Anda di halaman 1dari 38

KEMATIAN YESUS MEMBAWA

KESELAMATAN
YOHANES 19:16-37

Triduum Persiapan Paskah Hari II


“Mengapa Allah menyembunyikan wajah-Nya
‘pada saat yang paling kritis’… seakan dengan
sukarela menyerah pada hukum alam yang buta,
tuli, dan tidak memiliki belas kasihan?
(Fyodor Dostoyevsky, pengarang, filsuf, jurnalis
Rusia)

06/09/2023
Ungkapan di atas memang terasa sangat getir,
mempersoalkan sikap Allah yang dirasakan membiarkan
kepahitan penderitaan terjadi. Penderitaan yang dapat
disebabkan oleh berbagai hal di dalam kehidupan manusia.
Hal-hal yang alamiah (berkait dengan interaksi manusia
dengan alam) seperti pandemi, bencana alam dan juga oleh
ketidakadilan dan penindasan manusia atas sesamanya.
06/09/2023
Bagaimana mungkin Allah yang adalah Sang
Kasih membiarkan penderitaan yang tidak
berbelas kasihan mendera manusia dan
memisahkan orang-orang dari mereka yang
sangat disayangi, oleh kematian?! Mengapa
Allah diam, nampak bagai menyembunyikan
wajah-Nya dari kenyataan derita dan duka yang
menimpa orang-orang yang dikasihi-Nya?
Apakah ada kebaikan di balik itu? 06/09/2023
Merenungkan tentang kematian memang bukan hal
yang menyenangkan meskipun kematian merupakan
sebuah kenyataan hidup tak terelakkan yang harus
manusia hadapi dan alami. Buku-buku biografi
orang-orang yang disebut “tokoh ternama”, tidak
banyak yang mengisi lebih dari sepuluh persen
halamannya untuk membahas topik kematian sang
tokoh. Sebaliknya, Injil memenuhi sepertiga isinya
dengan kisah Minggu terakhir kehidupan Yesus
sampai memuncak pada sengsara dan kematian-Nya.
06/09/2023
Dari keempat Injil, hanya dua di antaranya yang
menuliskan peristiwa kelahiran Yesus dan keempat Injil
menuliskan cukup singkat tentang kebangkitan-Nya.
Dapat dikatakan, Injil: Matius, Markus, Lukas, Yohanes,
melihat kematian sebagai pusat misteri Yesus. Kematian
Yesus yang begitu memilukan dan memalukan, sebab
siksaan dan pelecehan yang dialami-Nya, menjadi Kabar
Baik (Injil) tentang keselamatan, pendamaian dan
penyatuan yang sesungguhnya: menyeluruh, tuntas, baka.
06/09/2023
Sebuah nyanyian pengharapan dalam Yesaya 52:13-
53:12 ditujukan bagi orang-orang Yehuda (Kerajaan Israel
Selatan) yang sedang dalam pembuangan di Babel. Mereka
merasa hancur, tanpa harapan, penuh penyesalan dan rasa
malu karena telah membelakangi Tuhan. Mereka merasa
tidak layak dan tidak berani berharap kepada Tuhan.
Nyanyian mengenai “Hamba Tuhan” ini hendak
meyakinkan dan menguatkan umat bahwa Tuhan tidak
meninggalkan mereka, sekalipun mereka membelakangi
dan meninggalkan Tuhan di masa lalu hidup mereka.­
06/09/2023
Dari derita penghukuman sebagaimana disampaikan dalam Yesaya
50, umat diantar untuk memahami derita penebusan yang ditimpakan
kepada hamba Tuhan tersebut (Yesaya 52 dan 53). Penebusan
terhadap umat yang berdosa, dilakukan melalui jalan penderitaan
yang dialami sang hamba Tuhan. Tergambar jelas betapa
menyakitkan derita yang dialami sang hamba Tuhan dalam
mengerjakan karya penebusan dosa. Keberadaan Sang hamba Tuhan
tidak diperhitungkan sama sekali oleh siapapun, dia diabaikan,
bahkan ditolak. Umat (manusia) yang lebih memikirkan dan
mengedepankan kepentingan masing-masing (Yes. 53:6), tidak peduli
terhadap hal yang sedang Allah kerjakan di dalam diri hamba Tuhan
yang menderita itu yakni karya penebusan! 06/09/2023
Meski demikian, Allah tetap mengerjakan karya penebusan bagi
umat. Sang hamba Tuhan yang menderita, dalam sengsaranya yang
amat sangat, akan menunjukkan kebobrokan moral kaum penguasa,
yang mengingkari janji untuk memberi belas kasihan dan keadilan
serta kedamaian. Sebaliknya, sang hamba Tuhan yang melaksanakan
karya penebusan yang merupakan kehendak Allah, ia adalah seorang
yang benar dan adil. Sebagai ‘yang benar dan adil’ (Ibrani: tsaddiq)
sang hamba Tuhan itu bukannya menghakimi atau menghukum
umat yang memberontak dengan kekuatan Allah, melainkan akan
membenarkan umat, memulihkan, membuat umat dapat bersikap
benar dan adil. (Yes. 53:11). Hal tersebut terjadi hanya melalui jalan
derita dan nista yang ditanggung oleh sang hamba Tuhan. 06/09/2023
Dalam Mazmur 22 memberi banyak bahan bagi peristiwa Yesus, sebab
memang Mazmur ini membentangkan sekaligus sebuah tragedi penderitaan
dalam kesendirian dan kesepian serta kegemilangan pengharapan dan
kemenangan iman yang menuntun pada pengalaman akan keselamatan yang dari
Allah, yang menjangkau tidak hanya Israel melainkan bangsa-bangsa dunia.
Mazmur 22 ini senada dengan nyanyian hamba Tuhan yang menderita di
dalam Yesaya 52-53, sebab tidak melihat penderitaan berhenti pada penderitaan
itu sendiri melainkan berlanjut kepada ‘buah’ yang begitu manis, yang
dihasilkan dari penderitaan tersebut.

