Anda di halaman 1dari 142

Pokok Bahasan 2:

KARAKTERISTIK SUMBER DAYA ALAM

Semester Genap TA 2021

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat


Fakultas Ekologi Manusia – Institut Pertanian Bogor
Bogor, 28 Februari 2021
http://skpm.fema.ipb.ac.id

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Topik

Teori Tragedy Teori Teori Akses


of the Common Pool
Resource
Common

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


TEORI BARANG (GOOD) DARI SISI EKONOMI:
TRAGEDI SUMBER DAYA BERSAMA
(THE TRAGEDY OF THE COMMON)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Tragedi Sumber Daya Bersama
(Garret Hardyn. 1968. The Tragedy of the Commons. 162(1968):1243-1248.

● Ketika sumberdaya alam yang terbatas jumlahnya


dimanfaatkan semua orang & setiap individu mempunyai
rasionalitas utk memanfaatkan secara intensif; maka
akibatnya, kelimpahan sumberdaya alam menurun dan
semua pihak merugi.
● Dilema padang rumput (pastoral) yang dapat
diakses/dimanfaatkan oleh semua peternak:
§ Hingga taraf tertentu, penambahan jumlah ternak
meningkatkan keuntungan peternak.
§ Masuknya peternak lain tanpa ada mekanisme
pengaturan, mengakibatkan padang rumput mengalami
degradasi (over grazing). Semua peternak tanpa kecuali
mengalami kerugian.

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Tragedi Sumber Daya Bersama
(Garret Hardyn. 1968. The Tragedy of the Commons. 162(1968):1243-1248.

Kesimpulan umum model Garret Hardin:


1. Pengguna bersifat egois, mengutamakan manfaat
& kepentingan ekonomi bagi dirinya sendiri tanpa
memperhatikan kepentingan orang lain;
2. Masing-masing pengguna memiliki kemampuan
mengeksploitasi sumber daya bersama, namun
laju eksploitasi yang dilakukan oleh seluruh
pengguna melampaui kemampuan sumber daya
alam untuk pulih.

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Tragedi Sumber Daya Bersama
(Garret Hardyn. 1968. The Tragedy of the Commons. 162(1968):1243-1248.

Kesimpulan umum model Garret Hardin:


3. Komunitas masyarakat yg kehidupannya
tergantung pada sumber daya bersama tidak
memiliki institusi atau pranata sosial yang efektif
untuk menegakkan perlindungan terhadap sumber
daya alam
4. Sumber daya bersama dapat dikelola dengan baik
dan efisien, bila sumber daya atau properti tsb
menjadi milik privat (private property right), atau
diatur dengan tindakan nyata oleh pemerintah.
Catatan: teori ini banyak dikritik!
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB
TEORI BARANG (GOOD) DARI SISI EKONOMI:
TEORI SUMBER DAYA BERSAMA
(THE COMMON-POOL RESOURCES, CPRS)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Teori Common-Pool Resources (CPRs) atau
Common Property Resources
Ilmu ekonomi: common-pool resources atau
common property resource - suatu jenis
barang (type of goods) yang berwujud sebagai
sumber daya alam (hutan, daerah tangkap
ikan), atau sumber daya buatan manusia
(misal irigasi), yang sifatnya
• substractibility atau rivalness di dalam
pemanfaatan,
• Tingginya biaya (cost) untuk membatasi
akses pihak lain menjadi pemanfaat
(beneficiaries),

Elinor Ostrom
(1933 – 2012)FEMA IPB
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT –
Teori Common-Pool Resources (CPRs) atau
Common Property Resources
• Substractibility atau rivalness di dalam
pemanfaatannya: batubara, minyak, kayu, air
bersih,dsb
• Overuse (dimanfaatkan berlebihan)
• Congestion (tidak seimbang supply & demand)
• Stock variable & flow variable of resources
• Tingginya biaya (cost) untuk membatasi akses
pihak lain (beneficiaries).
• Free rider (mau memanfaatkan sumberdaya
tapi tidak mau berkontribusi)
Ø Implikasi: perlunya sistem & mekanisme
kelembagaan cegah tragedy of the common! Elinor Ostrom, 1933 – 2012
Nobel Prize in Economic,
2009
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB
Sifat Barang (Type of Good)

Pembagian cara Mampu melarang atau membatasi pihak luar


klasik barang untuk memanfaatkan (Excludability)?
ekonomi Ya, mampu Tidak mampu melarang
melarang pihak lain
(Excludeable) (Non Excludable)
Private good Common good (Common-
(pakaian, pangan, Pool Resource)
Barang
Ya kendaraan, gadget jaringan irigasi, ikan laut,
diperoleh
hp) hutan, sungai
dengan
bersaing?
Club good Public Good
(Rivalrious)
Tidak Klub golf, Vallet Free-to-air TV, udara, Bela
Parking, TV Kabel Negara, Iklim
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB
Common-Pool Resource (CPR) atau Common
Property Resource

— CPR dikuasai oleh pemerintah pusat, provinsi,


kabupaten/kota sebagai State Property Right.
— CPR dapat dikuasai oleh masyarakat adat sebagai
Customary Property Right,
— CPR dapat dikuasai oleh perusahaan sebagai Private
Property Right.
— Ketika CPR tidak dikuasai siapapun, atau pemilikan CPR
secara de facto tidak berfungsi; maka CPR merupakan
sumberdaya akses terbuka (open access resource)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Siapa yang menguasai Common Good
(Common Property Regime)?

Sifat Barang: Common-Pool Resource (CPR) atau Sumber


Daya Bersama

Rejim Hak Pengusaan Sumber Daya

Dikuasai Individu, Dikuasai negara, MHA,


Dikuasai Negara, Dikuasai MHA,
privat, atau atau korporasi tapi
CPR merupakan CPR merupakan
korporasi. CPR tidak mampu dijaga
State Property Customary
merupakan Private baik à (Quasi) Open
Right (HP, HL, HK) Property Right
Property Right Access Resource
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB
Common-Pool Resource (CPR) atau Common
Property Resource

— Elinor Ostrom menemukan CPR yang dikelola dengan


modus Customary Property Regime berbeda dengan
CPR yang dikelola dengan modus State Property Regime,
atau yang dikelola dengan modus Private Property
Regime.
— Menurut Ostrom Customary Property Regime, juga
dapat mencegah terjadinya tragedy of the common
(Garret Hardyn).

