Anda di halaman 1dari 7

HARGA DIRI PADA LANSIA

A. Pengertian
a. Harga diri secara UMUM
Coopersmith (1967): hasil evaluasi individu terhdap diri sendiri yang
diekspresikan dalam sikap terhadap diri sendiri. Evaluasi ini menyatakan suatu
sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukkan seberapa besar individu
percaya bahwa dirinya mampu, berarti, berhasil, berharga menurut standar dan
nilai pribadinya. ATAU Harga diri dapat berupa evaluasi atau koreksi terhadap
diri, sikap menerima atau menolak, serta seberapa besar kepercayaan individu
terhadap kemampuan, keberartian, kesusksesan, dan keberhargaan.
Harga diri dapat tumbuh dari lingkungan, interaksi sosial, dan pengalaman
individu, baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan.

b. Harga diri RENDAH


World (2008): harga diri rendah adalah suatu evaluasi diri yang negatif dan
berhubungan dengan perasaan yang lemah, tak berdaya, ketakutan, tidak berharga,
dan tidak memadai.

B. Penyebab
Stuart (2006): adanya tantangan baru akibat dari kehilangan pasangan, adanya
ketidakmampuan fisik, pensiun, dan pandangan negatif terhadap dirinya sendiri.

C. Ciri-ciri HARGA DIRI RENDAH


1. Perasaan tidak mampu hidup sebagai lansia
2. Penolakan terhadap kemampuan personal
3. Penurunan produktivitas
4. Mudah tersinggung
5. Menarik diri dari sosial
6. Ketegangan yang dirasakan
Syam’ani (2011)
1. Perasaan malu
2. Kurang percaya diri
3. Minder atau iri
4. Tidak berguna
5. Rendah diri
6. Tidak mampu
7. Tidak sempurna
8. Menyalahkan diri
9. Menarik diri
10. Keinginan yang tidak tercapai
Seligman (1995)
Merasa kurang berharga, bermanfaat, dicintai, serta kurang yakin akan
kemampuannya.
Coopersmith (1967)
1. Memiliki perasaan inferior
2. Takut gagal dalam membina hubungan sosial
3. Terlihat sebagai orang yang putus asa dan depresi
4. Merasa diasingkan dan tidak diperhatikan
5. Kurang dapat mengekspresikan diri
6. Sangat tergantung pada lingkungan
7. Tidak konsisten
8. Secara pasif mengikuti lingkungan
9. Menggunakan banyak taktik mempertahankan diri (defense mechanism)
10. Mudah mengakui kesalahan

D. Aspek
Coopersmith (1967)
1. Aspek akademis: untuk menggambarkan bagaimana individu menilai keadaan
dirinya berdasarkan nilai-nilai pribadi yang diminatinya.
2. Aspek general self: untuk mengukur penilaian individu terhadap kemampuannya
secara umum.
3. Aspek keluarga: untuk mengukur seberapa kedekatan anak dengan orang tua,
dukungan orang tua kepada anak dan penerimaan orang tua terhadap anak.
4. Aspek lingkungan: untuk mengukur kemampuan individu ketika berhubungan
dengan orang lain.
SUMBER
PELATIHAN BERPIKIR OPTIMIS UNTUK MENINGKATKAN HARGA
DIRI PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN. Eka marwati nanik prihartanti
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DIRI RENDAH LANSIA DI KABUPATEN
BUNGO Dewi Narullita
Harga Diri Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Riski Maulida Indah
Ramadhan
PENINGKATKAN HARGA DIRI LANSIA MENGGUNAKAN TERAPI REMINISCENCE PADA HARGA
DIRI RENDAH LANSIA YANG TINGGAL DI PSTW KHUSNUL KHOTIMAH PEKANBARU
Rahmaniza1 , Ika Permanasari

Sumbe rmateri psikoedukasi yang baru yg ttg cara meningkatkan


KONTRIBUSI KUALITAS HIDUP TERHADAP SUCCESSSFULL AGING LANSIA Shella Febrita Puteri
Utomo1, Ahmad Gimmy Prathama Siswadi2, Aat Sriati3
GENERASI BABY BOOMERS (LANJUT USIA) DALAM MENGHADAPI ERA REVOLUSI INDUSTRI
4.0
Dodi Nuriana, Iin Rizkiyah, Lukman Efendi, Herry Wibowo, Santoso Tri Raharjo
MATERI PSIKOEDUKASI
“MENINGKATKAN HARGA DIRI UNTUK MENCAPAI KEHIDUPAN YANG
SEJAHTERA PADA LANSIA DI MASA TUA”