06/09/2023
Mazmur 22 ini terasa ‘nyambung’ dengan penderitaan dan aniaya
yang dialami Yesus, sebagaimana dituliskan dalam keempat Injil, hal
tersebut memang dapat mengarahkan kita pada pemahaman maupun
penafsiran bahwa Yesus ketika berseru “Allah-Ku, Allah-Ku,
mengapa Engkau meninggalkan Aku?”, Dia seperti hendak
mengingatkan orang-orang yang dikasihi-Nya yang ada di bawah
salib, tentang Mazmur 22 ini. Ya, mengingatkan dan meneguhkan
mereka untuk tidak terpaku pada kenyataan penderitaan itu sendiri
melainkan pada kemenangan karya keselamatan yang membawa
pengharapan bagi bangsa-bangsa, melalui penderitaan yang amat
sangat, yang dialami oleh Yesus.

06/09/2023
Sedangkan dalam Ibrani 10: 16-25 merupakan bagian yang
menghubungkan secara historis, pengurbanan Kristus di salib dengan
ritual kurban di masa Perjanjian Lama. Kristus adalah kurban yang
sempurna dan mutlak, yang menggenapi maksud dan tujuan ritual
kurban di masa Perjanjian Lama serta tubuh-Nya yang disalibkan itu
menjadi Bait Allah. Oleh karena itu, peristiwa Yesus di dalam
penyaliban-Nya, membuat umat tidak perlu lagi mempersembahkan
kurban sebagaimana umat Allah di masa Perjanjian Lama.
Keberadaan Bait Allah yang melambangkan kehadiran Allah di
tengah umat-Nya, dengan demikian juga tidak diperlukan lagi sebab
Kristus sendiri dengan sempurna menyatakan Allah yang sepenuhnya
berkenan hadir dan tinggal diam bersama umat-Nya. 06/09/2023
Buah dari kehadiran dan pengurbanan Yesus itu berupa: undangan
bagi orang percaya untuk hidup dalam persekutuan dan kesatuan
dengan menghayati salib Kristus yang mendamaikan manusia dengan
Allah dan dengan sesama. Peristiwa penyaliban Yesus berulang-ulang
memanggil orang berdosa untuk mendekat kepada Allah, di dalam
keyakinan iman yang teguh. Orang yang menyambut undangan dari
Allah itu akan hidup saling mendukung dan menguatkan, diinspirasikan
oleh Kristus yang disalibkan, yang mendorong orang hidup dalam kasih
dan perbuatan baik, di tengah kehidupan yang sementara di dunia ini.
Dengan memahami kesementaraan hidup di dunia, orang percaya diajak
untuk terus mengarahkan hidupnya pada keabadian sehingga segala hal
yang dikerjakan di dunia ini semata-mata hal yang bermakna, yang
mengedepankan kasih Allah yang kekal abadi. 06/09/2023
Penulis Injil Yohanes menampilkan sosok Pilatus mewakili orang-
orang yang meletakkan kesetiannya pada kesejahteraan pribadi. Bahkan
ketika Pilatus berusaha melepaskan Yesus dari hukuman, itu pun
dilakukannya bukan karena ingin bersikap adil melainkan karena
Pilatus tidak ingin meragukan statusnya sendiri. Pilatus ingin dipandang
baik oleh semua pihak agar dengan demikian dinilai telah
mengupayakan keamanan dan ketenteraman bagi semua penduduk di
wilayah kekuasaannya. Pilatus mewakili seluruh umat manusia yang
