Anda di halaman 1dari 16

KARYA ILMIAH

TENTANG

PENDIDIKAN MORAL SEBAGAI BINGKAI PEMBENTUK


CALON PENDIDIK BERKARAKTER
KUAT DAN CERDAS

Disusun Oleh :

Nama : 1. Sulistia Warni


2. Yori Anasta
Kelas : XI IIS3

SMA NEGERI 1 BUNTU PANE


T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunian-Nya sehingga Makalah yng berjudul ”Pendidikan Moral
Sebagai Bingkai Pembentuk Calon Pendidik Berkarakter Kuat dan Cerdas” ini dapat
diselesaikan dengan baik. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Lapaoran ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan kami
sendiri khususnya.

Buntu Pane, 01 Maret 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Kondisi Moral Mahasiswa sebagai Calon Pendidik 3
B. Pentingnya Pendidikan Moral sebagai Upaya Pembentuk Karakter Seorang
Pendidik 4
C. Solusi Pendidikan Moral terkait dengan pembentuk karakter Seorang
Pendidik 6
BAB III PENUTUP 12
A. Kesimpulan 12
B. Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa melalui
bimbingan yang optimal terhadap anak-anak (peserta didik) dengan tujuan ke arah
pendewasaan. Maksudnya adalah pendidikan itu harus merupakan suatu usaha sadar,
memiliki makna bahwa pendidikan diselenggarakan dengan rencana yang matang, mantap,
sistemik, menyeluruh, berjenjang berdasarkan pemikiran yang rasional objektif disertai
dengan kaidah untuk kepentingan masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya. Dan dalam
pendidikan itu harus adanya unsur kesengajaan dalam penerapannya. Pendidikan tidak akan
bermakna atau berhasil dengan baik kalau dilaksanakan dengan main-main tanpa keseriusan
atau kesadaran dalam penyelenggaraannya.
Selain itu, pendidikan itu dilakukan oleh orang dewasa. Dewasa di sini bukan hanya dari
segi usia, tetapi dewasa dalam artian yang luas, yang meliputi pengetahuan, keahlian, sikap
dan tingkah laku. Mustahil pendidikan dapat dilakukan oleh orang yang tidak berilmu, atau
tidak mempunyai suatu pengetahuan atau keahlian tertentu. Dan pelaku pendidikan harus
mempunyai sikap dan tingkah laku yang dapat dijadikan teladan oleh peserta didiknya.
Dalam melaksanakan suatu proses pendidikan haruslah dilakukan dengan bimbingan
yang optimal oleh pendidik terhadap peserta didik. Bimbingan yang dimaksud dimaknai
sebagai pemberian bantuan, arahan, petunjuk, nasihat, penyuluhan, dan motivasi yang
diberikan kepada peserta didik dalam menghadapi masalah-masalah yang mungkin timbul
dalam mengembangkan kemampuannya. Cara yang terbaik ditempuh adalah dengan jalan
memberikan pengertian dan kasih sayang kepada peserta didik. Dengan bimbingan yang baik
makna pendidikan akan lebih dirasakan oleh peserta didik. Dan yang tak kalah pentingnya
adalah bahwa pendidikan harus mempunyai tujuan yang jelas atau tujuan yang ingin dicapai
yaitu untuk mengembangkan kemampuan atau potensi individu peserta didik sehingga
bermanfaat untuk kepentingan hidupnya di masa yang akan datang, baik fisik, intelektual,
emosional, sosial, moral dan spiritual.
Tujuan pendidikan ke arah pendewasaan. Maksudnya di sini adalah ke arah pembentukan
kepribadian manusia, yaitu pengembangan manusia sebagai makhluk individu, makhluk
sosial, makhluk susila, dan makhluk religius. Jadi pendidikan itu harus mampu/bercita-cita
menjadikan manusia (perserta didik) menjadi manusia yang mempunyai kepribadian yang

