Anda di halaman 1dari 199

ORGAN NEGARA DAN FUNGSI

KEKUASAAN NEGARA
oleh

Dr. H. MUSTAMIN, SH.,MH


TEORI PEMISAHAN DAN TEORI PEMBAGIAN KEKUASAAN

Montesquieu mempopulerkan “Teori Pemisahan


kekuasaan” dan Hans Kelsen mempopulerkan “Teori
Pembagian Kekuasaan”. Kedua teori tersebut
merupakan cikal bakal pembentukan lembaga
negara (lahirnya lembaga legislatif, eksekutif, dan
yudikatif). Lembaga negara tersebut berfungsi
melaksanakan kedaulatan rakyat.

Di Indonesia ketiga kategori lembaga negara tersebut


dikenal dalam Perubahan UUD 1945:
– Bab III mengenai kekuasaan Pemerintahan Negara,
– Bab VII mengenai Dewan Perwakilan Rakyat, dan
– Bab IX mengenai Mahkamah Agung.
Dasar Hukum Atribusi Kekuasaan Lembaga Negara
dalam Perubahan UUD 1945

1. MPR

• Dasar hukum Atribusi wewenang dalam


Perubahan UUD 1945 : Pasal 3 ayat(1) dan (2),
Pasal 7A, Pasal 7B ayat (7), Pasal 8 ayat
(1),(2),dan 3) Perubahan UUD 1945.
2. Presiden
• Dasar hukum Atribusi wewenang dalam
Perubahan UUD 1945: Pasal 4 ayat(1), Pasal 5
ayat (1) dan (2), Pasal 10, Pasal 11 ayat (1),
Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat(1)
dan (2), Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17 ayat (2),
Pasal 20 ayat (2) dan (4), Pasal 22 ayat(1),
Pasal 23 ayat (2),Pasal 23F ayat (1), Pasal 24A
ayat (3), Pasal 24B ayat (3) ,Pasal 24C ayat (3),
Perubahan UUD 1945
3. DPR
• Dasar hukum Atribusi wewenang dalam
Perubahan UUD 1945 : Pasal 20 ayat (1) dan
(2), Pasal 22 ayat (2), Pasal 22D ayat (1) dan
(2), Pasal 23 ayat (2), Pasal 20A ayat (1), Pasal
22D ayat (3), Pasal 22F ayat (1), Pasal 22E ayat
(2) dan (3), Pasal 24B ayat (3), Pasal 24A ayat
(3), Pasal 24C ayat (3), Pasal 13 ayat(3) dan (4),
Pasal 14 ayat (2), Pasal 11 ayat (2), Perubahan
UUD 1945
4. DPD
• Dasar hukum Atribusi wewenang dalam
Perubahan UUD 1945 : Pasal 22D ayat
(1),(2),(3), Pasal 2F ayat (1), Perubahan UUD
1945.
5. MA
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam
Perubahan UUD 1945 : Pasal 24 ayat (2), Pasal
24A ayat (1), Pasal 24C ayat (3).

6. MK
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam
Perubahan UUD 1945 : Pasal 24C ayat (1),
Pasal 24C ayat (2).
7. KY
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam
Perubahan UUD 1945 : Pasal 24A ayat (3),
Pasal 24B ayat (1).

8. BPK
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam
Perubahan UUD 1945 : Pasal 23E ayat (1) dan
(2).
9. Pemerintah Daerah
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam
Perubahan UUD 1945 : Pasal 18 ayat (2), ayat
(5), ayat (6).
10. Komisi Pemillihan Umum
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam
Perubahan UUD 1945 : Pasal 22E ayat (1),
(2), (5).
11. Bank Sentral
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam
Perubahan UUD 1945 : Pasal 23D
12. Tentara Nasional Indonesia
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam
Perubahan UUD 1945 : Pasal 30 ayat (3)
13. Kepolisian Negara Republik Indonesia
Dasar hukum Atribusi wewenang dalam
Perubahan UUD 1945 : Pasal 30 ayat (4)

14. Dewan Pertimbangan


Dasar hukum Atribusi wewenang dalam
Perubahan UUD 1945 : Pasal 16.
• Dalam Perubahan UUD 1945 terdapat lembaga
yang menggunakan nomenklatur atau nama
komisi yaitu Komisi Yudisial dan Komisi
Pemilihan Umum. Lembaga Komisi yang
merupakan lembaga-lembaga pembantu (state
auxiliary agencies), dibentuk berdasarkan
Undang-Undang maupun peraturan lainnya.
Lembaga-lembaga tersebut diposisikan
setingkat lembaga negara, idealnya bersifat
“independent” dan secara khusus ditujukan
untuk menjalankan fungsi dan kewenangan
tertentu.
LEMBAGA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA MENURUT UUD 1945
TATA CARA PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN
KEDUDUKAN LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA
1. MPR

1) Tata Cara Pembentukannya


Dasar hukumnya Pasal 2 , pasal 3 UUD 1945
dan Pasal 2 UU No. 17 tahun 2014 tentang
MPR, DPR, DPD dan DPRD.
MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota
DPD yang dipilih melalui pemilihan umum.
MPR berwenang (pasal 4):
a. mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden hasil
pemilihan umum;
c. memutuskan usul DPR untuk memberhentikan
Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya, setelah Mahkamah Konstitusi
memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela
dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden;
d. melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila
Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak
dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya;
e. memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang
diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan
jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya; dan
f. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila
keduanya mangkat, berhenti, diberhentikan, atau
tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya secara bersamaan, dari 2 (dua) pasangan
calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh
partai politik atau gabungan partai politik yang
pasangan calon presiden dan wakil presidennya
meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa
jabatannya.
MPR bertugas (Pasal 5 ):
a. memasyarakatkan ketetapan MPR;
b. memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Bhinneka Tunggal Ika;
c. mengkaji sistem ketatanegaraan, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, serta pelaksanaannya; dan
d. menyerap aspirasi masyarakat berkaitan dengan
pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Keanggotaan MPR (Pasal 7:
1) Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan Presiden.
2) Masa jabatan anggota MPR adalah 5 (lima) tahun dan berakhir
pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Dalam Pasal 8 :
1) Anggota MPR sebelum memangku jabatannya mengucapkan
sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh Ketua
Mahkamah Agung dalam sidang paripurna MPR.
2) Anggota MPR yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji
secara bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pimpinan MPR.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengucapan
sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dalam peraturan MPR tentang tata tertib.
Anggota MPR berhak (Pasal 10 :

a. mengajukan usul pengubahan pasal Undang-


Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
b. menentukan sikap dan pilihan dalam
pengambilan keputusan;
c. memilih dan dipilih;
d. membela diri;
e. imunitas;
f. protokoler; dan
g. keuangan dan administratif.
Anggota MPR berkewajiban (pasal 11):

1) memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;


2) melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-
undangan;
3) memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
4) mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional
dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
5) mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan
pribadi, kelompok, dan golongan; dan
6) melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil
daerah.
Alat Kelengkapan (Pasal 14):
Alat kelengkapan MPR terdiri atas:
a. pimpinan; dan
b. panitia ad hoc MPR.
Pimpinan (Pasal 15 ):
4) Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang
ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua yang
dipilih dari dan oleh anggota MPR.
5) Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota MPR
dalam satu paket yang bersifat tetap.
6) Bakal calon pimpinan MPR berasal dari fraksi
dan/atau kelompok anggota disampaikan di
dalam sidang paripurna.
4. Tiap fraksi dan kelompok anggota sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat mengajukan 1
(satu) orang bakal calon pimpinan MPR.
5. Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipilih secara musyawarah untuk
mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna
MPR.
6. Dalam hal musyawarah untuk mufakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
tercapai, pimpinan MPR dipilih dengan
pemungutan suara dan yang memperoleh suara
terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan MPR
dalam rapat paripurna MPR.
7) Selama pimpinan MPR sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) belum terbentuk, sidang MPR
pertama kali untuk menetapkan pimpinan MPR
dipimpin oleh pimpinan sementara MPR.
8) Pimpinan sementara MPR sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) berasal dari anggota
MPR yang tertua dan termuda dari fraksi
dan/atau kelompok anggota yang berbeda.
9) Pimpinan MPR ditetapkan dengan keputusan
MPR.
10)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemilihan pimpinan MPR diatur dalam peraturan
MPR tentang tata tertib.
Pimpinan MPR bertugas pasal 16 ayat (1):
a. memimpin sidang MPR dan menyimpulkan
hasil sidang untuk diambil keputusan;
b. menyusun rencana kerja dan mengadakan
pembagian kerja antara ketua dan wakil
ketua;
c. menjadi juru bicara MPR;
d. melaksanakan putusan MPR;
e. mengoordinasikan anggota MPR untuk
memasyarakatkan Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Bhinneka Tunggal Ika;
f. mewakili MPR di pengadilan;
g. menetapkan arah dan kebijakan umum anggaran
MPR; dan
h. menyampaikan laporan kinerja pimpinan dalam
sidang paripurna MPR pada akhir masa jabatan.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan tugas
pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ay
DPR
Susunan dan Kedudukan DPR (Pasal 67) UU
No.17 tahun 2014 ttg MPR,DPR, DPD dan
DPRD.
• DPR terdiri atas anggota partai politik peserta
pemilihan umum yang dipilih melalui
pemilihan umum.
• Pasal 68 DPR merupakan lembaga perwakilan
rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga
negara.
Fungsi DPR (Pasal 69)
(1) DPR mempunyai fungsi:

a. legislasi;
b. anggaran; dan
c. pengawasan.
(2) Ketiga fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam
kerangka representasi rakyat, dan juga untuk mendukung
upaya Pemerintah dalam melaksanakan politik luar negeri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 70 (1) Fungsi legislasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 69 ayat (1) huruf a dilaksanakan sebagai perwujudan
DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-
undang.
Wewenang Tugas
DPR bertugas (pasal 72):
a. menyusun, membahas, menetapkan, dan
menyebarluaskan program legislasi nasional;
b. menyusun, membahas, dan menyebarluaskan
rancangan undang-undang;
c. menerima rancangan undang-undang yang diajukan
oleh DPD berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan
pusat dan daerah;
d. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
undang-undang, APBN, dan kebijakan pemerintah;
e. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan
atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara yang disampaikan oleh BPK;
f. memberikan persetujuan terhadap
pemindahtanganan aset negara yang menjadi
kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan terhadap perjanjian yang
berakibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat
yang terkait dengan beban keuangan negara;
g. menyerap, menghimpun, menampung, dan
menindaklanjuti aspirasi masyarakat; dan
h. melaksanakan tugas lain yang diatur dalam undang-
undang.
Dalam pasal 73 :
1) DPR dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya,
berhak memanggil pejabat negara, pejabat
pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat
secara tertulis untuk hadir dalam rapat DPR.
2) Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan
hukum, atau warga masyarakat wajib memenuhi
panggilan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3) Dalam hal pejabat negara dan/atau pejabat
pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
hadir memenuhi panggilan setelah dipanggil 3 (tiga)
kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, DPR dapat
menggunakan hak interpelasi, hak angket, atau hak
menyatakan pendapat atau anggota DPR dapat
menggunakan hak mengajukan pertanyaan.
4) Dalam hal badan hukum dan/atau warga
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tidak hadir setelah dipanggil 3 (tiga) kali
berturut-turut tanpa alasan yang sah, DPR
berhak melakukan panggilan paksa dengan
menggunakan Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
5) Dalam hal panggilan paksa sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) tidak dipenuhi tanpa
alasan yang sah, yang bersangkutan dapat
disandera paling lama 30 (tiga puluh) Hari sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Hak DPR Pasal 79
(1) DPR mempunyai hak:
a. interpelasi;
b. angket; dan
c. menyatakan pendapat.
(2) Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a adalah hak DPR untuk meminta
keterangan kepada Pemerintah mengenai
kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis
serta berdampak luas pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(3) Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan
penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu
undang-undang dan/atau kebijakan
Pemerintah yang berkaitan dengan hal
penting, strategis, dan berdampak luas pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara yang diduga bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.
(4) Hak menyatakan pendapat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah hak DPR
untuk menyatakan pendapat atas:
a. kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar
biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia
internasional;
b. tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan hak angket
sebagaimana dimaksud pada ayat (3); atau
c. dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
melakukan pelanggaran hukum baik berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun
perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil
Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden.
(3) Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan
penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu
undang-undang dan/atau kebijakan
Pemerintah yang berkaitan dengan hal
penting, strategis, dan berdampak luas pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara yang diduga bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.
(4) Hak menyatakan pendapat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah hak
DPR untuk menyatakan pendapat atas:
a. kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian
luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia
internasional;
b. tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan hak
angket sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
atau
c. dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden melakukan pelanggaran hukum baik
berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya,
maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden.
Hak dan Kewajiban Anggota

Hak Anggota DPR (Pasal 80):


a. mengajukan usul rancangan undang-undang;
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan pendapat;
d. memilih dan dipilih;
e. membela diri;
f. imunitas;
g. protokoler;
h. keuangan dan administratif;
i. pengawasan;
j. mengusulkan dan memperjuangkan program
pembangunan daerah pemilihan; dan
k. melakukan sosialiasi undang-undang.
Kewajiban Anggota DPR
Anggota DPR berkewajiban (Pasal 81 ):
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati
ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. mempertahankan dan memelihara kerukunan
nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
d. mendahulukan kepentingan negara di atas
kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
e. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;
f. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara;
g. menaati tata tertib dan kode etik;
h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja
dengan lembaga lain;
i. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen
melalui kunjungan kerja secara berkala;
j. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan
pengaduan masyarakat; dan
k. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan
politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.
Alat Kelengkapan DPR (pasal 83):
(1) Alat kelengkapan DPR terdiri atas:
a. pimpinan;
b. Badan Musyawarah;
c. komisi;
d. Badan Legislasi;
e. Badan Anggaran;
f. Badan Kerja Sama Antar-Parlemen;
g. Mahkamah Kehormatan Dewan;
h. Badan Urusan Rumah Tangga;
i. panitia khusus; dan
j. alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk
oleh rapat paripurna.
DPD
Susunan dan Kedudukan Pasal 246:
DPD terdiri atas wakil daerah provinsi yang
dipilih melalui pemilihan umum.
Pasal 247 DPD merupakan lembaga
perwakilan daerah yang berkedudukan
sebagai lembaga negara.
DPD mempunyai fungsi (Pasal 248 (1)):
a. pengajuan rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan
dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah kepada DPR;
b. ikut dalam pembahasan rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah;
c. pemberian pertimbangan kepada DPR atas rancangan
undang-undang tentang anggaran pendapatan dan
belanja negara dan rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; serta
d. pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai
otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan
agama.
DPD mempunyai wewenang dan tugas pasal 249
(1):
a. mengajukan rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran
serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah
kepada DPR;
b. ikut membahas rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud
dalam huruf a;
c. menyusun dan menyampaikan daftar inventaris
masalah rancangan undang-undang yang berasal dari
DPR atau Presiden yang berkaitan dengan hal
sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
d. memberikan pertimbangan kepada DPR atas
rancangan undang-undang tentang APBN dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
pajak, pendidikan, dan agama;
e. dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang mengenai otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan
sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;
e. menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-
undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran,
dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan undang-undang APBN, pajak, pendidikan, dan agama
kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti;
f. menerima hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari BPK
sebagai bahan membuat pertimbangan kepada DPR tentang
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan APBN;
g. memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota
BPK; dan
h. menyusun program legislasi nasional yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan
dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
(2) Dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d, anggota DPD dapat melakukan rapat
dengan pemerintah daerah, DPRD, dan unsur masyarakat di
daerah pemilihannya.
Keanggotaan DPD

Pasal 252 (1) Anggota DPD dari setiap provinsi


ditetapkan sebanyak 4 (empat) orang.
(2) Jumlah anggota DPD tidak lebih dari 1/3 (satu per
tiga) jumlah anggota DPR.
(3) Keanggotaan DPD diresmikan dengan keputusan
Presiden.
(4) Anggota DPD dalam menjalankan tugasnya
berdomisili di daerah pemilihannya dan mempunyai
kantor di ibu kota provinsi daerah pemilihannya.
(5) Masa jabatan anggota DPD adalah 5 (lima) tahun
dan berakhir pada saat anggota DPD yang baru
mengucapkan sumpah/janji.
Hak DPD Pasal 256
DPD berhak:
a. mengajukan rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat
dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah;
b. ikut membahas rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat
dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah;
c. memberikan pertimbangan kepada DPR dalam
pembahasan rancangan undang-undang tentang
anggaran pendapatan dan belanja negara dan
rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan pajak, pendidikan, dan agama;
d. melakukan pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang mengenai otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak,
pendidikan, dan agama.
Anggota DPD Pasal 257 berhak:
a. bertanya;
b. menyampaikan usul dan pendapat;
c. memilih dan dipilih;
d. membela diri;
e. imunitas;
f. protokoler; dan
g. keuangan dan administratif. berhak:
Anggota DPD (Pasal 258) berkewajiban:
a. memegang teguh dan mengamalkan
Pancasila;
b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati
peraturan perundang-undangan;
c. mempertahankan dan memelihara
kerukunan nasional dan keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
d. mendahulukan kepentingan negara di atas
kepentingan pribadi, kelompok, golongan, dan
daerah;
e. menaati prinsip demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara;
f. menaati tata tertib dan kode etik;
g. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja
dengan lembaga lain;
h. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan
pengaduan masyarakat; dan
i. memberikan pertanggungjawaban secara moral
dan politis kepada masyarakat di daerah yang
diwakilinya.
Alat Kelengkapan DPD Pasal 259
(1) Alat kelengkapan DPD terdiri atas:
a. pimpinan;
b. Panitia Musyawarah;
c. panitia kerja;
d. Panitia Perancang Undang-Undang;
e. Panitia Urusan Rumah Tangga;
f. Badan Kehormatan; dan
g. alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat
paripurna.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan,
susunan, serta wewenang dan tugas alat kelengkapan DPD
diatur dalam peraturan DPD tentang tata tertib.
3) Dalam hal anggota tertua dan/atau anggota
termuda sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
berhalangan, sebagai penggantinya adalah
anggota tertua dan/atau anggota termuda
berikutnya.
4) Ketua dan wakil ketua DPD diresmikan dengan
keputusan DPD.
5) Pimpinan DPD sebelum memangku jabatannya
mengucapkan sumpah/janji yang teksnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 258 yang
dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemilihan pimpinan DPD diatur dalam peraturan
DPD tentang tata tertib.
Pimpinan DPD (pasal 260)
1) Pimpinan DPD terdiri atas 1 (satu) orang ketua
dan 2 (dua) orang wakil ketua yang dipilih dari
dan oleh anggota DPD dalam sidang paripurna
DPD.
2) Dalam hal pimpinan DPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, DPD
dipimpin oleh pimpinan sementara DPD.
3) Pimpinan sementara DPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) terdiri atas 1 (satu)
orang ketua sementara dan 1 (satu) orang wakil
ketua sementara yang merupakan anggota
tertua dan anggota termuda usianya.
4. PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
1) Pengisian Jabatan Presiden
Dasar hukum Pasal (4-15) Perubahan UUD 1945 jo UU
No 22 Th 2003. Satu-satunya Lembaga negara yang
pembentukannya tidak diatur dengan UU sebelum
Perubahan UUD 1945 adalah Presiden. Setelah
Perubahan UUD 1945 ditentukan dalam batang
tubuhnya bahwa Calon Presiden dan Calon Wakil
presiden harus warga negara Indonesia sejak
kelahirannya, tidak pernah mengkhianti negara, serta
mampu secara rohani dan jasmani melaksanakan tugas
dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil presiden.
Syarat-syarat lebih lanjut diatur dengan UU(Periksa UU
No 23 Th 2003).
2) Kedudukan, tugas dan wewenang Presiden
Perubahan UUD 1945 membedakan dua kedudukan
Presiden yaitu sebagai Kepala Negara dan Kepala
Pemerintahan. Di samping kekuassaan sebagai Kepala
Negara, Presiden RI berhak mengajukan RUU,
membahas RUU bersama DPR, mengesahkan,
mengundangkan UU dlam Lembaran Negara dan
beberaapa kewenngan dibidang legislative.
Berdasarkan paparan diatas maka kekusaan Presiden
dapat dikelompokkan menjadi empat :
1. Kekuasaan Penyelenggaraan Pemerintah
2. Kekuasaan di bidang Perundang – undangan
3. Kekuassaan di bidang Yudisial dan
4. Kekuasaan dalam hubungan luar negeri.
5. Mahkamah Agung (MA)
Dasar hukumnya Pasal 24 Bab IX Perubahan UUD
1945 menentukan bahwa : Kekuasaan kehakimn
merupakan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan. Kekuassaan kehakiman
dilakuka oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan Peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
• Mahkamah Agung berwenang mengadili pada
tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-
undangan di bawah undang – undang, dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan
oleh UU. Hakim Agung harus memiliki
integritas dan kepribadian yang tidak tercela,
adil, professional, dan berpengalaman di
bidang hukum.
Berdasarkan ketentuan UU No. 14 tahun 1970 jo UU
No. 14 tahun 1985 Mahkamah Agung RI tidak hanya
melaksanakan fungsi Peradilan saja, tetapi berbagai
fungsi yaitu :
a. Fungsi peradilan
b. Fungsi mengatur
c. Fungsi penasihat
d. Fungsi pengawasan dan
e. Fungsi administrative
Di dalam Negara hukum maka perlu adanya
Mahkamah Agung, sebagai badan/lembaga yang
mempunyai tugas menegakkan tertib hukum,
disamping Mahkamah Agung merupakan peradiln
kasasi, mengawasi kegiatan – kegiatan peradilan
bawahan dan melakukan hak uji material peraturan
perundang – undangan di bawah UU.
6. MK (Mahkamah Konstitusi)
Dasar hukumnya Pasal 24 C Perubahan UUD
1945 : Mahkamah Konstitusi berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk menguji UU
terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh UUD, memutus pembubaran Partai Politik,
dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilu.
Tujuan Pembentukan MK dilandasi pemikiran :
~Perubahan struktur Ketatanegaraan dari sistem
supremasi MPR” ke pemisahan kekuasaan
berdasarkan prinsip “Checks and Balances
system”.
~Penegasan dan penguatan prinsip negara
hukum dimana “rule of the Constitution and
prinsip Constitutional democracy”
diutamakan.
7. MK (Mahkamah Konstitusi)
• MK (Mahkamah Konstitusi) merupakan
pemegang kekuasaan kehakiman sesudah MA
(Bab IX pasal 24 ayat 2). Lembaga negara ini
termasuk baru. Lembaga ini mempunyai
wewenang mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir serta putusannya bersifat final
untuk :
• menguji undang-undang terhadap undang-
undang dasar,
• memutus sengketa kewenangan,
• memutus perselisihan hasil pemilu, dan
memberi putusan atas pendapat DPR
mengenai dugaan terhadap presiden/wakil
presiden terhadap UUD.
• MK memiliki 9 hakim konstitusi yang
ditetapkan oleh Presiden. Masing-masing
hakim tersebut terdiri atas : 3 orang diajukan
oleh MA, 3 orang diajukan oleh DPR, dan 3
orang diajukan oleh Presiden.
8. KY (Komisi Yudisial)
Seperti MK, KY (Komisi Yudisial) juga
merupakan lembaga negara yang termasuk
baru. Dasar hukum: UU No. 22 Tahun 2004
Lembaga ini dibentuk untuk mengawasi
perilaku para hakim. Selain itu lembaga ini
dibentuk untuk mengawasi praktik kotor
penyelenggaraan/proses peradilan. Lembaga
ini juga punya kewenangan mengusulkan calon
Hakim Agung.
• Dalam UUD 1945 hasil amandemen,
kedudukan KY ini diatur dalam pasal 24 B.
Lembaga ini bersifat mandiri, yang
keberadaannya dibentuk dan diberhentikan
oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
Adanya komisi ini, diharapkan
penyelenggaraan peradilan terhindar dari
praktik-praktik kotor
9. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)
• Pasal 23E Bab VIII A mengatur mengenai BPK.
Tujuannya untuk memeriksa pengelolaan dan
tanggungjawab tentang keuangan negara
diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang
bebas dan mandiri. Hasil Pemeriksaan keuangan
negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD,
sesuai UU. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD dan
diresmikan oleh Presiden. Pimpinan BPK dipilih
dari dan oleh anggota.
BENTUK NEGARA, BENTUK PEMERINTAHAN, SISTEM
PEMERINTAHAN DAN KEDAULATAN NEGARA
Negara ?
• Status atau statum, yang berarti
Bahasa latin
menempatkan

