Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN

EKSPERIMEN
FISIKA MODERN

INTERFEROMETER MICHELSON

TANGGAL PRAKTIKUM : 16 NOVEMBER 2021


ASISTEN : IMAM RAMADHAN
KELAS : PENDIDIKAN FISIKA A
KELOMPOK / SESI : IV / II
NAMA : MISRANI
NIM : 1912042013
ANGGOTA KELOMPOK : YUSRINA
:

UNIT LABORATORIUM FISIKA


JURUSAN FISIKA FMIPA UNM
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fisika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang mempelajari
bagaimana benda dan materi di alam semesta bergerak serta perilakunya dalam
lingkup ruang dan waktu. Fisika sering kali dikaitkan dengan energi dan gaya.
Fisika sendiri berasal dari bahasa Yunani, Physikos yang artinya berkaitan
dengan aspek alam pada tingkat mikroskopik dan submikroskopik, dimana
ilmu ini sendiri memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana alam semesta
bekerja, mulai dari aktivitas dari planet yang dibahas dalam astronomi fisika
samnpai pada kegiatan sehari-hari. Dalam ilmu fisika memiliki berbagai
cabang ilmu yang lain salah satu diantaranya adalah fisika optik.
Bidang optik ini dikenal sebagan bidang studi yang membahas cahaya, yang
merupakan area riset yang penting pada fisika modern. Studi mengenai cahaya
dimulai dengan munculnya era optic klasik yang mempelajari besaran optic
seperti intensitas, frekuensi/panjang gelombang, polaritas dan fase cahaya.
Sifat-sifat cahaya dan interaksinya terhadap sekitar, seperti refleksi, refraksi,
interferensi, difraksi, dispersiserta polaritas. Puncak dari studi optic klasik
adalah, cahaya didefenisikan sebagai gelombang elektromagnetik dari
fisikawan James Clerk Maxwell hasil ini semakin menegaskan bahwa cahaya
tidak lain adalah sebuah bentuk gelombang. Karena gelombang dipahami pada
masa itu membutuhkan sebuah medium untuk merambat, maka untuk
gelombang cahaya dihipotesiskan merambat melalui sebuah medium yang
disebut eter hal ini memicu serangkaian penemuan dan pemikiran.
Dugaan tentang medium rambat cahaya eter) ini menarik minat dua orang
fisikawan yaitu A. A. Michelson dan Morley. Pada tahun 1887 dengan
menggunakan sebuah interferometer yang disebut interferometer Michelson
kedua fisikawan ini melakukan eksperimen untuk merumuskan hubungan
antara gerak relatif bumi terhadap eter. Namun, eksperimen mereka justru
menunjukkan bahwa eter sebagai medium perambatan gelombang cahaya tidak
ditemukan keberadaannya. Dimana percobaan interferometer Michelson ini
dilakukan dengan mengikuti desain dan prinsip yang sama seperti milik Young
berupa percobaan celah ganda, awalnya percobaan interferometer Michelson
di gunakan untuk membuktikan adanya eter, namun tidak terbukti, akhirnya
interferometer Michelson di gunakan untuk menentukan panjang gelombang
cahaya dan untuk menentukan jarak yang sangat pendek serta untuk mengamati
sifat medium optik. Maka dalam praktikum interferometer Michelson ini
dilakukan dengan tujuan diantaranya; menjelaskan prinsip kerja/konsep
interferometer Michelson serta mengukur panjang gelombang sumber cahaya
yang digunakan dalam percobaan ini.
B. Rumusan Masalah
Dari latang belakang diatas diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana prinsip kerja/ konsep interferometer Michelson?
2. Bagaimana cara mengukur panjang gelombang sumber cahaya yang
digunakan dalam percobaan?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah diatas diperoleh tujuan eksperimen diantaranya
adalah mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan prinsip kerja/konsep Interferometer Michelson
2. Mengukur panjang gelombang sumber cahaya yang digunakan dalam
percobaan.
D. Manfaat
1. Secara teori
a. Mampu menjelaskan prinsip kerja/konsep Interferometer Michelson
b. Mampu mengukur panjang gelombang sumber cahaya yang digunakan
dalam percobaan.
2. Secara praktis
Interferometer Michelson dapat digunakan untuk berbagai macam
aplikasi. Interferometer dapat menjadi perangkat yang sangat berguna
dalam industri. Interferometer dapat digunakan untuk mengukur getaran
permukaan, simpangan, kecepatan partikel, temperatur dan sebagainya.
BAB II
LANDASAN TEORI