1
baik, mampu beriteraksi dengan sesama, bersusila, dan memiliki nilai-nilai keagamaan dalam
kehidupannya.
Kesempurnaan penciptaan manusia dibanding makhluk ciptaan Tuhan lainnya
adalah adanya bekal cipta, rasa dan karsa. Kesempurnaan fisik yang dianugerahkan,
kecerdasan otak dan bersemayamnya hati dalam diri kita, sepatutnya disyukuri. Adanya
bekal yang tidak perlu dibeli itu, akan berkembang positif bila diolah berdasarkan
keinginan dan kemauan untuk belajar. Menilik hal tersebut, guru yang ”digugu lan ditiru”
harus ingat dengan tugasnya sebagai pendidik profesional. Tidak hanya cerdas dalam
penguasaan materi, terampilnya berkomunikasi dan berinteraksi, tetapi jangan menyisihkan
kecerdasan moral yang akan menjadi cermin siswa dalam berperilaku. Karenanya, kita
menyusun karya ilmiah dengan judul ”Pendidikan Moral Sebagai Bingkai Pembentuk Calon
Pendidik Berkarakter Kuat Dan Cerdas” sebagai langkah mencerdaskan moral calon
pendidik kita.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka kami merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana kondisi moral mahasiswa sebagai calon pendidik?
2. Seberapa penting pendidikan moral dalam upaya pembentukan karakter seorang
pendidik?
3. Bagaimana solusi pendidikan moral terkait pembentukan karakter kuat sebagai
penyeimbang pendidikan akal (cerdas)?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini antara lain:
1. Menjelaskan pentingnya pendidikan moral sebagai salah satu alternatif pembentukan
karakter yang kuat bagi seorang calon pendidik.
2. Mendeskripsikan dan menjelaskan metode pendidikan moral, yang ditawarkan
sebagai salah satu upaya pembentukan karakter seorang pendidik.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kondisi Moral Mahasiswa sebagai Calon Pendidik


“...kampus Universitas Nusa Cendan (UNDANA) Kupang kembali mengalami prahara.
Sekitar pukul 10.00 Wita, kalangan sivita akademika Undana Kupang terutama di Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan jalan Adisucipto, Penfui dikejutkan dengan peristiwa tawuran
antar mahasiswa Fakultas Saindan Teknik (FST) dengan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP).”
“...tugas akhir mahasiswa baik dalam bentuk paper atau dalam bentuk penelitian skripsi
bukan menjadi sebuah maha karya bagi sang mahasisiwa melainkan menjadi mega proyek
bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.”
Mahasiswa juga berperilaku tidak jauh dari siswa. Sepertinya kebiasaan mencontek telah
terdidik saat mereka masih sebagai siswa...
Seks bebas sudah menjadi suatu bentuk pergaulan yang lumrah bagi sebagian mahasiswa
Yogyakarta. Mereka menganggap seks bukan lagi sesuatu yang tabu untuk dilakukan,
meskipun tanpa ikatan pernikahan yang sah. Beberapa hal yang menarik, seks bebas nampak
juga tidak berkorelasi positif dengan konsumsi narkoba.[7]
Dari beberapa kutipan artikel di atas, dapat dilihat bahwa kondisi moral mahasiswa
sebagai calon pendidik perlu mendapat perhatian, sebab akan menentukan nasib dan masa
depan mereka serta kelangsungan hidup bangsa Indonesia pada umumnya. Dapat dikatakan
bahwa penanggulangan terhadap masalah-masalah moral mahasiswa merupakan salah satu
penentu masa depan mereka dan bangsanya. Hal ini juga menunjukkan terjadinya
ketidakseimbangan antara pengembangan pendidikan hati (moral) dan akal (kecerdasan) yang
secara nyata melekat pada manusia.
Segala kekalutan yang dihadapi anak bangsa saat ini merupakan akibat kumulatif dari
kesalahan-kesalahan dalam mengambil keputusan politik oleh generasi-generasi yang telah
lalu. Karena kesalahan-kesalahan tadi tidak segera terkoreksi, maka akhirnya menumpuk
menjadi angkaian persoalan yang tidak terselesaikan dan menimbulkan krisis.[8]
Sebagaimana kita ketahui, anak dan remaja mengembangkan norma-norma baru karena
adanya interaksi dengan orang lain. Pentingnya interaksi sosial ini bagi perkembangan moral
terletak pada kontinuitas, organisasi, kompleksitas stimulasi sosial yang dihadapkan
kepadanya. Bagi mahasiswa yang di rumah dan lingkungannya tiak ada stimulasi
intelektualnya perlu adanya suatu lingkungan yang dapat memberikan stimulasi kognitif.

