Anda di halaman 1dari 37

1

A. MUKODIMAH
Membicarakan Multi Level Marketing
(MLM) pasti bukanlah hal yang asing bagi
pengusaha, karena MLM bisnis MLM salah
satu lini bisnis yang paling cepat tumbuh
dengan model pemasaran yang masif.
Sebagaimana kita fahami bersama,
dalam dunia bisnis saat ini pengembangan
pemasaran dengan model pemasaran multi
level marketing (MLM) telah menjadi andalan
dan sudah sangat populer. Agar produk
barang maupun jasa-nya cepat laku di
pasaran, maka banyak perusahaan
mengandalkan tenaga-tenaga pemasaran
dengan menggunakan akad MLM.

2
Namun, bagaimana tinjauan hukum
syari’ah terhadap model pemasaran yang
menggunakan sistem MLM ini? Apakah
diperbolehkan? Atau, justru haram hukumnya?
Inilah yang akan dibahas dalam eBook ini.
Oleh karena itu, marilah kita mulai masuk
dalam pembahasan tentang fakta dari MLM.

B. FAKTA MULTI LEVEL MARKETING (MLM)


Apakah multi level marketing (MLM) itu?
Secara sederhana, kita dapat mendefinisikan
bahwa Multi Level Marketing (MLM) adalah
pemasaran yang dilakukan melalui banyak
level atau tingkatan. Tingkatan itu biasa
dikenal sebagai up line (untuk tingkat atas)
dan down line (untuk tingkat dibawahnya).

3
Gambar 1. Konsep Multi Level Markeing (MLM)
Sumber : Wikipedia.org

Dalam multi level marketing (MLM), untuk


masuk dalam jaringan bisnis pemasaran ini,
setiap orang harus menjadi member (anggota
jaringan). Ada juga yang menyebut dengan
istilah distributor. Bagaimana caranya?
Caranya tentu sangat mudah, yaitu
dengan mengisi formulir membership dengan
membayar sejumlah uang pendaftaran,
disertai dengan pembelian produk tertentu
agar member tersebut mempunyai point.

4
point di MLM ini sangatlah penting. Mengapa?
Sebab, point ini akan menjadi ukuran besar
kecilnya bonus yang akan diperoleh.
Lantas, bagaimana caranya menghitung
point ini? Point ini dapat dihitung berdasarkan
pembelian langsung, maupun tidak langsung.
Pembelian langsung dilakukan oleh masing-
masing member, sedangkan pembelian tidak
langsung dilakukan oleh jaringan member
tersebut. Dari perhitungan sejumlah akumulasi
point itulah kemudian akan dapat ditentukan
besarnya bonus jaringan

5
Gambar 2. Ilustrasi Salah Satu Konsep Bonus Pada MLM
Sumber : klinkinternasionalmynetwork.blogspot.com

Inilah kelebihan MLM, sehingga banyak


diminati oleh kalangan masyarakat luas,
apalagi ditambah dengan potongan harga
yang cukup menarik, yang tidak diberikan
selain kepada member.
Selanjutnya, yang perlu kita fahami adalah
bahwa jaringan MLM itu dapat dibangun
berdasarkan formasi tertentu, yaitu
(Abdurrahman, 2011a):

6
1. Top-down (atas bawah).
2. Left-right (kiri-kanan).
3. Perpaduan antara keduanya.
Setelah kita memahami bangunan formasi dari
MLM ini, maka pertanyaannya selanjutnya
adalah: bagaimana kita dapat menjalankan
formasi tersebut? Ternyata, formasi tersebut
tidak akan dapat hidup dan berjalan, kecuali
harus ada benefit (keuntungan) yang berupa
bonus, berupa (Abdurrahman, 2011a):
1. Bonus Potongan harga.
2. Bonus pembelian langsung.
3. Bonus jaringan atau komisi kepemimpinan.
Dari ketiga macam bonus tersebut, bonus ketiga-
lah yang paling dominan dalam bisnis MLM.