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Property-Rights Regimes

4 jenis Property-Rights Regimes (Broomley 1991; Feeny et al, 1990;


Lynch & Harwell 2002):
1. Properti Akses Terbuka (open access property): Properti tidak
dimiliki oleh siapa pun. Properti bebas diakses oleh siapa pun
(non-excludable) & diperoleh dengan bersaing. Tidak ada regulasi
yang mengatur, atau regulasi tidak efektif mengatur, atau hak-
hak pemilikan (property right) tidak didefinisikan dgn jelas.
2. Properti privat (private property): Properti bersifat excludable &
diperoleh secara bersaing (rivalry). Akses, eksklusi, &
pengelolaan properti dikontrol oleh individu, privat, atau
korporasi (group of legal owners). Manfaat dan biaya
ditanggung sendiri oleh pemilik. Hak pemilikan dapat ditransfer.

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Property-Rights Regimes
4 jenis Property-Rights Regimes (Feeny et al, 1990; Lynch &
Harwell 2002) - lanjutan:
3. Customary property: Properti dimiliki oleh sekelompok orang
atau komunitas adat. Akses, pemanfaatan, dan mekanisme
ekslusi dikontrol bersama oleh komunitas bersangkutan.
Customary property dapat dicegah menjadi open access
property karena pemilik mempunyai kemampuan yang lebih
besar dalam mengontrol properti dan mencegah konflik
melalui penegakan aturan dan berbagi manfaat bersama.
4. Properti negara (state property): Properti dimiliki oleh semua
orang dalam suatu negara (juga disebut sebagai public
property) di mana akses dan pemanfaatannya dikontrol oleh
negara (pemerintah).

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Sumber Daya Alam Bersama yang Dikelola oleh
Customary Property Regime

Sumber daya bersama yang dikelola Contoh-contoh Customary Property


dengan Customary Property Regime Regime
• Anggota komunitas memiliki hak- • “Sasi Laut” di pulau-pulau kecil
hak hukum (legal rights) untuk dan perairan Indonesia Timur.
memanfaatkan, melindungi,
mengelola & melarang orang luar • “Sasi Darat” di kawasan hutan
memanfaatkan sumberdaya yang di pedalaman pulau-pulau kecil
dikuasai komunitas tsb. di wilayah Indonesia Timur.
• Keberlanjutan (sustainability) • “Tanah Ulayat”, & “Hutan Ulayat”
akses/kontrol atas SDA bersama di Sumatera Barat.
(CPRs) lebih ditentukan oleh
institusi lokal ketimbang institusi • “Hutan titipan” & “hutan
supra desa (misal Pemerintah larangan” di kawasan Gunung
Kabupaten). Halimun, Jawa Barat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Common-Pool Resource & Property Right
Mengapa Penting Dipelajari dalam Pengelolaan
Kolaboratif?

• Semua konflik akses sumber daya alam pada dasarnya


berpangkal pada persoalan hak atas properti (property
right):
– Berubahnya hak atas properti atau dhi sumber daya alam
(hak untuk mengakses, memungut hasil, mengelola,
melarang orang lain masuk, dan/atau melakukan transfer
ke pihak lain);
– Berubahnya hak properti mengakibatkan berubahnya
distribusi manfaat di kalangan pihak yang mengakses
sumberdaya alam;

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


TEORI BARANG (GOOD) DARI SISI SOSIAL:
TEORI AKSES
(ACCESS THEORY)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Perubahan Rejim Penguasaan
Sumber Daya Alam Bersama & Akibatnya

• Sejak ditetapkan UUD 1945: sumber daya alam (bumi, tanah,


dan air) atau Common Pool Resources (CPRs) tergolong sbg
state property.
• Hingga dekade 1970an dan beberapa di antaranya hingga
kini, SDA/CPRs tersebut masih banyak diakses & dikontrol
oleh institusi lokal/adat (sumber daya alam dikelola oleh
rejim adat) à common pool property regime
• Perubahan struktur akses dari common pool customary
property regime ke common pool state property regime
banyak mengakibatkan fenomena akses terbuka (open access
resource) dan konflik akses.

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Praktikum:
Siapa yang memiliki/menguasai CPR di Indonesia
(hutan, pesisir/teluk) secara de-jure & de-facto?

Common-Pool Resource atau Sumber Daya Bersama

Di Masa Di Masa Orde Di Masa


Di Masa Kolonial
Kemerdekaan Baru? Reformasi?
Hindia Belanda?
sampai 1967?

• Agrarische Wet • UUD 1945 • Undang-Undang • UU Kehutanan


1870 • Undang-Undang Pokok No 41/1999
• Agrarische Besluit Pokok Agraria Kehutanan No • UU No 27/2007
1870 No 5/1960 5/1967 & UU No
Domein Verklaring 1/2014 ttg
Pesisir & Pulau2
Kecil
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB
Perubahan Rejim Penguasan Sumber Daya Alam
Bersama (CPRs) di Indonesia
Pra Kemerdekaan Pasca Kemerdekaan

Masyarakat hukum Negara menetapkan


adat memiliki hukum (positif) yg
aturan akses atas secara nasional
SDA Bersama (CPRs) mengatur akses atas
SDA Bersama (CPRs)

Secara de facto sumber Secara de jure sumber daya


alam diatur & dikelola oleh
daya diatur & dikelola
negara (dejure state
sendiri oleh masyarakat property regime)
(de facto common property Keterbatasan
regime) personil & dana Sumber daya menjadi rejim
bebas akses (de facto open-
access regime)
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB
Teori Akses
Ribot, J.C., & Nancy L. Peluso. 2003. A Theory of Access. Rural Sociology
68(2), 2003, pp. 153–181

v Akses menurut Ribot dan Peluso (2003):


• Kemampuan untuk memperoleh manfaat dari suatu benda
(the ability to derive benefit from things).
• Akses dalam pengertian Peluso lebih ditekankan pada
“sekumpulan kuasa” (a bundle of power)
v Akses menurut pengertian klasik ekonomi (Ostrom)
• Hak untuk memperoleh manfaat dari suatu benda (the
right to benefit from things)
• Akses dalam pengertian klasik ekonomi adalah
“sekumpulan hak” (a bundle of rights).

