Anda di halaman 1dari 14

Nama :M.

Ghoza Al Ghifari

Nim :2216030124

Prodi/Kelas :MBS/E

Dosen Pengampu :Idal,M.Pd.

1.Hakikat Kata

Para tata bahasa tradisional biasanya memberi pengertian terhadap kata, berdasarkan
arti dan ortografi.Menurut mereka kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu
pengertian.Kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi dan mempunyai satu
arti.Penganut Bloomfield,tidak membicarakan lagi kata sebagai satuan lingual,dan
menggantinya dengan satuan yang disebut mofrem.Dengan berbagai segi dan pandangan
mereka membahas tentang morfem, tetapi tidak mempersoalkan apa kata itu.Menurut
Bloomfield kata adalah satuan bebas terkecil tidak pernah diulas atau dikomentari, seperti
pembahsan tentang kata sudah final.Menurut Chomsky, menyatakan kata adalah dasar
analisis kalimat,hanya menyajikan kata itu dengan simbol V(verb),N(nomina),A(adjektiv),
dan sebagainya.Tidak dibicarakan secara khusus definisi kata oleh kelompok Bloomfield
dan pengikutnya adalah karena dalam analisis bahasa,mereka melihat herarki bahasa
sebagai:fonem,morfem,dan kalimat. Beda dengan tatabahasa tradisional yang melihat
herarki bahasa sebagai, fonem, kata, dan kalimat.

Dalam buku linguistik Eropa, kata merupakan bentuk mempunyai susunan fonologis
yang stabil dan tidak berubah dan keluar mempunyai mobilitas didalam kalimat.Batasan
tersebut menyiratkan dua hal. Pertama, bahwa setiap kata mempunyai susunan fonem
yang urutannya tetap dan tidak dapat dirubah serta tidak dapat diselipi oleh fonem lain.
Misal kata sikat, urutan fonemnya adalah /s/,/i/,/k/,/a/, dan /t/. Urutan itu tidak dapat
dirubah atau diselipi fonem lain. Kedua, setiap kata memiliki kebebasan berpindah tempat
didalam kalimat atau tempatnya dapat diisi atau digantikan oleh kata lain juga dapat
dipisahkan dari kata lain.

Klasifikasi Kata

Kata adalah satuan gramatikal bebas yang terkecil. Istilah klasifikasi yang dugunakan
dalam kajian ini adalah penggolongan kata, atau penjenisan kata. Klasifikasi kata ini dalam
sejarah linguistik selalu menjadi salah satu topik yang tidak pernah terlewatkan. Sejak
zaman Aristoteles hingga kini, termasuk juga dalam dunia linguistik Indonesia, persoalan
tidak pernah bisa tertuntaskan. Hal ini terjadi karena, karena, pertama, setiap bahasa
mempunyai cirinya masing-masing. Kedua, karena kriteria yang digunakan untuk
membawa klasifikasi kata itu bisa bermacam-macam.

Secara umum, klasifikasi kata dapat dikelompokkan menjadi lima yaitu adverbia,verba,


adjektiva,nomina dan pronomina.
Adverbia
Adalah kata yang memberi keterangan tentang kata kerja, kata sifat, kata keterangan, kata
bilangan, atau seluruh kalimat. Misalnya: pelan-pelan, cepat, kemarin, tadi.Dengan
pengertian lain juga adverbial adalah kata keterangan atau kata keterangan tambahan.
Fungsinya adalah menerangkan kata kerja, ata sifat, dan jenis kata yang lainnya. Komponen
makna utama yang dimiliki dari kata-kata berkelas adverbia adalah:

1) Negasi. Yaitu kata-kata tidak, bukan, tanpa dan tiada. Kata tidak untuk menegasikan
kelas verba dan adjektiva.Kata bukan digunakan untuk menegaskan kelas nomina
dan verba.
2) Frekuensi. Yaitu kata-kata sering, jarang, kadang-kadang, biasa, sesekali, acap kali,
dan selalu. Adverbia ini hanya dapat digunaan untuk kelas verba.
3) Kuantitas atau jumlah. Yaitu banyak,sedikit,cukup,kurang, semua, seluruh, sebagian,
dan seberapa.Pada umumnya,kata-kata adverbia ini dapat mendampingi nomina.
Namun ada juga yang didampingi verba,contohnya banyak rumah, sedikit uang,
kurang air, semua orang, banyak bicara dan sebagainya.
4) Kualitas atau derajat. Yaitu agak, cukup, lebih, kurang, sangat, paling, sedikit, dan
sekali.Umumnya adverbiaI ini hanya dapat mendapingi kelas adjektiva misalnya,
agak baik, cukup bagus, lebih bagus dan sebagainya.
5) Waktu atau skala. Yakni adverbia sudah, belum, sedang, lagi, tengah, akan, hendak
atau mau. Adverbia ini pada dasarnya dapat mendampingi verba tindakan misalnya
sudah mandi, tengah makan,hendak pergi.
6) Keselesaian. Yaitu adverbia sudah, belum, baru dan sedang. Adverbia ini digunakan
untuk mendampingi kelas verba dan ajektiva. Misalnya belum makan, sudah mandi
dan sebagainya.
7) Pembatas. Yaitu adverbia  hanya dan saja. Adverbia ini hanya digunakan untuk
kelas verba, kelas nomina, dan kelas numeralia. Cotohnya hanya nasi, nasi saja,
hanya seribu dan sebagianya.
8) Keharusan. Yaitu boleh, wajib, harus,dan mesti adverbia ini hanya mendampingi
kelas verba misalnya boleh pergi, wajib pergi, mesti datang dan sebagainya.
9) Kepastian.Yaitu adverbia pasti,tentu,mungkin,barangkali. Adverbia ini mendampingi
kata kelas verba.Contoh pasti hadir,tentu datang barangkali terlambat.
Verba
Kata kerja(verba) adalah semua kata yang menyatakan perbuatan atau laku. Misalnya:
mengetik, mengutip, meraba, mandi, makan, dan lainya.Kata kerja adalah segala macam
kata yang dapat diperluas dengan kelompok kata “dengan + kata sifat”. Misalnya:Membaca
dengan teliti,berjalan dengan cepat,duduk dengan santai,dan belajar dengan rajin.

Ciri utama verba atau kata kerja dilihat dari adverbial yang mendampinginya.Ciri utama
verba adalah: 
1)Dapat didampingi oleh adverbia tidak, tanpa, dan bukan. Contoh tidak datang, bukan
menangis, tanpa makan.
2)Dapat didampingi oleh semua adverbia frekuensi, seperti ssering datang, jarang makan,
kadang-kadang pulang dan sebagainya.
3)Tidak dapat didampingi oleh kata bilangan dengan penggolongannya. Misalnya, sebuah
membaca, dua butir menulis, namun dapat didampingi oleh semua adverbia jumlah seperti
kurang membaca, cukup menarik dan sebagainya.
4)Tidak dapat didampingi oleh adverbia derajat. Contoh agak pulang, cukup datang, lebih
pergi, kurang pergi.
5)Dapat didampingi oleh semua adverbia kata (tense) contoh sudah makan, sedang mandi,
lagi tidur, akan pulang, hendak pergi dan sebaigainya.
6)Dapat didampingi oleh adverbia keselesaian, contoh belum pulang, sudah makan, baru
datang.
7)Dapat didampingi oleh adverbia keharusan contoh wajib datang, harus pulang dan
sebagainya.
8)Dapat didampingi oleh semua adverbia kepastian. Contoh pasti datang, tentu pulang,
mungkin pergi dan sebagainya.

Adjektiva
Kata sifat(adjektiva) adalah kata yang menyatakan sifat atau hal keadaan sebuah benda
atau sesuatu. Misalnya: baru, tebal, tinggi, rendah, baik, buruk, malah, dan lainya.

Ciri utama adjektiva atau kata keadaan adalah:


1)Tidak dapat didampingi adverbia frekuensi sering, jarang, dan kadang-kadang. Jadi, tidak
mungkin ada contoh sering indah, kadang-kadang besar dan sebagaiya.
2)Ridak dapat didampingi adverbia jumlah. Contoh jarang bagus, sedikit baru, sebuah
indah dan sebagainya.
3)Dapat didampingi oleh semua adverbiaderajat. Contoh agak tinggo, cukup mahal, lebih
bagus.
4)Dapat didampingi adverbia kepastian pasti, tentu, mungkin, dan barangkali. Contoh pasti
indah, tentu baik.
5)Tidak dapat diberi adverbia kala hendak dan mau.Jadi bentuk-bentuk tidak terima.
Contoh hendak indah, mau tinggi dan sebainya.

Nomina
Kata benda(nomina) adalah nama dari semua benda dan segala yang dibendakan.
Misalnya: Tuhan, angin, meja, rumah,batu,mesin,dan lainnya.

Ciri utama nomina atau kata benda dilihat dari adverbia pendampingnya. Ciri utama


dari nomina adalah:
1)Tidak dapat didahului oleh adverbianegasi tidak. Jadi, kata-kata kucing, meja, bulan dan
sebagainya adalah termasuk nomina karena tidak dapat didahului oleh adverbia  negasi
tidak.
2)Tidak dapat didahului adverbia derajat agak (lebih, sangat, dan paling) contoh agak
kucing, agak bulan dan sebagainya.
3)Tidak dapat didahului adverbia keharusan wajib. Contoh wajib bulan, wajib kucing, wajib
meja dan sebagainya.
4)Dapat didahului oleh adverbia yang jumlah, seperti satu, sebuah, sebatang dan sebaianya.
Misalnya sebuah meja, seekor kucing, sebang pensil.

