Anda di halaman 1dari 23

TIM MANEGERIAL

KETUA PELAKSANA : FATHURAZIQ CAKRADIKARA


SEKRETARIS : NASTITI DWI ANDINI
BENDAHARA : AERYN NAFISYAH

DOKUMENTASI : 1. FAZA
2. VEYREN

PUBLIKASI : 1. DARIN
2. ZIKRINA

KONSUMSI : NINDI & BENDAHARA

TIM ARTISTIK
SUTRADARA : NUR ANNISA
TATA PANGGUNG DEKORASI & PROPERTI
1. SYARIFATURROIHANAH MAULIDIYAH
2. SYAISIJA WAHYU WAHYUDI

TATA CAHAYA & LIGHTING


1. IBRAHIM
2. ALFARISI

MUA ( TATA RIAS & BUSANA )


1. GHEA KEREN
2. ELI

TATA SUARA & MUSIC


1. PRADESTIO
2. JULIO

NASKAH DRAMA MUSICAL MALIN


KUNDANG
 (Episode 1)
1. MALIN KUNDANG (Kecil) 12-13 tahun

2. IBU MALIN KUNDANG


1. DATUK NAKODO

4-5. ANAK BERMAIN 1-2

6-7-8. PENJUAL KAIN 1-2-3

9.PENJUAL LEPAT

10-11-12. PEMBELI KAIN 1-2-3

13-14. ORANG PASAR 1-2

15-16. POLISI 1-2

Sejumlah anak-anak penyanyi koor merangkap pemain rame-rame


 
(Episode 2) 

1. RAJA

2. RATU

3. PUTRI RAJA

4. JURU BICARA RAJA

5. MALIN KUNDANG (Besar) 27-28 tahun 

6. ANAK RAJA BHUTAN

7. ANAK RAJA BIRMA


JULIO
8. ANAK RAJA HINDUSTAN
DARIN

9-10. BUKAN ANAK RAJA 1-2


YUNIFA
11-12-13. PARA PUNGGAWA 1-2
 
(Episode 3)

1-2-3. ANAK BERMAIN 1-2-3


PASHA DAN ZABILAL

4. PEMUDA PENJILAT
SYAISIJA

5. WANITA PENYAMPAI BERITA

6. WAK HAJI
SEPTA

7-8-9. TIGA AWAK KAPAL


BINTANG, BRILIAN, ZIKRINA

10. MALIN KUNDANG


HAIDER
11. PEREMPUAN-PEREMPUAN KAMPUNG PENARI & PENYANYI
RISKI, SHERLITA, REVA

12. PUTRI RAJA ISTERI MALIN KUNDANG


ELSA
13. IBU MALIN KUNDANG
ELI
Sejumlah laki perempuan sebagai orang kampung dan para penyanyi koor

PENYANYI
SATRIA & MONICA
 
EPISODE I

Backdrop menggambarkan pemandangan sebuah ruang terbuka dipinggir laut yang sering
dipergunakan oleh para nelayan dan penduduk disekitarnya sebagai tempat “pasar kaget”
setiap hari minggu.
 
Musik Pembuka
Untuk memusatkan perhatian penonton, musik dan sound effect berupa petir dan hempasan
ombak serta jeritan manusia yang dahsyat untuk akhir cerita dicomot sedikit sebagai musik
pembuka dan sound effect ini langsung pula disambut oleh musik pembuka yang full
orkestra. Tingkah bertingkah antara alat-alat musik modern dengan alat-alat musik
tradisional minang.
 
Adegan 1:
Ketika layar dibuka, diatas pentas telah berjejer sejumlah anak-anak yang akan
membawakan nyanyian koor pengantar cerita dengan gerakan-gerakan sederhana untuk
meng-aksentuir nyanyian.
 
LAGU PEMBUKAAN
Inilah kisah cerita lama
Warisan budaya leluhur kita 
Tentang seorang anak durhaka
Dikutuk Tuhan menjadi arca
 
Konon terjadi di Pantai Padang
Menjadi saksi sampai sekarang
Pecahan kapal disela karang
Telungkup batu si Malin Kundang
 
Malin Kundang – si Malin Kundang 
Anak durhaka kata orang
 
Adegan 2:
Akhir nyanyian koor ini diteruskan oleh teriakan-teriakan bersautan dari anak-anak yang
berlarian dalam persiapan permainan dolanan “Bangau dan buaya”. Mereka berteriak-
teriak:
Anak Pertama
Ayo kita main, bangau dan buaya…!
Rame-rame
Ayo mari..mari… Siapa yang jadi buaya?

Anak Pertama
Ayo Sut… ayo sut….

Maka berkumpul kembali membentuk lingkaran-lingkaran dan masing-masing


mengancungkan telapak tangan kanan dengan posisi tertungkap. Dan serentak bersama-
sama pula mereka bernyanyi:

Om pim pa – tarararam pampa


Maka keluarlah beberapa orang yang telapaknya terlentang. Kemudian sisanya meneruskan
lagi cara yang sama:
Om pim pa – tarararam pampa
Semua berteriak lagi kesenangan karena telah terpilih satu orang yang akan jadi buaya.
Kemudian semuanya berdiri membentuk setengah lingkaran menghadap penonton dan salah
seorang yang jadi buaya tidur menungkup menghadap mereka.

Musik
Cak cak Mimin 
Belalang di atas batu
Mari kita bermain
Burung bangau berkaki Satu

Selesai lagu itu serentak semua menaikkan kakinya satu, seperti burung bangau. Kemudian
lagu dilanjutkan:
Cur cur kucur 
Melompat bersama-sama 
Siapa yang jatuh tersungkur
Dimakan oleh buaya

Semua yang berkaki satu itu dengan mengangkat kedua tangan ke atas melompat-lompat
maju dengan kaki satu, salah seorang diantaranya terjatuh dan langsung dikejar oleh anak
yang jadi buaya dengan menggumulinya. Yang lain-lain berteriak kesenengan.