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Teori Akses
• Konsep akses Ribot dan Peluso (2003):
• Siapa yang memperoleh manfaat?
• Apa proses yang ditempuh sehingga manfaat diperoleh?
• Access retains an empirical ". . . focus on the issues of
who does (and who does not) get to use what, in what
ways, and when (that is, in what circumstances
exercise)”
• Sekumpulan kuasa/daya (power) yang melekat di dalam
dan diaplikasikan melalui berbagai mekanisme, proses
dan relasi sosial sehingga seseorang atau sekelompok
orang mempunyai kemampuan untuk memperoleh
manfaat dari sumberdaya.

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Teori Akses
• Konsep akses Ribot dan Peluso (2003):
• Di dalam bundel dan jaring-jaring kuasa/daya ini (bundle
and web of powers) terkandung aspek material, budaya dan
ekonomi politik dari kekuasaan yang menjadi pembentuk
konfigurasi akses terhadap sumberdaya alam.
• Dalam relasinya dengan sumberdaya alam, lembaga dan
para anggotanya acapkali berada dalam posisi yang berbeda-
beda menurut ruang dan waktu (historis).
• Bundle & web of powers cenderung berubah-ubah dinamis
seiring berjalannya waktu dan berakibat berubahnya pula
konfigurasi akses ke sumberdaya.

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Teori Akses – Analisis Akses

• Analisis akses difokuskan pada isu-isu tentang siapa yang


mendapat (dan siapa yang tidak mendapat) apa,
bagaimana caranya, dan kapan memperolehnya (yakni
pada kondisi apa).
• Analisis akses membantu memahami mengapa beberapa
orang atau institusi dapat memetik manfaat dari sumber
daya, terlepas apakah mereka mempunyai hak atas
sumber daya tersebut atau tidak.

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Teori Akses - Analisis Akses

1) Mengidentifikasi dan memetakan aliran manfaat


suatu kepentingan;
2) Mengidentifikasi mekanisme bagaimana aktor yang
berbeda memperoleh, mengendalikan, dan
mengatur aliran dan distribusi manfaat;
3) Melakukan analisis relasi kuasa yang melatari
berlangsungnya mekanisme akses untuk
memperoleh manfaat.

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Teori Akses - Mekanisme Akses

1) Akses berbasis hak (sanksi ditegakan oleh hukum,


norma, konvensi)
– Akses legal
– Akses ilegal
2) Mekanisme struktural dan relasional dari akses
Kemampuan memetik manfaat dari sumberdaya
dimediasi oleh teknologi, modal, pasar, otoritas,
identitas sosial, dan relasi sosial; yang kemudian
membentuk dan mempengaruhi akses.

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Power, Access & Property

¡ Unsur-unsur Kekuasaan: Di dalam kekuasaan (power)


terkandung unsur-unsur material, budaya, dan
ekonomi-politik yang seluruhnya terhimpun dalam
‘bundel’ (bundle of powers) dan ‘jaring-jaring kuasa’
(web of powers).
¡ Bagaimana kekuasaan dikelola: Kekuasaan itu dikelola
dan terdapat di dalam mekanisme, proses, dan relasi
sosial yang selanjutnya mempengaruhi kemampuan
orang atau institusi untuk mengakses dan memetik
manfaat dari sumber daya

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Akses senantiasa berubah Properti & Akses
tergantung pada:
• Posisi & kuasa individu atau
grup dalam berbagai relasi
sosial.
• Kondis ekonomi politik

Analisis akses adalah proses


mengidentifikasi & memetakan
mekanisme akses melalui
penelaahan atas bagaimana akses
diperoleh, dipelihara, &
dikendalikan.

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Kumpulan Hak Properti menurut Ostrom (2000)
diaplikasikan untuk menggambarkan perubahan hak properti sumberdaya
hutan di Indonesia
Posisi
Kumpulan Hak 2000 Pengguna
(bundle of Pemilik Pengesahan Pengakuan Resmi Pengunjung
rights)
Mengakses Ï Ï Ï Ï Ï
Memungut hasil Ï Ï Ï Ï
Mengelola Ï Ï Ï Ï
Melarang Ï Ï

Mengalihkan Ï

1980-1999 Ostrom (2000)


<1970
Kasus:
● Masyarakat Ngata Toro, Hutan Adat Ngata Toro – Taman Nasional Lore Lindu, Sulteng
● Masyarakat Repong Damar, Hutan Adat Krui, Lampung Barat
● Masyarakat Sumber Jaya,DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT –
HKm di Hutan Lindung, Lampung Barat FEMA IPB
KASUS AKSES TERBUKA TAMBANG
TIMAH DI PULAU BANGKA & BELITUNG
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB
Kasus Penambangan Timah di Laut
(KIP Perusahaan 10 Unit & KIP Mitra 48 Unit)

8 Unit
26 Unit KIP PULAU BANGKA KIP PULAU KUNDUR
6 Unit
KIP
8 Unit
KIP

PULAU BELITUNG
8 Unit
KIP

KETERANGAN
KIP: Kapal : IUP di Laut
Isap Produksi : IUP di Darat
2 Unit
KIP

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Kasus Penambangan Timah di Bangka
¤ Sebelum otonomi daerah (1999) hanya ada dua
perusahaan pertambangan yang mempunyai hak untuk
dan dapat mengakses timah di Indonesia: PT Timah Tbk
(produksi logam timah ± 75%) dan PT Kobatin (25%).
¤ Mulai tahun 2000, sumberdaya timah yang berada di
dalam Wilayah Ijin Usaha Pertambangan PT Timah (baik
darat maupun laut) marak ditambang oleh Tambang
Inkonvesional (TI). Timah menjadi sumber daya yang
diakses terbuka oleh banyak pihak.
¤ Akibat diakses terbuka, cadangan timah cepat berkurang,
tanaman reklamasi banyak ditebang oleh TI dan kesuburan
tanah mengalami degradasi.