3
Lebih-lebih bagi mereka yang ada di tengah-tengah kelompok, di mana salah satu agama,
suku, atau salah satu keadaan sosial ekonomi sangat dominan, hendaknya diusahakan adanya
kompleksitas sosial bagi mereka.

B. Pentingnya Pendidikan Moral sebagai Upaya Pembentuk Karakter Seorang


Pendidik
Dalam perkembangan pendidikan, peran dari orang dewasa sebagai tempat berinteraksi
sangat berpengaruh. Perkembangan moral tidak tergantung pada upaya-upaya pendidikan
karakter yang eksplisit tetapi pada kematangan dan kapasitas etis orang-orang dewasa yang
menjadikan mereka berinteraksi khususnya orang tua, guru dan orang dewasa dalam
masyarakat lainnya.
Mahasiswa yang dipersiapkan sebagai calon pendidik dirasa perlu mendapatkan
penenkanan khusus mengenai pendidikan moral sebagai bekal untuk menjadi “orang-orang
dewasa” yang nantinya akan berinteraksi dengan peserta didik.
Pemahaman seorang akan pentingnya moral sangat berpengaruh terhadap pembentukan
karakter orang tersebut. Dengan asumsi yang sama, ketika calon pendidik memiliki karakter
yang kuat maka akan terbentuk anak didik yang berkarakter kuat pula.
Upaya untuk mengurangi degradasi moral dikalangan Calon Guru dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
1. Secara implisit, yakni dengan menyisipkan nilai-nilai moral disetiap perkuliahan.
Misalnya dalam mata kuliah IPA. Pada pembahasan materi hukum Newton I yakni
tentang kekonsistenan gerak pada benda, nilai moral yang dapat disisipkan. Contoh :
ketika kita berboncengan, saat motor menikungke kiri, maka tubuh kita akan lebih
cendong ke mana? Kiri atau kanan? Berdasarkan hukum Newton I, tubuh akan
cendong ke kanan, untuk menyeimbangkan gaya tarik ke kiri agar kita tidak jatuh.
Namun biasanya, yang membonceng akan lebih cendong ke depan, entah motor akan
menikung ke kanan atau ke kiri. Hal ini tentu menyalahi hukum, baik itu hukum
Newton I maupun kaidah agama.
2. Dibentuknya kelas motivasi (motivation class), yang dalam hal ini lebih menekankan
pada penggugahan motivasi internal pesrta didik. Mengingat bahwa motivasi internal
dari seseorang itu akan berimbas sangat dashyat pada sistem keyakinan akan turut
menentukan budaya kerja orang tersebut. Yang pada akhirnya akan bermuara pada
pembentukan karakter.

4
3. Menambah mata kuliah tentang pendidikan moral, meski tidak diberi beban SKS
namun mahasisiwa dipersyaratkan lulus mata kuliah tersebut.
4. Mata kuliah yang substansinya sudah mengandung nilai-nilai mpral hendaknya lebih
aplikatif, tidak hanya text book semata.
5. Menyeimbangkan porsi antara materi kuliah akal (cerdas) dan hati (moral). Sehingga
akan menghasilkan pendidik-pendidik yang tidak hanya unggul secara intelektual
tetapi juga unggul secara moral.