berusaha berhadapan dengan Yesus yang menyatakan Allah, tanpa
kehilangan keamanan dan kewibawaan duniawi. Bukankah sikap
Pilatus itu dilandasi oleh rasa aman, kebesaran dan kejayaan yang
semu?!
06/09/2023
Pilatus kehilangan kedaulatan untuk memutuskan apa yang benar dan baik untuk
dilakukan sebab semua yang dilakukannya didasarkan pada usaha untuk membuat pihak
lain menilainya baik, demi kelanggengan kekuasaan duniawi yang fana.
Sebaliknya dengan Yesus. Lihatlah Yesus memikul salib-Nya sendiri ke tempat
penghukuman! Penulis Injil Yohanes dengan itu menyampaikan tentang peran kedaulatan
Yesus di dalam penyaliban-Nya. Yesus disalibkan bukan sebagai akibat dari perbuatan-
Nya melainkan hal itu sepenuhnya ada di dalam otoritas-Nya. Yesus tidak sendirian
dalam penyaliban-Nya itu. Ada dua orang lainnya namun hanya di atas kepala Yesus
diberi pengumuman: “Yesus Orang Nazaret, Raja Orang Yahudi”, dituliskan dalam tiga
bahasa mencakup seluruh dunia. Dengan demikian Pilatus tanpa sadar mengungkapkan
makna sesungguhnya dari penyaliban Yesus itu. Raja sejati umat manusia dimuliakan.
06/09/2023
Pada ayat 24, bagian Mazmur 22 disampaikan untuk mengundang pembaca
menelusuri tuturan tentang penyaliban Yesus dan ke mana arah penyaliban itu,
sebagaimana syair pada bagian ujung Mazmur 22: kemenangan penuh bagi
mereka yang percaya dan rahmat Allah disampaikan kepada bangsa-bangsa!
Rahmat Allah dinyatakan dengan begitu mengharukan, manakala Yesus
dalam keadaan sekarat, berpesan kepada murid yang dikasihi-Nya untuk
menjaga ibu-Nya. Pesan itu adalah ucapan pertama Yesus yang dikatakan-Nya
dari atas salib. Dengan demikian Injil Yohanes menegaskan tentang ketuhanan
Yesus yang berdaulat, yang bahkan di tengah-tengah penderitaan-Nya, tidak
pernah dikompromikan.
06/09/2023
Setelah itu, Yesus tahu bahwa saat itulah tindakan akhir untuk
memenuhi penyataan Allah dan Yesus di sana untuk menegaskan
kerinduan-Nya yang penuh untuk menggenapi kehendak Bapa-
Nya. “Aku haus”, kata Yesus menegaskan kerinduan hati-Nya
itu. Kemudian Yesus mengucapkan perkataan yang mewakili
semua ketaatan karena kasih sempurna kepada Sang Bapa,
“Sudah selesai.” Penderitaan dan kematian Yesus adalah
tindakan terakhir Yesus yang menegaskan Dia tetap setia pada
Bapa-Nya. Dengan kematian-Nya, Yesus menyelesaikan rencana
Allah: menyatakan kasih yang agung, dalam peninggian-Nya
sebagai Tuhan dan Raja, di kayu salib.
06/09/2023
Bagian berikutnya di dalam Yohanes 19:31-37 memaparkan
penegasan penulis Injil Yohanes bahwa Yesus benar-benar mati. Oleh
karena ketuhanan Yesus yang berdaulat, jangan sampai salah
dimengerti bahwa seolah-olah kematian-Nya hanya tindakan pura-
pura. Dengan menguraikan hal-hal sebagaimana ayat 31-37, Injil
Yohanes menegaskan bahwa kematian Yesus sungguh terjadi.

