DOKUMENTASI : 1. FAZA
2. VEYREN
PUBLIKASI : 1. DARIN
2. ZIKRINA
TIM ARTISTIK
SUTRADARA : NUR ANNISA
TATA PANGGUNG DEKORASI & PROPERTI
1. SYARIFATURROIHANAH MAULIDIYAH
2. SYAISIJA WAHYU WAHYUDI
9.PENJUAL LEPAT
1. RAJA
2. RATU
3. PUTRI RAJA
4. PEMUDA PENJILAT
SYAISIJA
6. WAK HAJI
SEPTA
PENYANYI
SATRIA & MONICA
EPISODE I
Backdrop menggambarkan pemandangan sebuah ruang terbuka dipinggir laut yang sering
dipergunakan oleh para nelayan dan penduduk disekitarnya sebagai tempat “pasar kaget”
setiap hari minggu.
Musik Pembuka
Untuk memusatkan perhatian penonton, musik dan sound effect berupa petir dan hempasan
ombak serta jeritan manusia yang dahsyat untuk akhir cerita dicomot sedikit sebagai musik
pembuka dan sound effect ini langsung pula disambut oleh musik pembuka yang full
orkestra. Tingkah bertingkah antara alat-alat musik modern dengan alat-alat musik
tradisional minang.
Adegan 1:
Ketika layar dibuka, diatas pentas telah berjejer sejumlah anak-anak yang akan
membawakan nyanyian koor pengantar cerita dengan gerakan-gerakan sederhana untuk
meng-aksentuir nyanyian.
LAGU PEMBUKAAN
Inilah kisah cerita lama
Warisan budaya leluhur kita
Tentang seorang anak durhaka
Dikutuk Tuhan menjadi arca
Konon terjadi di Pantai Padang
Menjadi saksi sampai sekarang
Pecahan kapal disela karang
Telungkup batu si Malin Kundang
Malin Kundang – si Malin Kundang
Anak durhaka kata orang
Adegan 2:
Akhir nyanyian koor ini diteruskan oleh teriakan-teriakan bersautan dari anak-anak yang
berlarian dalam persiapan permainan dolanan “Bangau dan buaya”. Mereka berteriak-
teriak:
Anak Pertama
Ayo kita main, bangau dan buaya…!
Rame-rame
Ayo mari..mari… Siapa yang jadi buaya?
Anak Pertama
Ayo Sut… ayo sut….
Musik
Cak cak Mimin
Belalang di atas batu
Mari kita bermain
Burung bangau berkaki Satu
Selesai lagu itu serentak semua menaikkan kakinya satu, seperti burung bangau. Kemudian
lagu dilanjutkan:
Cur cur kucur
Melompat bersama-sama
Siapa yang jatuh tersungkur
Dimakan oleh buaya
Semua yang berkaki satu itu dengan mengangkat kedua tangan ke atas melompat-lompat
maju dengan kaki satu, salah seorang diantaranya terjatuh dan langsung dikejar oleh anak
yang jadi buaya dengan menggumulinya. Yang lain-lain berteriak kesenengan.
Keributan itu tiba-tiba menjadi hening, ketika mereka melihat Malin Kundang kecil yang
berbaju compang camping masuk dan ikut-ikut berteriak gembira melihat permainan itu
.
Anak Pertama
Mengapa kamu ikut tertawa-tawa?
Siapa yang mengajak kamu serta!
Malin Kundang
Tidak ada yang mengajak saya
Tapi saya ingin ikut serta
Anak Kedua
Tengok bajumu yang compang camping
Ikut kami takkan sebanding
Malin Kundang
Saya ingin ikut bermain
Kenapa baju jadi pembanding
Anak Pertama
Suruhlah ibumu membeli baju
Sudahlah lusuh badan berbau
Takkan sepadan kau dan aku
Ibumu hanya tukang cari kayu
Semua anak-anak yang lain ikut mengejek dan tertawa sambil berteriak-teriak:
Rame-rame
Malin Kundang – Malin Kundang
(ketawa, rame-rame)
Malin Kundang
Ia sangat malu dan sedih. Dengan tertatih-tatih ia meninggalkan tempat itu masih diikuti
oleh ketawa anak-anak yang mencemoohkannya. Dan sebagian dari anak-anak itu ada yang
ikut keluar dan sebagian lainnya tetap tinggal melihat masuknya beberapa orang pedagang
yang mulai menggelar dagangan mereka ditempat itu.
Adegan 3
Fokus pada 3 orang pedagang kain yang sedang menawarkan dagangannya dalam gerak
tari dengan melempar-lempar aneka warna kain dengan indahnya ke atas, sambil menggoda
orang-orang yang lewat.