“Pendidikan moral penting sebagai salah satu alternatif pembentukan karakter yang kuat
bagi seorang calon pendidik, karena mahasiswa yang dipersiapkan sebagai calon pendidik
perlu mendapatkan penenkanan khusus mengenai pendidikan moral sebagai bekal untuk
menjadi “oarang-orang dewasa” yang nantinya akan berinteraksi dengan peserta didik “.
Diakui atau tidak, proses pembelajaran di perguruan tinggi termasuk Universitas Negeri
Makassar (UNM) masih jauh dari kata baik. Tujuan pendidikan yang secara jelas termaktub
dalam UU No. 20/2003 tidak mampu terealisasikan secara nyata dan sempurna dalam
pembelajaran. Masih banyak yang dijumpai dosen bebicara dan menulis di depan papan tulis
atau sekedar menampilkan materi melalui slide proyektor, sementara mahasiswa duduk dan
hanya mendengarkan. Kegiatan ini umumya dilakukan dengan alasan untuk memberikan
bekal materi yang cukup kepada mahasisiwa dan biasanya menyita hampir separuh waktu
pembelajaran. Akibatnya, waktu yang tersisa menjadi sangat sedikit. Kalaupun ada sisa
waktu, dosen menggunakannya untuk menyimpulkan materi yang disampaikan, bahkan tidak
jarang dosen menggunakan sisa waktu yang ada untuk bercerita tak tentu arahnya.
Tak bisa dinafikan bahwa cara mengajar demikian membuat motivasi belajar mahasisiwa
menjadi menurun. Seolah ingin menghindari kejenuhan dalam pembelajaran di ruang kelas
atau pelampiasan dari kejenuhan tersebut, mahasiswa kerap melakukan kegiatan-kegiatan
yang tidak terpuji di luar kelas. Beberapa kali terjadi tawuran antar mahasiswa yang
disebabkan oleh hal-hal sepele, bahkan yang paling memprihatinkan tawuran tersebut terjadi
di Universitas Negeri Makassar terkhususnya jurusan PGSD yang notabene merupakan
perguruan tinggi penghasil calon guru. Fenomena ini menunjukkan betapa proses pendidikan
di perguruan tinggi khususnya dalam pengelolaan pembelajarannya masih belum menyentuh
aspek-aspek pribadi dan karakter masing-masing mahasiswa.
Di perguruan tinggi, pembentukan karakter bukan hanya tanggung jawab dosen Agama
atau dosen Kewarganegaraan, tetapi juga merupakan semua tanggung jawab semua dosen.

5
Ada pandangan yang mengatakan bahwa tugas dosen dalam pengajaran hanya sebatas
menyampaikan materi sudah semestinya untuk ditinggalkan dan dibuang jauh-jauh.
Sebagai lembaga pendidikan penghasil calon guru, jurusan PGSD menjadi garda
terdepan dalam membangun dan memperkokoh kembali karakter peserta didik yang mulai
rapuh, utamanya dimulai dari mahasiswa. Cara yang paling efektif adalah menerapkan
pendidikan karakter pada diri mahasiswa sebagai calon guru. Sebagai calon guru, mahasiswa
sudah selayaknya mulai menempah dirinya untuk menjadi pribadi dengan karakter yang
layak diteladani oleh anak didiknya kelak. Berangkat dari pemikiran tersebut, maka
setidaknya ada dua strategi yang dapat dilakukan untuk membentuk karakter mahasiswa
melalui pembelajaran. Pertama, melalui implementasi pembelajaran aktif di perguruan tinggi.
Dengan cara ini, mahasiswa akan memperoleh bekal yang kuat dalam merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran aktif dengan integrasi nilai-nilai pendidikan karakter di
dalamnya, baik dalam perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran maupun
evaluasi pembelajaran. Kedua melalui integritas nilai-nilai pendidikan karakter pada setiap
materi yang terdapat dalam mata kuliah.