06/09/2023
Suatu hal ironis disampaikan penulis Injil Yohanes ketika
menggambarkan betapa para pemimpin agama Yahudi dengan
terburu-buru berusaha menyelesaikan urusan penyaliban itu sebelum
hari Sabat tiba yang ditandai dengan terbenamnya matahari.
Tindakan mematahkan kaki dan terkadang bagian tulang lainnya
pada tubuh orang yang disalibkan adalah sebuah cara mempercepat
kematian. Bahwa kaki Yesus tidak dipatahkan, menunjukkan bahwa
Yesus telah mati dan lebih dipastikan lagi dengan penikaman tombak
ke lambung Yesus. Pada akhirnya, kepastian kematian Yesus itu
ditegaskan oleh perkataan seorang saksi mata (ayat 35).
06/09/2023
Untuk Kita Renungkan
Manusia seringkali meletakkan kesetiaan pada kesejahteraan
atau kenyamanan pribadi. Ketenteraman dan kebesaran duniawi
menjadi dasar keputusan dan tindakan. Hal-hal itu telah
membuat kehidupan manusia dipenuhi ketidakadilan karena
keserakahan, kemiskinan karena ketidakpedulian, pertikaian
karena egosentrisme. Sementara itu, bencana yang terjadi dari
luar diri manusia baik bencana alam, pandemi maupun dampak
perubahan iklim, membutuhkan kerjasama dan persatuan yang
baik untuk mengatasinya.
06/09/2023
Kerjasama dan persatuan yang baik hanya mungkin
terjadi ketika manusia menyadari dan menghayati keagungan
cinta kasih Allah, yang telah dinyatakan secara sempurna
oleh Yesus Kristus yang memberikan Diri-Nya sebagai
kurban yang sempurna dan mutlak. Sebagaimana halnya
sang hamba Tuhan yang tidak dianggap, ditolak dan disakiti,
sesuai berita di dalam kitab Yesaya pasal 52-53, Yesus
Kristus mengalami hal itu dan penuh setia serta ketaatan
menanggungnya untuk menyelesaikan kehendak Bapa-Nya
yaitu mewujudkan penebusan dan bukan penghukuman.
06/09/2023
Yesus rela mengalami semua derita dan kesakitan, kematian
dalam kondisi dinista agar pendamaian yang sejati dan abadi
menjadi bagian hidup yang dialami sepenuhnya oleh manusia.
Kematian Kristus di salib merupakan jawaban Allah atas
penderitaan kita: Allah tidak membiarkan manusia sendirian dalam
penderitaannya, Dia ikut menderita bersama manusia. Kematian
Kristus di salib merupakan tindakan kasih Allah merengkuh manusia
yang mengalami penderitaan untuk bersama-sama menghadapi dan
menanggung penderitaan. Rekonsiliasi dan persatuan akan membuat
manusia mampu menghadapi dan mengatasi penderitaan bahkan
menemukan kebaikan-kebaikan dari hal itu.
06/09/2023
Jumat Agung yang akan kita peringati, mengantar kita untuk menghayati jawaban
Allah yang penuh kasih sayang kepada kita yang seringkali bertanya-tanya tentang
derita dan nestapa. Jumat Agung yang memperingati kematian Sang Anak Tunggal
Allah, menyampaikan berita pengharapan bagi kita, yang terkadang juga dilanda
perasaan takut untuk berharap, lelah untuk berharap, sebagaimana umat Yehuda
dalam pembuangan di Babel mengalami itu.
Momen Jumat Agung adalah saat kita mengingat kematian Tuhan Yesus Kristus,
menyampaikan berita belarasa Allah bagi semua insan berdosa yang mengalami
penderitaan di dunia bahwa Allah tidak menjaga jarak terhadap penderitaan dan
kematian yang menyengsarakan dan mendukakan manusia. Allah tidak hanya
mendengar tangis dan jerit manusia dalam derita yang dialami.
06/09/2023
Allah tidak hanya melihat air mata yang tumpah, nyawa yang
meregang dan jeritan yang memilukan, jauh di sana dari tahta-Nya di
sorga, melainkan Allah sendiri masuk ke dalam kenyataan derita
bahkan mengalami kematian yang sesungguhnya. Yesus Kristus, Sang
