpretasi Data
7. IMDB
ANATOMI KORNEA

Definisi : selaput bening mata yang tembus cahaya


Fungsi :
- Tempat masuk cahaya
- Melindungi bola mata
Persarafan :
- Sensoris : N. siliar longus, N. nasosiliar, N. V
Reseptor : Bulbus Krause

Source : Tortora J, Perrickson B. Dasar Anatomi dan Fisiologi. 2017. Jakarta: EGC.
FISIOLOGI PENGLIHATAN

Cahaya menembus kornea → jumlah cahaya


yang masuk di atur oleh pupil → lensa akan
memfokuskan cahaya agar jatuh tepat di
retina → epitel berpigmen retina menyerap
cahaya dan stimulasi foto reseptor → retinal
berubah ke bentuk all-trans → opsin berubah
konformasi → aktivasi fotopigmen →
mengaktifkan transdusin→ mengaktifkan
fofodesterase→ menguraikan CGMP →
konsentrasi CGMP menurun→ kanal Na+
tertutup → hiperpolarisasi fotoreseptor
(potensial reseptor) → menyebar ke ujung
sinaps → menutup kanal kalsium di ujung
sinaps → pelepasan glutamate menurun →
depolarisasi bipolar on center dan kemudian
ganglion on center → potensial aksi di sel
ganglion on center → N. II (optic) → kiasma
optic → traktus optikus → nucleus geniculate
lateralis → area visual primer korteks serebri
(area 12) lobus oksipitalis → korteks asosiasi
penglihatan

Source : Tortora J, Perrickson B. Dasar Anatomi dan Fisiologi. 2017. Jakarta: EGC.
PENGARUH LENSA KONTAK

Lensa kontak iritasi mekanik kel. meibom

Penurunan sensitivitas Gangguan kelenjar


Permukaan mata meibom

Refleks produksi l Lapisan air mata cepat


air mata menurun menguap

mengandung
bahan pengawet

Mata kering
Toksik dan iritatif

Menghambat
Distribusi O2
Memicu reaksi inflamasi
Hipoksia Kornea

➢ Penggunaan lensa kontak sangat memungkinkan dapat meningkatkan faktor infeksi


pada mata apabila pengguna gagal menggunakan, membersihkan, menjaga hieginitas
dan menyimpan lensa kontak sesuai aturan.
➢ Lensa kontak yang digunakan setiap hari termasuk pada malam hari saat tidur ,
kebersihan tangan yang kurang, hieginitas lensa dan penyimpanan buruk , usia remaja
dapat meningkatkan factor resiko keratitis.

Source : A.T. Kurniawati, R. Prihatningtias, and M. Maharani. Hubungan Lama Pemakaian


Lensa Kontak Terhadap Sensibilitas Kornea. 2018. Diponogoro Medical Journal. [Internet]
https://doi.org/10.14710/dmj.v7i2.20669
HUBUNGAN GENETIK DENGAN GANGGUAN REFRAKSI

• Memiliki resiko 1,812 kali lebih tinggi untuk terkena astigmatisma


dengan factor genetik
• Gen yang diturunkan :
- Lokus SNP pada kromosom 2p133 pada gen VAX2
- Lokus gen PDGFR Pada kromosom 4ql12
- SNP pada lokus gen TOX → Berhubungan dengan kelainan
refraksi
- SNP dalam LINC00340 → Kelengkungan kornea
• Prevalensi Miopia
- 33- 60 % → pada anak dengan kedua orang tua myopia
- 23- 50 % → pada anak dengan 1 orang tua myopia
- 6- 15 % → pada anak tanpa orang tua myopia

Lokus gen myopia =


- Gen 7p15 : mengatur kejadian mipoia
- Gen 7g36 : miopia berat

Source : Rasyid M, Wijaya S C. Hubungan Faktor Genetika Terhadap Kejadian


Astigmatisma Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara Angkatan
2013. 2019. Tarumanegara medical Journal.
KERATITIS

Definisi

Keratitis adalah peradangan pada salah satu dari kelima lapisan kornea. Peradangan tersebut
dapat terjadi di epitel, membran Bowman, stroma, membran Descemet, ataupun endotel.
Peradangan juga dapat melibatkan lebih dari satu lapisan kornea. Pola keratitis dapat dibagi
menurut distribusi, kedalaman, lokasi, dan bentuk. Berdasarkan distribusinya, keratitis dibagi
menjadi keratitis difus, fokal, atau multifokal. Berdasarkan kedalamannya, keratitis dibagi
menjadi epitelial, subepitelial stromal, atau endotelial. Lokasi keratitis dapat berada di bagian
sentral atau perifer kornea, sedangkan berdasarkan bentuknya terdapat keratitis dendritik,
disciform, dan bentuk lainnya. Keratitis infektif disebabkan oleh proliferasi mikroorganisme,
yaitu bakteri, jamur, virus dan parasit, yang menimbulkan inflamasi dan destruksi jaringan
kornea, sedangkan keratitis noninfeksius merupakan inflamasi kornea tanpa penyebab yang
jelas.