C. Solusi Pendidikan Moral terkait dengan pembentuk karakter Seorang Pendidik


Menurut Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas
pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan. Tugas-tugas
profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan,
keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui peserta didik dan
seharusnya diketahui oleh peserta didik. Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu
peserta didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-
baiknya. Tugas-tugas manusiawi itu adalah transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan
pengertian tentang diri sendiri.
Usaha membantu kearah ini seharusnya diberikan dalam rangka pengertian bahwa
manusia hidup dalam satu unit organik dalam keseluruhan integralitasnya seperti yang telah
digambarkan di atas. Hal ini berarti bahwa tugas pertama dan kedua harus dilaksanakan
secara menyeluruh dan terpadu. Guru seharusnya dengan melalui pendidikan mampu
membantu anak didik untuk mengembangkan daya berpikir atau penalaran sedemikian rupa
sehingga mampu untuk turut serta secara kreatif dalam proses transformasi kebudayaan ke
arah keadaban demi perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat di mana
dia hidup. Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang

6
baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan
negara.
Ketiga tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan organis
harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya mengajar di dalam kelas saja tetapi seorang
guru harus mampu menjadi katalisator, motivator dan dinamisator pembangunan tempat di
mana ia bertempat tinggal.
Berkaitan dengan tiga tugas guru tersebut dengan pendidikan karakter, budaya, dan moral
bagi bangsa Indonesia, secara prinsip sudah ditetapkan baik dalam UUD 1945 maupun dalam
Undang-Undang Sisdiknas no 20 tahun 2003. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang
pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Jadi nilai-nilai yang diteruskan oleh guru atau tenaga kependidikan dalam rangka
melaksanakan tugasnya, tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan,
apabila diutarakan sekaligus merupakan pengetahuan, pilihan hidup dan praktek komunikasi.
Jadi walaupun pengutaraannya berbeda namanya, oleh karena dipandang dari sudut guru dan
dan sudut siswa, namun yang diberikan itu adalah nilai yang sama, maka pendidikan tenaga
kependidikan pada umumnya dan guru pada khususnya sebagai pembinaan prajabatan,
bertitik berat sekaligus dan sama beratnya pada tiga hal, yaitu melatih mahasiswa, calon guru
atau calon tenaga kependidikan untuk mampu menjadi guru atau tenaga kependidikan yang
baik, khususnya dalam hal ini untuk mampu bagi yang bersangkutan untuk melaksanakan
tugas profesional.
Selanjutnya, pembinaan prajabatan melalui pendidikan guru ini harus mampu mendidik
mahasiswa calon guru atau calon tenaga kependidikan untuk menjadi manusia, person
(pribadi) dan tidak hanya menjadi teachers (pengajar) atau (pendidik) educator, dan orang ini
kita didik untuk menjadi manusia dalam artian menjadi makhluk yang berbudaya. Sebab

7
kebudayaanlah yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk hewan. Kita tidak
dapat mengatakan bahwa hewan berbudaya, tetapi kita dapat mengatakan bahwa makhluk
manusia adalah berbudaya, artinya di sini jelas kalau yang pertama yaitu training menyiapkan
orang itu menjadi guru, membuatnya menjadi terpelajar, aspek yang kedua mendidiknya
menjadi manusia yang berbudaya, sebab sesudah terpelajar tidak dengan sendirinya orang
menjadi berbudaya, sebab seorang yang dididik dengan baik tidak dengan sendirinya menjadi
manusia yang berbudaya.
Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru
mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik
guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut
oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai dasar negara dan bangsa Indonesia
adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.
Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar. Setiap guru harus
memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti
persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi
dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil belajar yang berkaitan dengan
tanggung jawab sosial tingkah laku sosial anak. Kurikulum harus berisi hal-hal tersebut di
atas sehingga anak memiliki pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh
bangsa dan negaranya, mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam
masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan peserta didiki menjadi manusia yang
berkarakter, berbudaya , dan berkarakter sesuai cita-cita UUD 1945 dan Pancasila.
Peran guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk selalu menambah
pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya
tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas
pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas profesional, tetapi juga tugas
kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan terutama yang berkaitan dengan pendidikan
karakter, budaya dan moral.
Guru sangat berperan dalam mendidik peserta didik dengan pendidikan karakter, budaya,
dan moral. Bagaimana solusi yang ditawarkan kepada peserta didik dengan jumlah pelajaran
yang banyak? Sebagai gambaran saja, untuk sekolah umum sekolah dasar ada 9 mata
pelajaran, sekolah menengah pertama ada 12 mata pelajaran, dan sekolah menengah umum
17 mata pelajaran. Jika ditambah dengan pendidikan moral, pendidikan budaya, dan
pendidikan moral maka masing-masing bertambah tiga pelajaran. Dikhawatirkan hal ini akan