7
Bonus ini diberikan karena faktor jasa masing-
masing member dalam membangun formasi
jaringannya.
Telah berjasa menjualkan produk
perusahaan secara tidak langsung. Peran
member ini dalam MLM biasa disebut dengan
istilah sponsor, promotor atau referee
(pemakelaran). Dengan demikian, posisi member
dalam jaringan MLM ada dua, yaitu
(Abdurrahman, 2011a):
1. Pembeli langsung.
2. Sebagai makelar.
Bagaimana penjelasannya? Untuk butir yang
pertama, disebut pembeli langsung manakala
member membeli produk secara langsung
kepada perusahaan, maupun melalui distributor
atau stockist.

8
Sedangkan butir kedua, disebut sebagai
makelar, karena dia telah menjadi perantara
(melalui perekrutan yang telah dilakukan) bagi
orang lain untuk menjadi member dan
selanjutnya untuk membeli produk perusahaan
tersebut.
Dari penjelasan ini, maka kita dapat
menyimpulkan bahwa dalam praktiknya, seorang
member dalam MLM dapat memperoleh dua
macam bonus, yaitu (Abdurrahman, 2011a):
1. Bonus langsung, berupa potongan harga,
juga point yang secara akumulatif akan
dinominalkan dengan sejumlah uang
tertentu.
2. Bonus tidak langsung, yaitu diperoleh dari
formasi jaringan yang dibangunnya. Bonus
ini dihasilkan melalui proses pemakelaran,
sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya.

9
Itulah uraian singkat dan sederhana
berkaitan dengan fakta dari multi level
marketing (MLM). Memang ada bayak derivasi
dari MLM itu. Namun, secara umum fakta MLM
tidak jauh dari yang telah diuraikan di atas. Jika
ada fakta MLM yang sangat berbeda dengan
yang telah diuraikan di atas, maka hal itu
memerlukan pembahasan yang tersendiri,
sehingga kesimpulan hukumnya bisa saja
berbeda.
Setelah kita memahami tentang fakta dari
MLM tersebut, selanjutnya marilah kita bahas
berkaitan dengan tinjauan hukum syari’ah dari
MLM itu sendiri.

10
C. TINJAUAN HUKUM SYARI’AH MULTI LEVEL
MARKETING (MLM)
Untuk menilai, apakah multi level marketing
(MLM) itu hukumnya halal atau haram, ternyata
tidak semudah yang kita bayangkan. Ada
banyak tinjauan hukum dalam menilai
keberadaan dari akad MLM ini.
Namun demikian, untuk memudahkannya
penulis akan langsung memberikan butir-butir
penting dari akad multi level marketing (MLM)
ini secara runtut dan sistematis. Menurut
kesimpulan dan pengkajian penulis, akad multi
level marketing (MLM) itu hukumnya adalah
haram, karena 5 faktor (Abdurrahman, 2011a):
1. Adanya unsur multi akad dalam MLM.
2. Adanya praktik samsarah atas samsarah.
3. Adanya unsur ghabn fahisy.

11
4. Adanya unsur bonus yang menjadi akad
yang mengikat kedua belah pihak.
5. Adanya unsur riba (pada produk MLM
tertentu).
Dari lima unsur keharaman multi level marketing
(MLM) tersebut, selanjutnya marilah kita bahas
satu per satu dalam sub-bab berikutnya.

Gambar 3. Konsep Pyramid MLM


Sumber : jacksite.wordpress.com

12
D. ADANYA UNSUR MULTI AQAD

Mengapa dalam akad multi level marketing


(MLM) itu mengandung unsur multi akad? Untuk
dapat menjawabnya, kita harus memahami
bagaimana proses rekrutmen untuk menjadi
anggota multi level marketing (MLM).

Jika kita mau mengkaji secara mendalam


(sebagaimana telah diuraikan di atas), maka
dapat kita temukan bahwa dalam perekrutan
anggota baru (member), pada sistem MLM
biasanya telah terjadi akad ganda (multi akad).
Bagaimana penjelasannya?

