Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS PROSTODONSIA

GIGI TIRUAN CEKAT (GTJ) DENGAN BAHAN


PORCELAIN FUSED TO METAL 3 UNIT PADA
GIGI 35 36 37

Disusun oleh :
Diandra Puspa Widyasari 22010220210009
Ghina Mukti Luthfia 22010221210034

Dosen Pembimbing :
drg. Bintoro Kardinoto, Sp.Pros

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN PROFESI DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS PROSTODONSIA


GIGI TIRUAN JEMBATAN (GTJ) DENGAN BAHAN
PORCELAIN FUSED TO METAL PADA AREA
EDENTULOUS GIGI 36

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Disusun oleh:
Diandra Puspa Widyasari 22010220210006
Ghina Mukti Luthfia 22010221210034

Dan disetujui oleh:

Dosen Pembimbing,

drg. Bintoro Kardinoto, Sp.Pros


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................................4
BAB I.........................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................................6
2.1 Definisi.........................................................................................................................6
2.2 Indikasi.........................................................................................................................6
2.3 Manfaat........................................................................................................................7
2.4 Kelebihan dan kekurangan GTJ...................................................................................7
2.5 Klasifikasi GTJ.............................................................................................................7
2.6 Komponen GTJ..........................................................................................................10
2.7 Tahap penentuan desain gigi tiruan jembatan........................................................17
BAB III.....................................................................................................................................23
LAPORAN KASUS............................................................................................................23
3.1 PEMERIKSAAN SUBJEKTIF, OBJEKTIF DAN PENUNJANG...........................23
3.2 KLASIFIKASI KASUS.............................................................................................29
3.3 DIAGNOSIS..............................................................................................................29
3.4 TAHAP PEMBUATAN DESAIN GIGI TIRUAN...................................................29
3.5 RENCANA PERAWATAN......................................................................................29
BAB IV....................................................................................................................................40
DISKUSI.............................................................................................................................40
BAB V......................................................................................................................................41
PROGNOSIS......................................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................42
BAB I
PENDAHULUAN

Gigi merupakan salah satu komponen penting dalam rongga mulut. Fungsi utama gigi
berperan pada proses mastikasi, di mana gigi membantu menghaluskan makanan sehingga
makanan dapat mudah ditelan dan dicerna lebih lanjut. Selain berperan dalam proses
mastikasi, gigi juga membantu proses fonasi, menjaga bentuk saluran pernapasan, penentu
dimensi vertikal wajah serta estetik. Hilangnya gigi dapat menyebabkan gangguan fungsi
gigi, seperti gangguan pada mastikasi dan estetik, sehingga dapat mempengaruhi kualitas
hidup seseorang.
Prostodonsia adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari tentang
pengembalian dan pertahanan fungsi rongga mulut, kenyamanan, estetika dan kesehatan
pasien dengan cara menggantikan atau merestorasi gigi geligi asli yang sudah tanggal dan
jaringan rongga mulut serta maksilofasial yang sudah rusak dengan pengganti tiruan.
Pengganti tiruan yang digunakan untuk menggantikan gigi geligi asli yang sudah hilang
adalah gigi tiruan. Karena banyaknya jenis gigi tiruan, gigi tiruan dapat digolongkan menjadi
dua berdasarkan jenis retensinya, yaitu gigi tiruan cekat dan gigi tiruan lepasan. Selain itu
gigi tiruan juga dapat digolongkan berdasarkan jumlah gigi yang akan digantikan, yaitu gigi
tiruan sebagian dan gigi tiruan lepasan.
Gigi tiruan sebagian cekat atau protesa gigi cekat merupakan gigi tiruan sebagian
yang disemen pada gigi asli atau akar yang memberikan dukungan utama pada protesa. Gigi
tiruan cekat terdiri dari beberapa jenis, yaitu mahkota tiruan, gigi tiruan jembatan, dan
implant. Gigi tiruan jembatan merupakan gigi tiruan sebagian yang direkatkan dengan semen
secara permanen pada satu atau beberapa gigi penyangga yang telah dipreparasi untuk
menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang.
Seorang pasien perempuan berusia 18 tahun mengeluhkan kesulitan mengunyah
akibat gigi sebelah kiri belakang telah dicabut karena berlubang. Kondisi pasien secara umum
baik, tidak ada riwayat penyakit sistemik dan tidak sedang dalam masa pengobatan. Saat
pemeriksaan klinis, tampak gigi 36 telah hilang, pada area edentulous bekas gigi 36 tampak
alveolar ridge dari arah bukolingual tipis serta tampak cekung. Gigi 37 tampak tipping ke ara
mesial. Kondisi periodontal gigi 35 dan 37 tampak baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gigi tiruan sebagian cekat atau protesa gigi cekat merupakan gigi tiruan sebagian
yang disemen pada gigi asli atau akar yang memberikan dukungan utama pada protesa. Gigi
tiruan sebagian cekat terdiri dari beberapa jenis, diantaranya adalah mahkota tiruan, gigi
tiruan jembatan, dan implan. Gigi tiruan jembatan (GTJ) atau bridge adalah gigi tiruan
sebagian yang direkatkan dengan semen secara permanen pada satu atau beberapa gigi
penyangga yang telah dipreparasi untuk menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang.
Komponen gigi tiruan jembatan tersusun atas retainer, konektor, dan pontik yang didukung
oleh gigi penyangga.1,2

2.2 Indikasi
Berikut ini adalah persyaratan dari penggunaan gigi tiruan jembatan:1,3
1. Area edentulous gigi yang akan digantikan pendek, untuk area posterior kehilangan 1-
2 gigi, untuk area anterior kehilangan 1-4 gigi.
2. Terdapat gigi tetangga di sebelah area edentulous yang masih sehat dan stabil dan
dapat memberikan dukungan yang cukup sebagai gigi abutment
3. Gigi abutment di kedua sisi memenuhi syarat, yaitu:
a. Gigi vital. Untuk gigi nonvital, PSA sudah dilakukan dengan sempurna dan
direstorasi dengan dowel retainer
b. Memiliki rasio mahkota akar 2:3 atau minimal 1:1
c. Posisi gigi normal di dalam lengkung rahang
d. Angulasi gigi maksimal 20°
4. Gigi abutment membutuhkan splinting pasca perawatan periodontal
5. Pasien berusia 17-55 tahun
6. Kesehatan umum dan OH baik
7. Ketika gigi tiruan sebagian lepasan tidak diindikasikan pada pasien, seperti pada
pasien dengan gangguan mental atau pasien dengan disabilitas
2.3 Manfaat
Sistem stomagtognati merupakan sistem yang bertanggung jawab terhadap fungsi
pengunyahan, bicara, dan penelanan. Sistem ini terdiri dari tiga organ utama, yaitu sendi
temporomandibular, otot pengunyahan, dan gigi geligi serta jaringan pendukungnya.
Kehilangan atau kerusakan gigi geligi tentunya dapat mengganggu fungsi dari sistem dan
organ stomatognati. Untuk mengembalikan fungsi sistem stomatognati yang terganggu akibat
kehilangan gigi geligi dapat menggunakan gigi tiruan. Selain mengembalikan fungsi sistem
stomatognati, penggunaan gigi tiruan dapat memperbaiki fungsi estetik.4

2.4 Kelebihan dan kekurangan GTJ

A. Kelebihan penggunaan gigi tiruan jembatan


1. Memiliki estetik yang baik
2. Memiliki kekuatan, stabilitas, retensi yang merata
3. Bisa diterapkan pada kehiangan gigi single atau multiple
4. Dapat berperan sebagai splint pada gigi abutment
5. Menjaga integritas lengkung rahang; menjaga posisi gigi
6. Melindungi dan menjaga struktur yang masih ada