Pronomina
Pronomina adalah kata ganti.Kata ganti adalah kata yang dipakai untuk menggantikan kata
benda atau yang dibendakan.Misalnya:ini,itu,ia,mereka,sesuatu,masing-masing dan lainnya
Pronomina dibedakan menjadi 4 macam yaitu:
a) Kata ganti diri.Kata ganti diri adalah pronomina yang menggantikan nomina nama orang
atau yang diorangkan, baik berupa nama diri atau buan nama diri. Kata ganti bisa
dibedakan atas:

1) Kata ganti orang pertama tunggal yaitu saya dan aku, orang pertama jamak yaitu
kami dan kita.
2) Kata ganti dari orang kedua tunggal yaitu,kamu dan engkau,orang kedua jamak
yaitu kalian dan kamu sekalian.
3) Kata ganti orang ketiga tunggal yaitu ia dia,dan nya.

b) Kata ganti penunjuk.Kata ganti penunjuk atau pronomina demokratif adalah kata ini dan
itu yang digunakan untuk menggantikan nomina sekaligus penunjukkan. Kata ganti
penunjuk ini digunaan untuk menunjuk sesuatu yang dekat dari pembicara, sedangkan
kata ganti penujuk itu digunakan untuk menunjuk sesuatu yang jauh dari pembicara.
Contoh buku ini adalah buku saya, contoh lain itulah buuku yang saya cari selama ini.
c) Kata ganti Tanya.Kata ganti tanya atau pronomina introgatifa adalah kata yang
digunakan untuk bertanya atau menanyakan sesuatu nomina atau(sesuatu yang dianggap
kontruksi nomina).Kata ganti tanya itu adalah 5W+1H.

d) Pronomina tak tentu
Pronomina tak tentu atau kata gantitak tentu adalah kata-kata yang digunakan untuk
menggantikan nomina yang tidak tentu. Yang termasuk kata ganti tak tentu adalah
seseorang, salah seorang, siapa saja, setiap orang dan sewaktu-waktu.

Kata Bilangan (Numeralia)


Kata bilangan adalah kata yang menyatakan jumlah benda atau jumlah kumpulan atau
urutan tempat nama-nama benda. Misalnya: seribu, seratus, berdua, bertiga, beberapa,
banyak.

Kata Penghubung (Konjungsi)


Kata penghubung ialah kata yang menghubungkan kata-kata, bagian kalimat, atau
menghubungkan kalimat-kalimat. Misalnya: dan, lalu, meskipun, sungguhpun, ketika, jika.

Kata Depan (Preposisi)


Kata depan ialah kata yang merangkai kata atau bagian kalimat. Misalnya: di, ke, dari,
daripada, kepada.

Kata Sandang (Artikel)


Kata sandang ialah kata yang berfungsi menentukan kata benda dan membedakan suatu
kata. Misalnya: si, sang, hyang.

Kata Seru (Interjeksi)


Kata seru adalah kata (yang sebenarnya sudah menjadi kalimat)  untuk mengucapkan
perasaan. Misalnya: aduh, wah, heh, oh, astaga.

Kata Tugas
Kata tugas adalah segala macam kata yang tidak termasuk salah satu jenis kata, atau
menjadi subgolongan jenis-jenis kata di atas. Dilihat dari segi bentuk, pada umumnya kata
tugas sulit mengalami perubahan bentuk, atau bahkan tidak mengalami perubahan bentuk.
Ditinjau dari segi kelompok kata, kata tugas hanya memiliki tugas untuk memperluas atau
mengadakan transformasi kalimat. Kata tugas tidak bisa menduduki fungsi-fungsi pokok
dalam suatu kalimat. Contoh kata tugas: di, ke, dari, dan, tetapi, supaya, bagi, sudah, tidak,
sebelum, tentang, dengan, akan, oleh, terhadap, bagi.
2.Makna Kata(Semantik)

Semantik adalah ilmu yang mempelajari makna (Verhaar, 2010 dalam Dhanawaty dkk,
2017, hlm. 87). Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yakni “semantikos” yang artinya
memberikan tanda, penting. Dengan kata lain, secara etimologi, semantik adalah
pembelajaran tentang makna tanda. stilah “Semantik” pertama kali digunakan oleh seorang
filolog Perancis bernama Michel Breal pada tahun 1883. Kata semantik kemudian
disepakati sebagai istilah yang digunakan dalam bidang linguistik sebagai ilmu
mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya.Dapat
disimpulkan bahwa arti semantik adalah cabang linguistik yang mempelajari arti/makna
yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Namun, dalam
konteks linguistik, tanda atau lambang yang dimaksud menyangkut kode atau bahasa,
spesifiknya: kata atau satuan gramatika yang lebih kecil lainnya yang memiliki
makna.Sehingga,dapat dikatakan pula bahwa apa itu semantik adalah ilmu yang
mempelajari lambang atau tanda seperti kata yang menyatakan makna serta hubungan dan
pengaruhnya terhadap penutur atau penggunanya (manusia).