Ketika seseorang itu menjadi anggota MLM,


maka kedudukan anggota dalam MLM itu
ternyata berperan ganda, yaitu untuk menjadi

13
member, maka ketentuan pertama adalah dengan
membayar uang pendaftaran dan membeli
produk perusahaan.

kedua, posisi sebagai member secara otomatis


juga akan berkedudukan sebagai makelar
(samsarah) dalam perusahaan tersebut. Dengan
demikian, dalam proses rekrutmen anggota baru
ini telah terjadi dua akad transaksi, yaitu akad
jual beli sekaligus makelar dalam satu kesatuan
akad.

Gambar 4. Ilustrasi Akad


Sumber : freepik.com

14
Walaupun dalam MLM ada yang tidak
mengharuskan adanya pembelian produk di awal
pendaftaran, namun tetap diharuskan membayar
sejumlah uang tertentu untuk menjadi member.
Adanya membership (keanggotaan) tersebut,
akan mempunyai dampak diperolehnya bonus
jika melakukan pembelian dikemudian hari.
Sehingga, membership tersebut tetaplah dapat
dikategorikan sebagai akad, karena memiliki
dampak atau konsekuensi tertentu.

Mengapa menjadi anggota baru


(membership) itu dapat dikategorikan sebagai
akad? Untuk dapat menjawabnya, marilah kita
kembalikan pada pengertian akad. Akad
menurut istilah syar’i adalah:

15
ُ‫بِ ب ِ َقب ْولُ عَ َلى َو ْج ِهُ َُم ْشر ْوعُ يَ ْظهَرُ اَ ْث َرهُ فِي َُم ََح ه ِل ِه‬
ُ ‫ا ِْرتبَاطُ ِا ْي َجا‬

“Akad adalah ikatan ijab dengan kabul yang


sesuai hukum syara’ yang menimbulkan akibat
hukum pada objek akad”.

Dengan demikian, proses untuk menjadi anggota


dalam MLM (membership) tersebut tetaplah
dapat dikatakan telah terjadi akad. Oleh karena
itu, kesimpulannya dalam MLM jenis ini tetaplah
telah transaksi akad ganda (multi akad) dalam
satu akad, walaupun tidak ada keharusan
membeli produk tertentu di awal pendaftarannya.

Keharaman adanya multi akad tersebut telah


ditegaskan oleh Rasulullah SAW, berdasarkan
hadits:

16
َُ‫ىَُّللاُعَ َل ْي ُِه َوسَ هلم‬
‫ص هل ه‬ ‫َنهَىُ َرسول ه‬
َ ُِ‫َُّللا‬
ِ ‫ص ْف َقةُ َو‬
ُ‫اَح َدة‬ َ ُ‫ص ْف َقتَ ْي ِنُفِي‬
َ ُ‫عَ ْن‬
“Rasulullah SAW telah melarang dua
kesepakatan (akad) dalam satu kesepakatan
(akad)” (HR. Imam Ahmad).

E. ADANYA UNSUR SAMSARAH ATAS


SAMSARAH
Untuk unsur keharaman yang kedua, dalam
multi level marketing (MLM) itu ada unsur
makelar atas makelar (samsarah ‘ala
samsarah). Apakah yang dimaksud dengan
makelar atas makalar itu?
Untuk menjawabnya, marilah kita fahami
faktanya secara lebih mendalam. Di dalam
bisnis multi level marketing (MLM),

17
posisi anggota MLM itu akan menjadi makelar
pertama (up line), kemudian dia akan
bertugas untuk mencari down line, untuk
menjadi makelar di bawahnya. Selanjutnya,
down line-nya tersebut juga akan bertugas
untuk mencari down line lagi, untuk menjadi
makelar di bawahnya lagi. Demikian
seterusnya.