B. Kekurangan penggunaan gigi tiruan jembatan


1. Melibatkan preparasi gigi abutment yang bersifat irreversible
2. Gigi abutment rawan terhadap karies
3. Membutuhkan preparasi gigi abutment yang paralel
4. Preparasi pada gigi abutment dapat mencederai pulpa dan jaringan periodontal
5. Sulit untuk menciptakan/mempertahankan diastema
6. Dapat menimbulkan gaya ungkit, terutama pada gigi tiruan jembatan yang long span

2.5 Klasifikasi GTJ


Berikut ini adalah klasifikasi dari jenis gigi tiruan jembatan. 1,3
A. Berdasarkan lokasi gigi abutment
a. Konvensional
Gigi abutment berada di sebelah area edentulous dengan pontik yang didukung
pada kedua sisi. Desain ini digunakan pada sebagian besar gigi tiruan jembatan
Gambar 1. Gigi tiruan jembatan
konvensional

b. Cantilever
Gigi abutment berada di sebelah area edentulous dengan pontik yang didukung
pada salah satu sisi saja.

Gambar 2. Gigi tiruan jembatan


Cantilever

c. Spring cantilever
Gigi abutment yang digunakan tidak berada di sebelah area edentulous dan pontik
mendapatkan dukungan hanya pada satu sisi saja yaitu di palatal. Konektor yang
menghubungkan pontik dan gigi abutment berupa bar yang berisfat kaku yang
disebut sebagai loop connector. Jenis gigi tiruan jembatan ini biasanya
diindikasikan untuk menggantikan gigi insisivus pertama rahang atas yang hilang
dan ingin mempertahankan diastema.

Gambar 3. Gigi tiruan jembatan Spring


Cantilever
B. Berdasarkan jenis konektor
a. Fixed-fixed connector
Konektor yang berada pada kedua sisi pontik bersifat kaku dan tidak dapat
menghasilkan gerakan. Konektor dihubungkan dengan cara mensolder pada pontik
dan retainer atau dengan logam tuang bersamaan dengan pembuatan pontik dan
retainer.

Gambar 4. Gigi tiruan jembatan dengan konektor


fixed-fixed
b. Fixed-movable connector
Salah satu konektor yang digunakan dalam rangkaian gigi tiruan jembatan bersifat
nonrigid dalam arti dapat menghasilkan gerakan di antara pontik dan gigi
abutment. Konektor ini terdiri dari key dan keyway attachment yang dapat
menghasilkan gerakan vertikal pada pontik dan gigi abutment. Penggunaan
konektor ini biasanya diindikasikan pada kasus pier abutment, gigi abutment yang
miring, atau gigi abutment dengan jaringan periodontal yang lemah.

Gambar 5. Gigi tiruan jembatan dengan


konektor fixed-movable

C. Berdasarkan material yang digunakan


a. All metal
Retainer dibuat dengan menggunakan bahan metal dan digunakan untuk
menggantikan gigi posterior yang tidak mengutamakan kepentingan estetik
b. Metal ceramic
Nama lainnya adalah retainer berbahan porcelain fused to metal (PFM). Terdapat
dua jenis, yaitu:
 Inti metal yang diliputi ceramic secara menyeluruh
Lapisan metal melapisi secara langsung gigi abutment kemudian dilapisi
dengan ceramic secara menyeluruh pada sisi fasial dan lingual/palatal
 Inti metal dengan lapisan ceramic pada fasial
Lapisan ceramic hanya ada pada sisi fasial
c. All ceramic
Hanya dibuat dengan bahan ceramic tanpa keterlibatan bahan metal.

D. Berdasarkan panjang area edentulous (span length)


a. Short span
Gigi tiruan jembatan menggantikan satu atau dua gigi berdekatan yang hilang,
disebut juga sebagain gigi tiruan jembatan 3-4 unit
b. Long span
Gigi tiruan jembatan menggantikan lebih dari dua gigi berdekatan yang hilang
E. Berdasarkan jenis dukungan
a. Dukungan gigi
Gigi tiruan jembatan konvensional menggunakan dukungan dari gigi asli sebagai
gigi abutment
b. Dukungan implant
Gigi tiruan jembatan menggunakan dukungan dari implant sebagai gigi abutment
c. Dukungan kombinasi
Gigi tiruan jembatan menggunakan dukungan dari gigi asli dan implant sebagai
gigi abutment

2.6 Komponen GTJ


Komponen dari GTJ terdiri atas retainer, konektor, dan pontik. berikut adalah penjelasan
lengkap terkait komponen dari GTJ.1,3,4
Gambar 6. Komponen GTJ

A. Retainer
Retainer adalah komponen dalam gigi tiruan jembatan yang berfungsi sebagai retensi dan
stabilisasi gigi tiruan. Retainer disemenkan pada gigi abutment. Jenis retainer
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Berdasarkan coverage pada permukaan gigi
a. Complete coverage atau retainer mahkota full veneer
Jenis retainer ini menutupi seluruh permukaan gigi abutment yang telah
dipreparasi. Merupakan retainer ideal karena memberikan retensi maksimal. Jenis
retainer ini adalah retainer yang paling banyak digunakan pada gigi tiruan
jembatan. Biasanya retainer ini digunakan pada gigi abutment yang telah
mengalami kerusakan yang parah.
b. Partial coverage atau retainer mahkora partial veneer
Retainer ini hanya melibatkan beberapa bagian dari gigi abutment. Dibandingkan
dengan retainer full veneer, preparasi untuk retainer ini lebih konservatif, estetik
yang baik namun retensinya kurang.
c. Retainer konservatif
Gigi yang dipreparasi minimal dan diindikasikan pada gigi anterior. Namun
retainer ini tidak dapat menerima beban oklusi yang berat. Contohnya adalah
retainer pada gigi tiruan jembatan resin-bonded.
2. Berdasarkan mekanisme retensi
a. Retainer ekstrakoronal
Jenis retainer ini mendapatkan retensi dari permukaan luar mahkota gigi
abutment. Contohnya adalah mahkota full veneer dan mahkota partial veneer.
b. Retainer intrakoronal
Jenis retainer ini mendapatkan retensi dari dalam mahkota gigi abutment.
Contohnya adalah inlay dan onlay.
c. Retainer radicular
Jenis retainer ini mendapatkan retensi dari dalam akar. Contohnya adalah gigi
abutment dengan restorasi pasak.

B. Konektor
Komponen GTJ yang menghubungkan antar retainer, antar pontik, dan retainer-
pontik. Terdapat beberapa jenis konektor yang dapat digunakan dalam pembuatan
GTJ, yaitu:
1. Konektor rigid
Konektor yang tidak memungkinkan terjadinya pergerakan pada komponen GTJ.
Konektor ini diindikasikan apabila seluruh beban mastikasi disalurkan ke gigi
abutment. Konektor rigid dapat dibuat dengan cara pengecoran (casting),
penyolderan (soldering), atau pengelasan (welding). Jenis-jenis dari konektor rigid
antara lain cast connectors, soldered connectors dan loop connectors. Konektor
yang ideal memiliki sifat mudah dibersihkan, kuat, dan memiliki estetik yang
baik.