8
sangat kontra produktif. Bukan bertambah pemahaman mengenai karakter, budaya, ataupun
moral peserta didik tetapi sebaliknya, peserta akan bersikap masa bodoh atau tidak peduli.
Terdapat beberapa solusi yang penulis tawarkan. Ketiga solusi ini bisa dilakukan secara
individu ataupun dilaksanakan secara bersama sama. Pertama, calon pendidik atau guru
diberi tambahan mata kuliah pada saat belajar di perguruan tinggi. Tambahan mata kuliah
yaitu pendidikan karakter, pendidikan budaya, dan pendidikan moral. Mengapa sebaiknya
diberikan kepada mahasiswa calon guru? Beberapa alasannya adalah banyak sekali
mahasiswa calon guru meskipun umurnya sudah diatas 18 tahun tetapi tetap saja sikapnya
masih seperti orang yang tidak mengenyam pendidikan. Misalnya menyeberang jalan dengan
seenaknya padahal diatas jalan tersebut ada jembatan penyeberangan. Banyak calon guru
yang tidak mengerti pendidikan karakter itu apa, pendidikan moral itu apa, dan juga
pendidikan budaya itu apa. Sehingga yang terjadi adalah setelah lulus menjadi guru akan
menjadi guru yang suka memukul peserta didiknya, menjadi guru yang memperkosa peserta
didiknya sendiri, dan yang terparah adalah membunuh peserta didiknya sendiri. Inilah yang
disebut kehancuran pendidikan secara menyeluruh, baik secara akademis dan secara sikap.
Solusi kedua, belajar dari negara tetangga, yaitu Singapura. Di negara ini dari pendidikan
dasar sampai pendidikan menengah diajarkan pendidikan nilai (values education). Pendidikan
nilai ini wajib bagi sekolah negeri atau swasta. Pendidikan ini didasarkan pada enam hal yang
disesuaikan dengan usia peserta didik. Keenam hal tersebut adalah kasih sayang, saling
menghormati, bertanggung jawab, integritas, keseimbangan, daya tahan atau tangguh.
Meskipun di negara ini pelajaran agama ditiadakan tetapi diajarkan di keluarga masing
masing, tetapi terlihat hasinya bahwa keenam hal yang diatas sangat mempengaruhi
kehidupan di setiap aspek kehidupan.
Solusi ketiga, pendidikan karakter, budaya, dan moral disampaikan secara terpadu
dengan seluruh pelajaran yang diajarkan di sekolah. Semua guru mata pelajaran diberikan
tugas tambahan untuk menganalisa semua aspek yang diajarkan dan dihubungkan dengan
pendidikan karakter, budaya, dan moral. Sebagai contoh adalah guru biologi mengajarkan
tentang berbagai jenis tumbuhan. Materi ini akan ditambah dengan bagaimana siswa
menghargai tumbuhan, bagaimana menjaga lingkungan dan sebagainya. Demikian juga guru
bahasa. Selain mengajar materi bahasa, guru tersebut juga mengajarkan tentang pendidikan
karakter, budaya, dan moral. Contohnya peserta didik diajarkan untuk tidak melakukan
penjiplakan dengan cara dididik untuk membuat kalimat sendiri sampai peserta didik paham
benar bagaimana menulis dengan baik dan benar, peserta didik dididik untuk memiliki