Pedagang Kain
Ayo Buk…! Ayo Uni…! Ayo Diak…!
Mari ramai-ramai membeli kain…!
Ucapan ini mereka teruskan dalam lagu:
Sekelumit musik instrumentalia untuk mengiringi para pedagang kain yang sedang
mencobakan berbagai gerakan bagai peragawan yang sedang memamerkan kain-kain itu
yang mereka lilitkan ketubuhnya. Habis bergaya itu musik kembali kepada bait pertama lagu
sampai bait kedua. Selesai lagu orang-orang berebutan membeli kain.
Pembeli 1
Saya yang ini, potong 2 meter pak
Pembeli 2
(Merebut kain yang sedang dipegang orang lain)
Saya yang ini, potong 1 meter pak. Untuk rok pomble saya
Pembeli 3
Apa-apaan ini…? Saya telah memegang lebih dahulu…!
(Mereka bertarik-tarikan kain itu – sehingga robek dan pembeli 3 langsung lari)
Pedagang Kain 1
Hei..hei.. apa-apaan ini.. Jangan lari…!
Kain saya robek… siapa yang ganti…?
Adegan 4
Keributan itu tertutup dengan masuknya seorang anak perempuan yang menjunjung nampan
menjual lepat sambil bernyanyi. Diiringkan oleh beberapa orang anak-anak dibelakangnya
dalam gerakan yang sama.
Penjual lepat
Saya ini si penjual lepat
Lepat pisang dan lepat ubi
Kalau dimakan rasanya lezat
Perut kenyang pengganti nasi
Ayo mari-belilah lepat
Uangnya untuk ibu berobat
Adegan 5
Habis bernyanyi itu ia menggelar dagangannya disudut lapangan. Malin Kundang Nampak
mengendap-endap masuk pasar. Ia nampaknya sangat letih dan kelaparan. Matanya liar
memandang kesana kemari. Namun tak seorangpun yang mengacuhkannya. Dengan langkah
cepat tiba-tiba saja ia mencomot sebuah lepat membawanya lari ketengah pasar. Perempuan
penjual lepat yang kaget, berteriak histeris:
Penjual lepat
Maling… maliiiiing…
Ada yang mencuri lepatku…!
Tolong… Toloooooong!
Maka pasar yang semula tenang itu menjadi kelibut. Mengikuti telunjuk penjual lepat
mereka berlarian mengejar Malin Kundang. Si Malin Kundang yang belum sempat memakan
lepat itu, melemparkan lepatnya kemudian mencoba meloloskan diri dari kepungan orang
banyak. Tetapi kemanapun ia lari, orang-orang mengikutinya dan akhirnya berhasil
menangkapnya
.
Orang Pasar 1
Ini dia malingnya sudah kutangkap…!
Orang Pasar 2
Mana dia, seret kesini – Boleh kita hajar rame-rame
Orang-orang Pasar lainnya
Ya… Pukul saja maling itu- Hajar dia biar modar
Malin Kundang
Ampuuuun… Ampun Pak… Ampun Mamak
Orang Pasar 1
Apa ampun.. Kecil-kecil jadi pencuri-Kalau besar jadi perampok kamu
Malin Kundang
Ampun Pak…Ampun Mamak
Orang-orang Pasar lainnya
Jangan kasih ampun-ayo kita pukul rame-rame
Adegan 6
Semuanya bagaikan kesetanan mengeroyok Malin Kundang. Dan ditengah keributan
masuklah 2 orang Polisi. Mereka masuk dengan langkah dan gaya karikatural sambil
membawa pentungan karet. Mereka berkata dalam nyanyian:
Polisi 1-2
Ada apa ini ribut-ribut
Didalam pasar bikin kelibut
Cobalah jawab cobalah sebut
Supaya kami bisa mengusut
Orang-orang Pasar
(Dalam nyanyian koor)
Malin Kundang
(Menjawab dengan gagap)
Mau…!
Datuk Nakodo
Bekerja memeras keringat… Bukan meminta-minta…?
Malin Kundang
Mau…!