Si Udin kalah.. si Udin kalah


Sudah dimakan oleh buaya

Keributan itu tiba-tiba menjadi hening, ketika mereka melihat Malin Kundang kecil yang
berbaju compang camping masuk dan ikut-ikut berteriak gembira melihat permainan itu
.
Anak Pertama
Mengapa kamu ikut tertawa-tawa?
Siapa yang mengajak kamu serta!
Malin Kundang 
Tidak ada yang mengajak saya 
Tapi saya ingin ikut serta
Anak Kedua
Tengok bajumu yang compang camping
Ikut kami takkan sebanding
Malin Kundang
Saya ingin ikut bermain 
Kenapa baju jadi pembanding
Anak Pertama
Suruhlah ibumu membeli baju
Sudahlah lusuh badan berbau
Takkan sepadan kau dan aku
Ibumu hanya tukang cari kayu
Semua anak-anak yang lain ikut mengejek dan tertawa sambil berteriak-teriak:
Rame-rame
Malin Kundang – Malin Kundang

Anak yang tidak tahu diuntung

(ketawa, rame-rame)

Malin Kundang
Ia sangat malu dan sedih. Dengan tertatih-tatih ia meninggalkan tempat itu masih diikuti
oleh ketawa anak-anak yang mencemoohkannya. Dan sebagian dari anak-anak itu ada yang
ikut keluar dan sebagian lainnya tetap tinggal melihat masuknya beberapa orang pedagang
yang mulai menggelar dagangan mereka ditempat itu.
 
Adegan 3
Fokus pada 3 orang pedagang kain yang sedang menawarkan dagangannya dalam gerak
tari dengan melempar-lempar aneka warna kain dengan indahnya ke atas, sambil menggoda
orang-orang yang lewat.
Pedagang Kain
Ayo Buk…! Ayo Uni…! Ayo Diak…!
Mari ramai-ramai membeli kain…!
 
Ucapan ini mereka teruskan dalam lagu:

Belilah kain cita berbunga


Dengan aneka pilihan warna
Merah biru kuning dan jingga
Sungguh indah dipandanga mata
 
Kalau dijahit jadi kenaya
Membalut tubuh si Anak dara
Banyak orang kan terpesona
Ehm… bujang-bujang tentu tergoda
 
Ayo belilah kain ku ini
Barang impor warnanya asli
Asal jangan sering dicuci
Takkan luntur sepanjang hari

Sekelumit musik instrumentalia untuk mengiringi para pedagang kain yang sedang
mencobakan berbagai gerakan bagai peragawan yang sedang memamerkan kain-kain itu
yang mereka lilitkan ketubuhnya. Habis bergaya itu musik kembali kepada bait pertama lagu
sampai bait kedua. Selesai lagu orang-orang berebutan membeli kain. 
Pembeli 1
Saya yang ini, potong 2 meter pak
Pembeli 2
(Merebut kain yang sedang dipegang orang lain)

Saya yang ini, potong 1 meter pak. Untuk rok pomble saya
Pembeli 3
Apa-apaan ini…? Saya telah memegang lebih dahulu…!
(Mereka bertarik-tarikan kain itu – sehingga robek dan pembeli 3 langsung lari)

Pedagang Kain 1
Hei..hei.. apa-apaan ini.. Jangan lari…!
Kain saya robek… siapa yang ganti…?
 
Adegan 4
Keributan itu tertutup dengan masuknya seorang anak perempuan yang menjunjung nampan
menjual lepat sambil bernyanyi. Diiringkan oleh beberapa orang anak-anak dibelakangnya
dalam gerakan yang sama. 

Penjual lepat
Saya ini si penjual lepat
Lepat pisang dan lepat ubi
Kalau dimakan rasanya lezat
Perut kenyang pengganti nasi
Ayo mari-belilah lepat
Uangnya untuk ibu berobat
 

Adegan 5
Habis bernyanyi itu ia menggelar dagangannya disudut lapangan. Malin Kundang Nampak
mengendap-endap masuk pasar. Ia nampaknya sangat letih dan kelaparan. Matanya liar
memandang kesana kemari. Namun tak seorangpun yang mengacuhkannya. Dengan langkah
cepat tiba-tiba saja ia mencomot sebuah lepat membawanya lari ketengah pasar. Perempuan
penjual lepat yang kaget, berteriak histeris:

Penjual lepat
Maling… maliiiiing…
Ada yang mencuri lepatku…!
Tolong… Toloooooong!

Maka pasar yang semula tenang itu menjadi kelibut. Mengikuti telunjuk penjual lepat
mereka berlarian mengejar Malin Kundang. Si Malin Kundang yang belum sempat memakan
lepat itu, melemparkan lepatnya kemudian mencoba meloloskan diri dari kepungan orang
banyak. Tetapi kemanapun ia lari, orang-orang mengikutinya dan akhirnya berhasil
menangkapnya
.
Orang Pasar 1
Ini dia malingnya sudah kutangkap…!
Orang Pasar 2
Mana dia, seret kesini – Boleh kita hajar rame-rame
Orang-orang Pasar lainnya
Ya… Pukul saja maling itu- Hajar dia biar modar
Malin Kundang
Ampuuuun… Ampun Pak… Ampun Mamak
Orang Pasar 1
Apa ampun.. Kecil-kecil jadi pencuri-Kalau besar jadi perampok kamu
Malin Kundang
Ampun Pak…Ampun Mamak
Orang-orang Pasar lainnya
Jangan kasih ampun-ayo kita pukul rame-rame

 
Adegan 6
Semuanya bagaikan kesetanan mengeroyok Malin Kundang. Dan ditengah keributan
masuklah 2 orang Polisi. Mereka masuk dengan langkah dan gaya karikatural sambil
membawa pentungan karet. Mereka berkata dalam nyanyian:
Polisi 1-2
Ada apa ini ribut-ribut
Didalam pasar bikin kelibut
Cobalah jawab cobalah sebut
Supaya kami bisa mengusut
Orang-orang Pasar
(Dalam nyanyian koor)

Pak Polisi cobalah lihat


Anak orang mencuri lepat
Kecil-kecil sudah bejat
Kalau besar jadi penjahat
 
Polisi 1
(Memegang leher Malin Kundang)

Malin Kundang
(Menjawab dengan gagap)

A…a….ampun Pak Polisi… A…a…ampuuuun


S…s…aya… tidak mencuri….ssssaya….
 