Interferensi (interference) mengacu pada setiap situasi dimana dua atau


lebih gelombang tumpang tindih dalam ruang. Bila ini terjadi maka gelomang total
diseberang titik pada sebarang saat ditentukan oleh prinsip superposisi (principle of
superpositioin). Prinsip superposisi menyatakan bahwa “ Bila dua atau lebih
gelombang tumpang tindih, maka pergeseran resultan diseberang titik dan pada
sebarang saat dapat dicari dengan menambahkan pergeseran-pergeseran sesaat
yang akan dihasilkan di titik itu oleh gelombang –gelombang individu itu
seandainya setiap gelombang itu hadir sendirian (Young, 2008).
Agar interferensi terjadi, kedua gelombang harus mempertahankan
hubungan fase relatifnya selama waktu dan ruang pengamatan: keduanya harus
koheren. Sinar laser koheren dalam bidang yang normal terhadap arah rambat ba
juga pada panjang yang cukup besar di sepanjang arah rambat. Misalnya, laser
HeNe sederhana memiliki panjang koherensi te orde meter. Oleh karena itu
dimungkinkan untuk menunjukkan interferensi dengan kasus terkait tempat. Sinar
HeNe diperluas (untuk memudahkan pengamatan) dan menjorok dari kiri pada
"pemisah hean" B yang ditetapkan pada 45 sehubungan dengan beruang datang.
Pemecah balok adalah pelat kaca setengah perak atau elemen kal serupa yang
memungkinkan setengah dari balok merambat melaluinya menuju M1 dan
memantulkan setengah lainnya ke M2. Teknik menghasilkan kacang ringan yang
koheren ini disebut sebagai "pembagian amplitudo." Cermin M1 dan M2
memantulkan sinar yang sesuai yang kembali ke B. Setengah dari sinar yang
kembali dari M1 ditransmisikan melalui B, dan setengah lainnya dipantulkan ke
layar: hal yang sama berlaku untuk sinar yang kembali dari M2. Jika B diatur tepat
pada 45° dan M1 dan M2 tepat normal terhadap arah sinar, kedua sinar yang tiba di
layar adalah tepat sejajar dan amplitudonya akan ditumpangkan (Mellisions, 2003).
Interferensi dan difraksi merupakan fenomena penting yang membedakan
gelombang dari partikel. Interferensi adalah penggabungan secara super posisis dua
gelombang atau lebih yang bertemu pada satu titik diruang. Difraksi merupakan
pembelokan gelombang disekitar sudut yang terjadi apabila sebagian muka
gelombang dipotong oleh halangan atau rintangan. Pola gelombang hasilnya dapat
dihitung dengan memperlakukan setiap titik pada muka gelombang asal sebagai
sumber titik sesuai dengan prinsip Huygens dan dengan menghitung pola
interferensi yang berhasil dari sumber ini. Suatu interferometer ialah piranti yang
menggunakan rumbai in terferensi untuk membuat pengukuran jarak secara tepat.
Penggunaan lain dari interferometer Michelson adalah mengukur indeks refraksi
udara (sejumlah gas lain) (Tipler, 2001).