Pengertian Semantik Menurut Para Ahli

Menurut Tarigan,semantik adalah telaah makna yang menelaah lambang-lambang atau


tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan
pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat (Tarigan, 1985, hlm. 7).

Menurut Abdul Chaer semantik adalah salah satu dari tiga tataran analisis bahasa (fonologi,
gramatikal dan semantik) yang fokus mempelajari makna atau arti dalam bahasa (Chaer,
2013, hlm. 2).

Menurut Kridalaksana semantik adalah bagian dari struktur bahasa yang membahas makna
suatu ungkapan atau kata atau cabang ilmu bahasa yang mengkaji antara lambang dan
referennya, misalnya kata “kursi” bereferen dengan “sebuah benda yang fungsinya dipakai
duduk dengan kaki terdiri atas empat” (Kirdalaksana, 1993, hlm. 193).

3.Pemilihan Kata Yang Tepat(Diksi)

Pengertian Diksi
1. Gorys Keraf
Menurut Gorys Keraf, diksi terbagi menjadi dua, yakni pilihan kata atau mengenai
pengertian kata-kata yang digunakan untuk menyampaikan suatu gagasan,
pengungkapan yang tepat dan gaya penyampaian kata yang lebih baik dan sesuai
situasi.Pengertian diksi juga merupakan sebuah kemampuan membedakan secara tepat
nuansa-nuansa makna dari  gagasan yang disampaikan. Selain itu, diksi juga bisa berupa
kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi, nilai dari suatu rasa
yang dimiliki kelompok masyarakat, pendengar, dan pembaca.

2. Susilo Mansurudin
Susilo Mansurudin berpendapat, diksi adalah pilihan kata. Pemakaian atau pemilihan
diksi yang tepat, benar dan cermat bisa membantu memberi nilai pada suatu kata.
Pilihan diksi yang sesuai dengan kata lain akan mencegah terjadinya kesalahan
penafsiran yang berbeda.

3. Widyamartaya
Menurut Widyamartaya, diksi adalah kemampuan seseorang dalam membedakan
suatu nuansa-nuansa makna secara tepat dengan gagasan yang disampaikan.
Kemampuan seseorang membedakan makna itu sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang
dimiliki kelompok masyarakat dan pendengar atau pembaca.

4. Enre
Enre berpendapat, diksi adalah penggunaan kata yang sesuai dalam mewakili pikiran
dan perawatan yang ingin disampaikan dalam suatu pola kalimat tertentu.

Fungsi Diksi

Secara umum, diksi juga berfungsi memperindah suatu kalimat, seperti diksi dalam
suatu cerita, diksi yang baik untuk penyampaian cerita yang runtut, menjelaskan tokoh-
tokoh, mendeskripsikan latar dan waktu, serta lainnya. Berikut ini, beberapa fungsi
pemilihan diksi dalam penulisan karya sastra.

1. Membantu pembaca memahami pesan karya sastra


Pemilihan diksi yang tepat dalam penulisan karya sastra bisa membuat orang yang
membaca lebih mudah memahami pesan yang ingin disampaikan oleh penulis atau
pengarang melalui hasil tulisannya.Pesan adalah setiap pemberitahuan, kata atau
komunikasi, baik lisan maupun tertulis yang dikirimkan dari satu orang ke orang lain.
Pesan ini menjadi inti dari setiap proses komunikasi yang terjalin.

2. Membantu komunikasi menjadi lebih efektif


Pemilihan diksi dalam penulisan karya sastra juga bisa membantu membuat komunikasi
menjadi lebih efektif. Pemahaman yang baik dalam penggunaan atau pemilihan diksi
sangat penting, agar tercipta suatu komunikasi yang efektif dan efisien.Dalam praktik
berbahasa yang sesungguhnya, diksi bisa menimbulkan gagasan yang tepat sekaligus
kesalahpahaman bagi pendengarnya. Kemudian, hal ini bisa menimbulkan dampak yang
luar biasa bagi masyarakat.

3. Mengekspresikan gagasan
Penggunaan atau pemilihan diksi juga bisa berupa bentuk ekspresi yang ada dalam
gagasan secara tertulis maupun terucap. Penggunaan diksi yang tepat dan selaras bisa
membantu membangun imajinasi pembaca atau pendengar ketika membaca atau
mendengarkan sebuah karya sastra.Ekspresi adalah istilah yang merujuk pada sesuatu
yang memperlihatkan perasaan seseorang. Karena, mengekspresikan perasaan tidak
hanya melalui mimik wajah, tetapi juga kata-kata dalam tulisan atau ketika berbicara.