Gambar 7. Cast connector


Gambar 8. Loop
connector
2. Konektor nonrigid
Konektor yang memungkinkan terjadinya pergerakan terbatas antara retainer dan
pontik. konektor ini diindikasikan pada saat arah insersi yang parallel tidak bisa
didapatkan melalui preparasi gigi, pada kasus dengan pier abutment, serta pada
gigi abutment yang memiliki kondisi periodontal yang kurang sehingga
penggunaan konektor nonrigid mengurangi tekanan pada gigi abutment tersebut
(stress breaker). Konektor nonrigid terdiri dari dua komponen yaitu komponen
female dan male. Beberapa jenis dari konektor nonrigid yang digunakan dalam
gigi tiruan jembatan yaitu:
 Konektor tenon-mortise
Tenon merupakan komponen male yang menempel pada pontik, sementara
mortise merupakan komponen female yang menempet pada retainer.
Penempatan konektor ini harus sejajar dengan arah insersi gigi tiruan
jembatan.

Gambar 9. Konektor tenon-mortise

 Konektor split pontic


Konektor ini digunakan pada kasus gigi abutment yang membutuhkan
sedikit gerakan untuk menjaga kesehatan gigi abutment. Pontik dibagi
menjadi dua bagian, yaitu bagian mesial dan distal yang terhubung pada
masing-masing retainer. Kemudian kedua bagian tersebut akan
dihubungkan oleh key dan keyway (komponen male dan female).

Gambar 10. Konektor split pontic

 Konektor cross-pin dan wing


Bentuk dari konektor ini hamper sama seperti konektor split pontic.
Konektor ini digunakan pada gigi abutment yang miring. Bagian wing
menempel pada retainer distal, sementara bagian cross-pin berada di
pontik yang menempel pada retainer mesial.

C. Pontik
Pontik adalah komponen GTJ berupa gigi11.artifisial
Gambar Konektor yang digunakan sebagai pengganti
cross-pin
dan wing
gigi asli yang hilang. Dalam pemilihan pontik, terdapat faktor biologis, faktor mekanis,
dan faktor estetik yang harus dipertimbangkan. Klasifikasi pontik dibagi menjadi dua,
yaitu pontik yang berkontak dengan gingiva dan pontik yang tidak berkontak dengan
gingiva.

Gambar 12. Klasifikasi desain pontik

1. Pontik Sanitary (Hygienic)

Gambar 13. Pontik sanitary

Pontik ini memiliki sedikit cembung pada bagian gingiva dan memiliki kontak pasif
pada residual ridge sehingga mudah dibersihkan. Pontik ini memiliki kekurangan yaitu
estetik yang buruk serta celah yang lebar menyebabkan sering terjebaknya makanan.
Pontik ini diindikasikan untuk menggantikan gigi posterior yang tidak mengutamakan
estetik dan untuk pasien dengan kebersihan rongga mulut yang buruk. Pontik ini
menjadi kontraindikasi pada kasus pasien dengan dimensi vertikal yang rendah dan
kasus kehilangan gigi di zona yang membutuhkan estetik. Terdapat modifikasi dari
pontik sanitary. Bagian gingiva dari pontik modifikasi tersebut memiliki bentuk
melengkung untuk menghindari kontak dengan mukosa gingiva dan mempermudah
pembersihan

2. Pontik Saddle and ridge-lap


Gambar… desain pontik modified sanitary
Gambar 14. Pontik modified sanitary

Gambar 15. desain pontik saddle and ridge lap

Pontik ini memiliki permukaan tempel yang berbentuk konkaf pada sisi bukal dan
lingual, menyesuaikan dengan puncak ridge sehingga menirukan posisi gigi asli.
Bagian permukaan tempel yang konkav menyebabkan timbulnya akumulasi plak dan
sulit untuk diakses oleh alat pembersih. Penggunaan pontik jenis ini dapat
menyebabkan terjadinya iritasi pada gingiva.

3. Pontik modifikasi ridge-lap

Gambar 16. Desain pontik modifikasi ridge lap

Desain pontik ini mengkombinasi fitur dari pontik sanitary/hygienic degan pontik
saddle. Kedua hal tersebut digabungkan sehingga pontik modifikasi ini memiliki fitur
estetik yang tinggi dan juga dapat dibersihkan dengan mudah. Pada permukaan
labial/bukal, desain saddle digunakan untuk memberikan penampilan estetik. Pada
bagian lingual/palatal, desain sanitary digunakan sebagai akses untuk membersihkan
pontik.

4. Pontik conical

Gambar 17. desain pontik conical

Bentuknya yang konveks memiliki satu titik kontak pada pusat residual ridge. Mudah
dibersihkan namun memiliki estetik yang kurang. Pontik ini direkomendasikan untuk
menggantikan kehilangan gigi posterior, dimana estetik tidak diutamakan. Kontur
fasial dan lingual menyesuaikan bentuk residual ridge. Untuk residual ridge yang
memiliki puncak yang tajam, kontur pontik akan lebih pipih dengan kontak area yang
sempit. Untuk residual ridge yang lebar, pontik ini tidak direkomendasikan karena
kontak area yang sempit menyebabkan makanan tersangkut

5. Pontik ovate

Gambar 18. Desain pontik ovate


Merupakan pontik yang memiliki desain dengan estetik yang baik. Bentuk konveksnya
dapat mengisi cekungan gingiva sehingga memiliki tampilan yang mirip dengan gigi
asli. Untuk menyesuaikan adaptasi pontik, gingiva dapat dibentuk dengan teknik
socket-preservation pada saat proses ekstraksi dilakukan. Selain itu, bedag augmentasi
juga dapat dilakukan pada residual ridge yang sudah ada. Kelebihan dari pontik ini
adalah estetik dan kekuatannya. Bentuknya yang konveks lebih kuat dibandingkat
modified ridge-lap karena sisi gingivofacial pontik memiliki dukungan dari jaringan.

6. Pontik modified ovate

Gambar 19. Desain pontik modified ovate

Merupakan pontic ovate yang dimodifikasi menjadi pontik yang memiliki bentuk
apeks lebih ke fasial. Pembersihan pontik ini dinilai paling mudah dibandingkan
dengan jenis pontik yang lain.