Bahasa Belanda • Staat

Bahasa Inggris • State

• Nagari atau negara


Bahasa Sansekerta
• Yang berarti wilayah, kota atau penguasa

Negara ialah organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang telah


mendiami wilayah tertentu
Unsur-unsur
terbentuknya
negara

Adanya Adanya Pengakuan


Adanya Rakyat Wilayah Pemerintah dari Negara
Negara yang Berdaulat Lain
Sifat dan hakikat negara

Sifat Memaksa

Sifat Monopoli

Sikap Mencakup Semua


(all-embrancing)
Fungsi Negara

Menegakan
Melaksanakan Mengusahakan Pertahanan
Keadilan
penertiban kesejahteraan dan • Negara harus
kemakmuran rakyat Negara berfungsi
• Negara menjaga
menegakan
mencegah • Negara mampu wilayah,
keadilan bagi
terjadinya membuat kedaulatan dan
seluruh
bentrokan- masyarakat bahagia memberikan
masyarakat
bentrokan secara umum dari rasa aman
meliputi seluruh
dalam sisi ekonomi dan kepada
aspek kehidupan
masyarakat sosial masyarakat
seperti politik,
kemasyarakatan terhadap segala
ekonomi, sosial
serangan,
budaya, hukum
gangguan dan
dan pendidikan
ancaman yang
berasal dari
dalam atau luar
negara
Bentuk Negara

Negara Serikat
Negara Kesatuan
atau Federasi

Negara yang tidak tersusun dari


beberapa negara yang memiliki Negara yang tersusun atas
kedaulatan, tidak terbagi dan beberapa negara bagian yang
kewenangannya berada pada masing-masing tidak berdaulat
pemerintah pusat
Indonesia, Filipina, Myanmar AS, Inggris, Belanda, Jepang
Bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia, tujuan negara
terdapat dalam alinea keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945

Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh


tumpah darah Indonesia

Memajukan kesejahteraan umum

Mencerdaskan kehidupan bangsa

Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang


berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial
Bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia didasarkan pada lima alasan

1. Unitarisme sudah merupakan cita-cita gerakan


kemerdekaan Indonesia
2. Negara tidak memberikan tempat hidup bagi
provinsialisme
3. Tenaga-tenaga terpelajar kebanyakan berada di Pulau
Jawa sehingga tidak ada tenaga di daerah untuk
membentuk negara federal
4. Wilayah-wilayah Indonesia tidak sama potensi dan
kekayaannya
5. Dari sudut geopolitik, dunia internasional akan melihat
Indonesia kuat apabila sebagai negara kesatuan
Plato

Klasik Aristoteles

Polybius

Monarki
Bentuk absolut
Pemerintahan
Monarki
Monarki
konstitusional

Monarki
parlementer
Modern
Republik
absolut

Republik
Republik
konstitusional

Republik
parlementer
Bentuk pemerintahan menurut Plato
Aristokrasi

Timokrasi

Oligarki

Demokrasi

Tirani
Bentuk pemerintahan menurut
Aristoteles
• Monarki
• Tirani
• Aristokrasi
• Politea
• Demokrasi
Bentuk pemerintahan menurut
Polybius
Monarki

Okhlorasi Tirani

Demokrasi Aristokrasi

Oligarki
Bentuk Pemerintahan Monarki
Monarki absolut
Monarki absolut adalah bentuk pemerintahan dalam
suatu negara yang dikepalai oleh seorang (raja, ratu,
syah, atau kaisar) yang kekuasaan dan w e w
enangnya tidak terbatas.
Perintah raja merupakan wewenang yang harus
dipatuhi oleh rakyatnya. Pada diri raja terdapat
kekuasaan eksekutif, yudikatif, dan legislatif yang
menyatu dalam ucapan dan perbuatannya.
Contoh Perancis semasa Louis XIV dengan
semboyannya yang terkenal L’etat C’est Moi (negara
adalah saya)
Monarki konstitusional
Monarki konstitusional adalah bentuk pemerintahan dalam
suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja yang
kekuasaannya dibatasi undang – undang dasar (konstitusi).
Proses monarki kontitusional adalah sebagai berikut:
1. Ada kalanya proses monarki konstitusional itu datang dari
raja itu sendiri karena takut dikudeta. Contohnya: negara
Jepang dengan hak octroon.
2. Ada kalanya proses monarki konstitusional itu terjadi karena
adanya revolusi rakyat terhadap raja. Contohnya: inggris yang
melahirkan Bill of Rights I tahun 1689, Yordania, Denmark,
Aarab Saudi, Brunei Darussalam.
Monarki parlementer
Monarki parlementer adalah bentuk pemerintahan dalam
suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja dengan
menempatkan parlemen (DPR) sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi.
Dalam monarki parlementer, kekuasaan, eksekutif dipegang
oleh kabinet (perdanan menteri) dan bertanggung jawab
kepada parlemen.
Fungsi raja hanya sebagai kepala negara (simbol kekeuasaan)
yang kedudukannya tidak dapat diganggu gugat.
Bentuk monarki parlementer sampai sekarang masih tetap
dilaksanakan di negara Inggris, Belanda, dan Malaysia.
Bentuk Pemerintahan Republik
Republik absolut Republik konstitusional Republik parlementer

• Pemerintahan bersifat • Presiden memegang • P residen hanya


diktator tanpa ada kekuasaan kepala berfungsi sebagai
pembatasan negara dan kepala kepala negara.
kekuasaan. pemerintahan. Namun, presiden tidak
• Penguasa • Kekuasaan presiden dapat diganggu –
mengakibatkan dibatasi oleh gutat.
konstitusi dan untuk konstitusi. • Kepala pemerintah
melegitimasi • Pengawasan yang berada di tangan
kekuasaannya efektif dilakukan oleh perdana menteri yang
digunakanlah partai parlemen. bertanggung jawab
politik. kepada parlemen.
• Dalam pemerintahan • Dalam sistem ini,
ini, parlemen memang kekuasaan legislatif
ada, namun tidak lebih tinggi dari pada
berfungsi. kekuasaan eksekutif.
Berdasarkan Pola Hubungan Antara Lembaga Eksekutif
dan Lembaga Legislatif

Parlementer
Sistem
Pemerintahan
Presidensial
Pengertian Sistem Pemerintahan

Sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua istilah,


“sistem” dan “pemerintahan”

“Sistem” adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa


bagian yang mempunyai hubungan fungsional, baik antara
bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap
keseluruhannya, sehingga, hubungan itu menimbulkan
suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya
jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik, maka akan
mempengaruhi keseluruhannya itu. (. Friedrich)
PEMERINTAHAN

• Dalam arti luas


Dalam arti luas, pemerintahan adalah
perbuatan memerintah yang dilakukan oleh
badan-badan legislatif, eksekutif dan yudikatif
di suatu negara dalam rangka mencapai tujuan
penyelenggaraan negara.
• Dalam arti sempit
Dalam arti sempit, pemerintahan adalah
perbuatan memerintah yang dilakukan oleh
badan eksekutif beserta jajarannya dalam
rangka mencapai tujuan penyelenggaraan
negara.
Sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas
berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantung dan
mempengaruhi dalam mencapai tujuan dan fungsi pemerintahan

Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi lembaga


eksekutif, legislatif dan yudikatif

Jadi, sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga


negara, hubungan antarlembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara
dalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan
SISTEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER

• Sistem parlementer adalah sebuah sistem


permerintahan di mana parlemen memiliki peranan
penting dalam pemerintahan.
• Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam
mengangkat perdana menteri dan parlemen pun
dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan
cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya.
• Eksekutif dalam sistem parlementer
adalah kabinet. Kabinet yang terdiri dari
perdana menteri dan menteri-menteri,
bertanggung jawab sendiri atau
bersama-sama kepada parlemen.
• Kesalahan yang dilakukan oleh kabinet
tidak dapat melibatkan kepala negara.
Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Parlementer
Raja/ratu atau Presiden adalah sebagai kepala negara.

Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri.
Kepala negara hanya berperan sebagai simbol kedaulatan dan keutuhan negara.

Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih lansung oleh rakyat melalui
pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.

Eksekutif bertanggung jawab kepada legislatif. Dan yang disebut sebagai eksekutif di sini adalah kabinet.
Kabinet harus meletakkan atau mengembalikan mandatnya kepada kepala negara, manakala parlemen
mengeluarkan mosi tidak percaya kepada menteri tertentu atau seluruh menteri.

Dalam sistem dua partai, yang ditunjuk sebagai pembentuk kabinet dan sekaligus sebagai perdana menteri
adalah ketua partai politik yang memenangkan pemilu. Sedangkan partai politik yang kalah akan berlaku
sebagai pihak oposisi.

Dalam sistem banyak partai, formatur kabinet harus membentuk kabinet secara koalisi, karena kabinet harus
mendapat dukungan kepercayaan dari parlemen.

Apabila terjadi perselisihan antara kabinet dan parlemen dan kepala negara beranggapan kabinet berada dalam
pihak yang benar, maka kepala negara akan membubarkan parlemen. Dan menjadi tanggung jawab kabinet
untuk melaksanakan pemilu dalam tempo 30 hari setelah pembubaran itu.
KELEBIHAN SISTEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER
a. Pembuatan kebijakan dapat ditangani secara
cepat karena mudah terjadi penyesuaian
pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini
karena kekuasaan legislatif dan eksekutif berada
pada satu partai atau koalisi partai.
b. Garis tanggung jawab dalam pembuatan
dan pelaksanaan kebijakan publik jelas
c. Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen
terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi
berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
Kekurangan Sistem Pemerintahan
Parlementer
a. Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada
mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu
kabinet dapat dijatuhkan oleh parlementer
b. Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tak
bisa ditentikan berakhir sesuai dengan masa jabatannya
karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar
c. Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal ini terjadi bila
para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal
dari partai mayoritas. Karena pengaruh mereka yang besar di
parlemen dan partai, anggota kabinet pun dapat menguasai
parlemen
d. Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan
eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen
dimanfaatkan dan menjadi bekal penting untuk menjadi
menteri atau jabatan eksekutif lainnya.
SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL
• Dalam sistem pemerintahan presidensial, kedudukan
eksekutif tak tergantung pada badan perwakilan
rakyat.
• Adapun dasar hukum dari kekuasaan eksekutif
dikembalikan kepada pemilihan rakyat.
• Sebagai kepala eksekutif, seorang presiden menunjuk
pembantu-pembantunya yang akan memimpin
departemennya masing-masing dan mereka itu
hanya bertanggung jawab kepada presiden.
CIRI-CIRI SISTEM PEMERINTAHAN
PRESIDENSIAL
Penyelenggara negara berada di tangan presiden. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala
pemerintahan. Presiden tak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu
dewan/majelis

Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertanggung jawab kepada presiden dan tidak
bertanggung jawab kepada parlemen/legislatif

Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen karena ia tidak dipilih oleh parlemen

Presiden tak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer

Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan menjabat sebagai lembaga perwakilan. Anggotanya pun dipilih
oleh rakyat

Presiden tidak berada di bawah pengawasan langsung parlemen


KELEBIHAN SISTEM PRESIDENSIAL
• Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak
tergantung pada parlemen
• Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu
tertentu. Misalnya, masa jabatan presiden Amerika Serikat
adalah 4 tahun dan presiden Indonesia selama 5 tahun
• Penyusunan program kerja kabinet mudah disesuaikan
dengan jangka waktu masa jabatannya
• Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan
eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota
parlemen sendiri.
KEKURANGAN SISTEM PRESIDENSIAL
• Kekuasaan eksekutif di luar pengawasan langsung
legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan
mutlak
• Sistem pertanggung jawabannya kurang jelas
• Pembuatan keputusan/kebijakan publik umumnya
hasil tawar-menawar antara eksekutif dengan
legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak
tegas dan memakan waktu yang lama.
Sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia

7 Kunci pokok sistem pemerintahan Indonesia setelah amandemen

1. Indonesia adalah negara hukum dengan bentuk negara kesatuan


dengan prinsip otonomi, terbagi menjadi beberapa provinsi
2. Bentuk pemerintahan adalah republik konstitusional
3. Sistem pemerintahan presidensial
4. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan
5. Kabinet atau menteri diangkat oleh Presiden dan
bertanggungjawab kepada Presiden
6. Parlemen bikameral yaitu DPR dan DPD
7. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh MA, MK dan KY
SISTEM PEMERINTAHAN
Di dunia ini ada beberapa macam sistem pemerintahan
yang masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan, karakteristik, serta perbedaan sendiri-
sendiri. Sesuai dengan kondisi negara masing-masing,
sistem ini dibedakan menjadi :

1. Presidensial
2. Parlementer
3. Semipresidensial
4. Liberal
5. Demokrasi liberal
6. Komunis
Sistem pemerintahan
adalah cara pemerintah dalam mengatur semua yang
berkaitan dengan pemerintahan.
Sistem pemerintahan dapat diartikan sebagai suatu tatanan
utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan
yang bekerja saling bergantungan dan mempengaruhi
dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan.
Sistem ini berfungsi untuk menjaga kestabilan
pemerintahan, politik, pertahanan, ekonomi, dll.
Sistem pemerintahan yang dijalankan secara benar dan
menyeluruh, maka semua negara tersebut akan berada
dalam keadaan stabil.
SISTEM PEMERINTAHAN
INDONESIA SAAT INI
Berdasarkan Pembukaan UUD 1945 Alinea IV yang
berbunyi, "bahwa kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu disusun dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam
suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat. "Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1
UUD 1945, yang berbunyi, "Negara Indonesia
adalah negara kesatuan yang berbentuk republik."
Dapat disimpulkan
• bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan,
sedangkan bentuk pemerintahannya adalah Republik.
Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk
pemerintahan republik, Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan
sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada
Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, "Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut Undang-Undang Dasar." Dengan demikian,
sistem pemerintahan di Indonesia menganut Sistem
Pemerintahan Presidensial.

• Secara teori, berdasarkan UUD 1945,
Indonesia menganut sistem pemerintahan
presidensial. Namun dalam praktiknya banyak
bagian-bagian dari sistem pemerintahan
parlementer yang masuk ke dalam sistem
pemerintahan di Indonesia. Sehingga secara
singkat bisa dikatakan bahwa sistem
pemerintahan yang berjalan Indonesia adalah
sistem pemerintahan yang merupakan
gabungan atau perpaduan antara sistem
pemerintahan presidensial dengan sistem
pemerintahan parlementer.
INDONESIA MENGALAMI BEBERAPA KALI
PERUBAHAN PERIODISASI SISTEM
PEMERINTAHAN :

1. Pada tahun 1945 - 1949 = Indonesia pernah


menganut Sistem Pemerintahan Presidensial
2. Pada tahun 1949 - 1950, Indonesia
menganut sistem pemerintahan parlementer
yang semu.
3. Pada tahun 1950 - 1959, Indonesia masih
menganut sistem pemerintahan
parlementer dengan demokrasi liberal
4. Pada tahun 1959 - 1966, Indonesia
menganut sistem pemerintahan presidensial
secara demokrasi terpimpin.
5. Pada tahun 1966-1998 (Orde Baru),
Indonesia menganut sistem pemerintahan
presidensial
Perubahan dalam sistem pemerintahan tidak
hanya berhenti sampai disitu saja. Karena
terjadi perbedaan pelaksanaan sistem
pemerintahan menurut UUD 1945 sebelum
UUD 1945 diamandemen dan setelah terjadi
amandemen UUD 1945 pada tahun 1999-
2002.
SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA INDONESIA BERDASARKAN
UUD 1945 SEBELUM DIAMANDEMEN

Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia


berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen
tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh
kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut
sebagai berikut:

Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum


(rechtsstaat).
– Sistem Konstitusional.
– Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
– Presiden adalah penyelenggara pemerintah
negara yang tertinggi dibawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat
– Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
– Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri
negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
– Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
• Memasuki masa Reformasi ini, bangsa
Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem
pemerintahan yang demokratis. Untuk itu,
perlu disusun pemerintahan yang
konstitusional atau pemerintahan yang
berdasarkan pada konstitusi. Pemerintah
konstitusional bercirikan bahwa konstitusi
negara itu berisi :
– adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan
atau eksekutif,
– jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak
warga negara.
• Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur
dari sistem pemerintahan parlementer dan melakukan
pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-
kelemahan yang ada dalam sistem presidensial.
Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial
di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR
atas usul dari DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan
mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung.
2. Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu
pertimbangan atau persetujuan dari DPR.
3. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu
pertimbangan atau persetujuan dari DPR.
4. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal
membentuk undang-undang dan hak budget (anggaran)
• Terdapat beberapa macam bentuk pemerintahan
republik yaitu:
1. Republik Absolut,
2. Republik Konstitusional, dan
3. Republik Parlementer.
Republik berasal dari kata res-publica berarti
kepentingan umum.
1. Republik Absolut
Ciri republik absolut adalah pemerintahan yang
diktator tanpa ada pembatasan kekuasaan. Penguasa
mengabaikan konstitusi dan untuk melegitimasi
kekuasaannya dimanfaatkanlah partai politik. Dalam
pemerintahan ini parlemen memang ada tetapi tidak
berfungsi sebagaimana mestinya.
2. Republik Konstitusional
Ciri republik konstitusional adalah presiden memegang
dua kekuasaan yaitu sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan dengan batasan konstitusi yang berlaku di
negara tersebut dan dengan pengawasan
parlemen. Bentuk pemerintahan
Indonesia adalah republik konstitusional.
3. Republik parlementer
Ciri Republik Parlementer adalah presiden hanya
sebagai kepala negara. Namun, presiden tidak dapat
diganggu-gugat. Sedangkan kepala pemerintahan berada
di tangan perdana menteri yang bertanggung jawab
kepada parlemen. Dalam sistem ini kekuasaan legislatif
lebih tinggi daripada kekuasaan eksekutif.
Bentuk pemerintahan Indonesia-Republik
Konstitusional
• Indonesia menerapkan bentuk pemerintahan
republik konstitusional sebagai bentuk
pemerintahan.
• Dalam konstitusi
• Undang-undang Dasar 1945 pasal 1 ayat(1)
disebutkan "Negara Indonesia ialah Negara
Kesatuan yang berbentuk Republik".
• Bentuk pemerintahan republik sebenarnya
masih dapat dibedakan menjadi republik
absolut, republik parlementer dan republik
konstitusional. Bentuk Pemerintahan Republik
Konstitusional yang diterapkan di Indonesia
memiliki ciri pemerintahan dipegang oleh
Presiden sebagai kepala pemerintahan yang
dibatasi oleh konstitusi (UUD). Pasal 4
ayat(1) UUD 1945 dijelaskan "Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang
Dasar.“
• Presiden dibantu oleh wakil presiden saat
menjalankan tugas dan kewajiban. Di negara yang
menggunakan bentuk pemerintahan republik
konstitusional, kekuasaan presiden sebagai
kepala negara dan kepala pemerintahan tidak
diwariskan. Terdapat masa jabatan tertentu dan
ketika masa jabatan tersebut habis, untuk
menentukan presiden selanjutnya dilakukan
melalui cara tertentu sesuai konstitusi yang
berlaku. Di Indonesia cara memilih presiden
adalah secara langsung melalui Pemilihan Umum
(PEMILU). Presiden dan wakil presiden dipilih
dalam satu pasangan yang diusung partai politik
atau koalisi parpol.
PARTAI POLITIK
DAN
PEMILIHAN UMUM
Partai politik
adalah organisasi yang beroperasi dalam
sistem politik. Partai politik memiliki sejarah
panjang dalam hal promosi ide-ide politik dari
level masyarakat ke level negara.
Sebuah definisi klasik mengenai
partai politik
• Diajukan oleh Edmund Burke tahun 1839 dalam tulisannya
"Thoughts on the cause of the present discontents’. Burke
menyatakan bahwa “party is a body of men united, for
promoting by their joint endeavors the national interest,
upon some particular principle upon which they are all
agreed“ partai politik adalah lembaga yang terdiri atas
orang-orang yang bersatu, untuk mempromosikan
kepentingan nasional secara bersama-sama, berdasarkan
pada prinsip-prinsip dan hal-hal yang mereka setujui.
Definisi Burke ini tampak masih “abstrak” oleh sebab tidak
semua partai secara empiris memperjuangan kepentingan
nasional. Ini tampak misalnya dalam tulisan Robert Michels
tentang The Iron Law of Oligarchy (Hukum Besi Oligarki).
Robert Michels
• menyatakan bahwa partai politik, sebagai sebuah
entitas politik, sebagai sebuah mekanisme, tidak secara
otomatis mengindetifikasi dirinya dengan kepentingan
para anggotanya juga kelas sosial yang mereka wakili.
• Partai sengaja dibentuk sebagai alat untuk
mengamankan tujuan. Juga menjadi bagian dari tujuan
itu sendiri, memiliki tujuan dan kepentingan di dalam
dirinya sendiri. Dalam sebuah partai, kepentingan
massa pemilih yang telah membentuk partai kerap kali
terlupakan oleh sebab terhalangi oleh kepentingan
birokrasi yang dijalankan pemimpin-pemimpinnya.
• Definisi Lapalombara dan Anderson ini
membatasi partai politik sebagai organisasi
resmi, diakui pemerintah, dan ikut pemilihan
umum. Partai politik adalah penghubung
antara pusat kekuasaan dengan lokalitas
(warganegara yang tersebar di aneka wilayah,
agama, ideologi, dan sejenisnya). Partai politik
berfungsi untuk menempatkan orang-orang
(kandidat) bagi sebuah jabatan publik.
Fungsi Partai Politik

• Fungsi partai politik di setiap negara


demokrasi cukup penting. Terutama, ini
dikaitkan dengan fungsi perwakilan
kepentingan elemen masyarakat yang mereka
bawakan: Partai politik menerjemahkan
kepentingan-kepentingan tersebut ke dalam
kebijakan pemerintah.
• Aneka penulis telah mengkaji fungsi partai politik.
Salah satunya adalah David McKay. Dalam
kajiannya atas partai-partai politik di Amerika
Serikat, ia pun berkesimpulan bahwa partai
politik memiliki fungsi:
1. Agregasi kepentingan – fungsi ini adalah posisi partai
sebagai alat untuk mempromosikan serta
mempertahankan kepentingan dari kelompok-
kelompok sosial yang ada.
2. Memperdamaikan kelompok dalam masyarakat –
fungsi ini adalah posisi partai politik untuk
membantu memperdamaikan aneka kepentingan
yang saling bersaing dan berkonflik dari masyarakat,
dengan menyediakan platform penyelesaian yang
seragam dan disepakati bersama.
3. Staffing government – fungsi ini adalah posisi partai
politik untuk mengajukan orang-orang yang akan
menjadi pejabat publik, baik baru maupun
menggantikan yang lama.
4. Mengkoordinasi lembaga-lembaga pemerintah –
fungsi ini adalah posisi partai politik mengkoordinasi
aneka lembaga pemerintah yang saling berbeda untuk
tetap memperhatikan kepentingan politik publik.
5. Mempromosikan stabilitas politik – fungsi ini adalah
fungsi partai politik untuk mempromosikan stabilitas
politik, misalnya dengan mengelola isu-isu yang
dibawakan kelompok ekstrim nonpartai ke dalam
parlemen untuk dicarikan titik temunya.
Tipe Partai Politik
Tipe-tipe partai politik dari para ahli cukup banyak, dan ini cukup
membingungkan. Namun, aneka klasifikasi tipe partai politik
tersebut diakibatkan sejumlah sudut pandang. Misalnya, ada yang
mengkaitkan dengan kesejarahan, hubungan sosial, berakhirnya
perang ideologi, dan sebagainya.
Tulisan ini sengaja akan memuat sejumlah pandangan para ahli ilmu
politik mengenai klasifikasi partai politik. Salah satu yang
melakukannya adalah Richard S. Katz. Katz membagi tipe partai
politik menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Partai Elit – Partai jenis ini berbasis lokal, dengan sejumlah elit inti
yang menjadi basis kekuatan partai. Dukungan bagi partai elit ini
bersumber pada hubungan client (anak buah) dari elit-elit yang
duduk di partai ini. Biasanya, elit yang duduk di kepemimpinan partai
memiliki status ekonomi dan jabatan yang terpandang. Partai ini juga
didasarkan pada pemimpin-pemimpin faksi dan elit politik, yang
biasanya terbentuk di dalam parlemen.
2. Partai Massa – Partai jenis ini berbasiskan individu-
individu yang jumlahnya besar, tetapi kerap tesingkirkan
dari kebijakan negara. Partai ini kerap memobilisasi massa
pendukungnya untuk kepentingan partai. Biasanya, partai
massa berbasiskan kelas sosial tertentu, seperti “orang
kecil”, tetapi juga bisa berbasis agama. Loyalitas kepada
partai lebih didasarkan pada identitas sosial partai
ketimbang ideologi atau kebijakan.
3. Partai Catch-All – Partai jenis ini di permukaan hampir
serupa dengan Partai Massa. Namun, berbeda dengan
partai massa yang mendasarkan diri pada kelas sosial
tertentu, Partai Catch-All mulai berpikir bahwa dirinya
mewakili kepentingan bangsa secara keseluruhan. Partai
jenis ini berorientasi pada pemenangan Pemilu sehingga
fleksibel untuk berganti-ganti isu di setiap kampanye.
Partai Catch-All juga sering disebut sebagai Partai
Electoral-Professional atau Partai Rational-Efficient.
4. Partai Kartel - Partai jenis ini muncul akibat berkurangnya
jumlah pemilih atau anggota partai. Kekurangan ini
berakibat pada suara mereka di tingkat parlemen. Untuk
mengatasi hal tersebut, pimpinan-pimpinan partai saling
berkoalisi untuk memperoleh kekuatan yang cukup untuk
bertahan. Dari sisi Partai Kartel, ideologi, janji pemilu,
basis pemilih hampir sudah tidak memiliki arti lagi.
5. Partai Integratif - Partai jenis berasal dari kelompok sosial
tertentu yang mencoba untuk melakukan mobilisasi
politik dan kegiatan partai. Mereka membawakan
kepentingan spesifik suatu kelompok. Mereka juga
berusaha membangun simpati dari setiap pemilih, dan
membuat mereka menjadi anggota partai. Sumber utama
keuangan mereka adalah dari iuran anggota dan
dukungan simpatisannya. Mereka melakukan propaganda
yang dilakukan anggota secara sukarela, berpartisipasi
dalam bantuan-bantuan sosial.
PEMILIHAN UMUM
• SISTIM PEMILU
Sesuai teori demokrasi klasik pemilu adalah
sebuah "Transmission of Belt" sehingga
kekuasaan yg berasal dari rakyat bisa bergeser
menjadi kekuasaan negara yg kemudian
berubah bentuk menjadi wewenang
pemerintah untuk melaksanakan
pemerintahan dan memimpin rakyat.
• Berikut adalah pendapat beberapa para ahli tentang
pemilihan umum:

• Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim


- Pemilihan umum merupakan sebuah cara untuk memilih
wakil-wakil rakyat. oleh karenanya bagi sebuah negara
yang mennganggap dirinya sebagai negara demokratis,
pemilihan umum itu wajib dilaksanakan dalam periode
tertentu.
• Bagir Manan
- Pemilhan umum yang diselenggarakan dalam periode
lima 5 tahun sekali adalah saat ataupun momentum
memperlihatkan secara langsung dan nyata pemerintahan
oleh rakyat. Ketika pemilihan umum itulah semua calon
yang bermimpi duduk sebagai penyelenggara negara dan
juga pemerintahan bergantung sepenuhnya pada
kehendak atau keinginan rakyatnya.
Sistem Pemilihan Umum
• Sistem pemilihan umum merupakan metode
yang mengatur serta memungkinkan warga
negara memilih/mencoblos para wakil rakyat
diantara mereka sendiri. Metode
berhubungan erat dengan aturan dan
prosedur merubah atau mentransformasi
suara ke kursi di parlemen. Mereka sendiri
maksudnya adalah yang memilih ataupun
yang hendak dipilih juga merupakan bagian
dari sebuah entitas yang sama.
Terdapat bagian-bagian atau komponen-
komponen yang merupakan sistem itu sendiri
dalam melaksanakan pemilihan umum
diantaranya:

– Sistem hak pilih


– Sistem pembagian daerah pemilihan.
– Sistem pemilihan

– Sistem pencalonan .
Bidang ilmu politik mengenal beberapa sistem pemilihan
umum yang berbeda-beda dan memiliki cirikhas masing-
masing akan tetapi, pada umumnya berpegang pada dua
prinsip pokok, yaitu:
a. Sistem Pemilihan Mekanis
Pada sistem ini, rakyat dianggap sebagai suatu massa
individu-individu yang sama. Individu-individu inilah
sebagai pengendali hak pilih masing-masing dalam
mengeluarkan satu suara di tiap pemilihan umum untuk
satu lembaga perwakilan.
b. Sistem pemilihan Organis
Pada sistem ini, rakyat dianggap sebagai sekelompok
individu yang hidup bersama-sama dalam beraneka ragam
persekutuan hidup. Jadi persekuuan-persekutuan
inilah yang diutamakan menjadi pengendali hak pilih.
SISTEM PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA

• Bangsa Indonesia telah menyelenggarakan


pemilihan umum sejak zaman kemerdekaan.
Semua pemilihan umum itu tidak
diselenggarakan dalam kondisi yang vacum,
tetapi berlangsung di dalam lingkungan yang
turut menentukan hasil pemilihan umum
tersebut. Dari pemilu yang telah diselenggarakan
juga dapat diketahui adanya usaha untuk
menemukan sistem pemilihan umum yang sesuai
untuk diterapkan di Indonesia.
1. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959)

Pada masa ini pemilu diselenggarakan oleh


kabinet BH-Baharuddin Harahap (tahun 1955).
Pada pemilu ini pemungutan suara
dilaksanakan 2 kali yaitu yang pertama untuk
memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat
pada bulan September dan yang kedua untuk
memilih anggota Konstituante pada bulan
Desember. Sistem yang diterapkan pada
pemilu ini adalah sistem pemilu proporsional.
• Pelaksanaan pemilu pertama ini berlangsung dengan
demokratis dan khidmat, Tidak ada pembatasan partai
politik dan tidak ada upaya dari pemerintah mengadakan
intervensi atau campur tangan terhadap partai politik dan
kampanye berjalan menarik. Pemilu ini diikuti 27 partai dan
satu perorangan.

• Akan tetapi stabilitas politik yang begitu diharapkan dari


pemilu tidak tercapai. Kabinet Ali (I dan II) yang terdiri atas
koalisi tiga besar: NU, PNI dan Masyumi terbukti tidak
sejalan dalam menghadapi beberapa masalah terutama
yang berkaitan dengan konsepsi Presiden Soekarno zaman
Demokrasi Parlementer berakhir.
2. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Setelah pencabutan Maklumat Pemerintah


pada November 1945 tentang keleluasaan
untuk mendirikan partai politik, Presiden
Soekarno mengurangi jumlah partai politik
menjadi 10 parpol. Pada periode Demokrasi
Terpimpin tidak diselanggarakan pemilihan
umum.
3. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)

Setelah turunnya era Demokrasi Terpimpin yang


semi-otoriter, rakyat berharap bisa merasakan
sebuah sistem politik yang demokratis & stabil.
Upaya yang ditempuh untuk mencapai keinginan
tersebut diantaranya melakukan berbagai forum
diskusi yang membicarakan tentang sistem distrik
yang terdengar baru di telinga bangsa Indonesia.
• Pendapat yang dihasilkan dari forum diskusi ini
menyatakan bahwa sistem distrik dapat
menekan jumlah partai politik secara alamiah
tanpa paksaan, dengan tujuan partai-partai
kecil akan merasa berkepentingan untuk
bekerjasama dalam upaya meraih kursi dalam
sebuah distrik. Berkurangnya jumlah partai
politik diharapkan akan menciptakan stabilitas
politik dan pemerintah akan lebih kuat dalam
melaksanakan program-programnya, terutama
di bidang ekonomi.
• Karena gagal menyederhanakan jumlah partai
politik lewat sistem pemilihan umum, Presiden
Soeharto melakukan beberapa tindakan untuk
menguasai kehidupan kepartaian. Tindakan
pertama yang dijalankan adalah mengadakan fusi
atau penggabungan diantara partai politik,
mengelompokkan partai-partai menjadi tiga
golongan yakni Golongan Karya (Golkar),
Golongan Nasional (PDI), dan Golongan Spiritual
(PPP). Pemilu tahun1977 diadakan dengan
menyertakan tiga partai, dan hasilnya perolehan
suara terbanyak selalu diraih Golkar.
4 . Zaman Reformasi (1998- Sekarang)

Pada masa Reformasi 1998, terjadilah liberasasi di


segala aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara. Politik Indonesia merasakan dampak
serupa dengan diberikannya ruang bagi
masyarakat untuk merepresentasikan politik
mereka dengan memiliki hak mendirikan partai
politik. Banyak sekali parpol yang berdiri di era
awal reformasi. Pada pemilu 1999 partai politik
yang lolos verifikasi dan berhak mengikuti pemilu
ada 48 partai. Jumlah ini tentu sangat jauh
berbeda dengan era orba.
• Pada tahun 2004 peserta pemilu berkurang dari 48 menjadi
24 parpol saja.
Ini disebabkan telah diberlakukannya ambang batas
(Electroral Threshold) sesuai UU no 3/1999 tentang PEMILU
yang mengatur bahwa partai politik yang berhak mengikuti
pemilu selanjtnya adalah parpol yang meraih sekurang-
kurangnya 2% dari jumlah kursi DPR. Partai politik yang
tidak mencapai ambang batas boleh mengikuti pemilu
selanjutnya dengan cara bergabung dengan partai lainnya
dan mendirikan parpol baru.

• tuk partai politik baru. Persentase threshold dapat


dinaikkan jika dirasa perlu seperti persentasi Electroral
Threshold 2009 menjadi 3% setelah sebelumnya pemilu
2004 hanya 2%. Begitu juga selanjutnya pemilu 2014
ambang batas bisa juga dinaikan lagi atau diturunkan.
• Pentingnya Pemilu
• Pemilu dianggap sebagai bentuk paling riil dari
demokrasi serta wujud paling konkret
keiktsertaan(partisipasi) rakyat dalam
penyelenggaraan negara. Oleh sebab itu,
sistem & penyelenggaraan pemilu hampir
selalu menjadi pusat perhatian utama karena
melalui penataan, sistem & kualitas
penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat
benar-benar mewujudkan pemerintahan
demokratis.
• Pemilu sangatlah penting bagi sebuah negara,
dikarenakan:
– Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan
rakyat.
– Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik
untuk memperoleh legitimasi.
– Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk
berpartisipasi dalam proses politik.
– Pemilu merupakan sarana untuk melakukan
penggantian pemimpin secara konstitusional.
Asas-asas PEMILU
1. Langsung
Langsung, berarti masyarakat sebagai pemilih memiliki
hak untuk memilih secara langsung dalam pemilihan
umum sesuai dengan keinginan diri sendiri tanpa ada
perantara.

2. Umum
Umum, berarti pemilihan umum berlaku untuk seluruh
warga negara yg memenuhi persyaratan, tanpa
membeda-bedakan agama, suku, ras, jenis kelamin,
golongan, pekerjaan, kedaerahan, dan status sosial
yang lain.
3. Bebas
• Bebas, berarti seluruh warga negara yang
memenuhi persyaratan sebagai pemilih pada
pemilihan umum, bebas menentukan siapa saja
yang akan dicoblos untuk membawa aspirasinya
tanpa ada tekanan dan paksaan dari siapa pun.
4. Rahasia
Rahasia, berarti dalam menentukan pilihannya,
pemilih dijamin kerahasiaan pilihannya. Pemilih
memberikan suaranya pada surat suara dengan
tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada
siapa pun suaranya diberikan.
5. Jujur
Jujur, berarti semua pihak yang terkait dengan
pemilu harus bertindak dan juga bersikap jujur
sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