Tapi belum sempat Malin Kundang menyelesaikan perkataannya orang-orang pasar yang
mengepungnya kembali menjadi beringas. Mereka mencoba kembali merebut Malin
Kundang dari polisi-polisi itu dan mengeroyoknya. Sehingga kedua polisi itu kewalahan
untuk memberikan pengamanannya. 
Orang-orang Pasar
Jangan berbohong kamu setan
Sudah jelas tertangkap tangan
Ayo tidak perlu tanya-tanya
Hajar saja dia biar jera
 
Adegan 7
Tanpa menghiraukan adanya polisi, orang-orang pasar itu kembali mengggebuki Malin
Kundang dan polisi-polisi itu sulit untuk melerainya. Ditengah tangisan rintihan Malin
Kundang yang minta ampun, maka tiba-tiba masuklah Ibu Malin Kundang yang sangat
terkejut melihat anaknya dipukuli. Tanpa menghiraukan siapa-siapa ia menyeruak masuk
ketengah orang ramai itu dan dengan penuh kasih sayang memeluk anaknya. Ia meratap
dalam nyanyian dengan nada tinggi.
 
Ibu Malin Kundang
Ya Allah Tuhan Ya Rabbi
Apa gerakan yang terjadi
Mengapa anakku dipukuli
Apa salahnya sampai begini
Orang Pasar 2
Anak Ibu mencuri… Anak ibu mencuri
Karena itu kami gebuki
Ibu Malin Kundang
Apa yang dicurinya,,,?
Orang-orang pasar
Lepat.. Lepat Pisang
Dagangan orang
 Ibu Malin Kundang
Hanya lepat yang diambilnya…!?
(Habis berkata itu ia berdiri dengan marah memandang kepada tiap orang)

Kenapa kalian begitu ganas


Menjadi hakim bertindak beringas
Yang dicurinya lepat bukan emas
Kalian menghukumnya nyaris tewas
Dimanakah rasa kemanusiaan kalian,,,?!
 
Polisi 1
Pencuri tetap pencuri
Besar kecil tiada berbeda
Hukum berlaku sama rata
Menteri korupsi berjuta-juta
Atau maling ayam didesa…
Kalau tertangkap…
 
Orang-orang pasar (koor)
……Harus masuk penjara!
 
Ibu Malin Kundang
Tapu si Malin bukan pencuri
Mengambil lepat karena lapar
Dari pagi ia belum makan
Karena dirumah tak ada beras
 Oh… pertimbangkanlah kemiskinan kami ini…!
 
Polisi 1-2
Lapar tak boleh jadi alasan
Untuk menghalalkan satu kejahatan
Mungkin bisa jadi pertimbangan
Tapi bukan membatalkan hukuman
Ayo… anak ibu harus kami bawa ke kantor polisi
 
Ibu Malin Kundang
(Ia berlutut memohon pada polisi)

Jangan…jangan…si Malin dibawa


Jangan…jangan….anakku disiksa
Kalau harus masuk penjara
Biar aku mengggantikannya
 Lepaskan anakku Pak Polisi
Biarkan aku masuk penjara
 
Ia memegang anaknya itu dan memeluknya dengan kuat. Tapi polisi itu mencoba
merenggutkannya. Mereka bertarik-tarikan. Ibu Malin Kundang berusaha merenggutkan
anaknya, tapi polisi sekuat itu pula mencoba memisahkan si Malin dari ibunya.
 
Adegan 8
Ditengah keributan itu rupanya secara diam-diam telah disaksikan oleh Datuk Nakodo
seorang kaya pemilik kapal-kapal besar yang menguasai pelayaran dan perdagangan
dipantai barat Sumatera. Ia sangat disegani orang. Karena itu ketika ia maju menengahi
keributan itu, kedua polisi itu mundur membungkuk hormat kepadanya.
Datuk Nakodo
Tidakkah kalian dengar ratapan Ibu ini
Karena lapar maka anaknya mencuri
Tuhanpun sudah memperingatkan
Kemiskinan adalah lahan yang rawan
Bagi tumbuhnya kejahatan
 
Untuk menghindarkan kebejatan
Setiap orang harus punya pekerjaan
Karena pekerjaan – memberikan penghasilan
Ia mengangkat Malin Kundang supaya berdiri dan juga membimbing Ibunya supaya tegak.
Lalu melanjutkan bertanya pada si Malin.
Maukah kamu bekerja…?
Malin Kundang
(Melihat dulu pada ibunya – kemudian mengangguk)

Mau…!
 
Datuk Nakodo
Bekerja memeras keringat… Bukan meminta-minta…?
 
Malin Kundang
Mau…!
 
Datuk Nakodo
(Kepada kedua orang Polisi)
Nah, lepaskanlah dia
Akan kubawa bekerja dikapal saya
Itu akan lebih baik untuk mendidiknya
Daripada didalam penjara
 
(Kemudian ia berpaling pada Ibu si Malin)

Maukah ibu melepas anakmu untuk bekerja…?


