FINAL EXAM, EVEN SEMESTER, ACADEMIC YEAR 2020/2021

Name of Student :

Number of Student :

Subject : Adat Law

th
Date/Time Allocation : Thursday, July 15 / 07.30 - 09.30 Faculty of Law

Lecturer : Dr. M. Syamsudin, S.H., M.H.

Class : A

Exam Model : Essay

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM

Instructions:

Please pray to the Almighty God before answering the questions!

Read the questions carefully and thoroughly, then answer the questions in accordance with the command as stated in each questions!

Learning Outcome (CPMK):

Students can accurately explain Adat Law Communities / Indigenous People, their legal protection, ulayat rights and individual rights of land, and adat land transactions.
Test Instructions!!!
Read the following case carefully and thoroughly. Next, answer the questions provided
H.M.Yunus adalah Batin Muara Sakal yaitu pemangku adat yang menurut adat memimpin pesukuan dan menjadi pucuk adat istiadat di lingkungan pesukuannya yaitu Suku Mandailing
di Kerajaan Pelalawan, Riau. Secara adat seorang Batin berdasarkan Tombo/sejarah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengambil keputusan terhadap masyarakat adat Muara
Sakal, Suku Mandailing untuk kebaikan dan kemaslahatan masyarakatnya. Selaku pucuk adat-istiadat di lingkungan pesukuannya memiliki tanah/wilayah adat lebih kurang seluas
15.987 hektar dengan batas-batas sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Bandar Sei Kijang, sebelah selatan berbatasan dengan dengan Langgam, sebelah timur berbatasan
dengan Rantau Baru, dan sebelah barat berbatasan dengan Buluh Nipis.
Sejak tanah/wilayah adat tersebut dikuasai oleh PT RSS dan PT NPM, Batin selaku pemimpin Masyarakat Hukum Adat Muara Sakal (MHA-MS) bersama-sama dengan masyarakat
pesukuannya yaitu MHA-MS telah menggarap dan bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup MHA-MS dan sebagian hasil dijual sebagai pendapatan perekonomian
masyarakatnya. PT.RSS adalah perusahaan perkebunan dan pelaku usaha perkebunan yang beroperasi dan membuka usaha di tanah milik MHA-MS. PT NPM adalah perusahaan hutan
tanaman industri dan sebagai mitra kerja sama PT RSS mengelola lahan/tanah di atas tanah milik MHA-MS.
Sekitar akhir tahun 2003 tanpa sepengetahuan dan/atau dengan tanpa memberitahuan dan/atau seizin MHA-MS, tanah/wilayah adat milik MHA-MS dengan tanpa hak dan melawan
hukum telah dikuasai dan/atau berusaha dimiliki oleh PT RSS dan PT NPM dengan cara melakukan penyerobotan tanah/wilayah adat milik MHA-MS. Kemudian di atas tanah tersebut
ditanami Pohon Akasia. Sekitar tahun 2008 sampai sekarang oleh PT RSS dan PT NPM melakukan usaha di tanah/wilayah adat milik MHA-MS ditanami kelapa sawit.
Sebelum sengketa ini didaftarkan pada Panitera Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan, MHA-MS telah dijanjikan oleh PT RSS dalam hal ini diwakili oleh AD dalam jabatannya selaku
Direktur Utama dan PT NPM dalam hal ini diwakili oleh IW dalam jabatannya selaku Direktur, bahwa kedua PT tersebut dapat beroperasi atau berusaha di tanah/wilayah adat milik
MHA-MS akan diberikan kompensasi. Bahwa atas apa yang disampaikan dan dijanjikan oleh kedua PT tersebut telah bersepakat membuat perjanjian kerjasama atas pengusahaan hutan
tanaman bersama MHA-MS tertanggal 9 Desember 2004. Namun setelah ditanda tangani oleh Batin MHA-MS dan turut ditanda tangani oleh Lurah Langgam (dijabat oleh Ridpadri),
tokoh masyarakat, Ketua RT (Pendi), dan Ketua RW (Marlis), PT.RSS dan NPM belum menanda tangani dengan alasan dibicarakan lebih lanjut dengan internal perusahaan, sehingga
perjanjian tersebut dibawa oleh kedua PT tersebut. Sampai gugatan ini didaftarkan pada Panitera PN Pelalawan, kedua PT tersebut belum memberikan kepastian dan tidak dikembalikan
lagi perjanjian yang sudah ditanda tangani oleh Batin MHA-MS. Sementara kedua PT tersebut telah beroperasi dan mengelola tanah/wilayah adat milik MHA-MS sampai saat ini.
Kedua PT tersebut dalam mengelola usahanya sering melakukan perusakan-perusakan terhadap lahan MHA-MS dan pihak MHA-MS telah memberikan surat kepada kedua PT tersebut
dengan Nomor: 01/BM/V/2015 tertanggal 25 Mei 2015 perihal permohonan tentang penyelesian lahan MHA-MS di Kelurahan Langgam, namun tidak ada tanggapan. Bahwa Batin
MHA-MS telah memberikan surat ke-2 kepada PT RSS dengan Nomor: 02/BM/VI/2015 tertanggal 09 Juni 2015 perihal permohonan tentang penyelesaian lahan MHA-MS di Kelurahan
Langgam, namun tidak ada tanggapan. Bahwa Batin MHA-MS telah memberikan surat ke-3 kepada PT RSS dengan Nomor: 03/BM/VI/2015 tertanggal 16 Juni 2015 perihal
permohonan tentang penyelesaian lahan MHA-MS di Kelurahan Langgam, namun tidak ada tanggapan. Bahwa kedua PT tersebut juga telah diundang oleh Batin MHA-MS melalui
kuasa hukum dengan Surat Nomor: 047/LPPH-PP/Riau/S/VII/2016 tertanggal 19 Juli 2016 untuk dapat dibicarakan dengan baik namun tidak ada tanggapan. Bahwa Batin MHA-MS
juga melalui kuasa hukum telah memberikan somasi kepada kedua PT tersebut dengan surat Nomor: 053-b/LPP-PP/Riau/S/VII/2016 tertanggal 16 Juli 2016 dan atas somasi tersebut
PT.NPS menanggapi dengan suratnya yang intinya menyatakan bahwa PT. NPS tidak beroperasi di areal tanah/wilayah adat milik MHA-MS.
Dari fakta-fakta yang ada, perbuatan kedua PT tersebut yang dengan tanpa spengetahuan dan/atau seizin Batin MHA-MS telah berusaha menguasai dan memiliki tanah/wilayah adat
dengan tanpa hak dan melawan hukum milik MHA-MS seluas lebih kurang 5.605 Ha terletak di 2 (dua) lokasi yaitu seluas kurang lebih 1.816 Ha di lokasi Areal Kalapas I dan kurang
lebih 3.789 Ha di lokasi Areal Kalapas II, kemudian membuka usaha dengan cara menanam pohon Akasia pada tahun 2003 dan menanam Kelapa Sawit pada tahun 2008 sampai
sekarang, merupakan perbuatan melawan hukum (PMH) yang telah menimbulkan kerugian pada MHA-MS baik materiil maupun moril.
Questions:
 2