Source : Surjani, L. Kreatitis Mikrobial Pada Pengguna Lensa Kontak. 2016. Majalah Ilmiah Methoda.
Epidemiologi

World Health Organization (WHO) menyebutkan terdapat 39 juta orang mengalami kebutaan.
Kebutaan kornea menempati urutan kelima sebagai penyebab kebutaan penduduk di dunia
setelah katarak, glaukoma, degenerasi makula, dan kelainan refraksi.Sedangkan di negara-
negara berkembang beriklim tropis, kebutaan kornea merupakan urutan kedua setelah katarak
sebagai penyebab kebutaan dan penurunan ketajaman penglihatan.Perkiraan angka prevalensi
kebutaan kornea di India baik pada satu mata atau lebih adalah 0,66%.Data terbaru mengenai
penyebab kebutaan di Indonesia tidak ditemukan. Akan tetapi, berdasarkan Survei Kesehatan
Indera tahun 1993-1996 didapatkan bahwa kelainan kornea menempati urutan kelima sebagai
penyebab kebutaan setelah katarak, glaukoma, kelainan refraksi, serta gangguan
retina.Penyebab kebutaan kornea terbanyak adalah keratitis.

Etiologi

Infeksius Kreatitis

• Keratitis bakteri - termasuk Pseudomonas, Staphylococcus, Streptococcus, Moraxella,


Nocardia, dan Atypical Mycobacteria
• Keratitis protozoa - termasuk Acanthamoeba
• Keratitis oleh Oomycete - Pythium keratitis. Secara morfologis, sangat mirip dengan
jamur; Namun, tidak seperti jamur, dinding sel di sini mengandung beta D glukan.
• Keratitis jamur - Ini termasuk infeksi oleh Aspergillus, Fusarium, Candida (ragi),
Cladosporium, Alternaria, Curvularia, dan Microsporidia
• Keratitis virus - Ini termasuk infeksi oleh virus Herpes simpleks (HSV), virus Herpes
zoster (HZV), Adenovirus, dan lain-lain.
• Cacing- Keratitis onchocercal (keratitis sklerosis).
• Keratitis tidak menular

Non-infeksius Keratitis
• Penyebab lokal - termasuk trichiasis, papila raksasa, benda asing di sulcus subtarsalis
• Keratitis ulseratif perifer- Penyakit pembuluh darah kolagen, seperti artritis reumatoid,
granulomatosis dengan poliangiitis, poliarteritis nodosa, polikondritis relaps, lupus
eritematosus sistemik, dan lain-lain.
• Ulkus kornea neurotrofik (post herpes zoster ophthalmicus, kerusakan saraf trigeminal
akibat pembedahan atau tumor
• Xerophthalmia

Source : Singh Prabhakar, et al. Keratitis. 2021. PubMed. [Internet]


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559014/
Klasifikasi

-Keratitis bakterial (ulkus kornea) merupakan mayoritas dari keratitis mikroba terkait lensa
kontak (CLMK) dan didefinisikan oleh hilangnya stroma dengan defek epitel di atasnya. Ulkus
berhubungan dengan pemakaian lensa kontak semalaman. Nyeri, kemerahan, pelepasan
mukopurulen, fotofobia dan reaksi bilik anterior mungkin ada
- Keratitis jamur dikaitkan dengan cedera kornea traumatis, terutama dari bahan nabati.Lesi
jamur umumnya memiliki batas berbulu dan mungkin dikelilingi oleh infiltrat satelit.Kondisi
ini lebih sering terjadi di negara berkembang.
- Keratitis Acanthamoeba bermanifestasi sebagai infiltrasi berbentuk cincin yang sangat
menyakitkan yang mungkin terkait dengan berenang sambil memakai lensa kontak atau
umumnya desinfeksi lensa kontak yang buruk (penggunaan air keran atau garam sebagai
pengganti larutan multiguna) .Pasien biasanya menderita penyakit yang parah. nyeri tidak
proporsional dengan temuan klinis. Kondisi ini berkembang selama beberapa minggu
- Keratitis herpes simpleks disebabkan oleh reaktivasi virus Herpes simpleks-1 laten (HSV-
1) yang bermigrasi ke akson cabang saraf trigeminal ke kornea. Dendrit dengan lampu terminal
yang sebenarnya mungkin ada di kornea, dan sensitivitas kornea mungkin menurun.
- Keratitis herpes zoster mungkin melibatkan lesi pseudodendritik yang ada di
kornea.Biasanya, vesikula kulit yang nyeri hadir di sepanjang distribusi dermatom tidak
melewati garis tengah. Kondisi ini disebabkan oleh reaktivasi virus Herpes zoster (HZV) dan
migrasi ke yang pertama. pembagian saraf trigeminal ke kulit dan mata.Keratitis herpes zoster
paling sering terjadi pada orang lanjut usia dan sistem imun yang tertekan.
- Keratitis marjinal adalah reaksi terhadap eksotoksin stafilokokus.Keratitis marjinal
umumnya terjadi dengan kondisi blepharitis atau rosacea okular yang terjadi bersamaan dan
biasanya disertai dengan beberapa infiltrat marginal subepitel yang dipisahkan dari limbus
oleh zona bening.Kondisi ini sering bilateral dan berulang. .pewarnaan kornea juga
dimungkinkan. Injeksi konjungtiva biasanya dilokalisasi

