Bisa konsultasi tapi dibaca jurnalnya dulu. Bagian pertimbangan hakim, dan pertimbangan itu perlu
merujuk pada hukum adat pada produk hukum lainnya.
Karena orng termasuk kedalam subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban didalam hukum nya.
Dan mereka memiliki subjek hukum yang punya perbedaan. Perbedaan itu terdapat karena adanya
kontruksi social, gender rules. Apa pertimbangannya hakim? Itu yang bisa dicari.
Perkembangan Hukum Adat tentang orang kecakapan bertindak MHA dan anggota MHA.
1. Bagaimana penerapan asas terang dalam pergantian jenis kelamin perempuan menjadi laki-
laki. Asas terang disini maksudnya diketahui oleh pihak ketiga. Asas terang yakni dua, yaitu
keterangan medis dari dokter sebagai bukti fisiologis. Dan juga telah dilaksanakan upacara
adat bancakan dengan mengundang tetangga sebagai pihak ketiga (berlakunya asas terang)
secara sosiologis.
2. Pertimbangan hakim melihat objek gugatannya. Yakni Harta Pusaka Tinggi yang seharusnya
dikuasai oleh Mamak. Sehingga kemenakan tidak mempunyai kapasitas. Hakim mengambil
pertimbangan hukum tersebut dari yuris[rudensi Mahkamah Agung yakni (HPT pengurusan
mamak, gugatan HPT harus diajukan oleh mamak)
Hakim mengambil keputusan gugatan tidak dapat diterima, karena pengugat adalah
kemenakan dan bukan mamak waris.
Pihak perempuan mengunakan hukum adat dan hukum negara secara bergantian, sifat pilihan
kontitum, bukan dikotomis. Misalnya tunduk ke hukum adat, merasa tidak adil maka menuntut ke
PN yang memakai hukum negara. Ada juga yang tunduk ke hukum negara karena meminta
penetapan ke pengadilan. Ada yang tidak mampu ke hukum negara dan tidak mau ke hukum adat,
karena pembagiannya sangat tidak adil.
Kenapa janda dan anak perempuan memiliki pilihan hukum yang berbeda. Anak perempuan memilih
untuk ke pengadilan negeri. Sementara janda menjadikan pengadilan negeri sebagai pilihan terakhir,
karena anak perempuan akses ke pengadilannya lebih besar. Janda dengan pewaris hubungannya
perkawinan, sementara anak memiliki hubungan kekerabatan dengan hubungan darah. Ada
pandangan yang menganggap istri milik suami, sehingga tidak ada harta Bersama.
Apakah dilihat dari kekerabatan matrilineal, kedudukan duda dan anak laki laki.
Apakah perempuan yang tidak mampu mengajukan ke manapun, dia tidak mendapatkan keadilan.
Dilihat sebenarnya hukum itu dibuat untuk kepentingan siapa. Sekarang sudah ada yurisprudensi
MARI yang menyeimbangkan suami dan istri dalam waris.
Dilihat dari kedewasaan yakni kuat gawe atau bisa bekerja secara fisiologis maupun psikologis, fisik:
mampu bekerja di ladang, mental: tidak menjual ladang ke orang luar.
Cakap hukum laki laki yakni memperoleh uang/bekerja, sementara perempuan menjalankan fungsi
reproduksi dan dapat menenun.
Tugas Adat
Pertanyaan 1
Jawaban:
MK mempertimbangkan kedudukan hukum dari pemohon yang terdiri dari pemohon 1 yakni badan
hukum privat aliansi masyarakat adat dan pemohon 2 yakni kelompok masyarakat adat itu sendiri,
dengan pertimbangan pertama pada pasal 51 UU MK yang mengatur siapa saja yang dapat
mengajukan permohonan pengujian UU terhadap Konstitusi. Badan hukum privat maupun kesatuan
masyarakat adat yang masih hidup termasuk kedalam pihak yang dapat memohon pengujian UU
asalkan dapat membuktikan kedudukannya serta adanya kerugian hak dan/atau wewenang
konstitusional akibat berlakunya UU yang akan diujikan.