Ia akan saya bawa berlayar mengharungi samudera
 
Ibu Malin Kundang
Saya harus berpisah dengan si Malin…?!
Ia adalah harta kekayaan satu-satunya
Ia adalah tumpuan kasih sayangku satu-satunya… Oh… Tuhan
 
Malin Kundang
(Melihat kebingungan dan keraguan itu, Malin Kundang segera berlutut dikaki Ibunya dan ia
bernyanyi dengan sendu)

Kepasar di bandahulu, Mak


Dikarung beras dicuci
Berlayar anak dahulu, Mak
Dikampung semua orang benci
 
Penat sudah bertanam ubi, Mak
Talas jua direbus orang
Penat sudah bertanam budi, Mak
Emas jua dipandang orang
Ikhlaskanlah Malin berlayar, Mak
Mudah-mudahan terhapus jualah malu dikening
 
Ibu Malin Kundang
Kutaruh sudah kutaruh
Kutebus jua jadinya
Kucegah sudah kucegah
Kulepas jua jadinya
Pergilah anakku sayang
Doa mande akan selalu mengiring mu
 
(Habis berkata begitu ia mendekati Datuk Nakodo dan mencium tanggannya, sambil berkata)

Terima kasih Datuk Budiman


Mudah-mudahan ditangan datuk
Anakku kelak menjadi orang yang berguna
Dan mampu melawan dunia orang lain
Terima kasih Datuk
 
MUSIK
Menimpa dengan cepat dalam nada sendu mengiringi anak dan Ibu itu yang saling
berpelukan dengan mesranya.
 
Datuk Nakodo membiarkan sejenak perpisahan antara anak dan ibunya itu. Kemudian dengan
penuh sayang pula menarik Malin Kundang untuk pergi. Tapi ditengah jalan ia kembali
berlari merangkul Ibunya serentak bunyi nada musik yang meninggi. Lalu Datuk Nakodo
membawa Malin Kundang berangkat diiringkan oleh pandangan sayu sang Ibu yang terus
menatapnya sampai menghilang jauh… bibirnya bergetar seakan berdoa.

(Maka lampu-lampu pun di dimmer sampai menggelapi pentas serentak layar menutup)

EPISODE II
Narasi (sebelum layar dibuka)
Lima belas tahun sudah berlaku
Malin Kundang pergi meninggalkan Ibu
Mengabdi kerja pada Datuk Nakodo
Sampai diaku bagai anaknya
 
Ketika Datuk meninggal dunia
Karena tak punya sanak keluarga
Ia wariskan segala hartanya
Pada si Malin yang setia merawatnya
 
Backdrop:
Menggambarkan interior ruang tamu sebuah kerajaan Entah Berantah. Bisa saja Melayu-
Thailand atau Siam. Yang penting segala property yang ada diruangan itu dan ornament
yang menghias dinding-dindingnya menyarankan bahwa itu adalah ruangan sebuah
kerajaan. Ada tiga Kursi Singgasana ditengah bagian belakang. Dan 6 kursi lagi berjejer
tiga-tiga dikiri kanannya. 
 
Adegan 1
Ketika layar dibuka tiga kursi singgasana masih kosong. Cuma dikiri kanannya nampak
Punggawa berjaga memegang tombak dan seorang Jurubicara Raja yang memegang
pemukul Gong. Dibelakangnya tergantung sebuah Gong besar. Kemudian 6 kursi yang
berjejer dikiri kanan, lima sudah diduduki orang. Sedangkan 1 kursi masih tampak kosong.
Juru Bicara Raja memukul Gong 3x, lalu ia bernyanyi. 
Juru Bicara
Seri Paduka Maharaja Bumi
Beserta Seri Maharatu permaisuri
Segera akan memasuki ruangan ini
Hadirin semua dipersilahkan berdiri
Maka berdirilah kelima orang tamu yang telah menduduki kursi itu. Raja masuk, diiringkan
permaisurinya dan seorang puterinya yang cantik jelita. Ketika Raja telah menduduki
singgasananya, maka ia memberi isyarat kepada Jurubicara untuk menyuruh tamu-tamunya
duduk kembali.
Juru Bicara
Hadirin dipersilahkan duduk kembali
Setelah tamu-tamu duduk kembali dengan tertib, maka Raja pun memberikan isyaratnya
kepada Juru Bicara. Jubir Raja memukul Gong 3x dan segera disambut oleh Musik yang
gempita.
 
Musik
Alunan musik dari Tanah Seberang (bisa Melayu-Thailand-atau Siam). Ia bukan saja untuk
memberikan suasana bahwa tempat itu berada disebuah Negara yang lain, tetapi juga
sekaligus untuk mengiringi Tarian yang akan dipersembahkan oleh para penari istana untuk
menghibur raja dan tamu-tamunya. Tarian akan menyesuaikan diri dengan musiknya. Ketika
tarian hampir berakhir, kelihatan Malin Kundang yang sudah dewasa dan gagah nampak
berdiri dengan ragu-ragu dipintu. Apakah dia akan masuk atau ingin pergi saja, karena
didalam ternyata ada acara. Tetapi raja yang melihat telah menggamitnya dan
mempersilahkan ia duduk dikursi yang kosong. Ketika tarian berakhir, maka semua bertepuk
tangan termasuk Malin Kundang mengiringi para penari yang out off stage.
Juru Bicara
Seri Paduka Maharaja Yang Mulia
Berkenan untuk memulai acara
(Selanjutnya ia teruskan dalam nyanyian)

Beritanya telah tersiar


Dimana-mana telah terpancar
Baik melalui Surat-surat kabar
Maupun gosip-gosip di pasar
 
Maharaja berniat mencari mantu
Untuk anaknya sang puteri ratu
Pilihannya hanyalah Satu
Tentu saja yang paling bermutu
 
Anak Raja syarat utama 
Gagah rupawan syarat kedua
Jika bukan puteranya raja 
Silahkan keluar dari istana
 
Lima tamu yang hadir
(Menjawab bersama dalam nyanyian)

Kalau bukan puteranya raja


Pemuda tampan yang kaya raya
Walau ayahnya rakyat jelata
Tidakkah juga dapat diterima?
 