Datuk Nakodo
(Kepada kedua orang Polisi)
Nah, lepaskanlah dia
Akan kubawa bekerja dikapal saya
Itu akan lebih baik untuk mendidiknya
Daripada didalam penjara
(Kemudian ia berpaling pada Ibu si Malin)
(Maka lampu-lampu pun di dimmer sampai menggelapi pentas serentak layar menutup)
EPISODE II
Narasi (sebelum layar dibuka)
Lima belas tahun sudah berlaku
Malin Kundang pergi meninggalkan Ibu
Mengabdi kerja pada Datuk Nakodo
Sampai diaku bagai anaknya
Ketika Datuk meninggal dunia
Karena tak punya sanak keluarga
Ia wariskan segala hartanya
Pada si Malin yang setia merawatnya
Backdrop:
Menggambarkan interior ruang tamu sebuah kerajaan Entah Berantah. Bisa saja Melayu-
Thailand atau Siam. Yang penting segala property yang ada diruangan itu dan ornament
yang menghias dinding-dindingnya menyarankan bahwa itu adalah ruangan sebuah
kerajaan. Ada tiga Kursi Singgasana ditengah bagian belakang. Dan 6 kursi lagi berjejer
tiga-tiga dikiri kanannya.
Adegan 1
Ketika layar dibuka tiga kursi singgasana masih kosong. Cuma dikiri kanannya nampak
Punggawa berjaga memegang tombak dan seorang Jurubicara Raja yang memegang
pemukul Gong. Dibelakangnya tergantung sebuah Gong besar. Kemudian 6 kursi yang
berjejer dikiri kanan, lima sudah diduduki orang. Sedangkan 1 kursi masih tampak kosong.
Juru Bicara Raja memukul Gong 3x, lalu ia bernyanyi.
Juru Bicara
Seri Paduka Maharaja Bumi
Beserta Seri Maharatu permaisuri
Segera akan memasuki ruangan ini
Hadirin semua dipersilahkan berdiri
Maka berdirilah kelima orang tamu yang telah menduduki kursi itu. Raja masuk, diiringkan
permaisurinya dan seorang puterinya yang cantik jelita. Ketika Raja telah menduduki
singgasananya, maka ia memberi isyarat kepada Jurubicara untuk menyuruh tamu-tamunya
duduk kembali.
Juru Bicara
Hadirin dipersilahkan duduk kembali
Setelah tamu-tamu duduk kembali dengan tertib, maka Raja pun memberikan isyaratnya
kepada Juru Bicara. Jubir Raja memukul Gong 3x dan segera disambut oleh Musik yang
gempita.
Musik
Alunan musik dari Tanah Seberang (bisa Melayu-Thailand-atau Siam). Ia bukan saja untuk
memberikan suasana bahwa tempat itu berada disebuah Negara yang lain, tetapi juga
sekaligus untuk mengiringi Tarian yang akan dipersembahkan oleh para penari istana untuk
menghibur raja dan tamu-tamunya. Tarian akan menyesuaikan diri dengan musiknya. Ketika
tarian hampir berakhir, kelihatan Malin Kundang yang sudah dewasa dan gagah nampak
berdiri dengan ragu-ragu dipintu. Apakah dia akan masuk atau ingin pergi saja, karena
didalam ternyata ada acara. Tetapi raja yang melihat telah menggamitnya dan
mempersilahkan ia duduk dikursi yang kosong. Ketika tarian berakhir, maka semua bertepuk
tangan termasuk Malin Kundang mengiringi para penari yang out off stage.
Juru Bicara
Seri Paduka Maharaja Yang Mulia
Berkenan untuk memulai acara
(Selanjutnya ia teruskan dalam nyanyian)
EPISODE III
Backdrop: Eksteriur menggambarkan sebuah dermaga kayu dipinggir laut. Disekitar tempat
itu juga tampak banyak batu-batu karang yang bertonjolan disana sini.
Musik
Full orkestra sebagai pembuka dalam nada-nada Minang yang dinamik. Sekaligus
merupakan background untuk sejumlah anak-anak yang sudah berbaris seperti Episode
pertama membawakan nyanyian bersama untuk pengantar Episode ketiga. Diawali dengan
suara tunggal, kemudian dosambut dengan koor mengulang baris ketiga dan keempat seperti
pakem lagu tradisi randai.
LAGU PENGANTAR
Beruntung nasib si Malin Kundang
Pewaris harta si Induk Semang
Kawin dengan Putri nan Jombang
Hidupnya kini semakin senang
Koor:
Kawin dengan Putri nan Jombang
Hidupnya kini semakin senang
Terdengar kabar dia kan pulang
Lautan luas akan dihadang
Mengangkat harkat yang pernah hilang
Inginkan hormat orang memandang
Koor:
Mengangkat harkat yang pernah hilang
Inginkan hormat orang memandang
Adegan 1
Setelah nyanyian koor itu maka ada beberapa anak-anak yang keluar dari kelompok
berkejaran sepanjang pantai dan tiba-tiba salah seorang diantaranya ada yang naik ke
dermaga kayu sambil memandang jauh ketengah lautan.