Gambar 5. Ilustrasi Makelar Diatas Makelar


Sumber : youngdumbandnotbroke.com

18
Dengan melihat fakta di atas, kita dapat
menyimpulkan bahwa di dalam model MLM
seperti itu, sesungguhnya telah terjadi akad
samsarah atas samsarah, yang haram
hukumnya. Mengapa demikian?
Untuk dapat menjawabnya, kita harus
memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud
dengan samsarah itu? Menurut istilah syar’i,
definisi dari samsarah itu adalah (An-Nabhani,
2004):
ُ‫ َِح ْر َف ٌةُيَك ْونُم َْحتَ ِرف ُهَا‬:ُ‫السَ ْمسَ َرة‬
‫ال َوا ِس َطةُبَيْنَ ُالبَائِعُِ َو ْالم ْشتَ ِري‬
“Samsarah adalah suatu profesi (pekerjaan)
dimana pelakunya menjadi perantara antara
penjual dan pembeli”.

19
Dari pengertian syar’i dari samsarah di
atas, maka kita dapat memahami bahwa
dalam akad samsarah itu mewajibkan simsar
(perantara/makelar) itu adalah perantara
langsung antara penjual dan pembeli, bukan
perantara dari perantara-nya lagi.
Jika perantara itu menjadi perantaranya
perantara, maka secara syar’i perantara itu
tidak dapat disebut sebagai perantara
(simsar). Jika hal itu terjadi, sesungguhnya
perantara yang ada di atas (up line) tidak
melakukan pekerjaan apa-apa. Faktanya,
yang bekerja dan yang berhasil menjualkan
barang perusahaannya adalah perantara
paling bawah (down line paling bawah).

20
Jika down line yang paling bawah
berhasil menjualkan produk perusahaan, maka
yang menjadi pertanyaan adalah: atas dasar
apa tingkatan-tingkatan up line yang ada di
atasnya mengambil fee atau bonus dari
penjualan produk yang telah berhasil
dilakukan oleh down line yang paling bawah?
Apakah itu bukan unsur kezaliman dari para
up line terhadap down line yang paling
bawah?
Ada juga yang beragumen bahwa para up-
line itu tetap berhak untuk mendapatkan
bonus. Atas dasar apa? Mereka mengatakan
bahwa hak bonus dari para up line itu
didasarkan atas jasanya dalam melakukan

21
bimbingan dan pembinaan yang dilakukan
secara intensif kepada para down line yang ada
di bawahnya untuk membangun jaringannya.
Bagaimana menjawabnya?
Jawabannya, jika hak bonus up line yang
diambil dari bunus down line-nya itu atas jasa
pembimbingan yang selama ini dilakukan, maka
bonus tersebut tidak dapat dikatakan sebagai
bonus atas jasanya sebagai makelar. Sebab, jasa
pembimbingan itu tidak dapat dikatakan
sebagai aktivitas pemakelaran (samsarah) dari
para up line, Bonus pemakelaran itu muncul
karena jasa dalam mempertemukan antara
penjual dan pembeli, bukan jasa karena telah
melakukan pembinaan terhadap para makelar di
bawahnya (down line).

22
Bagaimana jika ada yang berpendapat
bahwa bonus itu bukan dianggap sebagai bonus
pemakelaran, tetapi dianggap sebagai bonus
ijarah? Bagaimana kita harus menjawabnya?
Jawabannya adalah, anggapan bahwa
bonus up line itu dapat dikategorikan sebagai
jasa ijarah atas pembinaan yang telah dilakukan,
maka hal itu tidak memenuhi ketentuan dalam
akad ijarah. Sebab, dalam akad ijarah
mengharuskan upah itu harus bersifat ma’lum
(jelas) dan sudah ditentukan di awal akad.
Padahal bonus yang diperoleh up line dari down
line-nya itu bersifat tidak pasti, karena dihitung
berdasarkan prosentase dari bonus down line-
nya, itupun ada atau tidaknya bonus sangat
tergantung pada berhasil atau tidaknya down
line dalam menjual produknya.

