Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

“PENDIDIKAN POLITIK”

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sistem


Politik Indonesia.

Dosen Pengampu :
Mawarti, S. Sos, M.A.

Disusun oleh :
Kelompok 2

Ahmad Hupi (212308473)


M. Rollif Ariyadi (212308331)
Nurma Yunita (212308352)
Sari Ananda Rahma Dewi (212308362)
Susan Marianti (212308316)
Wedya Anggraini (212308317)

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI (STIA) AMUNTAI


TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia Nya dan juga tidak lupa kami ucapkan terima kasih
kepada Dosen Pengampu Mawarti, S. Sos, M.A. Sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Sistem Politik Indonesia
dengan judul "Pendidikan Politik".

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki
walaupun demikian inilah usaha maksimal kami selaku para penulis usahakan.

Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan dan kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak guna memperbaiki kesalahan sebagaimana
mestinya. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
kita semua.

Amuntai, 13 Mei 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penulisan 3
D. Manfaat Penulisan 3

BAB II PEMBAHASAN 4
A. Sejarah dan Pengertian Pendidikan Politik 4
B. Tujuan, Fungsi, dan Pengaruh Pendidikan Politik 9
C. Permasalahan-permasalahan Yang Timbul Akibat Kurangnya
Pendidikan Politik 17
D. Upaya Yang Dapat Dilakukan Dalam Mngatasi Masalah
Pendidikan Politik 19

BAB III PENUTUP 22


A. Kesimpulan 22
B. Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak beratus-ratus tahun yang lalu disebarkan mitos-mitos yang menyatakan,


bahwa politik adalah proporsi dan urusan negara atau pemerintah. Dalam hal ini
rakyat tidak perlu repot-repot ikut mengurusi atau justru tidak diperbolehkan ikut
campur di dalamnya. Masalah politik diserahkan saja kepada pemerintah, agar rakyat
bisa hidup tenang dan ikut berbaris rapi dalam kader hukum yang sudah dihasilkan
oleh pemerintah dan kaum elit politis. Sebab politik adalah peristiwa yang sangat
kompleks, sehingga rakyat biasa yang "bodoh dan terbelakang" itu tidak perlu tahu
tentang politik; dan memang dianggap "bodoh secara politik" (Kartono, 1989).

Sekarang ini, konsep mengenai politik telah disempitkan pengertiannya


menjadi sekedar cara memperoleh jabatan dalam pemerintahan. Padahal, jauh lebih
luas dari pengertian itu, politik adalah seni membuat segala sesuatu yang tidak
mungkin di hari esok menjadi mungkin hari ini. Atau, dengan kata lain, politik juga
bisa dimaknai sebagai seni membangun kekuatan sosial sebagai bentuk penentangan
terhadap sistem (penindasan).

Karena pengertian sempit itulah, ditambah petuah-petuah dari begitu banyak


ilmuwan politik kanan dan liberal, maka rakyat pun dibuat semakin sinis terhadap
politik, partai politik maupun politisi. Pertumbuhan kekecewaan atau skeptisisme
terhadap politik, sebagaimana dikatakan oleh Marta Harnecker, seorang sosiolog kiri
Amerika Latin, tidaklah begitu mengkhawatirkan bagi politik kanan (liberal). Sebab,
seperti direkam oleh sejarah, kaum kanan dapat berkuasa dengan kediktatoran militer
ataupun kebiasaan mereka akhir-akhir ini untuk menggantikan politisi dengan
teknokrat (Berdikari online, 2011).

Oleh karena itu, perlu sebuah metode yang dapat mencerdaskan politik di
tengah-tengah kehidupan rakyat, salah satunya adalah melalui pendidikan politik yang
baik, yaitu yang benar-benar mencerdaskan bukan malah menyesatkan. Menurut
Naning (1982), untuk mencerdaskan kehidupan politik rakyat maka pendidikan politik

1
memandang masyarakat tidak hanya sebagai obyek melainkan juga sebagai subyek.
Hal ini berarti bahwa pendidikan politik bukan semata-mata tanggungjawab
pemerintah, melainkan juga tanggungjawab masyarakat. Pemerintah dalam hal ini
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam menumbuhkan pola pikir dan tingkah
laku sesuai dengan norma Pancasila. Dengan meningkatkan kecerdasan bangsa maka
akan terbentuk pula, pola tingkah laku bangsa yang peka, yang dapat menilai dan
mampu mengambil keputusan, dan mampu pula bertindak sesuai dengan kesepakatan
bersama seluruh bangsa.

Kesadaran akan kehidupan kenegaraan tersebut tidak mungkin ada bila tidak
tumbuh atau ditumbuhkan, melalui pendidikan politik rakyat, dengan demikian
kesadaran kehidupan kenegaraan bukanlah hanya dalam artian politik saja, melainkan
juga dalam artian ekonomi, sosial budaya, hukum, agama, serta pertahanan-keamanan.

2
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah Pendidikan Politik ?

2. Apa Pengertian Pendidikan Politik ?

3. Apa Saja Tujuan Dari Permasalahan Politik?

4. Apa Permasalahan-permasalahan Dalam Pendidikan Politik ?

5. Bagaimana Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Permasalahan Dalam


Pendidikan Tersebut ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Bagaimana Sejarah Pendidikan Politik.

2. Memahami Pengertian Dari Pendidikan Politik.

3. Mengetahui Apa Yang Menjadi Tujuan Dari Pendidikan Politik.

4. Mengetahui Apa Saja Permasalahan-permasalahan Pendidikan Politik.

5. Mengetahui Upaya-upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Masalah Tersebut.

D. Manfaat Penulisan

1. Makalah Ini Diharapkan Dapat Menambah Wawasan Serta Pemahaman Kita


Mengenai Pendidikan Politik, Terutama Ditujukan Kepada Generasi Muda.

2. Menjadikan Kualitas Diri Dalam Berpolitik Dan Berbudaya Politik Sesuai


Peraturan Hukum Yang Berlaku.

3. Menjadikan Kualitas Kesadaran Rakyat Menuju Peran Aktif Dan Partisipasinya


Terhadap Pembangunan Politik Bangsa Secara Keseluruhan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Pengertian Pendidikan Politik

Pendidikan dan politik adalah dua elemen penting dalam sistem sosial politik
di suatu negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Keduanya bahu-
membahu dalam proses pembentukan karakteristik masyarakat di suatu negara. Lebih
dari itu, keduanya satu sama lain saling menunjang dan saling mengisi.