Juru bicara melihat dulu kepada raja. Dan raja membirakan isyarat dengan tangannya.
Kemudian ia baru membalas lagi dengan nyanyian.
Juru Bicara
Putera Raja syarat utama
Tidak dapat ditawar-tawar
Kalau bukan anaknya Raja
Silahkan saja segera keluar
 
Adegan 2
Vakum sebentar, Jurubicara dan raja memberi kesempatan pada para pelamar yang tidak
memenuhi syarat untuk meninggalkan ruangan. Ada dua orang yang berdiri, memberi
hormat pada raja dan segera meninggalkan ruangan. Malin Kundang semula nampak ragu-
ragu. Ia gelisah antara mau keluar atau terus duduk saja. Tetapi akhirnya ia kelihatan
begitu mantap untuk tinggal dalam ruangan. Karena tidak ada yang keluar lagi, maka Juru
Bicara kembali memukul Gong 3x. 
Juru Bicara
(Masih dalam nyanyian)

Sudah terpisah beras dan atah


Tinggal yang bernas jadi pilihan 
Kepada empat putera yang gagah
Biodata silahkan saling ungkapkan
(Sambil ia menunjuk pada anak raja yang duduk paling depan)
 
Anak Raja Bhutan
Membungkuk dulu memberi hormat pada Raja dan Ratu, kemudian bernyanyi dengan nada
tinggi sehingga dari suaranya terbayang kesombongannya.
Namaku Pangeran Kantan
Putera Raja dari Bhutan
Ayahku bernama Baminyak Santan
Istanaku besar diatas pegunungan
 
Tidak terbilang harta kekayaan
Emas perak intan berlian
Kalau Sang Puteri hari berkenan 
Kuberikan sebagai mahar perkawinan
 
Habis bernyanyi itu ia memalingkan mukanya dengan angkuh kepada setiap orang. Setelah
memberi hormat pada raja maka ia duduk kembali dikursinya. Juru Bicara menunjuk pada
anak raja berikutnya.
Anak Raja Birma
Yang ditunjuk pun berdiri dengan gagah. Setelah memberi hormat, maka ia pun bernyanyi
dengan nada tinggi.
Aku Meongka anak Raja Birma
Penghasil beras terbesar didunia
Permaisuriku tak perlu bekerja
Cukup mencari-cari kutu saja
Siang malam hanya bercinta
Takkan kelaparan sepanjang masa
Ia juga bergaya pongah dan setelah bernyanyi itu melihat pula berkeliling, kemudian baru
duduk kembali setelah memberi hormat pada Raja. Juru Bicara menunjuk lagi pada anak
raja yang ketiga.
Anak Raja India
Saya anak Raja dari Hindustan 
Bernama Pradip Sultana Mohan
Penduduk kedua terbesar didunia
Punya Taj mahal perlambang cinta
 
Siapa yang jadi permaisuriku
Senang hidupnya sepanjang waktu
Tidak hiraukan sedih dan pilu
Siang menari malam berlagu
 
Aca…aca…Muhabat
 
Maka dengan gayanya yang lucu Anak raja India ini memberi hormat pula pada Raja. Juru
Bicara sekarang menunjuk pada Malin Kundang. Semula ia kelihatan ragu-ragu untuk
berdiri, tetapi karena semua orang menatapnya maka ia memberanikan diri untuk tegak. Ia
menghormati Raja dengan menyusun sepuluh jari diatas keningnya. Karena ragu-ragu ia
bernyanyi dengan suara rendah. Tapi karena itu pula Raja membandingkannya dengan yang
lain dan mengira Malin Kundang seorang yang rendah hati. 
Malin Kundang
Nama saja si Malin Kundang
Kerajaan saya jauh diseberang
Ranah Minang disebut orang
Emas disungai banyak didulang
 
Konon rakyatnya hidupnya senang
Siang berkipas malam bergoyang
Makan nasi lauknya rending
Habis beras diganti kentang
Melihat gaya Malin Kundang bernyanyi, puteri Raja nampak menahan gelak. Setelah Malin
Kundang menyembah kepada Raja, maka ia duduk kembali dengan tertib. Raja berbisik pada
Permaisurinya. Dan Permaisuri berbisik pula pada Puterinya. Setelah itu Permaisuri
berbisik kembali pada Raja. Dan Raja setelah mendengar bisikan itu, menggamit Juru
Bicara supaya mendekat. Setelah mendengar bisikan Raja, Juru Bicara memukul Gong 3x.
Kemudian ia bernyanyi:
Juru Bicara
Setelah dilihat dan dipertimbangkan
Bermacam gaya yang dipertunjukkan 
Sang Puteri juga menentukan pilihan
Maka Raja mengambil putusan
 
Tidak tergiur pongahnya kata
Tidak terpancing kilauan harta
Yang penting dia puteranya Raja
Pelamar keempat yang diterima
 
Adegan 3
Berkata demikian sambil Juru Bicara menunjuk pada Malin Kundang. Malin Kundang
segera memegang dadanya karena tidak percaya bahwa dia yang akan terpilih. Ketiga
Putera Raja yang lain serentak berdiri dan dengan suara kesal serentak pula bernyanyi.
Tiga Anak Raja
Sungguh sayembara tidak bermutu
Kami bertiga diberi malu
Yang dipilih belum lah tentu
Anak Raja atau penipu
 
