Anda di halaman 1dari 31

BAB1

PENGERTIAN RUANG LINGKUP BISNIS SYARIAH


A. Pengertian Bisnis Syariah
Secara bahasa, Syariat (al-syari’ah) berarti sumber air minum (mawrid al-ma’ li al
istisqa) atau jalan lurus (at-thariq al-mustaqîm). Sedang secara istilah syariah
bermakna perundang-undangan yang diturunkan Allah Swt melalui Rasulullah
Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia baik menyangkut masalah ibadah,
akhlak, makanan, minuman pakaian maupun muamalah (interaksi sesama manusia
dalam berbagai aspek kehidupan) guna meraih kebahagiaan di dunia dan di
akhirat.
Menurut Syafi’I Antonio, syariah mempunyai keunikan tersendiri, syariah tidak
saja komprehensif, tetapi juga universal. Universal bermakna bahwa syariah dapat
diterapkan dalam setiap waktu dan tempat oleh setiap manusia. Keuniversalan ini
terutama pada bidang sosial (ekonomi) yang tidak membeda-bedakan antara
kalangan Muslim dan non-Muslim.
Dengan mengacu pada pengertian tersebut, Hermawan Kartajaya dan Syakir Sula
memberi pengertian bahwa Bisnis syariah adalah bisnis yang santun, bisnis yang
penuh kebersamaan dan penghormatan atas hak masing-masing. Pengertian yang
hari lalu cenderung normatif dan terkesan jauh dari kenyataan bisnis kini dapat
dilihat dan dipraktikkan dan akan menjadi trend bisnis masa depan

B.     Ruang Lingkup Bisnis Syariah

Bisnis syariah mempunyai keunikan sendiri, tidak hanya bersifat


konperhensif tetapi bisnis syariah juga memiliki sifat yang universal yang artinya
dapat diterapkan kapan saja dan oleh siapa saja baik muslim maupun non musim.
Bisnis syariah memiliki 4 prinsip dalam melakukan kegiatan ekonominya yaitu
Keseimbangan atau Kesejajaran, Tanggung Jawab, Tauhid dan Kehendak Bebas.

1.      Keseimbangan atau Kesejajaran


Suatu konsep yang mengharuskan adanya keadilan social didalam jalannya bisnis
yang berdasarkan syariah.

1
2.      Tanggung Jawa
Manusia dan segala aktivitas yang dijalaninya memiliki tanggung jawab kepada
Allah dan kepada sesame manusia lainnya, karena manusia tidak dapat hidup
sendiri mereka hidup berdampingan dan tidak lepas dari hokum yang berlaku
didunia maupun diakhirat nanti.
3.      Tauhid
Manusia harus menyakini bahwa Allah lah yang menjadi pemilik mutlak dan
absolute atas semua yang berada didunia ini, dari Dial ah sumbernya dan akan
berakhir kepadaNya. Maka dari itu kita sebagai manusia harus mengikuti
aturannya dan batas-batas yang ditetapkan.
4.      Kehendak Bebas
Manusi diciptakan dengan satu potensi yaitu, mereka bebas memilih apa yang
mereka mau kerjakan. Tetapi kehendak bebas yang di berikan Allah haruslah
sejalan dengan prinsip dasar diciptakannya manusia dan harus sejalan dengan
kepentingan individu terutama lagi kepada kepentingan umum.
Jadi ruang lingkup bisnis syariah itu dapat  dipelajari dalam agama karena
bisnis syariah suatu ilmu bisnis yang petunjuk-petunjuknya terdapatdidalam Al-
Qur’an.
Abdalla Hanafi dan Hamid Salam, Guru Besar Business Administration di
Mankata State Univeristy menambahkan cakupan berupa nilai ketulusan,
keikhlasan berusaha, persaudaraan dan keadilan. Sifatnya juga universal dan bisa
dipraktekkan siapa saja. Etika bisnis syariah bisa diwujudkan dalam bentuk
ketulusan perusahaan dengan orientasi yang tidak hanya pada keuntungan
perusahaan namun juga bermanfaat bagi masyarakat dalam arti sebenarnya.
Pendekatan win-win solution menjadi prioritas. Semua pihak diuntungkan
sehingga tidak ada praktek “culas” seperti menipu masyarakat atau petugas pajak
dengan laporan keuangan yang rangkap dan lain-lain.
Bisnis juga merupakan wujud memperkuat persaudaraan manusia dan
bukan mencari musuh. Jika dikaitkan dengan pertanyaan, apakah etika bisnis
syariah juga bisa meminimalisir keuntungan atau malah merugikan ?. Jawabnya
tergantung bagaimana kita melihatnya. Bisnis yang dijalankan dengan melanggar

2
prinsip-prinsip etika dan syariah seperti pemborosan, manipulasi, ketidakjujuran,
monopoli, kolusi dan nepotisme cenderung tidak produktif dan menimbulkan
inefisiensi.
Etika yang diabaikan bisa membuat perusahaan kehilangan kepercayaan
dari masyarakat bahkan mungkin dituntut di muka hukum. Manajemen yang tidak
menerapkan nilai-nilai etika dan hanya berorientasi pada laba (tujuan) jangka
pendek, tidak akan mampu bertahan (survive) dalam jangka panjang. Jika
demikian, pilihan berada di tangan kita. Apakah memilih keuntungan jangka
pendek dengan mengabaikan etika atau memilih keuntungan jangka panjang
dengan komit terhadap prinsip-prinsip etika –dalam hal ini etika bisnis syariah.

C.    Perkembangan Bisnis Syariah di Indonesia


Perkembangan bisnis syariah mengalami perkembangan yang pesat, bisnis dengan
menggunakan label syariah ini menjadi trend  yang cukup menggoda. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya ragam bisnis yang saat ini diberi label syariah.
Perbankan syariah mungkin dapat kita sebut sebagai pionirnya, disusul kemudian
industri yang bergerak di sektor jasa keuangan lainnya, ada koperasi jasa
keuangan syariah (KJKS), asuransi syariah, pegadaian syariah, obligasi syariah
dan sebagainya.
Jika perkembangan bisnis syariah ini tumbuh berawal dari sektor keuangan, tentu
sangat mudah utuk dipahami. Sebab, bisnis disektor keuangan merupakan bisnis
yang basis penggeraknya adalah bunga. Ketika kemudian ada fatwa yang
menjelaskan bahwa bunga bank adalah riba, maka tentu saja bisnis disektor ini
mengalami guncangan (meski banyak juga yang masih merasa nyaman). Maka
upaya-upaya untuk mensyariahkan bisnis di sektor ini terus menerus dilakukan.
Melihat kenyataan yang telah disebutkan diatas, dapat dipastikan bisnis syariah
akan mengalami perkembangan yang cukup pesat dan bukan tidak mungkin akan
mengalahkan dominasi bisnis konvensional yang saat ini masih mendominasi
bisnis Indonesia.
D. Peluang Bisnis Wisata Syariah di Indonesia
Negara-negara muslim memiliki banyak potensi wisata yang belum dimanfaatkan
secara optimal, salah satunya adalah pengembangan pariwisata syariah. Trend
wisata syariah semakin tinggi dan menjadi ladang bisnis bagi para pengusaha
untuk menggarap keuntungan. Sejalan dengan perkembangan wisata syariah,
produk halal ternyata tidak hanya dikonsumsi oleh turis muslim saja, namun juga
oleh turis non-muslim.

3
Hal ini menyusul semakin sadarnya masyarakat akan manfaat konsep halal yang
diterapkan Islam, baik dalam hal makanan, wisata, jasa keuangan dan lainnya.
Sektor pariwisata berbasis syariah di indonesia ke depan kian terlihat menjanjikan,
karena pemerintah melalui kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif
memberikan dukungan penuh pada pengembangan wisata syariah di Indonesia.
Dukungan formal dari pemerintah tersebut mulai digaungkan sejak era presiden
SBY, hal ini terbukti dengan diselenggerakanya Konferensi Wisata Syariah
Negara-negara Anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang berlangsung di
Jakarta selama dua hari pada tanggal 2-3 Juni 2014 menghasilkan 13 rekomendasi
untuk ditindaklanjuti dalam pengembangan wisata syariah ke depan.
Dalam rangka pengembngan wisata syariah ke depan, maka pada 1st Organization
Islamic Conference (OIC) International Forum on Islamic Tourism menghasilkan
beberapa rekomendasi :
1.      Perlu adanya peningkatan awareness dan penjelasan mengenai wisata
syariah dan signifikansinya terhadap perekonomian yang dapat membuat
hubungan sesama umat muslim dan lingkungan sekitarnya menjadi semakin erat.
2.      Sekretariat Jenderal OKI bersama dengan negara-negara anggota hendaknya
menyelenggarakan sejumlah pertemuan lanjutan mengenai wisata syariah,
termasuk dalam mengembangkan branding dan positioning pada pasar pariwisata
dunia.
3.      Mendorong Sekretariat Jenderal dan negara anggota OKI untuk mengadakan
event internasional tahunan wisata syariah.\
4.      Mendorong arus wisatawan antara negara-negara OKI dengan
mengimplementasikan kebijakan nasional melalui fasilitasi visa, pembangunan
kapasitas, dan menyediakan iklim kondusif bagi investasi wisata syariah.
5.      Mengimbau Statistical, Economic and Social Research and Training Centre
for Islamic Countries (SESRIC), Islamic Centre for Development of Trade,
Research Centre for Islamic History, Art and Culture (IRCICA), Islamic
Educational, Scientific and Cultural Organization dan Islamic Development Bank
Group, memberi dukungan pembangunan kapasitas untuk pengembangan wisata
syariah di negara-negara anggota OKI.
6.      SESRIC hendaknya dapat menyediakan studi dan riset mendetail mengenai
wisata syariah, perilaku wisatawan muslim dan peluang investasi wisata syariah
serta memberikan hasilnya pada Konferensi Menteri Pariwisata OKI yang ke-9 di
Niger pada 2015.
7.      IRCICA juga diharapkan dapat menghasilkan studi pengembangan situs
budaya dan menyediakan informasi sejarah, seni, dan ilmu pengetahuan dan
Islam, dan menyerahkan hasilnya pada Konferensi Menteri Pariwisata OKI yang
ke-9 di Niger pada 2015.