Faktor Resiko

- Pemakaian lensa kontak > 6 bulan


- Pemakaian hingga malam hari
- Pemakaian 6-7 hari
- Pemakaian ulang lensa disposable
- Hygine kontak lensa
• Membersihkan tempat
• Mencuci tangan sebelum pakai
• Berenang dengan kontak lensa
- Perubahan jaringan kornea
• Herediter
• Non- herediter → inflamasi
- Konjungtivitis bakteri
- Autoimun
- Gangguan, penyakit, pembedahan pada kornea

Source : Singh Prabhakar, et al. Keratitis. 2021. PubMed. [Internet]


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559014/
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

Source : 2immerman, et al. Contact Lens Associated Microbial Keratitis: Practical


Considerations For the Optometrist. 2016. Ohio: Clinical Optometrist. [Internet]
Manifestasi Klinis

Diagnosis

PEMERIKSAAN MATA MERAH

1. History taking
1. penurunan tajam penglihatan?
2. sensasi benda asing?
3. fotofobia?
4. secret?
5. kontak dengan pasien mata merah sebelumnya?
6. riwayat trauma/ operasi mata?
7. pemakaian lensa kontak?
8. riwayat pengobatan?

2. Pemeriksaan tajam penglihatan


indikasi : mata merah visus turun
3. segment anterior → penlight
• reaksi pupil terhadap cahaya?
glaucoma sudut tertutup : middilatasi (tidak merespon)
• pupil berukuran lebih kecil? (1-2mm)
- abrasi kornea(sensasi benda asing), keratitis.
• Secret purulent?
- discharge purulent → keratitis dan konjungtivitis bakteri

Source : Upadhay Madan P, et al. Dignosing and managing Microbial Keratitis. 2015.
PubMed. [Internet] https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4579990/#s1title
• Pola injeksi pembuluh darah?

• Bercak putih/ opasitas/ korpus alineum pada kornea?


- Keratitis
• Hipopion/ hifema ?
- Keratitis lanjut

• Segment posterior :
Oftalmoskopi direct/ sitlamp dengan three mirror lens → lebih sulit dilakukan pada
keratitis/ iritis ec pupil mengecil/ fotofobia
• Pd trauma → u/ lihat ekstensi cedera
• Pd infeksi → periksa setelah sembuh

Source : Upadhay Madan P, et al. Dignosing and managing Microbial Keratitis. 2015. PubMed. [Internet]
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4579990/#s1title
PEMERIKSAAN KERATITIS

1.Uji Flouresein
→ pemeriksaan dengan pewarna orange (fluoresein) dan cahaya biru untuk deteksi benda
asing di mata, pada keratitis dapat memperlihatkan bentuk lesi yang terjadi

2. Uji Plasido
→ mengetahui kelengkungan kornea menggunakan keratoskop untuk melihat permukaan
anterior kornea

3. Pemeriksaan penunjang
→ pemeriksaan mikrobiologi kerokan kornea dan kultur sensitivitas untuk mencari etiologi
penyakit.

→ Sebelum memulai pengobatan, kultur diindikasikan baik pada keratitis yang mengancam
penglihatan atau yang sudah parah. Apusan dan kultur diindikasikan baik ketika infiltrasi besar
( >2mm), ketika tidak ada respon terhadap antibiotik spektrum luas atau ketika pengamatan
gambaran klinis atipikal menunjukkan patogen yang lebih eksotis (seperti jamur atau
acanthamoeba)

Source : Upadhay Madan P, et al. Dignosing and managing Microbial Keratitis. 2015.
PubMed. [Internet] https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4579990/#s1title
Tata Laksana

