Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KOPERASI DAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS

“MENGAPA KOPERASI DI INDONESIA KURANG DIMINATI?”

Dosen Pengampu:

Ir. Sinar Indra Kesuma M.Si.

NIP. 196509261993031002

Disusun Oleh:

Jihan Nabila Pangestuti 210304016

Ihsanu Faris Syafiq 210304017

M.Faiz Ramadhan 210304098

Ramdhani Iqbal Lubis 210304134

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Fenomena

Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha


berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam tata
perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas
asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi (lihat UU No.25 1992). Oleh
karenanya koperasi dijadikan soko guru perekonomian Indonesia. Paradigma
seperti ini didukung oleh pemerintahan baik dari Orde Lama hingga Orde
Reformasi ini.

Akan tetapi tidak sedikit tentangan dan hambatan yang dialami pergerakan
koperasi ini. Kondisi empiris mengungkapkan bahwa banyak sekali koperasi
yang ada di Indonesia tidak dapat mensejahterakan anggotanya bahkan banyak
yang mengalami kegagalan seiring dengan waktu sehingga bubar dengan
sendirinya akibat berbagai faktor.

Bahkan pada tahun 1970-an sebagamana yang diungkapkan oleh Mubyarto


(2003), Bung Hatta ,sebagai Bapak Koperasi, mengkritik pedas terhadap
jalannya koperasi. Koperasi yang ada selama itu dianggap sebagai koperasi
pengurus bukannya koperasi anggota. Keberadaan koperasi pada kenyataan
dianggap hanya bisa mensejahterakan pengurusnya bukannya anggota
koperasi.

Koperasi pada waktu itu banyak didirikan dengan fasilitas pemerintah dan
berdiri hanya sebagai prasyarat untuk media penyaluran pupuk, walaupun
secara riil tidak ada anggotanya. Anggota baru masuk mendaftar ketika
koperasi itu berdiri, hal ini tentu bertentangan dengan konsep koperasi, dimana
secara konsep koperasi berdiri berdasarkan kepentingan anggota dan sebelum
berdiri tentunya sudah ada dulu anggota sebagai prasyarat pendiriannya.

Kompas (2000) juga mengungkapkan kenyataan yang negatif tentang


perkembangan perkoperasian di Indonesia. Akibat lemahnya manajemen dan
kegagalan usaha, sebanyak 300 dari 1.300 koperasi yang ada di Irja (Irian
Jaya) kini sudah tidak beroperasi lagi. Penutupan koperasi-koperasi tersebut
juga disebabkan hambatan transportasi.

1.2 Latar Belakang

Dewasa ini banyak terdapat lembaga perekonomian yang bergerak


diberbagai sektor kehidupan. Namun, sangat sedikit lembaga perekonomian
yang mampu bergerak dengan asas kebersamaan dan kekeluargaan, betapa
beruntungnya Indonesia yang memiliki sebuah lembaga perekonomian resmi
yang bertujuan untuk kepentingan bersama yaitu Koperasi. Pengertian dari
koperasi sendiri berasal dari bahasa Inggris yaitu “ co” artinya bersama, dan
“operation” artinya bekerja. Jadi, koperasi adalah kumpulan orang yang bekerja
sama untuk mencapai tujuan yaitu kesejahteraan bersama dengan asas
kekeluargaan. Koperasi di Indonesia sudah terjamin keberadaannya dengan
adanya Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi
“perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan”. Selain tercantum dalam UUD 1945, koperasi juga memiliki
peraturan khusus di dalam penyelenggaraannya yaitu UU No. 25 Tahun 1992
Tentang Perkoperasian dan sudah diperbaharui menjadi UU No. 17 Tahun 2012
Tentang Perkoperasian.