4
8.      Standard and Metrology Institute for Islamic Countries (SMIIC) diharapkan
dapat mengaktifkan kembali Komite Wisata dan membuat standar industri wisata
syariah, produk dan jasanya.
9.      Kamar Dagang dan Industri Syariah hendaknya mendorong transaksi bisnis
wisata syariah diantara negara-negara OKI.
10.  Meminta IDB Group membuat skema pembiayaan untuk pengembangan
wisata syariah di negara-negara anggota OKI.
11.  Pelaku industri wisata syariah di negara-negara anggota OKI hendaknya
(lanjutan dibawah) :
12.  Mengusulkan membentuk Working Group Wisata Syariah dan
mengeksplorasi kemungkinan untuk membuat Rencana Aksi Wisata Syariah pada
Konferensi Menteri Pariwisata OKI.
13.  Laporan dan rekomendasi dari forum ini diharapkan dapat diadopsi pada
Konferensi Menteri Pariwisata OKI yang ke-9 di Niger pada 2015.
Jauh sebelum pemerintah memberikan dukungan pada wisata syariah dengan
wujud menyelenggarakan Konferensi Wisata Syariah Negara-negara Anggota
Organisasi Konferensi Islam, Dewan Syariah Nasional MUI Sejak beberapa tahun
terakhir ini, turut aktif mendukung pemerintah, khususnya dari Kementrian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, guna mengembangkan wisata syariah di
Indonesia.
Menurut DSN MUI, Wisata Syariah merupakan satu ruang yang sangat luas dan
sangat strategis, karena ddalamnya banyak unsur-unsur yang terkait dengan upaya
membangun peradaban Islam yang kaffah, dan rahmatan lil alamin. Karena faktor
lingkungan, SDM, budaya, seni, dan berbagai derivatif lainnya, pasti akan
menjadi komponen-komponen yang menyatu, yang tidak bisa dipisahkan. Dan
semua ini sebetulnya adalah sebuah peradaban yang sejak lama didirikan oleh
manusia. Ini juga tak terlepas dari upaya meningkatkan ekonomi kreatif, sehingga
akan meningkatkan nilai-nilai ekonomis dari obyek-obyek wisata yang kita miliki,
yang nantinya juga akan berdampak pada peningkatan nilai-nilai ekonomi, baik
secara mikro maupun makro. Karena itulah, DSN MUI merasa terpanggil untuk
men-support Pemerintah dalam mengembangkan wisata syariah ini.
Peran DSN MUI sangatlah vital dalam pengembangan wisata syariah ini, untuk
itu DSN MUI melakukan beberapa langkah-langkah diantaranya; DSN MUI
mengambil peran yang dituangkan didalam MOU bersama Kemenparekraf yang
isinya :
1.    DSN MUI menyusun Pedoman Umum yang menyangkut wisata syariah, dan
juga pedoman-pedoman khusus yang terkait dengan elemen-elemen dari wisata
syariah yang diperlukan, seperti misalnya, menyangkut perrhotelan syariah,
restoran, atau rumah makan, atau hal-hal yang terkait dengan produk-produk
konsumen wisata syariah.

5
2.    DSN MUI menyiapkan sertifikasi bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak
di bidang jasa wisata syariah. DSN juga akan memberikan pelathan dan sertifikasi
pula bagi para tour guide, karena posisi-posisi ini memang sangat penting.
3.    DSN MUI juga akan menempatkan Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada
biro-biro perjalanan wisata, guna memberikan arahan, bimbingan, dan juga
memberikan opini-opini syariah yang terkait dengan pengembangan wisata
syariah yang berkelanjutan.
4.    DSN MUI juga akan memberikan fatwa-fatwa yang menjadi pedoman dasar
dari wisata syariah ini.
Dan tentu saja, DSN MUI juga ikut mensosialisasikan pengembagan wisata
syariah di tanah air ini, bersama-sama dengan pemerintah dan pihak-pihak terkait
lainnya.
Dari catatan yang ada, spending muslim travel pada 2013 mencapai US$ 137
miliar. Dalam laporan berjudul State of The Global Islamic Economy 2013
Report, disebutkan jumlah ini sama dengan 12,5 persen dari keseluruhan nilai
belanja pariwisata dunia.
Angka itu belum termasuk belanja untuk umrah dan haji. Menurut perkiraan
mereka, pada 2018 belanja muslim untuk keperluan wisata menembus US$ 181
miliar. Tingkat pertumbuhan muslim travel di dunia jauh di atas tingkat
pertumbuhan wisatawan mancanegara yang lain. Sebagai catatan, wisatawan
mancanegara yang masuk ke Indonesia mencapai 8,8 juta turis, dengan total US$
1,66 miliar.
Namun, para ahli mengamati industri perjalanan dan pariwisata halal di negara-
negara nonmuslim jauh lebih baik daripada di negara-negara muslim. Dewan
Crescent Tours di Inggris, Elnur Seyidli berpendapat pertumbuhan pariwisata
halal seperti yang terlihat di Selandia Baru dan Australia menunjukkan, negara-
negara nonmuslim lebih disukai turis negara-negara muslim. Menurutnya, dunia
nonmuslim mampu menggarap potensi tersebut lebih maksimal. Contohnya,
Jepang yang memiliki ruang salat di bandara dan sebagian besar hotel di sana
menyediakan makanan halal. Thomson Reuters baru-baru ini melaporkan, Eropa
menjadi tujuan wisata terpopuler secara global pada 2012. Di bagian daftar teratas
adalah Prancis dengan 83 juta kedatangan. Amerika Serikat menduduki posisi
kedua dengan 67 juta kedatangan, diikuti China dan Spanyol dengan 58 juta
kunjungan. Turki dan Malaysia menduduki peringkat ke-6 dan ke-10.
Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan wisata syariah mengingat
sebagian besar penduduknya adalah Muslim dan adanya faktor pendukung seperti
ketersediaan produk halal. Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama
Islam, secara alami budayanya telah menjalankan kehidupan bermasyarakat yang
Islami, sehingga di sebagian besar wilayahnya yang merupakan destinasi wisata
telah ramah terhadap Muslim Traveller. Terkait kebutuhan umat muslim dunia,
dari 6,8 milyar lebih penduduk dunia, tercatat tidak kurang dari 1,57 milyar atau
sekitar 23% adalah muslim. Bahkan di Indonesia, penganut Islam diperkirakan

6
mencapai angka 203 juta jiwa atau sekitar 88,2% dari jumlah penduduk. Hal ini
merupakan potensi bagi pengembangan wisata syariah, misalnya dengan
menciptakan paket-paket wisata syariah di destinasi pariwisata Indonesia.
Menurut penelitian dari Crescentrating, pengeluaran wisatawan muslim dalam
suatu perjalanan wisata sangat tinggi, dapat dibayangkan uang yang dihabiskan
wisatawan muslim di dunia pada tahun 2011 mencapai 126 milyar dolar AS atau
setara Rp 1.222,1 Triliun. Angka ini dua kali lebih besar dari seluruh uang yang
dikeluarkan oleh wisatawan Cina yang mencapai 65 miliar dolar AS atau setara
Rp 630 Triliun. Target kita wisatawan dari Timur Tengah, Afrika Selatan, Asia,
China, India, dan Eropa.
Menurut Dirjen Pemasaran Pariwisata, Esthy Reko Astuti, untuk memenuhi
kebutuhan tersebut pemerintah mencoba mengembangkan dan mempromosikan
usaha jasa di bidang perhotelan, restoran, biro perjalanan wisata, dan SPA di 12
destinasi wisata syariah di Indonesia antara lain Aceh, Sumatera Barat, Riau,
Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur,
NTB serta Sulawesi Selatan. Kedua belas destinasi tersebut merupakan proyek
percontohan dan tidak menutup kemungkinan diperluas ke destinasi lainnya di
Indonesia.
Produk baru dari Kemeparekraf ini tentunya membutuhkan tenaga professional di
bidang pariwisata khususnya wisata syariah. Untuk Mendukung program
pemerintah tersebut, Universitas yang membuka fakultas pariwisata perlu
mempersiapkan hingga melahirkan tenaga kerja profesional di bidang
kepariwisataan yang berkualitas dan bersertifikat taraf internasional. Program
wisata syariah yang digalakkan oleh Kemenparekraf harus sejalan dengan visi &
misi fakultas pariwisata yang berdasarkan nilai-nilai Islam dalam
menngembangkan dan memajukan Pariwisata Sumatera Barat khususnya dan
Indonesia umumnya.
Dengan nilai-nilai keislaman yang ada pada pariwisata syariah bukan hanya
bermanfaat bagi industri pariwisata tapi juga bermanfaat bagi masyarakat dalam
meningkatkan keimanan & menjadi manusia yang lebih baik dan mencegah
terjadinya hal hal yang bersifat mudharat bagi manusia dan lingkungan. Bahkan
ketua MUI sendiri menyampaikan bahwa Wisata Syariah adalah bagian dari
Dakwah, Subhanallah. Selaras Sumbar sendiri wisata syariah yang menghilangkan
hal hal yang tidak sesuai dengan syariah islam sangat sesuai dengan.
Dengan adanya wisata Syariah ini mungkin bisa menjawab pertanyaan dari
kalangan masyarakat yang insha Allah bisa mengubah stigma masyarakat tentang
pariwisata di Indonesia. Produk baru Kemenparekraf ini bisa menjadi Jati Diri
Pariwisata Indonesia yang bersinergi dengan seluruh lapisan masyarakat dan dapat
menjadi insan pariwisata yang agamis dan profesional. insyaallah, wisata syari’ah
yang paling barokah.
Meski terkesan terlambat, namun pengembangkan sektor “sharia tourism” ini
akan memberikan nilai tambah ekonomi sekaligus khazanah budaya bagi