Firman Allah yang menjadi manusia, Anak Allah yang Tunggal,
mengalami keterpisahan dengan Sang Bapa! Dia yang sejak kekekalan
ada di dalam persekutuan kasih sempurna, di dalam kesatuan dengan
Bapa dan Roh Kudus, harus mengalami keterpisahan yang sangat
menyakitkan itu. Dia yang adalah Sang Kehidupan, memilih untuk
mengalami kematian, sebagaimana dialami manusia ciptaan-Nya.
Manakala kita menangisi kekasih hati kita: orang tua, saudara dan
sahabat yang meninggalkan kita, Allah sungguh mengerti tangisan dan
rasa kehilangan itu… 06/09/2023
Meski demikian, lihatlah, bahkan dalam derita dan kesakitan,
Yesus tetap menyatakan rahmat Allah dengan begitu mengharukan.
Manakala Yesus dalam keadaan sekarat, berpesan kepada murid yang
dikasihi-Nya untuk menjaga ibu-Nya. Pesan itu adalah ucapan
pertama Yesus yang dikatakan-Nya dari atas salib (Yoh. 19:26-27).
Dengan demikian Injil Yohanes menegaskan tentang kasih Yesus
yang berdaulat, yang bahkan di tengah-tengah penderitaan-Nya,
tidak pernah dikompromikan. Manusia, sebagaimana diwakili oleh
sosok Pilatus, seringkali bertindak dan mengambil keputusan dengan
menjadikan kepentingan diri sendiri, sejahtera dan rasa aman diri
sendiri, sebagai dasar.
06/09/2023
Yesus Kristus, menyatakan kasih secara penuh bahkan
dengan mengurbankan Diri-Nya sendiri! Yesus tidak
menghakimi apalagi menghukum orang-orang berdosa yang
menghujat-Nya. Dia justru menyampaikan penebusan,
menuntaskan karya penebusan yang merupakan kehendak
Allah. Dia adalah yang benar dan adil. Sebagai ‘yang benar dan
adil’ (Ibrani: tsaddiq) Yesus, yang bagaikan sang hamba Tuhan
yang menderita (Yes 52 & 53), bukannya menghakimi atau
menghukum umat yang memberontak, dengan kekuatan Allah,
melainkan akan membenarkan umat, memulihkan, membuat
umat dapat bersikap benar dan adil. (Yes. 53:11).
06/09/2023
Melalui penderitaan-Nya, Yesus akan membawa manusia
memahami apa artinya kasih, anugerah pengampunan dan
pendamaian yang sejati. Kristus sendiri dengan sempurna
menyatakan Allah yang sepenuhnya berkenan hadir dan tinggal
diam bersama umat-Nya, juga bahkan di dalam penderitaan dan
sengsara. Buah dari kehadiran dan pengorbanan Yesus itu berupa
undangan bagi orang percaya untuk hidup dalam persekutuan dan
kesatuan dengan menghayati salib Kristus yang mendamaikan
manusia dengan Allah dan dengan sesama. Penyaliban Yesus
berulang-ulang memanggil orang berdosa untuk mendekat
kepada Allah, di dalam keyakinan iman yang teguh.
06/09/2023
Orang yang menyambut undangan dari Allah itu akan hidup
saling mendukung dan menguatkan, berbagi tangisan dan air
mata, diinspirasikan oleh Kristus yang memberi Diri-Nya untuk
disalibkan, yang mendorong orang hidup dalam kasih dan
perbuatan baik, di tengah kehidupan yang sementara di dunia
ini. Kehidupan yang diwarnai derita oleh karena bencana di
luar kuasa kita manusia maupun bencana yang terjadi karena
sikap serakah dan jumawa kita. Kehidupan yang demikian itu,
hanya akan menggilas umat manusia dalam nestapa bahkan
putus asa apabila setiap orang dibiarkan atau saling
membiarkan dan meninggalkan sesamanya dalam sengsara.
06/09/2023
Allah dalam Kristus Yesus, melalui kematian-Nya
mendamaikan dan mempersatukan kita agar hidup
sebagai sesama yang hadir untuk saling menguatkan
dan menopang di dalam menghadapi kenyataan-
kenyataan hidup yang tidak selalu manis. Kita
melakukan itu tidak sendirian, sebab Allah hadir
menemani kita, ikut mengalami duka dan tangis kita.