Gambar 2.1 Skema Percobaan Michelson-Morley


(Sumber: Kusminarto, 2011)
Menurut kaidah alih bentuk Galileo, kecepatan (termasuk kecepatan
cahaya) yang teramati oleh dua kerangka acuan yang bergerak relative tersebut
berbeda satu sama lain dan besarnya bergantumg pada kecepatan relative.
Sebaliknya percobaan Michelson-Morley yang dilakukan pada tahun 1887
membuktikan bahwa laju cahaya tiidak dipengaruhi oleh kecepatan kerangka
acuannya. Andaikan didalam suatu kerangka acuan S yang dipilih, laju cahaya ke
segala arah adalah c, dan bumi bergerak dengan kecepatan V kearah X, tehadap S.
Michelson dan Morley melakukan percobaan berkali-kali pada saat yang berlainan
sepanjang ahun dan dilokasi yang berbeda-beda, namun hasilnya selalu sama. Yang
dapat disimpulkan bahwa besar kecepatan cahaya tetap tidak bergantung pada
kerangka pengamatnya (Kusminarto,2011).
Dalam kasus sinyal cahaya (gelombang elektromagnetik), teori Maxwell
memprediksikan bahwa gelomang elektromagnetik menyebar ke seluruh ruang
hampa dengan kecepatan cahaya. Jadi menurut teori Maxwell tidak dibutuhkan
suatu medium untuk memprogresi gelombang. Ini berbeda dengan gelombang
mekanik, seperti gelombang air atau bunyi yang sangat tergantung dari gangguan
yang diberikan. Pada abad itu para fisikawan berpendapat bahwa gelombang
elektromagnetik juga memerlukan medium agar bias merambat yang dimaksud
dalam hal ini adalah eter yang diasumsikan ada dimana-mana, termasuk ruang
hampa, dan gelombang cahaya dipandang sebagai osilasi eter. Eter diasumsikan
dapat menembus keseluruh “ruang absolut”. Ruang absolut adalah suatu ruang
yang diam terhadap pengamat yang bergerak (Malogo, 2005).
Interferometer Michelson merupakan susunan alat optik paling umum yang
digunakan untuk interferometer. Pada Michelson Interferometer, sinar datang
dibagi menjadi dua bagian oleh beam splitter atau sepasang fiber optik (salah satu
bagian menjadi acuan). Penggunaan fiber optik yang telah meluas pada aplikasi
teknologi dalam kehidupan sehari – hari membuat peristiwa yang terjadi pada bahan
ini menarik untuk diamati. Interferometer merupakan suatu alat yang digunakan
untuk menghasilkan suatu pola interferensi. Interferometer dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu interferometer pembagi muka gelombang dan interferometer pembagi
amplitudo. Interferometer Michelson adalah termasuk interferometer pembelah
amplitudo dimana interferometer ini sangat berguna dalam pengukuran indeks bias,
pengukuran panjang, pengukuran getaran (vibrasi) dan dapat juga digunakan untuk
pengukuran simpangan permukaan (Fitriana, 2017).

Gambar 3.2 Susuan Peralatan Pengukuran Regangan dengan


Interferometer Michelson. (Sumber:Setyahandana,2013).
Sistim pengukur regangan dengan interferometer Michelson ini bekerja
dengan mencacah perubahan pola interferensi saat cermin (4) bergeser. Selama
cermin (4) bergerak intensitas cahaya di pusat frinji dicatat oleh foto detektor
menghasilkan interferogram, yang selanjutnya digunakan untuk mencacah
perubahan frinjinya. Bila panjang gelombang cahaya dari laser yang digunakan
adalah λ, dan ketika cermin (4) bergetar sejauh s, menghasilkan cacah perulangan
frinji yang terdeteksi oleh fotodetektor sebanyak n maka akan dipenuhi:
𝑛𝜆
𝑠= (1)
2
Pada penelitian ini akan digunakan laser HeNe yang mempunyai panjang
gelombang 632,8 nm. Dengan demikian melalui persamaan di atas, pergeseran
cermin dapat ditentukan dengan menghitung cacah perubahan frinji
(Setyahandana,2013).
Gelombang yang berubah. Pola frinji terbagi menjadi dua, yaitu pola terang
dan pola gelap. Pola frinji yang terbentuk, terjadi karena adanya peristiwa
interferensi cahaya. Interferensi adalah bertemunya dua buah gelombang atau lebih,
sehingga terjadinya penggabungan secara superposisi atau lebih pada sebuah titik.
Interfernsi terbagi menjadi dua, interfernsi instruktif dan destruktif. Interfernsi
instruktif yaitu interferensi yang terjadi apabila dua buah gelombang bertemu
dengan fase yang sama sehingga saling menguatkan. Sedangkan interferensi
destruktif ialah bertemunya dua buah gelombang cahaya dengan fase yang berbeda,
sehingga saling meniadakan atau melemahkan (Warsito,2015)
BAB III
METODE EKSPERIMEN