Para pemohon membuktikan kedudukannya sebagai masyarakat adat yang dilindungi hak dan
wewenangnya oleh negara yang diatur dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 18B ayat (2), Pasal 28C ayat (1),
Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28I ayat (3), dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Serta dapat
membuktikan kerugian hak konstitusional mereka karena berlakunya UU Kehutanan, yang karena
berlakunya beberapa pasal dalam UU a quo, pemohon 1 mendapatkan hambatan dalam
memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, sementara pemohon 2 kehilangan wilayah hutan
adatnya sehingga tidak mampu memanfaatkan dan mengelola wilayah hutan adat yang berimplikasi
pada hilangnya sumber penghidupan mereka,
dan apabila permohonan dikabulkan maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan
atau tidak lagi terjadi. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, para Pemohon memiliki kedudukan
hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo.
Pertanyaan 2
Apakah Pemohon mempunyai kepentingan untuk mengajukan permohonan keberatan hak uji
materiil, sehingga pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standing) dalam permohonan
pengujian Peraturan Menteri terhadap UU? (Lihat Pertimbangan Hukum dalam Putusan Mahkamah
Agung Nomor 34 P/HUM/2022 Tanggal 14 April 2022 — Lembaga Kerapatan Ada Alam Minangkabau
(LKAAM) Sumatera Barat VS Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik
Indonesia, hal. 74-77)
Jawaban:
Ya, pemohon memiliki kepentingan untuk mengajukan permohonan keberata hak uji materiil yang
dipertimbangkan oleh MA sehingga pemohon memiliki kedudukan hukum dalam permohonan a
quo. Dalam pertimbangannya pemohon harus dapat membuktikan kedudukannya sesuai Pasal 31 A
ayat (2) UU No. 3 Tahun 2009 dan Pasal 1 angka 4 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2011
yang dapat pemohon buktikan karena pemohon termasuk kedalam golongan kesatuan masyarakat
hukum adat sesuai dengan Pasal 31 A ayat (2) poin b UU No. 3 Tahun 2009 yakni “ Kesatuan
masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang” dan sesuai dengan
Pasal 1 angka 4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2011 menentukan bahwa Pemohon
adalah kelompok orang atau perorangan yang mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung atas
berlakunya suatu peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah dari Undang-Undang.
Selain membuktikan pemohon sebagai pihak yang berkepentingan, pemohon juga telah
membuktikan sebagai pihak yang haknya dirugikan oleh berlakunya peraturan tersebut. Pemohon
adalah Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat dalam kapasitasnya
sebagai Pimpinan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat, selaku
warga Negara yang merupakan komunitas masyarakat hukum adat yang tergabung ke dalam sebuah
lembaga adat, oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama Lembaga Kerapatan Adat Alam
Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat. Dan oleh karena pemohon bertindak sebagai kesatuan
masyarakat adat mengalami kerugian dengan terbitnya Pasal 5 ayat (2) huruf ‘b’, huruf ‘f’, huruf ‘g’,
huruf ‘h’, huruf ‘j’, huruf ‘l’, huruf ‘m’, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan
Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan Dan Penanganan
Kekerasan Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi. Dan menyatakan peraturan Menteri a quo
bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Apakah Pemohon mempunyai kepentingan untuk mengajukan permohonan keberatan hak uji
materiil, sehingga pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standing) dalam permohonan
pengujian Peraturan Menteri terhadap UU? (Lihat Kedudukan Hukum Pemohon (Legal Standing)
dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 17 P/hum/2021 Tahun 2021, Lembaga Kerapatan Adat
Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat melawan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI,
Menteri dalam Negeri RI, Menteri Agama RI, hal 143-147)
Jawaban:
Dalam Uji materiil, MA menimbang apakah pemohon memiliki kepentingan untuk mengajukan
permohonan yakni apabila pemohon telah membuktikan sebagai pihak yang menurut peraturan
perundang-undangan merupakan pihak yang dapat mengajukan dan memiliki kerugian hak yang
disebabkan dari diterbitkannya peraturan dibawah UU yang akan dilakukan uji materiil.