Dimana itu kerajaan Minang
Tidak pernah disebut orang
Kalau memang bukan pecundang
Hadapi kami bermain pedang
Ketiganya mencabut pedang dan menantang Malin Kundang untuk berkelahi. Malin
Kundang nampaknya juga tidak gentar, ia menghadapi ketiganya dengan gaya silat tanpa
senjata. Tapi sebelum semuanya terjadi, Sang Raja tiba-tiba berdiri dan menghardik dengan
suara keras.
Raja
Akulah Raja yang menentukan
Menghitamkan dan memutihkan 
Segala yang sudah kuputuskan
Tiada seorang boleh melawan
 
Kalian bertiga saya perintahkan
Tempat ini segera tinggalkan
Maka beberapa orang Punggawa bersenjata tombak, menghalau ketiga Anak Raja yang
membangkang itu keluar. Setelah Anak Raja itu keluar, maka Raja menggamit lagi Juru
Bicaranya, setelah mendengar bisikan Raja, maka Juru Bicara pun berkata pada Malin
Kundang.
Juru Bicara
Cinta adalah keikhlasan perasaan
Takkan mungkin hadir karena paksaan
Kesan pertama bisa menyilaukan
Tapi hati bersatu yang menentukan
 
Karena itu Raja memberi kesempatan
Kalian berdua untuk saling berkenalan
Habis berkata begitu ia memukul Gong 3x. Dan bersama Raja dan permaisuri ia
meninggalkan ruangan itu, membiarkan Malin Kundang tinggal berdua dengan Sang Puteri.
 
Adegan 4
Mulanya keduanya sepertu saling malu-malu. Diam begitu saja saling memandang dengan
sudut mata. Tetapi ketika Sang Puteri bergerak melangkah kedepan dan berdiri didekat
jendela, maka Malin Kundang pun berdiri mendekatinya. Ia memandang dengan nanar
puteri yang cantik itu yang tertunduk malu. Ia mengangkat dagu Sang Puteri dengan mesra,
sambil bernyanyi.
Malin Kundang
Takdir telah menentukan, sayang
Kita bersatu didalam cinta
Hilangkan segala keraguan, sayang
Mari merangkuh hari bahagia
 
Sang Puteri
Bagaimana ku percaya, kasih
Cintamu suci bukanlah dusta
Pasrahkan hidup tuk selamanya, kasih
Cemasku nanti kan tersia-sia
 
Refrein (duet)
Masa depan jangan takuti
Asalkan kita bersatu hati
Kalau cinta memang sejati
Takkan menyesal sampai mati
 
Malin Kundang
Percayalah kepadaku, sayang
Cinta suciku hanya untukmu
 
Sang Puteri
Kupercaya kepadamu, kasih
Hidup matiku hanya untukmu
 
Kembali kebait refrein:
Masa depan jangan takuti
Asalkan kita bersatu hati
Kalau cinta memang sejati
Takkan menyesal sampai mati
Setelah menyelesaikan nyanyian itu musik yang menyentak mesra dan seiring lampu yang
didimer turun, kelihatan bayangan tubuh mereka yang saling berpelukan, dan akhirnya
hilang ditutup layar. 
 

EPISODE III

Backdrop: Eksteriur menggambarkan sebuah dermaga kayu dipinggir laut. Disekitar tempat
itu juga tampak banyak batu-batu karang yang bertonjolan disana sini.
 
Musik
Full orkestra sebagai pembuka dalam nada-nada Minang yang dinamik. Sekaligus
merupakan background untuk sejumlah anak-anak yang sudah berbaris seperti Episode
pertama membawakan nyanyian bersama untuk pengantar Episode ketiga. Diawali dengan
suara tunggal, kemudian dosambut dengan koor mengulang baris ketiga dan keempat seperti
pakem lagu tradisi randai.
LAGU PENGANTAR
Beruntung nasib si Malin Kundang
Pewaris harta si Induk Semang
Kawin dengan Putri nan Jombang
Hidupnya kini semakin senang
 
Koor:
Kawin dengan Putri nan Jombang
Hidupnya kini semakin senang
Terdengar kabar dia kan pulang
Lautan luas akan dihadang
Mengangkat harkat yang pernah hilang
Inginkan hormat orang memandang
 
Koor:
Mengangkat harkat yang pernah hilang
Inginkan hormat orang memandang
 
Adegan 1
Setelah nyanyian koor itu maka ada beberapa anak-anak yang keluar dari kelompok
berkejaran sepanjang pantai dan tiba-tiba salah seorang diantaranya ada yang naik ke
dermaga kayu sambil memandang jauh ketengah lautan.
Anak Pertama
(Ia berteriak kepada kawan-kawannya)

Hai kawan-kawan… ditengah laut ada sebuah kapal besar


Nampaknya sedang menuju kemari…!
Beberapa anak-anak ada yang ikut berlari naik keatas dermaga dan meninjau kearah yang
ditunjukkan oleh kawannya.
Anak Kedua
Mana… mana… mana kapal itu?
Anak Pertama
Itu dia pandir… lihat sebelah kanan 
Bukankah itu sebuah kapal besar
Yang sedang meracah gelombang
Menuju kemari…!
 
Anak Kedua
Ya… ya kulihat… Wah itu sebuah kapal mewah
Kapal siapa itu…?
Tidak pernah ada kapal semewah itu merapat kemari…!
 