Terbentuknya koperasi di Indonesia diawali oleh keinginan rakyat untuk


bebas dari kemiskinan pada masa penjajahan Belanda. Berbagai upaya telah
dilakukan yaitu diawali dari tahun 1908, rakyat Indonesia membuat gerakan-
gerakan untuk mengupayakan perluasan pergerakan koperasi demi
kesejahteraan rakyat. Terlepas dari usaha rakyat Indonesia, para penjajah
tidak ada hentinya melakukan pergolakan dengan mengeluarkan peraturan
yang mempersulit rakyat Indonesia dalam menjalankan perkoperasian.
Namun, para pemuda dan tokoh bangsa Indonesia mengajukan keberatan
atas peraturan tersebut dan membentuk komisi yang membuat Belanda
mengeluarkan peraturan - peraturan yang lebih mempermudah rakyat
Indonesia dalam menjalankan perkoperasian. Kemudian terbitlah Peraturan
UU No. 25 tahun 1992 yang isinya adalah lebih membantu perkembangan
koperasi untuk tumbuh dengan sangat pesat. Setelah Indonesia merdeka,
para penggerak koperasi di Indonesia mengadakan Kongres I Koperasi pada
tanggal 12 Juli 1947 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Berselang cukup lama dari
kongres yang pertama pada 15 – 17 Juli tahun 1953 dilaksanakan Kongres 2
Koperasi. Pada kongres tersebut terdapat beberapa butir yang dihasilkan,
seperti: tanggal 12 Juli ditetapkan sebagai Hari Koperasi, asas koperasi adalah
kekeluargaan, dan ditetapkannya bapak koperasi Indonesia yaitu Bung Hatta.

Seiring dengan perkembangan zaman terdapat berbagai jenis koperasi


yang membantu perekonomian Indonesia diantaranya koperasi yang
berdasarkan atas fungsinya, tingkat dan luas daerah kerja, dan status
keanggotaannya. Pada tahun 2017 tercatat Indonesia memiliki 152.282 unit
koperasi. Jenis koperasi berdasarkan jenis usahanya yang paling banyak di
Indonesia yaitu koperasi konsumsi sebanyak 97.931 unit. Namun, dibalik
jumlahnya yang melimpah, kontribusi koperasi untuk pembangunan,
khususnya produk domestik bruto (PDB) masih dikatakan kecil yaitu sebesar
4%. Seperti yang diketahui, koperasi merupakan soko guru (penyangga
utama) perekonomian Indonesia, dimana keberadaannya diharapkan mampu
membantu kesejahteraan rakyat. Namun, kenyataannya koperasi mengalami
penurunan performa akibat berbagai permasalahan yang terjadi, beberapa
permasalahan itu terdapat pada: kualitas sumber daya manusia, modal,
manajerial, dan rendahnya kesadaran anggota koperasi. Dilihat dari peran
koperasi yang sangat penting yaitu dapat membantu perekonomian
masyarakat dan pembangunan khususnya produk domestik bruto (PDB),
maka diperlukan adanya perhatian khusus demi perekonomian Indonesia yang
sejahtera.

Bila sekarang masih banyak koperasi yang tumbuh belum mampu


mencapai tujuan bersama anggotanya, mereka harus diberdayakan melalui
pendidikan, pelatihan-pelatihan serta adanya pemberian insentif dalam upaya
untuk meningkatkan kemampuan memahami jati diri dan menerapkannya. Di
sinilah peranan pihak ketiga termasuk pemerintah untuk dapat membangun
mereka mencapai tujuannya baik sebagai mediator, fasilitator maupun sebagai
koordinator. Dengan demikian pembangunan koperasi perlu diteruskan,
karena pembangunan adalah proses, memerlukan waktu dan ketekunan serta
konsistensi dalam pelaksanaan, berkesinambungan untuk mengatasi semua
masalah yang muncul seperti masalah kemiskinan, dan jumlah pengangguran
yang semakin banyak.

1.3 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

- Mengapa koperasi di Indonesia kurang diminati oleh masyarakat ?

1.4 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
- Untuk mengetahui alasan mengapa koperasi di Indonesia kurang
diminati oleh masyarakat.
BAB II

TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Asas Koperasi

a. Pengertian Koperasi

Koperasi mengandung makna “kerja sama”. Koperasi (cooperative)


bersumber dari kata co-operation yang artinya “kerja sama”. Koperasi
berkenaan dengan manusia sebagai individu dan dengan kehidupannya dalam
masyarakat. Manusia tidak dapat melakukan kerja sama sebagai satu unit, dia
memerlukan orang lain dalam suatu kerangka kerja sosial.

Koperasi adalah suatu badan usaha bersama yang bergerak dalam


bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang umumnya berekonomi
lemah yang bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak,
berkewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan para anggotanya. Definisi koperasi menurut Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1992 Koperasi adalah badan usaha yang
beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi, dengan
melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Koperasi
sebagai suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan
hukum, yang memberikan kebebasan kepada anggota untuk masuk dan keluar
dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk
mempertinggu kesejahteraan jasmaniah para anggotanya. Sehingga koperasi
memungkinkan beberapa orang atau badan dengan jalan bekerja sama atas
dasar sukarela menyelenggarakan suatu pekerjaan untuk memperbaiki
kehidupan anggota-anggotanya.

Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa


koperasi merupakan kumpulan individu yang saling membutuhkan modal
bertujuan untuk mensejahterakan anggota dan melaksanakan usaha
berdasarkan pada prinsip-prinsip koperasi berdasarkan atas asas
kekeluargaan. Dalam koperasi terdapat unsur kesukarelaan dan dengan
bekerja sama serta menanamkan rasa kepercayaan manusia akan lebih mudah
mencapai apa yang diinginkan karena pendirian dari suatu koperasi
mempunyai pertimbangan-pertimbangan ekonomis.

b. Asas Koperasi

Koperasi Indonesia berasaskan kekeluargaan dan kegotong- royongan.


Sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia tata kehidupan berasaskan
kekeluargaan dan bekerja sama saling bantu membantu. Bergotong royong
dengan koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan bersama koperasi
Indonesia hendaknya menyadari bahwa dalam dirinya terdapat kepribadian
sebagai pencerminan kehidupan yang dipengaruhi keadaan dan tempat
lingkungan berasaskan kekeluargaan dan gotong royong dengan semboyan
Bhineka Tunggal Ika. Bagi koperasi asas gotong royong berarti terdapatnya
keinsyafan dan kesadaran semangat dan tanggung jawab terhadap akibat dari
kerja tanpa memikirkan untuk diri sendiri, akan tetapi selalu untu
kesejahteraan bersama. Masalah solidaritas merupakan unsur penting, karena
koperasi tidak dapat berkembang secara sendiri. Satu sama lain harus saling
membantu dan mengenal terhadap kemajuan yang diperoleh.

Asas Koperasi meliputi :

1) Kekeluargaan, mencerminkan adanya kesadaran dari budi, hati nurani


manusia bekerja sama dalam koperasi oleh semua untuk semua.

2) Kegotong-royongan, bahwa pada koperasi terdapat keinsyafan dan


semangat bekerja sama rata bertanggung jawab bersama tanpa
memikirkan diri sendiri melainkan selalu untuk kesejahteraan bersama.
2.2 Tujuan dan Fungsi Koperasi

Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 dijelaskan bahwa


koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian
nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur
berlandaskan Pancasila dan UUD 45. Koperasi Indonesia di dalam Pancasila
tidak bertujuan untuk mengadakan persaingan, akan tetapi harus mengadakan
kerja sama dengan siapa pun dengan pihak mana pun juga.

Sedangkan fungsi koperasi untuk Indonesia tertuang dalam Pasal 4


Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yaitu :

1) Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi


anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.

2) Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas


kehidupan manusia dan masyarakat.

3) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan


ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko
gurunya.

4) Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian


nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

2.3 Prinsip-Prinsip Koperasi


Prinsip-prinsip koperasi (cooperative principles) adalah ketentuan-
ketentuan pokok yang berlaku dalam koperasi dan dijadikan sebagai pedoman
kerja koperasi.
Prinsip-prinsip koperasi tertuang dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat
(2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang
berlaku saat ini di Indonesia adalah sebagai berikut :

1) Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka.


2) Pengelolaan bersifat demokratis.
3) Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) secara adil, sebanding dengan
besar jasa usaha setiap anggota.
4) Pemberian balas jasa terbatas pada modal.
5) Kemandirian.
6) Pendidikan dan pelatihan pengkoperasian.
7) Kerjasama antarkoperasi.
8) Kepedulian terhadap masyarakat.

2.4 Jenis-Jenis Koperasi


Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 menjelaskan perkoperasian
didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya.
Berdasar kondisi dan kepentingan tersebut maka muncul jenis-jenis koperasi
yaitu koperasi berdasarkan jenis usahanya dan koperasi berdasarkan
keanggotaannya sebagai berikut :

1) Koperasi Berdasarkan Jenis Usahanya

Secara umum, berdasarkan jenis usahanya koperasi terdiri atas Koperasi


Simpan Pinjam (KSP), Koperasi Serba Usaha (KSU), Koperasi Konsumsi dan
Koperasi Produksi :

a) Koperasi Simpan Pinjam (KSP)