Selain itu, pemohon termasuk pihak yang memiliki kepentingan apabila dapat membuktikan
kerugian hak pemohon yang diakibatkan oleh peraturan yang di uji kan. Karena organisasi
masyarakat adat a quo yakni LKAAM menganggap dirinya dirugikan oleh Keputusan Bersama
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
dan Menteri Agama Republik Indonesia, Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, Nomor
219 Tahun 2021 tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan
Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah Pada Jenjang
Pendidikan Dasar dan Menengah karena Keputusan Bersama itu tidak sesuai dengan nilai-nilai adat
dan agama yang dibawa oleh masyarakat adat setempat dan juga dianggap tidak sesuai dengan UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Oleh karena pertimbangan diatas, pemohon termasuk kedalam pihak yang berkepentingan
mengajukan uji materiil Keputusan Bersama Menteri terhadap UU. Dikarenakan termasuk kedalam
pihak yang dapat melakukan pengajuan uji materiil sesuai Pasal 31A ayat (2) Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2009 dan mengalami kerugian hak karena peraturan perundang-undangan itu tidak sesuai
dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat adat tersebut, oleh karena itu diperlukan uji materiil
dengan UU diatasnya yang dianggap sesuai dengan keinginan masyarakat adat tersebut.
Jika hakim mengakui hak anggota MHA dalam pemanfaatan tanah berdasar hukum adat, makai a
dibebaskan dari pidana, apabila hakim tidak mengakui maka bisa dipidana.
Konsep Anak
Kalau membicarakan konsep anak masuk ke ranah hukum keluarga, ada beberapa yang
dapat digarisbawahi misalnya kewarisan yang memakai banyak hukum yang bisa dipilih.
Selain itu ada perkawinan, apakah pernikahan itu peristiwa hukum maupun perbuatan
hukum? Perkawinan adalah perbuatan hukum, karena dia adalah suatu perbuatan yang
mengakibatkan adanya akibat hukum. Yang peristiwa hukum adalah kewarisan atau
kelahiran, karena ada akibat hukum misalnya anak yang lahir wajib dinafkahi.
Perkawinan menyebabkan hak dan kewajiban suami dan istri, pencampuran harta, adanya
anak.
Terkadang karena suatu hal misalnya dalam adat batak, diperlukan pengangkatan anak laki-
laki apabila tidak ada anak laki-laki, hal ini karena di Batak, perempuan sudah putus
hubungan dengan keluarga asal dan menjadi keluarga suami, keluarga melakukan
pengangkatan anak.
Macam-macam anak. Hal ini penting karena Nantinya berimplikasi pada kewarisan:
-Anak sah, dapat berbeda melihat hukum yang dipakai. Anak yang lahir dari Rahim seorang
ibu yang terikat oleh perkawinan yang sah, Bayi tabung termasuk anak sah dalam konteks
hukum adat sejauh ada proses kandungan dan persalinan oleh ibu yang terikat perkawinan.
-anak tidak sah, dalam konteks hukum adat, anak yang dibuahi bukan oleh ayah biologisnya
termasuk tidak sah, berbeda dgn hukum islam. Misalnya lagi surrogate mother termasuk
anak tidak sah menurut hukum adat.
-anak tiri, anak yang dibawa masuk kedalam ikatan perkawinan oleh suami atau istri, dan
anak ini hanya berhak mewaris dari perkawinan sebelumnya yang membawa dia. Di
perkawinan yang baru dia tidak punya hak sama sekali
-anak angkat = anak adopsi, anak orang lain yang dimasukan dalam suatu ikatan perkawinan
yang sah dan anak tersebut harus diperlakukan sama seperti anak kandung atau anak sah
dari orang tua angkatnya. Anak angkat putus hubungan hak dan kewajiban dengan keluarga
asli. Karena diperlakukan sama memiliki hak waris yang sama juga
-anak asuh, anak yang diperlihara atau dibesarkan oleh orang tua asuh, bisa tinggal bareng
atau sama keluarga asli dan tidak ada hubungan waris dengan keluarga asuh
Karena dalam perkembangannya, di hukum adat tidak ada penetapan pengadilan untuk
angkat anak, sering terjadi sengketa karena tidak ada pembuktian sebagai anak angkat di
keluarga itu. Walaupun sah dihadapan hukum adat, tetap harus ada hitam diatas putih atau
bukti.
Konsek PA dalam HA
Berbeda beda misalnya dari:
Parental: sudah mengarah ke hukum negara
Patrinileal: bisa batak, bali
Matrilineal: Minang tidak bisa menjadi contoh karena memakai hukum Islam
PA dalam MHA
Istilah berbeda beda
Tujuan berbeda beda
Implikasi terhadap hubungan kekerabatan keluarga asal, khususnya kewarisan. Karena
Indonesia mengunakan pluralism hukum, ada hukum islam, adat, dan BW.