7
Indonesia sendiri, sehingga dikenal di manca Negara, utamanya di kalangan dunia
Islam. Dewasa ini konsep priwisata Islam (Islamic tourism) – berkaitan pula
dengan konsep wisata halal – sebuah paket wisata yang sekaligus mengandung
nilai-nilai dakwah, manfaat serta pengenalan tentang kebudayaan Islam (Islamic
culture).
Negara-negara di Timur Tengah, sudah lebih dulu mengawalinya secara
professional, contoh seperti Mesir, dan Uni Emirat Arab (UEA) , yang mengemas
paket wisata mereka dengan basis syariah dari hulu ke hilir, semua unsure yang
terkait dengan pariwisata dibungkus dengan nili-nilai Islami, dari bentuk
pelayanan, hotel, area destinasi hingga makanan yang disajikan. Sehingga para
wisatawan memandang pejalanan yang dialkukannya adalah penuh manfaat,
bernilai tadabur alam serta rekreasi yang tidak sia-sia. Saat ini “Sharia Tourism”
atau Wisata berbasis syariah sangat menarik untuk dikembangkan, setelah
berbagai bisnis berbasis syariah mengemuka, yakni perbankan syariah, asuransi
syariah dan lain-lain, kini bergulir ide Wisata Syariah. Melihat pada kenyataan
yang dipaparkan diatas, bisnis wisata syariah akan menjadi primadona baru bagi
dunia pariwisata nasional bahkan internasional.
E. Peluang Yang Bisa Akses
Dengan adanya dukungan dari MUI dan pemerintah, serta kebutuhan masyarakat
indonesia akan wisata halal, maka wisata syariah di indonesia akan semakin
mudah berkembang. Saya melihat,Di indonesia belum banyak Jasa Tour yang
memiliki konsep syariah. Kalaupun ada, baru beberapa jenis wisata yang memang
dari asalnya sudah syar’i, seperti ziarah wali 9, atau juga Umrah. Dengan
kenyataan ini tentunya wisata syariah akan menjadi lapangan bisnis yang
menjanjikan. Akses untuk membuka bisnis wisata syariah di Indonesia akan lebih
mudah mengingat sekarang ini belum banyak kompetitor yang dalam persaingan
bisnis wisata syariah.

BAB 2
TUJUAN DAN PRINSIP BISNIS SYARIAH

Tujuan Bisnis Syariah


Bisnis Syariah memeiliki tujuan tertentu yaitu :
A. Target Hasil; Profit Materi dan Benefit Nonmateri
Tujuan Biisnis Tidak selalu mencari Profit (Qimah Maddiyah atau nilai
materi ), tetapi harus dapat memperoleh dan memberikan benefit (keuntungan atau
manfaat ) nonmateri,baik bagi si pelaku bisnis sendiri maupun pada lingkungan
yang lebih luas, seperti terciptanya suasana persaudaraan, kepedulian social dan

8
sebagainya. Di samping untuk mencari qimah maddiyah, juga masih ada orientasi
lainnya yaitu qimah khuluqiyahdan ruhuhiyah.
Qimah khuluqiyah yaitu nilai-nilai akhlak mulia yang menjadi suatu kemestian
yang muncul dalam kegiatan bisnis, sehingga tercipta hubungan persaudaraan
yang islami, baik antara majikan dengan buruh, maupun antara penjual dengan
pembeli, bukan hanya hanya sekedar hubungan fungsional maupun professional
semata.
Qimah Ruhuhiyah, berarti perbuatan tersebut di maksudkan untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Dengan kata lain, ketika melakukan suatu
aktivitas bisnis, maka harus di sertai dengan kesadaran hubungannya dengan
Allah SWT. Inilah yang di maksud, bahwa setiap perbuatan muslim adalah
ibadah. Amal perbuatannya bersifat materi, sedangkan kesabaran akan
hubungannya dengan Allah ketika melakukan bisnis di namakan ruhnya.
Dalam bisnis, mencari keuntungan harus di syariatkan, Kecuali apabila di
lakukan dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan hokum syara’. Jadi
prinsipnya, setiap keuntungan berasal dari usaha bisnis yang legal di halalkan.
Bisnis Apapun yang bersumber dari kegiatan Ilegal, jelas di haramkan.

B. Pertumbuhan
Jika profit materi dan benefit non materi telah di raih, maka di upayakan
pertumbuhan atau kenaikan akn terus-menerus meningkat setiap tahunnya dari
profit dan benefit tersebut. Upaya pertumbuhan ini tentu dalam koridor syariat.
Misalnya, dalam meningkatkan jumlah produksi, seiring dengan perluasan pasar
dan peningkatan inovasi agar bias menghasilkan produk baru dan sebagainya.
C. Keberlangsungan
Pencapaian target hasil dan pertumbuhan terus di upayakan
keberlangsungannya dalam kurunwaktu yang cukup lama dan dalam menjaga
keberlangsungan itu dalam koridor syariat islam.
D. Keberkahan dari Allah SWT
Faktor keberkahan atau upaya menggapai ridho ALLAH SWT, merupakan
puncak kebahagiaan hidup setiap umat muslim. Para pengelola bisnis harus
mematok orientasi keberkahan ini menjadi visi bisnisnya, agar senantiasa dalam
kegiatan bisnis selalu berada dalam kendali syariat dan diraihnya keridhoan
ALLAH.
Apapun bentuk kegiatan bisnis tetap dituntut untuk mewujudkan ukhuwah
islamiyah, bukan justru bersifat individualistik egoistik. Aspek yang diterapkan
dalam aktivitas bisnis islam yaitu qimah khuluqiyah.Setiap aktivitas bisnis
haruslah dapat melahirkan nilai-nilai ahklak karimah, bukan semata-mata terjadi

9
hubungan fungsional dan profesional. Ini merupakan keharusan dalam setiap
aktivitas bisnis dalam perspektif syariah.
Mendorong Terjadinya Pertumbuhan Ekonomi
Keuntungan material yang diperoleh dalam menjalankan aktivitas bisnis
diharapkan dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya
pertumbuhan bisnis yang dijalakan akan menjadi maju dan besar.Hal ini ternyata
dapat menjaga eksistensi bisnis atau perusahaan yang menjalankannya. Atas dasar
ini, diharapkan dapat mewujudkan eksistensi kehidupan yang harmonis di tengah-
tengah masyarakkat, sekaligus juga mempertahankan syariat agama Allah di muka
bumi.
Menjaga Keberlangsungan Bisnis
Bisnis syariah memberikan hak untuk mengambil keuntungan material dan
keuntungan non material. Batas dalam mengambil keuntungan material
sesungguhnya tidak pernah dibatasi dalam Al-Qur’an dan hadis.Allah dan
Rasulullah selalu menganjurkan untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis,
santun, dan penuh dengan rasa kasih sayang, maka tetap dianjurkan untuk tidak
mengambil keuntungan yang cukup besar.
Memperoleh Berkah Dari Allah
Berkah adalah bertambahnya kebajikan dan ketenangan dalam diri seseorang
yang tidak dapat dihitung secara matematik. Tentang masalah berkah ini secara
implisit dinyatakan oleh Rasulullah dalam sabdanya yang artinya ”sedekah itu
tidak mengurangi harta, dan Allah tidak akan menambah seorang hamba yang
memberi maaf kepada saudarantya kecuali kemuliaan, dan tidak akan memperoleh
seorang hamba Allah yang bersifat tawaduk atau rendah diri kecuali Allah telah
mengankat martabatnya”
Mendapat Ridho Allah
Umat Islam, mempunyai keyakinan bahwa jika hidupnya mendapat ridho Allah
akan pasti tenang, tentram, harmonis, dan selamat dunia dan akhirat. Dalam hal
menjalankan bisnis islam, dengan konsep ada yang halal dan yang haram serta
tidak melakukan kezaliman, harapannya ingin mendapatkan ridho Allah.Allah
telah mengingatkan kepada hamba-Nya bahwa segala kehidupan harus
mendapatkan ridho Allah.
Hal ini dijelaskan dalam surat al-An’am ayat 162 yang artinya “katakanlah:
“sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah ntuk Allah,
Tuhan semesta alam”.
Mendapatkan Ketenangan Lahir dan Batin
Dalam hidup ini, kalau seseorang mematuhi peraturan, niscaya dia akan selamat
dan akan mendapatkan ketenangan yang dimaksud. Hidup ini harus mematuhi