06/09/2023
“Jangan tanyakan bagaimana Ia telah mati, tapi
renungkanlah bagaimana Ia hidup dan menghidupi kita”
Setiap mata akan memandang lesuh akan Dia yang
tergantung pada salib itu, setiap otak akan berpikir tentang
cara Ia mati, dan setiap hati akan merenung tentang apa artinya
kematian Sang Kehidupan atau Sang Sumber Kehidupan demi
kita.
Hanya satu pernyataan yang bisa kita buat untuk
melukiskan semua kesedihan hati kita saat memandang salib
Yesus yakni; “Sungguh, Ia telah mati untuk kita”
06/09/2023
Kisah kematian-Nya telah direnungkan setiap saat,
bahkan setiap Jumat Agung peristiwa ini dirayakan
dengan berbagai cara, tapi kesan yang muncul di hati
kita tetap menjadi baru karena Ia telah mati untuk kita
masing-masing. Kesedihan pasti merenggut setiap hati
yang merenungkan tentang kematian-Nya yang
mengerikan itu, tapi sesungguhnya Jumat Agung bukan
hanya semata tentang kesedihan dan kedukaan tentang
kematian Yesus melainkan tentang kehidupan-Nya dan
keselamatan kita. 06/09/2023
Hidup-Nya sungguh singkat tapi apa yang diperbuat-
Nya sungguh melampaui waktu hidup-Nya. Apa yang
diperbuat-Nya tetap dikenang oleh setiap generasi dari
masa ke masa, karena memang kehidupan-Nya adalah
sebuah pewartaan tentang belas kasih Allah kepada
manusia. Apa rahasianya? Jangan tanyakan tentang
bagaimana Ia telah mati, tetapi bagaimana Ia mengisi
kehidupan-Nya yang singkat itu sehingga menjadi
berkat bagi orang lain, bagi kita.
06/09/2023
Pada Jumat Agung tidak sedikit dari kita menangis, apalagi ketika
penghormatan salib entah apa yang membuat kita menangis barangkali
berbeda-beda, barangkali pada saat itu kita tersadar bahwa karena dosa-
dosa kita, yang membuat Ia harus tetap tergantung di salib itu, tapi
permenungan kita tidak selamanya tentang sebuah peristiwa kematian,
melainkan tentang kehidupan.
Kematian akan menjemput kita suatu waktu kiranya menjadi sesuatu
yang pasti, dan tidak ada seorang manusia pun yang bisa mengelaknya.
Oleh karena itu, jika hari ini Yesus mati dan menyebabkan duka nestapa
bagi setiap hati, maka semuanya bukan tentang kenapa Ia harus mati
tapi bagaimana Ia telah hidup sehingga menjadi kenangan indah bagi
semua orang, termasuk dan khususnya bagi kita.
06/09/2023
“Marilah kita menghitung mundur waktu hidup kita
mulai dari hari ini. Anggaplah hari ini adalah hari
pertama dari  sisa hari  hidup yang diberikan oleh
Tuhan kepadamu.” 
Jangan pernah berpikir tentang bagaimana caranya
Anda akan mati, tetapi tanyakanlah kepada dirimu,
bagaimana Anda telah hidup dalam kurun waktu yang
Tuhan telah berikan kepadamu sehingga mulai saat ini
Anda akan menata kembali kehidupanmu.
06/09/2023
Akhirnya, aku mengingatkan kembali
bahwa “sungguh, Yesus telah mati untuk para
saudari dan aku. Ia telah mati untuk kita semua agar
dengan kematian-Nya, para saudari dan aku bisa
memperoleh kehidupan (keselamatan).”
Jika Ia telah mati agar kita hidup, maka marilah di
sisa waktu hidup ini, kita pun merangkai kehidupan
kita dengan cinta dan perbuatan baik.
06/09/2023
Semuanya bukan demi menorehkan sebuah kenangan
indah dalam hati dan pikiran generasi yang akan
datang, tetapi demi keselamatan kita masing-masing.
Ingatlah bahwa Ia telah mati untuk kita, maka
hendaklah kita hidup bukan saja untuk diri kita sendiri
melainkan juga untuk orang lain.
Semoga saja hidup kita menjadi sumber inspirasi bagi
orang lain sehingga mereka pun menatap kehidupan
mereka sesuai dengan Firman Tuhan. 
06/09/2023
Pertanyaan Refleksi
◦ Apa yang Makna Kematian Yesus untuk Para Saudari ?
◦ Apakah Kita Sungguh sudah Menerima Dia sebagai Sang
Juru Selamat ?
◦ Apa yang Sudah Para Saudari Lakukan untuk Menata
Hidup kembali sebagai Wujud dari Pertobatan?

06/09/2023
Pace e Bene

Anda mungkin juga menyukai