23
Jika down line berhasil menjual produk,
maka up line akan dapat bonus, jika tidak
berhasil, maka up line tidak mendapatkan bonus.
Dengan demikian, penentuan fee atau upah
seperti itu tidak dapat dikategorikan sebagai
akad ijarah, karena penentuan upahnya bersifat
majhul atau tidak jelas. Sehingga, jika akad itu
dipaksakan sebagai akad ijarah, maka akadnya
menjadi fasad (cacat), sehingga tidak sah.
Itulah fakta yang terjadi apabila samsarah
‘ala samsarah itu diberlakukan pada sebuah
bisnis, maka akan muncul kezaliman satu pihak
atas pihak yang lain, yaitu kazaliman dari up
line kepada para down line-nya. Sebab, para up
line telah mengambil sejumlah harta dari para
down line, yang sebenarnya itu bukanlah haknya.

24
F. ADANYA UNSUR GHABN FAHISY
Unsur yang ketiga dari haramnya bisnis multi
level marketing (MLM) itu adalah adanya unsur
ghabn fahisy. Nah, apakah ghabn fahisy itu?
Secara sederhana, ghaban fahisy dapat
diartikan sebagai menjual atau membeli sesuatu
dengan harga yang lebih tinggi atau lebih
rendah dari harga rata-rata pasar.
Secara syari’i, yang dimaksud dengan ghaban
fahisy adalah apabila ada unsur trik atau
penipuan dalam menaikkan harga barang secara
keji, yaitu dengan harga yang sangat tinggi
atau sangat rendah dari harga rata-rata pasar,
sementara di pihak pembeli atau penjual tidak
mengetahui informasi harga pasar yang
sebenarnya (An-Nabhani, 2004; Al-Jaziri,
1996).

25
Dengan kata lan, ghabn fahisy adalah penipuan
atau pengelabuhan dari salah satu pihak, baik
oleh pihak pembeli maupun penjual dengan
memanfaatkan ketidaktahuan informasi pihak
lainnya.

Gambar 6. Ilustrasi Produk MLM


Sumber : lazada.co.id

Dalam MLM, produk yang dijual umumnya


memiliki harga yang jauh lebih tinggi dibanding
dengan harga di pasar. Misanya, menjual produk
sabun mandi yang mengandung madu, menurut
harga pasar umumnya adalah 3.000 rupiah per
batang sabun.

26
Contoh lain, misalnya produk obat herbal
yang mengandung jintan hitam, yang umumnya
harga di pasaran hanya 50.000 rupiah per
botol. Namun, dengan dibungkus juga oleh
berbagai macam janji keunggulan-keunggulan
dari produknya, kemudian obat herbal jintan
hitam produk MLM tersebut dijual dengan harga
600.000 rupiah per batang botolnya. Ini tentu
juga sudah masuk dalam kategori menaikkan
harga penjualan dengan sangat keji.
Itulah yang disebut dengan menaikkan
harga dengan sangat keji, yang jauh lebih tinggi
dari harga pasarannya. Oleh karena itu, praktik
MLM seperti itu dapat dikategorikan sebagai
praktik ghabn fahisy, yaitu praktik penipuan
dengan menjual atau membeli sesuatu dengan
harga yang jauh lebih tinggi atau jauh lebih
rendah dari harga pasar.

27
Ghabn fahisy itu hukumnya adalah haram.
Salah satu dalil yang menjadi rujukannya
adalah:
ُ ‫َّللا عَ َل ْي ُِه َوسَ هل ُم َ َأ هنهُ ي ْخ َدعُ فِي ْالبي‬
ِ ‫وع‬ ُ‫ص هلى ه‬ َ ِ ‫يه‬ ُ ً ‫َأ هُن َرج‬
ُ ِ ‫ل َذ َك َُر ِلل هنب‬
(‫ل ِخ َلبَ َُة) صَحيح البخاري‬ َُ ‫ت َفق ُْل‬ َُ ‫َف َقا َُل إ ِ َذا بَايَ ْع‬
Bahwasannya ada seorang laki-laki
menyampaikan kepada Nabi SAW, bahwa dia
telah menipu dalam jual-beli, maka Beliau
bersabda: “Apabila kamu menjual, maka
katakalah: ‘Tidak ada penipuan’.” (HR. Bukhari).
Ketentuan dalam hukum syari’ah, dalam
penentuan harga penjualan yang menjadi acuan
adalah harga pasar. Penjual tidak boleh menjual
harga terlalu tinggi dari harga pasar, sehingga
dapat dikategorikan sebagai menaikkan harga
dengan harga jual yang keji (fahisy).