2.7 Tahap penentuan desain gigi tiruan jembatan


1. Seleksi dan evaluasi gigi abutment1,3
a. Panjang dan bentuk mahkota
Mahkota gigi abutment memiliki panjang mahkota occlusocervical yang cukup agar
dapat memberikan retensi yang baik. Bentuk mahkota tidak boleh malformasi,
seperti pada peg-shaped tooth atau tonjol lingual yang tidak berkembang sempurna
pada gigi premolar mandibular.
b. Banyaknya jaringan pada mahkota yang telah hilang
Ukuran, jumlah, dan lokasi dari lesi karies atau restorasi pada gigi juga diperhatikan
untuk memilih jenis retainer yang akan digunakan
c. Panjang dan bentuk akar
Panjang akar berbanding lurus dengan stabilitas dan kekuatan dari protesa. Akar-
akar yang parallel dan disertai dengan developmental groove dapat menerima
tekanan kunyah lebih baik dibandingkan dengan akar berbentuk konus dan
permukaannya yg halus. Dalam potongan cross-sectional, bentuk akar yang secara
labio-lingual lebar lebih baik dibandingkan yang berbentuk bulat. Gigi dengan akar
multiple memiliki stabilitas dan resistensi terhadap tekanan lebih baik dibandingkan
dengan gigi akar tunggal. Akar tunggal dengan kurvatur pada 1/3 apikal dapat
memberikan stabilitas yg baik dibandingkan dengan akar yang runcing.
d. Rasio mahkota dan akar
Merupakan perbandingan dari panjang mahkota yang diukur dari oklusal gigi
sampai puncak alveolar dan panjang akar yang tertanam pada tulang alveolar.
Perbandingan yang ideal untuk gigi abutment yang dapat digunakan untuk gigi
tiruan jembatan adalah 2:3, dimana terdapat toleransi nilai perbandingan yaitu 1:1
dengan syarat apabila gigi berlawanannya merupakan gigi tiruan lepasan atau gigi
berlawanannya memiliki kondisi periodontal yang lemah.
e. Kondisi jaringan periodontal
Perawatan periodontal dilakukan pada gigi abutment yang memiliki kondisi
periodontal yang kurang. Pemilihan retainer dan pontik harus diperhatikan untuk
membantu menjaga kebersihan rongga mulut pasien.
f. Mobilitas gigi
Gigi yang luksasi dapat digunakan sebagai abutment, bergantung dari derajat
kegoyangannya dan penyebab dari kegoyangannya. Dengan menggunakan
klasifikasi kegoyangan dari Miller, derajat kegoyangan gigi abutment dapat
ditentukan. Gigi dengan kegoyangan derajat dua dapat digunakan dengan
persyaratan hanya digunakan pada gigi tiruan jembatan pendek dan dilakukan
perawatan terlebih dahulu bergantung dari penyebab kegoyanyannya. Gigi dengan
kegoyangan derajat tiga tidak dapat digunakan sebagai abutment.
g. Hukum Ante
Hukum Ante menyatakan bahwa luas area permukaan akar gigi penyangga harus
sama atau lebih besar dari luas area permukaan akar gigi yang hilang. Luas area
permukaan akar gigi menyatakan area perlekatan ligament periodontal pada gigi
terhadap tulang. Berdasarkan data yang dilaporkan oleh Jepsen, luas area
permukaan tiap gigi bervariasi.
Gambar 21. Luas permukaan akar gigi rahang bawah

Panjangnya rentangan pontik yang digunakan bergantung dari gigi abutment yang
dapat digunakan dan kemampuannya dalam menerima beban. Pada kasus
kehilangan satu gigi, dukungan dari dua gigi abutment dapat digunakan dengan
persyaratan kedua gigi abutment memiliki jumlah luas area permukaan akar lebih
besar atau sama dengan gigi yang akan digantikan. Begitu pula pada kasus
kehilangan 2 gigi.
h. Karies
Evaluasi karies pada gigi dilakukan untuk screening adanya karies pada enamel,
dentin, atau permukaan akar. Tes vitalitas pulpa juga dilakukan untuk memastikan
bahwa tidak ada patologi pada pulpa. Apabila ditemukan karies, dilakukan restorasi
atau perawatan saluran akar terlebih dahulu.
i. Status endodontic
Perawatan endodontic perlu dilakukan pada gigi abutment yang memiliki patologi
pulpa. Karena perawatan endodontic menyebabkan banyaknya hilang jaringan gigi,
maka restorasi yang dapat digunakan pada gigi abutment pasca perawatan
endodontic adalah mahkota penuh sebagai retainer. Hal ini ditujukan agar retensi
dari retainer pada gigi abutment.
j. Tilting
Tilting atau berubahnya aksis gigi ke arah daerah yang tidak bergigi dapat terjadi
pada gigi mana saja apabila daerah tidak bergigi tidak segera digantikan. Kasus ini
paling sering terjadi pada gigi molar dua mandibular yang mengalami tilting ke arah
mesial akibat hilangnya gigi molar pertama. Kemiringan gigi yang parah dapat
mengganggu pemasangan gigi tiruan jembatan. Beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk mengatasi permasalahan tilting pada gigi abutment antara lain, proximal
stripping, perawatan ortodontik, proximal one half crown, telescopic crowns, serta
penggunaan konektor nonrigid.
k. Beban oklusi
Beban oklusi yang diberikan pada gigi tiruan jembatan berasal dari gigi
antagonisnya, aktivitas otot pasien dan kebiasaan parafungsional. Nilai rata-rata dari
tekanan oklusi yang diberikan oleh gigi tiruan sebagian lepasan adalah 26 pounds,
gigi tiruan cekat memberikan gaya sebesar 54 pounds, dan gigi asli memberikan
gaya sebesar 150 pounds kepada gigi tiruan cekat. Hal ini mempengaruhi pemilihan
retainer, material yang digunakan serta jumlah gigi abutment.
2. Pertimbangan biomekanik
a. Panjang area edentulous
Semakin besar edentulous span (banyaknya gigi yang digantikan), semakin besar
pula gaya yang diterima oleh gigi abutment sehingga gigi tiruan jembatan akan
mengalami fleksi lebih besar. Untuk gigi dengan span yang panjang, penggunaan
dua gigi abutment sebagai pendukung direkomendasikan agar dapat menerima
beban oklusal lebih banyak. Karena fleksi dipengaruhi oleh ketebalan pontik, maka
untuk mengurangi fleksi pada gigi tiruan jembatan long span dapat menggunakan
pontik dengan dimensi oklusogingiva yang besar.
b. Dislodging force
Fleksi yang terjadi pada gigi tiruan jembatan disebabkan oleh gaya yang diterima
pada pontik. Ketika fleksi tidak dapat dikompensasi lagi, maka retainer pada gigi
abutment akan terlepas akibat dislodging force yang ditimbulkan.
c. Gigi abutment tambahan
3. Menentukan jenis retainer
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis retainer. 1 Diantaranya
adalah:
1. Angulasi gigi abutment
a. Gigi abutment yang parallel
Untuk gigi abutment yang parallel satu sama lain direkomendasikan untuk
menggunakan retainer mahkota full veneer agar mendapatkan single path of
insertion.

b. Gigi abutment tidak parallel


Untuk gigi abutmentGambar
yang 22.
tidak parallelmahkota
Penggunaan akibat posisi yang abnormal, retainer
penuh pada gigi abutment yang
mahkota partial veneer disertai sejajar
dengan retainer mahkota partial veneer atau full
veneer dapat digunakan agar mendapatkan single path of prosthesis insertion.

Gambar 23. Penggunaan mahkota parsial


pada gigi abutment yang miring

2. Kondisi gigi abutment


 Pada gigi abutment dengan kondisi bebas karies dan memiliki jaringan
periodontal yang sehat, mahkota partial veneer dapat digunakan sebagai retainer
 Pada kasus gigi abutment telah dilakukan perawatan endodontic atau telah
mengalami kerusakan yang ekstensif, mahkota full veneer dapat digunakan
sebagai retainer
 Pada kasus gigi abutment dengan keadaan jaringan periodontal yang lemah
disertai dengan permukaan akar yang terbuka, maka retainer konservatif resin-
bonded diindikasikan.
3. Estetik
4. Preservasi struktur gigi
5. Retensi
6. Biaya
4. Menentukan jenis konektor
Jenis konektor yang digunakan pada gigi tiruan jembatan dibagi menjadi dua, yaitu konektor
rigid dan nonrigid. Konektor yang ideal memiliki sifat mudah dibersihkan, kuat, dan
memiliki estetik yg baik.
5. Menentukan jenis pontik
Idealnya, pontik memenuhi beberapa kriteria berikut, yaitu:
a. Mengembalikan fungsi dari gigi yang hilang
b. Memberikan kenyamanan dan estetik
c. Memenuhi faktor biologis
d. Mudah dibersihkan
e. Menjaga mukosa dan residual ridge
f. Memiliki kekuatan yang cukup untuk menerima beban oklusi
Desain pontik dapat ditentukan dengan memperhatikan bagian-bagian pontik, antara
lain, permukaan gingiva, permukaan oklusal, dan permukaan interproksimal.
6. Menentukan jenis bahan
Bahan yang tersedia dalam pembuatan gigi tiruan jembatan antara lain:
a. All metal
b. All ceramic
c. Porcelain fused to metal
d. Resin veneered to metal
e. Fibre reinforced composite
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 PEMERIKSAAN SUBJEKTIF, OBJEKTIF, DAN PENUNJANG

