JAKARTA, KOMPAS.com - Satgas Pangan mulai menelusuri laporan Perum Bulog terkait adanya
mafia beras yang diduga memainkan harga beras sehingga menjadi mahal. Wakil Kepala Satgas
Pangan Polri, Helfi Assegar mengatakan, pihaknya akan memberikan peringatan kepada para
pedagang tersebut sehingga diharapkan dapat berhenti menjual beras Bulog dengan harga tinggi.
"Namun, apabila sudah diberikan peringatan, tidak bisa (mematuhi) dan tidak mau, kita harus
lakukan penegakan hukum. Ada hal-hal khusus yang jadi target kami dan tentu akan dilakukan
pendalaman," kata Helfi saat jumpa pers di Jakarta, Jumat (20/1/2023).Helfi menegaskan pihaknya
akan mendukung penuh upaya pemerintah untuk menyediakan bahan pangan dengan harga stabil
termasuk beras. "Kami sudah cukup banyak melakukan penindakan, paling tidak mereka sudah
diingatkan, kalau tidak diindahkan pasti ditindak," katanya. Sebumnya, Direktur Utama Perum Bulog
Budi Waseso tak menampik jika harga beras saat ini masih mahal. Namun dia mengaku tak tahu
apa penyebab beras masih mahal lantaran dirinya sudah menggelontorkan ratusan ribu ton beras
untuk meredam harga.
Sementara di sisi lain, pria yang akrab disapa Buwas itu menduga salah satu penyebabnya adalah
adanya mafia beras yang sengaja menjual beras dengan harga tinggi ke pedagang beras sehingga
harga di konsumen juga mahal. "Sebenarnya saya sudah tahu, dan saya tidak bodoh-bodoh amat.
Kalau tanda kutip ada mafia, memang ada. Saya ini punya kebijakan atas dasar perintah Presiden,
kita harus menggelontorkan sebanyak mungkin. Tidak ada monopoli terhadap masalah perberasan,
karena beras adalah kebutuhan pokok yang mendasar," kata Buwas saat jumpa pers di Jakarta,
Jumat (10/1/2023). Sayangnya Buwas masih pelit bicara soal siapa oknum atau mafia beras
tersebut. Namun Buwas bilang, berdasarkan hasil video yang didapatkan, oknum tersebut bertugas
menjadi koordinator dan mengintimidasi pedagang untuk mau membeli beras dengan harga mahal.
"Saya melepasnya dengan harga Rp 8.300 per kilogram, beras yang saya lepas sekarang itu
berasnya impor yang notabene broken 5 atau premium, dijualnya Rp 8.300, seharusnya dengan Rp
8.300 sampai konsumen ya 9.000 lah, tapi yang terjadi harganya tetap tinggi," ungkap Buwas.
Pertanyaan