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Tragedy of the Common - Tin Resource
< Tahun 1997 > Tahun 2000
Timah merupakan bahan
Timah merupakan sumberdaya yang
tambang yg diakses &
diakses terbuka oleh banyak pihak
dikontrol penuh oleh negara

• 20 Kapal Keruk PT Timah • 100 unit TS Mitra & 3812 TSK


dari berbagai ukuran • Ribuan unit TI di dalam maupun
beroperasi di darat & laut di luar IUP darat
• +136 TS/TSK dan 7 TB • 12 Kapak keruk & 60 KIP Timah &
• Satu pabrik peleburan di mitra
Muntok • ± 2,500 TI Apung di laut
• 32 pabrik peleburan timah

• Kerusakan sumberdaya • Cadangan timah dengan cepat


alam & lingkungan relatif mengalami deplesi
terkendali • Kerusakan sumberdaya alam &
pencemaran lingkungan meluas
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB
Fenomena Akses Terbuka di Laut

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Fenomena Akses Terbuka di Tambang Darat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Kesuburan tanah di Babel
semakin turun sebagai
akibat dari akses terbuka
penambangan timah oleh
berbagai pihak

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


TERIMAKASIH
Pengelola MK. Tata Kelola SDA
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia - Institut Pertanian Bogor
http://skpm.fema.ipb.ac.id

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM (KPM224)
SEMESTER GENAP TA 2020/2021

PB3. MEMAHAMI TATA KELOLA


SUMBER DAYA ALAM: KONSEP
KUNCI DAN PENDEKATAN
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB
KONSEP-KONSEP
KUNCI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Governance
• Governance differs from government in that it focuses less on
the state and its institutions and more on social practices and
activities
• Governance refers to:
- all processes of governing;
Governance - whether undertaken by a government, market, community or
network;
(Bevir 2012)
- whether over a family, tribe, formal or informal organization,
or territory; and
- whether through laws, norms, power or language.

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


•Referring to the actions and processes by which stable
practices and organizations arise and persist. These actions and
processes may operate in formal and informal organizations of
any size; and they may function for any purpose, for profit or
not. Governance
•Researching governance as a process calls for understanding as Process
the dynamic evolution of governance in particular places in (Manuel-Navarrete
terms of competing actions by different actors for spheres of et al 2009)
power/authority (powerspheres).

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Resource
Governance
(Hamann et al 2018)

It refers to institutionalized modes of


social coordination to produce and
implement collectively binding rules on
natural resource use.
It also seeks to regulate people’s access
to and use of renewable (e.g., forests,
water) and non-renewable (e.g., oil,
minerals) resources.

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Komponen dan Prinsip

Sumber:
Moore et al (2011)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


&

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Indikator
Resource
Governance
(Kasus Industri
Ekstraktif)

(Natural Resource
Governance
Institute 2017)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


TIGA PENDEKATAN
TATA KELOLA SUMBER
DAYA ALAM

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB
Pendekatan Tata Kelola
SDA Berbasis Negara

Peran yang diasumsikan


Menerbitkan, mengimplementasikan,
dan menegakkan kebijakan terkait
pengelolaan SDA dan lingkungan hidup

Mendirikan lembaga-lembaga
pemerintah yang bergerak dalam tata
kelola SDA dan lingkungan hidup baik
nasional maupun daerah

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Negara terlalu
besar untuk
mengatasi
masalah lokal
dan terlalu
kecil untuk
mengatasi
masalah
global

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Pendekatan Tata Kelola
SDA Berbasis Pasar

Peran yang diasumsikan


Pasar sebagai aktor: climate denial,
green wash, green business

Pasar sebagai instrumen: sistem


kuota, jasa lingkungan, insentif harga

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Pasar Sebagai
Instrumen

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Pendekatan Tata Kelola
SDA Berbasis Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Pendekatan Berbasis Masyarakat
Menurut Sumber Inisiatifnya

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


Skenario Ideal: Kolaborasi
Negara, Pasar, Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


TERIMA KASIH

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT – FEMA IPB


PB 4. Pendekatan Aktor dalam TKSDA:
Peran Negara
Tim Pengampu Mk. TKSDA
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, IPB University
Outline Perkuliahan
• Pendekatan dalam TKSDA:
Aktor dan Kritis

• Peran Negara dalam Tata


Kelola Sumber Daya Alam

• Negara dan Desentralisasi


SDA
Pendekatan-pendekatan dalam TKSDA:
Perspektif Ekologi-Politik

Pendekatan Pendekatan
Aktor Kritis

Bryant and Timothy


Beiley (2000) Forsyth (2003)
Pendekatan Aktor
dalam Tata Kelola SDA
• Asumsi Dasar
• Aktor-aktor dalam TKSDA

http://ipb.ac.id
Pendekatan Aktor :
Asumsi Dasar
• Tata kelola SDA merupakan ajang pertarungan kepentingan
berbagai pihak untuk akses, penguasaan & kontrol atas SDA
• Kerusakan SDA timbul ketika terjadi ketidak-setaraan
kekuasaan (power) dikalangan para pihak yg terlibat
• Penelitian di berbagai negara berkembang: kekuatan global &
negara merupakan pihak yang banyak menjadi penyebab
langsung atau tidak langsung kerusakan SDA, marginalisasi
ekonomi rakyat, dan melonggarnya kohesivitas masyarakat
Pendekatan Aktor :
Asumsi Dasar
Manfaat-biaya (benefit-cost) dari perubahan
lingkungan menyebar tidak merata.
Contoh: Kerusakan Lingkungan akibat Pertambangan Batubara

Mengakibatkan kesenjangan sosial dan ekonomi

Berubahnya kemampuan suatu aktor dalam


mengontrol sumber daya atau berjuang
menentang aktor lain

Sumber: Bryant and Beiley (2000)


Aktor-Aktor dalam TKSDA:
Negara Bukan Aktor Tunggal
LSM Lembaga Negara Lembaga Bisnis &
Internas Donor Maju Keuangan Industri Global

Partai Bisnis &


Negara
Politik Industri

SDA & LH Indonesia

LSM Masyarakat
lokal
Persinggungan antara Negara-Pasar-Masyarakat

Negara

Co-management Public-private
Contoh: PSBM, partnerships
Kehutanan, Kelautan, Contoh: Konsesi, logging,
Perairan mining, dll

Masyarakat Private-social partnerships Pasar


Contoh: PES, Ecotourism, carbon sequestration

Sumber: Lemos and Agrawal, 2006: 310


Peran Negara dalam Tata
Kelola Sumber Daya Alam
• Karakteristik Negara
• Pendekatan TKSDA berbasis Negara
• Peran Negara
• Menurunnya Peran Negara

http://ipb.ac.id
Karakteristik
Negara
• Basis hubungan adalah wewenang
(authority).
• Bentuk interaksi bersifat rutin
• Instrumen yang digunakan adalah
regulasi
• Pendekatan yang digunakan adalah
administratif dan formal
• Fleksibilitas dan inovasi rendah