28
Dalam menentukan harga penjualan, seharusnya
tidak terlalu jauh dari harga pasarnya. Itulah
yang diperbolehkan secara syar’i (An-Nabhany,
2004).

G. ADANYA UNSUR BONUS YANG MENJADI


AKAD
Unsur yang keempat dari haramnya bisnis multi
level marketing (MLM) itu adalah adanya unsur
bonus yang menjadi akad. Nah, apakah yang
dimaksud dengan adanya unsur bonus yang
menjadi akad? Marilah kita mulai
pembahasannya dengan memahami terlebih
dahulu, apa yang dimaksudkan dengan bonus
itu?
Sesunggunya, bonus itu dapat masuk dalam
kategori hibah.

29
Oleh karenanya, hibah dalam pembahasan fiqih
itu ada yang tergolong dalam akad tabaru’ah
atau sumbangan yang bersifat suka rela,
sehingga tidak memerlukan akad dalam serah
terimanya. Namun demikian, hibah itu juga
dapat dikategorikan sebagai akad tamlik, yaitu
akad pemindahan hak milik, sehingga
memerlukan akad ijab-qobul dan qabth (serah
terima) dalam transaksinya (Abdurrahman,
2011a).

Gambar 7. Ilustrasi Bonus Pada MLM


Sumber : bisnisbarengida.com

30
Hibah berbeda dengan hadiah, yang hanya
tashorruf qouli biasa dan tidak memerlukan ijab-
qabul. Hadiah dalam pembahasan fiqih tidak
memerlukan akad dalam serah terimanya.
Oleh karena itu, yang perlu kita lihat faktanya
secara mendalam adalah, bonus yang ada
dalam MLM itu masuk kategori hadiah ataukah
hibah yang mengandung akad, sehingga
mengikat kedua belah fihak?
Jika kita mau fakta MLM mencermati secara
mendalam, maka kita dapat menyimpulkan
bahwa di dalam sistem MLM, bonus yang ada
adalah bonus yang mengandung akad di
dalamnya. Bukan sekedar hadiah yang akan
diberikan perusahaan kepada member MLM.
Seluruh bonus yang akan diberikan oleh
perusahaan kepada membership (anggota) MLM
sudah disebutkan ketentuan prosentase

31
perhitungannya yang berasal dari point-point
yang telah berhasil dikumpulkan. Hal itu sudah
tertuang dengan jelas dalam klausul kesepakatan
ketika seseorag masuk menjadi member dalam
sebuah perusahaan MLM. Kesepakatan antara
member dan perusahaan itu bersifat mengikat
antara kedua belah pihak. Dengan demikian,
maka kita dapat menyimpulkan bahwa bonus
dalam MLM itu adalah bonus yang akan
diberikan terkait dengan sukses atau tidaknya
dalam penjualan produk. Semua sudah mask
dalam sistem perhitungan point yang sudah
disepakati oleh kedua belah fihak. Dengan
demikian, jika hibah (bonus) ini merupakan aqad
dan dijadikan konsekuensi dalam akad jual beli,
maka telah terjadi dua akad di dalam satu akad,
yaitu jual beli yang disertai dengan hibah
(bonus).

32
Adanya dua akad dalam satu akad ini hukumnya
haram, sebab masuk dalam kategori multi akad.
Salah satu dalil haramnya multi akad adalah
dari Hadits Nabi SAW:
ُ‫ىَُّللاُعَ َل ْي ِهُ َُوسَ هلمَُعَ ْن‬
‫ص هل ه‬ َ ُِ‫َُّللا‬
‫نَهَىُ َرسول ه‬
ِ ‫ص ْف َقةُ َو‬
ُ‫اَح َدة‬ َ ُ‫ص ْف َقتَ ْي ِنُفِي‬
َ
“Rasulullah SAW telah melarang dua
kesepakatan (akad) dalam satu kesepakatan
(akad)” (HR. Imam Ahmad).
Akan tetapi, sebagai catatan tambahan,
jika hibah (bonus) tersebut diberikan bukan
sebagai konsekuensi yang mengikat dari akad
jual beli, bisa diberikan, bisa juga tidak oleh
perusahaan, maka status hibah (bonus) seperti ini
kembali kepada hukum asalnya, yaitu mubah
(boleh). Sebab, bonus itu tidak menjadi syarat
yang mengikat, atau adanya akad lain dalam
satu kesatuan akad jual beli.