4. Hiburan
Pemilihan diksi yang tepat juga bisa berfungsi sebagai hiburan bagi pembaca maupun
pendengarnya. Hal ini berkaitan dengan setiap pesan dan ekspresi dalam sebuah karya
sastra.HIburan adalah segala sesuatu yang bisa berbentuk kata-kata, tempat, benda atau
perilaku yang bisa menjadi penghibur atau pelipur hati yang sedang susah atau sedih.
Pada umumnya, hiburan bisa berupa permainan video, film, musik, opera, drama atau
permainan. Tapi, sekarang hiburan juga bisa berupa tulisan karya sastra.

Jenis-jenis Diksi

Secara umum, diksi terbagi menjadi dua jenis, yakni diksi berdasarkan makna dan diksi
berdasarkan leksikal. Berikut ini, penjelasan antara kedua jenis diksi tersebut.

1. Diksi Berdasarkan Makna


Jenis diksi berdasarkan maknanya masih terbagi menjadi 2 macam, meliputi makna
denotatif dan makna konotatif. Menurut Chaer (2009: 65), perbedaan diksi berdasarkan
makna denotatif dan konotatif sesuai pada ada atau tidak adanya nilai rasa pada sebuah
kata. Singkatnya, denotatif bersifat umum dan konotatif bersifat khusus.

a. Makna Denotatif
Jenis diksi berdasarkan makna denotatif adalah diksi dengan makna yang sebenarnya
dari suatu kata atau kalimat. Dalam kata lain, makna denotatif adalah makna objektif
tanpa membawa perasaan tertentu atau murni.Diksi dengan makna denotatif memiliki
ciri-ciri, antara lain memiliki makna yang lugas karena sifatnya yang literal dan biasanya
hasil dari observasi dari panca indra, yakni penglihatan, penciuman, pendengaran,
perasaan atau Pengalaman fisik lainnya.

Berikut ini, beberapa contoh diksi dengan makna denotatif, meliputi:

1. Jerawat disebabkan oleh sebum pada wajah.


2. Jerapah memiliki leher yang lebih panjang dibandingkan hewan-hewan lainnya.
3. Budi sangat bekerja keras untuk menggapai cita-citanya.

2. Diksi Berdasarkan Leksikal


Jenis-jenis diksi berdasarkan leksikal juga terbagi menjadi beberapa macam, antara lain:

a.Sinonim merupakan dua kata atau lebih yang memiliki persamaan makna. Penggunaan
diksi sinonim bertujuan untuk membuat apa yang dituliskan menjadi lebih sesuai
dengan ekspresi yang ingin diungkapkan.Adapun contoh penggunaan diksi berdasarkan
leksikal sinonim, seperti mampus yang mengekspresikan hal-hal kasar dan wafat yang
mengekspresikan hal-hal yang lebih halus

b.Antonim adalah pemilihan diksi atau kata yang memiliki makna berlawanan atau
berbeda. Adapun contoh pemilihan diksi berdasarkan leksikal antonim, seperti naik x
turun, besar x kecil, tinggi x rendah, dan hemat x boros.

c.Homonim merupakan pemilihan diksi yang memiliki pelafalan dan ejaan sama, tetapi
artinya berbeda satu sama lain. Adapun contoh pemilihan diksi berdasarkan leksikal
homonim, seperti kata “bulan” yang bisa memiliki makna sebagai satelit alami di bumi
sekaligus arti waktu.

d.Homofon adalah pemilihan diksi yang memiliki ejaan dan makna berbeda, tetapi
pelafalannya sama. Adapun contoh diksi berdasarkan leksikal homofon, seperti “bank”
dan “bang”. Kedua kata itu memiliki arti dan ejaan yang berbeda, tetapi pelafalannya
terdengar mirip.

e.Homograf adalah kata yang memiliki lafal dan arti berbeda, tetapi ejaannya sama.
Adapun contoh pemilihan diksi berdasarkan leksikal homograf, seperti makanan
kesukaan karin adalah “tahu” goreng dan karin tidak “tahu” kalau hari ini dia libur.
Dalam hal ini, tahu memiliki ejaan yang sama, tetapi bunyi dan maknanya berbeda.

f.Polisemi adalah diksi atau frasa kata yang memiliki lebih dari satu arti, seperti bunga
dan kepala. Contohnya, orang yang menabung di Bank akan mendapatkan “bunga” setiap
bulannya dan Karin adalah bunga desa yang jadi incaran pada pria. Dalam hal ini, kata
bunga memiliki banyak makna, baik sebagai keuntungan, kecantikan atau sebuah
tanaman.