A. Hari/Waktu
Hari/Tanggal : Selasa/16 November 2021
Waktu : 13.10 – 15.40 WITA
Tempat : Lab. Fisika Modern, Jurusan Fisika FMIPA, UNM
B. Alat dan Bahan
1. Perangkat alat Interferometer Michelson
 Lensa, berfungsi untuk memfokuskan cahaya ke beam splitter
 Beam Splitter, berfungsi untuk memecah berkas sehingga setengah
berkas cahaya diteruskan ke cermin 1 dan setengah sisanya lagi
dipantulkan menuju cermin 2.
 Cermin M1 dan M2, berfungsi memanulkan kembali cahaya ke beam
splitter. M1 dapat digeser untuk mengubah panjang lintasan optic,
sedangkan M2 cermin tetap.
 Layar pengamatan/viewing screen, berfungsi untuk menampilkan frinji
hasil interferensi cahaya yang terbentuk.
 Mikrometer, berfungsi mengatur jarak perpindahan cermin 1
 Kompensator, berfungsi untuk memastikan fase gelombang yang
mengalami pembiasan tetap memiliki fase yang sama dengan fase
cahaya awal.
2. Set pelengkap alat Interferometer 1 set
3. Laser He-Ne model 155 1 buah
4. Laser Aligment Bench 1 buah
C. Identifikasi Variabel
1. Variabel Terukur
 Jumlah frinji (N)
 Jarak pergeseran (dm)
2. Variabel Terhitung
 Panjang gelombang (λ)
D. Defenisi Operasional Variabel
1. Jumlah frinji (N), adalah jumlah pola interferensi yang terbentuk berupa
pola gelap terang yang berbentuk lingkaran.
2. Jarak pergeseran, adalah nilai satu skala milimeter pada alat yang
berhubungan dengan pergeseran cermin sebesar 1 mm. Besar pergeseran
berhubungan dengan perubahan pola interferensi gelap-terang atau frinji,
yang dinyatakan dalam satuan 𝜇𝑚.
3. Panjang gelombang (λ), jarak lintasan yang dipancarkan oleh laser He-Ne
2𝑑𝑚
yang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan λ = dengan
𝑁

satuan µ𝑚 dan nm
E. Prosedur Kerja
Perangkat dan prosedur disetel seperti gambar dibawah

Gambar 3.1 Tampilan perangkat percobaan yang siap digunakan


(Sumber:Modul Eksprimen Fisika Modern,2021)
Untuk melakukan eksperimen ini, ikutilah langkah-langkah berikut.
1. Diatur posisi laser dan interferometer untuk mode Michelson.
2. Diatur posisi viewing screen sehingga salah satu skala millimeter
bersinggungan dengan frinji
3. Diputar tombol mikrometer berlawanan dengan arah jarum jam. Dihitung
jumlah frinji yang melewati tanda interferensi yang telah dibuat (minimal
20 frinji) ditentukan garis skala pada layar sebagai tanda untuk 1 frinji.
Gambar 3.2 Skala pada layar untuk 1 frinji
4. Dicatat nilai dm. diingat bahwa setiap devisi kecil pada mikrometer
sebanding dengan 10-6 meter pada jarak gerakan cermin

Gambar 3.3 Mikrometer sekrup


5. Dicatat jumlah transmisi frinji N.
6. Dilanjutkan memutar mikrometer seperti pada langkah 5 dan 6.
7. Dicatat data hasil pengamatan hingga diperoleh 20 data dengan jumlah frinji
400.
F. Prinsip Keraja