9
budaya datang tepat waktu, dan peserta didik dididik untuk selalu menghormati karya orang
lain. Demikian juga berlaku bagi semua guru mata pelajaran yang ada di sekolah.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, terdiri dari ribuan pulau, budaya yang
beraneka ragam, beraneka suku, dan beratus bahasa berada di dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Pendidikan karakter, budaya, dan moral merupakan prioritas dalam
usaha memperbaiki dan menjaga negara Indonesia tercinta ini. Washington P.Napitupulu
(2001) menyatakan bahwa fundamental moralitas dan etika kemanusiaan diterapkan pada
setiap profesi dan pada setiap bidang upaya manusia.
Pernyataan ini memiliki arti yang mendalam bahwasanya sebagai guru bukan hanya
mendidik peserta didiknya agar berhasil dalam bidang akademis melainkan guru juga
merupakan teladan atau contoh dari suatu karakter manusia yang baik, memiliki budaya
perdamaian dan juga moral yang dapat dipertanggungjawabkan di hadapan manusia dan
Tuhannya. Sehingga diharapkan dengan adanya pendidikan karakter, budaya, dan moral,
diharapkan bahwa tidak ada perkelahian antar suku, perkelahian antar agama, perkelahian
antar tetangga yang hanya dibatasi oleh jalan raya. Adanya budaya malu untuk berbuat
curang, malu menyontek, malu berbuat sesuatu kejahatan, malu untuk korupsi benar - benar
tertanam di hati dan pikiran setiap manusia Indonesia. Maka dalam rangka mempercepat
usaha perbaikan moral, budaya, dan karakter bangsa Indonesia perlu diadakan kampanye
besar-besaran bagi para guru di seluruh Indonesia untuk dapat kembali mendidik para peserta
didiknya dengan teladan yang berdasar pada pendidikankarakter, budaya dan moral.
Tentu saja usaha ini akan menjadi isapan jempol belaka jika pemerintah ataupun
stakeholder suatu sekolah tidak ikut berperanserta dalam upaya kampanye besar-besaran
perlunya pendidikan moral, budaya, dan karakter ataupun hanya dilakukan dalam hitungan
jari saja, tetapi hendaknya dilaksanakan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Kampanye
pendidikan moral, budaya, dan karakter ini akan lebih bermakna jika pemerintah menjadi
lokomotif penggerak dengan memberikan contoh bagi masyarakatnya.
Contoh dari karakter yang perlu diperbaiki adalah kedisiplinan. Bangsa Indonesia telah
dikenal dengan bangsa dengan jam karetnya, jika tidak terlambat maka dianggap bukan orang
Indonesia. Hal ini sudah menjadi karakter yang seharusnya diperbaiki dengan segera. Disiplin
nasional perlu digalakkan dengan sungguh-sungguh dalam upaya mewujudkan masyarakat,
bangsa, negara yang bercita-cita luhur. Disiplin ini meliputi pelatihan dan pengajaran yang
bertujuan memperbaiki tingkah laku dan moral bagi seluruh manusia yang tinggal di
Indonesia, baik bagi kalangan akademisi dan juga para pelaku bisnis di Indonesia. Termasuk
dalam pengertian disiplin adalah disiplin kerja, disiplin cara hidup sehat, disiplin berlalu-