Explain the binding factors for the formation of the Adat Law Community (Indigenous People) and the elements forming the Adat Law Community! (Score 20)
Explain whether the Muara Sakal indigenous community led by Batin (HM Yunus) as in this case fulfills the criteria as a Adat Law Community? (Score 15)
Explain whether in this case there is a structural/vertical conflict? Explain what is meant by a structural/vertical conflict, who are the parties to the conflict and what is being disputed?
(Score 20)
Explain what is meant by ulayat rights in Adat Law Community? What does the object include? And who has the right to use it? (Score 15)
Give an explanation of the differences in the status of adat forests before and after the Constitutional Court Decision No. 35/2012 and the Constitutional Court Decision No. 56/2015?
(Score 15)
Give an explanation and example of what is meant by the “hak wenang beli” and “hak keuntungan jabatan” in the adat land law! (Score 15)
Attention: WORKED IN THE FOLLOWING SHEET !!!

Answers:

1. Genealogical factors, namely legal communities whose members feel bound because they come from the same ancestor, territorial legal communities, namely legal

communities formed because their members feel born and live together in the same place, and the third type is a combination of genealogical factors. and territorial so that

the legal community is formed because its members feel bound to each other from these two factors

2. Yes, it fulfill the criteria as a Customary Law Community because it owns customary land and is entitled to the customary land

3. I don't think it's a vertical conflict because tribal people and factories have a cooperative relationship, not like employees and bosses, so the conflict is a horizontal conflict

which means having the same position. Vertical conflict is a form of conflict that occurs between two kinds of groups where there is a difference in status. This most often

occurs between workers and employers, such as when workers want a salary increase, but the company holds back the salary increase. Customary land that the Company

wants to control without the knowledge of the indigenous peoples

4. Ulayat rights are the authority which according to customary law belongs to the customary law community over a certain area which is the living environment of its citizens

to take advantage of natural resources, including land within the area, for their survival and livelihood, arising from external and intrinsic relationships. hereditary and

uninterrupted between the customary law community and the territory concerned.

5.

6. Hak wenang beli (naastingsrecht), is a preemptive right to buy a plot of land; means having the right to take precedence over others, which results in the exclusion of third

parties in the purchase of the land. Those who have the right to purchase land consist of: relatives of the party who will sell the land; neighboring land, members of the legal alliance

concerned. The family has the right to purchase the first, this is intended so that the land in question is still owned by the family itself. While the neighboring land bordering has the right

to purchase the second, it is intended so that the land is not neglected. Then the members of the legal partnership have the third purchasing authority, meaning that the land does not fall

to non-members of the partnership. If the three holders of the right to purchase are not willing to buy the land, then the land owner must cancel the sale of the land. He had to replace

another land to be sold. This is related to the nature of the relationship between the land and the owner of the religious-magical rights. Hak keuntungan jabatan is the right of the officials

of the legal alliance to the land given by the legal alliance while carrying out their duties in order to fulfill their livelihood.