1. Perkembangan Pendidikan Politik di Dunia Barat.

Sejarah pendidikan politik tentang hubungan antara pendidikan dan politik


telah dimulai oleh Plato dalam bukunya Republic. Plato merancang suatu sistem
pendidikan yang bukan hanya menghasilkan suatu pandangan yang benar dan
pemikiran yang tepat mengenai para pemimpin di masa datang, namun juga
mengadakan seleksi terhadap orang-orang yang seharusnya tidak dapat dipilih
menjadi pemimpin.

Menurut Plato, sekolah adalah salah satu aspek kehidupan yang terkait dengan
lembaga-lembaga politik. Plato menjelaskan bahwa setiap budaya mempertahankan
kontrol atas pendidikan. Kontrol tersebut terletak di tangan kelompok-kelompok elite
yang secara terus menerus menguasai kekuasaan politik, ekonomi, agama, dan
pendidikan. Plato menggambarkan adanya hubungan dinamis antara aktivitas
kependidikan dan aktititas politik. Walaupun secara umum dan singkat, analisis Plato
tersebut telah meletakkan dasar bagi kajian hubungan politik dan pendidikan di
kalangan ilmuwan ke generasi berikutnya.

Perkembangan dari pendidikan politik yang dilaksanakan secara universal


pernah terjadi di Inggris pada abad 19. Seiring berjalannya waktu dan meningkatnya
persaingan di bidang ekonomi dan industri telah menjadi alasan untuk menciptakan
suatu masyarakat yang lebih berpendidikan. Selama ini, sistem pendidikan di Inggris
dianggap gagal dan tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.

4
Tokoh-tokoh yang mendukung keberadaan pendidikan politik antara lain
Nicholas Haines, Denis Heater, Robert Stradling, Robert Dunn, dan Profesor Ridley.
Sedangkan tokoh-tokoh yang menentang pelaksanaan pendidikan politik di
persekolahan antara lain adalah Samuel Beers, Roger Scruton, Sir Karl Popper,
Michael Oakeshott, dan Michael Polanyi.

2. Perkembangan Pendidikan Politik di Dunia Islam.

Keterkaitan yang lebih jelas antara pendidikan dan politik dapat kita lihat di
dunia Islam. Sejarah peradaban Islam banyak ditandai oleh kesungguhan ulama dan
umara dalam memperhatikan persoalan pendidikan. Hal ini sejalan dengan pendapat
yang dikemukakan oleh M. Sirozi (2005:3) bahwa "perkembangan kegiatan-kegiatan
kependidikan banyak dipengaruhi oleh para penguasa dan para penguasa memerlukan
dukungan institusi-institusi pendidikan untuk membenarkan dan mempertahankan
kekuasaan mereka".

Dapat terlihat bahwa institusi politik pada waktu itu turut mewarnai corak
pendidikan yang berkembang. Keterlibatan penguasa dalam kegiatan pendidikan tidak
hanya sebatas dukungan moril saja, namun juga dalam bidang administrasi, keuangan,
dan kurikulum.

Masjid-masjid dan madrasah yang pada waktu itu sering dijadikan tempat
belajar ilmu Islam tidak luput dari pengaruh institusi politik. Peranan yang dimainkan
oleh masjid-masjid dan madrasah dijadikan fondasi untuk mendukung kokohnya
kekuasaan politik para penguasa.

Kedudukan politik di dalarn Islam sama pentingnya dengan pendidikan. Tanpa


otoritas politik, syariat Islam sangat sulit bahkan mustahil untuk bisa ditegakkan.
Kekuasaan adalah sarana untuk mempertahankan syiar Islam. Di lain pihak,
pendidikan bergerak dalam usaha untuk menyadarkan umat untuk menjalankan
syariat. Umat tidak akan mengerti tentang syariat bila tanpa pendidikan. Bila politik
(kekuasaan) berfungsi mengayomi dari atas, maka pendidikan melakukan
pembenahan lewat arus bawah.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa lembaga pendidikan adalah sarana


dakwah. Pendidikan sering dijadikan media dan wadah untuk menanamkan ideolodi
5
negara atau tulang yang menopang kerangka politik. Pendidikan Islam tidak hanya
berjasa menghasilkan para pejuang yang militan dalam memperluas peta kekuasaan
namun juga para ulama yang berhasil membangun tatanan masyarakat yang sadar
hukum dan taat pada pemerintah.

3. Perkembangan Pendidikan Politik di Indonesia

Di Indonesia, kepedulian terhadap hubungan pendidikan dan politik sudah


mulai herkembang dalam wacana publik. Walaupun belum menjadi satu bidang kajian
akademik. Publikasi berbagai seminar ataupun diskusi yang mengangkat tema tentang
pendidikan dan politik masih kurang terdengar.

Mochtar Buchori (M. Shirozi, 2005:30) mengemukakan bahwa terdapat


beberapa pemikiran yang mendukung mulai berkembangnya kesadaran masyarakat
terhadap hubungan antara pendidikan dan politik yaitu: Pertama, adanya kesadaran
tentang hubungan yang erat antara pendidikan dan politik. Kedua, adanya kesadaran
akan peran penting pendidikan dalam menentukan corak dan arah kehidupan politik.
Ketiga, adanya kesadaran akan pentingnya pemahaman tentang hubungan antara
pendidikan dan politik. Keempat, diperlukan pemahaman yang lebih luas tentang
politik. Kelima, pentingnya pendidikan kewarganegaraan (civic education).

Penjelasan Muchtar Buchori di atas menggambarkan suatu keyakinan terhadap


hubungan erat antara pendidikan dan politik. Terdapat keyakinan yang sangant kuat
bahwa melalui pendidikan dapat menghasilkan pemimpin politik yang berkualitas.
Untuk mengenal politik, kita harus belajar terlebih dahulu pendidikan politik. Untuk
belajar pendidikan politik, hal pertama yang harus kita pahami adalah adanya dua
onsep dalam pendidikan politik, yakni pendidikan dan
politik.

Definisi pendidikan sebagai proses dalam hal mana seseorang


mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam
masyarakat di mana ia hidup, proses sosial di mana orang diharapkan berada pada
pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol, sehingga dia dapat memperoleh
atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang
optimal.