10
setiap apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi larangan-larangan Allah.
Jika kita, melanggar larangan Allah pasti akan mendatangakan malapetaka dan
kegelisahan dalam hidup. Dalam hal bisnis, Allah telah membuat aturan yang
jelas, seperti haramnya riba, pengurangan timbangan, pemalsuan barang,
menyembunyikan cacat barang dan lain-lain. Ketentuan-ketentuan bisnis syariah
mampu melahirkan ketenteraman lahir dan batin bagi orang-orang yang
mematuhinya.
Bisnis syariah didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang memiliki landasan
hukum syariah Islam. Agar dapat disebut sebagai bisnis/usaha syariah, Anda harus
menerapkan prinsip-prinsip tertentu dalam berbisnis. Prinsip-prinsip inilah yang
membedakannya dengan bisnis konvensional.
BEBERAPA PRINSIP BISNIS SYARIAH YANG WAJIB DITERAPKAN
ANTARA LAIN:
1. Produk Yang Dijual Harus Halal
Prinsip bisnis syariah yang utama adalah kehalalan produk yang dijual dalam
sebuah bisnis. Barang seperti apa yang dinyatakan halal sesuai hukum Islam?
Produk halal merupakan produk yang melalui rangkaian produksi yang halal juga.
Maknanya, segala pos produksi—dari penyediaan bahan, pengelolaan, pengolahan
bahan baku, hingga penyajian produk harus terhindar dari hal yang haram
menurut hukum Islam.
Dalam praktiknya, produk yang dijual tentu saja tidak hanya dalam wujud
‘barang’. Jika produk yang Anda jual berupa jasa, maka jasa yang diberikan tidak
boleh melenceng dari aturan hukum Islam juga.
2. Adanya Akad Yang Jelas
Singkatnya, akad diartikan sebagai kesepakatan antara pihak penjual dan
pembeli. Makna dari kegiatan ini adalah masing-masing pihak—baik pihak
penjual maupun pembeli wajib sepakat akan kegiatan jual beli tersebut.Sebelum
proses jual beli berlangsung, penjual dan pembeli pun harus sama-sama tahu
barang/jasa yang akan diterima, berikut pula dengan harga yang ditawarkan.
Dalam hal ini penjual wajib terbuka agar dan menyampaikan sejujur mungkin
agar pembeli tidak merasa dirugikan karena hal ‘tersembunyi’.
3. Bisnis Harus Terbebas Dari Maysir dan Gharar
Apa yang dimaksud gharar dan maysir dalam bisnis syariah? Definisi gharar
dalam jual beli sesuai hukum Islam adalah sebagai berikut:
Gharar. Disebut juga sebagai taghrir, istilah ini memiliki arti ‘tipuan, keraguan,
atau tindakan merugikan orang lain dalam prosedur jual beli’. Definisi lain
menyebutkan bahwa dalam jual beli syariah, gharar diartikan sebagai prosedur
jual beli yang mengandung ketidakjelasan barang yang dijual.Maysir, maisir, atau

11
qimar, dapat diartikan secara singkat sebagai perjudian atau tindakan spekulasi
saat jual beli berlangsung.
4. Bebas Dari Riba
Prinsip bisnis syariah selanjutnya adalah bebas dari riba. Makna riba sendiri
adalah mengambil keuntungan dari aset pokok atau modal. Dalam Islam, riba
merupakan suatu hal yang diharamkan.
Misalnya, jika Anda meminjamkan uang dan mengambil bunga dari pinjaman dari
pinjaman tersebut, maka tindakan itu termasuk riba yang dilarang oleh Islam.
5. Proses Jual Beli Harus Dilakukan Secara Adil
Dalam menjalankan bisnis syariah, proses jual beli yang berlangsung di
dalamnya juga harus dilaksanakan dengan prinsip ‘adil bagi kedua belah pihak’.
Bagaimana maksudnya? Prinsip bisnis syariah ini diterapkan dengan tujuan agar
kedua belah pihak—pedagang dan pembeli—tidak ada yang merasa dirugikan.
Maka dari itu, proses jual beli yang berlangsung dalam suatu bisnis haruslah jelas
bagi kedua belah pihak dan dilandaskan pada kesepakatan bersama.

BAB 3
PERKEMBANGAN LEMBAGA BISNIS SYARIAH
A. Pengertian Lembaga Bisinis Syariah
Lembaga bisnis syariah merupakan salah satu instrument yang digunakan untuk
mengatur aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai bagian dari sistem ekonomi,
lembaga tersebut mencakup bagian dari keseluruhan sistem sosial masyarakat.
Dalam lembaga bisnis syariah terdapat Lembaga keuangan syariah yang
merupakan lembaga keuangan yang menjalankan kegiatannya dengan
berlandaskan prinsip syariah Islam. Lembaga Keuangan Syariah terdiri dari Bank
dan non Bank (Asuransi, Pegadaian, Reksa Dana, Pasar Modal, BPRS, dan BMT).
Bentuk sistem keuangan atau lembaga keuangan yang sesuai dengan prinsip Islam
ádalah terbebas dari unsur riba. Berikut ini ayat Al-Quran yang menjelaskan
tentang riba.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah
sisa-sisa riba. jika memang kamu orang yang beriman. Jika kamu tidak
melakukannya, maka terimalah pernyataan perang dari Allah SWT dan rasul Nya
dan jika kalian bertobat maka bagi kalian adalah modal-modal, kalian tidak
berbuat zalim dan tidak pula dizalimi”. (QS. Al- Baqarah : 278- 279)
Berdasarkan ayat Al-Quran diatas tentang pelarangan riba terdapat dampak
negatif, diantaranya adalah dampak inflatoir yang diakibatkan oleh bunga sebagai
biaya utang. Lembaga Keuangan Syariah mengatur perekonomian masyarakat

12
agar praktik-praktik riba itu bisa dihilangkan, dan juga Lembaga Keuangan
Syariah berperan dalam membimbing masyarakat kedalam praktik bisnis yang
sesuai syariat Islam, sehingga kemaslahatan perekonomian di masyarakat bisa
terwujud.
B. Perkembangan Lembaga Bisnis Syariah
Mengelola keuangan syariah memang harus berbeda dengan mengelola keuangan
konvensional. Bank syariah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya
kebersamaan dalam menanggung resiko usaha dan berbagai hasil usaha antara:
pemilik dana (shahibul maal), lembaga pengelola dana (mudharib), dan
masyarakat yang membutuhkan dana. Menyamakan sistem kerja bank syariah
dengan bank konvensional begitu saja tentu akan menimbulkan kesulitan, namun
tidak bisa dipungkiri jika beberapa masyarakat berpendapat jika bank syariah
masih sama dengan bank konvensional dalam praktiknya, dikarenakan sebagian
besar pengelola lembaga keuangan syariah berasal dari bank konvensional.
Sebagian mereka sulit untuk melepaskan tradisi bank konvensional yang sudah
mendarah daging.
Lebih luas lagi, masyarakat kita memang sudah terbiasa dengan pelayanan bank
konvensional, karena bank konvensional sudah eksis di bumi Indonesia sejak
berdirinya De Javache Bank tahun 1872.Sehingga pemahaman masyarakat yang
masih terbiasa dengan bank konvensional berpengaruh terhadap pemahaman pada
bank syariah, dan dikarenakan pula pemahaman yang minim tentang perbankan
syariah. Lembaga keuangan syariah berkembang dengan baik ke negeri-negeri
non-Muslim seperti: Amerika, Inggris, Swiss, dan lain-lainnya. Sedangkan untuk
konteks Indonesia menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2010) bahwa sistem
ekonomi dan bisnis berlandaskan sistem ekonomi Islam berkembang pesat di
Indonesia. Perkembangan ini terutama terjadi di sektor keuangan. Tren
menunjukkan perkembangan bisnis sektor riil berbasis syariah adalah “the next
big thing” yang harus siap diantisipasi.Perbankan syariah dan produk-produknya
telah beredar luas di masyarakat, selain itu asuransi syariah dan reksadana syariah
juga sudah mulai bermunculan.
Seiring dengan perkembangan bank syariah, akuntansi juga akan terkena
imbasnya. Hal itu memang sangat mungkin karena bentuk akuntansi itu sendiri di
satu sisi sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, di sisi yang lain setelah
akuntansi dibentuk oleh lingkungannya, akuntansi akan mempengaruhi
lingkungannya. Di sini peran akuntan sangat besar dalam melakukan
pengembangan ilmu akuntansi syariah dan mengawal penerapan akuntansi syariah
dalam tataran praktik.
Keberlangsungan sistem ekonomi syariah sangat bergantung kepada kepercayaan
masyarakat yang merupakan stakeholder di dalamnya yang menuntut transparansi
dan akuntabilitas. Oleh karena itu, diperlukan dukungan tenaga akuntansi syariah
yang handal dan terpercaya dalam mengelola lembaga syariah (Ikatan Akuntan
Indonesia, 2010). Profesi di bisnis syariah ini menuntut keahlian dan kemampuan
yang unik.Akuntansi konvensional yang selama ini berjalan memiliki banyak

13
ketidaksesuaian dengan prinsip-prinsip syariah. Hal itu disebabkan akuntansi
konvensional lahir dari sistem ekonomi kapitalis sedangkan akuntansi syariah
yang merupakan turunan dari sistem ekonomi Islam lahir dari nilai-nilai islam.
Profesional yang bekerja di bisnis syariah ini harus dapat menjamin semua
transaksi keuangan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip syariah dan sejalan
dengan standar akuntansi keuangan syariah. Selain itu laju perkembangan dunia
bisnis dewasa ini menuntut profesional yang bekerja di bisnis syariah memiliki
pemahaman yang memadai terkait sumber nilai dari bisnis syariah yakni nilainilai
Islam, paradigma transaksi syariah, azas transaksi syariah, dan standar akuntansi
syariah.Hal tersebut dibutuhkan, agar mampu memberikan profesional judgment,
terutama dalam menghadapi kondisi ketidakpastian.