Koperasi Simpan Pinjam (KSP) adalah koperasi yang memiliki usaha


tunggal yaitu menampung simpanan anggota dan melayani peminjaman.
Anggota yang menabung (menyimpan) akan mendapatkan imbalan jasa dan
bagi peminjam dikenakan jasa. Besarnya jasa bagi penabung dan peminjam
ditentukan melalui rapat anggota. Dari sinilah, kegiatan usaha koperasi dapat
dikatakan “dari, oleh, dan untuk anggota”.

b) Koperasi Serba Usaha (KSU)

Koperasi Serba Usaha (KSU) adalah koperasi yang bidang usahanya


bermacam-macam. Misalnya, unit usaha simpan pinjam, unit pertokoan untuk
melayani kebutuhan sehari-hari anggota juga masyarakat, unit produksi, dan
unit wartel.

c) Koperasi Konsumsi

Koperasi konsumsi adalah koperasi yang bidang usahanya menyediakan


kebutuhan sehari-hari anggota. Kebutuhan yang dimaksud misalnya kebutuhan
bahan makanan, pakaian, dan perabot rumah tangga.

d) Koperasi Produksi

Koperasi produksi adalah koperasi yang bidang usahanya membuat


barang (memproduksi) dan menjual secara bersama-sama. Anggota koperasi
ini pada umumnya sudah memiliki usaha dan melalui koperasi para anggota
mendapatkan bantuan modal dan pemasaran.

2) Koperasi Berdasarkan Keanggotaannya

Secara Umum, berdasarkan keanggotaannya koperasi terdiri atas


Koperasi Unit Desa (KUD), Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI), dan
Koperasi Sekolah sebagai berikut :

a) Koperasi Unit Desa (KUD)

Koperasi Unit Desa adalah koperasi yang beranggotakan masyarakat


pedesaan. Koperasi ini melakukan kegiatan usaha ekonomi pedesaan, terutama
pertanian. Untuk itu, kegiatan yang dilakukan KUD atara lain menyediakan
pupuk, obat pemberantas hama tanaman, benih, alat pertanian, dan memberi
penyuluhan teknis pertanian.

b) Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI)

Koperasi ini beranggotakan para pegawai negeri. Sebelum KPRI,


koperasi ini bernama Koperasi Pegawai Negeri (KPN). KPRI bertujuan terutama
meningkatkan kesejahteraan para pegawai negeri (anggota). KPRI dapat
didirikan di lingkup departemen atau instansi.

c) Koperasi Sekolah

Koperasi sekolah memiliki anggota dari warga sekolah, yaitu guru,


karyawan, dan siswa. Koperasi sekolah memiliki kegiatan usaha menyediakan
kebutuhan warga sekolah, seperti buku pelajaran, alat tulis, makanan, dan lain-
lain. Keberadaan koperasi sekolah bukan semata-mata sebagai media
pendidikan bagi siswa antara lain berorganisasi, kepemimpinan,
tanggungjawab, dan kejujuran.
BAB III

PEMBAHASAN

Koperasi adalah suatu kumpulan orang, biasanya yang memiliki kemampuan


ekonomi terbatas, yang melalui suatu bentuk organisasi yang di awasi secara
demokratif, dan masingmasing memberikan sumbangan yang serata terhadap modal
yang di perluhkan, dan bersedia menanggung resiko serta menerima imbalan yang
sesuai dengan usaha yang mereka lakukan (ILO dalam Revrisond Baswir, 2000).

Koperasi berhasil mencapai kemajuan dengan sekaligus akan memenuhi dua


Harapan; Pertama akan meninggikan kesejahteraan anggota: kedua memberikan
manfaat pada masyarakat umum. Fungsi koperasi dalam demokrasi ekonomi
indonesia sebagai salah satu urat nadi perekonomian bangsa indonesia untuk
mencapai masyarakat adil dan makmur (ninik & sunindia, 2008).

Namun kenyataan jauh berbeda. Banyak koperasi di Indonesia yang sulit


berkembang karena beberapa faktor. Faktor utamanya adalah koperasi-koperasi
tersebut tidak mempu menjalankan fungsi sebagaimana yang telah dijanjikan, serta
banyaknya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan sehingga mengecewakan
masyarakat. Kondisi inilah yang menjadi sumber citra buruk koperasi secara
keseluruhan.