g.Hipernim merupakan diksi yang mewakili banyak kata lainnya atau mencakup makna
kata lainnya. Contoh pemilihan diksi berdasarkan leksikal Hipernim, seperti kata
sempurna yang bisa memiliki arti sebagai nilai yang baik, bagus, luar biasa dan lainnya.

h.Hiponim merupakan diksi yang bisa terwakili oleh kata hipernim. Contoh, pemilihan
diksi berdasarkan leksikal hiponim, seperti ada binatang liar di kebun binatang, yang
meliputi gajah, singa, buaya, rusa, kuda dan lainnya. Pada kalimat itu, kata binatang liar
termasuk hipernim. Sedangkan, gajah, singa, buaya dan lainnya termasuk hiponim.  
Syarat-syarat Diksi

Diksi biasanya digunakan sebagai cara untuk menentukan suatu tuturan bahasa.
Syarat utama penggunaan diksi adalah adanya sejumlah kata yang mirip. Kemudian,
akan dipilih satu kata yang paling tepat untuk mengungkapkan sebuah pesan, ekspresi
atau makna lainnya.Karena itu, pemilihan diksi yang tepat bukan sekedar memilih kata
yang tepat, tetapi juga harus mempertimbangkan kecocokan kata dengan konteks. Selain
itu, makna dari diksi yang dipilih harus sesuai dengan nilai sosial yang berlaku dalam
masyarakat.

Pemilihan diksi juga harus kaidah maknanya. Maksudnya, makna dari kata yang dipilih
harus berhubungan dengan bentuk bahasa dan objek. Jenis makna yang utama dalam
mempertimbangkan pemilihan diksi, yaitu makna denotatif atau makna leksikal dan
makna konotatif atau makna gramatikal. Karena itu, penguasaan kosakata dan wawasan
yang luas sangat diperlukan untuk memilih dan menggunakan diksi yang tepat dalam
sebuah karya sastra.

Menurut Gorys Keraf, beberapa syarat dalam memilih diksi, antara lain:

1. Penggunaan kata konotasi dan denotasi yang tepat


Penggunaan kata konotasi dan denotasi yang tepat juga termasuk syarat pemilihan diksi
yang harus dipahami oleh penulis. Kata konotatif adalah diksi yang memiliki makna
tidak murni dan perasaan yang sifatnya pribadi. Sedangkan, kata denotatif adalah diksi
yang memiliki makna objektif tanpa membawa perasaan tertentu dan murni.

2. Penggunaan kata sinonim atau memiliki makna sama yang tepat


Syarat pemilihan diksi yang kedua adalah penggunaan kata sinonim yang tepat dalam
sebuah kalimat atau tulis. Sinonim adalah dua kata yang memiliki kesamaan makna.
Biasanya, penggunaan salah satu katanya terdengar lebih halus dan lainnya terdengar
lebih kasar.

3. Kemampuan membedakan kata-kata yang memiliki ejaan sama


Penulis juga harus bisa membedakan kata-kata yang memiliki ejaan sama dalam satu
kalimat atau tulisan. Karena, kata-kata yang ejaannya sama ini bisa memiliki makna yang
berbeda tergantung pada penggunaannya dalam sebuah kalimat.Ada pula kata-kata yang
memiliki ejaan sama, tetapi pelafalan dan artinya berbeda. Sehingga, Anda perlu
memahami penggunaan setiap diksi dalam sebuah kalimat atau tulisan dengan tepat.

4. Penggunaan kata kerja pada kata yang idiomatis

Idiomatis adalah makna kata atau rangkaian kata yang menyimpang atau berbeda
dengan makna dari kata-kata pembangunnya. Kata dengan makna idiomatis ini mirip
dengan kata kiasan atau konotasi. Dalam hal ini, penggunaan kata kerja pada kata yang
idiomatis juga termasuk syarat pemilihan atau penggunaan diksi dalam sebuah tulisan.
5. Kemampuan membedakan kata khusus dan umum dalam tulisan
Penulis juga harus bisa membedakan kata khusus dan umum dalam sebuah tulisan agar
ketepatan dalam pemilihan diksi itu terjamin. Kata khusus adalah kata yang dipakai
dalam penyusunan kalimat yang memiliki makna terbatas, lebih spesifik dan sempit.
Sedangkan, kata umum adalah kata yang digunakan dalam penyusunan kalimat dengan
makna lebih luas dan cakupannya lebar.

6. Memperhatikan pemilihan kata yang tepat dalam tulisan


Penulis juga harus memperhatikan pemilihan kata yang tepat secara berkelanjutan
dalam tulisannya. Pemilihan kata sama halnya dengan pemilihan diksi yang digunakan
untuk menyampaikan suatu gagasan, pengungkapan yang tepat dan gaya penyampaian
kata yang lebih baik serta sesuai situasi.

