Anda di halaman 1dari 4

Penanganan perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan

oleh oknum Pegawai Kejaksaan.


• Pendahuluan
Gibson (1997) menyatakan kepemimpinan adalah suatu upaya penggunaan jenis-
jenis pengaruh bukan paksaan untuk memotivasi orang mencapai tujuan. Hal
senada juga disampaikan oleh Subarino (2011), bahwa kepemimpinan juga
melibatkan pengaruh. Menurutnya kepemimpinan adalah suatu proses yang
melibatkan pengaruh, terjadi dalam konteks individu atau kelompok, dan melibatkan
pencapaian tujuan. Pengaruh yang dipakai oleh pemimpin kepada orang lain
tersebut dapat dikatakan merupakan hal-hal yang dapat memberikan persetujuan
orang lain untuk mengikuti dan membantu tujuan dari seorang pemimpin, tentunya
secara keseluruhan tujuan tersebut merupakan hal yang dibawa oleh pemimpin
tersebut berdasarkan pengetahuan dan kesadarannya dalam meraih keinginannya.
Keinginan pemimpin pada saat ini haruslah dapat tergambar dan terukur sehingga
keinginan pemimpin bisa dikatakan merupakan keinginan pemberi kuasa atau
kewenangan terhadap pemimpin tersebut, diIndonesia keinginan pemimpin harus
berlandaskan Pancasila dan UUD NRI 1945 serta segala peraturan perundangan
yang mengikat sang Pemimpin, sehingga kesewenangan keinginan seorang
pemimpin dapat dihilangkan karena pemimpin saat ini hanya menjalankan
sebagaimana yang tertuang dalam Pancasila dan UUD NRI 1945 dan peraturan
perundangan yang berlaku yang merupakan manifestasi keinginan seluruh bangsa
Indonesia sejak berdiri pada tanggal 17 Agustus 1945 sampai dengan sekarang
yang merupakan arah pembangunan Negara Republik Indonesia.
Ketiga pegawai Kejaksaan Negeri Bandar Lampung yakni L (bendahara
pengeluaran), B (Kaur Kepegawaian, Keuangan dan PNBP), serta S (operator
SIMAK, pembuat daftar gaji) menurut Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati
Lampung Hutamrin, ketiganya sudah ditetapkan menjadi tersangka atas dugaan
korupsi uang tunjungan kinerja (tukin) hingga Rp 4,12 miliar. "Dari hasil penyidikan
tindakan yang dilakukan oleh ketiga orang ini mengarah pada tindak pidana korupsi,"
kata Hutamrin di Kejati Lampung, Senin (20/2/2023)
(https://regional.kompas.com/read/2023/02/20/171127178/diduga-korupsi-uang-
tukin-rp-41-miliar-3-pegawai-kejaksaan-lampung-tidak?page=all. Diakses tanggal 26
Maret 2023 jam 22.12).
Senin, 20 Maret 2023 sekira pukul 13.00 wita, telah dilaksanakan serah terima
tersangka dan barang bukti (Tahap II) oknum Jaksa pada Kejaksaan Tinggi NTB
yang diduga melakukan tindak pidana menerima gratifikasi yang dilakukan oleh
pegawai negeri atau penyelenggara negara, Tahap II dilakukan oleh Penyidik
Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi NTB kepada Penuntut Umum dan terhadap
Oknum jaksa EP ditetapkan menjadi tersangka karena diduga menerima gratifikasi
penerimaan pegawai CPNS/CASN tahun 2020/2021 dan yang menjadi korban ada
sekitar 9 orang dengan total uang yang diterima tersangka kurang lebih sebesar Rp.
765.000 (tujuh ratus enam puluh lima juta rupiah) modus yang digunakan oleh
Oknum Jaksa EP adalah dengan cara para korban diimingi-imingi akan dibantu
luluskan sebagai CPNS/CASN di Kejaksaan dan Kemenkumham tahun 2020/2021
(https://kejati-ntb.kejaksaan.go.id/2023/03/20/penyidik-pidana-khusus-kejaksaan-
tinggi-ntb-melakukan-serah-terima-tersangka-dan-barang-bukti-tahap-ii-oknum-
jaksa-inisial-ep-pada-kejaksaan-tinggi-ntb-ke-penuntut-umum/ diakses tanggal 26
Maret 2023 jam 21.44 WITA).
Dalam menangani perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum
pegawai kejaksaan tersebut menurut penulis adalah merupakan ketegasan pimpinan
dalam menindak perbuatan yang menyimpang dari orang yang dipimpinnya dalam
suatu proses yang melibatkan pengaruh, terjadi dalam konteks individu atau
kelompok, dan melibatkan pencapaian tujuan.