Anak Ketiga
Semalam kudengar Mamak berkata
Malin Kundang yang telah kaya raya di rantau orang
Akan pulang ke Ranah Minang
Mungkin itu dia kapalnya…!
Ketiga anak ini melompat turun dari dermaga sambil berteriak-teriak kepada kawan-
kawannya yang lain.
Anak 1,2,3
(Dalam nyanyian)
Ada kapal ditengah laut
Kapal mewah bukan kepalang
Kalau boleh kami menyebut
Katanya kapal si Malin Kundang
 
Anak-anak yang lain
(Dengan nada dan gaya bercanda)
Malin Kundang kapalnya gadang
Kini dia lah pulang kandang
Tentu uangnya juga segudang
Bagilah kami saketek surang
 
Adegan 2
Ada seorang pemuda yang tersinggung dengan kelakuan anak-anak itu. Ia maju mendekat
dan berkata marah. 
Pemuda
Hust.. jangan kalian mengejek orang
Malin Kundang waktu kecil adalah teman sepermainan saya
Seharusnya kita sambut dia dengan tari gelombang
Karena sekarang dia telah kaya raya
 
Anak kedua pada Anak Pertama
Kalau sudah kaya orang baru dia menghormat
Waktu melarat-dia bilang penjahat
Huh… dasar penjilat
 
Adegan 3
Ada serombongan orang kampung lagi yang datang ke Dermaga. Kebanyakan wanita salah
seorang diantaranya naik ke dermaga kemudian melompat turun dan bernyanyi. 
Wanita penyampai berita
Dengarkanlah wahai sanak saudara
Aku sampaikan berita amat gembira
Ada kapal mewah menuju ke Muara
Yang punya si Malin rang kampung kita
 
Orang-orang kampung
(Dalam nyanyian bersama)

Malin Kundang rang Kampung kita


Dulu melarat miskin dan papa
Kini pulang lah kaya raya
Sungguhlah Tuhan Maha Kuasa
 
Seorang haji
Karena itu janganlah suka
Menghina orang kala sengsara
Tuhan berbuat sekehendaknya
Yang kayapun bisa punah hartanya
 
Adegan 4
Didalam kegalauan orang ramai itu, dengan tertatih-tatih dan bertongkat masuklah Ibu
Malin Kundang. Ia menyeruak ketengah, dan orang-orang memperhatikannya. Dengan
suara yang penuh harap memandangi setiap wajah sambil bernyanyi.
Ibu Malin Kundang
Telingaku kah yang salah dengar
Anakku sayang si Malin Kundang
Bertahun-tahun tiada kabar
Benarkah dia sekarang lah pulang
 
Orang-orang kampung
(Dalam nyanyian bersama)
Mandeh benar-mandeh benar
Telingamu tak salah dengar
Mandeh sayang-mandeh sayang
 
Ibu Malin Kundang
Coba ulangi sekali lagi
Tidakkah ini hanyalah mimpi
Bertahun-tahun aku menanti 
Benarkah anakku telah kembali
 
Orang-orang kampung
(Dalam nyanyian bersama)

Bukan mimpi-bukan mimpi


Ini benar-benar terjadi
Tengah laut-mande lihat
Kapalnya telah semakin dekat
 
Ibu Malin Kundang
(Melihat sebentar kelaut, kemudian tiba-tiba ia bersujud ke tanah)
Syukur padamu Tuhan Yang Rahman
Doaku kini engkau kabulkan
Sebelum ajal datang menjelang
Bertemu anakku si Malin Kundang
 
Adegan 5
Orang-orang kampung membangunkan perempuan itu membimbingnya beramai-ramai.
Mereka mengayun dalam gerakan tari yang gembira seakan-akan sedang menuju kesuatu
tempat.
Orang-orang kampung
(Dalam nyanyian bersama)
Ayo mandeh.. mari mandeh
Ke Muaro kito bagageh
Mari sayang.. Mandeh sayang
Kito sonsong anakmu pulang
Musik
Yang meriah dan penuh kegembiaraan mengiringi orang-orang kampung yang sedang
mengayun dalam tarian bersama itu.
 
Adegan 6
Seiring dengan bunyi terompet kapal maka ujung sebuah kapal besar yang mewah dimana
diatasnya berdiri beberapa kelasi diseret masuk sampai ke Dermaga. Semua orang didarat
mengerubungi dan memandangnya dengan kagum. Diatas geladak tiba-tiba nampak Malin
Kundang yang gagah berdiri di samping isterinya yang cantik. Salah seorang awak kapal
meniup terompet kerang dan dengan suara keras berteriak dari atas.
Awak Kapal
Wahai semua orang didarat
Lapangkan jalan jangan menghambat
Tuanku Malin dan permaisuri
Berkenan turun menginjak bumi
 
Dua orang awak kapal lagi turun kedarat dan mengembangkan karpet merah yang akan
dilalui. Malin Kundang setelah menunjuk-nunjuk kesana kemari seperti menjelaskan sesuatu
pada isterinya, akhirnya melangkah turun dari kapal. Semua orang yang berada disisi kiri
kanan karpet membungkuk memberi hormat pada Malin Kundang. Salah seorang diantara
ada yang berteriak. 
 
Pemuda kampung
Hidup Malin Kundang….!
Hidup rang kampung kita…!
 
Orang-orang kampung lain
(Bersorak pula bersama-sama)
Hidup Malin Kundang…!
Hidup rang kampung kita…!
 