Secara umum, jika diinventaris maka ada beberapa alasan mengapa koperasi di
Indonesia kurang diminati dilihat dari berbagai sisi sebagaimana berikut:

1. Sumber Daya Manusia (SDM)

Banyak sekali kenyataan di lapangan yang mengungkapkan bahwa SDM yang


ikut terlibat di dalamnya baik sebagai anggota, pengurus, maupun pengelola
koperasi kurang bisa mendukung jalannya koperasi. Dengan kondisi seperti ini
maka koperasi berjalan dengan tidak professional dalam artian tidak dijalankan
sesuai dengan kaidah sebagaimana badan usaha lainnya.
Dari sisi keanggotaan, seringkali pendirian koperasi itu didasarkan pada
dorongan yang dipaksakan oleh pemerintah. Akibatnya pendirian koperasi
didasarkan bukan dari bawah melainkan dari atas sehingga pelaksanaan koperasi
juga tidak sepenuh hati

Pengurus yang dipilih dalam Rapat Anggota (RA) sering kali dipilih
berdasarkan status sosial (baik strata ekonomi ataupun adat) dalam masyarakat
itu sendiri. Dengan demikian pengelolaan koperasi dijalankan dengan kurang
adanya kontrol yang ketat dari para anggotanya. Hal ini disebabkan karena
adanya rasa keengganan dari para anggota itu sendiri.

Sedangkan pengelola yang ditunjuk oleh pengurus seringkali diambil dari


kalangan yang kurang profesional. Seringkali pengelola yang diambil bukan dari
kalangan yang berpengalaman baik dari sisi akademis maupun penerapan dalam
wirausaha melainkan dari orang-orang yang kurang atau bahkan tidak
mempunyai pekerjaan.

2. Konflik Kepentingan dari Sisi Konsep Koperasi

Koperasi pada dasarnya adalah badan hukum sebagaimana badan usaha


lainnya seperti CV, PT, Firma dan sebagainya. Namun di sisi lain koperasi dituntut
untuk mensejahterakan anggotanya. Di satu sisi koperasi jelas membutuhkan
keuntungan untuk kelangsungan usahanya namun di sisi lain keberadaan
berdasarkan didirikannya adalah untuk memajukan kesejahteraan anggotanya.
Ketika koperasi dipandang sebagai badan usaha maka tentunya koperasi (dalam
hal ini pengelola) dituntut untuk mengoptimalkan keuntungan dengan cara
mendapatkan pendapatan yang sebesar-besarnya.

Namun mengingat semangat didirikannya koperasi adalah untuk memajukan


anggotanya maka koperasi seperti halnya koperasi konsumen atau koperasi
simpan pinjam tentunya tidak bisa mengambil margin yang banyak (untuk
koperasi konsumen) atau tidak dapat menetapkan tingkat pengembalian yang
besar (untuk koperasi simpan pinjam). Sebab koperasi ini tentunya beroperasi
untuk melayani konsumen yang notabene adalah anggotanya sendiri.
3. Keuangan

Kurang berkembangnya koperasi juga berkaitan sekali dengan kondisi


keuangan (financial condition) badan usaha tersebut. Seringkali kendala modal
yang dimiliki menjadi perkembangan koperasi terhambat. Kendala modal itu bisa
jadi karena kurang adanya dukungan modal yang kuat dari dalam atau bahkan
sebaliknya terlalu tergantungnya modal dari sumber di luar koperasi itu sendiri.

Kendala modal dari dalam tidak kuat biasanya kurang bisa ditutupi dengan
sumber modal dari luar akibat kurang profesional pengelolaan manajemen
koperasi. Hal ini bisa disebakan karena kurang adanya pengelolaan seperti
pembukuan yang kurang baik ataupun dari segi keuangan koperasi yang kurang
sehat. Akibatnya ketika koperasi itu ingin mengajukan permohonan modal
terhadap pihak luar seperti bank ataupun lembaga keuangan lainnya maka
seringkali ditolak. Sedangkan ketika menumpukan modal dari dalam keuangan
koperasi maka kurang memungkinkan untuk melakukan ekspansi usaha akibat
terlalu sedikitnya tingkat pengembalian yang diperoleh.

Sebaliknya ketika terlalu menggantungkan modal dari luar seringkali biaya


yang menjadi beban kegiatan koperasi itu menjadi lebih besar dari tingkat
pengembaliannya sehingga dari segi keuangan malah semakin memberatkan.