Anak Pertama
(Ia berteriak kepada kawan-kawannya)
Malin Kundang
Perempuan gila tak tahu diri
Membuat ku malu ditengah rami
Sudah kukatakan Ibuku keturunan Puti
Nyahlah engkau dari sini
Malin Kundang berkata begitu sambil ia datang dan menyepakkan tubuh perempuan itu
sehingga sekali lagi ia jatuh terjangkang. Isteri Malin Kundang berusaha untuk menolong
dan membangunkan perempuan itu, tetapi Malin Kundang telah menyeretnya naik kembali
keatas kapal. Orang-orang ramai yang berada didarat juga tak tega melihat kejadian itu,
dan banyak yang menghilang meninggalkan dermaga. Tinggallah Ibu Malin Kundang
seorang yang tertelungkup menangis tersedu-sedu. Setelah tangisnya agak reda, ia duduk
bersimpuh dan menadahkan tangannya kelangit, berdoa.
Ibu Malin Kundang
Ya Tuhan Yan Maha Kuasa
Engkaulah Yang Maha Tahu
Jika dia bukan anakku
Maafkanlah kekhilafanku
Tapi jika dia benar anakku
Jatuhkan padanya kutukanmu….!
Adegan 8
Sehabis doa Ibu Malin Kundang ini, maka terdengarlah petir tunggal menggelegar dengan
dahsyat, diikuti oleh deruman bunyi angin puyuh yang bertiup makin lama makin kencang
membuat semua benda-benda yang ada dipinggir laut itu berterbangan. Termasuk kapal
Malin Kundang yang masih bersandar di dermaga kelihatan bergoyang-goyang diterpa
angin puyuh. Orang-orang berlompatan turun dan berlarian kesana kemari saling menjerit
ketakutan.
Sound & Lighting Effect
Ketika suara-suara ombak gemuruh bergulung dan angin kencang itu makin ramai, maka
strobo light memancar berkali-kali seakan kilatan petir yang membelah kegelapan. Dan
ditengah-tengah kekacauan itu terdengar pula berkali-kali teriakan orang.
Malin Kundang
Mandeeeeeh… ampun mandeeeeh…!
Ampuuuuun Mandeeeeeh!
Tapi suara teriakan Malin Kundang itu lenyap ditelan puncak gemuruh suara seakan kapal
yang sedang pecah terhempas kekarang.
Adegan 9
Ketika kemarahan alam itu sudah berhenti, suasana menjadi sunyi senyap. Yang terdengar
hanya kecipak air laut dibibir pantai. Dan ketika cahaya lampu diangkat kembali sedikit
demi sedikit, nampaklah asap mengepul disana sini. Dan disalah satu tempat dibalik asap-
asap yang mengepul itu tampak… Malin Kundang terpaku duduk bersimpuh – telah menjadi
batu. Tangannya mengacung seperti orang mintak tolong. Gambaran itu semakin jelas
setelah seluruh asap-asap yang menutup, hilang tertiup angin.
Ibu Malin Kundang yang selama peristiwa alam itu bersujud ketanah, dengan pelan-pelan
mengangkat kepalanya. Memandang kekiri dan kekanan seakan tak percaya. Kemudian
matanya jatuh pada Malin Kundang yang telah menjadi batu bersimpuh diantara karang-
karang dan pecahan-pecahan kapal yang berserakan. Ibu Malin Kundang tertatih-tatih
datang mendekati batu itu. Merabanya dari kaki sampai kekepala dengan wajah tak percaya.
Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan sedih berkali-kali, kemudian merangkul batu
yang telah kaku itu.
Ibu Malin Kundang
Oh Tuhan…
Bukan ini yang ku inginkan
Sejahat apapun dia…
Dia lahir dari rahimku
Seburuk apapun dia…
Dia adalah anak kandungku
Tapi sekarang Oh Tuhan…
Ia telah menjadi batu
Musik
Habis berkata itu ia menangis tersedu-sedu dan tangisan penyesalan Ibu Malin Kundang ini
disambut musik yang bergemuruh, menggambarkan geliat hati seorang Ibu yang tidak
menyangka bahwa kutukannya akan berakibat seperti itu. Ini mungkin harus diaksentuir
dengan gesekan biola yang mengiris hati diiringi nyanyian koor penutup.
Malin Kundang putera yang satu
Kutukan Tuhan sumpah berlaku
Teriris pedih hati sang Ibu
Anaknya telah menjadi batu….