(Evans 2014)
Pendekatan Tata Kelola SDA Berbasis Negara
Pendekatan Tata Kelola
Peran yang diasumsikan:
SDA Berbasis Negara
• Menerbitkan, mengimplementasikan, dan menegakkan kebijakan
terkait pengelolaan SDA dan lingkungan hidup
Peran yang diasumsikan:
• Mendirikan lembaga-lembaga pemerintah yang bergerak dalam tata
kelola SDA dan lingkungan hidup baik di tingkat
Menerbitkan, nasional maupun dan
mengimplementasikan,
daerah menegakkan kebijakan terkait pengelolaan
SDA dan lingkungan hidup

Mendirikan lembaga-lembaga pemerintah


yang bergerak dalam tata kelola SDA dan
lingkungan hidup baik di tingkat nasional
maupun daerah
“State is not a thing”

• Negara tidak tunggal: badan-badan di dalam negara


sangat beragam, bahkan seringkali terjadi disharmoni
baik secara horizontal (antar sektor pemerintahan)
maupun vertical (antar level pemerintahan)

• Di dalam negara juga terdapat aktor-aktor yang kerap


berpikir dan bertindak berbeda

• Seeing state from below: Bagaimana para actor birokrasi


“membantuk” negara melalui praktik sehari-hari
Dualisme Peran Negara
Agen
Pelindung
Pembangunan
Lingkungan
• Industrialisasi
• Konservasi
• Aliansi dengan
• Aliansi dengan
MNC dan negara
organisasi multilateral
maju

Bryant and Beiley (2000)


Contoh: Rezim Konservasi Laut
Policy Level
Conservation Regimes

Law of 5/1990 Law of 31/2004 & 45/2009 Law of 27/2007 & 1/2014
Forestry Regime Fisheries Regime Coastal Management

Biodiversity Coastal and small


Fisheries management
conservation island management

Marine Conservation Water Conservation Coastal and Small Island


Area Area Conservation area

Ministry of Marine Ministry of Marine


Ministry of Forestry
Affairs and Fisheries Affairs and Fisheries

Sumber: Satria (2020)


Contoh:
Relationships
between
actors:
A case study
on irrigation
Sumber: Fischer et al. (2007)
Instrumen Negara
dalam Tata Kelola SDA
• Compulsory instruments
• Mandatory regulations
• Mixed instruments
intervention

• Subsidies & taxes


State

• Voluntary instruments
• Self-regulatory program

Compulsory: Required; obligatory


Mandatory: Obligatory; required or commanded by authority
• Negara terlalu besar untuk mengatasi masalah lokal dan terlalu kecil
untuk mengatasi masalah global

Negara terlalu besar


untuk mengatasi
masalah lokal dan
terlalu kecil untuk
mengatasi masalah
global
Menurunnya
Peran Negara
Globalisasi
• Dominasi MNC
• Peran Lembaga Multilateral

Desentralisasi dan Devolusi


• Menguatnya peran daerah
• Menguatnya peran masyarakat

Privatisasi
Menurunnya Peran Negara dan
State-capture corruption Lemahnya fungsi otoritas
kelembagaan negara ditambah
kuasa oligarki atas birokrasi
negara, menyebabkan
terjadinya state-captured
corruption.

Arah kehidupan berbangsa


dan bernegara tidak lagi
diturunkan dari hikmat
kebijaksanaan dan mandat
“sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat”.

Sumber: KPK (2018) https://auriga.or.id/cms/uploads/pdf/related/2/8/9_nota_sintesis_evaluasi_gnpsda_kpk_2018_final_en.pdf


Negara dan Desentralisasi
Sumber Daya Alam
• Alasan Penerapan Kebijakan Desentralisasi
• Negara dan Desentralisasi SDA

http://ipb.ac.id
Alasan Penerapan
Kebijakan Desentralisasi
Motivasi Desentralisasi Negara
Transformasi Ekonomi-Politik Eropa Tengah, Eropa Timur, Rusia
Krisis politik yang dilatarbelakangi konflik etnis/kesukuan Bosnia, Etiopia, Nigeria, Srilangka, Afsel, Filipina
Krisis politik yang dilatarbelakangi konflik kewilayahan Indonesia, Madagaskan, Mali, Senegal, Uganda, Meksiko, Filipina
Meningkatkan partisipasi Argentina, Brazil, Bolivia, Kolombia, India, Pakistan, Filipina
Persyaratan penerimaan keanggotaan Uni Eropa Ceko, Slowakia, Hungaria, Polandia
Manuver Politik Peru, Pakistan
Krisis Fiskal (Keuangan) Rusia, Indonesia, Pakistan
Peningkatan Pelayanan Publik Chili, Uganda, Pantai Gading
Menggeser deficit ke pemerintah tingkat bawah Eropa Tengah, Eropa Timur, Rusia
Menggeser tanggungjawab program yang tidak populer Afrika
Pencegahan kembalinya Otokrasi Amerika Latin
Pelestarian kekuasaan komunis China
Globalisasi dan Revolusi Informasi Banyak Negara

Sumber: Shah & Thompson (2004)


Negara dan
Desentralisasi SDA
Pemerintah Pusat
Dekonsentrasi

Desen
tralisa

Instansi
De
si

Pemerintah
vo
lus

Pr
i

iva
Pemerintah tis
as
i
Kab/Kota
Kelompok
Pengguna Ilustrasi: https://rmol.id/read/2015/06/01/204622/61-
Perusahaan persen-otonomi-daerah-gagal-sarjana-katholik-keluarkan-
tujuh-seruan
Swasta
Contoh:
Kewenangan Pusat & Daerah di Pesisir-Laut
Menteri: pada wilayah lintas
provinsi dan Kawasan
Strategis Nasional Tertentu

Gubernur: pada wilayah


sampai 12 mil laut dari garis
pangkal

Bupati: pada wilayah 1/3 dari


wilayah provinsinya
Take Home Messages
• Negara bukan merupakan aktor tunggal dalam TKSDA
• Negara memainkan dua peran sekaligus: agen
pembangunan & pelindung lingkungan
• Instrumen negara sangat beragam, dari yang bersifat
memaksa sampai ke sukarela
• Menurunya peran negara karena disebabkan oleh
faktor: globalisasi, desentralisasi, dan privatisasi

http://ipb.ac.id
Pengelola Mata Kuliah
Sekretariat : Koordinator Mata Kuliah Tata Kelola Sumberdaya Alam (KPM-224)
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM)
Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB) Jalan
Kamper Wing-1 Level-5 Kampus IPB Darmaga Telepon 0251-8425252;
0251-8621902 dan Faksimil 0251-8627793