Gambar 3.4 Skema Interferometer Michelson


Prinsip kerja dari ekperimen interferometer Michelson ini adalah menggunakan
seberkas cahaya laser yang menunbuk beam splitter, beam splitter ini berfungsi
memecah berkas sehingga 50% cahaya yang jatuh padanya dipantulkan dan 50%
cahaya sisanya diteruskan. Berkas cahaya yang dipantulkan bergerak menuju M 2
dan berkas cahaya yang diteruskan bergerak menuju M1. Cermin M1 dan M2
kemudian memantulkan kembali berkas-berkas cahaya tersebut ke beam splitter
(cermin pemecah berkas). Setengah dari masing-masing hasil pantulan dari cermin
M1 dan M2 diteruskan ke layar pengamat (viewing screen), dan teramati pola-pola
lingkaran gelap-terang-gelap-terang konsentris (memiliki pusat yang sama). Jika
kedua berkas cahaya tersebut memiliki jarak tempuh atau panjang lintasan optic
yang sama maka akan terjadi interferensikonstruktif yang dapat teramati sebagai
pola terang. Jika cermin M1 digerakkan ¼ λ menuju beam splitter maka panjang
lintasan optik akan berkurang sebesar ½ λ sehingga terjadi interferensi destruktif
yang dapat diamati sebagai pola gelap. Interferometer Michelson merupakan
seperangkat peralatan yang memanfaatkan gejala interferensi cahaya.
Interferensi cahaya sendiri merupakan perpaduan antara dua gelombang cahaya.
Interferensi cahaya ini akan menghasilkan pola gelap dan terang. Jika kedua
gelombang tersebut memiliki fase yang sama maka akan terjadi interferensi
Kontruktif (saling menguatkan) sehingga nantinya akan terbentuk pola terang,
sedangkan jika kedua gelombang tidak mempunyai fase yang sama maka akan
terjadi interferensi Dekstruktif (saling melemahkan) sehingga terbentuk pola gelap.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Setelah dilakukan pengamatan maka diperoleh hasil pengamatan seperti pada
table 4.1.
NST Mikrometer = 10-6 m = 1 μm = 1000 nm
Δx Mikrometer = 0,5×103 nm
Tabel 4.1. Hubungan jumlah frinji dan pergeseran cermin
Jumlah Frinji (N) Pergeseran dm (μm)
20 │7.0 ± 0.5│
40 │14.0 ± 0.5│
60 │20.0 ± 0.5│
80 │26.0 ± 0.5│
100 │34.0 ± 0.5│
120 │40.0 ± 0.5│
140 │46.0 ± 0.5│
160 │52.0 ± 0.5│
180 │59.0 ± 0.5│
200 │65.0 ± 0.5│
220 │72.0 ± 0.5│
240 │78.0 ± 0.5│
260 │84.0 ± 0.5│
280 │90.0 ± 0.5│
300 │96.0 ± 0.5│
320 │102.0 ± 0.5│
340 │109.0 ± 0.5│
360 │116.0 ± 0.5│
380 │122.0 ± 0.5│
400 │128.0 ± 0.5│
B. Analisis
 Plot Grafik
140
y = 0.3223x
R² = 0.9995
120

100
dm (×103 μm)

80

60

40

20

0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Jumlah Frinji (N)

Grafik 4.1 Hubungan antara Jarak Pergeseran Cermin (dm)


dengan Jumlah Frinji (N)
 Analisis Garfik
Berdasarkan plot grafik diatas, diperoleh
𝑦 = 𝑚𝑥
𝑑𝑚 = 𝑚𝑁 … … … … (4.1)
Untuk menghitung panjang gelombang digunakan persamaan
2𝑑𝑚
λ=
𝑁
𝑁λ
𝑑𝑚 = … … … … (4.2)
2
Dengan mensubtitusikan persamaan 1 dan persamaan 2, maka diperoleh:
𝑑𝑚 = 𝑑𝑚
𝑁λ
𝑚𝑁 =
2
λ
𝑚=
2
λ = 2𝑚
λ = 2 (0.322)
λ = 0.6446 𝜇𝑚
λ = 644,6 𝑛𝑚
 Ketidakpastian panjang gelombang (Δλ)
2𝑑𝑚
λ=
𝑁
𝜆 = 2 𝑑𝑚 𝑁 −1
2𝜆
𝛿𝜆 = | |
2𝑑𝑚
𝛿𝜆 = |2 . 𝑁 −1 |𝛿𝑑𝑚
Δ𝜆 2 . 𝑁 −1
=| | Δ𝑑𝑚
𝜆 2 𝑑𝑚 𝑁 −1
Δ𝜆 Δ𝑑𝑚
=| | Δ𝑑𝑚
𝜆 𝑑𝑚
Δ𝑑𝑚
Δ𝜆 = | |λ
𝑑𝑚
Δ𝑑𝑚
Δ𝜆 = | | 2 𝑑𝑚 𝑁 −1
𝑑𝑚
2 Δ𝑑𝑚
Δ𝜆 = | |
𝑁
2 Δ𝑑𝑚
Δ𝜆 = | |
𝑁
2 (5 × 10−7 )
Δ𝜆 = | |
20
Δ𝜆 = 5 × 10−8 𝜇𝑚
Δ𝜆 = 5 × 10−5 𝑛𝑚
Δ𝜆 = 0.05 × 10−3 𝑛𝑚
 Pelaporan Fisika
λ = | λ ± Δλ |
λ = | 0.644 ± 0.050 | × 10−3 𝑛𝑚
 Presentasi Kesalahan (% Error)
𝜆𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 = 632,8 𝑛𝑚
𝜆𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑘𝑢𝑚 = 644,6 𝑛𝑚
𝜆𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖−𝜆𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑘𝑢𝑚
% diff = | 𝜆𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖+𝜆𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑘𝑢𝑚 | × 100%
2