Dalam hukum negara dan Islam adalah pembagian harta dan mengenal asas legitime portie,
sementara hukum adat tidak. Kalau di adat yang mana waris adalah pengalihan harta bukan
pembagian harta, ahli waris utama adalah anak. Jadi duda atau janda bukan merupakan ahli
waris. Oleh karena itu status anak sangat penting dalam konsep hukum adat karena
merupakan ahli waris utama.
Di pengangkatan anak hukum adat cukup ada upacara atau pengakuan secara adat,
sementara dalam hukum islam dan BW harus ada penetapan pengadilan bisa karena
berimplikasi pada sengketa saat pembagian waris
Perbandingan PA dalam HA – KHI – BW
PP 54/2007
Hukum adat bisa berubah tapi tergantung situasi kondisi masyarakatnya, bukan nya tidak bisa
berubah sama sekali.karena bukum adat itu dinamis plastis. Perubahan itu suatu yang tidak bisa
dihindari.
UU Kekuasaan Kehakiman: Pasal 5 ayat (1) menegaskan : hakim dan hakim konstitusi wajib mengali,
mengikuti, dan memahami nilai nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masayarakat. Hal ini
karena hukum tertulis belum tentu sesuai dengn hukum yang ada dalam masyarakat.
Eksternal: pengaruh hukum lain misalnya Islam dan BW, misalnya di waris semua anak berhak, tapi
di hukum adat bisa tidak semua anak berhak waris. Pengaruh aturan pemerintah misalnya
yurisprudensi.
Relasi ANAK-KERABAT
Sistem kekerabatan Patrilineal, anak cenderung dekat ke kerabat ayah karena banyak berhubungan
dan karena sebagai garis penerus kerabat ayah. Gens ibu tetap mempunyai arti bagi anak. Misalnya
di batak, cenderung memilih istri dari gens ibu, selain itu bernilai social dalam hubungan, dan
membantu pemberian jujur.
Sistem kekerabatan Matrilineal anak cenderung dekat ke kerabat ibunya karena anak itu dijadikan
garis penerus ibunya, karena anak juga diwariskan harta pusaka tinggi yang kepemilikannya secara
kolektif. Misalnya di minang: kerabat ayah mewakili berbagai upacara, sering membantu keperluan
anak, prioritas memilih jodoh, mewaris harta suatu kerabat yang punah.
Sistem kekerabatan Parental, anak dijadikan penerus dua duanya, idealnya pergaulan relative sama
tergantung situasi. Alimentasi (hak dan kewajiban) kerabat seimbang
Yang banyak kurang paham adalah masalah sahnya perkawinan dalam hukum adat.
-sah menurut agama atau kepercayaan itu. Kalau di islam memenuhi rukun dan syarat perkawinan,
rukun: calon suami, calon istri, saksi, wali, akad nikah. Syarat: Baligh, tidak ada larangan, dan Islam.
Perkawinan sah apabila dilakukan menurut agama dan kepercayaannya serta dicatatkan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Nikah gantung: secara yuridis suami istri tetapi belum bercampur sampai syarat terpenuhi.
Nikah sirri: sah menurut agama tetapi belum memenuhi pasal 2 ayat 2 UUP. Ada gantungan atau
tidak. Punya Sisi negative bagi Wanita.
Perkawinan bermadu: poligami suami punya lebih dari satu istri. Poliandri istri lebih dari 1 suami.
Poligami diperbolehkan harus persetujuan istri.
Perkawinan campuran
Sebelumnya perjanjian pranikah hanya dapat dibuat sebelum atau selama berlangsung. Sekarang
bisa dibuat setelah pernikahan asal masih dalam ikatan pernikahan.
Di perceraian ada dua akibat hukum yakni ke anak dan ke harta. Perceraian hanya salah satu dari 3
sebab putusnya perkawinan. Bisa oleh adanya kematian salah satu pihak, perceraian, putusan
pengadilan.
Bisa tiba tiba putus karena ada kematian dari salah satu pihak, bagaimana pengasuhan terhadap
anak anaknya, pemeliharaan terhadap anak anaknya. Untuk melihat itu harus dilihat dalam
masyarakat yang berbeda beda.