C. Tantangan Lembaga Bisnis Syariah


Indonesia berpeluang untuk menjadi Negara dengan perkembangan dan nilai aset
Ekonomi Syariah tertinggi di dunia. Impian untuk menjadi Global Player
seharusnya bisa terwujud dikarenakan selain memiliki jumlah penduduk muslim
terbesar di dunia, Indonesia juga memiliki kekayaan alam yang melimpah yang
dapat dijadikan sebagai underlying transaksi industri keuangan syariah. Dikatakan
bahwa lembaga keuangan syariah memiliki tingkat efisiensi dan daya saing yang
rendah dibandingkan dengan bank konvensional yang ada di Indonesia. Apalagi
dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), lembaga keuangan syariah
Indonesia akan bersaing bukan hanya dengan bank konvensional Indonesia saja,
tetapi juga dengan lembaga keuangan konvensional dan lembaga keuangan
syariah dari seluruh Negara-negara ASEAN.
Tentunya hal ini bukanlah hal yang mudah untuk dihadapi. Akan tetapi hal ini
juga bukanlah sesuatu yang tidak mungkin dapat diatasi. Kerjasama dari semua
pihak sangatlah dibutuhkan, mulai dari praktisi, akademisi, pemerintah, dan para
ulama dalam meningkatkan kinerja dan pangsa pasar lembaga keuangan syariah.
Dengan demikian akan tercapai skala ekonomi yang besar sehingga lembaga
keuangan syariah akan lebih efisien dalam kegiatan usahanya sehingga memiliki
daya saing yang tinggi dengan bank konvensional dan bank syariah.
Perkembangan ekonomi Syariah di Indonesia ditandai dengan munculnya
berbagai Lembaga Keuangan Syariah baik bank ataupun non bank, perusahaan
Syariah, hotel Syariah, pasar modal dan pasar uang Syariah, sampai pariwisata
Syariah.
Menjamurya perusahaan dan Lembaga keuangan Syariah tersebut menimbulkan
persaingan satu sama lain. Terlebih sekarang persaingan tersebut bukan hanya
dengan lembaga keuangan dalam negeri saja, mengingat Indonesia saat ini telah
memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pengembangan ekonomi
syariah di Indonesia lebih bersifat market driven dan dorongan botton up dalam

14
memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagai negara dengan penduduk muslim
terbesar, sudah selayaknya Indonesia menjadi pelopor dan kiblat pengembangan
industri keuangan syariah di dunia. Hal ini bukan merupakan ‘impian yang
mustahil’ karena potensi dan peluang Indonesia untuk menjadi global player
keuangan syariah sangat besar khususnya dalam menghadapi MEA, diantaranya:
1. jumlah penduduk muslim yang besar menjadi potensi nasabah industri
keuangan syariah;
2. prospek ekonomi yang cerah, tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang
relatif tinggi (kisaran 6,0%- 6,5%) yang ditopang oleh fundamental ekonomi yang
solid;
3. peningkatan sovereign credit rating Indonesia menjadi investment grade
yang akan meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di sektor keuangan
domestik, termasuk industri keuangan syariah; dan
4. Memiliki sumber daya alam yang melimpah yang dapat dijadikan sebagai
underlying transaksi industri keuangan syariah.Dengan demikian, pengembangan
ekonomi syariah di Indonesia lebih bertumpu pada sektor riil, dan ini merupakan
suatu kelebihan tersendiri bagi lembaga keuangan syariah di Indonesia.
Hal ini yang menjadikan lembaga keuangan syariah lebih tahan menghadapi krisis
ekonomi tahun 1998 dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional.
Berbeda dengan Malaysia dimana perkembangan keuangan syariahnya lebih
bertumpu pada sektor keuangan. Akan tetapi, peranan pemerintah dalam
mendorong perkembangan ekonomi syariah di Malaysia lebih baik jika
dibandingkan dengan di Indonesia, baik dalam dukungan regulasi maupun dalam
penempatan dana pemerintah dan perusahaaan milik negara. Sehingga total aset
lembaga keuangan syariah di Malaysia meningkat dengan signifikan. Sehingga
Malaysia memiliki skala ekonomi dan efisiensi yang lebih baik dibandingkan
Indonesia. Kendala yang dihadapi Indonesia dalam pengembangan ekonomi
syariah terutama pada kurangnya sumber daya manusia dan pakar ekonomi
syariah. Maraknya lembaga keuangan syariah di Indonesia tidak diimbangi
dengan sumber daya manusia yang memadai, terutama sumber daya manusia yang
memiliki latar belakang disiplin keilmuan ekonomi syariah.
Sebagian besar sumber daya manusia pada lembaga keuangan syariah berlatar
belakang disiplin ilmu ekonomi konvensional. Keadaan ini mengakibatkan
akselerasi hukum Islam dalam lembaga keuangan syariah kurang cepat dapat
diakomodasikan sehingga pengembangan lembaga keuangan syariah menjadi
lambat. Hal yang paling pokok adalah bahwa industri perbankan syariah memiliki
peluang yang besar karena terbukti tahan terhadap krisis. Bahkan setelah
kegagalan sistem ekonomi kapitalis, sistem syariah dipandang sebagai sebuah
alternatif dan solusi untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi dunia.
Menjamurnya lembaga-lembaga keuangan syariah merupakan sebuah bukti bahwa
sistem ini memiliki ketahanan terhadap krisis. Hal ini pun telah dibuktikan ketika
Krisis Ekonomi 1998, di saat bank konvensional mengalami negative spread,

15
namun bank Syariah tampil sebagai perbankan yang sehat dan tahan terhadap
krisis dan memperlihatkan eksistensinya hingga sekarang. Bank syariah
memberikan dampak yang lebih nyata dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
karena lebih dekat dengan sektor riil sebagaimana spekulatif (gharar) sehingga
mempunyai daya tahan yang kuat dan teruji ketangguhannya dari krisis keuangan
global. Sistem bagi hasil (profit-loss sharing) yang menjadi ruh perbankan syariah
yang akan membawa manfaat yang lebih adil bagi semua pihak. terdapat beberapa
tantangan yang harus menjadi perhatian dalam pengembangan industri jasa
keuangan syariah Indonesia. Pertama,tingkat market share dan profitabilitas
industri keuangan syariah masih relatif rendah dibanding yang konvensional.
Tantangan berikutnya adalah masih rendahnya literasi keuangan masyarakat
terhadap produk dan jasa keuangan yang ditawarkan lembaga keuangan syariah.
Selain itu, masih terbatasnya ahli-ahli produk dan jasa keuangan syariah, terutama
untuk mendukung inovasi produk/jasa keuangan syariah dan mengevaluasi
kelayakan pembiayaan proyek-proyek strategis.

BAB 4
OPERASIONAL LEMBAGA BISNIS SYARIAH
B. TUJUAN BISNIS SYARIAH
Bisnis Syariah memiliki tujuan tertentu yaitu :
1. Target Hasil; Profit Materi dan Benefit Non materi
Tujuan Bisnis Tidak selalu mencari Profit (Qimah Maddiyah atau nilai materi),
tetapi harus dapat memperoleh dan memberikan benefit (keuntungan atau
manfaat) non materi, baik bagi sipelaku bisnis sendiri maupun pada lingkungan
yang lebih luas, seperti terciptanya suasana persaudaraan, kepedulian social dan
sebagainya.
Di samping untuk mencari qimah maddiyah, juga masih ada orientasi lainnya
yaitu qimah khuluqiyah dan ruhuhiyah.[5]
Qimahkhuluqiyah yaitu nilai-nilai akhlak mulia yang menjadi suatu kemestian
yang muncul dalam kegiatan bisnis, sehingga tercipta hubungan persaudaraan
yang islami, baik antara majikan dengan buruh, maupun antara penjual dengan
pembeli, bukan hanya hanya sekedar hubungan fungsi onal maupun professional
semata.
Qimah Ruhuhiyah, berarti perbuatan tersebut dimaksudkan untuk mendekatkan
diri kepada Allah. Dengan kata lain, ketika melakukan suatu aktivitas bisnis, maka
harus di sertai dengan kesadaran hubungannya dengan Allah SWT. Inilah yang di
maksud, bahwa setiap perbuatan muslim adalah ibadah. Amal perbuatannya
bersifat materi, sedangkan kesabaran akan hubungannya dengan Allah ketika
melakukan bisnis dinamakan ruhnya.