6
Definisi politik adalah bahwa politik berkaitan dengan apa pun yang dilakukan
pemerintah maupun masyarakat dalam suatu negara yang bermanfaat untuk
kepentingan masyarakat maupun negara.

Menjadikan pendidikan sebagai pilot project, berarti membahas sistem politik


kebudayaan yang menyeluruh dan melampaui batas-batas teoretis dari doktrin politik
tertentu, serta berbicara tentang keterkaitan antara teori, kenyataan sosial dan makna
emansipasi yang sebenarnya. Dalam kaitannya dengan aktor dan perubahan,
pendidikan memiliki tiga makna, yaitu :

1) Tempat untuk mendiskusikan masalah-masalah politik dan kekuasaan secara


mendasar, karena pendidikan menjadi ajang terjalinnya makna, hasrat, bahasa,
dan nilai-nilai kemanusiaan;

2) Tempat untuk mempertegas keyakinan secara lebih mendalam tentang apa


sesungguhnya yang disebut manusia dan apa yang menjadi impiannya, dan

3) Tempat untuk merumuskan dan memperjuangkan masa depan.

Politik dan pendidikan memiliki hubungan yang erat, berpolitik tanpa arahan
pendidikan berarti akan absurd, dapat pula dikatakan bahwa pendidikan tanpa campur
tangan politik maka tidak akan terarah.

Menurut pendapat Holdar and Zakharchenko (2002:45), menyebutkan bahwa:


“Pendidikan politik merupakan bagian dari pendidikan orang dewasa, yang diarahkan
pada upaya membina kemampuan individu untuk mengaktualisasikan diri sebagai
pribadi yang bebas otonom dan mengembangkan dimensi sosialnya dalam kaitan
dengan kedudukannya sebagai warga negara. Pendidikan politik sebagai pendidikan
publik (public education), yaitu upaya pelibatan warga negara dalam suatu komunitas
untukmenciptakan budaya partisipasi”.

Menurut Gieseke yang dikutip oleh Kartono (1989:30), mengatakan bahwa:


“ pendidikan politik dapat dipahami dalam arti politische bildung ist bildungwissen,
orientierungswissen, verhaltungweissen und aktionswissen. Pendidikan politik adalah
bildungwissen, yakni bisa mengetahui bentuk dan gambaran dari manusia (mensbeeld)
serta pengembangannya dan gambaran kebudayaan bangsa sendiri, sehingga :

7
a) Orang menjadi sadar akan kekuatan pribadi dan kemampuan bangsa
sendiri,

b) Sadar akan identitas bangsa sendiri,

c) Memiliki rasa percaya diri yang kuat,

d) Sanggup menghapus kompleks rasa rendah diri serta dependensi pada kekuatan
atau bangsa lain,

e) Memahami benar kekuatan bangsa sendiri, pandangan hidup dan filsafat hidup
(dalam hal ini Pancasila) yang dipakai sebagai patokan perjuangan untuk
mencapai sasaran hidup berbangsa yakni hidup sejahtera”.

Untuk memahami pengertian “orientierungswissen”, “ Pendidikan politik yaitu


mampu berorientasi pada paham kemanusiaan yang bisa memberikan kebahagiaan
dan umat manusia. Pendidikan politik dalam arti aktionwissen adalah:

a) Mampu bertingkah laku tepat, cermat dan benar, sebab didukung oleh prinsip
kebenaran dan keadilan,

b) Disertai refleksi objektif,

c) Wawasan kritis.

Pendidikan politik merupakan upaya pendidikan yang disengaja dan sistematis


untuk membentuk individu yang berkepribadian politik, agar memiliki kesadaran
politik dan mampu menjadi partisipan yang bertanggung jawab secara etis atau moral
dalam mencapai tujuan politik masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan politik
perlu diberikan kepada generasi muda, mengingat kondisi masyarakat yang
beranekaragam, banyak diantaranya yang masih berada pada keterbelakangan dan
ketidaktahuan politis serta pendidikan tersebut diperlukan untuk merangsang
partisipasi aktif rakyat dalam gerak pembangunan.

8
B. Tujuan, Fungsi, dan Pengaruh Pendidikan Politik.

1. Tujuan Pendidikan Politik

Pendidikan politik dilaksanakan dengan tujuan membuat rakyat menjadi melek


politik, sehingga mereka menjadi sadar politik, lebih kreatif dan mampu berpartisipasi
dalam kegiatan politik dan pembangunan dalam bentuknya yang positif. Dengan
pendidikan politik ini, diharapkan tercipta pribadi politik yang bertanggung jawab
terhadap bangsa dan negara.

Menurut Soeharto (2011), tujuan pendidikan politik adalah membentuk


kepribadian politik, kesadaran politik, dan partisipasi politik pada diri warga negara.
Apa yang dikemukakan Soeharto sejalan dengan pandangan Ruslan (2000) bahwa
tujuan pendidikan politik adalah (1) membentuk dan menumbuhkan kepribadian
politik dan kesadaran politik, dan (2) membentuk kemampuan dalam berpartisipasi
politik pada diri individu agar individu dapat menjadi partisipan politik dalam bentuk
yang positif. Kepribadian politik menurut Ruslan (2000) merupakan tujuan pokok dari
pendidikan politik. Karena itulah, Ruslan (2000) meyakini bahwa tidak ada kesadaran
politik tanpa adanya kandungan kepribadian politik pada diri individu dan jenis
maupun tingkat partisipasi politik dipengaruhi oleh jenis kultur politik yang
membentuk kandungan kepribadian politik.

Kartono (1989:20) menyebutkan dua tujuan pendidikan politik, yaitu:

a) Membuat rakyat (individu, klien, anak didik, dan warga masyarakat) mampu
memahami situasi sosial politik yang penuh konflik, berani memberikan kritik
membangun terhadap kondisi masyarakat yang tidak mantap; aktifitasnya
diarahkan pada proses demokrasi sejati; dan sanggup memperjuangkan
kepentingan serta ideologi tertentu, khususnya yang berkorelasi dengan
keamanan dan kesejahteraan hidup bersama.

b) Memperhatikan peranan insani dari setiap individu sebagai warganegara,


mengembangkan semua bakat dan kemampuannya (pengetahuan, wawasan, sikap,
ketrampilan dan lain-lain), agar ia dapat aktif berpartisipasi dalam proses politik
demi pembangunan bangsa dan negara.