Misalnya dalam perkawinan matrilineal, karena matrilineal itu eksogami dan harus mencari dari luar
lingkungan sosialnya. Anak yang lahir dari perkawinan itu baik laki laki maupun perempuan masuk ke
dalam keluarga ibunya. Yang dianggap tamu adalah suami.
Kalau dalam patrilineal, karena bersifat endogami dan eksogami. Pihak laki laki yang telah membayar
jujur, maka istri maupun anak anak akan dibawa masuk ke kerabat laki-lakinya. Yang dianggap tamu
adalah istri.
Walaupun terjadi kematian salah satu pihak, yang mengasuh anak anak adalah respective family
yang sudah dipaparkan diatas. Tidak akan berubah keanggotaan istri dan anaknya berdasar hukum
adatnya.
Misalnya dalam patrilineal suami meninggal, istri ingin kembali ke keluarga asalnya, hal ini sangat
tidak mungkin terjadi.
Dalam Parental, Karena kedudukan suami istri itu seimbang baik di urusan rumah tangga maupun
diluar, suami istri berhak secara pribadi untuk melakukan perbuatan hukum. Yang membedakan
adalah fungsi yang berbeda, suami sebagai kepala keluarga dan fungsi istri sebagai ibu rumah
tangga. Kalau salah satu meninggal siapa yang harus mengasuh? Yang mengasuh adalah yang
hidupnya lebih lama. Kalau misalnya suami istri yang ditinggal itu masih sanggup mengasuh, maka
keluarga besar tidak dilibatkan kecuali diminta.
Kalau misalnya dua duanya meninggal maka anak anaknya kemana? Bersyukur kalau misalnya mau
mengulurkan tangan untuk membantu. Kalau misalnya tidak ada yang mau bantu gimana? Bisa
diajukan ke pengadilan untuk menetapkan wali bagi anak anak, maka pengadilan akan meminta
keterangan saksi-saksi, apabila sama sekali tidak ada kerabat yang bisa maka akan ditunjuk dari
orang lain. Atau bisa juga anak diserahkan ke lembaga social.
Kalau perceraian disebabkan salah satu pihak, maka kalau dibawah umur bisa saja tidak ke ibu hak
asuhnya, tetapi bisa juga ke ayah, karena hakim melihat penyebab perceraian itu kenapa dan siapa.
Putusnya perkawinan karena diputus oleh pengadilan. Kira kira kenapa bisa seperti ini? Misalnya ada
yang harusnya eksogami tetapi menikah dengan endogami, maka harus ada pencegahan
perkawinan.
PUU berisikan soal hubungan perkawinan yang bilateral atau parental. Perkawinan tidak bisa
dilakukan apabila agama yang bersangkutan melarang untuk itu. Kalau putus lwat pengadilan
misalnya ketika pasangan ada yang pergi dari rumah sampai waktu tertentu bisa dilakukan putus
perkawinan dari pengadilan.
Terhadap harta perkawinan gimana? Harta Bersama hanya hartaa yang diperoleh perkawinan
berlangsung.
Harta sebelumnya adalah harta asal, apabila dibawa masuk ke perkawinan menjadi harta bawaan.
harta asal (harta bawaan suami/istri, harta peninggalan (terbagi, blum terbagi, tidak
terbagi)), asalnya bisa dari warisan, hibah, atau dari kerja sendiri. Salah satu sumber harta
yang selalu jadi sumber harta asal adalah warisan.
harta pencarian (harta Bersama apabila sudah menikah, sebelum menikah jadi harta asal
kecuali dalam beberapa kasus, misalnya patrinileal yang menyimpan harta pencarian di
suami, harta suami, harta istri), atau jika kasusnya suami terlalu kaya dan istri terlalu miskin
tidak akan ada harta Bersama, di Sunda disebut perkawinan manggih kaya, sedangkan
kebalikannya kalau istri terlalu kaya dan suami terlalu miskin disebut perkawinan nyalindung
kagelung.
harta pemberian (harta suami, harta istri, harta Bersama) hasil hibah atau hadiah, dapat
dilihat dari penegasan ikrar terangnya dari pemberi ke penerima, apabila dikasih untuk
pasangan maka masuk harta bersama, apabila diikrarkan untuk salah satu maka masuk harta
bawaan. Kalau di KHI dianggap warisan apabila ada hubungan waris.
hak-hak kebendaan (hak pakai, hasil sewa, hasil gadai, piutang) maksudnya adalah hasil atau
suatu hak yang diperoleh atas materi harta, misalnya hasil dari sewa tanah atau property.