632,8 𝑛𝑚 − 644,6 𝑛𝑚
% diff = | 632,8 𝑛𝑚 + 644,6 𝑛𝑚 | × 100%
2

11,8
% diff = | | × 100%
636,7

% diff = 1,84 %
C. Pembahasan
Dalam ekperimen berjudul “Interferometer Michelson” dilakukan dengan dua
tujuan diantaranya adalah menjelaskan prinsip kerja/konsep interferometer
Michelson dan mengukur panjang gelombang sumber cahaya yang digunakan
dalam percobaan. Pada dasarnya eksperimen ini dilator belakangi oleh
keingintahuan Michelson terkait medium rambat cahaya yang disebut dengan eter,
Michelson merancang sebuah alat yang disebut dengan interferometer Michelson
dengan prinsip yang hampir sama denga percobaan dari Thomas Young. Michelson
inin menyelidiki seberapa besar pengaruh eter terhadap cepat rambat cahaya. Dalam
percobaannya ini eter diasumsikan bahwa ia bergerak relative terhadap laju
pergerakan cahaya. Dimana dalam eksperimen ini sebuah berkas cahaya
menumbuk cermin pemecah berkas, dari cermin pemecah berkas ini berkas cahaya
ada yang dipantulkan da nada yang di teruskan, berkas cahaya yang diteruskan
inilah yang diasumsikan bergerak relative dengan eter, maka dari itu perkiraan
bahwa berkas cahaya yang bergerak relative dengan eter akan lebih cepat tiba pada
layar pengamatan, namun kecepatan berkas cahaya yang dipantulakn yang
diteruskan ini tidak memiliki perbedaan, inilah yang membuktikan bahwa tidak
ditemukannya eter.
Interferometer Michelson tidak hanya dapat digunakan untuk membuktikan
ada tidaknya eter, akan tetapi dapat pula digunakan dalam penentuan sifat-sifat
gelombang lebih lanjut, misalnya dalam penentuan panjang gelombang cahaya
tertentu, pola penguatan interferensi yang terjadi, dalam istilah interferensi dikenal
dua macam interferensi, yaiti interferensi konstruktif yang memiliki beda fase
minimum 0⁰ sampai kelipatan bilangan bulat selanjutnya, interferensiyang
terbentuk adalah interferensi yang saling menguatkan, dan menghasilkan pola-pola
terang. Kemudian interferensi destruktif adalah interferensi yang memiliki beda
𝑛
fase minimum 𝜆 sampai kelipatan bilangan ganjil selanjutnya sehingga
2