33
H. ADANYA UNSUR RIBA
Unsur yang kelima dari haramnya bisnis multi
level marketing (MLM) itu adalah adanya unsur
riba. Nah, bagaimana kita dapat mengatakan
bahwa dalam MLM mengandung unsur riba?
Untuk menjawabnya, marilah kita melihat studi
kasusnya. Mengapa? Sebab, memang tidak
semua produk MLM itu mengandung unsur riba.
Jika kita mau mengkaji beberapa produk bisnis
MLM, ternyata memang ada bisnis MLM yang
mengandung riba. Bagaimana ciri-cirinya? Bisnis
MLM yang mengandung riba adalah bisnis MLM
yang merekrut member untuk berinvestasi, tanpa
ada produk barang yang harus dibeli. Dalam
jangka waktu tertentu, Perusahaan MLM ini akan
memberikan sejumlah keuntungan berdasarkan
prosentase dari dana yang diinvestasikan.

34
Selain dari keuntungan investasi di atas,
perusahaan MLM ini juga akan memberikan
bonus (fee) atas jasanya dalam menarik member
baru yang disusun mengikut pola jaringan
tertentu sebagaimana yang telah ditentukan
perusahaan.
Ada juga perusahaan MLM yang menggunakan
skema yang sama seperti dalam MLM yang di
atas, namun masih menyertakan adanya jual beli
terhadap barang tertentu, namun itu hanya untuk
kamuflase saja. Ciri-ciri bisnis MLM yang
kategori ini adalah bahwa barang yang
diperjualbelikan nilainya sangat tidak berarti
dibanding dengan dana investasi yang harus
disetorkan. Misalnya, dana investasi yang harus
disetorkan adalah 1.000.000 rupiah, namun
barang yang didapatkan hanyalah satu kotak
tissue saja, yang harganya hanya 5.000 rupiah.

35
Gambar 8. Ilustrasi Jangan Terjebak Riba
Sumber : Popularitas.com

Skema dari kedua jenis MLM seperti ini


hukumnya adalah haram, karena ada unsur riba
di dalamnya. Darimana unsur ribanya? Unsur
ribanya muncul karena pihak perusahaan MLM
telah menjanjikan akan memberikan keuntungan
yang didasarkan pada prosentase modal
investasi, bukan berdasarkan bagi hasil.
Keuntungan yang dijanjikan oleh perusahaan
MLM yang seperti itu masuk dalam kategori
riba, yaitu masuk dalam kategori riba nasi`ah.

36
Mengapa? Sebagaimana telah dibahas
sebelumnya, yang dimaksud dengan riba nasi’ah
adalah:
ُ‫الزيَا َدةُ فِي م َقاُب ِ ُِل ْاْل ْج ِل‬
ِ‫الربَا النَ ِس ْيئَةُ ه َُو ه‬
ِ
“Riba nasi’ah adalah setiap tambahan yang
diberikan sebagai pengganti dari waktu
(tempo)”.
Riba nasi’ah hukumnya adalah haram. Salah
satu dalilnya adalah Hadits Nabi SAW yang
bunyinya:
‫كلُ َق ْرضُ َج هُر َم ْن َفع َ ًُة َفه َُو ِربَا‬
“Setiap utang-piutang yang menghasilkan
manfa’at adalah riba” (HR. Baihaqi).
Itulah pemahasan yang menyeluruh dari
bisnis MLM yang telah dibahas secara tuntas
dalam eBook ini. Kesimpulannya, bismis model
MLM hukumnya adalah haram. Wallahu a’lam
bish showab.

37

Anda mungkin juga menyukai