9
Khoiron, dkk. (1999:11) mengemukakan empat tujuan pendidikan politik.

a) Mempromosikan perluasan wawasan, kepentingan, dan partisipasi dalam


pemerintahan di tingkat lokal, provinsi, dan nasional sebagaimana mendukung
proses dan tujuan perkumpulan warga masyarakat sipil.

b) Memperdalam pengertian tentang dasar-dasar sejarah, filsafat, politik, sosial, dan


ekonomi demokrasi serta konstitusi Indonesia maupun negara-negara barat.

c) Menyemaikan komitmen dan keberpihakan yang rasional atas prinsip-prinsip dan


nilai fundamental sebagaimana dituangkan dalam dokumen inti, seperti Deklarasi
Hak-hak Asasi Manusia beserta konvensi yang menyertainya, Pancasila, UUD
1945 beserta amandemennya, dan Sumpah Pemuda yang mengikat orang-orang
Indonesia sebagai sebuah bangsa dan menjadi wahana untuk membangun
kerjasama.

d) Mempromosikan pengertian tentang peran mendasar dari lembaga-lembaga


berikut nilai-nilai masyarakat sipil dalam memperjuangkan kehidupan berbangsa
dan bernegara yang adil, setara, dan manusiawi di Indonesia.

Wahab (1996) mengemukakan tujuan pendidikan politik adalah membentuk


warga negara yang baik (good citizen), yaitu warga negara yang memahami dan
mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu warga negara.
Warga negara yang baik ini, dapat terwujud jika mereka melek politik, memiliki
kesadaran politik, dan mampu berpartisipasi politik dalam kehidupan politik
bangsanya.

Dalam konteks Indonesia, pendidikan politik diarahkan pada pencapaian cita-


cita bangsa. Sebagaimana dikemukakan Affandi (1996), pendidikan politik
diselenggarakan untuk memberikan pedoman bagi generasi muda Indonesia guna
meningkatkan kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara sejalan dengan arah dan
cita-cita bangsa.

Generasi muda sebagai sasaran pendidikan politik dituntut berpartisipasi aktif


dalam pembangunan bangsa dan negara. Untuk itu, generasi muda harus memiliki
pengetahuan dan keterampilan politik yang memadai, agar dengan kemampuan yang

10
dimilikinya tersebut ia dapat berpolitik secara bertanggung jawab. Hal ini selaras
dengan pandangan Brownhill and Smart (1989:4) berikut ini, “The aim of political
education should therefore be to develop the provfessional interest and to point them
toward their political responsibilities, while at the some time endeavouring to give
them the necessary knowledge and skills to carry out those responsibilities”

Pendidikan politik menempati posisi penting dalam menentukan efektivitas


sebuah sistem politik. Seperti dikatakan Affandi (1996), "pendidikan politik tidak saja
akan menentukan efektivitas sebuah sistem politik, karena mampu melibatkan
warganya, tetapi juga memberikan corak kepada kehidupan bangsa di waktu yang
akan datang melalui upaya penerusan nilai-nilai politik yang dianggap relevan dengan
pandangan hidup bangsa yang bersangkutan".

Untuk meraih tujuan mulia tersebut di atas, pendidikan politik di Indonesia


harus dirumuskan sebagai rangkaian upaya edukatif yang sistematis dan intensional
untuk memantapkan kesadaran politik dan kesadaran bernegara, dalam menunjang
kelestarian Pancasila dan UUD 1945 sebagai falsafah hidup serta landasan
konstitusional; dan sebagai upaya pembaharuan kehidupan politik bangsa Indonesia
dalam rangka tegaknya sistem politik yang demokratis, sehat dan dinamis.

2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Politik.

Fungsi pendidikan politik menurut Kartini Kartono (1996:57) adalah


memberikan sumbangan besar bagi berikut ini.

1) Proses demokrasi yang semakin maju dari semua individu (rakyat) dan
masyarakat/struktur kemasyarakatannya.

2) Dengan prinsip-prinsip realistik, lebih manusiawi dan berlandaskan hukum formal


dalam menggalang komunikasi politik yang modern.

Tujuan pendidikan politik menurut Kartini Kartono (1996:68) ialah berikut ini.

1) Membuat rakyat (individu, kelompok, klien, anak didik, warga masyarakat), yaitu:

a) Mampu memahami situasi sosial politik penuh konflik;

11
b) Berani bersikap tegas memberikan kritik membangun terhadap kondisi
masyarakat yang mantap;

c) Aktivitasnya diarahkan pada proses demokratisasi individu atau perorangan,


dan demokratisasi semua lembaga kemasyarakatan serta lembaga negara;

d) Sanggup memperjuangkan kepentingan dan ideologi tertentu, khususnya yang


berkolerasi dengan keamanan dan kesejahteraan hidup bersama.

2) Memperhatikan dan mengupayakan, yaitu:

a) Peranan insani dari setiap individu sebagai warga negara (melaksanakan


realisasi diri/aktualisasi diri dari dimensi sosialnya);

b) Mengembangkan semua bakat dan kemampuannya (aspek kognitif, wawasan,


kritis, sikap positif, keterampilan politik);

c) Agar orang bisa aktif berpartisipasi dalam proses politik, demi pembangunan
diri, masyarakat sekitar, bangsa, dan negara.

M. Nur Khoiron (1999:11) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan politik,


antara lain berikut ini.

1) Mempromosikan perluasan wawasan, kepentingan, dan partisipasi dalam


pemerintahan di tingkat lokal, provinsi, dan nasional sebagaimana mendukung
proses dan tujuan perkumpulan-perkumpulan warga di masyarakat sipil.

2) Memperdalam pengertian tentang dasar-dasar sejarah, filsafat, politik, sosial,


ekonomi, demokrasi dan konstitusi baik di Indonesia maupun di negara-negara
barat.

3) Menyemaikan komitmen dan keberpihakan yang rasional atau prinsip-prinsip dan


nilai-nilai fundamental sebagaimana terungkap dalam dokumen-dokumen ini,
seperti Deklarasi HAM beserta konvensi yang menyertai UUD 1945, Pancasila
dan Sumpah Pemuda yang telah mengikat bersama sebagai sebuah bangsa dan
menjadi wahana untuk membangun kinerja.