Koordinator : Prof. Dr. Arif Satria


Matakuliah Email: arifsatria@apps.ipb.ac.id
Mobile phone: 08121102455
Asisten Praktikum : Dr. Alfian Helmi
Email: alfianhelmi@apps.ipb.ac.id
Mobile phone: 081387635633
Administrasi : Dhiny, SP
Pendidikan Email: rahmadani.d@gmail.com
Mobile phone: 0818700526
Angra Irena Bondar, A. Md
Email: anggrabonds@yahoo.com
Mobile phone: 08129093791
Diskusi & Tanya Jawab
Pendekatan Kritis
• Kritik
• Mitos Lama dan Mitos Baru

http://ipb.ac.id
Pendekatan Kritis
1. Kritik terhadap makna manusia dan alam sebagai komoditi ;
à Dominasi terhadap alam àdominasi sesama manusia
2. Menekankan pada pengaruh sejarah/pengalaman dan budaya
(nilai, norma, tradisi, pendidikan) terhadap evolusi konsep
perubahan dan degradasi lingkungan à Alam adalah hasil
konstruksi sosial
3. Kritik terhadap pendekatan positivisme yang apriori terhadap
konsep ilmu lingkungan à tawaran Konstruktivisme
4. Politik pengetahuan dan pengaruhnya pada kebijakan

Sumber : Forsyth (2003)


Pendekatan Kritis: Ketidakakuratan dan Ketidakadilan
Pemisahan antara prinsip politik dan prinsip ekologi akan sama-sama bermasalah.

• Kalau terlalu bertumpu pada politik maka kebijakan lingkungan tidak akan
mampu menyentuh faktor biofisik dalam masalah lingkungan, sehingga
menyebabkan KETIDAKAKURATAN.

• Kalau terlalu bertumpu pada prinsip lingkungan semata maka kebijakan


lingkungan akan berdampak pada marjinalisasi masyarakat lokal pengguna
sumberdaya melalui pembatasan akses, yang berarti juga membatasi mata
pencaharian masyarakat sehingga nampak tidak adil à KETIDAKADILAN

Sumber : Forsyth (2003)


Mitos-Mitos dan Pemikiran Baru tentang
kemiskinan dan lingkungan
Mitos Pemikiran Baru
Orang miskin menyebabkan Orang kaya menggunakan sumberdaya lebih
kebanyakan kerusakan lingkungan banyak dan memiliki dampak lingkungan yang lebih
besar dari orang miskin.

Orang miskin tidak peduli terhadap Orang miskin sangat sadar terhadap dampak negatif
lingkungan dari lingkungannya mengingat mereka sering
tergantung pada lingkungan untuk hidup
Orang miskin kurang memiliki Orang miskin dapat melakukan pengelolaan
pengetahuan dan sumberdaya untuk lingkungan yang lebih baik, khususnya ketika
memperbaiki lingkungannya insentif dan informasi tersedia. Namun sayangnya
pengetahuan tradisional mereka seringkali
diabaikan.

Sumber : Forsyth (2003)


Pokok Bahasan 05

MK. TATA KELOLA


SUMBER DAYA ALAM
Peran Lembaga Multilateral dalam
Tata Kelola Sumber Daya Alam
Mohamad Shohibuddin
KERANGKA MEMAHAMI
GLOBAL GOVERNANCE
OF RESOURCES
From National to Global Governance (1)

“ Negara terlalu besar untuk mengatasi masalah lokal


dan terlalu kecil untuk mengatasi masalah global
Sumber: Milligan
and O’Keeffe (2018)

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia – IPB © Shohibuddin (2023)
From National to Global Governance (2)

“ Negara terlalu besar untuk mengatasi masalah lokal


dan terlalu kecil untuk mengatasi masalah global
Sumber: Milligan
and O’Keeffe (2018)

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia – IPB © Shohibuddin (2023)
Global Governance of Resources

“ Global governance of resources is a process characterised by a wide


variety of actors, normative frameworks, hierarchical relationship,
and associated spatial boundaries.
Sumber: Milligan
& O’Keeffe (2018)

Actors — the actors that participate in global resources governance include but are not limited to governments, inter-
governmental organisations (IGOs), private entities from commercial and non-profit sectors, and diverse communities within
civil society. Each of these actors pursues different sets of interests at different spatial scales, in different social, cultural,
political, economic and environmental contexts.
Normative frameworks — decision-making by different actors concerning resources is enabled, constrained and influenced by
a wide variety of normative frameworks. These frameworks have varying degrees of formality. More formal normative
frameworks include treaties, laws, regulations, policies, contractual agreements and technical standards. Less formal normative
frameworks include administrative, commercial, professional, cultural and interpersonal practices.
Behavioural relationships — both actors and normative frameworks are influenced and shaped by relationships of power,
authority, cooperation or influence at multiple levels. These relationships are often described as vertical when they are
predominantly hierarchical, horizontal when they are predominantly cooperative and voluntary.
Spatial boundaries — different actors and normative frameworks shape global resources governance at different spatial scales,
including local, national, regional and international.

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia – IPB © Shohibuddin (2023)
Global Governance of Resources

Sumber: Milligan
and O’Keeffe (2018)

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia – IPB © Shohibuddin (2023)
Local to Global Framework

Sumber:
Schilling et al (2018)

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia – IPB © Shohibuddin (2023)
ILUSTRASI GLOBAL
RESOURCE GOVERNANCE
Different Terms of UN Normative Framework
Traktat (treaty)
• Perjanjian yang paling formal dan merupakan persetujuan dari dua negara atau lebih.
• Isi perjanjian mencakup bidang ekononi dan politik.
• Mengandung ketentuan hukum yang bersifat umum, sehingga mengikat negara yang menandatanganinya.
• Contoh: International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture tahun 2021 di Roma.

Konvensi (convention)
• Persetujuan formal yang bersifat multilateral dan tidak berhubungan dengan kebijaksanaan tingkat tinggi atau high policy.
• Konvensi ini harus dilegalisasi oleh wakil yang berkuasa penuh.
• Contoh: Convention on Biological Diversity tahun 1993 di Rio de Janeiro; United Nations Framework Convention on
Climate Change (UNFCC) tahun 1995 di Berlin.

Persetujuan (agreement)
• Merupakan perjanjian yang memiliki sifat teknis dan administratif.
• Namun perjanjian ini tidak begitu formal karena sifatnya yang tidak resmi seperti traktat dan konvensi.
• Contoh: Kyoto Protocol tahun 1997 (COP 3); Paris Agreement tahun 2015 (COP 21).