3.1.1. Identitas pasien


Nama Pasien : Amelia Wardaning Ayu
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Muteran, Pudak Payung
No. Rekam Medis : 0712804
Tanggal pemeriksaan : 23 Desember 2022

3.1.2. Pemeriksaan subjektif


a. Keluhan utama
Pasien mengeluhkan gigi geraham bawah sebelah kiri sudah hilang
b. Keadaan sakit sekarang
Tidak ada keluhan sakit. Pasien menjelaskan bahwa gigi geraham sebelah kiri bawah
sudah hilang karena dicabut beberapa bulan yang lalu sehingga ingin digantikan
dengan gigi palsu. Saat ini tidak ada keluhan lainnya yang menyertai
c. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit sistemik disangkal
d. Riwayat kesehatan umum
Riwayat diabetes mellitus, PJB, alergi disangkal oleh pasien. Pasien pernah menjalani
tindakan bedah mulut dan dirawat inap di rumah sakit karena komplikasi pasca
pencabutan gigi geraham bawah kiri pada bulan April 2022. Saat ini tidak sedang
mengkonsumsi obat-obatan secara rutin.
e. Riwayat kesehatan dental
Pasien belum pernah dibuatkan gigi tiruan sebelumnya. Gigi geraham bawah sebelah
kiri dicabut oleh dokter gigi spesialis bedah mulut pada bulan Maret 2022. Pasien
telah melakukan perawatan pembersihan karang gigi pada bulan Mei 2022. Pasien
menyikat gigi 2 kali sehari pada waktu pagi dan sore setelah mandi.

3.1.3. Pemeriksaan objektif


Ekstraoral

a. Wajah
i. Warna kulit : Sawo matang
ii. Bentuk wajah : Lonjong simetris
iii. Profil wajah : Cembung
b. Pupil : Garis interpupil sejajar
c. Hidung : Simetris
d. Bibir : Kompeten dan simetris
e. Kelenjar limfa kepala leher : tidak ada pembesaran, palpasi tidak teraba
f. TMJ : tidak ada clicking, krepitasi, trismus.
pergerakan kondilus kanan dan kiri simetris
g. Gambar ekstraoral
Gambar 24. Foto Ekstra oral pasien

Intraoral
 Mukosa : Normal, tak ada kelainan
 Gingiva : Gingiva pasca ekstraksi gigi 16, 36 dan 46
dalam tahap penyembuhan
 Lidah : Ukuran normal, aktivitas normal
 Palatum : Berbentuk ovoid, sedalam ½ kaca mulut no. 4,
tidak ada torus
 Frenulum labialis superior : normal
 Frenulum labialis inferior : normal
 Frenulum lingualis : normal
 Jarak interoklusi : 6mm (area tidak bergigi 36)
 Jaringan keras
o Area edentulous pada bekas gigi 16, 36 dan 46
o Tumpatan sewarna gigi kelas 3 pada mesial gigi 11 dan 21, disertai karies
sekunder
o Pit dan fissure yang dalam pada oklusal gigi 37
 Oklusi
o Relasi kaninus kanan dan kiri: C atas berada di distal C bawah
 Klasifikasi area tidak bergigi
o RA: Kennedy kelas III
o RB: Kennedy kelas III modifikasi I
 Keterangan tambahan
o Bulan Mei 2022 telah dilakukan tindakan SRP RA dan RB
o Bulan Juli 2022 telah dilakukan tindakan SRP pada gigi anterior rahang bawah
yang diindikasikan splinting

 Gambar intraoral

Gambar 25. Foto intraoral pasien


 Odontogram

Gambar 26. Odontogram pasien

 Pemeriksaan penunjang
Radiografi panoramik
Gambar 27. Hasil foto ronsen panoramik pasien

o Tampak adanya gambaran radiolusen pada soket bekas gigi 16 pasca


ekstraksi
o Gigi 11
Tampak adanya gambaran radiopak pada mesial mahkota gigi berbentuk ½
elips.
o Gigi 21
Tampak adanya gambaran radiopak pada mesial mahkota gigi berbentuk ½
lingkaran disertai adanya gambaran radiolusen di sekelilingnya.
o Tampak adanya gambaran radiolusen pada soket bekas gigi 36 pasca
ekstraksi
o Gigi 46
Tampak adanya gambaran radiolusen pada soket gigi 46 pasca ekstraksi.
Radiografi periapikal

Gambar 28. Hasil foto ronsen periapikal


pasien

o Tampak adanya gambaran radiolusen pada soket bekas gigi 36


o Tampak gigi 37 memiliki angulasi ke mesial
 Model Studi (+

Gambar 29. Model studi pasien


3.2 KLASIFIKASI KASUS
Daerah tidak bergigi yang dimiliki pasien tergolong dalam klasifikasi sebagai berikut
 Klasifikasi Kennedy:
o Rahang atas : Kennedy kelas III
o Rahang bawah : Kennedy kelas III modifikasi 1
 Klasifikasi Kennedy-Applegate:
o Rahang atas : Kennedy kelas III
o Rahang bawah : Kennedy kelas III modifikasi 1P

3.3 DIAGNOSIS
Bentuk kasus kehilangan gigi 36 yang memerlukan rehabilitasi dengan pemasangan
gigi tiruan jembatan dengan bahan porcelain fused to metal untuk memperbaiki fungsi
pengunyahan

3.4 TAHAP PEMBUATAN DESAIN GIGI TIRUAN

Tahap 1. Menentukan klasifikasi dari daerah tidak bergigi


Bentuk kasus kehilangan gigi 36 dengan klasifikasi Kennedy kelas III modifikasi 1
yang memerlukan rehabilitasi dengan pemasangan gigi tiruan jembatan berbahan porcelain
fused to metal untuk memperbaiki fungsi pengunyahan

Tahap 2. Menentukan macam dukungan


Pada kasus ini dukungan yang digunakan berasal dari gigi, yaitu gigi 35 dan 37

Tahap 3. Menentukan jenis penahan (retainer)


Retainer yang digunakan adalah fully veneer crown dengan material porcelain fused
to metal pada gigi 35 dan 37

Tahap 4. Menentukan jenis konektor


Konektor yang digunakan adalah konektor rigid

Tahap 5. Menentukan jenis pontik


Pontik yang digunakan adalah sanitary
Tahap 6. Menentukan jenis bahan
Bahan yang digunakan adalah porcelain fused to metal