menghasilkan interferensi yang saling melemahkan dan menghasilkan pola-pola


gelap.
Berdasarkan hasil plot grafik dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan antara.
Jumlah frinji (N) dengan Jarak pergeseran cermin (dm) adalah berbanding lurus.
Semakin jauh jarak pergeseran cermin maka semakin banyak pula jumlah frinji
yang dihasilkan. Begitu pula sebaliknya, semakin dekat jarak pergeseran cermin
maka semakin sedikit pula jumlah frinji yang dihasilkan. Dari plot grafik dilakukan
analisi sehingga diperoleh nilai panjang gelombang sumber cahaya secara
praktikum yaitu 644,6 nm. Sedangkan nilai panjang gelombang laser He-Ne secara
teori adalah 632,8 nm. Sehingga dari praktikum memiliki perbedaan besar panjang
gelombang secara teori dan praktikum dengan presentasi perbedaan (% diff)
sebesar 1,84%. Dari nilai presentasi kesalahan yang diperoleh menenjukkan bahwa
panjang gelombang sumber cahaya yang diperoleh berdasarkan percobaan cukup
jauh dari nilai panjang gelombang secara teori. Adanya perbedaan ini dikarenakan
pada saat praktikum atau pengambilan data kurang teliti dalam menghitung jumlah
frinji yang terbentuk serta kesalahan dalam membaca jarak pergeseran cermin pada
mikrometer serta alat yang digunakan dalam eksperimen di laboratorium tidak sama
persis dengan yang digunakan dalam ekperimen Michelson Morley. Tujuan awal
dari percobaan ini adalah untuk membuktikan adanya eter, sedangkan pada
percobaan ini tidak ada perubahan sudut dan arah laser secara signifikan ketika finji
mulai diubah
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa:
1. Prinsip kerja dari ekperimen interferometer Michelson ini adalah
menggunakan seberkas cahaya laser (He-Ne) yang ditenbakkan melalui lensa
cembung yang memfokuskan berkas cahaya pada beam splitter, beam splitter
ini berfungsi memecah berkas sehingga 50% cahaya yang jatuh padanya
dipantulkan dan 50% cahaya sisanya diteruskan. Berkas cahaya yang
dipantulkan bergerak menuju M2 dan berkas cahaya yang diteruskan bergerak
menuju M1. Cermin M1 dan M2 kemudian memantulkan kembali berkas-berkas
cahaya tersebut ke beam splitter (cermin pemecah berkas). Setengah dari
masing-masing hasil pantulan dari cermin M1 dan M2 diteruskan ke layar
pengamat (viewing screen), dan teramati pola-pola lingkaran gelap-terang-
gelap-terang konsentris (memiliki pusat yang sama). Jika kedua berkas cahaya
tersebut memiliki jarak tempuh atau panjang lintasan optic yang sama maka
akan terjadi interferensikonstruktif yang dapat teramati sebagai pola terang.
Jika cermin M1 digerakkan ¼ λ menuju beam splitter maka panjang lintasan
optik akan berkurang sebesar ½ λ sehingga terjadi interferensi destruktif yang
dapat diamati sebagai pola gelap.
2. Panjang gelombang laser Ne-He yang digunakan dalam percobaan
Interferometer Michelson ini diperoleh sebesar 644,6 nm dengan presentase
perbedaan dengan panjang gelombang laser Ne-He secara teori (632,8 nm)
sebesar 1,84%.
B. Saran
1. Untuk praktikan, diharapkan agar lebih memahami materi ataupun teori yang
digunakan dalam praktikum agar dapat lebih mudah dalam menjawab tugas
responsi, melakukan praktikum, serta menyimpulkan hasil praktikum yang
lebih tepat.
2. Untuk asisten pembimbing, diharapkan agar mendampingi praktikan saat
pengambilan data agar tidak terjadi kesalahan data.
3. Untuk laboran, agar mengawasi kualitas alat yang digunakan sebelum
praktikum berlangsung, agar kegiatan praktikum dapat berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA

Fitriyana, N. H. (2017). Pengaruh Suhu Terhadap Perubahan Pola Interferensi Pada


Fiber Optik. Unnes Physics Journal, 6(1), 45-49.

Kusminarto. (2011). Esensi Fisika Modern. Yogyakarta: ANDI OFFSET.

Malogo. D. J. (2005). Pengantar Fisika Modern. Makassar: Badan Penerbit


Universitas Negeri Makassar.

Mellision. A. C. & Napolitano, J. (2003). Experiments in Modern Physics.


California: Academic Press.

Setyahandana, B., Agusulistyo, R. D., & Utomo, A. B. S. (2013). Sistem


Interferometer Michelson untuk Mengukur Regangan pada Mesin Uji
Tarik. Jurnal Teknik Mesin, 14(2), 64-70.

Tippler. (2001). Fisika Untuk Sains dan Teknik. Edisi Ketiga. Jakarta: PENERBIT
ERLANGGA.

Warsito, W., Suciyati, S. W., & Yusuf, A. S. (2015). Analisis Pola Interferensi Pada
Interferometer Michelson Sebagai Pendeteksi Ketebalan Bahan
Transparan Dengan Metode Image Processing Menggunakan Sensor
Charge Couple Device (CCD). Jurnal Teori dan Aplikasi Fisika,
3(2).

Young, dkk. (2008). FISIKA UNIVERSITAS Edisi Ke Sepuluh. Jilid 2. Jakarta:


PENERBIT ERLANGGA.

Anda mungkin juga menyukai