- Eridikasi Penyebab Secara Agresif → antibiotik spektrum luas


- Siklopegik ED → Mengurangi fotofobia
- Faskes Primer : Kloramfenikol ED/EO ( 0,5-1%) 6X sehari/ tetrasiklin 3x
sehari → minimal 3 hari
Jangan kombinasi dengan kortikosteroid
- Jika pemeriksaan kerokan kornea → hasil gram (+) /(-) → antibitotik
aminoglikosida (gentamycin) dengan konsentrasi ditingkatkan tiap jam
- Jika pemeriksaan kornea → KOH 10% (+) → Hifa jamur → Natamisin 5% ED
tiap jam dan Natamisin 5% EO tiap 3x/ hari
- Cek setiap hari, bila ada kemajuan dikurangi hingga 3-5mg
- Rujuk ke spesialis mata bila → visus awal buruk/ menurun setelah 3 hari
pengobatan, tampak lesi putih kornea, tetap berikan kloramfenikol ED saat dirujuk
kef askes sekunder/ tersier.
Preventif dan Promotif
Bagi pengguna lensa kontak :
- Melepaskan lensa kontak saat tidur
- Menjaga hieginitas tangan dan lensa kontak
- Melepaskan lensa kontak dengan steril
- Menyimpan lensa kontak dengan hiegine
- Tidak memakai lensa kontak seharian

Prognosis

Ulkus kornea secara keseluruhan membutuhkan waktu lebih lama untuk penyembuhan. Ulkus
bakteri sembuh relatif lebih awal daripada tukak kornea jamur. Keratitis Acanthamoeba
mungkin membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk sembuh total. Jaringan parut kornea
adalah hasil yang paling umum setelah ulkus kornea. Kasus-kasus ini dapat ditangani nanti
dengan kacamata atau dengan iridektomi optik atau keratoplasti optik untuk memulihkan
penglihatan. Ulkus kornea berlubang seringkali cenderung memiliki prognosis yang lebih
buruk. Penggunaan steroid topikal sebelumnya pada jamur dan keratitis Acanthamoeba
memperburuk prognosis.

Kesimpulan :
-ad vitam : bonam
-ad functionam : bonam
-ad sanationam : bonam

Source : Singh Prabhakar, et al. Keratitis. 2021. PubMed. [Internet]


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559014/
Diagnosis banding

Komplikasi

- Scar atau luka terbuka pada kornea


- Penurunan visus sementara/ permanen
- Kebutaan
- Endoftalmitis
- Perforasi kornea

Source : Singh Prabhakar, et al. Keratitis. 2021. PubMed. [Internet]


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559014/
PENGARUH STEROID

- Steroid → dapat menyebabkan penurunan daya imunitas terhadap infeksi


- Penggunaan pada mata → memerlukan perhatian khusus
- Penggunaan dihindari pada kasus infeksi bakteri pada kelopak dan konjungtiva
- Steroid juga dapat memperpanjang perjalanan klinis dari keratitis virus herpes simpleks
dan memperlambat penyembuhan kornea → efek terhadap sintesis kolagen dan
fibroblast
- Kontraindikasi → pada pasien DM, Infeksi AKI, Gagal jantung kongestif, da hipertensi
- Steroid topical → pada pengawasan dan hanya jika diperlukan pada pasien glaukoma

Source : Hendry, C R. Role of steroids in the treatment of bacterial Keratitis.


2016. PubMed. [Internet] https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4734801
Intrepetasi data

Gambaran mata dengan


inflitrat di para sentral kornea,
terlihat injeksi siliar dan
injeksi konjungtiva.
Referensi :

1. Tortora J, Perrickson B. Dasar Anatomi dan Fisiologi. 2017. Jakarta: EGC.


2. Rasyid M, Wijaya S C. Hubungan Faktor Genetika Terhadap Kejadian Astigmatisma
Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara Angkatan 2013. 2019.
Tarumanegara medical Journal.
3. Source : 2immerman, et al. Contact Lens Associated Microbial Keratitis: Practical
Considerations For the Optometrist. 2016. Ohio: Clinical Optometrist. [Internet]
4. Upadhay Madan P, et al. Dignosing and managing Microbial Keratitis. 2015. PubMed.
[Internet] https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4579990/#s1title
5. Surjani, L. Kreatitis Mikrobial Pada Pengguna Lensa Kontak. 2016. Majalah Ilmiah
Methoda.
6. A.T. Kurniawati, R. Prihatningtias, and M. Maharani. Hubungan Lama Pemakaian
Lensa Kontak Terhadap Sensibilitas Kornea. 2018. Diponogoro Medical Journal.
[Internet] https://doi.org/10.14710/dmj.v7i2.20669
7. Hendry, C R. Role of steroids in the treatment of bacterial Keratitis. 2016. PubMed.
[Internet] https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4734801
8. Singh Prabhakar, et al. Keratitis. 2021. PubMed. [Internet]
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559014/

Anda mungkin juga menyukai