3.5 RENCANA PERAWATAN

3.5.1 Kunjungan pertama


Mencetak dan membuat model studi
a) Anamnesis, pemeriksaan objektif serta menjelaskan kepada pasien tentang
jalannya perawatan dalam pembuatan gigi tiruan cekat
b) Perawatan periodontal, yaitu scaling, dilakukan untuk membersihkan deposit
kalkulus
c) Evaluasi rontgent periapikal dari gigi abutment (35 dan 37) untuk mengetahui
kondisi gigi abutment dan area tidak bergigi (gigi 36)
d) Melakukan pencetakan
Alat : Sendok cetak perforated stock tray no. 2 RA dan no. 2 RB
Bahan cetak : Hydrocolloid impression material atau alginat
Cara mencetak : Mukostatik
Setelah selesai pencetakan, hasil cetakan diisi stone gips untuk membuat
model studi dan model kerja.
e) Membuat desain gigi tiruan cekat
Pasien kehilangan gigi 36 dan akan dibuatkan gigi tiruan cekat tiga unit
dengan gigi 35 dan 37 sebagai abutment serta pontik menggantikan gigi 36.
Retainer yang digunakan pada gigi 35 dan 37 berupa fully veneer crown yang
terbuat dari porcelain fused to metal.
Konektor yang menghubungkan abutment-pontic-abutment berupa konektor
kaku atau rigid yang dibuat melalui proses one-piece casting. Gigi abutment 35
dan 37 dipreparasi dengan menggunakan highspeed handpiece dan beberapa jenis
bur. Bentuk pontic yang digunakan adalah sanitary. Pemilihan pontik ini didasari
atas keadaan residual ridge yang berbentuk cekung akibat resorpsi tulang alveolar,
serta kebersihan rongga mulut pasien yang kurang. Pontik ini memiliki
keuntungan mudah dibersihkan.
1. Kunjungan 2
A. Melakukan pencetakan dan preparasi gigi penyangga
Alat dan bahan yang dibutuhkan
a. Diagnostik set steril
b. Sendok cetak sebagian posterior
c. Alginat/ putty
d. High-speed handpiece
e. Sonde lurus
f. Fissure bur (regular dan fine grid)
g. Tapered bur (regular dan fine grid)
h. Thin-tapered bur (regular dan fine grid)
i. Chamfer/torpedo bur (regular dan fine grid)
j. Round-end tapered bur (regular dan fine grid)
Melakukan pencetakan untuk pembuatan GTTS
Preparasi gigi abutment
a. Menyiapkan alat yang diperlukan untuk preparasi
b. Melakukan anestesi infiltrasi pada bagian bukal dan lingual gigi 35 dan 37
c. Melakukan preparasi pada gigi 35 dan 37 dengan tipe mahkota penuh/full
veneer crown yang terbuat dari porcelain fused to metal dengan ketentuan
sebagai berikut:
o Awali pengasahan dengan membuat keratan pada daerah yang akan
diasah sebagai panduan ketebalan pengasahan dengan menggunakan
mata bur yang sesuai untuk daerah yang akan diasah
Pengurangan bagian oklusal
1. Membuat keratan sedalam 1 mm menggunakan round-end tapered bur pada
daerah triangular ridge dan developmental groove
2. Membuat keratan sedalam 1 mm sepanjang central groove sampai mesial dan
distal marginal ridge
3. Membuat 3 keratan sedalam 1 mm pada functional cusp untuk membuat bevel
pada daerah kontak dengan gigi lawan
4. Melakukan pengasahan bidang oklusal dalam dua tahap, yaitu:
a. Tahap pertama: mengasah setengah bagian oklusal dan cusp fungsional
terlebih dahulu dengan mengarahkan mata bur pada posisi 45°,
sedangkan setengah bagian yang belum diasah digunakan sebagai
kontrol.
b. Tahap kedua: setelah preparasi setengah bagian telah akurat,
melanjutkan pengasahan bidang oklusal sampai selesai.
Pengasahan bidang bukal
Pengasahan bidang bukal dilakukan setelah pengasahan bidang oklusal selesai
1. Membuat 3 keratan sedalam 1 mm dengan round-end tapered bur pada bagian
tengah dinding bukal dan lingual serta masing-masing pada mesial dan distal
transisional line angle. Arah masing-masing keratan harus sejajar dengan arah
pasang restorasi (sumbu panjang gigi).
2. Saat membuat keratan, posisikan bur yang masuk ke dalam gigi tidak boleh lebih
dari setengah diameter mata bur dan ujung mata bur harus terletak 1 mm di atas
batas tepi preparasi pada bagian bukal.
3. Memeriksa kesejajaran sumbu keratan dengan sonde lurus
4. Mengasah sisa enamel di antara kedua keratan menggunakan fissure diamond bur/
round end tapered bur sampai rata degan batas keratan yang telah dibuat.
Pengasahan dilakukan pada setengah bagian permukaan bukal sedangkan
setengahnya yang belum diasah dipakai sebagai kontrol kedalaman pengasahan.
5. Menyelesaikan pengasahan dinding bukal sampai batas mesial dan distal
transitional line angle. Penyelesaian batas tepi servikal menggunakan
fissure/tapered diamond bur kemudian dilanjutkan dengan round end tapered
diamond bur sampai batas tepi gingiva (equi-gingiva)
Pengasahan bidang lingual
1. Membuat 3 keratan sedalam 1 mm dengan menggunakan bur round end tapered
atau fissure pada bagian tengah dinding ligual serta masing-masing pada mesial
dan distal transitional line angle. Arah keratan harus sejajar dengan arah pasang
restorasi (sumbu panjang gigi)
2. Saat membuat keratan, posisikan bur yang masuk ke dalam gigi tidak boleh lebih
dari setengah diameter mata bur dan ujung mata bur harus 0,5 mm di atas tepi
preparasi pada bagian lingual
3. Memeriksa kesejajaran sumbu keratan dengan sonde
4. Meratakan sisa enamel di antaran dua keratan menggunakan round end fissure
diamond bur atau round end tapered diamond bur sampai rata dengan dasar keratan
yang telah dibuat. Pengasahan dilakukan pada setengah bagian permukaan lingual
lebih dulu, sedangkan setengahnya yang belum diasah digunakan sebagai kontrol
kedalaman pengasahan.
5. Menyelesaikan pengasahan dinding lingual sampai batas mesial dan distal
transitional line angle dengan fissure diamond bur atau round end tapered diamond
bur.
Pengasahan bidang proksimal
Daerah proksimal diasah dengan menggunakan mata bur thin tapered
1. Mengasah bidang proksimal dari kedua sisi yaitu sisi bukal dan lingual dengan
mata bur fissure diamond bur/round end tapered mulai dari mesial atau distal
transitional line angle sampai batas bidang kontak dengan gigi tetangga
(membentuk bentukan sisa enamel)
2. Mengasah bentukan sisa enamel pada bidang kontak dengan menggunakan short
thin tapered diamond bur
3. Setelah bidang kontak dengan gigi tetangganya bebas, dilanjutkan pengasahan
jaringan gigi dengan fissure/tapered dan dialnjutkan dengan round end tapered
diamond bur
i. Kesejajaran aksial
Menyejajarkan bidang aksial kedua gigi yang telah dipreparasi dan
mengevaluasi kesejajaran secara visual atau dengan sonde lurus.
Bidang A sejajar dengan bidang C, sedangkan bidang B sejajar dengan
bidang D
ii. Pembuatan bahu liku (chamfer)
Membuat bentuk akhiran tepi preparasi pada bidang servikal dengan
round end tapered diamond bur atau torpedo diamond bur.
iii. Merapihkan/menghaluskan gigi penyangga
Merapihkan dan menghaluskan gigi penyangga yang telah selesai
diasah dengan round end tapered diamond bur (fine grid) pada setiap
pertemuan dua bidang gigi.
B. Mencetak model kerja
Setelah gigi penyangga dipreparasi, dilakukan pencetakan untuk membuat model
kerja yang akan dikirmkan ke laboratorium
Alat dan bahan yang digunakan:
a. Diagnostik set steril
b. Sendok cetak sediaan
c. Bahan cetak elastomer (polyvinyl silicone)
d. Gips stone tipe IV
e. Shade guide
f. Gingival retraction cord
Tahap pencetakan
1. Operator menyiapkan diri
2. Menyiapkan alat dan bahan
3. Memposisikan pasien di kursi dental dengan posisi tegak
4. Meminta pasien untuk berkumur
5. Mencoba sendok cetak sediaan pada mulut pasien
6. Meretrak gingiva dengan gingival retraction cord
7. Membersihkan gigi yang telah dipreparasi
8. Menggabungkan bahan putty dan catalyst dan diremas-remas sampai
adonan tercampur rata dan memasukkan ke dalam sendok cetak
9. Memasukkan sendok cetak berisi adonan ke dalam mulut pasien, cetakkan
ke rahang pasien dengan posisi yang benar
10. Menunggu sampai bahan cetak mengeras sempurna
11. Melepaskan cetakan dari rahang pasien dengan sekali hentakan gerakan
sejajar (jangan terlalu banyak gerakan mengungkit)
12. Memotong hasil cetakan putty di bagian gigi yang telah dipreparasi untuk
memberi ruang untuk pasta elastomer
13. Mengisi hasil cetakan putty yang telah dipotong dengan pasta elastomer.
Gigi yang telah dipreparasi juga diberikan pasta elastomer agar finish line
tercetak dengan jelas
14. Memasukkan sendok cetak ke dalam mulut pasien
15. Mengeluarkan sendok cetak dan melakukan inspeksi hasil pencetakan
16. Mengisi hasil cetakan negatif dengan gips stone tipe IV
17. Rahang antagonisnya dicetak dengan menggunakan alginat
18. Melakukan pencocokan warna gigi dengan menggunakan shade guide
C. Membuat catatan gigit
Alat dan bahan yang digunakan:
a. Diagnostik set steril
b. Modeling wax
c. Lampu spirtus
Tahap pencetakan:
1. Siapkan alat dan bahan
2. Operator menyiapkan diri
3. Memposisikan pasien di kursi dental dengan posisi tegak
4. Memandu pasien untuk menutup mulut; menginstruksikan pasien untuk
mengatupkan rahang atas dan bawah pada posisi oklusi sentrik dengan
benar, bila perlu ulangi proses tersebut sampai pasien benar-benar bisa
memposisikan rahangnya dengan tepat
5. Mempersiapkan lempeng malam; menyusun dua lapis lempeng malam dan
dilunakkan di atas api spirtus sampai lunak (jangan sampai mencair)
6. Meletakkan malam yang telah dilunakkan pada posisi yang benar di antara
rahang pasien, kemudian memandu pasien untuk menutup mulut atau
menggigit pada posisi oklusi sentrik dengan benar
7. Menunggu sampai malam mengeras sempurna
8. Melepaskan malam dari rahang pasien kemudian mengeluarkan dari mulut
pasien
9. Mencoba memposisikan model kerja rahang atas dan rahang bawah dengan
bantuan cetakan gigit yang telah dibuat dan memeriksa apakah telah sesuai
dan sama dengan relasi rahang pasien
D. Membuat Gigi tiruan tetap sementara (GTTS)
Alat dan bahan
a. Diagnostik set
b. Sendok cetak sebagian
c. Glass plate
d. Spatula semen
e. Alginat/putty
f. Vaseline petroleum jelly
g. Tempron
h. Freegenol
i. Straight handpiece
j. Stone bur
Tahap pembuatan
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Memposisikan pasien di kursi dental dengan posisi yang tepat
3. Sebelum gigi pasien dipreparasi, pada daerah yang akan dibuat GTJ dicetak
dengan sendok cetak sebagian dengan bahan cetak alginat atau putty
4. Mempreparasikan gigi pasien untuk GTJ
5. Mengoleskan vaselin pada gigi-gigi penyangga yang telah dipreparasi untuk
melindungi suhu panas dari proses polimerisasi bahan GTTS
6. Membuat adonan bahan Tempron dengan perbandingan bubuk akrilik self
curing dan liquid monomer 1:1
7. Mengaduk adonan tersebut, kemudian masukkan ke dalam cetakan gigi pasien
yang terbuat dari putty/alginat
8. Mengeluarkan sendok cetak dari dalam mulut pasien ketika resin akrilik agak
mengeras, merapihkan dengan gunting dan masukkan kembali ke dalam
mulut pasien dan tunggu sampai setting, kemudian lepaskan dari dalam mulut
pasien
9. Melakukan finishing dan polishing pada GTTS tersebut
10. Memasukkan ke dalam mulut untuk memeriksa oklusi dan artikulasi serta
ketepatan di daerah marginal. Bila telah sesuai, GTTS dilepas dari dalam
mulut
11. Menyiapkan semen sementara dengan bahan bebas eugenol (freegenol)
12. Mengeringkan gigi-gigi penyangga yang telah dipreparasi, isolasi dari saliva
13. Mengaduk semen sementara sesuai aturan pabrik, kemudian adonan semen
tersebut diisikan pada GTTS, pasang pada gigi yang telah dipreparasi,
kemudian tunggu sampai semen mengeras dan membersihkan sisa-sisa semen
yang melekat pada gigi.
E. Mempersiapkan pengiriman ke laboratorium
Beberapa hal yang perlu disiapkan untuk dikirimkan ke laboratorium dalam
rangka pembuatan GTJ, yaitu
- Model kerja dan model studi antagonisnya
- Hasil catatan gigit pasien
- Fiksasi catatan gigi pasien pada model kerja
- Borang pengiriman ke laboratorium yang berisikan:
o Bahan GTJ yang akan digunakan
o Desain GTT, yaitu macam pontik, macam retainer dan macam GTJ
Setelah semua lengkap, model siap dikirimkan ke laboratorium
2. Kunjungan 3
Mencoba coping GTJ
a. Memasangkan coping pada model kerja yang ditanam pada artikulator. Hal
yang perlu diperhatikan, yaitu:
- Ketepatan marginal
- Oklusi dan artikulasi
- Posisi dengan gigi di sebelahnya
b. Bila pada artikulator posisinya sudah sesuai, maka coping dicobakan pada
pasien
c. Mengambil coping dari model di artikulator dan dipasangkan pada mulut
pasien pada daerah gigi penyangga
d. Hal yang perlu diperhatikan saat mencoba coping GTJ, yaitu:
- Ketepatan marginal; lihat apakah daerah marginal terbuka atau overhanging
- Artikulasi dan oklusinya
- Ketepatan kedudukannya; fit/longgar
- Posisinya terhadap gigi di sebelahnya
e. Apabila semua sudah sesuai dengan desain GTJ, maka coping dikirimkan
kembali ke laboratorium yang membuat coping untuk diselesaikan GTJ-nya.

