BENCHMARKING
DAFTAR ISI.................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN..............................................................3
2.1 Sejarah Benchmarking............................................................3
2.2 Pengertian Benchmarking.......................................................5
2.3 Strategi Benchmarking Dalam Meningkatkan Kinerja...........8
2.4 Fungsi Benchmarking.............................................................9
2.5 Tahapan Benchmarking........................................................10
2.6 Perkembangan Benchmarking..............................................11
2.7 Metode Benchmarking Internal dan Eksternal......................12
2.8 Proses Benchmarking............................................................14
2.9 Manfaat Benchmarking.........................................................18
BAB III PENUTUP...................................................................20
3.1 Kesimpulan...........................................................................20
3.2 Saran......................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA................................................................21
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan segala nikmat-Nya sehingga makalah ini dapat terisi dengan baik.
Pembuatan dokumen ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan banyak pihak.
Kami juga berterima kasih kepada dosen kami, ibu Yessi Hartiwi, S.Kom,
M.S.I untuk tugas ini. Banyak hal yang bias kami pelajari dari penelitian makalah
ini.
Makalah tentang "BENCHMARKING" ini dibuat untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Proses Bisnis. Atas keberhasilan artikel ini, kami berharap
materi yang kami buat dapat bermanfaat bagi orang lain. Jika ada kritik atau saran
untuk perbaikan ide atau pengembangan, kami akan dengan senang hati
menerimanya.
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Benchmarking ?
2. Apa yang dimaksud dengan Benchmarking ?
3. Apa manfaat Benchmarking ?
4. Apa saja asas Benchmarking ?
5. Apa saja jenis-jenis Benchmarking ?
6. Bagaimana metode Benchmarking ?
7. Apa saja prasyarat Benchmarking ?
8. Bagaimana tahapan dan proses Benchmarking ?
9. Apa saja biaya dalam Benchmarking ?
10. Apa saja hambatan dalam Benchmarking ?
1.3 Tujuan
Untuk memberikan pemahaman lebih lanjut tantang strategi manajemen
biaya khususnya tentang Benchmarking.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Benchmarking
Sudah sejak tahun 1860an, karya-karya Frederick Taylor telah menggunakan
metoda Ilmiah dalam bisnis dengan cara membanding-landingkan proses
produksi. Selama Perang Dunia II. sudah menjadi kebiasaan perusahaan untuk
mencek dan membandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain standar
mengenai upah, beban kerja, keselamatan kerja dan lingkungan kerja. Di dalam
bukunya yang menceriterakan mengenai pengembangan sistem produlest Toyota,
Taichi Ohno, bekas Vice President Praduat menggambarkan usaha-usaha
benchmarking yang sudah mulai berkembang sesudah berakhirnya Perang Dunia
ll sebagai berikut :
Following World War II American products flowed into Japan, chewing
gum, Coca-cola, event the jeep. The first US style su permarket appeared
in the mid 1950% And as more and more Japanese people visited United
States, they saw the intimate rel tionship between the supermarket and the
style of daily life in America Consequently this type of store become the
rage in japan due to japanese curiosity and fondness for imitation.
Dari pengamatan proses di supermarket ini, kemudian Ohno mengembangkan 'just
in time inventory management method' dari metode pengisian kembali rak-rak di
supermarket tersebut' (shelf restocking).
Beberapa orang berpendapat bahwa Jepang memang ahli dalam 'meniru' segala
sesuatu dari Barat, bahkan ada yang menyebutkan sebagai keahlian dalam
imitative innovation. Tetapi sebetulnya ini kurang tepat karena sebetulnya yang
dilakukan Jepang adalah benchmarking, sebagai suatu jalan pintas untuk
meningkatkan kinerja perusahaannya. Mengenai hal ini, Paul Howell menulis :
"The Japanese excel at benchmarking, at exhaustively analysing the best
companies in each industry, then continually improving on their
performance until the Japanese products and services then become the
best'.
Contoh klasik yang paling terkenal adalah kasus industri mesin fotokopi Xerox
(Rank Xerox America) yang disaingi secara mengejutkan oleh perusahaan-
perusahaan Jepang, yang masih baru dalam industri tersebut, sehingga memaksa
Xerox justru belajar dari para pesaing barunya. Hal ini terjadi setelah tahun 1972.
dimana hak paten yang dimiliki Xerox habis masa berlakunya sehingga
memungkinkan perusahaan lain untuk menjiplak teknologi yang digunakannya.