4. Rendahnya Etos Kerja Personal dalam Koperasi

Rendahnya etos kerja ini selain berkaitan dengan rendahnya kualitas SDM
juga bisa disebabkan karena kurang adanya rangsangan untuk meningkatkan
gairah kerja para personel yang terlibat dalam kegiatan koperasi sendiri. Secara
organisasi anggota koperasi (yang hanya sebatas sebagai anggota saja) hanya
punya andil dalam pengumpulan modal baik itu berasal dari simpanan pokok,
simpanan wajib atau simpanan lainnya. Namun di sisi lain yang bertanggung
jawab dan banyak mengeluarkan keringat dan pikiran adalah para personel yang
terlibat dalam pengelolaan koperasi mulai dari pengawas, pengurus, ataupun
pengelolanya (manajer).
Sisa Hasil Usaha (SHU) diperoleh dari laba bersih yang dihasilkan dari
kegiatan koperasi. SHU ini selanjutnya akan dipotong dana cadangan yang telah
ditetapkan dalam rapat anggota untuk kepentingan ekspansi kegiatan usaha
koperasi. SHU yang telah dikurangi tadi selanjutnya kan dibagikan kepada para
anggotanya berdasarkan andilnya (modal yang telah disetorkannya).

Dari skema pembagian SHU ini jelas terlihat bahwa personel yang telah
berbuat banyak untuk koperasi (pengawas, pengurus, dan pengelola)
mandapatkan reward (penghargaan) yang lebih rendah daripada para anggota
yang justru lepas tangan dalam pengelolaan koperasi. Skema ini tentunya
memberi dampak negatif bagi semangat kerja orang-orang yang paling berjasa
tadi.

5. Kurang Bisa Mengoptimalkan Penggunaan Teknologi Informasi (TI)


Baik Dalam Pengembangan Produk Maupun Pemasaran

Untuk koperasi produsen seringkali terjadi adanya dalam sisi pemasaran.


Kebanyakan koperasi yang ada hanya mengandal pemasarannya berdasarkan
sistem konvensional misalnya kurangnya publikasi baik melalui selebaran, media
cetak, elektronik ataupun internet. Walaupun tidak menutup kemungkinan ada
yang sudah menggunakan media internet, televise, radio, dan lain-lain. Namun
banyak sekali yang masih mengandalkan cara-cara lama yaitu menyebarkan
informasi dari mulut kemulut.

Karena kita sudah memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas maka
sewajarnyalah untuk mengoptimalkan penggunaan Teknologi Informasi (TI).
Sebab tidak menutup kemungkinan yang akan bersaing di Indonesia adalah
perusahaanperusahaan besar yang juga menghasilkan produk yang serupa
dengan yang dihasilkan dengan UMKM. Sedangkan UMKM di Indonesia seringkali
menggunakan teknologi turun-temurun yang tidak berkembang sehingga
nantinya akan kalah dengan produk asing baik dari kualitas mapun kuantitasnya.
Sehingga penting sekali untuk memanfaatkan TI baik untuk kepentingan
pengembangan produk maupun pemasarannya. Menurut hasil studi lembaga
riset AMI Partners, hanya 20% UKM di Indonesia yang memiliki komputer.
Hal ini diduga karena rendahnya adopsi TI oleh UKM di Indonesia. Sekali lagi
ini berkaitan dengan SDM dan tentunya juga keterbatasan modal. Berdasar
survei yang dilakukan oleh penulis terhadap UKM di Yogyakarta, alasan UKM
yang belum menggunakan komputer adalah karena tidak merasa butuh (82,2%),
dukungan finansial yang terbatas (41,1%), dan karena tidak memiliki keahlian
untuk menggunakan (4,1%).

Disamping itu terdapat beberapa yang menjadi kendala yang dihadapi koperasi
untuk diminati dimasyarakat antara lain:

Koperasi kurang diminati masyarakat karena faktor imej dan


ketidakpercayaan masyarakat
Koperasi kurang diminati masyarakat karena faktor imej dan
ketidakpercayaan masyarakat
Koperasi di Indonesia menghadapi tantangan yang rumit serta kompleks
seiring dengan kemajuan zaman. Ditambah lagi kurang nya minat masyarakat
terutama generasi milenial saat ini menjadikan koperasi sulit untuk maju
dan
berkembang untuk mengikuti globalisasi ini. Secara garis besar masalah-masalah
yang dihadapi koperasi adala
- Koperasi kurang diminati masyarakat karena faktor imej dan
ketidakpercayaan masyarakat
- Sumberdaya manusianya kurang professional dan kompeten
- Pesaing baik dari sesama badan usaha koperasi maupun dari badan usaha
lainnya
- Budaya kerja keras dan disiplin yang sangat rendah
- Pemahaman generasi muda terhadap koperasi rendah
- Kesulitan modal
- Partisipasi anggota koperasi masih rendah
- Kurangnya pendidikan dan pelatihan

Hal-hal diatas menunjukkan bahwa koperasi belum dijalankan dengan maksimal


dan baik di Indonesia. Padahal, jika manajemennya baik koperasi akan
menguntungkan banyak pihak. Pada tahun 2020 saja kontribusi koperasi kepada
Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia baru 5%.
Apalagi pandemic Covid-19 kemarin telah berdampak pada berbagai sektor
usaha, salah satunya adalah koperasi. Tantangan koperasi pada masa pandemic
Covid-19 ini justru harus dijadikan sebagai momentum sebagai upaya untuk
mengubah cara kerja koperasi yang efisien, selain itu hal ini juga merupakan
momentum yang bagus bagi gerakan koperasi untuk memanfaatkan dampak positif
dari revolusi industri 4.0, salah satu diantaranya ialah koperasi harus bisa menjad
mesin penggerak UMKM, peternak, petani, pedagang kecil, nelayan, dan pengrajin di
daerah-daerah untuk bangkit dan bergerak maju.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Koperasi kurang diminati oleh masyarakat di Indonesia dikarenakan : SDM
yang ikut terlibat di dalamnya kurang bisa mendukung jalannya koperasi. Dari sisi
keanggotaan, seringkali pendirian koperasi itu didasarkan pada dorongan yang
dipaksakan oleh pemerintah dan pengurus yang dipilih sering kali berdasarkan status
sosial (baik strata ekonomi ataupun adat) dalam masyarakat itu sendiri, konflik
kepentingan dari sisi konsep koperasi, kendala modal yang dimiliki juga menjadi
perkembangan koperasi terhambat, rendahnya etos kerja selain berkaitan dengan
rendahnya kualitas SDM juga bisa disebabkan karena kurang adanya rangsangan
untuk meningkatkan gairah kerja para personel yang terlibat dalam kegiatan
koperasi sendiri, kurang bisa mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi (TI)
baik dalam pengembangan produk maupun pemasaran.

Disamping itu terdapat beberapa yang menjadi kendala yang dihadapi


koperasi untuk diminati dimasyarakat antara lain: koperasi kurang diminati
masyarakat karena faktor imej dan ketidakpercayaan masyarakat, sdm yang kurang
professional dan kompeten, pesaing baik dari sesama badan usaha koperasi maupun
dari badan lainnya, budaya kerja keras dan disiplin yang sangaat rendah,
pemahaman generasi muda terhadap koperasi rendah, kesulitan modal, partisipasi
anggota koperasi masih rendah, kurangnya pendidikan dan pelatihan.

4.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dari hasil kesimpulan diatas adalah :

1. Setiap pembentukan koperasi hendaknya diisi oleh pengurus yang profesional


dan telah mendapat pendidikan perkoperasian.
2. Pemerintah hendaknya memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar
masyarakat mengerti akan sistem koperasi.
3. Koperasi yang telah maju hendaknya memberikan citra yang sangat
membanggakan agar koperasi lain termotivasi dan masyarakat terdorong
menjadi anggota koperasi.

DAFTAR PUSTAKA

A.G. Kartasapoetra, et al. 2007. Koperasi Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Citra.

Hendrojogi. 2010. Koperasi :Asas-asas, Teori dan Praktik. Jakarta: Rajawali Pres.
Hal. 17

Moonti, Usman. 2016. Dasar-Dasar Koperasi. Yogyakarta: Interpena Yogyakarta.

Sutantya Raharja H. 2000. Hukum Koperasi Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

Yakub, Yenni Patriani. 2012. Sejarah Dengan Koperasi. Jakarta Timur: PT. Wadah
Ilmu.

Hasnawati, F. (2011, Desember). Sejarah Berdirinya Koperasi di


Indonesia. Jurnal
Akademika,2, 758-756.

Anda mungkin juga menyukai