16
Dalam bisnis, mencari keuntungan harus disyariatkan, Kecuali apabila di lakukan
dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan hokum syara’. Jadi prinsipnya,
setiap keuntungan berasal dari usaha bisnis yang legal dihalalkan. Bisnis Apapun
yang bersumber dari kegiatan Ilegal, jelas di haramkan.
Legalitas suatu usaha bisnis menurut Abdullah abdul Husain At- tariqi, Dapat di
lakukan dengan tujuh syarat :
a. Kerelaan dari dua belah pihak yang melakukan transaksi.
b. Pihak yang merelakan transaksi merupakan orang yang diizinkan secara
syar’i.
c. Barang yang diperniagakan merupakan barang yang memiliki nilai guna
sekaligus diperbolehkan perdagangannya.
d. Barang yang diperniagakan adalah barang yang menjadi miliknya.
e. Barang yang diperniagakan dapat diperkirakan masa penyerahannya.
f. Di ketahui harga umum di pasaran dan barang itu sendiri di beri patokan
harga
g. Barang yang diperniagakan merupakan barang yang dapat diidentifikasi
ciri-ciri fisiknya.[6]
Mengenai cara-cara haram dalam mengeruk keuntungan di antaranya :
1. Keuntungan dari memperdagangkan komoditi haram.
2. Keuntungan dari perdagangan curang dan manipulasi.
3. Keuntungan melalui penyamaran harga yang tidak wajar.
4. Keuntungan melalui penimbunan barang dagangan.[7]
Soal keuntungan dalam bisnis tidak ada standarisasinya, baik bersifat minimal
maupun maksimal.
2. Pertumbuhan
Jika profit materi dan benefit non materi telah di raih, maka diupayakan
pertumbuhan atau kenaikan akan terus-menerus meningkat setiap tahunnya dari
profit dan benefit tersebut. Upaya pertumbuhan ini tentu dalam koridor syariat.
3. Keberlangsungan
Pencapaian target hasil dan pertumbuhan terus diupayakan keberlangsungannya
dalam kurun waktu yang cukup lama dan dalam menjaga keberlangsungan itu
dalam koridor syariat islam.

17
4. Keberkahan dari Allah SWT
Faktor keberkahan atau upaya menggapai ridho ALLAH SWT, merupakan
puncak kebahagiaan hidup setiap umat muslim. Para pengelola bisnis harus
mematok orientasi keberkahan ini menjadi visi bisnisnya, agar senantiasa dalam
kegiatan bisnis selalu berada dalam kendali syariat dan diraihnya keridhoan
ALLAH.[8]
C. TIPOLOGI BISNIS SYARIAH
1. Pegadaian Syariah
Ar-Rahn (Gadai) adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki
nilai ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan
untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara
sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.
[9]
Adapun Jenis-Jenis Barang Dapat Digadaikan seperti: Perhiasan, Kendaraan,
Barang elektronik, Barang rumah tangga, Mesin-mesin, Tekstil, dan barang lain
yang dianggap bernilai oleh perum pegadaian seperti surat-
surat berharga baik dalam bentuk saham, obligasi, maupun surat-surat
berhargalainnya.
2. Asuransi Syariah
Pada dasarnya Asuransi Syariah merupakan usaha saling melindungi dan tolong
menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset
dan atau tabbarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko
tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Didalam al-Qur’an dan al-Hadis tidak ada satu pun ketentuan ketentuan yang
mengatur secara eksplisit tentang asuransi. Oleh karena itu masalah asuransi
dalam islam termasuk “ijtihadiah” artinya untuk menentukan hukumnya asuransi
ini halal atau haram masih diperlukan peranan akal pikiran para ulama ahlifiqh
melalui ijtihad.
Prinsip – Prinsip Dasar Asuransi Syariah
a. Saling bekerjasama atau Bantu-membantu.
b. Saling melindungi dari berbagai kesusahan dan penderitaan satu sama lain
c. Sesama muslim saling bertanggung jawab
d. Menghindari unsur gharar, maysir, dan riba.
3. Baitul Mal Tanwil (BMT)

18
Baitul mal watamwil adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan
prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam
rangka mengangkat martabat dan serta membela kepentingan kaum fakir miskin.
Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi Baitul Tamwil (Bait = Rumah, At
Tamwil = Pengembangan Harta).
Jadi BMT adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal
wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha proktif dan investasi
dalam meningkatkan kualitas kegitan ekonomi pengusaha bawah dan kecil dengan
antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan.
[11]
Dengan begitu, BMT dikelola secara professional sehingga mencapai tingkat
efiiensi ekonomi tertentu, demi mewujudkan kesejahteraan anggota, seiiring
penguatan kelembagaan BMT itu sendiri.
Seperti halnya lembaga keuangan syariah yang lainnya BMT dalam kegiatan
operasionalnya menggunakan 3 prinsip, yaitu:
1) Prinsip bagi hasil
Prinsip ini maksudnya ada pembagian hasil dari pemberi pinjaman dengan BMT,
yakni dengan konsep mudharabah, musyarakah, muzara’ah, musaqah
2) Jual beli dengan margin (keuntungan);
Dalam system ini, BMT memakai prinsip pada aqad murabahah, ba’i As-Salam,
ba’i Al-Istisna
3) Sistem profit lainnya;
Kegiatan operasional dalam menghimpun dana dari masyarakat dapat berbentuk
giro wadi’ah, tabungan mudharabah, Deposito investasi mudharabah, Tabungan
haji, Tabungan Qurban.[12]
4. Perbankan Syariah
Bank syariah adalah bank yang menggunakan prinsip bagi hasil secara adil,
berbeda dengan bank konvensional yang berdasarkan bunga. Bank syariah juga
dapat diartikan sebagai bank yang dalam prinsip, operasional maupun produknya
dikembangkan berdasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Al-quran dan
petunjuk-petunjuk operasional hadis nabi Muhammad SAW.
Dalam perbankan syariah menggunakan prinsip-prinsip tertentu yang konsisten
berdasarkan tuntunan Al-quran dan Al_hadits. Prinsip-Prinsip tersebut ialah:
Prinsip titipan atau simpanan (Al-wadiah), Prinsip bagi hasil, Prinsip jual beli (At-
tijaroh), Prinsip sewa ( Al-ijaroh), Prinsip jasa.

19
5. Pasar Modal Syariah
Pasar modal syariah adalah pasar modal yang di dalamnya ditransaksikan
instrument keuangan atau modal yang sesuai dengan syariat Islam dan dengan
cara-cara yang berlandaskan syariah pula atau pasar modal yang menerapkan
prinsip-prinsip syariah antara lain melarang setiap transaksi yang mengandung
unsur ketidakjelasan dan instrumen yang diperjualbelikan harus memenuhi
kriteria halal.
Efek Syariah yang telah diterbitkan di pasar modal Indonesia meliputi Saham
Syariah, Sukuk dan Unit Penyertaan dari Reksa Dana Syariah.
a.) Saham Syariah
Secara konsep, saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada
perusahaan dan dengan bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak untuk
mendapatkan bagian hasil dari usaha perusahaan tersebut. Konsep penyertaan
modal dengan hak bagian hasil usaha ini merupakan konsep yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah. Berdasarkan analogi tersebut, maka secara
konsep saham merupakan efek yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Namun demikian, tidak semua saham yang diterbitkan oleh Emiten dan
Perusahaan Publik dapat disebut sebagaisaham syariah.
b.) Sukuk atau Obligasi Syariah
Sukuk merupakan istilah baru yang dikenalkan sebagai pengganti dari istilah
obligasi syariah (islamic bonds). Sukuk secara terminology merupakan bentuk
jamak dari kata ”sakk” dalam bahasa Arab yang berarti sertifikat atau bukti
kepemilikan.
c.) Reksa Dana Syariah
Reksa Dana Syariah adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana
dari masyarakat pemodal sebagai pemilik harta (shabib al-mal/rabb al-mal) untuk
selanjutnya diinvestasikan dalam Portofolio Efek oleh Manajer Investasi sebagai
wakil shahib al-mal menurut ketentuan dan prinsip Syariah islam. Portofolio efek
adalah kumpulan (kombinasi) sekuritas, surat berharga atau efek, atau instrument
yang dikelola.
Reksa Dana Syariah sebagaimana reksa dana pada umumnya merupakan salah
satu alternative investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan
pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko
atas investasi mereka. Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun
dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk
melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang
terbatas

20
D. PERDAGANGAN DALAM SYARIAH
Jika ditinjau dari pekerjaan dagang sebagai suatu bagian dari bisnis, maka
pekerjaan dagang ini mendapat tempat terhormat dalam ajaran islam. Nabi
Muhammad SAW pernah ditanya:
Mata pencaharian apakah yang paling baik, Ya Rasululllah? Jawab beliau: Ialah
sesorang yang bekerja dengan tangannnya sendiri dan setiap jual beli yang bersih
(HR. Al-Bazzar).
Dalam Al-Quran Allah SWT berfirman:
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-
Baqarah: 275).
Perdagangan secara umum berarti kegiatan jual beli barang dan/atau jasa yang
dilakukan secara terus menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang
dan/atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi (SK MENPERINDAG No.
23/MPP/Kep/1/1998).
Dalam Al-quran, perdagangan dijelaskan dalam tiga bentuk, yaitu tijarah
(perdagangan), bay’ (menjual) dan Syira’ (membeli). Selain istilah tersebut masih
banyak lagi istilah-istilah lain yang berkaitan dengan perdagangan, seperti dayn,
amwal, rizq, syirkah, dharb, dan sejumlah perintah melakukan perdagangan global
(QS. Al-Jum’ah : 9).
Prinsip dasar yang telah ditetapkan Islam mengenai perdagangan atau niaga
adalah tolok ukur dari kejujuran, kepercayaan dan ketulusan. Dalam perdagangan
nilai timbangan dan ukuran yang tepat dan standar benar-benar harus
diperhatikan. Seperti yang telahdijelaskan dalam surat Al Muthoffifin ayat 2-7 :
“Kecelakaan besarlah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima
takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. tidaklah orang-orang itu
menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang
besar, yaitu hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan Semesta Alam? Sekali-
kali jangan curang, karena sesungguhnya kitab orang yang durhaka, tersimpan
dalam Sijjin.”