Metode belajar dari luar dan menerapkan hasilnya di perusahaan sendiri telah
dikembangkan oleh Xerox menjadi suatu metoda atau alat menejemen baru, yang
3
memperkaya metoda yang sudah ada. Metoda yang digunakan dan dikembangkan
oleh Xerox ini dinamakan Business Benchmarking. Sejak tahun 1989,
benchmarking menjadi sangat populer di kalangan bisnis dan industri di Amerika.
Perusahaan tekstil raksana, Milliken selama periode 1990-1994 telah melakukan
benchmarking sebanyak 400 kali. Demikian juga Motorola, dalam kurun waktu
yang sama telah melakukan benchmarking sebanyak 125 kali. Akibatnya mulai
tahun 1990an, dunia telah menyaksikan kebangkitan kembali daya saing
internasional bisnis Amerika yang dalam beberapa bidang telah mengalahkan
dominasi Jepang.
Perlu juga disampaikan disini bahwa ada istilah benchmark dan ada benchmarking
yang sepintas lalu seperti sama, yang perlu dibedakan secara tajam. Pada
kenyataanya, walaupun ada hubungannnya, artinya sangat berlainan. Benchmark
(tolok duga) adalah suatu ukuran kinerja yang bersifat tetap berdasarkan rumusan
kriteria yang jelas, dari suatu perusahaan unggulan mengenai suatu kegiatan
tertentu. Sering kali ukuran kinerja ini dinyatakan dalam bentuk kuantitatif.
Benchmark dengan demikian sama artinya dengan 'tolok ukur'. Benchmarking
adalah metoda untuk mencari dan menerapkan best practice dari perusahaan
unggulan, melalui berbagai tahap aktivitas, jadi lebih luas artinya, seperti
dijelaskan di atas.
Proses munculnya Benchmarking itu sebenarnya melalui beberapa tahapan,
diantaranya :
a. Tahap Pertama
Pada tahap awal munculnya benchmarking dipandang sebagai rekayasa
terbalik atau analisis produk kompetitif yang berorientasi pada produk.
Tahap ini rekayasa terbalik cenderung menjadi pendekatan teknis yang
berbasis rekayasa bagi perbandingan produk yang mencakup
pembongkaran dan evaluasi terhadap karakteristik produk yang bersifat
teknis.
b. Tahap Kedua
Pada tahap kedua ini disebut sebagal benchmarking kompetitif yang
bergerak melampaui perbandingan yang berorientasi produk untuk
mencakup perbandingan terhadap proses proses dari para pesaing.
c. Tahap Ketiga
Dalam tahap ini juga disebut benchmarking proses yang muncul ketika
banyak eksekutif pengawas mutu mengakui bahwa proses pembelajaran
terhadap produk akan lebih mudah bila dilakukan terhadap perusahaan-
perusahaan diluar industri mereka daripada studi studi mengenai daya
saing. Perusahaan yang saling bersaing memiliki batas alamiah dimana
mereka saling merahasiakan berbagai informasi mengenai perusahaannya,
namun garis batas dan hambatan perdagangan ini tidak berlaku bagi
perusahaanperusahaan yang tidak bersaing secara langsung. Ketiadaan
4
hambatan untuk saling berbagi informasi ini telah mendorong suatu
pergeseran yang memperluas penerapan benchmarking schab
benchmarking bukan hanya diarahkan kepada para pesaing namun justru
diarahkan pada perusahaan-perusahaan dari bidang- bidang industri lain
yang menjalankan praktik bisnis yang diakui kekuatannya.
d. Tahap Keempat
Tahap keempat ini disebut dengan benchmarking strategi yang
didefinisikan sebagai proses sistematis untuk mengevaluasi alternatif-
alternatif, mengimplementasikan strategi dan meningkatkan kinerja
dengan memahami dan mengadaptasi strategi-strategi sukses dari mitra
eksternal yang berpartisipasi dalam allansi-aliansi yang
berkesinambungan.
e. Tahap Kelima
Tahap ini merupakan generasi akhir implementasi benchmarking. Menurut
pandangan ini masa depan benchmarking terletak pada aplikasi global,
dimana terdapat perbedaan-perbedaan proses budaya serta proses bisnis
antar perusahaan dijembatani dengan aplikasi bagi pengembangan proses
bisnis. Tahap ini disebut dengan benchmarking global.
5
(geolocating), a sport similar to geocaching in which participants
individually go out and find benchmarks. (Benchmark
http://en.wikipedia.org/wiki/Benchmark, 29 Oktober 2007).