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998, adiyuswa


merupakan individu yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas. Tugas perkembangan
adiyuswa terdiri dari mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun, mempersiapkan diri
untuk pensiun, membentuk hubungan baik dengan orang seusianya, mempersiapkan
kehidupan baru, melakukan penyesuaian terhdap kehidupan sosial atau masyarakat secara
santai, serta mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan (Maryam, 2008).
Terdapat lima faktor risiko terjadinya masalah kesehatan jiwa pada lansia, yaitu kesehatan
fisik yang buruk, perpisahan dengan pasangan, perumahan dan transportasi yang tidak
memadai, sumber finansial berkurang, serta dukungan sosial berkurang. Menurut Suardiman
(2011), individu yang berada di masa adiyuswa akan mengalami beberapa fase penurunan
kemampuan pada dirinya. Penurunan ini dapat dilihat dari berbagai perubahan fisik, kognitif,
dan sosioemosional. Selain itu, di masa tua ini tentunya adiyuswa juga mengalami berbagai
penyakit yang dapat menyebabkan banyak perubahan pada dirinya. Jika perubahan ini tidak
diperhatikan akan berdampak pada kondisi psikologis pada adiyuswa. Salah satu masalah
psikologis yang dialami lansia adalah gangguan harga diri rendah.
Harga diri adalah hasil evaluasi individu terhadap diri sendiri yang diekspresikan
dalam sikap terhadap diri sendiri. Evaluasi ini menyatakan suatu sikap penerimaan atau
penolakan dan menunjukkan seberapa besar individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti,
berhasil, berharga menurut standar dan nilai pribadinya (Coopersmith, 1967). Menurut
Azizah & Rahayu (2016), lansia yang memiliki harga diri tinggi akan merasa berharga dan
menganggap dirinya adalah individu yang bermanfaat, mudah untuk menyesuaikan diri, serta
dapat menjalin hubungan sosial. Sementara, lansia yang memiliki harga diri rendah akan
mengalami perubahan, yaitu memiliki perasaan malu, kecewa, perasaan tidak berguna,
menyalahkan diri, mengalami kecemasan, depresi, dan kesepian. Menurut Stuart (2006),
penyebab gangguan harga diri rendah pada lansia adalah adanya tantangan baru akibat dari
kehilangan pasangan, adanya ketidakmampuan fisik, pensiun, dan pandangan negatif
terhadap dirinya sendiri. Ciri-ciri lansia yang memiliki gangguan harga diri rendah adalah
memiliki perasaan inferior, takut gagal dalam membina hubungan sosial, terlihat sebagai
orang yang putus asa dan depresi, merasa diasingkan dan tidak diperhatikan, kurang dapat
mengekspresikan diri, sangat tergantung pada lingkungan, tidak konsisten, secara pasif
mengikuti lingkungan, menggunakan banyak taktik mempertahankan diri (defense
mechanism), dan mudah mengakui kesalahan.
Menurut Muhith & Siyoto (2016), banyak orang yang berasumsi bahwa individu yang sudah
menginjak usia tua, maka fisik akan semakin melemah, semakin banyak penyakit, mudah
lupa, penampilan semakin tidak menarik, dan semakin banyak hambatan sehingga hidup
semakin terbatas.
Menurut Sutejo (2015), harga diri rendah dapat terjadi secara situasional atau kronis.
Harga diri rendah kronis merupakan perasaan yang timbul karena adanya evaluasi diri atau
kemampuan negatif yang sudah berlangsung lama. Sementara, harga diri situasional adalah
kondisi tidak berharga, merasa tidak berarti, dan rendah diri pada situasi tertentu.
Menurut Meylani (2021), individu yang mengalami harga diri rendah situasional
adalah individu yang merasakan kegagalan menjalankan kemampuan diri sendiri karena
operasi, kecelakaan, kehilangan pendamping, putus sekolah atau hubungan kerja, dan rasa
malu pada diri sendiri. Berdasarkan penelitian Andriyana (2022) menjelaskan bahwa terdapat
dua lansia yang mengalami harga diri rendah situasional di Panti Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Sudagaran, Banyumas. Lansia yang mengalami gangguan tersebut…
Cara meningkatkan harga diri pada lansia untuk mencapai kehidupan yang sejahtera,
kualitas hidup yang baik, serta kesekahteraan psikologis, yaitu membangun rasa optimis