6. Adil
Adil, berarti dalam pelaksanaan pemilu, setiap
pemilih dan peserta pemilihan umum
mendapat perlakuan yang sama, serta bebas
dari kecurangan pihak mana pun.
SISTEM DISTRIK DAN PROPORSIONAL
Kelebihan dan Kekurangan
Berikut penjabaran mengenai kelebihan dan kekurangan
sistem distrik dan proporsional yang keduanya termasuk
sistem pemilu mekanis seperti yang dijelaskan di atas.
Sistem perwakilan distrik (satu dapil untuk satu wakil)
Di dalam sistem distrik sebuah daerah kecil menentukan
satu wakil tunggal berdasarkan suara terbanyak, sistem
distrik memiliki karakteristik, antara lain :
First past the post : sistem yang menerapkan single
memberdistrict dan pemilihan yang berpusat pada calon,
pemenangnya adalah calon yang mendapatkan suara
terbanyak.
the two round system : sistem ini menggunakan
putaran kedua sebagai dasar untuk menentukan
pemenang pemilu. ini dijalankan untuk memperoleh
pemenang yang mendapatkan suara mayoritas.
the alternative vote : sama dengan first past the post
bedanya adalah para pemilih diberikan otoritas untuk
menentukan preverensinya melalui penentuan ranking
terhadap calon-calon yang ada.
block vote : para pemilih memiliki kebebasan untuk
memilih calon-calon yang terdapat dalam daftar calon
tanpa melihat afiliasi partai dari calon-calon yang ada.
Kelebihan Sistem Distrik
Sistem ini mendorong terjadinya integrasi antar partai,
karena kursi kekuasaan yang diperebutkan hanya satu.
• Perpecahan partai dan pembentukan partai
baru dapat dihambat, bahkan dapat
mendorong penyederhanaan partai secara
alami.
• Distrik merupakan daerah kecil, karena itu
wakil terpilih dapat dikenali dengan baik oleh
komunitasnya, dan hubungan dengan
pemilihnya menjadi lebih akrab.
• Bagi partai besar, lebih mudah untuk
mendapatkan kedudukan mayoritas di
parlemen.
• Jumlah partai yang terbatas membuat stabilitas
politik mudah diciptakan
• Kelemahan Sistem Distrik
• Ada kesenjangan persentase suara yang diperoleh
dengan jumlah kursi di partai, hal ini
menyebabkan partai besar lebih berkuasa.
• Partai kecil dan minoritas merugi karena sistem
ini membuat banyak suara terbuang.
• Sistem ini kurang mewakili kepentingan
masyarakat heterogen dan pluralis.
• Wakil rakyat terpilih cenderung memerhatikan
kepentingan daerahnya daripada kepentingan
nasional.
• Sistem Proposional ( satu dapil memilih beberapa wakil )
• Sistem yang melihat pada jumlah penduduk yang merupakan
peserta pemilih. Berbeda dengan sistem distrik, wakil dengan
pemilih kurang dekat karena wakil dipilih melalui tanda gambar
kertas suara saja. Sistem proporsional banyak diterapkan oleh
negara multipartai, seperti Italia, Indonesia, Swedia, dan Belanda.
• Sistem ini juga dinamakan perwakilan berimbang ataupun multi
member constituenty. ada dua jenis sistem di dalam sistem
proporsional, yaitu ;
• list proportional representation : disini partai-partai peserta pemilu
menunjukan daftar calon yang diajukan, para pemilih cukup
memilih partai. alokasi kursi partai didasarkan pada daftar urut yang
sudah ada.
• the single transferable vote : para pemilih di beri otoritas untuk
menentukan preferensinya. pemenangnya didasarkan atas
penggunaan kota.
Kelebihan Sistem Proposional
• Dipandang lebih mewakili suara rakyat sebab
perolehan suara partai sama dengan
persentase kursinya di parlemen.
• Setiap suara dihitung & tidak ada yang
terbuang, hingga partai kecil & minoritas
memiliki kesempatan untuk mengirimkan
wakilnya di parlemen. Hal ini sangat mewakili
masyarakat majemuk(pluralis).
Kelemahan Sistem Proposional
• Sistem proporsional tidak begitu mendukung integrasi
partai politik. Jumlah partai yang terus bertambah
menghalangi integrasi partai.
• Wakil rakyat kurang dekat dengan pemilihnya, tapi
lebih dekat dengan partainya. Hal ini memberikan
kedudukan kuat pada pimpinan partai untuk
menentukan wakilnya di parlemen.
• Banyaknya partai yang bersaing menyebabkan
kesulitan bagi suatu partai untuk menjadi partai
mayoritas.
• Perbedaan utama antara sistem proporsional & distrik
adalah bahwa cara penghitungan suara dapat
memunculkan perbedaan dalam komposisi perwakilan
dalam parlemen bagi masing-masing partai politik.
PENYELENGGARAAN DAN
SENGKETA PEMILU
PENGERTIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILU
Perselisihan hasil pemilu atau yang lebih dikenal
dengan istilah sengketa hasil pemilu adalah
perselisihan antara peserta pemilu dan KPU
sebagai penyelenggara pemilu mengenai
penetapan secara nasional perolehan suara hasil
pemilu oleh KPU, termasuk juga Perselisihan
antara peserta Pemilu Dewan Perwakilan Rakyat
Aceh (DPRA) dan Dewan Perwakilan Rakyat
Kabupaten/Kota di Aceh dan Komisi Independen
Pemilihan (KIP). Hal ini ditegaskan pada Pasal 1
angka 17 Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK)
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008
tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan
Hasil Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Siapakah pemohon dalam perselisihan itu?
Perseorangan calon anggota DPD Peserta Pemilu,
Partai Politik Peserta Pemilu, Partai Politik dan Partai
Politik Lokal Peserta Pemilu Anggota DPRA dan DPRK di
Aceh, dan Pasangan Calon Presiden dan Wakil
Presiden. (Pasal 3 PMK No. 14/2008).
Siapakah termohon dalam sengketa ini? Termohon
adalah KPU. Dalam hal perselisihan hasil penghitungan
suara calon anggota DPRD Provinsi dan/atau DPRA,
KPU Provinsi dan/atau KIP Aceh menjadi Turut
Termohon. Dalam hal perselisihan hasil penghitungan
suara calon anggota DPRD Kabupaten/Kota dan/atau
DPRK di Aceh, KPU Kabupaten/Kota dan/atau KIP
Kabupaten/Kota di Aceh menjadi Turut Termohon.
(Pasal 4 PMK No. 4/2008)
OBYEK ATAU MATERI PERSELISIHAN
• Seperti disinggung di atas, ketika
membicarakan gugatan atau permohonan
• pemilu di pengadilan, penting membahas latar
belakang gugatan atau
• permohonan tersebut. Setiap gugatan harus
berdasarkan suatu argumen.
• Phil Green dan Louise Olivier mengusulkan
beberapa aspek pemilu yang
• dapat dipertanyakan atau menjadi dasar gugatan,
termasuk di antaranya:
• ketidakakuratan daftar pemilih, intimidasi
terhadap pemilih, kecurangan
• atau dihalangi dari pemungutan suara, soal
netralitas dan partisan-tidaknya
• pelaksana atau petugas pemilu, wajar-tidaknya
tindakan kandidat atau partai
• politik, pemenuhan persyaratan kandidat untuk
dipilih, penipuan suara, atau
• kesalahan atau ketidakberesan dalam proses
perhitungan suara.
WAKTU PENGAJUAN KEBERATAN
Pemohon keberatan harus mengajukan permohonan
kepada Mahkamah Konstitusi dalam jangka waktu “3
kali 24 jam sejak pengumuman oleh KPU tentang
penetapan hasil pemilu secara nasional”.
Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia oleh pemohon atau kuasanya kepada
Mahkamah Konstitusi dalam 12 (dua belas) rangkap
setelah ditandatangani oleh:
• Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dari dewan
pimpinan pusat atau nama yang sejenisnya dari
Partai Politik Peserta Pemilu atau kuasanya.
• Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal
dari dewan pimpinan atau nama
yang sejenisnya dari partai politik
lokal atau kuasanya.
• Calon anggota DPD peserta Pemilu
atau kuasanya.
• Pasangan Calon Presiden dan Wakil
Presiden atau kuasanya.
ALAT BUKTI
Isi permohonan adalah uraian yang jelas tentang:
• Kesalahan hasil penghitungan suara yang
diumumkan oleh KPU
dan hasil penghitungan yang benar menurut
pemohon.
• Permintaan untuk membatalkan hasil
penghitungan suara yang
diumumkan oleh KPU dan menetapkan hasil
penghitungan suara yang benar menurut
pemohon.
Untuk membuktikan apakah permohonan tadi
benar diperlukan pembuktian.
Alat bukti dalam perkara perselisihan hasil pemilu
juga merupakan hal yang
sangat penting. Alat bukti dalam perselisihan
hasil pemilu terdiri atas:
1. Keterangan para pihak
2. Surat atau tulisan
3. Keterangan saksi
4. Petunjuk, dan
5. Alat bukti lain berupa informasi dan komunikasi
elektronik.
Saksi dalam perselisihan hasil pemilu terdiri
atas:
1. Saksi resmi peserta Pemilu
2. Saksi pemantau pemilu yang bersertifikat
3. Saksi lain seperti Bawaslu atau Panwaslu dan
Kepolisian
Saksi-saksi di atas adalah saksi yang melihat,
mendengar, atau mengalami sendiri proses
penghitungan suara yang diperselisihkan.
PUTUSAN PHPU DAN PERKEMBANGANNYA

• Sesuai ketentuan yang ada, di luar putusan


Tidak dapat Diterima,
• MK juga dapat memutuskan permohonan
Ditolak atau permohonan Diterima.
• Apabila dalam persidangan Majelis Hakim
Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa
• permohonan tidak beralasan, maka putusan
menyatakan permohonan ditolak.
• Demikian pula sebaliknya, dalam hal Majelis
Hakim Mahkamah Konstitusi
• berpendapat bahwa permohonan terbukti
beralasan, amar putusan
• menyatakan permohonan dikabulkan dan
selanjutnya Mahkamah Konstitusi
• menyatakan membatalkan hasil penghitungan
suara yang diumumkan oleh
• KPU dan menetapkan hasil penghitungan
suara yang benar. Sebagaimana
• telah disinggung di atas, dalam
perkembangannya melalui beberapa putusan,
• MK juga mengenal putusan selain ketiga itu.
• Intisari dari beberapa putusan MK tentang
sengketa pemilu (kepala daerah),
• yang mempengaruhi hasil pemilu bukan hanya
kesalahan penghitungan, tetapi
• juga kesalahan atau pelanggaran dalam proses
sehingga hal itu juga berpengaruh pada
bentuk putusan lainnya.
• Putusan bukan hanya:
(1) tidak dapat diterima dan
(2) dikabulkan, dalam arti membatalkan Keputusan
KPUD dan menetapkan perhitungan yang benar; serta
(3) ditolak, yaitu jika permohonan tidak beralasan. Akan
tetapi, kini putusan bisa memerintahkan
Penghitungan Suara Ulang dan Pemungutan Suara
Ulang.
Hal ini, menurut MK, dimaksudkan untuk
menegakkan keadilan substantif dan untuk
memberi manfaat dalam penegakan demokrasi
dan konstitusi.
BEBERAPA PERSOALAN DALAM
SENGKETA PEMILU DI INDONESIA
1 Banyaknya Perkara
Satu masalah penting yang berpotensi
mengganggu pemilu adalah penyelesaian
sengketa pemilu.
Ada beberapa problem besar menyangkut
sengketa pemilu (termasuk pemilu kepala
daerah):
1. banyak pihak tidak mengerti sengketa pemilu;
2. banyak energi dihabiskan untuk berperkara
sementara hasilnya amat minim; dan
3. ketidakadilan
2 Perluasan dan Pembatasan
Sebenarnya dasar permohonan utama dalam
perselisihan hasil pemilu (termasuk pilkada)
adalah pelanggaran yang dapat memengaruhi
hasil pemilu.
Dalam tafsir sempit, hal itu hanya
berhubungan dengan soal kesalahan (baik
sengaja maupun karena kelalaian) dalam
penghitungan yang menyebabkan suara yang
dihasilkan berbeda dari yang seharusnya dan
mengakibatkan hasil pemilunya menjadi
terpengaruh.
Persoalan Pelanggaran yang Sistematis, Terstruktur,
dan Masif (STM)