10
lintas, sanitasi, pelestarian lingkungan, dan sebagainya.Hal-hal yang mendasar yang kita
lakukan sehari-hari sebaiknya dijadikan dasar atau pijakan dalam mengembangkan konsep
disiplin yang bersifat abstrak. Disiplin nasional akan berhasil jika di setiap individu manusia
yang ada didalmnya melaksanakan disiplin tersebut dengan kesungguhan hati dan memahami
bahwa disiplin diri merupakan cikal bakal dari disiplin diri yang akan berimbas pada disiplin
nasional yang akan membawa bangsa ini ini menuju kemajuan yang dicita-citakan.
Dengan demikian,dengan adanya pendidikan karakter, budaya dan moral bukan hanya
generasi yang telah menjadi guru, tetapi juga setiap anak, pemuda, dan orang dewasa yang
ada di Indonesia dapat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Melalui pendidikan
karakter, pendidikan budaya, dan pendidikan moral yang berkelanjutan dan sungguh-sungguh
akan menghasilkan watak dan manusia Indonesia yang seutuhnya. Di satu sisi, guru berusaha
dengan gigih untuk memberikan teladan bagi peserta didiknya, dan di sisi lain, pemerintah
dan juga stakeholder membantu dalam meningkatkan moral, budaya, dan karakter peserta
didik. Dengan demikian akan terbina budaya kerja gotong - royong dalam rangka kemajuan
bersama. Guru, digugu dan ditiru, bukan hanya menjadi slogan atau simbol semata,
melainkan akan menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat di sekitarnya.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kondisi moral mahasiswa sebagai calon pendidik perlu mendapat perhatian, sebab akan
menentukan nasib dan masa depan mereka serta kelangsungan hidup bangsa Indonesia pada
umumnya. Dapat dikatakan bahwa penanggulangan terhadap masalah-masalah moral
mahasiswa merupakan salah satu penentu masa depan mereka dan bangsanya. Hal ini juga
menunjukkan terjadinya ketidakseimbangan antara pengembangan pendidikan hati (moral)
dan akal (kecerdasan) yang secara nyata melekat pada manusia.
Anak dan remaja mengembangkan norma-norma baru karena adanya interaksi dengan
orang lain. Pentingnya interaksi sosial ini bagi perkembangan moral terletak pada kontinuitas,
organisasi, kompleksitas stimulasi sosial yang dihadapkan kepadanya.
Solusi Pertama, calon pendidik atau guru diberi tambahan mata kuliah pada saat belajar
di perguruan tinggi. Tambahan mata kuliah yaitu pendidikan karakter, pendidikan budaya,
dan pendidikan moral.
Solusi kedua, belajar dari negara tetangga, yaitu Singapura. Di negara ini pendidikan ini
didasarkan pada enam hal yang disesuaikan dengan usia peserta didik. Keenam hal tersebut
adalah kasih sayang, saling menghormati, bertanggung jawab, integritas, keseimbangan, daya
tahan atau tangguh. Meskipun di negara ini pelajaran agama ditiadakan tetapi diajarkan di
keluarga masing masing, tetapi terlihat hasinya bahwa keenam hal yang diatas sangat
mempengaruhi kehidupan di setiap aspek kehidupan.
Solusi ketiga, pendidikan karakter, budaya, dan moral disampaikan secara terpadu
dengan seluruh pelajaran yang diajarkan di sekolah.

B. Saran
Pendidikan moral sangatlah penting sebagai pembentuk karakter calon peserta didik.
Jika kita memiliki banyak ilmu, karakter yang baik namun tidak disertakan dengan moral
yang baik pula maka semuanya itu sia-sia belaka. Semoga dengan hasil karya ilmiah ini
bermanfaat bagi kita semua sebagaimana mestinya sebagai dasar dan mendorong kita dalam
menerapkan kecerdasan yang diikuti dengan moral yang baik pula.

12
DAFTAR PUSTAKA

Asmani M. Jamal. 2011. 7 Tips Aplikasi PAKEM. Jakarta: DIVA Fres.


Budiningsih Asri.C. 2004. Pembelajaran Moral. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Suhartono,Suparlan.2009. Filsafat Pendidikan.Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri
Makassar.
Budiyanto, Dwi. 2009. P rophetic Learning. Yogyakarta: Pro-U Media
Firdaus, Taman. 2009. Pendidikan Keguruan yang Lepas Kendali. Diakses di Ftaman’s
Blog, tanggal 6 Maret 2010
Ratulolly, Pion. 2009. Mahasiswa Krisis Moral, Kampus Krisis Kredibilitas. Diakses di
POS KUPANG.com, tanggal 6 Maret 2010

13

Anda mungkin juga menyukai