12
4) Mempromosikan pengertian tentang peran-peran mendasar dari
lembaga-lembagaberikut nilai-nilai masyarakat sipil dalam memperjuangkan
kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil, setara dan manusiawi di
Indonesia.Ustman Abdul Mu'iz (2000) mengungkapkan tujuan politik, yaitu
membentuk dan menumbuhkan kepribadian politik dan kesadaran politik.

a) Kepribadian Politik
Kepribadian politik merupakan tujuan pokok proses pendidikan politik. Yang
dimaksud kepribadian politik yakni sejumlah respons yang dinamis, sistematis
dan berkesinambungan. Beberapa faktor penting yang memberikan kontribusi
dalam pengembangan kepribadian politik, yaitu berikut ini.

 Sistem politik dilihat dari format dan fungsinya yang memainkan peran
penting dalam menentukan orientasi politik pada individu.

 Berbagai bentuk pengalaman dan hubungan yang dibuat oleh beberapa


individu dan kelompok.

 Kemampuan dan kecakapan khusus.

b) Kesadaran Politik
Menurut Peter (Ustman, 2000) kesadaran politik adalah berbagai pengetahuan,
orientasi, dan nilai-nilai yang membentuk wawasan politik individu, ditinjau
dari keterkaitannya dengan kekuasaan politik. Sedangkan Al-Khumaisi
(Ustman, 2000) mendefinisikan kesadaran politik sebagai sesuatu yang
dimiliki individu yang meliputi wawasan politik tentang berbagai persoalan,
lembaga, dan kepemimpinan politik baik dalam skala regional maupun
internasional. Apabila kita lihat dari berbagai pendapat di atas maka kita akan
mengetahui bahwa kesadaran politik mencakup hal-hal berikut.

 Pandangan yang komprehensif.

 Wawasan yang kritis.

 Rasa tanggung jawab.

13
 Keinginan untuk mengubah, dalam rangka mewujudkan kebebasan atau
menghadapi berbagai problematika sosial.

3. Pengaruh Sistem Politik Terhadap Sistem Pendidikan

Dalam mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional


pemerintah Indonesia memiliki suatu peraturan yang tercantum dalam Pasal 31 ayat
(3) Undang-Undang Dasar 1945. Negara harus memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20% (ayat 4). Dan pemerintah harus memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan
bangsa untuk kemajuan peradapan kesejahteraan umat manusia (ayat 5).Ketentuan
dalam UUD tersebut kemudian ditindakanjuti dalam bentuk Undang-Undang Nomor
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang merupakan hasil dari
konsesus politik. Setidaknya ada 5 pengaruh politik terhadap pendidikan yaitu:

a) Politik berpengaruh pada aktivitas pendidikan dalam penciptaan nilai-nilai dan


harapan-harapan warga negara seperti apa yang dibutuhkan oleh negara,

b) Politik berpengaruh pada anggaran pendidikan,

c) Politik berpengaruh terhadap sumberdaya pendidikan seperti gaji guru, sarana


prasarana penunjang kegiatan belajar, dan pelatihan guru,

d) Politik berpengaruh pada sistem persekolahan seperti struktur sekolah, sistem


penghargaan terhadap guru, dan sistem penerimaan siswa,

e) Politik berpengaruh pada mutu lulusan yang diihat dari bagaimana lulusan
pendidikan berperilaku politik, berperilaku budaya, berperilaku ekonomi dan
berperilaku sosial.

Politik berpengaruh pada aktivitas pendidikan dalam penciptaan nilai-nilai dan


harapan-harapan warga negara Dalam pelaksanaan sistem Pendidikan Nasional sangat
dipengaruhi oleh politik baik dalam penetuan nilai-nilai dan karakter manusia yang
dibutuhkan. Dibawah ini akan mendeskripsikan beberapa contoh ketidakkonsistenan
yang dilakukan para pengambil kebijakan baik DPR maupun Pemerintah dalam
menindaklanjuti tujuan pendidikan yang tertuang dalam UUD 1945.

14
Politik berpengaruh pada anggaran pendidikan Pendanaan Pendidikan seperti
yang telah disebutkan dalam Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 bahwa Negara
meprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN/APBD
dengan kenyataan dan praktik pendanaan pendidikan. Kenyatannya bahwa anggran
penyelenggaraan pendidikan sebesar 20% APBN/APBD tersebut didalamnya sudah
termasuk gaji guru dan lain-lain. Ketidakonsistenan dalam pendanaan pendidikan
meyebabkan sarana pendukung pendidikan seperti gedung sekolah, lapangan olahraga,
dan alat prasarana lainnya menjadi tidak sesuai dengan kebutuhan. Anggaran
pendidikan tahun 2016 sangatlah tinggi, pasalnya anggaran pendidikan dalam APBN
2016 mencapai Rp. 419, 2 triliun atau 20% dari total belanja negara RP. 2.095,7
triliun. Anggaran tersebut akan dikucurkan melalui belanja negara pemerintah pusat
untuk Kementrian Pendidikan dan Kebuadayaan sebesar Rp. 49,2 triliun. Kementrian
Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Rp. 39,5 triliun, kementrian Agama Rp 46,8
triliun. Kemudian untuk Kementrian Negara dan lembaga lainnya RP 10,7 triliun.
Selain itu anggaran pendidikan melalui transfer kedaerah dan dana desa mendapat
kucuran sebesar Rp 267,9 triliun dan anggaran pendidikan melalui pengeluaran
Pembiayaan sebesar Rp 5 triliun. Dengan begitu total seluruh anggaran pendidikan
sebesar R 419,2 triliun dan dengan hal tersebut amaka telah memenuhi Undang-
Undang Dasar diamana anggaran untuk pendidikan sekurang�kurangnya 20% dari
APBN.

