Anda di halaman 1dari 5

BERHENTI MEMBULLY

(Markus 15: 16-20a).

Membully (Ingris=Bullying), bukan lagi jadi kata yang asing. Setiap orang
tanpa sadar atau dengan sadar pasti pernah mengalami atau menjadi pelaku bully.
Bully adalah perilaku negatif yang dilakukan oleh seseorang dengan sadar atau
sengaja terhadap orang lain yang nampak dalam bentuk menakuti, menindas,
mengintimidasi, melukai, menyakiti, melecehkan, menghina, caci-maki dan lain-lain.
Perilaku bully ini bisa terjadi dan dialami seseorang baik di sekolah, di kantor, di
gereja, di rumah, di dunia maya dan di banyak tempat. Bisa nampak dalam bentuk
fisik dan verbal.

Dampak dari Bully sangat besar bagi hidup seseorang. seseorang bisa
mengalami depresi, cemas, sedih, kesepian, hilang tujuan hidup, gangguan
kesehatan fisik dan mental bahkan dapat memilih mengakhiri hidup dengan cara
bunuh diri.

Ternyata perilaku bully bukan baru terjadi di zaman modern ini. Sejak zaman
dahulu, perilaku bully sudah terjadi. Dalam Alkitab PL, ada perilaku bully dialami
para Nabi. Nabi Elisa, saat berada di Betel di bully oleh anak-anak dengan kata-kata
yang melecehkannya melalui dengan kata-kata: Naiklah Botak, naiklah botak (II
Raja-Raja 23-25). Alkitab PB mencatat perilaku bully, bukan saja dialami para murid
tapi dialami juga oleh Yesus. Dalam karya pelayanan Yesus, mewartakan kabar baik
tentang Kerajaan Allah, Yesus mengalami bully yang hebat. Bahkan bully itu
mengiring perjalanan hidupnya menuju Salib dan kematian.

Injil Markus mencatat, setelah Yesus ditangkap dan diadili di hadapan


Mahkama Agama dan di hadapan Pilatus, Yesus diserahkan untuk dihukum. Pilatus
yang takut pada tekanan masa dan takut kehilangan kekuasaan memilih
menyerahkan Yesus yang tidak bersalah untuk dihukum. Dalam teks bacaan, ayat
16-20, memberi kesaksian betapa sikap prajurit Romawi membully Yesus untuk
menghancurkan fisik dan mental Yesus. Sikap para prajurit Romawi membully Yesus
itu nampak melalui beberapa hal:

1
Pertama, Menanggalkan pakaian Yesus dan mengenakan jubah ungu pada Yesus
(Ay 17a; Band. Luk 27: 28,31).

Menanggalkan pakaian Yesus berarti tindakan menelanjangi Yesus. Dalam


budaya Israel, menelanjangi seseorang adalah perbuatan untuk mempermalukan.
Ini tindakan membully Yesus dengan sengaja untuk memermalukan Yesus di depan
umum. Yohanes Calvin, melihat tindakan menelanjangi Yesus dengan berkata: Oleh
karena dosa mestinya manusia dibuat telanjang dan malu tapi Yesus anak Allah
dilepas pakaian-Nya dan telanjang supaya manusia dapat kehormatan di hadapan
Allah.

Tindakan membully Yesus tidak berhenti pada menanggalkan pakaian-Nya,


tindakan membully itu berlanjut dengan cara mengenakan jubah ungu pada Yesus.
Jubah ungu adalah simbol kebesaran. Namun mengenakan jubah ungu pada Yesus
bukan karena pengakuan sebagai Raja tapi sebagai tanda penghinaan. Hal itu nyata,
pada ayat 20a. Jubah ungu itu dibuka kembali dan pakaian Yesus dikenakan
kembali.

Kedua, Mengenyam dan menaruh mahkota duri di kepala Yesus (ay 17b; Band. Luk
27:29a).

Seorang Raja berhak mengenakan mahkota di kepalanya. Tapi bagi Yesus,


bukan mahkota Raja dikenakan di kepala-Nya melainkan mahkota duri yang
menancap, menusuk kepala Yesus. Tindakan merendahkan dan menyakiti secara
fisik. Kepala-Nya tertikam duri. Tanda keagungan Yesus dilecehkan dan penderitaan
Yesus semakin dalam sebab mahkota duri semakin menusuk dalam kepala Yesus.

Ketiga, Berlutut di hadapan Yesus, menyembah dan memberi salam sebagai Raja
orang Yahudi (ay 18, 19c.; Band. Luk 27: 29b,c).

Pada zaman dahulu seorang raja diberi salam dengan cara berlutut. Para
prajurit Roma berlutut dan menyembah Yesus sebagai. Penghormatan yang pura-
pura sebagai lelucon untuk mengolok-olok kebesaran dan kemahakuasaan Yesus.
Berpura-pura tunduk dan menyembah Yesus tapi pada saat yang sama memberi diri
mengejek dan melecehkan Yesus.

2
Empat, Memukul kepala Yesus dengan buluh (ay 19a).

Lukas 27:29b memberi kesaksian, para prajurit Romawi memberi pada Yesus
sebatang buluh di tangan kanan-Nya. Dan Markus mencatat, Buluh itu diambil dan
dipukul di kepala Yesus. Buluh yang diberikan di tangan kanan Yesus dianggap
sebagai tanda mahkota Kerajaan Yesus. Lalu mahkota Kerajaan itu dipakai untuk
memukul kepala Yesus. Ini merupakan bentuk celaan terhadap kebesaran Yesus.

Lima, meludahi Yesus (ay 19b; Band. Luk 27:30a).

Seorang hamba biasanya bersumpah setia kepada Raja dengan cara mencium
sebagai tanda hormat. Di hadapan Yesus, bukan ciuman tanda kesetiaan tapi
meludahi-Nya. Tindakan ini adalah bentuk penghinaan yang sangat merendahkan
harga diri seseorang di kalangan masyarakat Yahudi. Di kalangan masyarakat
Yahudi, jika seorang meludahi wajah anaknya atau wajah sesama maka harga diri
seseorang sudah jatuh pada titik nol. Lalu sang anak atau orang yang diludahi harus
dikucilkan selama tujuh (70 hari. Anak atau orang tersebut harus hidup terasing,
jauh dari sanak saudara, ada dalam kesendirian, kesunyian dan kesepian hidup.
Terkadang orang lebih memilih mati dari pada hidup tanpa harga diri.

Yesus diludahi wajah-Nya, tanda harga dan kehormatan diri dibuat begitu
rendah, tidak berarti apa-apa di hadapan banyak orang. Tindakan ini dilakukan
untuk mempercepat tingkat depresi Yesus dan bila perlu mempercepat jalan
kematian Yesus yang dianggap sebagai penjahat atau tokoh kriminal.

Tindakan prajurit Romawi membully Yesus terus berlangsung sampai pada


peristiwa penyaliban. Dan tindakan membully ini mendatangkan derita yang utuh
pada Yesus. Tubuh dan mental. Yesus begitu menderita dan merasa begitu
tergoncang jiwa-Nya sampai Yesus merasa seolah-olah Ia ditinggalkan Bapa-Nya
(Markus 15:34).

Bagaimana reaksi Yesus menghadapi tindakan bully para prajurit Romawi ?


Yesus tidak membalas atau membela diri. Yesus diam dan pasrah menerima
semua tindakan bully tersebut. Sikap Yesus ini bukan sebagai bentuk ketidak-

3
berdayaan atau bentuk kehilangan kuasa dan kemuliaan. Bukan pula sebagai bentuk
penerimaan dan pembenaran atas segala tindakan membully.

Yesus sebagai putera Allah tetap memiliki kuasa dan kemuliaan pada diri-Nya.
Ia tidak mau memakai kuasa dan kemuliaan-Nya sebagai Anak Allah untuk
menghancurkan para musuh yang membully demi kuasa dan kemuliaan diri-Nya.
Yesus rela menerima semua perbuatan membully diri-Nya, agar rencana dan
kehendak Allah yang menyelamatkan manusia digenapi. Ia rela dihina, direndahkan,
diolok-olok, dilukai supaya manausia diselamatkan. Yohanes Calvin bilang: Kalau
Yesus pakai kuasa-Nya untuk menghancurkan perilaku jahat musuh dan selamatkan
diri-Nya, manusia tidak akan selamat. Manusia pasti binasa.

Yesus tidak membela diri, tapi belajar taat dan vokus pada Salib yang
semakin mendekat, karena Ia tahu Allah jadi pembela-Nya dan Ia akan jadi
pemenang atas segala kejahatan, derita daan kematian. Sikap Yesus itu adalah
tindakan yang suci dan mulia. Dalam ketaatan pada kehendak Allah, Yesus tidak saja
beri diri jadi KORBAN tapi juga KURBAN persembahan yang berkenan kepada Allah.

Derita dan kematian Yesus di kayu Salib bukan sekedar jadi KORBAN bully
(kekerasan, hinaan, pelecehan dll). Sebab kalau hanya sekedar jadi korban, Yesus
tidak dapat menyelamatkan manusia. Yesus hanyalah menderita dan mati karena
kesewenang-wenangan orang lain (prajurit romawi). Yesus selain KORBAN (Victim),
Ia juga KURBAN (Sacrifece). Fungsi kurban adalah untuk penebusan dosa.

Allah di dalam Yesus Kristus mau berkorban dan berkurban untuk manusia
yang tidak berdaya karena perbuatan dosa guna menebus dan menyelamatkan.
Dan tindakan itu (kerelaan berkorban dan berkurban) adalah tindakan yang
berkenan kepada Allah. Penulis Kitab Ibrani memberi kesaksian, bahwa Dia yang
untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari dari malaikat-malaikat
yaitu Yesus, kita lihat yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan
kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi
semua manusia (Ibrani 2:9).

Markus lewat narasi teks 15:16-20a, hendak memberi pesan bagi kita
bahwa:

4
Pertama, Yesus adalah pribadi yang penuh kasih dan cinta damai.

Ia berkehendak agar semua orang yang mengikuti-Nya sebagai murid Kristus


hidup dalam cinta kasih dan damai. Sikap diam Yesus bukan upaya pasrah dan
menerima kekerasan yang terjadi. Sikap diam Yesus selain karena mengerti akan
rencana penyelamatan Allah juga mengandung makna kekerasan tidak boleh dibalas
dengan kekerasan. Dalam kerelaan-Nya menerima kekerasan, Ia menghendaki
kekerasan cukup dialami diri-Nya jangan lagi terjadi antara sesama manusia. Ia
memperlihatkan sikap damai dalam situasi konflik, tertekan dan teraniaya supaya
kasih dan damai itu terwujud dalam hidup. Ia berkata: Berbahagialah orang yang
membawa damai karena mereka akan disebut anak-anak Allah (Mat 5:9).

Kedua, Berhentilah membully.

Tindakan membulli hanyalah melahirkan korban dan penderitaan bagi


sesama. Setiap tindakan bully di rumah, kantor, sekolah, gereja, masyarakat dan
lain-lain harus dihentikan. Kita perlu waspada, tidak mudah terprovokasi, berpikir
bijak dan matang sebelum berkata dan bertindak serta tidak mudah ikut arus.
Lakukan sesuatu untuk memutus mata rantai kekerasan dengan berkata tidak
terhadap kekerasan dan berlaku baik terhadap yang jahat. Benahi kata-kata dan
perilaku kita. Setiap kata dan tindakan kita kepada orang lain memiliki kemungkinan
untuk meninggalkan jejak traumatis dalam diri mereka. Untuk itu bijaklah dalam
berkata-kata dan bertindak dalam relasi dengan sesama.

Ingatlah selalu, setiap kata dan tindakan kita, jadi bukti kualitas bersekutu
(Ber-Koinonia) dan bersaksi (Ber-Marturia) kita selaku Murid Kristus di tengah-
tengah dunia ini. diri kita dengan sesama dan dengan Yesus Kristus yang kita Imani
sebagai Tuhan dan Juruselamat hidup.

Anda mungkin juga menyukai