Contoh Diksi

1. Rendy sudah menjadi tangan kanan Andin selama 5 tahun. (tangan kanan adalah diksi
yang memiliki arti sebagai orang kepercayaan).

2. Rudy memilih menguras usaha sapi perah milik ayahnya setelah lulus SMA. (sapi
perah memiliki makna yang murni dalam kalimat ini, yakni sapi yang memang
diternakkan dan diperah susunya).

3. Alika adalah anak yang paling pandai di sekolahnya dan Naura adalah anak yang
paling pintar di kelas. (Panda dan pintar adalah dua kata dengan ejaan berbeda tetapi
memiliki kesamaan makna).

4. Intan sangat gemar pergi hedon dengan temannya hingga boros, sedangkan siska,
adiknya adalah anak yang hemat dan gemar menabung. (Boros dan hemat adalah dua
kata yang memiliki makna saling berlawanan).

5. Sebelum berangkat apel pagi, saya selalu menyempatkan diri untuk sarapan buah apel.
(Apel adalah kata yang memiliki ejaan sama, tetapi pelafalan dan maknanya berbeda).

b. Makna Konotatif
Jenis diksi berdasarkan makna konotatif adalah diksi, kata atau kalimat yang memiliki
arti bukan sebenarnya. Makna konotatif juga bisa diartikan sebagai makna kias yang
berkaitan dengan nilai rasa. 

Diksi dengan makna konotatif ini dipengaruhi oleh nilai dan norma yang dipegang oleh
masyarakat tertentu. Meski begitu, makna dari diksi ini juga akan berubah seiring
dengan perubahan nilai dan norma di masyarakat.

Berikut ini, beberapa contoh diksi dengan makna konotatif, antara lain:
1. Banyak pahlawan yang telah gugur dalam medan perang. (gugur memiliki makna
meninggal dunia).
2. Tasya adalah anak emas di kelas karena perilakunya yang sangat rajin. (anak
emas memiliki makna anak yang paling disayang).
3. Selepas lulus kuliah, Rifky memilih berprofesi sebagai kuli tinta. (kuli tinta
memiliki makna sebagai wartawan).

4.Gejala Bahasa dalam Bahasa Indonesia

A. Pengertian Gejala Bahasa


Gejala bahasa dalam bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup dan berkembang
sejalan dengan perkembangan masyarakat Indonesia (pemakai bahasa).Sehubungan
dengan perkembangan itulah kita jumpai gejala yang timbul diantaranya perubahan
bentuk kata maupun perubahan arti kata. Perubahan-perubahan ini ada yang sudah
diterima, ada yang belum diterima sebagai bahan yang umum. Beberapa pengertian
mengenai gejala bahasa, khususnya dalam bahasa Indonesia yang merupakan pendapat
dari beberapa sarjana bahasa Indonesia akan ditampilkan di bawah ini untuk membuka
jalan ke arah pembicaraan yang lebih khusus mengenai gejala bahasa. ["... J. S. Badudu
(1986 : 47) mengatakan gejala bahasa ialah peristiwa yang menyangkut bentukan-
bentukan kata atau kalimat dengan segala macam prosesnya ..."] [".. Asis Safioedin, S. H
(1980 : 163) mengatakan timbulnya gejala bahasa disebabkan oleh pemakaian fonem yang
mengalami berbagai gejala : perubahan, penambahan, penghilangan, perubahan tempat
atau penggantian letak ..."] ["... Suwardi Notosudirjo (1979 : 67) mengatakan yang
dibicarakan dalam gejala bahasa ialah perubahan fonem-fonem pada suatu kata, tetapi
pada umumnya tidak mengubah arti kata itu. Perubahan fonem-fonem itu dapat berupa
penambahan, pengurangan, atau penghilangan fonem. Atau penggantian fonem yang
berhubungan dengan ilmu fonetik untuk memudahkan ucapan ..."] Berdasarkan pendapat
para sarjana tampak mempunyai kesamaan, sama-sama membicarakan perubahan yang
terjadi pada suatu kata. Tapi ketiga pendapat itu masih berada pada batas kata, tidak
menyinggung kalimat. Seperti halnya pendapat pertama di atas.