Politik berpengaruh terhadap sumberdaya pendidikan seperti gaji guru, sarana


prasarana penunjang kegiatan belajar, dan pelatihan guru. Salah satu hal penting
dalam pengembangan proses pembelajaran yang bermakna adalah tersedianya guru-
guru yang profesional. Dari 2,7 juta guru di Indonesia, kualifikasi pendidikannya
masih rendah, yaitu 65% pendidikan guru mereka dibawah 4 tahun. Penyediaan guru
yang profesional selama ini terabaikan. Jika jabatan profesionalitas guru disejajarkan
dengan jabatan profesional lainnya seperti dokter dan pengacara, maka profesionalitas
guru masih tertinggal. Dalam UU No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yang
menuntut guru sebagai pendidikan bertaraf A1 dan D4+. Salah satu kekurangan dalam
pendidikan guru sebelum menjabat sebagai guu yaitu praktek profesional. Pada tahap
ini selama 2 semester para mahasiswa belajar menerapkan berbagai pengetahuan
dasar akademik profesional. Para mahasiswa 2/3 waktunya berada dalam lingkungan

15
sekolah untuk mengamati, memimpin, dan membimbing proses pembelajaran
dibawah supervisi tim dosen profesional.

Politik berpengaruh pada sistem persekolahan seperti struktur sekolah, sistem


penghargaan terhadap guru, dan sistem penerimaan siswa Perluasan akses pendidikan
merupakan pilar kebijakan yang diarahkan untuk memperluas daya tampung satuan
pendidikan dengan tujuan akhir agar semua warga negara mempunyai kesempatan
yang sama dalam mendapatkan layanan pendidikan. Selama kurun waktu 2012-2015
telah dilaksanakan sejumlah progam perluasan akses pendidikan sebagai
implementasi dari kebijakan pokok perluasan dan pemerataan akses pendidikan.
peningkatan dan pengembangan kapasitas institusi pendidikan secara sistemik dan
terencana dengan memfokuskan pada perubahan secara internal guna menumbuhkan
rasa kepemilikan, kepemimpinan serta komitmen bersama. Kebijakan ini meliputi
pembiayaan pendidikan berbasis kinerja, pelaksanaan manajemen berbasis sekolah,
dan pelibatan secara penuh peran serta masyarakat dalam perencanaan, pengelolaan
serta pengawasan kinerja pendidikan, termasuk mewujudkan pelayanan pendidikan
yang lebih bermutu, efektif, efisien sesuai kebutuhan masyarakat serta bersih dan
bebas KKN. Di samping itu guna mewujudkan tata kelola penyelenggaraan
pendidikan yang sehat dan akuntabel, akan dilakukan secara intensif melalui sistem
pengendalian internal, pengawasan masyarakat serta pengawasan fungsional yang
terintegrasi dan berkelanjutan.

Politik berpengaruh pada mutu lulusan yang diihat dari bagaimana lulusan
pendidikan berperilaku politik, berperilaku budaya, berperilaku ekonomi dan
berperilaku sosial Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 menganut model
pembelajaran active learning dan student center learning untuk mewujudkan sekolah
sebagai pusat pembudayaan kemampuan, nilai dan sikap. Ujian Nasional yang
dilakukan sekali pada akhir jenjang pendidikan dalam beberapa mata elajaran dalam
bentuk tes Lobjektif sukar diharapkan dapat membudayakan berbagai dimensi
pembelajaran. Ekses dari ujian Nasional adalah terjadinya proses belajar di Sekolah
sebagi proses menghafal dan latihan menjawab soal.Ujian Nasional hakekatnya
memperkuat model pembelajaran yang menggunakan kegiatan mendengar, mencatat,
dan menghafal suatu proses pembelajaran yang sejak tahun 1971 ingin ditinggalkan,
tetapi karena alasan ketersediaan dana model ini terus berjalan. Melalui Undang-
16
Undang Nomor 20 Tahun 2003 mode semacam ini sesungguhnya ingin ditinggalkan
tetapi malah diperkuat dengan ditetapkannya UN sebagai penetu kelulusan. Ujian
Nasional disebut-sebut sebagai cara menguji dimensi kognitif. Padahal, kemampuan
kognitif dalam arti luas yaitu meliputi kemampuan meneliti, kemampuan
menganalisis, kemampuan menilai, kemampuan mengidentifikasi masalah, dan
kemampuan memecahkan maslaah yang kesemuaannya memerlukan kemampuan
membaca, kemampuan menuliskan pemikiran dan laporan, kemampuan kalkulasi,
yang kesemuannya perlu dibudayakan sehingga segala kemampuan yang berkembang
menjadi bagian dari sistem kepribadian peserta didik yang meliputi watak dan
moralnya. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing di masa depan diharapkan
dapat memberikan dampak bagi perwujudan eksistensi manusia dan interaksinya
sehingga dapat hidup bersama dalam keragaman sosial dan budaya, meningkatnya
taraf hidup masyarakat, meningkatnya penghayatan dan pengamalan nilai-nilai
humanisme yang meliputi keteguhan iman dan taqwa serta berakhlak mulia, etika,
wawasan kebangsaan, kepribadian tangguh, ekspresi estetika dan kualitas jasmani.
Kebijakan peningkatan mutu pendidikan diarahkan pada pencapaian mutu pendidikan
yang semakin meningkat yang mengacu pada standar nasional pendidikan (isi, proses,
kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, pembiayaan dan penilaian). Untuk keperluan tersebut, peningkatan mutu,
relevansi dan daya saing pendidikan diarahkan pada perluasan inovasi pembelajaran
yang efeisien, menyenangkan, mencerdaskan sesuai tingkatan usia, kematangan serta
tingkat perkembangan peserta didik. Dalam rangka peningkatan mutu, relevansi dan
daya saing, Dinas Pendidikan Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Boyolali
melakukan pengembangan dan pemberdayaan Standar Nasional Pendidikan,
pelaksanaan evaluasi pendidikan melalui ujian sekolah dan ujian nasional,
melaksanakan penjaminan mutu, pelaksanaan tindakan afirmatif dengan memberikan
perhatian yang lebih besar pada satuan pendidikan serta melaksanakan kegiatan
akreditasi sekolah.

c. Permasalahan-Permasalahan Yang Timbul Akibat Kurangnya Pendidikan


Politik.

1. Kurangnya Partisipasi Generasi Muda.

17
Partisipasi politik generasi muda saat ini memang sangat kurang. Hal ini yang
menyebabkan problematika di antara elite politik. Generasi muda ini cenderung
memilih cuek dan acuh terhadap segala perkembangan politik di Indonesia. Sehingga
hal ini menyebabkan permasalahan yang perlu diatasi secara serius oleh pemerintah
saat ini, dalam pelaksanaan pilkada baik dalam bentuk partisipasi sendiri peran serta
generasi muda juga dibilang masih kurang.