Terstruktur, sistematis dan masif menurut Kamus


Besar Bahasa Indonesia :
terstruktur : sudah dalam keadaan yang disusun
dan diatur rapi.
sistematis : teratur menurut sistim, memakai
sistim, dengan cara yang diatur baik- baik.
masif : secara besar- besaran.
• Salah satu masalah yang kerap menjadi
landasan untuk membatalkan hasil pemilu
atau meminta penghitungan ulang atau
pemungutan ulang
• (khususnya pasca-putusan pilkada Gubernur
Jawa Timur, Bupati Timor Tengah Selatan, dan
Wali Kota Tapanuli Utara) adalah persoalan
pelanggaran pilkada yang bersifat sistematis,
terstruktur, dan masif. Hampir seluruh
permohonan kemudian di satu atau lain hal,
dikaitkan dengan pelanggaran semacam itu
Quo Vadis “Pengadilan Pemilu” di Indonesia?
Election Court dan Election Judge pada
umumnya menyelesaikan perkara gugatan
pemilu (election petition).
Dasar menggugatnya bisa luas, baik
menyangkut kesalahan penghitungan atau
election offences (tindak pidana pemilu) atau
bahkan menyangkut penyelenggara.
• Di beberapa negara, gugatan pemilu bahkan juga
diselesaikan oleh peradilan umum (bukan election
court). Election Court dan Election Judge tidak umum
diberi wewenang untuk menyelesaikan tindak pidana
pemilu.
• Ada dua jalan orang mempersoalkan hasil pemilu: (1)
Dengan gugatan pemilu (election petition) yang
diajukan untuk meminta dibatalkannya hasil pemilu
• karena berbagai sebab; (2) Dengan proses perkara
pidana. Hasil dari perkara pidana ini, misalnya
memutuskan seorang kandidat bersalah melakukan
• “bribery” atau “money politics”, maka putusan ini
menjadi dasar bagi KPU untuk membatalkan hasil
pemilunya.
DOKTRIN ARCANA IMPERII
PENGERTIAN KEADAAN DARURAT
DASAR HUKUM KEADAAN DARURAT
• Hukum tata negara darurat mungkin belum
akrab di telinga masyarakat luas. Hukum tata
negara darurat sebagi bagian dari sistem
hukum bernegara. Dalam sebuah
pemerintahan kadangkala terjadi sebuah
keadaan yang tidak dapat diprediksi dan
bersifat mendadak. Keadaan demikian sering
menimbulkan keadaan darurat.
• Keadaan darurat disini berarti keadaan yang
dapat menimbulkan akibat yang tidak dapat
diprediksi. Ketika keadaan darurat terjadi
maka pranata hukum yang ada terkadang
tidak berfungsi untuk menjangkaunya. Untuk
itulah dibutuhkan perangkat aturan hukum
tertentu yang dapat melakukan pengaturan
dalam keadaan darurat.
• Sebelum membahas lebih lanjut mengenai
hukum tata negara darurat kita harus
mengetahui definisinya.
• Menurut Herman Sihombing, merupakan
hukum tata negara dalam keadaan bahaya,
yakni sebuah rangkaian pranata dan
wewenang secara luar biasa dan istimewa
untuk dalam waktu sesingkat-singkatnya
dapat menghapuskan keadaan darurat atau
bahaya yang mengancam, ke dalam kehidupan
biasa menurut perundang-undangan dan
hukum yang umum dan biasa.
• Dalam keadaan normal sistem norma hukum
diberlakukan berdasarkan konstitusi dan
produk hukum lain yang resmi. Dalam
keadaan abnormal sistem hukum tersebut
tidak dapat berfungsi dengan baik. Maka
pengaturan keadaan darurat mempuinyai arti
penting sebagai dasar hukum bagi pemerintah
mengambil tindakan guna mengatasi keadaan
abnormal tersebut. Pada keadaan abnormal
(darurat) pranata hukum yang diciptakan
untuk keadaan normal tidak dapat bekerja.
• Hukum tata negara darurat menurut doktrin
ada dua yakni hukum tata negara darurat
objektif dan subjektif. Hukum tata negara
darurat subjektif adalah hak negara untuk
bertindak dalam keadaan bahaya atau darurat
dengan cara menyimpang dari ketentuan
undang-undang atau bahkan ketentuan
undang-undang dasar. Sedangkan hukum tata
negara darurat objektif adalah hukum tata
negara yang berlaku ketika negara berada
dalam keadaan darurat, bahaya, atau genting.
• Keadaan bahaya atau darurat harus dapat
didefinisikan. Pemberian cakupan ini
bertujuan agar tidak terjadi penyalahgunaan
wewenang oleh penguasa. Karena dalam
keadaan tersebut negara dapat melakukn
tindakan apapun termasuk membatasi hak
warga negara. Kim Lane mengemukakan
keadaan darurat menyangkut hal yang
ekstrim, di luar kebiasaan. Sehingga negara
perlu melanggar prinsip yang dianutnya
sendiri guna menyelamatkan diri dari keadaan
tersebut.
• Dalam konstitusi Indonesia diatur tentang
keadaan darurat pada pasal 12 dan pasal
22 UUD 45.
– Pasal 12 : “Presiden menyatakan keadaan bahaya.
Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya
ditetapkan dengan undang-undang”
– Pasal 22 : “Dalam hal ihwal kegentingan yang
memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan
pemerintah sebagai pengganti undang-undang”
• Pengaturan tersebut tidak dilakukan
secara tegas sehinga sulit
mengetahui apakah suatu peristiwa
dapat dikategorikan sebagai keadaan
darurat. UU Prp No. 23 Tahun 1959
tentang Keadaan Bahaya membagi
keadaan darurat menjadi tiga yakni
darurat sipil, darurat militer, dan
darurat perang.
Undang-undang tersebut mengatur tiga
kriteria untuk menentukan suatu keadaan
darurat:
1. keamanan atau ketertiban hukum di seluruh
wilayah atau di sebagian wilayah indonesia
terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-
kerusuhan, atau akibat bencana alam
sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi
oleh alat kelengkapan negara secara biasa;
2. timbul perang atau bahaya perang atau
dikhawatirkan perkosaan wilayah negara
republik Indonesia. Keputusan pemberlakuan
keadaan darurat dilakukan oleh presiden
melalui peraturan presiden (perpres). Hal ini
berdasarkan UU No.10 tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
• Keadaan yang seperti apa yang dapat
dikategorikan sebagai keadan berbahaya atau
darurat? Ada banyak pendapat dan doktrin
dari para ahli hukum mengenai hal ini. Namun
saya mencoba mengambil simpulan dari Jimly
Asshiddiqie. Jimly menyatakan:
1. keadaan bahaya karena ancaman perang yang
datang dari luar
2. keadaan bahaya karena tentara nasional sedang
berperang di luar negeri
3. keadaan bahaya karena perang di dalam negeri
atu pemberontakan
4. keadaan bahaya karena kerusuhan sosial
5. keadaan bahaya karena bencana alam
6. keadaan bahaya karena tertib hukum dan
administrasi yang terganggu
7. keadaan bahaya karena kondisi keuangan negara
8. keadaan lain dimana fungsi konstitusional tidak
dapat bekerja
9. Keadaan darurat menuntut negara untuk
mengambil tindakan sesegera mungkin dan
meminimalisir resiko yang terjadi. Dalam hal
tindakan yang dapat diambil menurut Vinkat
Iyer tindakan darurat meliputi:
10.kewenangan menangkap (power of arrest);
11. kewenangan menahan (power of detention);
12. pembatasan atas kebebasan fundamental (power
imposing restriction of fundamental freedom);
13.kewenangan terkait perubahan prosedur
pengadilan dan pemidanaan (power concerning
modification of trial procedures and
punishment);
14.kewenanan membatasi atasa akses ke
pengadilan (power imposing restriction on
access to the judiciary);
15.kewenangan atas imunitas yang dinikmati polisi,
aparat keamanan, dan yang lainnya(power
concerning immunities enjoyed by the police and
member of security forces and so on)
ASAS DALAM PEMBERLAKUAN KEADAAN DARURAT:
1. Asas Proklamasi
Keadaan darurat harus diumumkan atau
diproklamirkan kepada seluruh masyarakat.
Bila keadaan darurat tersebut tidak
diproklamirkan maka tindakan yang diambil oleh
pemerintah tidak mendapat keabsahan.
2. Asas Legalitas
Asas legalitas disini berkaitan dengan tindakan
yang diambil oleh negara dalam keadaan darurat.
Tindakan yang diambil harus tetap dalam koridor
hukum, baik hukum nasional maupun hukum
internasional.
3. Asas Komunikasi
Negara yang mengalami keadaan darurat harus
mengkomunikasikan keadaan tersebut kepada seluruh
warga negara. Selain kepada warganya pemerintah juga
harus memberitahukan kepada negara lain secara
resmi. Pemberitahuan dilakukan melalui perwakilan
negara bersangkutan dan kepada pelapor khusus
PBB “special rapporteur on state of emergency”
4. Asas Kesementaraan
Dalam penetapan keadaan darurat harus ada kepastian
hukum yakni jangka waktu pemberlakuan keadaan
darurat. Hal ini dikarenakan negara dalam keadaan
darurat dapat mencederai hak dasar warga negara.
Sehingga pemberlakuan keadaan darurat harus jelas
mengenai awal pemberlakuan dan waktu berakhirnya.
5. Asas Keistimewaan Ancaman
• Krisis yang menimbulkan keadaaan darurat
harus benar-benar terjadi atau minimal
mengandung potensi bahaya yang siap
mengancam negara.
• Ancaman yang ada haruslah bersifat istimewa.
Keistimewaan tersebut karena menimbulkan
ancaman terhadap nyawa, fisik, harta-benda,
kedaulatan, keselamatan dan eksistensi
negara, atau peri kehidupan bersama dalam
sebuah negara.
6. Asas Proporsionalitas
• Tujuan pemberlakuan keadaan darurat adalah
agar negara dapat mengembalikan dalam
keadaan semula dengan waktu yang cepat.
Oleh karena itu tindakan yang diambil
haruslah tepat sesuai dengan gejala yang
terjadi.
• Jangan sampai negara mengambil tindakan
yang tidak sesuai dan cenderung berlebihan.
7. Asas Intangibility
Asas ini terkait dengan hak asasi manusia. Dalam
keadaan darurat pemerintah tidak boleh
membubarkan organ pendampingnya yakni
legislatif maupun yudikatif.
8. Asas Pengawasan
Pemberlakuan keadaan darurat juga harus
mendapatkan kontrol. Harus mematuhi prinsip
negara hukum dan demokrasi. Parlemen harus
mengawasi jalannya keadaan darurat sebagai
bentuk mekanisme “check and balances”.keadaan
darurat tidak mengurangi kewenangan
mengawasi kebijakan yang diambil pemerintah.
• Dalam keadaan darurat negara bisa mengurangi
sebagian dari hak asasi manusia. Namun negara tidak
boleh mengurangi sedikit pun hak dasar manusia (non
derogable rights).
Berikut ini hak dasar manusia:
1. hak untuk hidup
2. hak untuk tidak disiksa
3. hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani
4. hak beragama
5. hak untuk tidak diperbudak
6. hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum
7. hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku
surut
• Hukum tata negara darurat menjadi penting
karena terkait dengan pelanggaran hak dasar
warga negara yang mungkin terjadi dalam
keadaan darurat tersebut. Keadaan darurat
membolehkan apa yang tidak boleh
sebagaimana istilah “onrecht word rech”, yang
semula tidak boleh menjadi boleh atau
bahkan melarang hal yang semula dibolehkan.
Kata darurat sendiri berasal dari bahasa Arab
yakni “dhorurot” yang berarti keadaan
mendesak.

Anda mungkin juga menyukai