3. Kunjungan 4
Pemasangan GTJ dengan semen sementara (penyemenan sementara)
Tujuan: untuk mengadakan evaluasi biologis GTJ
Pada tahap ini, yang harus diperiksa adalah:
o Ketepatan marginal
o Oklusi dan artikulasi
o Ketepatan kedudukannya (fit)
o Warna gigi
Alat dan bahan yang digunakan:
a. Diagnostik set steril
b. Crown retractor
c. Articulating paper
d. Cotton roll
e. Glass plate
f. Spatula semen
g. Gigi tiruan jembatan
h. Freegenol
Tahapan kerja:
1. Mempersiapkan alat dan bahan
2. Operator mempersiapkan diri
3. Memposisikan pasien di kursi dental pada posisi tegak
4. Melepaskan GTTS pada pasien dengan menggunakan crown retractor
5. Membersihkan gigi penyangga dari sisa-sisa semen
6. Memasangkan GTJ pada gigi penyangga, melihat ketepatan marginal, oklusi dan
artikulasi, ketepatan kedudukannya (fit), serta warna gigi
7. Memeriksa oklusi dan artikulasi dengan menggunakan articulating paper
8. Memeriksa ketepatan marginal dengan menelusuri sonde di sekitar tepi preparasi
gigi, cek apakah ada step atau akhiran preparasi yang terbuka
9. Apabia ada traumatik oklusi, maka tinggi mahkota dikurangi
10. Setelah semua memenuhi syarat, maka dilakukan penyemenan sementara dengan
menggunakan freegenol
11. Mengisolasi gigi penyangga dari saliva dengan menggunakan cotton roll
12. Mengaduk semen sementara di atas glass plate dengan menggunakan semen
spatula
13. Mengisi retainer dengan semen sementara
14. Memasangkan GTJ pada gigi penyangga
15. Menunggu sampai setting, kemudian membersihkan semen yang berlebih
16. Melakukan cek oklusi dan artikulasi lagi
4. Kunjungan 5
Pemasangan GTJ dengan semen tetap (penyemenan tetap)
Setelah 7-10 hari pemasangan GTJ dengan semen sementara, maka tahap selanjutnya
adalah pemasangan GTJ dengan semen tetap. Sebelum itu, mengevaluasi keadaan
biologis mulut pasien setelah dilakukan penyemenan sementara.
Pemeriksaan yang dilakukan:
o Pemeriksaan subjektif: menanyakan apakah ada keluhan selama menggunakan gigi
tiruan cekat
o Pemeriksaan objektif: inspeksi dan palpasi pada jaringan lunak di sekitar daerah
gigi tiruan cekat untuk melihat ada/tidak tanda peradangan, perkusi, bite test dan
mobility test pada gigi abutment untuk melihat ada/tidak peradangan pada
periapikal
Alat dan bahan yang digunakan:
a. Diagnostik set steril
b. Crown retractor
c. Articulating paper
d. Cotton roll
e. Glass plate
f. Spatula semen
g. GIC tipe I
Tahap pekerjaan:
a. Menyiapkan alat dan bahan
b. Operator mempersiapkan diri
c. Menyiapkan semen GIC tipe 1, semen spatula dan glass plate
d. Melepaskan GTJ dari mulut pasien dengan crown retractor
e. Bila tidak ada tanda peradangan dan kegoyangan gigi pada daerah yang akan
dipasang GTJ, maka GTJ dapat dipasang dengan semen tetap
f. Membersihkan gigi penyangga dan GTJ dari sisa-sisa semen sementara dan
mengeringkan gigi kemudian mengisolasi gigi dari saliva dengan cotton roll
g. Membuat adonan semen tetap (GIC tipe I) berdasarkan takaran sesuai pabrik
kemudian mengaduk semen.
h. Meletakkan adonan semen pada GTJ yang telah dibersihkan dan dikeringkan
secara tipis dan merata
i. Memasang GTJ pada gigi penyangga, menekan sesuai posisinya,
menginstruksikan pasien untuk oklusi sentrik dengan diberi cotton roll di antara
GTJ dan gigi antagonisnya, kemudian menunggu sampai semen setting
j. Membersihkan kelebihan semen dan memeriksa oklusi dan artikulasi.
5. Kunjungan 6
Kontrol I
Kontrol dilakukan 1 minggu dari penyemenan tetap
Tahapan pekerjaan:
a. Cek artikulasi dan oklusi dengan articulating paper
b. Menanyakan kepada pasien apakah ada keluhan rasa sakit
c. Melihat apakah ada sisa makanan/ debris di sekitar GTJ, adakah tanda peradangan
atau traumatik oklusi
6. Kunjungan 7
Kontrol II
Kontrol dilakukan 1 minggu dari kontrol I
Tahapan pekerjaan:
a. Cek artikulasi dan oklusi dengan articulating paper
b. Menanyakan kepada pasien apakah ada keluhan rasa sakit
c. Melihat apakah ada sisa makanan/ debris di sekitar GTJ, adakah tanda peradangan
atau traumatik oklusi
BAB IV
DISKUSI