Masalah yang melanda generasi muda saat ini yaitu masih ada ketakutan dari
masing-masing generasi muda saat ini untuk bergabung atau setidak-tidaknya ikut
partai politik. Hal ini menyebabkan mainsheet mengenai partai atau politik buruk
dimata masyarakat terutama di generasi muda yang belum mengetahui secara penuh
politik seperti apa. Faktor orang juga tidak dapat dipungkiri lagi, tekanan orang tua
yang melarang anaknya untuk ikut politik yang lebih dalam. Dari hal tersebut dapat
diketahui bahwa politik sendiri seperti boomerang yang patut mereka hindari.
Keadaan saat ini juga memungkinkan dengan banyaknya kasus korupsi yang
menyeret banyak politisi serta kepala daerah. Sehingga kepercayaan masyarakat
terhadap figur ditawarkan partai juga merosot hal ini berpengaruh terhadap tingkat
partisipasi politik masyarkat atau generasi muda dalam Pemilu.

Bentuk kepedulian generasi muda saat ini hanya pada isu-isu politik dalam
negeri yang sedang hangat. Partisipasi tersebut terjadi hanya di permukaan saja.
Namun bila tidak dibarengi dengan pendidikan, tentunya hal ini dapat menimbulkan
partisipasi yang pasif di kalangan generasi muda saat ini. Sehingga memang
diharapakan partisipasi generasi muda tidak hanya pada isu politik yang terjadi, tetapi
dapat diterapkan dalam proses politik yaitu dengan partisipasi aktif dalam
Pemilu/Pilkada. Perlunya kesadaran dari masing-masing individu generasi muda serta
masyarakat dalam mensukseskan pemilihan umum tersebut, sehingga pada saat
bergulirnya proses pemilihan yang minim partisipasi selalu menyalahkan panitia
penyelenggara.

2. Masyarakat tergiur dengan politik uang.

Masyarakat yang awam akan politik biasanya masih tergiur dengan politik
uang, pada saat pilkada akan dimulai masih banyak masyarakat yang ingin

18
mendapatkan bantuan uang atau pun barang dari calon kepala daerah. Permasalahan
tersebut bisa dikatakan akibat rendah nya pendidikan politik bagi masyarakat.

3. Korupsi.

Bangsa Indonesia yang sedang membangun perlu memiliki sistem administrasi


yang bersih dan berwibawa, bebas dari segala korupsi. Masalah korupsi menyangkut
berbagai aspek sosial dan budaya maka Bung Hatta (dalam Mubyarto) mengatakan
bahwa korupsi adalah masalah budaya. Apabila hal ini sudah membudaya di kalangan
bangsa Indonesia atau sudah menjadi bagian dari kebudayaan bangsa akan sulit untuk
diberantas. Akibatnya, hal tersebut akan menghambat proses pembangunan nasional.
Untuk memberantas korupsi, tidak hanya satu atau beberapa lembaga pemerintahan
saja yang harus berperan, tetapi seluruh rakyat Indonesia harus bertekad untuk
menghilangkan korupsi.

4. Kenakalan Remaja.

Kenakalan remaja merupakan disintergasi dari keutuhan suatu masyarakat.


Hal itu karena tindakan yang mereka lakukan dapat meresahkan masyarakat. Oleh
karena itu, kenakalan remaja disebut sebagai masalah sosial. Munculnya kenakalan
remaja merupakan gejolak kehidupan yang disebabkan adanya perubahan-perubahan
sosial di masyarakat, seperti pergeseran fungsi keluarga karena kedua orangtua
bekerja sehingga peranan pendidikan keluarga menjadi berkurang.

Selain itu, pergeseran nilai dan norma masyarakat mengakibatkan


berkembangnya sifat individualisme. Juga pergeseran struktur masyarakat
mengakibatkan masyarakat lebih menyerahkan setiap permasalahan kepada yang
berwenang. Perubahan sosial, ekonomi, budaya, dan unsur budaya lainnya dapat
mengakibatkan disintegrasi.

E. Upaya Yang Dilakukan Dalam Mengatasi Masalah Pendidikan Politik.

1. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi kurangnya pastisipasi politik diantaranya:

a. Sosialisasi dan edukasi mengenai pentingnya menggunakan hak pilih dalam


Pemilu, menjadi upaya yang dilakukan lembaga pendidikan untuk mengurangi
angka golput di kalangan muda.
19
b. Peran Media Massa, Menciptakan masyarakat untuk mengikuti perkembangan
proses Pemilu melalui media massa, ini telah menjadi salah satu bentuk
sosialisasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat tahu dengan pasti tentang
proses Pilkada. Terkait dengan peningkatan kinerja penyelenggara Pemilu, bukan
hanya terkait dengan kinerja teknis penyelenggaraan, namun juga dalam hal
penumbuhan kesadaran tentang pentingnya partisipasi masayarakat dalam
penyelenggaraan Pemilu, sehingga masyarakat bisa memahami partisipasi apa
saja yang dapat dilakukan dan apa output dari partisipasi tersebut.

c. Membentuk Relawan Demokrasi, Program relawan demokrasi adalah gerakan


sosial yang dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih
dalam menggunakan hak pilih. Program ini melibatkan peran serta masyarakat
yang seluas-luasnya dimana mereka ditempatkan sebagai pelopor (pioneer)
demokrasi bagi komunitasnya. Relawan demokrasi menjadi mitra KPUD dalam
menjalankan agenda sosialisasi dan pendidikan pemilih di kabupaten/kota.
Bentuk peran serta masyarakat ini diharapkan mampu mendorong kurangnya
partisipasi politik masyarakat dalam pemilu.

d. Tumbuhnya kesadaran tinggi serta tanggung jawab penuh masyarakat untuk


menggunakan haknya dalam pemilu secara optimal.

2. Upaya mengatasi Politik Uang yang terjadi dalam masyarakat.

Kita sebagai kaum intelektual harus bisa menanggapi hal yang demikian,
contohnya mencegah hal-hal yang mungkin akan terjadi praktek Money politik, salah
satunya; pertama, menolak Praktek politik yang ditawarkan oleh team sukses dari
calon. Kedua, kaum intelektual harus menjunjung tinggi asas demokrasi yang
langsung, umum, bebas. rahasia, jujur dan adil sebagai bentuk tindakan preventif
dalam praktek Money politik.