Bisa dipisahkan dari harta bersama.
Kalau misalnya ada hasil dari sewa kos, masuk ke mana? Dilihat kalau menikah atau belum,
kalau belum artinya masuk harta asal, kalau sudah menikah menjadi harta bersama.
Subjek Kewarisan
Subjek waris menurut hukum adat bersifat variative, tidak universal tetapi kontekstual berbeda
dengan islam dan BW yang universal, pembeda karena sistem pewarisan juga berbeda. Misalnya Bali
atau Batak yang AW nya adalah anak lelaki tertua, anak lelaki dan perempuan sebagai AW di
Kalimantan, Sulawesi dan Jawa. Di sistem patrilineal intinya janda bukan ahli waris tetapi berhak
menikmati, mereka hanya perantara ke anak laki-lakinya. Di sistem matrilineal, kalau cerai mati dan
tidak punya anak, maka langsung dibagi harta bersamannya. Untuk parental, janda dulu bukan
merupakan ahli waris, tetapi sejak ada putusan MA kedudukan janda menjadi Ahli Waris.
Proses Pewarisan
Ada dua opsi di hukum adat, yakni pre mortem dan post mortem. Untuk hukum lain mengenal post
mortem kewarisan.
- Pesan, bisa disebut Weling atau Wasiat, hanya sebatas janji dan menurut hukum adat sudah
termasuk waris. Semua hak milik dan pengelolaan harta masih ada di pewaris.
- Penunjukan, sudah ditunjuk, hak milik masih di pewaris tapi pengelolaan harta sudah ada di
ahli waris.
- Pengalihan, hak milik dan pengusahaannya sudah dialihkan ke ahli waris.
Peradilan Kewarisan, Musyawarah Keluarga > musyawarah adat > Pengadilan bersifat ultimum
remidium.
Lankah Langkah membagi warisan post morterm dan pre mortem. Langkah pertama pemurnian
harta untuk menghilangkan utang > inventarisasi harta warisan, > penentuan hukum >
penentuan ahli waris > Pesan > pembagian.
Dalam suatu perkawinan hanya ada 2 harta, yaitu harta Bersama dan harta bawaan
Tolong dibaca Aspek Ontologi Pembagian Waris H Islam – H adat Jawa. Mimbar hukum 2010 Vol 22
No, 3
Konteks hari ini adalah hukum adat dijadikan konsep atau teori terhdap masalah yang ada
dimasyarakat.
Hukum adat adalah Living law, menjadikan karakteristik setiap masayarakt jadi berbeda.
Karakteristiknya misalnya religious magis, komunal, musyawarah mufakat, dinamis plastis,
tradisional.
Kesehatan adalah hak setiap orang (Pasal 29 H UUD NRI 1945) dengan pengaturan ini, maka menjadi
tanggung jawab pemerintah. Ada pengakuan untuk penyelenggaraan Kesehatan tradisional oleh
negara, layanan Kesehatan ini bukan hanya untuk MHA saja.
- Hak Sosial, kaitannya dengan akses jaminan layanan Kesehatan tanpa diskriminasi
- Hak intervensi terhadap diri sendiri,
Antropologi Hukum > Etnografi hukum – Kesehatan (melakukan pengamatan terhadap kelompok
sosial atau pendukung budaya tertentu) > Sosio legal studies Public Health (memperlihatkan hukum
itu di masyarakat)
Kenapa pakai etnografi hukum? Membuktikan ilmu huku dengan karakteristik normative begitu
lentur dan tidak kaku secara preskriptif dogmatis.
Etnografi Kesehatan penting karna dapat menyikapi nilai dalam masyararakat tertentu. Ini berkaitan
dengan Pluralisme hukum by John Griffith.
Penegakan hukum by Soerjono Soekanto, lebih kepada lima factor penegakan hukum, dipengaruhi
aturannya, aparatnya, sarana prasarana, masyarakat, budaya hukumnya.
Delik adat, MHA tinggal secara tentram, dan ketika ada perubahan kosmis maka dikaitkan dengan
religious magis.
Recepti I contrario, hukum agama dan hukum adat sama sekali berbeda.
Pluralisme Hukum
Konteks pemasungan hukum negara lebih kuat (strong legal pluralism) karena berurusan ham