• Analisis masalah
Kepemimpinan dapat memberikan dampak langsung kepada kualitas moral dan
penyelenggaraan pelayanan lembaga atau organisasi (Finkelstein and Hambrick,
1996; Trevino et al., 1998; Ciulla, 1995, dalam Petric, Joseph A, and Quinn, John F,
2001). Memberikan penghargaan terhadap prestasi merupakan hal yang sangat
perlu dalam menjalankan roda organisasi, prestasi yang membantu organisasi
dalam mencapai tujuan organisasi tersebut juga perlu diapresiasi karena akan
berdampak anggota organisasi lain akan semangat dalam bekerja dan berkontribusi
dalam organisasi untuk memajukan dan mengharumkan organisasi tersebut
sehingga mendapatkan kepercayaan masyarakat/stakeholder dan tidak mendapat
stigma yang buruk oleh masyarakat/stakeholder, karena penilaian dan kepuasan
masyarakat/stakeholder adalah salah satu indikator suatu organisasi telah
menjalankan amanat Pancasila dan UUD NRI 1945, yaitu salah satunya tujuan
untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Apabila pelayanan yang diberikan oleh organisasi kepada masyarakat/stakeholder
memuaskan maka menurut penulis akan berimbas rasa keadilan sosial
dimasyarakat yang terpuaskan, begitupun apabila ada perbuatan yang menyimpang
di dalam suatu organisasi, maka pada saat ini sudah sangat sulit untuk menutupinya
dan masyarakat akan cepat memberikan stigma buruk apabila lambat ditangani.
Sudah barang tentu dalam penanganan pihak internal yang melakukan pelanggaran
akan melalui proses pengawasan terlebih dahulu, sehingga pimpinan satker akan
menggunakan mekanisme tersebut guna mencoba menyelesaikan permasalahan
tersebut, karena melibatkan pihak ketiga yang dirugikan maka diupayakan untuk
sang oknum memulihkan kerugian yang diderita pihak ketiga, namun apabila oknum
tidak ada itikad baik untuk melakukan hal tersebut barulah mekanisme pidana
diberlakukan, dalam proses ini sudah pasti dipertimbangkan berbagai hal yang
menguntungkan organisasi maupun yang merugikan organisasi.Se mua proses yang
dilakukan pimpinan satker tersebut pun dilakukan dengan melaporkan semua proses
kepada Jaksa Agung Republik Indonesia.
Dampak yang terasa kepada seluruh pegawai mereka akan selalu berhati-hati dalam
malaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, namun perlu juga diperhatikan
Pimpinan yang berintegritas dan akuntabel secara tidak langsung akan memberikan
teladan bagi lingkungan kerja di mana Dia berada. Bila pimpinan tidak memiliki
integritas dan akuntabilitas yang baik, akan berdampak sebaliknya. Dari sudut
pandang stakeholder dan pengguna layanan, seorang pemimpin yang berintegritas
tinggi akan lebih mudah merespon kekhawatiran stakeholder dan pengguna layanan
dengan keputusan yang baik, kebijakan yang sehat, dan keinginan untuk selalu
mempertahankan kualitas layanan terbaik ((Litz, 1996; Driscoll and Hoffmann, 1999,
dalam Petric, Joseph A, and Quinn, John F, 2001).

• Peran kepemimpinan yang perlu dilakukan dalam mengatasi masalah/kendala


tersebut
Seorang pemimpin harus beretika, berintegritas yang diterapkan dengan sungguh-
sungguh menjadi cerminan dari sikap bela negara yang diwujudkan dalam bentuk
sesuai dengan profesi setiap individu. Dalam hubungan sebagai ASN seorang
pemimpin selain menerapkan Etika dan integritas dengan sungguh-sungguh dalam
melaksanakan kepemimpinannnya juga menularkan penerapan etika dan integritas
tersebut kepada bawahannya sehingga menjadi cerminan dari sikap bela negara
yang diwujudkan dalam bentuk sesuai dengan profesi setiap masing-masing
pegawai, menggunakan Pancasila sebagai kendali atas setiap langkah yang
dilakukan pegawai dalam menjalankan setiap tugasnya, khususnya nilai sila kelima,
“keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” menjadi pedoman untuk melayani
setiap warga tanpa pandang suku, ras, atau agama. Melayani mereka sesuai
dengan tugas, pokok, dan fungsi ASN menjadi perwujudan integritas dalam
melaksanakan tugas yang berlandaskan Pancasila.
Kepemimpinan dapat memberikan dampak langsung kepada kualitas moral dan
penyelenggaraan pelayanan lembaga atau organisasi (Finkelstein and Hambrick,
1996; Trevino et al., 1998; Ciulla, 1995, dalam Petric, Joseph A, and Quinn, John F,
2001). Sebagai pemimpin, peluang untuk memaksimalkan perubahan kualitas
layanan public, mentalitas ASN baru dari Core Value ASN sangat perlu dilakukan
dengan sepenuh hati.

Anda mungkin juga menyukai