E. PROSES PRODUKSI DAN PROMOSI DALAM BISNIS SYARIAH


1. Produksi dalam Bisnis Syariah
Pada prinsipnya kegiatan produksi terkait seluruhnya dengan syariat Islam,
dimana seluruh kegiatan produksi harus sejalan dengan tujuan dari konsumsi itu
sendiri. Konsumsi seorang muslim dilakukan untuk mencari ”falah” kebahagiaan

21
demikian pula produksi dilakukan untuk menyediakan barang dan jasa guna falah
tersebut.
Di bawah ini ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam proses produksi
yang dikemukakan oleh Muhammad Al-Mubarak dalam kitabnya ”Nizam Al-
Islami Al-Iqtisadi: “Mabadi Wa Qawa’id ‘Ammah” dan beberapa implikasi
mendasar bagi kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan, antara
lain:
1. Seluruh kegiatan produksi terikat pada tataran nilai moral dan teknikal
yang Islami. Sejak dari kegiatan mengorganisir faktor produksi, proses produksi
hingga pemasaran dan pelayanan kepada konsumen semuanya harus mengikuti
moralitas Islam.
2. Dilarang memproduksi dan memperdagangkan komoditas sekumpulan
yang tercela karena bertentangan dengan syari’ah “haram”.
3. Dalam sistem ekonomi islam tidak semua barang dapat diproduksi atau
dikonsumsi. Islam dengan tegas mengklasifikasikan barang-barang “silah” atau
komoditas dalam dua kategori:
a. Barang-barang yang disebut Al-Qur’an Thayyibat yaitu barang-barang
yang secara hukum halal dikonsumsi dan diproduksi.
b. Khabaits adalah barang-barang yang secara hukum haram dikonsumsi dan
diproduksi. Seperti penegasan Al-Qur’an dalam Surat Al-Araf Ayat 157:
“…..Dan mengahalalkan bagi mereka segala hal yang baik dan menghalalkan bagi
mereka yang buruk…..”
4. Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek social kemasyarakatan, dan
memenuhi kewajiban zakat, sedekah, infak dan wakaf.
5. Kegiatan produksi harus menjaga nilai-nilai keseimbangan dan harmoni
dengan lingkungan sosial dan lingkungan hidup dalam masyarakat dalam skala
yang lebih luas. Selain itu, masyarakat juga berhak menikmati hasil produksi
secara memadai dan berkualitas.
6. Dilarang melakukan kegiatan produksi yang mengarah pada kezaliman.
Seperti riba dimana kezaliman menjadi illat hokum bagi haramnya riba.
7. Segala bentuk penimbunan “Ikhtikar” terhadap barang-barang kebutuhan
bagi masyarakat adalah dilarang sebagai perlindungan syari’ah terhadap
konsumen dari msyarakat.
8. Memelihara lingkungan. Manusia memiliki keunggulan jadi manusia
dibumi ditunjuk sebagai wakil “Khalifah Fil Ardh” tuhan dibumi bertugas
menciptakan kehidupan dengan memanfaatkan sumber-sumber daya, “Imar Al
Ard” yang dalam perspektif ekonomi islam dapat di uraikan sebagai berikut:

22
Pertama “setiap manusia adalah produsen, untuk menghasilkan barang-barang dan
jasa yang dalam prosesnya bersentuhan langsung dengan bumi sebagai faktor
utama produksi”. Kedua “Bumi selain sebagai faktor produksi, juga berfungsi
mendidik manusia mengingat kebesaran Allah”. Ketiga “sebagai produsen dalam
dalam melakukan produksi tidak boleh melakukan tindakan-tindakan yang
merusak lingkungan hidup”.[13]
2. Promosi dalam Syariah
Promosi adalah suatu pesan yang dikomunikasikan kepada calon pembeli melalui
berbagai unsur yang terdapat dalam progam.[14]
Promosi adalah salah satu bahagian dari kegiatan ekonomi Islam didalam
pelaksanaannya juga harus didasarkan dan bersumber pada AlQur’an, Hadist.
Syariah/Fiqh dan Praktek Pemasaran Islam dalam sejarah dan Pemikiran Ilmuwan
Muslim tentang pemasaran. Sumber tesebut diatas akan menjadi jiwa kegiatan
pemasaran. Ia bagai pelita yang memerangi lingkungannnya, memancarkan
cahaya kebenaran ditengah-tengah kegelapan. Meluruskan praktek-praktek
pemasaran yang menyimpang seperti kecurangan, kebohongan, propaganda, iklan
palsu, penipuan, kezaliman dan sebagainya.
Strategi promosi Rasulullah SAW meliputi: memilki kepribadian spiritual
(taqwa), berperilaku baik dan simpatik (siddiq), memilki kecerdasan dan
intelektualitias (fathanah), komunikatif, transparan dan komunikatif (tablig),
bersikap melayani dan rendah hati (Khidmah), jujur, terpercaya profesional,
kredibilitas dan bertanggung jawab (AlAmanah), tidak Suka berburuk sangka
(su’uzh-zhann), tidak suka menjelekjelekkan (ghibah), tidak melakukan sogok
atau suap (risywah), berbisnislah kalian secara adil, demikian kata Allah. Dari
sembilan etika pemasar tersebut empat diantaranya merupakan sifat Nabi SAW
dalam mengelola bisnis yaitu shiddiq, amanah, fatahanan dan tablih yang
merupakan ”Key Succes Factor”
F. PERILAKU PELAKU BISNIS SYARIAH
Menurut Imam AL-Ghazali ada enam perilaku yang harus dilakukan dalam bisnis
syariah, yaitu:
a. Tidak mengambil laba lebih banyak, seperti yang lazim dalam dunia
dagang. Jika dipikirkan perilaku demikian ini, maka dapat dipetik hikmahnya,
yaitu menjual barang lebih murah dari saingan atau sama dengan pedagang lain
yang sejenis, membuat konsumen akan lebih senang dengan pedagang seperti ini,
apalagi diimbangi dengan pelayanan yang memuaskan.
b. Membayar harga agak lebih mahal kepada pedagang miskin, ini adalah
amal yang lebih baik daripada sedekah biasa.
c. Memurahkan harga atau memberi potongan kepada pembeli yang miskin,
hal ini dapat mendapatkan pahala yang berlipat ganda.

23
d. Bila membayar hutang, pembayaran dipercepat dari waktu yang telah
ditentukan. Jika yang dihutang berupa barang, maka usahakan dibayar dengan
barang yang lebih baik, dan yang berhutang datang sendiri kepada yang
berpiutang pada waku pembayaranya. Bila hutang berupa uang, maka lebihkanlah
pembayarannya sebagai tanda terimakasih, walaupun tidak diminta oleh orang
yang berpiutang. Demikian yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
e. Membatalkan jual beli, jika pihak pembeli menginginkannya. Ini sejalan
dengan “Customer is King” dalam ilmu marketing. Pembeli itu adalah raja, jadi
apa kemauanya perlu diikuti sebab penjual harus tetap menjaga hati langganan,
sampai langganan merasa puas. Kepuasan konsumen adalah merupakan target
yang harus mendapatkan prioritas dari penjual. Dengan adanya kepuasan, maka
langganan akan tetap terpelihara, bahkan akan meningkat karena langganan lama
menarik langganan baru. Ingatlah promosi dari suatu produk yang berbunyi:
“Kepuasan Anda dambaan kami”, Kami Ingin Memberi Kepuasan yang
Istimewa”, “Jika Anda Merasa Puas Beritahu Teman-teman Anda, Jika Anda
Tidak Puas Beritahu Kami”.
f. Bila menjual bahan pangan kepada orang miskin secara cicilan, maka
jangan ditagih bila orang miskin itu tidak mampu untuk membayarnya, dan
membebaskan mereka dari utang jika meninggal dunia.

BAB 5
Penghimpunan dana bank syariah
2.1. Penghimpunan Dana Prinsip Wadiah
Wadiah dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik individu
maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan sja spenyimpan
menghendakinya. Tujuan dari perjanjian tersebut adalah untukmenjaga
keselamatan barang itu dari kehilangan, kemusnahan, kecurian dan sebagainya.
Yang dimaksud dengan “barang” disini adalah suatu yang berharga seperti uang,
dokumen, surat berharga dan barang lain yangberhara disisi islam.
Adapun rukun yang harus dipenuhi dalam transaksi dengan prinsip wadiah adalah
sebagai berikut :
a. Barang yang dititipkan
b. Orang yang menitipkan/ penitip
c. Orang yang menrima titipan/ penerima titipan, dan
d. Ijab Qabul
2.1.1. Macam-Macam Wadiah

