Anda di halaman 1dari 26

UTS

Mata Kuliah Kajian dan Pengembangan Kurikulum


Dosen Pengampu: Dr. Ana Fitrotun Nisa, M.Pd.I

Disusun oleh:
NAMA : NADIA IMTI KHANINGRUM
NIM : 2022085168
KELAS : S2 PENDIDIKAN DASAR 1-D

PENDIDIKAN DASAR
DIREKTORAT PASCASARJANA PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA
YOGYAKARTA
2023

Soal:
1. Kurikulum merupakan panduan tertulis yang digunakan guru untuk
melaksanakan pembelajaran di sekolah. Dalam implementasinya, kurikulum
nasional di SD dapat dikembangkan sesuai kebutuhan dan tujuan satuan
pendidikan masing-masing. Analisalah pelaksanaan kurikulum di lingkungan
saudara, aspek apa yang perlu dikembangkan untuk mendukung ketercapaian
proses pembelajaran? Jelaskan!
Jawaban
Proses pembelajaran tidak akan berjalan dengan lancar apabila tidak
didukung dengan komponen yang ada dalam pembelajaran, karena antara proses
pembelajaran dengan komponen pembelajaran saling berkaitan. Adapun
komponen yang mempengaruhi berjalannya suatu proses pembelajaran menurut
Zain dkk dalam Muhamad Faddillah (1997) ialah dalam kegiatan belajar
mengajar terdapat beberapa komponen pembelajaran yang saling berkaitan antara
satu dengan yang lainnya yaitu: 1) guru, 2) siswa, 3) materi pembelajaran, 4)
metode pembelajaran, 5) media pembelajaran, dan 6) evaluasi pembelajaran.
Dalam penerapan di sekolah aspek tersebut sudah berjalan dengan baik namun
ada beberapa aspek yang harus dikembangkan diantaranya pada komponen siswa
dalam hal literasi. Permasalahan literasi merupakan salah satu masalah yang
harus mendapat perhatian khusus oleh bangsa Indonesia dalam dunia Pendidikan.
Hal ini dikarenakan dalam beberapa dekade terakhir ini, daya saing bangsa
Indonesia di tengah bangsa-bangsa lain cenderung kurang kompetitif. Indonesia
saat ini berada dalam krisis budaya literasi. Penelitian yang dilakukan oleh
Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2012, Indonesia
menempati urutan 71 dari 72 negara. Sedangkan PISA tahun 2015 menempatkan
Indonesia pada peringkat 64 dari 72 negara.
Definisi literasi membaca OECD (2009) yaitu memahami, menggunakan,
merenungkan dan terlibat dengan teks tertulis, untuk mencapai tujuan seseorang,
untuk mengembangkan pengetahuan dan potensi seseorang, dan untuk
berpartisipasi dalam masyarakat. Kurikulum merdeka sebagai salah satu strategi
penguatan literasi numerasi serta pemulihan pendidikan di Indonesia akibat covid
19. Kurikulum merdeka merupakan prototipe yang dikembangkan sebagai
kurikulum yang lebih fleksibel dan fokusnya terhadap materi esensial,
pengembangan karakter sesuai dengan profil pelajar pancasila serta kompetensi
peserta didik. Kurikulum merdeka juga memberikan kebebasan kepada siswa
untuk mengembangkan kreativitas dan mengembangkan soft skill.
Terdapat karakteristik khusus yang digunakan dalam kurikulum merdeka,
antara lain:
 Pembelajaran berbasis proyek untuk mengembangkan soft skill dan karakter
sesuai profil pelajar pancasila
 Fokus pada materi esensial pada sistem pembelajaran melalui kompetensi
dasar seperti literasi dan numerasi
 Fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang dapat
menyesuaikan kemampuan siswa dengan konteks dan muatan lokal.
Berdasarkan hasil pengamatan di SD Negeri 3 Kalipetir tahun pelajaran
2022/2023 untuk pelaksanaan literasi masih tergolong rendah hal ini dibuktikan
dengan kebanyakan siswa masih mengalami kesulitan dalam mebaca baik kata
ataupun kalimat dengan benar pada siswa kelas rendah, sedangkan pada siswa
kelas tinggi kesulitan siswa terjadi pada kemampuan menentukan tema ataupun
ide pokok suatu paragraf. Hasil Asessmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK)
pada siswa kelas V tahun 2022 untuk literasi masih berada di bawah kompetensi
minimum dengan hasil 1,77 itu artinya kurang dari 50% peserta didik telah
mencapai kompetensi minimum untuk literasi membaca. Hal tersebut juga
didukung dari pendapat beberapa guru kelas yang mengeluhkan kesulitan siswa
dalam proses pembelajaran saat guru memberikan soal isian dengan bacaan
panjang yang memerlukan penalaran dan pemahaman, siswa kesulitan untuk
menjawabnya. Kemampuan tersebut merupakan bagian dari literasi membaca.
Rendahnya literasi membaca siswa diduga karena mayoritas siswa hanya
membaca jika dianggap perlu saja atau karena terpaksa. Siswa belum
menganggap membaca sebagai suatu kebutuhan utama dan penting. Kebanyakan
siswa lebih suka menjadi pendengar yang baik selama pembelajaran berlangsung
sehingga siswa belum dapat menunjukkan eksistensinya untuk berfikir sendiri,
menemukan sendiri, dan memaparkan pemahamannya secara langsung di kelas.
Hal tersebut berpengaruh terhadap kemampuan literasi membaca siswa karena
mereka kurang terbiasa menggunakan kemampuan mereka dalam menemukan
dan memahami informasi karena kegiatan membaca dikelas sangat berpengaruh
terhadap prestasi belajar siswa. Kemampuan literasi membaca siswa rendah
karena siswa memang jarang dilatih untuk menulis sesuatu yang telah dibaca.
Hasil penelitian (Nirmala: 2022) menemukan bahwa faktor yang
menyebabkan rendahnya kemampuan literasi siswa adalah: (1) keadaan sosial
ekonomi keluarga; (2) komunikasi dan bimbingan terhadap anak pada usia dini;
(3) komunikasi dan bimbingan belajar pada masa sekolah; (4) fasilitas/koleksi
buku bacaan di rumah; (5) fasilitas HP, komputer, televisi; (6) gender; (7)
hubungan antara keluarga, sekolah, dan masyarakat; dan (8) penggunaan
strategi/model dalam pembelajaran membaca. Dari beberapa faktor di atas, faktor
komunikasi, sosialisasi serta pemanfaatan tata ruang menjadi faktor utama yang
perlu dibenahi di SD Negeri 3 Kalipetir.
Adanya fasilitas buku yang memadai masih belum bisa menarik minat dan
keinginan siswa dalam melakukan gerakan literasi sekolah, semestinya hal ini
dapat dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik melalui sebuah program
sekolah atau bisa dimasukan dalam kurikulum mengingat program literasi ini
termasuk salah satu karakteristik dalam kurikulum merdeka, dimana salah
satunya siswa diharapkan dapat menuju merdeka belajar dalam berliterasi.
DAFTAR PUSTAKA