Adegan 7
Menyeruak ditengah ramai itu majulah Ibu Malin Kundang tertatih-tatih menyongsong
anaknya.
Ibu Malin Kundang
Anakku sayang si Malin Kundang
Lama kutunggu kini kau datang
Terkabul jua malah doaku
Bertemu dengan anak kandungku
 
Sejenak Malin Kundang tertegun, kemudian dengan keras tiba-tiba ia menarik tangan
isterinya untuk kembali naik ke kapal. Tetapi isterinya sekuat itu pula menahan tarikan
suaminya.
Isteri Malin Kundang
Kenapa abang berbaik surut
Seperti orang yang sedang takut
Perempuan ini tadi menyebut
Ibu kandungmu datang menjemput
 
Malin Kundang
(Dengan nada marah penutup malu)
Janganlah adik menghina daku
Sakit rasanya didalam hati
Perempuan ini bukan Ibuku
Ibu kandungku keturunan puti
Bukan seperti perempuan itu
Mengaku-ngaku tak tahu diri
 
Ibu Malin Kundang
(Masih dengan penuh harap makin mendekati anaknya)
Bukan aku mengaku-ngaku, nak
Codet pipimu tanda yang pasti
Engkau terlahir dari rahimku, nak
Ibumu bukan keturunan puti
 
Malin Kundang
(Dengan nada tinggi karena semakin marah. Ia menuding-nuding perempuan itu)
Hai perempuan tak tahu malu
Jangan bermimpi aku anakmu
Ambil cermin tatap wajahmu
Pantaskah engkau jadi ibuku
 
Ibu Malin Kundang
(Karena kerinduannya, ia tidak menghiraukan kata-kata anaknya itu. Ia malah menjerembab
dan memegangi kaki Malin Kundang)
Lama kutahan rindu didada
Siang dan malam aku berdoa
Wahai anakku belahan nyawa
Belai rinduku duhai ananda…
 
Ibu Malin Kundang memeluk kaki anaknya itu dengan erat. Tapi Malin Kundang malah
menariknya dengan keras membuat perempuan tua itu jatuh terjangkang. Orang-orang yang
melihat memandangnya dengan mata menghukum, dan ini membuat Malin Kundang semakin
marah.
 

Malin Kundang
Perempuan gila tak tahu diri
Membuat ku malu ditengah rami
Sudah kukatakan Ibuku keturunan Puti
Nyahlah engkau dari sini
 
Malin Kundang berkata begitu sambil ia datang dan menyepakkan tubuh perempuan itu
sehingga sekali lagi ia jatuh terjangkang. Isteri Malin Kundang berusaha untuk menolong
dan membangunkan perempuan itu, tetapi Malin Kundang telah menyeretnya naik kembali
keatas kapal. Orang-orang ramai yang berada didarat juga tak tega melihat kejadian itu,
dan banyak yang menghilang meninggalkan dermaga. Tinggallah Ibu Malin Kundang
seorang yang tertelungkup menangis tersedu-sedu. Setelah tangisnya agak reda, ia duduk
bersimpuh dan menadahkan tangannya kelangit, berdoa.
 
Ibu Malin Kundang 
Ya Tuhan Yan Maha Kuasa
Engkaulah Yang Maha Tahu
Jika dia bukan anakku
Maafkanlah kekhilafanku
Tapi jika dia benar anakku
Jatuhkan padanya kutukanmu….!
 
Adegan 8
Sehabis doa Ibu Malin Kundang ini, maka terdengarlah petir tunggal menggelegar dengan
dahsyat, diikuti oleh deruman bunyi angin puyuh yang bertiup makin lama makin kencang
membuat semua benda-benda yang ada dipinggir laut itu berterbangan. Termasuk kapal
Malin Kundang yang masih bersandar di dermaga kelihatan bergoyang-goyang diterpa
angin puyuh. Orang-orang berlompatan turun dan berlarian kesana kemari saling menjerit
ketakutan.
 
Sound & Lighting Effect
Ketika suara-suara ombak gemuruh bergulung dan angin kencang itu makin ramai, maka
strobo light memancar berkali-kali seakan kilatan petir yang membelah kegelapan. Dan
ditengah-tengah kekacauan itu terdengar pula berkali-kali teriakan orang.
Malin Kundang
Mandeeeeeh… ampun mandeeeeh…!
Ampuuuuun Mandeeeeeh!
Tapi suara teriakan Malin Kundang itu lenyap ditelan puncak gemuruh suara seakan kapal
yang sedang pecah terhempas kekarang.
 
Adegan 9
Ketika kemarahan alam itu sudah berhenti, suasana menjadi sunyi senyap. Yang terdengar
hanya kecipak air laut dibibir pantai. Dan ketika cahaya lampu diangkat kembali sedikit
demi sedikit, nampaklah asap mengepul disana sini. Dan disalah satu tempat dibalik asap-
asap yang mengepul itu tampak… Malin Kundang terpaku duduk bersimpuh – telah menjadi
batu. Tangannya mengacung seperti orang mintak tolong. Gambaran itu semakin jelas
setelah seluruh asap-asap yang menutup, hilang tertiup angin.
 
Ibu Malin Kundang yang selama peristiwa alam itu bersujud ketanah, dengan pelan-pelan
mengangkat kepalanya. Memandang kekiri dan kekanan seakan tak percaya. Kemudian
matanya jatuh pada Malin Kundang yang telah menjadi batu bersimpuh diantara karang-
karang dan pecahan-pecahan kapal yang berserakan. Ibu Malin Kundang tertatih-tatih
datang mendekati batu itu. Merabanya dari kaki sampai kekepala dengan wajah tak percaya.
Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan sedih berkali-kali, kemudian merangkul batu
yang telah kaku itu. 
Ibu Malin Kundang
Oh Tuhan…
Bukan ini yang ku inginkan 
 
Sejahat apapun dia…
Dia lahir dari rahimku
Seburuk apapun dia…
Dia adalah anak kandungku
 
Tapi sekarang Oh Tuhan… 
Ia telah menjadi batu
 
Musik
Habis berkata itu ia menangis tersedu-sedu dan tangisan penyesalan Ibu Malin Kundang ini
disambut musik yang bergemuruh, menggambarkan geliat hati seorang Ibu yang tidak
menyangka bahwa kutukannya akan berakibat seperti itu. Ini mungkin harus diaksentuir
dengan gesekan biola yang mengiris hati diiringi nyanyian koor penutup. 
 
Malin Kundang putera yang satu
Kutukan Tuhan sumpah berlaku
Teriris pedih hati sang Ibu
Anaknya telah menjadi batu….

Anda mungkin juga menyukai