Protokol (protocol)
• Juga merupakan persetujuan yang tidak formal dan biasanya dibuat oleh kepala negara.
• Protokol dibuat untuk mengatur masalah-masalah tambahan seperti adanya penafsiran beberapa klausal tertentu.

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia – IPB © Shohibuddin (2023)
Illustration on UN Convention

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia – IPB © Shohibuddin (2023)
Illustration of UN Agreement

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia – IPB © Shohibuddin (2021)
Approved by 195 countries

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia – IPB © Shohibuddin (2023)
Illustration on UN Voluntary Guidelines
 Endorsed by CFS in May 2012,
first ever internationally agreed
document on the governance of
tenure
 Centrality of legitimate tenure
rights for sustainable livelihoods
 Encourage states to recognize,
respect and protect all tenure
rights holders and their rights,
including indigenous and
customary tenure
 Have a human rights based
approach
 Interrelation between different
sets of tenure rights (formal,
informal, collective, customary
etc.) and different natural
resources
 Cover a very broad spectrum of
areas
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia – IPB © Shohibuddin (2023)
Guidelines for Whom?

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia – IPB © Shohibuddin (2023)
Illustration of UN Sanctions to Prevent
“Blood Resource”

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia – IPB © Shohibuddin (2023)
More International Frameworks
on Natural Resources
Sumber:
McCarthy et al

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia – IPB © Shohibuddin (2023)
The Main Focus of Governance (1):
Resource and Environmental Efficiency

Sumber: Milligan
and O’Keeffe (2018)

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia – IPB © Shohibuddin (2023)
The Main Focus of Governance (2):
Protection of Local Community

Sumber: Milligan
and O’Keeffe (2018)

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia – IPB © Shohibuddin (2023)
Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Pendekatan Aktor dalam
Tata Kelola SDA:
Peran Swasta/Market dalam Tata Kelola SDA

Dr. Alfian Helmi


Kamis, 2 Maret 2023 56%
Aktor-aktor yang berkepentingan
terhadap tata kelola sumber daya alam

NEGARA
MULTILATERAL

PASAR

MASYARAKAT
STATE

CO-MANAGEMENT PUBLIC-PRIVATE PARTNERSHIP


(e.g. co-management/CBNRM, forests, (e.g. concessionary arrangements,
fisheries, water) logging, mining)

COMMUNITY MARKET
PRIVATE-SOCIAL PARTNERSHIP
(e.g. payment for ecosystem services,
ecotourism)

Source: Lemos & Agrawal (2006) Annual Review of Environmental Resources. 31:297-325
KARAKTERISTIK PASAR

Pasar dimaknai sebagai pendekatan dan aktor (swasta)

Swasta yang yang tidak peduli lingkungan,


seperti gerakan “climate denial” di Amerika
Serikat yang tidak mengakui perubahan iklim
Swasta yang mengakomodasi kepentingan
lingkungan, melakukan “greenwash” karena
peduli lingkungan, namun usahanya mengancam
lingkungan
Swasta yang mengembangkan green business
dengan pemanfaatan teknologi karbon rendah
Karakteristik Pasar

Tree
• Kemunculan “green capitalism” untuk
merekonsiliasi bisnis dan lingkungan;
ing

Sun
Cycl

ny
• Green capitalism bukan tanpa masalah.
• Aksi ekslusi terjadi untuk menutup
akses nelayan akibat “pengklavlingan”
c ycle nd
Wi
oleh perusahaan wisata bahari yang
Re
sejatinya adalah “green” 🡪“Tragedy of
Enclosure”
(Satria 2009)
Pasar sebagai Instrumen
Pembayaran atas jasa
Transferable Quota lingkungan (PES) Ecolabelling

Individual Transferable Mekanisme yang Consumer-driven


Quota (ITQ) instrumen dibangun untuk instrument yang
pengelolaan perikanan memberikan kompensasi menuntut perhatian
di negara maju, seperti kepada individu maupun produsen untuk lebih
di Australia, Selandia kelompok yang telah serius mewujudkan
Baru, Belanda, Kanada berjasa dalam menjaga produksi yang
sumber daya dan berkelanjutan
lingkungan
(Satria 2009)
Source: Fisheries New Zealand, mpi.govt.nz (2018)
Perdagangan Karbon

Carbon market atau pasar karbon dapat


didefinisikan sebagai pasar
yang terbentuk karena adanya
permintaan akan hak atas emisi gas
rumah kaca dalam satuan
setara-ton-CO2 (ton CO2eq.).
Tata Kelola Konservasi
Konservasi
Laut di Teknokratik Populis/
Indonesia /Modern Communitarian

(Satria
2011) Negara Pasar Adat
Revitalisasi
Non Adat
Adat

Sentralisasi Desentralisasi
Kelemahan Pasar dalam Konservasi
Laut
Studi Muswar & Satria (2011) menunjukkan
bahwa proses ecolabelling mendukung
edukasi pada nelayan untuk penangkapan
ikan ramah lingkungan;
Namun secara ekonomi tidak memberikan
dampak yang signifikan karena tidak ada
perbedaan harga yang diterima nelayan
Kolaborasi Pasar - Masyarakat

Conservation

Technocratic/ Populist/
Modern Communitarian

Customary Revitalized-c Non-


Government Market
base ustomary customary

Centralistic Decentralistic
PENUTUP
• Negara, pasar, dan masyarakat
tidak bisa lagi dipertentangkan
• Pasar tidak bisa hanya dimaknai
sebagai aktor (swasta), tapi ia
juga bisa berbentuk instrumen
Memahami Ragam Rezim Tata Kelola
Sumber Daya Alam: Pengelolaan SDA
oleh Masyarakat (PSM)

Kuliah MK. Tata Kelola Sumber Daya Alam (KPM 122B)


Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia 56%
IPB University
Matriks Pilihan Model Pengelolaan

1 2
Kuat
Pengelolaan oleh Ko-manajemen
PEMERINTAH

Pemerintah
KAPASITAS

Lemah

3 4
Pengelolaan oleh Pengelolaan Berbasis
Swasta Masyarakat

Lemah Kuat
MODAL SOSIAL Sumber : Birner & Wittmer (2000)
Pengertian

Pengelolaan sumberdaya berbasis


masyarakat (PSM) adalah
pengelolaan yang menempatkan
masyarakat sebagai pengelola
sumber daya alam
Masyarakat