Fadillah, Muhamad. 2012. Desain pembelajaran PAUD. Yogyakarta: Ar Ruzz Media


Kemdikbud. 2022. Kurikulum Merdeka: Keleluasaan Pendidik dan Pembelajaran
Berkualitas. https://kurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum-merdeka/ Diakses
pada 10 April 2023 pukul 19.10
Nirmala, Sri Dewi. 2022. Problematika Rendahnya Kemampuan Literasi Siswa Di
Sekolah Dasar. Primary: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Volume 11
Nomor 2 April 2022
OECD. 2013. PISA 2012 Assessment and Analytical Framework: Mathematics,
Reading, Science, Problem Solving and Financial Literacy, PISA. Paris:
OECD Publishing
Pengelola web Kemdikbud. 2023. Buku Bacaan Bermutu Tingkatkan Minat
Membaca bagi Anak. https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2023/02/buku-
bacaan-bermutu-tingkatkan-minat-membaca-bagi-anak Diakses pada 10 April
2023 pukul 19.15
Tri, Fajar. 2021. Guru Binar Kurikulum Merdeka: Merdeka Belajar.
https://gurubinar.id/blog/merdekabelajar?blog_id=88#:~:text=Karakteristik
%20Merdeka%20Belajar&text=Fokus%20terhadap%20materi%20esensial
%20sehingga,sesuai%20dengan%20kemampuan%20peserta%20didik Diakses
pada 10 April 2023 pukul 19.00
Soal:
2. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada soal nomor 1, buatlah
rancangan pengembangan kurikulum SD sesuai kebutuhan di lingkungan
Saudara. Paparkan rancangan pengembangan kurikulum tersebut dalam bentuk
draft atau manuskrip artikel.
Jawaban:

IMPLEMENTASI GERAKAN LITERASI MEMBACA MELALUI PINDULIT


Nadia Imti Khaningrum
Direktorat Pascasarjana Pendidikan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

I. Latar Belakang
Literasi tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan untuk saat ini dan
dimasa yang akan datang. Literasi menjadi sarana siswa dalam mengetahui,
mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkannya di sekolah.
Literasi juga terkait dengan kehidupan siswa, baik di rumah, di sekolah, maupun
di lingkungan sekitarnya. Menurut Nurchaili (2016) literasi berperan penting
dalam kehidupan masyarakat pembelajar yang hidup di abad pengetahuan saat
ini. Literasi bukan hanya diartikan sebagai aktivitas membaca dan menulis saja,
tetapi juga mencakup pemahaman pada bidang-bidang tertentu, mampu memilih
dan memilah informasi, berbudaya, serta mampu berkomunikasi dengan baik.
Literasi merupakan sarana untuk mengenal, memahami, dan menerapkan
ilmu yang didapat, baik di bangku sekolah, rumah maupun lingkungan sekitar.
Secara umum literasi dimaknai sebagai aktivitas membaca dan menulis. Namun
dalam Deklarasi Praha tahun 2003 menyebutkan literasi mencakup bagaimana
seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Saat ini, kemampuan literasi lebih
dari membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir dalam
menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, auditori,
dan digital (Sutrianto, dkk., 2016).
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan salah satu program pemerintah
pusat, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. GLS ini merupakan
pengalaman belajar yang masuk dalam kokurikuler sekolah karena lebih
menekankan terhadap konteks permasalahan yang lebih nyata. Kokurikuler
merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk penguatan, pendalaman, atau
pengayaan kegiatan intrakurikuler. Kokurikuler dilaksanakan di luar jam
pelajaran biasa (termasuk waktu libur) serta dapat dilakukan di sekolah ataupun
di luar sekolah untuk menunjang pelaksanaan intrakurikuler. Kokurikuler harus
menunjang langsung intrakurikuler dan kepentingan belajar peserta didik dengan
penekanan pada konteks yang lebih nyata. Jadi, tidak hanya terpaku pada materi-
materi pembelajaran yang terdapat di intrakurikuler. Salah satu kegiatan tersebut
adalah GLS dengan membaca buku non-pelajaran, sebelum waktu belajar
dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik
serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan lebih luas. Saat ini
upaya untuk meningkatkan kesadaran pentingnya membaca yang dilakukan
pemerintah sedang dilakukan di berbagai daerah. Program GLS telah
disosialisasikan ke seluruh sekolah di Indonesia. Selain aktivitas 15 menit
membaca sebelum pelajaran dimulai, terdapat beberapa kegiatan lain dalam
tahapan literasi sekolah yakni membaca senyap (sustained silent reading),
membuat peta cerita, bincang buku, membaca nyaring, membaca terpadu,
menonton film pendek dan kegiatan duta literasi (Kebudayaan, 2017).
Permasalahan literasi merupakan salah satu masalah yang harus mendapat
perhatian khusus oleh bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan dalam beberapa
dekade terakhir ini, daya saing bangsa Indonesia di tengah bangsa-bangsa lain
cenderung kurang kompetitif. Indonesia saat ini berada dalam krisis budaya
literasi. Hasil penelitian lembaga-lembaga survei internasional mengenai literasi
menempatkan Indonesia dalam kategori rendah. Penelitian dilakukan oleh
Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) pada tahun 2011.
PIRLS melakukan kajian terhadap 45 negara maju dan berkembang dalam bidang
membaca pada anak-anak kelas IV sekolah dasar di seluruh dunia di bawah
koordinasi International Association for the Evaluation of Educational
Achievement (IEA) dan memperoleh hasil yang menempatkan Indonesia pada
peringkat ke 42 (Driana, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Programme for
International Students Assessment (PISA) tahun 2012, Indonesia menempati
urutan 71 dari 72 negara. Sedangkan PISA tahun 2015 menempatkan Indonesia
pada peringkat 64 dari 72 negara. Selain itu, realita yang ada dalam masyarakat
hingga saat ini masih menganggap aktivitas membaca hanyalah sebatas kegiatan
untuk menghabiskan waktu (to kill time), bukan kegiatan untuk mengisi waktu
(to full time) dengan sengaja, itu artinya aktivitas membaca belum menjadi
kebiasaan (habit) akan tetapi lebih kepada kegiatan “iseng” semata (Rahman,
2017).
Berdasarkan hasil observasi proses pembelajaran di beberapa kelas rendah
SD Negeri 3 Kalipetir tahun pelajaran 2022/2023 menunjukkan bahwa siswa
masih mengalami kesulitan dalam mebaca baik kata ataupun kalimat dengan
benar, sedangkan pada siswa kelas tinggi kesulitan siswa terjadi pada
kemampuan menentukan tema ataupun ide pokok suatu paragraf. Hasil Asessmen
Nasional Berbasis Komputer (ANBK) pada siswa kelas V tahun 2022 untuk
literasi masih berada di bawah kompetensi minimum dengan hasil 1,77 itu
artinya kurang dari 50% peserta didik telah mencapai kompetensi minimum
untuk literasi membaca. Hal tersebut juga didukung dari pendapat beberapa guru
kelas yang mengeluhkan kesulitan siswa dalam proses pembelajaran saat guru
memberikan soal berbentuk isian dengan bacaan panjang yang memerlukan
penalaran dan pemahaman siswa kesulitan untuk menjawabnya. Kemampuan
tersebut merupakan bagian dari literasi membaca.
Rendahnya literasi membaca siswa diduga karena mayoritas siswa hanya
membaca jika dianggap perlu saja atau karena terpaksa. Siswa belum
menganggap membaca sebagai suatu kebutuhan utama dan penting. Kebanyakan
siswa lebih suka menjadi pendengar yang baik selama pembelajaran berlangsung
sehingga siswa belum dapat menunjukkan eksistensinya untuk berfikir sendiri,
menemukan sendiri, dan memaparkan pemahamannya secara langsung. Hal
tersebut berpengaruh terhadap kemampuan literasi membaca siswa karena
mereka kurang terbiasa menggunakan kemampuan mereka dalam menemukan
dan memahami informasi karena kegiatan membaca sangat berpengaruh terhadap
prestasi belajar siswa. Kemampuan literasi membaca siswa rendah karena siswa
memang jarang dilatih untuk menulis sesuatu yang telah dibaca.
Hasil penelitian (Nirmala: 2022) menemukan bahwa faktor yang menjadi
penyebab rendahnya kemampuan literasi siswa adalah: (1) keadaan sosial
ekonomi keluarga; (2) komunikasi dan bimbingan terhadap anak pada usia dini;
(3) komunikasi dan bimbingan belajar pada masa sekolah; (4) fasilitas/koleksi
buku bacaan di rumah; (5) fasilitas HP, komputer, televisi; (6) gender; (7)
hubungan antara keluarga, sekolah, dan masyarakat; dan (8) penggunaan
strategi/model dalam pembelajaran membaca. Berdasarkan hasil temuan tersebut
dapat direkomendasikan: (1) pemenuhan sarana prasarana penunjang literasi, (2)
pembimbingan intensif terutama dalam kegiatan membaca di rumah, (3)
peningkatan kegiatan GLS, dan (4) penggunaan model pembelajaran membaca
dalam proses pembelajaran di sekolah dasar.
Berdasarkan penelitian tersebut untuk mengatasi permasalahan literasi pada
siswa SD Negeri 3 Kalipetir akan mengembangkan pemenuhan sarana dan
prasaran penunjang literasi dan peningkatan kegitatan Gerakan Literasi di
Sekolah. Dari segi penunjang tempat akan disediakan pojok baca, karena Salah
satu media yang bisa untuk meningkatkan minat tersebut adalah adanya tempat
membaca yang menarik dan nyaman digunakan oleh siswa yang dapat diakses
kapan saja salah satunya adalah pojok baca di setiap sudut kelas atau pojok kelas
yang dihias sedemikan rupa sesuai dengan kesepakatan siswa dan masing-masing
guru kelas sehingga akan meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam
membaca. Pojok Baca merupakan pemanfaatan sudut ruang kelas sebagai tempat
koleksi buku dari para siswa di setiap kelas. Koleksi buku tersebut ditata secara
rapi dan menarik di dalam rak serta pada dinding pojok tersebut diberikan
ornament menarik atau di cat dengan tema tertentu.
Selain adanya tempat yang menarik ialah adanya pemilihan duta literasi pada
masing-masing kelas yang diwakili oleh satu siswa per kelas dalam satu bulan
dimana tugas siswa yang terpilih menjadi duta literasi adalah mengajak teman-
temannya sekaligus mengawasi kegiatan literasi yang dijalankan di kelas masing-
masing. Dalam pelaksanaannya akan diberikan sebuah pin duta litrasi yang
diberikan kepada duta literasi. Sebagai alat monitoring setiap siswa diberikan
kartu baca untuk mencatat buku apa saja yang sudah siswa baca. Program Pin
Duta Literasi (PINDULIT) yang dijalankan di SD Negeri 3 Kalipetir untuk kelas
1 sampai kelas 6 diharapkan mampu meningkatan minat dan motivasi anak dalam
berliterasi.
Program tersebut diharapkan dapat diterima dengan baik oleh siswa dan para wali
kelas , kerana program ini juga meruapakan salah satu ciri dan karater dari kurikulum
merdeka itu sendiri yaitu Fokus pada materi esensial pada sistem pembelajaran
melalui kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi. Program ini dapat dikatakan
berhasil apabila dari hasil observasi yang dilakukan oleh guru dan para wali murid
mencapai nilai presentase 80%. Adapun rangkaian dari PINDULIT sendiri meliputi:
mendiskusikan kepada siswa dan guru kelas mengenai rencana jalannya program
tersebut, kemudian pelantikan siswa sebagai duta literasi sekaligus peresmian
program oleh kepala sekolah, selanjutnya pelaksanaan program PINDULIT pada
masing-masing kelas dan terakhir adalah kegiatan monitoring serta evaluasi terhadap
jalannya program yang dilaksanakan. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis
menerapkan Gerakan literasi dengan melakukan dengan program kurikulum
“Implementasi gerakan literasi membaca melalui PINDULIT”
II. KAJIAN TEORI
A. Gerakan Literasi Sekolah
1. Pengertian Gerakan Literasi Sekolah
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2016) pada buku
panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar menyatakan bahwa
literasi adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan
sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca,
melihat, menyimak, menulis, dan berbicara.
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2016), Dalam
buku Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar menyatakan
bahwa Gerakan Literasi Sekolah merupakan upaya yang dilakukan secara
menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran
yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik.
2. Tahapan Gerakan Literasi Sekolah
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) dilaksanakan secara bertahap dengan
mempertimbangkan kesiapan sekolah di seluruh Indonesia. Kesiapan ini
mencakup kesiapan kapasitas sekolah (ketersediaan fasilitas, bahan
bacaan, sarana, prasarana literasi), kesiapan warga sekolah, dan kesiapan
sistem pendukung lainnya (partisipasi publik, dukungan kelembagaan,
dan perangkat kebijakan yang relevan). GLS SD dilaksanakan dalam tiga
tahap, yaitu tahap pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran.
Tahapan Implementasi Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di sekolah
terdapat 3 tahapan dalam implementasi GLS, tahapan ini bergantung
pada kesiapan tiap-tiap satuan pendidikan bisa berupa kesiapan Kepala
Sekolah, Guru, Staff, siswa dan sarana prasarana penunjang
implementasi GLS seperti fasilitas Perpustakaan ketersediaan bahan
bacaan. Berikut adalah 3 tahapan dalam GLS ( Dewi Utama, 2016)
a. Tahap Pembiasaan.
Pelaksanaan GLS pada tahap pembiasaan membaca melalui
kegiatan yang menyenangkan. Pembiasaan ini bertujuan
menumbuhkan minat terhadap bacaan dan kegiatan membaca
dalam diri warga sekolah khususnya peserta didik.
Penumbuhan minat baca adalah hal fundamental bagi
pengembangan kemampuan literasi peserta didik.
b. Tahap Pengembangan.
Pelaksanaan GLS pada tahap pengembangan minat baca untuk
dapat meningkatkan kemampuan literasi. Kegiatan literasi
pada tahap ini bertujuan mengembangkan kemampuan dalam
memahami bacaan dan menghubungkannya dengan
pengalaman pribadi, berpikir kritis dan mengolah kemampuan
komunikasi secara kreatif melalui kegiatan menanggapi
bacaan pengayaan.
c. Tahap Pembelajaran.
Pelaksanaan GLS pada tahap pembelajaran yang mengacu atau
berbasis literasi. Tahapan ini bertujuan mengembangkan
kemampuan dalam memahami teks dan menghubungkannya
dengan pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah
kemampuan komunikasi secara kreatif. Kegiatan ini dapat
dilakukan melalui kegiatan menanggapi teks buku bacaan
pengayaan dan buku pelajaran di sekolah. Dalam tahap ini ada
tagihan yang sifatnya akademis (terkait dengan mata
pelajaran). Pada tahapan ini, kegiatan membaca bertujuan
untuk mendukung pelaksanaan Kurikulum 2013 dengan
mewajibkan peserta didik untuk membaca buku nonteks
pelajaran.
3. Indikator Penilaian Gerakan Literasi Sekolah
Penelitian ini berfokus pada penilaian pelaksanaan Gerakan Literasi
Sekolah (GLS) berdasarkan indikator yang akan dicapai yang hanya
ditinjau dari tahap pembiasaan, dikarenakan pada tahap
pengembangan dan pembelajaran belum terlaksana dengan maksimal
di SDN 3 Kalipetier. Menurut Kemendikbud (Daulay, 2019: 11)
indikator yang harus dicapai dalam tahap pembiasaan yaitu:
a. Melaksanakan kegiatan 15 membaca yang dilaksanakan setiap
hari.
b. Kegiatan 15 menit membaca telah dilaksanakan selama minimal 1
semester.
c. Siswa memiliki catatan membaca harian.
d. Guru, kepala sekolah, tenaga pendidik menjadi model dalam
kegiatan membaca
e. 15 menit dengan ikut membaca selama kegiatan berlangsung.
f. Ada pepustakaan, sudut baca di tiap kelas, dan area baca yang
nyaman dengan koleksi buku non-pelajaran.
g. Ada berbagai poster kampanye membaca di kelas, koridor,
dan/area lain di sekolah.
h. Ada bahan kaya teks yang terpampang di tiap kelas.
i. Lingkungan yang bersih, sehat, dan kaya teks. Terdapat berbagai
poster tentang
j. pembiasaan hidup bersih, sehat, indah.
k. Sekolah berupaya melibatkan publik (orangtua, alumni, dan
elemen masyarakat) untuk mengembangkan kegiatan literasi
sekolah.
l. Kepala sekolah dan jajarannya berkomitmen melaksanakan dan
mendukung
Menurut Faizah (2016: 23-24) indikator pencapaian pada tahap
pembiasaan sebagai berikut:
a. Ada kegiatan 15 menit membaca:
b. Kegiatan 15 menit membaca dilakukan setiap hari (di awal,
tengah, atau menjelang akhir pelajaran).
c. Buku yang dibacakan kepada atau dibaca oleh siswa dicatat judul
dan nama pengarangnya dalam catatan harian.
d. Guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan lain terlibat dalam
kegiatan 15 menit dengan membacakan buku atau ikut membaca
dalam hati.
e. Ada perpustakaan sekolah atau ruangan khusus untuk menyimpan
buku nonpelajaran.
f. Ada sudut baca kelas di tiap kelas dengan koleksi buku non-
pelajaran.
g. Ada poster-poster kampanye membaca di kelas, koridor, dan area
lain di sekolah.
h. Ada bahan kaya teks di tiap kelas.
i. Kebun sekolah, kantin, dan UKS menjadi lingkungan yang kaya
literasi.
j. Terdapat poster-poster tentang pembiasaan hidup sehat,
kebersihan, dan keindahan di kebun sekolah, kantin dan UKS.
k. Sekolah berupaya untuk melibakan publik (orang tua, alumni, dan
elemen masyarakat lain) untuk mengembangkan kegiatan literasi
sekolah.
Bedasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulakan penelitian ini berfokus
pada penilaian pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah berdasarkan indikator tahap
pembiasaan, yaitu

No Indkator
1 Terdapat kegiatan 15 menit membaca ( membaca nyaring dan membaca
dalam hati
2 Kegiatan 15 menit membaca dilaksanakan setiap hari (di awal, tengah,
atau menjelang akhir pelajaran).
3 Siswa memiliki catatan harian yang berisi judul buku dan nama
pengarang yang telah dibacakan kepada atau dibaca oleh siswa
4 Guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan lain ikut serta dalam
kegiatan 15 menit dengan membacakan buku atau ikut membaca dalam
hati selama kegiatan berlangsung.
5 Ada perpustakaan sekolah, pojok baca di tiap kelas dan area baca
dengen koleksi buku non-pelajaran.
6 Ada poster-poster kampanye membaca di kelas, koridor, dan area lain
di sekolah.
7 Ada bahan kaya teks yang terpampang di tiap kelas.
8 Kebun sekolah, kantin, dan UKS menjadi lingkungan yang bersih,
sehat, kaya literasi. Terdapat poster-poster tentang pembiasaan hidup
sehat, kebersihan, dan keindahan di kebun sekolah, kantin dan UKS.
9 Sekolah berupaya untuk melibakan publik (orang tua, alumni, dan
elemen masyarakat lain) dalam mendukung, melaksanakan dan
mengembangkan kegiatan Gerakan Literasi Sekolah (GLS)

B. Pin Duta Literasi (PINDULIT)


1. Duta Literasi
Penobatan duta literasi sekolah merupakan salah satu program alternatif
untuk memotivasi anak dalam ber-literasi. Melalui duta literasi siswa akan
terlatih unuk memiliki kemampuan kombinasi antara membaca, menulis dan
presentasi. Melalui duta literasi para siswa akan dapat meningkatkan
kemampuan diri dalam bidang akademik dan non akademik. Kemampuan
literasi akan menjadi kemampuan dasar dalam bersosialisasi dan beradaptasi
dalam proses pendewasaan.
Tujuan diselenggarakannya pemilihan duta literasi adalah untuk mencari
siswa yang berprestasi dan dapat menjadi duta literasi di kalangan siswa dan
masyarakat sekolah pada umumnya. Pemenang pemilihan duta literasi
sekolah diharapkan bisa mensosialisasikan dan meningkatkan minat baca
siswa untuk membaca buku dan mengunjungi perpustakaan. Duta literasi
sekolah diharapkan menjadi juru kampanye yang berperan aktif di sekolah
dan masyarakat. Melalui kegiatan ini maka stigma duta literesi sebagai kutu
buku, tidak gaul, dimaknai tdk menarik dan tidak menyenangkan tidak akan
terajdi lagi dimata siswa.
Konsep teman sebaya digunakan untuk merepresentasikan duta literasi karena
duta literasi sendiri diambil dari siswa yang memiliki kriteria yang
dibutuhkan untuk menjadi duta literasi. Duta literasi merupakan sukarelawan
yang melibatkan diri mereka pada aktivitas perpustakaan sekolah dan
dibawah tanggungjawab pustakawan sekolah (IFLA School Libraries, 2015).
Ryan menyebutkan bahwa interaksi yang terjadi diantara siswa dan teman
sebaya mempengaruhi motivasi dan keterlibatan siswa di sekolah. Menurut
Ryan terdapat tiga cara bagi teman sebaya untuk mempengaruhi anak ketika
di sekolah yakni:Information Change, Modelling, dan Reinforcement peer
norms and values(Ryan,2000)
2. Peran Duta Literasi
Peran duta literasi terbagi atas 3 peran yakni information exchange,
modelling dan reinforcement peers norms and value. Pada peran duta literasi
sebagai information exchange, Duta literasi turut membagikan informasi pada
siswa lain dilingkungan sekolah. Informasi membantu siswa menyelesaikan
tugas akademik dan tugas sosial dibandingkan mereka yang tidak
memanfaatkan informasi (Ghilman, Huebner, & Furlong, 2009).
Dalam hubungan pertemanan utamanya di lingkungan sekolah, duta literasi
juga melakukan perannya sebagai modelling. Proses imitasi yang timbul
melalui pengamatan siswa terhadap duta literasi secara perlahan dalam diri
siswa. Keberhasil proses modelling yang dilakukan oleh duta literasi
dikarenakan upaya model didemonstrasikan berulang ulang dan terjadi
disekitar siswa. Hasil yang didapat dari proses tersebut adalah siswa
menerima response efficacy dari duta literasi dan berkeinginan untuk
bertindak sama seperti duta literasi.
Pemberian PIN juga sebagai media yang menunjukan adanya perbedaan
individu dalam sebuah kelompok yang memiliki peran dan tugas khusus
dalam kelompoknya, peran itulah yang diterapkan di setiap kelasnya. Pada
penerapannya PIN yang digunakan dalam program PINDULIT ini adalah
berupa ilustrasi gambar siswa laki-laki dan perempuan yang diberikan tugas
sebagai duta literasi di setiap kelasnya yang bertanggungjawab mengawasi
pelaksanaan program literasi yang dilaksanakan.
Pemberian Pin “Duta Literasi” biasanya diberikan sebagai penghargaan
kepada anak kita yang rajin membaca buku baik di kelas, maupun
diperpustakaan. Namun dalam penerapannya Pin Duta Literasi diberikan agar
siswa belajar untuk bertanggungjawab dalam melaksanakan program, tidak
melihat bahwa siswa tersebut memang rajin membaca atau yang sudah pandai
membaca namun lebih menitikberatkan dengan pemberian pin ini kepada
anak kita guna kedepannya semakin bersemangat lagi untuk membaca, dan
anak yang kurang minat membaca buku akan termotivasi untuk rajin
membaca buku

III.METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Penelitian ini dimaksudkan untuk menguraikan dan
mendeskripsikan implementasi Gerakan Literasi MembacaMelalui Pindulit
Hal ini sesuai dengan pendapat (Denzim dan Lincoln, 1987) dalam Moleong
(2017:6) yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah peneltian yang
menggunakan latar belakang alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena
yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai meode yang
ada. Penelitian kualitatif yang dilakukan oleh peneliti akan menguraikan hasil
dalam bentuk deskripsi dan kata-kata.
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi, wawancara dan dokumentasi untuk pengumpulan data dalam
pelakasaan Gerakan Literasi Sekolah melalui PINDULIT di SDN 3 Kalipetir
Wawancara yang dilakukan dengan kepala sekolah terkait dengan bagaimana
pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah, bagaimana kondisi tahapan
pembiasaan sebelum dan sesudah adanya Gerakan Literasi Sekolah.
Wawancara yang dilakukan dengan guru terkait pelaksanaan pembiasaan
Gerakan Literasi Sekolah pada tahapan pembiasaan dDokumentasi foto
diambil pada saat pelaksanaan kegiatan Gerakan Literasi Sekolah
berlangsung, wawancara dengan kepala sekolah dan guru. Lembar observasi
diisi oleh peneliti dan wali kelas untuk mengetahui bagaimana kondisi siswa
saat pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah.
Moleong (2016:208) yang menyatakan bahwa “instrumen dalam
penelitian kualitatif dapat berupa test, pedoman wawancara, pedoman
observasi, dan kuisioner”. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Menurut
Sugiyono (2016:305) dalam penelitian kualitatif yang menyatakan bahwa
“instrumen kualitatif dapat berupa test, pedoman wawancara, pedoman
observasi, dan kuesioner”. Penulis melakukan pengecekan keabsahan data
dengan menggunakan teknik peningkatan ketekunan, triangulasi,
menggunakan bahan referensi. Peningkatan ketekunan yang dilakukan
peneliti adalah pengamatan atau observasi terhadap perilaku siswa, dan
proses pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah yang ada di SDN Negeri 3
Kalipetir . Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada
sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Dalam penelitian mendatang
bahan referensi yang digunakan adalah script hasil wawancara dengan kepala
sekolah dan guru, script hasil observasi siswa. Dokumentasi foto dan video
saat pelaksanaan
B. Rencana Tahapan pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 3 Kalipetir Kapanewon Pengasih
Kabupaten Kulon Progo pada 16-31 Januari 2023 Adapun matrik pelaksanaan
proses penelitian ini, yaitu:
Tabel 3.1 Matrik Pelaksanaan Proses Penelitian
No. Kegiatan Waktu
1 Observasi Awal 16-17 Januari 2023
2. Menyusun perencanaan bersama Kepala Sekolah 18 Januari 2023
dan Guru Kelas 1-VI
3. Pembuatan Media (Pin Literasi dan Kartu 19 Januari 2023
Kendali Literasi)
4 Jumat Bersih sekaligus Menghias Pojok baca 20 Januari 2023
5. Sosialisai Pindulit dengan siswa dan penyematan 23 Januari 2023
duta literasi
6. Pelaksanaan program pindulit 24-27 Januari 2023
7. Observasi Pelaksanaan Program 24-27 Januari 2023
8. Wawancara Pelaksanakan Program dengan 27 Januari 2023
Kepala Sekolah
7. Pembuataan laporan Evaluasi 30-31 Januari 2023
Sumber : Dokumen peneliti, 2023

C. Populasi dan Sampel Penelitian


Pengertian populasi menurut Arikunto (2010: 173) keseluruhan pada
suatu subjek penelitian. Menurut Harrison (2016: 22) populasi merupakan
kelompok yang memiliki suatu karakteristik yang serupa. Sedangkan menurut
Suryani (2016: 190) populasi merupakan sekelompok orang, kejadian, atau
benda, yang memiliki karakteristik tertentu yang akan dijadikan suatu objek
pada penelitian. Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas I-VI SD Negeri 3 Kalipetir yang berjumlah 56 siswa
Penarikan sampel pada penelitian ini dialukukan dengan teknik total
sampling yakni pengambilan sampel dengan cara mengambil keseluruhan
jumlah populasi. Alasan menggunakan total sampling dikarenakan jumlah
populasi yang tidak terlalu tinggi atau tidak mencapai 100 orang sehingga
peneliti merasa mampu dan sanggup untuk melakukan penelitian dengan
sampel tersebut. Sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini yakni 56
siswa.
D. Tahapan Pelaksanaan PINDULIT
Pelaksanaan PINDULIT memiliki beberapa tahapan yang dilakukan yaitu:
1. Tahap yang pertama adalah Observasi proses literasi di kelas rendah maupun
kelas tinggi. Pada tahap ini guru melakukan wawancara kepada beberapa
siswa mengenai proses kegiatan literasi yang sudah dilakukan, menurut
mereka suasana yang nyaman akan membuat siswa semakin tertarik untuk
membaca buku, selain itu siswa juga mengusulkan untuk buku yang pojok
baca selalu diperbaharui agar siswa tidak cepat bosan, sementara menurut
penuturan guru yang juga diwawancarai perlu adanya pengawasan yang
dilakukan baik secara administratif atau menunjuk siswa sebagai
peanggungjawab tentunya di bantu oleh wali kelas. Hal tersebut juga disetujui
oleh Kepala Sekolah, menurut beliau penunjukan siswa sebagai duta literasi
akan membuat pelaksanaan program dapat berjalan dengan baik karena
pengaruh teman sebaya.
2. Tahap yang kedua adalah Menyusun perencanaan bersama Kepala Sekolah
dan Wali kelas. Dari kegiatan observasi yang sudah dilakukan selanjutnya
berdiskusi dengan kepala sekolah dan rekan guru tentang pentingnya literasi
dan bagaimana program literasi selama ini dapat berhasil. Selain itu
melakukan identifikasi hal-hal yang menarik apa yang dapat menumbuhkan
keaktifan murid untuk melakukan kegiatan literasi. Peneliti juga sudah
menyiapkan beberapa ide seperti penataan ruang baca, penyematan duta
literasi di setiap kelas serta adanya pin yang menunjukan siswa tersebut
sebagai duta literasi, dalam kesempatan ini peneliti memberikan beberapa
contoh desain untuk dapat disetujui oleh peserta rapat, usulan lain adalah
dibuatnya kartu kendali yang berisi buku bacaan yang dibaca serta
tanggal/waktu siswa membaca hal ini juga sebagai data.
3. Tahap yang ketiga adalah pembuatan media pindulit. Media informasi yang
dimaksud adalah berupa pin yang sudah di desain menarik untuk kemudian
disematkan secara bergiliran kepada siswa putra maupun putri. Pembuatan
pin disini membutuhkan waktu 1 hari dari mulai desain dan percetakan
produk, pin disini sebagai symbol bagi siswa yang ditunjuk sebagai duta
literasi.
4. Tahap yang keempat adalah Sosialisasi siswa kelas 1-6 sekaligus penyematan
kepada siswa yang ditunjuk sebagai duta litrasi, dalam sosisalisasi dijelaskan
secara singkat tugas dan kewajiban duta literasi serta tanggungjawabnya
dalam pelaksanaan program, sementara siswa diharapkan untuk mendukung
program tersebut dengan cara aktif dalam melakukan kegiatan baca.
5. Tahap yang kelima adalah Pelaksanaan program pindulit. Kegiatan
pelaksanaan dimulai dari hasil pengamatan wali kelas dan informasi yang
didapatkan dari masing-masing duta literasi, serta perhitungan kartu
kontrol/kendali baca untuk melihat jenis dan jumlah buku yang sudah dibaca
oleh siswa.
E. Kisi-kisi Observasi dan Wawancara
Berikut lampiran observasi yang dilakukan oleh penulis dan guru dalam
proses kegiatan Gerakan Literasi membaca di Sekolah
No Subjek Indkator Ya Tidak
Observasi
1 Siswa Terdapat kegiatan 15 menit
membaca ( membaca nyaring
dan membaca dalam hati
2 Kegiatan 15 menit membaca
dilaksanakan setiap hari (di
awal, tengah,
atau menjelang akhir
pelajaran).
3 Siswa memiliki catatan
harian yang berisi judul buku
dan nama
pengarang yang telah
dibacakan kepada atau
dibaca oleh siswa
5 Lingkungan Ada perpustakaan sekolah,
Kelas dan pojok baca di tiap kelas dan
Sekolah area baca
dengen koleksi buku non-
pelajaran.
6 Ada poster-poster kampanye
membaca di kelas, koridor,
dan area lain
di sekolah.
7 Ada bahan kaya teks yang
terpampang di tiap kelas.
Kisi-kisi wawancara yang dilakukan oleh guru kepada Kepala Sekolah
No Indkator Pertanyaan Wawancara
1 Guru, kepala sekolah, dan tenaga 1. Apakah semua guru sudah
kependidikan lain ikut serta dalam melaksanakan kegiatan 15 menit
kegiatan 15 menit dengan dengan membacakan buku atau
membacakan buku atau ikut ikut membaca dalam
membaca dalam hati selama kegiatan
hati selama kegiatan berlangsung. berlangsung?
2. Apakah maanfat dari program
tersebut bagi guru itu sendiri?
2 Kebun sekolah, kantin, dan UKS 1. Apa yang akan dilakukan
menjadi lingkungan yang bersih, oleh Kepala Sekolah untuk
sehat, kaya literasi. Terdapat poster- dapat menciptakan kondisi
poster tentang pembiasaan hidup tersebut ?
sehat, kebersihan, dan keindahan di 2. Apa dampak yang dirasakan
kebun sekolah, kantin dan UKS. oleh siswa dan guru dengan
adanya kegiatan tersebut?
3 Sekolah berupaya untuk melibakan Bagaimana upaya yang
publik (orang tua, alumni, dan dilakukan kepala sekolah dalam
elemen masyarakat lain) dalam melibatkan berbagai pihak
mendukung, melaksanakan dan untuk mengembangkan Gerakan
mengembangkan kegiatan Gerakan Literasi Sekolah?
Literasi Sekolah (GLS)

F. Indikator Keberhasilan
Pada pelaksanaan program ini, indikator keberhasilan peserta didik menggunakan
sistem Penilaian Acuan Patokan (PAP), yakni harus batas lulus purposive
(ditentukan berdasarkan kriteria tertentu). Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah
penilaian yang diacukan kepada tujuan intruksional yang harus dikuasai oleh
peserta didik. Dengan demikian, derajat keberhasilan peserta didik dibandingkan
dengan tujuan yang seharusnya dicapai, bukan dibandingkan dengan rata-rata
kelompok. Biasanya keberhasilan peserta didik ditentukan kriterianya, yakni
berkisar antara 75- 80% dari tujuan atau nilai yang seharusnya dicapai. Kurang
dari kriteria ersebut dinyatakan belum berhasil. ( Nana Sudjana, 2005) Indikator
keberhasilan memiliki rumus yaitu :

Jumlah Skor
Proses nilai rata-rata (NR) = Skor Maksimum x 100 %

BAB IV
PENUTUP

Kurikulum yang telah disusun kami jadikan sebagai pedoman dalam mencapai
tujuan pendidikan di SD Negeri 3 Kalipetir. Adapun isi kurikulum yang telah disusun
disesuaikan dengan kondisi peserta didik, sekolah, dan lingkungan Kapanewon
Pengasih pada khususnya dan di wilayah Kabupaten Kulon Progo pada umumnya
dengan tidak mengurangi Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang telah
ditetapkan pada tahun 2022/2023.
Deskripsi tersebut sangat seusai dengan sifat kurikulum yang seyogyanya dapat
beradaptasi dengan permasalahan yang muncul, salah satunya mengenai rendahnya
literasi membaca bagi siswa. Meskipun masih dalam tahap yang wajar namun jika
tidak segera ditangani dikhawatirkan budaya membaca siswa akan menurun hal ini
tentunya sangat bertolak belakang dengan melimpahnya sumber bacaan yang ada di
sekolah, oleh sebab itu penulis membuat sebuah program kurikulum untuk dapat
mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan program Pin Duta Literasi.
Dalam pelaksanaannnya ada beberapa tahapan yang melibatkan seluruh warga
sekolah mulai dari kepala sekolah, wali kelas, siswa dan wali murid. Hal ini tentunya
sangat lah positif karena keberhasilan suatu program dapat di dukung oleh berbagai
pihak dan dapat sebagai bahan evaluasi dan pengawasan apabila kedepannya
ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan tujuan awal program tersebut.
Harapan kami kurikulum yang telah disusun dapat menjadi sarana sekolah untuk
meningkatkan kualitas peserta didik. Selain itu, kurikulum ini menjadi acuan dalam
mengembangkan potensi, minat, bakat yang dimiliki peserta didik secara optimal
sehingga meluluskan insan berpendidikan yang unggul dan berakhlak mulia.
Kurikulum ini bersifat flaksibel dan dinamis, maka hal-hal lain yang merupakan
ide dan gagasan seluruh stakeholder selama pelaksanaan Kurikulum ini akan tetap
diperhatikan, untuk kedepan dijadikan sebagai bahan masukan demi penyempurnaan
dan perbaikan Kurikulum khususnya dan pelaksanaan pendidikan di SD Negeri 3
Kalipetir pada umumnya, baik dari segi input, proses, maupun outputnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yunus dan Tita Mulyati. 2017. Pembelajaran Literasi: Strategi


Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematika, Sains, Membaca, dan
Menulis. Yogyakarta. Bumi Aksara.
Driana, Erlin. 2012. Gawat Darurat Pendidikan.
https://nasional.kompas.com/read/2012/12/14/02344589/about.html?page=all
Diakses pada tanggal 10 April 2023 pukul 20.00
Faizah, Dewi Utama, dkk. 2016. Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah
Dasar. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ghilman, R., Huebner, E. S., & Furlong, M. J. 2009. Handbook of Positive
Psychology in Schools. New York: Routledge.
Nirmala, Sri Dewi. 2022. Problematika Rendahnya Kemampuan Literasi Siswa Di
Sekolah Dasar. Primary: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Volume 11
Nomor 2 April 2022
Nurchaili. 2016. Menumbuhkan budaya literasi melalui buku digital. Jurnal
Madrasah Aliyah Negeri Darussalam Kabupaten Aceh Besar. Vol 8 No 2.
Melani, Sri. 2016. Literasi informasi dalam praktek sosial. Jurnal: Iqra’ Volume 10
No.02.
Rahman, R. 2017. Kecakapan Literasi di Sekolah Dasar. Bandung: UPI
Rosa Gitaria, “Gerakan Literasi Sekolah: Sudah Siapkah Pustakawan.?”. Jurnal
Pustaka: Sriwijaya, Vol VI No 8
Ryan, A. M. 2000. Peer Groups as a Context for the Socialization of Adolescents'
Motivation, Engagement, and Achievement in School.
https://doi.org/10.1207/S15326985EP3502_4 Diakses pada tanggal 10 April
2023 pukul 20.05
Sutrianto, dkk. 2016. Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Atas.
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Wiedarti, Pangesti dkk. 2016. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Anda mungkin juga menyukai