Pasien perempuan berusia 19 tahun mengeluhkan fungsi pengunyahannya terganggu


akibat kehilangan gigi 36 yang dicabut beberapa bulan yang lalu. Berdasarkan hasil
pemeriksaan subjektif dan objektif, rencana perawatan untuk kasus ini adalah pembuatan
gigi tiruan cekat untuk mengganti gigi 36 yang hilang. Faktor usia dan keadaan gigi geligi
pasien sesuai dengan indikasi penggunaan gigi tiruan cekat.
Berdasarkan hasil pemeriksaan radiografi panoramik dan periapikal, keadaan tulang
alveolar pada daerah tidak bergigi sudah melewati masa penyembuhan pasca ekstraksi.
Jumlah dari luas permukaan akar gigi 35 dan 37 lebih besar dari luas permukaan akar gigi
yang hilang. Hal ini memenuhi hukum Ante, dimana hukum tersebut menyebutkan bahwa
jumlah luas permukaan akar gigi dari gigi penyangga harus lebih besar atau sama dengan
luas permukaan akar gigi yang hilang. Tulang alveolar yang mengelilingi gigi 35 dan 37
memiliki tinggi yang cukup dan tidak tampak ada kelainan. Gigi 35 dan 37 juga memiliki
rasio mahkota akar yang baik. Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis, gigi 35 dan 37
memiliki kondisi pulpa yang baik, jaringan periodontal yang baik dan aksis gigi yang
normal. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut dapat disimpulkan bahwa gigi 35 dan 37
merupakan kandidat yang baik sebagai gigi abutment.
Preparasi gigi abutment yang akan dilakukan adalah preparasi untuk mahkota penuh
atau full coverage crown dengan pertimbangan retensi, resistensi dan kekuatan yang baik.
Selain itu Pada kasus ini, gigi gigi 37 mengalami angulasi ke mesial. Untuk mendapatkan
gigi 37 paralel dengan gigi 35, maka bagian mesial dari mahkota lebih banyak dikurangi.
Hal ini dilakukan agar path of insertion atau arah insersi dari gigi tiruan jembatan searah.
Tipe retainer yang akan digunakan adalah extra coronal retainer, yaitu full coverage
crown dengan bahan porcelain fused to metal karena memiliki retensi dan kekuatan yang
baik tanpa mengabaikan faktor estetik. Pontik yang akan digunakan pada kasus ini adalah
pontik sanitary karena mudah dibersihkan oleh pasien.
BAB V
PROGNOSIS

Prognosis perawatan dengan pembuatan gigi tiruan cekan diperkirakan memiliki hasil
yang baik karena gigi abutment yang baik untuk mendukung GTC, jaringan pendukung yang
sehat, kesehatan umum dan kebersihan rongga mulut yang baik, pasien komunikatif dan
kooperatif serta memiliki motivasi yang baik dalam perawatan ini.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rangarajan V, Padmanabhan T. Textbook of Prosthodontics. 2nd ed. Elsevier; 2013.


2. Smith BG, Howe LC. Planning and Making Crowns and Bridges. 4th ed. Informa
Healthcare; 2007. doi:10.1016/S0140-6736(00)81915-7
3. Shillingburg HT. Fundamentals of Fixed Prosthodontics. 4th ed. Quintessence
Publishing; 2010.
4. Rosenstiel SF, Land MF, Fujimoto J. Contemporary Fixed Prosthodontics. 5th ed.
Elsevier; 2016.

Anda mungkin juga menyukai