dengan memiliki rancangan kegiatan yang akan dilakukan, hal ini dapat membantu lansia
untuk kembali bersemangat melakukan kegiatan yang disenangi tanpa adanya paksaan untuk
melakukannya kegiatan tersebut, serta kemampuan lansia dalam menikmati setiap rangkaian
kegiatan tersebut. Contoh dari kegiatan yang dilakukan adalah mengikuti senam lansia,
memasak makanan sehat, melakukan hobi atau kegiatan yang diminati, beribadah atau
mengikuti kegiatan keagamaan, membaca, memperluas pengetahuan, atau berdiskusi
(berinteraksi) sebagai bentuk pencegahan demensia.
Selain itu, untuk keluarga atau orang terdekat lansia dapat melakukan upaya
promotive dan preventif pada lansia, seperti memotivasi untuk berolahraga, memfasilitasi
gaya hidup sehat, menciptakan hubungan sosial yang baik dengan melakukan perkumpulan
terjadwal untuk melakukan kegiatan bertukar pikiran, serta menjadi pendengar yang baik dan
dapat dipercaya sehingga mampu mendengarkan keluh kesah yang dialami lansia dengan
perasaan sabar, tulus, dan ikhlas.
Rancangan video psikoedukasi
Poin poin yang disampaikan
1. memberikan fenomena tentang tingginya angka rendah sejahtera psikologis pada
lansia di Indonesia
berdasarkan penelitian Hamidah & Wrastari (2012), membuktikan bahwa rata-rata
pencapaian successful aging lansia di Indonesia lebih rendah daripada lansia di
Malaysia. Artinya, lansia di Indonesia masih belum sukses atau berhasil dalam
memaknai hidupnya di masa tua sehingga kesejahteraan psikologis yang dimiliki
lansia juga rendah.
2. lansia yang sejahtera psikologisnya dan successful aging itu seperti apa
lansia yang sejahtera psikologisnya dan successful aging adalah lansia yang sehat,
tervbebas dari penyakit fisik, memiliki fungsi kognitif yang baik, dan tetap aktif
dalam kehidupan (Rowe & Kahn, 1987).
3. salah satu sebab lansia tidak sekjahtera psikologisnya adalah harga diri rendah
Menurut Hardiwinoto (2009), lansia yang mengalami perasaan harga diri rendah dan
merasa tidak puas atas kehidupannya saat ini merupakan ciri tidak tercapainya
kualitas hidup yang baik dan kesejahteraan psikologis. Menurut Stuart (2006),
penyebab gangguan harga diri rendah pada lansia adalah adanya tantangan baru akibat
dari kehilangan pasangan, adanya ketidakmampuan fisik, pensiun, dan pandangan
negatif terhadap dirinya sendiri. Ciri-ciri lansia yang memiliki gangguan harga diri
rendah adalah memiliki perasaan inferior, takut gagal dalam membina hubungan
sosial, terlihat sebagai orang yang putus asa dan depresi, merasa diasingkan dan tidak
diperhatikan, kurang dapat mengekspresikan diri, sangat tergantung pada lingkungan,
tidak konsisten, secara pasif mengikuti lingkungan, menggunakan banyak taktik
mempertahankan diri (defense mechanism), dan mudah mengakui kesalahan.
4. upaya meningkatkan harga diri agar lansia sekahtera psikologisnya
Cara meningkatkan harga diri pada lansia untuk mencapai kehidupan yang sejahtera,
kualitas hidup yang baik, serta kesekahteraan psikologis, yaitu membangun rasa
optimis dengan memiliki rancangan kegiatan yang akan dilakukan, hal ini dapat
membantu lansia untuk kembali bersemangat melakukan kegiatan yang disenangi
tanpa adanya paksaan untuk melakukannya kegiatan tersebut, serta kemampuan lansia
dalam menikmati setiap rangkaian kegiatan tersebut. Contoh dari kegiatan yang
dilakukan adalah mengikuti senam lansia, memasak makanan sehat, melakukan hobi
atau kegiatan yang diminati, beribadah atau mengikuti kegiatan keagamaan,
membaca, memperluas pengetahuan, atau berdiskusi (berinteraksi) sebagai bentuk
pencegahan demensia.
Selain itu, untuk keluarga atau orang terdekat lansia dapat melakukan upaya
promotive dan preventif pada lansia, seperti memotivasi untuk berolahraga,
memfasilitasi gaya hidup sehat, menciptakan hubungan sosial yang baik dengan
melakukan perkumpulan terjadwal untuk melakukan kegiatan bertukar pikiran, serta
menjadi pendengar yang baik dan dapat dipercaya sehingga mampu mendengarkan
keluh kesah yang dialami lansia dengan perasaan sabar, tulus, dan ikhlas.

Anda mungkin juga menyukai