1
Teritorial 2 Fungsional
Penggolongan Penggolongan
berdasarkan berdasarkan
tempat tinggal jenis pekerjaan
(geografis)
Pentingnya
PSM
Dimensi: keseimbangan
Masyarakat ekonomi, sosial, ekologi
sebagai aktor
utama • Kesamaan akses
pengelolaan terhadap SDA
SDA • Jaminan mata
pencaharian
• Berorientasi pada
keberlanjutan
Unsur-unsur PSM
Batas wilayah

Sanksi 1 Aturan
6 2
5 3
Monitoring 4 Hak

Pemegang
otoritas
(Ruddle 1999)
Batas Wilayah
Batas wilayah harus jelas

Mengandung
sumberdaya yang
bernilai bagi masyarakat
ATURAN (Rules )

Constitutional
level rules
Collective (aturan mengenai siapa yang
mengatur mengenai siapa
level rules yang berwenang bekerja

Operational (aturan mengenai bagaimana


operational rule dibuat, siapa
pada level collective choice &
bagaimana mereka bekerja)
level rules yang boleh mengubah dan
melakukannya?)
(aturan dalam komunitas dan
bagaimana interaksi antar
anggota seharusnya terjadi)
Hak (Rights)
1 Access Right

2 Withdrawl Right
5
2 3 Management Right
1
4
3 4 Exclusion Right

5 Alienation Right

Ostrom and Schlager (1996)


Tipe Property Right

1
Access right : the right to enter a defined physical
property and enjoy non-subtractive benefits,

2 Withdrawal right : the right to obtain the products of


resources,
3
Management right : the right to devise operational-
level rules of withdrawal,

4
Exclusion right : the right to determine who will have an
access right and how that right may be transferred, and

5 Alienation right : the right to sell or lease all or part of


the above collective-choice rights.
Ostrom and Schlager (1996)
Status Property Right
Rights Owner Proprietor Claimant Authorized Authorized
user entrant
Access X X X X X
Withdrawal X X X X

Management X X X

Exclusion X X
Alienation X
Organisasi Pengelolaan
Bersifat formal maupun informal

Ada mekanisme pengambilan keputusan


Ada pengurus & susunan disesuaikan
dengan kondisi

Dibentuk oleh masyarakat sendiri


Sanksi diberikan Berlakunya sanksi à
bagi pelanggar indikator berjalan
aturan tidaknya suatu
aturan
Tipe sanksi
1. Sanksi sosial
2. Sanksi ekonomi
3. Sanksi formal
4. Sanksi fisik
Sanksi
Sanksi
Aturan dan Sanksi
Aturan Sanksi
• Dilarang menangkap ikan hias Rp 500,000

• Dilarang menggunakan alat bius Rp 2,500,000 dan penyitaan


perahu/alat tangkap
• Dilarang melakukan Rp 5,000,000 (US$ 555), penyitaan
pengeboman perahu/alat tangkap
• Dilarang menggunakan trawl Rp 15,000,000 penyitaan
dan muroami perahu/alat tangkap
Pengawasan

Dilakukan oleh Pengawas


masyarakat secara hendaknya orang
sukarela dan yang dianggap
bergilir memiliki kredibilitas

Ada mekanisme pengawasan


untuk meningkatkan efektivitas
dan efisiensi
Indikator
Keberhasilan PSM
• Kejelasan batas wilayah
• Kesesuaian aturan dengan kondisi lokal
• Tingkat partisipasi masyarakat dalam
menyusun aturan
• Pelaksana pengawasan dihormati
masyarakat
• Berlakunya sanksi
• Mekanisme penyelesaian konflik
• Pengakuan dari pemerintah
• Ikatan dengan lembaga luar

(Ostrom 1990)
Kriteria SDA SDA yang menjadi
untuk PSM tumpuan hidup
masyarakat lokal secara
turun temurun

SDA yang luasannya SDA yang masyarakat di


dalam batas sekitarnya memiliki
kemampuan pengetahuan lokal
masyarakat untuk untuk pengelolaannya
mengelolanya
Pendekatan
Pemerintah
•Formal
•Partisipasi
terbatas

Sumber
Pendekatan
Inisiasi Pendekatan
•Informal •Informal
LSM •Partisipasi
•Partisipasi Masyarakat
sedang penuh
Tipe PSM berdasarkan Orientasi

PSM berbasis adat, seperti Sasi Haruku, Eha


dan Mane’e, papadak dan hoholok

PSM berbasis revitalisasi adat, seperti awig-


awig di Lombok dan sasi di Raja Ampat
PSM non adat, seperti ragam Daerah
Perlindungan Laut berbasis masyarakat di
sejumlah kawasan konservasi laut.
Satria et al. (2016; 2004a; 2004b)
Tipe PSM berdasarkan Orientasi
Satria et al. (2016; 2004a; 2004b)

Orientasi ekologi-sosial kuat

Konservatif
sasi laut Haruku dan Buano, ngam Hybrid Tinggi
di Kataloka, Barat, Eha Laut dan
Mane’e di Talaud, papadak di
01 02 Desa Adaut dan desa pesisir
lainnya di Pulau Selaru,
Rote Ndao Provinsi Maluku awig-awig di
Lombok
Orientasi pasar lemah Orientasi pasar kuat

Status Quo Hybrid Rendah


sasi di Rohomoni serta 03 04 Desa Noloth, Pulau
Seke di Pulau Kawio dan Saparua, Provinsi Maluku
Kawalu.

Orientasi ekologi-sosial lemah


Keunggulan Aturan sesuai dengan
PSM realitas yang sebenarnya,
baik kondisi social maupun
ekologis

Tingginya rasa kepemilikan Biaya transaksi rendah


masyarakat terhadap SDA karena semua
mendorong mereka pengelolaan dilakukan
bertanggungjawab oleh masyarakat sendiri
melaksanakan aturan
Kritik terhadap PSM

PSM tidak mampu megatasi masalah


interkomunitas, padahal SDI melampaui
batas wilayah
PSM bersifat lokal, tidak dapat memecahkan
persoalan lebih besar seperti over-exploitation
PSM sulit mencapai skala ekonomi, karena
bersifat lokal dan hanya dianut oleh satu
masyarakat saja
Tingginya biaya institutionalisasi, khususnya
untuk proses edukasi, penyadaran, perumusan
aturan, pengembangan partisipasi masyarakat
dll
Nikijuluw (2002)
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai