Kepedihan yang dirasakan Yesus bukan saja menerpa tubuh jasmani-Nya, tetapi perasaan hati
Yesus pun harus menderita. Olok-olokan sepanjang jalan saat Dia memikul salib-Nya sampai
kepada tertancapnya paku di kayu salib. “Selamatkanlah diri-Mu, jikalau Engkau Anak Allah”
(Matius 27:40) suatu olokan yang didasari dari perkataan Yesus pada saat Dia menyucikan Bait
Allah dan mengusir pedagang-pedagang dari Bait Allah (Yohanes 2:19). Menarik untuk
diperhatikan bahwa nampaknya mereka itu adalah para pendengar yang menyimpan perkataan
Yesus dalam hidupnya. Hanya saja, ketika mereka mendengar, mereka menyimpan perkataan
Yesus itu dalam makna yang berbeda. Perkataan Yesus itu digunakan mereka untuk mengolok-
olok Yesus. Lalu apa yang dilakukan Yesus kepada mereka? Apa balasan Yesus kepada mereka
semua yang mengolok-olok Dia? Sakit dibalas dengan kesakitan juga? Dia tidak membalasnya
dengan kesakitan tapi dengan pengampunan, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak
tahu apa yang mereka perbuat” (Lukas 23:34). Sikap keteladanan, mengampuni, memaafkan
bahkan memberikan harapan kehidupan dengan mendoakan agar mereka yang membenci,
mencela bahkan menyiksaNya memperoleh keselamatan menjadi teladan Yesus Kristus bagi
kita.
Selamat Paskah!
Renungan ini akan dimulai dengan mengajak bapa/mama jemaat Tuhan untuk menjawab secara
jujur tiga pertanyaan berikut ini, yakni: Pertama, sudah berapa kali anda merayakannya di
sepanjang kehidupan menjadi pengikut Kristus?; Kedua, apakah terjadi transformasi yang berarti
dalam setiap momen perayaan yang anda lakukan?; Terakhir, mengapa anda merayakan Paskah?
Ketiga pertanyaan tersebut hendaknya menjadi pancingan bagi setiap pembaca untuk
menggumuli tentang nilai kesadaran iman dalam merayakan Paskah, kebangkitan Sang
Juruselamat.
Bapa/mama jemaat Tuhan, Kebangkitan Yesus semestinya menjadi sebuah kabar yang
menggembirakan bagi para murid-Nya. Namun, kondisi yang muncul pada Yohanes 20:1-8
justru menampilkan respons yang berbeda pada diri para murid. Alih-alih mengalami sukacita
yang besar, mereka justru dipenuhi dengan kebingungan atas ketiadaan jenazah sang Guru. Kata
‘percaya’ yang dialami oleh salah seorang murid pada ayat 8 pun tidak ditujukan pada
kebangkitan Yesus, melainkan berita atas ketiadaan jenazah Yesus seperti yang diberitakan oleh
Maria Magdalena. Penyebab kebingungan pada diri para murid Yesus sebenarnya dijelaskan
secara eksplisit oleh narator injil Yohanes, yaitu karena ketidakmampuan mereka dalam
memahami berita kebangkitan Yesus Kristus seperti yang tertera pada Kitab Suci.
Bapa/mama jemaat Tuhan, Pada hari ini kita merayakan sebuah momen penuh harap, yakni
kebangkitan Yesus Kristus dari kematian. Bagi setiap orang yang sudah menjadi seorang
pengikut Kristus sejak masa kanak-kanak, tentu sudah tidak asing dengan beragam bentuk ritus
dan perayaan atas kebangkitan Yesus Kristus. Namun, sebagai seorang beriman kita juga perlu
memahami bahwa kualitas iman tidak akan terbentuk secara otomatis beriringan dengan
banyaknya angka melakukan ritus maupun perayaan tersebut. Diperlukan upaya yang penuh
makna dan penyadaran atas pemahaman terhadap peristiwa kebangkitan Yesus Kristus, jika
seorang percaya ingin benar-benar merespons kebangkitan-Nya secara tepat, bertanggung jawab
dan penuh dampak.
Tanpa pemahaman yang begitu personal dan pengenalan yang utuh atas peristiwa kebangkitan
Yesus, perayaan kebangkitan-Nya hanyalah menjadi sebuah acara kosong bagi iman seorang
umat TUHAN. Status yang kita miliki sebagai seorang pengikut Kristus juga tidak secara
otomatis menghadirkan kepekaan iman dan kesadaran pemahaman atas nilai kebangkitan
Kristus. Hal ini sudah terbukti melalui perikop Yohanes 20:1-8 yang memperlihatkan
kebingungan para murid Yesus terhadap kebangkitan sang Guru. Hal ini semestinya cukup
menjadi bukti bahwa status sebagai ‘murid Yesus’ ternyata tidak serta-merta menghasilkan
kepekaan iman dan kesadaran pemahaman terhadap peristiwa tersebut.
Bapa/mama jemaat Tuhan, Meski demikian, transformasi dan perkembangan iman dapat terus
terjadi bagi setiap orang yang ingin berproses di dalam kebangkitan sang Kristus. Misalnya saja,
Petrus dalam Yohanes 20:1-8 sudah mengalami perkembangan iman seperti yang muncul dalam
Kisah Para Rasul 10. Iman Petrus yang bertransformasi ini tidak hanya membawa perubahan
signifikan bagi dirinya secara personal, melainkan juga memberikan dampak yang begitu masif
pada setiap anggota jemaat yang ia layani. Bahkan, Petrus dapat memberikan pengajaran
pemahaman beriman yang jauh lebih luas dan menyeluruh mengenai nilai keselamatan yang
begitu universal berlaku, bukan hanya untuk segelintir identitas, melainkan bagi seluruh dunia.
Petrus yang tadinya kebingungan atas ketiadaan sang Guru di dalam kubur, kini menjadi seorang
percaya yang mampu berkata, “Yesus itu telah dibangkitkan Allah pada hari yang ketiga…dan Ia
telah menugaskan kami memberitakan kepada seluruh bangsa dan bersaksi, bahwa Dialah yang
ditentukan Allah menjadi Hakim atas orang-orang hidup dan orang-orang mati.” Oleh sebab itu,
marilah kita rayakan kebangkitan Yesus Kristus sebagai sebuah momen untuk transformasi iman
seiring dengan hidupnya Sang Juruselamat.
Pertanyaan Refleksi
Bagaimana sikap hidup yang mampu Bapa/mama jemaat Tuhan lakukan dan kamu anggap perlu
diwujudkan sebagai bentuk penghayatan penuh hormat serta kasih terhadap kematian Yesus
Kristus?