Pengertian Gejala Bahasa Hiperkorek Hiperkorek (Inggris : hypercorrect) yang artinya


'terlalu tepat' atau 'terlalu betul’, yang sudah betul dibetulkan lagi akhirnya salah. Gejala
bahasa hiperkorek selalu menunjukan sesuatu yang salah, baik salah ucapan maupun
kesalahan tulisan atau ejaan. contoh : betul-hiperkorekinsaf;insyaf-sah;syah-surga;syurga-
topan;sentosa-sentausa;asas-azas;kuitansi-kwitansi;mantra-mentera;manajer-manajer

Kata-kata insaf,sah,topan, sentosa, asas, kuitansi, mantra, manajer dijadikan orang


menjadi insyaf, syah, syurga, taufan, sentausa, azas, kwitansi, mentera, manager karena
orang menganalogikan dengan kata-kata seperti tobat, torat, topan yang terdapat dalam
bahasa Arab yaitu taubat, taurat, taufan, tetapi ke dalam bahasa Indonesia kata-kata ini
disandihkan : au menjadi o, sehingga kata-kata ini tobat, torat, topan. Bertolak dari sini
orang mengira bahwa katakata tersebut di atas sama asal dan bentuknya sehingga timbul
hiperkorek. Demikian juga dengan kata surga (berasal dari bahasa sanskerta) menjadi
syurga, mungkin orang mengira bahwa kata itu berasal dari bahasa Arab. Katakata bahasa
Arab yang ditulis dengan huruf sin, shad, tsa dialihkan ke dalam bahasa Indonesia dengan
huruf s saja, kemudian di syin menjadi sy dalam bahasa Indonesia. Seperti : kata-kata insaf,
sah, dalam bahasa Arab kata-kata itu mempunyai unsur bunyi shad (yang menjadi s dalam
bahasa Indonesia oleh sebab itu tidak dituliskan insyaf, syah karena menjadi hiperkorek.
Begitu juga kata asas ditulis dengan huruf sin dalam bahasa Arab.Oleh sebab itu apabila
azas jelas hiperkorek. Gejala bahasa Hiperkorek pada umumnya terjadi pada kata-kata
pungut. Anggapan yang salah terhadap bentuk kata-kata pungut itu mengakibatkan
timbulnya hiperkorek.

Timbulnya Gejala Bahasa Pleonasme

Faktor penyebab timbulnya gejala bahasa pleonasme itu ada empat, yaitu : 1.Faktor
ketidak tahuan.2.Faktor ketidak sengajaan,3. Faktor kesengajaan dengan tujuan penekanan
makna atau arti,4. Faktor peniruan bentuk (concord) yang terdapat pada bahasa asing yang
mempunyai pengaruh besar terhadap bahasa Indonesia. Berdasarkan pendapat J.S. Badudu
tentang faktor penyebab gejala bahasa pleonasme, dikemukakan adanya concord
(persesuaian bentuk) yang terdapat pada bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Belanda, dan
bahasa Perancis. Kita sudah mengetahui bahwa keempat bahasa ini mempunyai pengaruh
besar terhadap bahasa Indonesia. Tentunya pengaruh itu tidak hanya mencakup masalah
kosa kata saja. Tetapi tata bahasa pun turut diambil bagian walaupun bahasa Indonesia
telah memiliki kaidah-kaidah tata bahasa sendiri. Persesuaian bentuk atau concord dalam
bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Belanda, dan bahasa Perancis ditemui contoh sebagai
berikut : Kata benda dalam bahasa Indonesia tidak mengenal bentuk khusus Untuk
menyatakan jenis kelamin kata (gender) baik untuk maskulin maupun feminim, wujud
katanya tidak berubah contoh : 1. kata / singa / dapat dipakai untuk pengertian jantan dan
betina 2. kata / saudara / dapat dipakai untuk pengertian laki laki dan perempuan/wanita.
Akibat pengaruh bahasa sansekerta dan bahasa Arab dijumpai bentuk yang membedakan
jenis kelamin kata : maskulin-feminism;saudara-saudari; pragawan-pragawati;mahasiswa-
mahasiswi;hadirin-hadirat.Bentuk-bentuk tersebut bukanlah bentuk yang gramatikal. Kata
benda tidak mengenal jamak tunggal.Kata benda dalam bahasa Indonesia tidak mengenal
khusus untuk membedakan jamak (mufrad) dan tunggal (singular) contoh : ia membeli dua
ekor ayam saya membeli seekor ayam seorang anak pun tak ada kelihatan empat orang
anak Bahasa Inggris contoh : one child (seorang anak);five children (lima orang anak)
Bahasa Belanda contoh : een kipdrie kippen een oortweeogen een kind vijf kinderen
Bahasa Arab contoh : Al waladu Sagirun (anak laki-laki itu kecil) Al waladani Sagirani (dua
orang anak laki-laki kecil) Dalam bahasa Indonesia tidak mengenal perubahaan kata kerja
untuk membedakan waktu.Dari contoh di atas terlihat untuk menyatakan jamak terjadi
pada kata benda seperti yang telah dikatakan bahwa bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa
Belanda, dan bahasa Perancis mempunyai pengaruh yang besar terhadap bahasa
Indonesia, maka tentu pula persesuaian bentuk ini akan ditiru oleh pemakai bahasa
Indonesia. Sehingga timbul bentuk-bentuk pleonasme.

Anda mungkin juga menyukai