Ketiga, kaum intelektual harus bisa mensosialisasikan menggunakan


bahasanya kepada khalayak atau masyarakat mengenai dampak negatif dari praktek
Money politik. Sehingga dari sini kaum intelektual dapat menjadi pelopor dalam
mencegah praktek Money politik yang merusak moral bangsa. Mengapa banyak
rakyat yang terlibat dalam politik uang? Karena keadaan masyarakat yang sekarang

20
dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan,
pakaian, pendidikan, dan kesehatan.

Dengan kondisi seperti ini memaksa dan menekan sebagian masyarakat untuk
segera mendapatkan uang. Money politic pun menjadi ajang para rakyat untuk berebut
uang. Dalam dunia politik masyarakat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam politik
atau hak ikut serta dalam politik, karena kita menganut sistem demokrasi yang pada
prinsipnya dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Namun pada kenyataannya
sekarang partisipasi masyarakat sangat rendah kerena disebabkan rendahnya
pengetahuan masyarakat tentang politik.

3. Upaya mengatasi permasalahan korupsi.


Upaya yang paling efektif adalah melalui media pendidikan. Diperlukan
sebuah sistem pendidikan antikorupsi yang berisi tentang sosialisasi bentuk-bentuk
korupsi, cara pencegahan dan pelaporan serta pengawasan terhadap tindak pidana
korupsi. Pendidikan seperti ini harus ditanamkan secara terpadu mulai dari pendidikan
dasar sampai perguruan tinggi.

Pendidikan antikorupsi merupakan tindakan untuk mengendalikan dan


mengurangi korupsi berupa keseluruhan upaya untuk mendorong generasi mendatang
untuk mengembangkan sikap menolak secara tegas terhadap setiap bentuk korupsi.
Mentalitas antikorupsi ini akan terwujud jika kita secara sadar membina kemampuan
generasi mendatang untuk mampu mengidentifkasi berbagai kelemahan dari sistem
nilai yang mereka warisi dan memperbaharui sistem nilai warisan dengan situasi-
situasi yang baru.

21
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

 Pendidikan politik merupakan upaya pendidikan yang disengaja dan sistematis


untuk membentuk individu yang berkepribadian politik, agar memiliki kesadaran
politik dan mampu menjadi partisipan yang bertanggung jawab secara etis atau
moral dalam mencapai tujuan politik masyarakat, bangsa, dan negara.

 Ada dua konsep dalam pendidikan politik, yakni pendidikan dan politik.

 Definisi pendidikan sebagai proses dalam hal mana seseorang mengembangkan


kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat di
mana ia hidup, proses sosial di mana orang diharapkan berada pada pengaruh
lingkungan yang terpilih dan terkontrol, sehingga dia dapat memperoleh atau
mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang
optimal.

 Definisi politik adalah bahwa politik berkaitan dengan apa pun yang dilakukan
pemerintah maupun masyarakat dalam suatu negara yang bermanfaat untuk
kepentingan masyarakat maupun negara.

 Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Politik di Indonesia, Mochtar Buchori


mengemukakan bahwa terdapat beberapa pemikiran yang mendukung mulai
berkembangnya kesadaran masyarakat terhadap hubungan antara pendidikan dan
politik yaitu: Pertama, adanya kesadaran tentang hubungan yang erat antara
pendidikan dan politik. Kedua, adanya kesadaran akan peran penting pendidikan
dalam menentukan corak dan arah kehidupan politik. Ketiga, adanya kesadaran
akan pentingnya pemahaman tentang hubungan antara pendidikan dan politik.
Keempat, diperlukan pemahaman yang lebih luas tentang politik. Kelima,
pentingnya pendidikan kewarganegaraan.

 Fungsi pendidikan politik sangat penting untuk kemajuan proses demokrasi


dimasyarakat Indonesia. Proses demokrasi yang semakin maju dari semua
individu (rakyat) dan masyarakat/struktur kemasyarakatannya. Dengan prinsip-
22
prinsip realistik, lebih manusiawi dan berlandaskan hukum formal dalam
menggalang komunikasi politik yang modern.

 Tujuan politik secara sederhana yaitu untuk membentuk dan menumbuhkan


kepribadian politik dan kesadaran politik. Yang dimaksud kepribadian politik
yakni sejumlah respons yang dinamis, sistematis dan berkesinambungan dengan
politik. Kesadaran politik adalah sebagai sesuatu pemikiran individu yang
meliputi wawasan politik tentang berbagai persoalan, lembaga, dan kepemimpinan
politik baik dalam skala regional maupun internasional.

B. Saran

Demikianlah makalah tentang Pendidikan Politik yang telah di buat, jika


masih banyak kekurangan penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah
ini.

23
DAFTAR PUSTAKA

Handoyo, Eko dan Puji Lestari. 2017. Pendidikan Politik. Yogyakarta: Pohon Cahaya.
Kopitimes.com. (2020, 1 Desember). Pendidikan Politik dan Perkembangannya.
Diakses pada 13 Mei 2022 dari https://www.kopitimes.id/2020/12/pendidikan-politik-
dan-perkembangannya.html

Manajemen.uma.ac.id (2021, 28 Oktober). Pengaruh, Dampak dan Cara Penyelesaian


dari Money Politik Terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Pilkada oleh Kaum
Intelektual.
Diakses pada 14 Mei 2022 dari https://manajemen.uma.ac.id/2021/10/pengaruh-
dampak-dan-cara-penyelesaian-dari-money-politik-terhadap-partisipasi-masyarakat-
dalam-pilkada-oleh-kaum-intelektual/

Riski, Petrus. (2019, 13 April ). "Upaya Menaikkan Partisipasi Pemilih dalam Pemilu
2019". Diakses pada 14 Mei 2022 dari https://www.voaindonesia.com/a/upaya-
menaikkan-partisipasi-pemilih-dalam-pemilu-2019/4874514.html

Sumanto, Djoko dan Amelia Haryanti. 2021. Pendidikan Politik. Banten:


Unpam Press.

24

Anda mungkin juga menyukai