Anda di halaman 1dari 4

IPK

Yang dunia kerja butuhkan itu bukan sekadar IPK kalian.


Melainkan juga kemampuan komunikasi dan kemampuan
bekerja dalam tim”. Begitu ungkap seorang profesor dalam
sebuah orasi ilmiah di acara wisuda pascasarjana sebuah
universitas swasta di Jogjakarta sebulan yang lalu.

IPK atau Indeks Prestasi Kumulatif seakan telah menjadi momok


bagi banyak mahasiswa hingga melakukan berbagai cara untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan, sebut saja cumlaude. Begitu
pentingnya IPK bagi para mahasiswa karena memang
pendidikan tinggi kita mengkondisikan demikian.
Bagi sebagian mahasiswa, IPK adalah tujuan utama saat
menempuh pendidikan tinggi. Sebagian lain memilih tak terlalu
mementingkan IPK. Sah-sah saja sebenarnya, mereka pasti
memiliki alasan tersendiri dalam menempatkan IPK ditengah
pendidikan tinggi mereka.

Sebenarnya apa sih IPK itu?

IP (Indeks Prestasi) adalah nilai yang kita peroleh dari setiap


mata kuliah yang kita ambil. setiap mata kuliah akan memiliki
nilai akhir yang dilambangkan dengan huruf, mulai dari A, B, C,
D hingga E. Masing-masing huruf memiliki nilai, misalnya 4
untuk A, 3 untuk B, dan sebagainya. Selanjutnya, nilai per mata
kuliah dikalikan dengan jumlah SKS mata kuliah tersebut.
Kemudian, dijumlahkan untuk semua mata kuliah dalam satu
semester. Didapatlah nilai mutu. Lalu, bagikan dengan jumlah
SKS satu semester. Didapatlah IP.

Sementara IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) gampangnya adalah


rata-rata IP. Bagikan total mutu dengan jumlah semua SKS yang
kamu ambil (tak hanya satu semester tapi semuanya) maka
ketemulah yang namanya IPK itu.
Lalu seberapa penting IP dan IPK ini bagi mahasiswa? Ya tentu
penting.Tapi tenang saja, IPK bukan segalanya. Perolehan IP
tentu hasil perjuangan yang tak mudah, itu juga memerlukan
kerjasama antara mahasiswa dan dosen. Biasanya dipertemuan
awal perkuliahan dosen dan mahasiswa akan menyepakati
kontrak kuliah selama satu semester kedepan. Dosen akan
menjelaskan bagian mana saja yang memperoleh penilaian
dengan bobot yang tinggi. Disinilah mahasiswa harus
memanfaatkannya semaksimal mungkin. IP biasanya ditentukan
oleh beberapa dari empat hal berikut ini:

1. Attendance (Kehadiran)
Setiap universitas memiliki batas minimal tersendiri berapa
kehadiran mahasiswa dikelas untuk dapat mengikuti ujian
akhir. Contohnya nih di kampus A untuk setiap mata kuliah yang
berjumlah 12 kali tatap muka dalam satu semester ditentukan
minimal kehadiran 75%. Artinya, kamu minimal ikut kuliah itu 9
kali atau dengan kata lain kamu punya kesempatan bolos 3 kali.
Tapi tunggu dulu, patokan 75% itu bukan dari pertemuan
standar yan ditetapkan universitas. Biasanya ada dosen yang
hanya mengadakan pertemuan selama 10 kali. Nah kalau begini
75% nya bukan dari 12 kali tapi 10 kali. Coba itung berapa kali
kamu bisa bolos kuliah kalau begitu. Jadi hati-hati ya. Lebih baik
jangan manfaatkan sepenuhnya kesempatan bolos itu, syukur-
syukur presensinya bisa full.

2. Tugas
Dosen biasanya juga memberi tugas yang bervariasi. Mulai dari
yang sepele hingga ribet minta ampun. Ini juga bisa menjadi
salah satu komponen yang akan membentuk IP
nanti.Tergantung dosennya memberi bobot berapa.

3. Keaktifan
Yang satu ini penting. Dosen tak haya engajar satu kelas saja.
Beliau pasti mengajar banyak kelas dan tak mungkin hafal satu-
satu sama mahasiswanya. Yang bisa belliau hafalkan adalah
mahasiswa paling pintar atau paling aktif dan paling nyleneh.
Silahkann mau pilih yang mana. Ini juga bisa membentuk IP,
sekali lagi tergantung dosennya. Sarannya sih, manfaatkan
benar di bagian ini karena akan banyak keuntungan jika dihafal
dosen tentunya dengan image yang baik dan elegan ya jagan
sampai hanya cari muka aja tanpa kemampuan lebih.
4. UTS
UTS juga salah satu pembentuk IP. Bobotnya juga tergantung
kesepakatan mahasiswa dengan dosen. Itu kalau dosennya
demokratis.

5. UAS
Nah ini yang kadang jadi momok. UAS biasanya udah terjadwal
dan bobotnya bisa jadi paling tinggi diantara nilai yang lainnya.
Yah meski ada dosen yang tak memberi bobot uts paling tinggi
juga.

Sebagian mahasiswa mentargetkan IPK diatas 3,5 bahkan 4,0.


Yang lainnya sudah merasa cukup dengan IPK 3,0. Sah-sah saja
karena itu tergantung pada keinginan setiap individu. IPK
menjadi penting saat tiba masanya mengikuti seleksi perolehan
pekerjaan namun tidak selalu begitu untuk mendapatkan
pekerjaan. Mengapa?

Begini, setiap perusahaan atau instansi yang akan menggelar


seleksi karyawan tentu saja menetapkan batas minimal IPK bagi
para peserta untuk dapat mengikuti seleksi itu. Disini
mahasiswa yang ber-IPK tinggi tentu saja lebih mudah masuk.
Namun setelah itu, saat masa-masa seleksi berlangsung tak
pernah ada yang menjamin bahwa yang IPK nya tinggi
alias cumlaude akan memperoleh pekerjaan. Kemampuan dalam
bekerja juga tak bisa semata-mata diukur dengan IPK. Bahkan
tak jarang IPK tak berlaku lagi saat bekerja. Bisa saja orang
dengan IPK rendah lebih baik pekerjaannya dari pada IPK yang
tinggi. Karena dalam bekerja yang lebih dibutuhkan adalah
keterampilan.
Akhirnya silahkan cari IP dan IPK idaman kalian. Tentu saja
dengan cara-cara yang baik ya. Katanya sih biar berkah.
Usahakan IPK kalian memang benar-benar mencerminkan
kemampuan kalian. Jangan sampai jomplang, IPK selangit, tapi
kemampuan nol. Itu akan menghancurkan harga diri kalian
sendiri.

Anda mungkin juga menyukai