24
Wadiah terdiri dari dua jenis, yaitu:
1. Wadiah Yad Al Amanah, merupakan titipan murni, barang yang dititipkan
tidak boleh digunakan (diambil manfaatnya) oleh penitip, sewaktu titipan
dikembalikan harus dalam keadaan utuh baik nilai maupun fisik barangnya, jika
selama dalam penitipan terjadi kerusakan maka pihak yang menerima titipan tidak
dibebani tanggung jawab, sebagai kompensasi atas tanggung jawab pemeliharaan
dapat dikenakan biaya penitipan.
2. Wadiah Yad Ad Dhamanah, merupakan pengembangan dari Wadiah Yad
Al Amanah yang disesuaikan dengan aktifitas perekonomian. Penerima titipan
diberi izin untuk menggunakan dan mengambil manfaat dari titipan tersebut.
Penyimpan mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab terhadap kehilangan/
kerusakan barang tersebut. Semua keuntungan yang diperoleh dari titipan tersebut
menjadi hak penerima titipan. Sebagai imbalan kepada pemilik barang/ dana dapat
diberikan semacam insentif berupa bonus, yang tidak disyaratkan sebelumnya.
Wadiah Yad Ad Dhamanah dalam Bank Islam dapat diaplikasikan pada Rekening
giro (current account) dan Rekening tabungan (saving account).
2.1.2. Giro Wadiah
Giro wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah yang penarikannya
dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, kartu ATM,
sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan.
Termasuk di dalamnya giro wadiah yang diblokir untuk tujuan tertentu misalnya
dalam rangka escrow account, giro yang diblokir oleh yang berwajib karena suatu
perkara.
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan ketentuan tentang Giro Wadiah
(Himpunan Fatwa, Edisi kedua, hal 6-7) sebagai berikut:
a. Bersifat titipan
b. Titipan bisa diambil kapan saja (on call)
c. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (athaya)
yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Karakteristik dari giro wadiah antara lain:
a. Harus dikembalikan utuh seperti semula sehingga tidak boleh overdarft
b. Dapat dikenakan biaya titipan
c. Dapat diberikan syarat tertentu untuk keselamatan barang titipan misalnya
menetapkan saldo minimum
Penarikan giro wadiah dilakukan dengan cek dan bilyet giro sesuai ketentuan yang
berlaku. Jenis dan kelompok rekening sesuai dengan ketentuan yang berlaku

25
sepanjang tidak bertentangan dengan syariah. Dana wadiah hanya dapat
digunakan seijin penitip
2.1.3. Tabungan Wadiah
Tabungan wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah yang
penarikannya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati dengan
kuitansi, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara
pemindah bukuan.
Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat
tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat
dipersamakan dengan itu.
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan ketentuan Tabungan
Wadiah sebagai berikut:
a. Bersifat simpanan
b.Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan.
Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian yang
bersifat sukarela dari pihak bank.
2.2. Penghimpunan Dana Prinsip Mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan betindak
sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola).
Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan murabahah atau ijarah dapat pula
dna tersebut digunakan bank unuk melakukan mudharabah ke dua. Hasil usaha ini
akan dibagi hasilkan berdasarkn nisbah yang disepakati.
Dalam hal bank menggunakannya untuk melakukan mudharabah kedua, maka
bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi.
Rukun mudharabah terpenuhi sempurna bila ada yaitu :
a. Ada mudharib
b. Ada pemilik dana
c. Ada usaha yang akan dibagi hasilkan
d. Ada nisbah
e. Ada ijab qabul
Prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dan
deposito berjangka.

26
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan dana, prinsip
mudharabah terbagi menjadi dua yaitu :
1. Mudharabah Mutlaqah ( investasi tidak terikat )
2. Mudharabah Muqayyadah ( investasi terikat )
Mudharabah Mutlaqah merupakan salah satu produk dari Musyarakah, dimana
dana merupakan 100 % milik bank. dana ini dapat digunakan untuk kegiatan
usaha nasabah sesuai kehendak nasabah. Bank yang memiliki produk seperti ini
harus betul-betul selektif dalam memilik calon debitur/nasabah, karena resiko
yang ditanggung bank adalah 100% dari dana yang disalurkan. Oleh karena itu
biasanya Produk Mudharabah terkait dengan Projek-projek singkat yang berasalah
dari pemerintah atau perusahaan yang kredible dan nasabah yang kompeten dan
terpercaya dalam mengerjakannya.
Perbedaan Mudharabah Muqayadah dengan Mutlaqah adalah disisi penggunaan
dana yang diterima nasabah. penggunaannya terikat syarat-syarat dari pemilik
dana. Waktu dan jenis usaha sudah ditentukan sebelumnya. Bank mempertemukan
pemilik dana dan calon debitur/nasabah dan memfasilitasi pencairan dana dan
penerimaan angsuran modal dan bagi hasil dari nasabah. Bank akan mendapatkan
jasa/fee dari kegiatan ini.
2.2.1. Tabungan Mudharabah
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau
alat yang dipersamakan dengan itu.
Akuntansi untuk tabungan mudharabah dan penghimpunan dana bentuk
lainnya menggunakan akad mudharabah pada dasarnya mengacu pada PSAK 105
tentang Akuntansi Mudharabah, khususnya yang terkait dengan akuntansi untuk
pengelola dana. Berdasarkan PSAK 105 paragraf 25, dinyatakan bahwa dana yang
diterima dari pemilik dana (nasabah penabung) dalam akad mudharabah diakui
sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset non-kas
yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur
sebesar nilai tercatatnya.
2.2.2. Deposito Mudharabah
Deposito adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan
hanya pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah (penyimpan) dengan
bank syariah (Unit Usaha Syariah). Perbedaannya dengan deposito konvensional
adalah terlihat pada akad dan sistem bagi hasil yang ditawarkan.
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 3 Tahun 2000, tentang deposito
mudharabah yaitu :

27
1. Nasabah disebut sebagai pemilik dana atau shahibul maal dan bank disebut
sebagai pengelola dana atau mudharib.
2. Modal deposito yang diberikan shahibul maal harus dalam bentuk tunai.
3. Bank sebagai mudharib berhak lakukan berbagai usaha asalkan tidak
melenceng pada prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk didalamnya
mudharabah dengan pihak lain. Bank menggunakan nisbah keuntungan yang
menjadi haknya untuk menutupi biaya operasional deposito. Bank tidak boleh
mengurangi nisbah keuntungan tanpa persetujuan nasabah. Pembagian
keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad
pembukaan rekening.

28
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1
Syakir Sula, Muhammad, dan kertajaya, Hermawan, syariah marketing, Mizan, Bandung,
2006

Sofyan, Riyanto. Bisnis syariah, mengapa tidak?, jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.

https://adzaniahdinda.wordpress.com/2013/04/07/ruang-lingkup-bisnis-syariah/
diakses pada 31 Desember 2014,

http://reza-rahmat.blogspot.com/2012/06/ruang-lingkup-bisnis-syariah.html diakses
pada 30 desember 2014,

http://mugipanji.wordpress.com/2014/08/19/indonesia-serius-kembangkan-wisata-
syariah/

wawancara mysharing.com dengan DSN MUI. http://mysharing.co/wisata-


syariah/ .diakses pada 02 januari 2015

BAB 2
Al-Quran Karim.

Alma, Bukhari.  2009. Manajemen Bisnis Syariah. Bandung:  ALFABETA.

Antonio, Syafi’i. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Cet 1, Jakarta: Gema Insani
Press.

Rivai, Veithzal. 2012. Islamic Business And Economic Ethics. Jakarta: PT.Bumi Aksara.

Kadir, A. 2010. Hukum Bisnis Syariah Dalam Al-Quran. Jakarta: AMZAH.

Kasmir. 2007.  Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.  Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada.

BAB 3
Ibrahim, Zaini. (2013). Pengantar Ekonomi Makro Serang: Kopsyah Baraka.

29
Lubis, S.K. (2004). Hukum Ekonomi Islam, Cet.III. Jakarta: Sinar Grafika.

Muhammad. (2002). Manajemen bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKNP.

Santoso, Bambang. (2021). Hukum Bisnis dan Lembaga Syariah. Tanggerang


Selatan: Umpam Pres.

Sudarsono, Heri. (2012). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan
Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia.

Syafi’I, Muhammad Antonio. (2001). Bank Syariah dari Teori Ke Praktik. Jakarta:
Gema Insani.

Triyuwono, Iwan. (2006). Akuntasi Kelembagaan Ekonomi syariah. Jakarta:


Rajawali Pers.\

BAB 4
Al-Quran Karim.

Alma, Bukhari.  2009. Manajemen Bisnis Syariah. Bandung:  ALFABETA.

Antonio, Syafi’i. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Cet 1, Jakarta: Gema
Insani Press.

Rivai, Veithzal. 2012. Islamic Business And Economic Ethics. Jakarta: PT.Bumi
Aksara.

Kadir, A. 2010. Hukum Bisnis Syariah Dalam Al-Quran. Jakarta: AMZAH.

Kasmir. 2007.  Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.  Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada.

Abdul, Aziz,dkk. 2010. Selekta Ekonomi Islam Kontemporer. Bandung

Abdullah Al-Mushlih, Shalah Ash- Shawi. 2004. Fikih ekonomi islam,

Keuangan Islam Maala Sa’uttjairu jahlulu) Penejemah Abu umar basyir, Jakarta:
Darul H.

Abdullah Husain At-tariqi. 2004. Ekonomi Islam;Prinsip dasar, dan Tujuan (Al-
Iqtishad Islami; Usunan wa Muba’un wa akdaf), penerjemah M.irfan syafwani,
Yogyakarta: Magistra.

30
Umam, akhyar. 2014 Pasar Modal Syariah.
http://akhyarumam.blogspot.co.id/2014/12/pasar-modal-syariah.pdf.html.

BAB 5
• Adiwarman A. Karim. 2004. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan.Jakarta :
RajaGrafindo Persada.
• Sofyan Syafri Harapan, dkk. 2005. Akutansi Perbankan Syariah. Ed.1, Cet. 1.
Jakarta : LPFE Usakti.
• Wiroso. 2005. Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah.
Jakarta : Grasindo. 
• http://blokgurubelajar.blogspot.com/2013/12/makalah-penghimpunan-dana-
perbankan.html

31

Anda mungkin juga menyukai