Benchmarking merupakan alat untuk mencari ide atau belajar dari
perusahaan organisasi yang dianggap terbaik. Benchmarking merupakan proses
pengukuran yang sistematis dan berkesinambungan, proses mengukur dan
membandingkan secara terus menerus atas proses bisnis suatu organisasi untuk
mendapatkan informasi yang akan membantu upaya organisasi tersebut
memperbaiki kinerjanya. (Tjiptono & Diana, 2002)
Benchmarking adalah suatu proses terus menerus yang sistematis untuk
membandingkan efisiensi perusahaan sendiri dalam ukuran produktifitas, kualitas,
dan praktek-praktek dengan perusahaan-perusahaan dan organisasi-organisasi
yang menunjukkan keunggulannya (Karlof& Ostblom, 1997). Pendapat lain
menyatakan benchmarking merupakan cara untuk membandingkan dan mengukur
jalannya sebuah organisasi atau cara membandingkan dan mengukur internal
organisasi secara berulang-ulang dengan organisasi yang mempunyai kelas yang
lebih baik dari dalam atau dari luar organisasi perusahaan (Goestsch; Davis,
1997).
Dalam melaksanakan benchmarking banyak ditentukan oleh faktor
kepuasan pelanggan dalam hal ini adalah pemakai perpustakaan. Dengan semakin
berkembangnya sistem manajemen perpustakaan yang diiringi dengan kemajuan
teknologi informasi dewasa ini, membuat pemakai mengetahui dan meminta
keunggulan produk dan pelayanan perpustakaan yang berbeda dan lebih baik.
Sehingga perpustakaan dituntut untuk dapat memberikan yang terbaik kepada
pemakainya.
Benchmarking merupakan suatu pendekatan proaktif yang memungkinkan
pihak manajemen perpustakaan memahami pengelolaan perpustakaan yang ideal
untuk dapat diperdayagunakan oleh pemakainya serta dapat memotivasi
manajemen perpustakaan untuk memfokuskan perhatian pada usaha perbaikan
terus menerus dan mengimplementasikannya, Benchmarking menjadi asas
manajemen untuk membimbing pihak perpustakaan untuk melihat keluar pada
perpustakaan perguruan tinggi lain yang dianggap lebih ideal dan memenuhi
standar perpustakaan perguruan tinggi, guna mendapatkan gagasan dan inspirasi
yang diperlukan untuk menghilangkan perbedaan perpustakaan yang
dibandingkan dengan perpustakaan pesaing yang lebih unggul. Sehingga
memungkinkan untuk meningkatkan performansi perpustakaan untuk menjadi
lebih unggul dari perpustakaan pesaing yang unggul tadi.
Dari berbagai definisi di atas memiliki banyak persamaan, yaitu bahwa
tujuan utama benchmarking adalah untuk menemukan kunci atau rahasia sukses
dan kemudian mengadaptasi dan memperbaikinya untuk diterapkan pada
organisasi yang melaksanakan benchmarking tersebut.
6
Guna mencari keunggulan yang ada di sekitar kita merupakan suatu usaha
yang relatif berat. Keunggulan yang kita jumpai sangat tergantung pada tingkat
keluasan pandangan kita. Secara analitis kita dapat membedakan benchmarking
menjadi tiga kategori (Karlof & Ostblom, 1997):
a. Benchmarking internal (internal benchmarking)
Banyak perusahaan yang memiliki berbagai cabang. Mereka bias jadi
memiliki sejumlah anak perusahaan, divisi, kelompok pelayanan, dan
sebagainya di lokasi yang tersebar secara geografis. Dalam hal ini
perusahaan terdiri dari sejumlah operasi yang serupa yang dapat
diperbandingkan dengan mudah satu sama lain. Benchmarking di dalam
satu organisasi disebut sebagai benchmarking internal (internal
benchmarking). Benchmarking internal menghasilkan perbandingan
dengan presisi yang sangat tinggi bila semua data yang relevan
dikumpulkan dari sumber yang sama. Tentu saja ada kelemahannya, yaitu
bahwa kesempatan untuk mendapatkan kinerja kelas dunia di dalam
organisasi sendiri akan kurang berhasil bila dibandingkan dengan jika
mencari alternative pasangan dari luar. Namun bagaimana juga
benchmarking internal seringkali mampu mengarah kepada perubahan
yang cepat dan nyata dalam hasilnya. Benchmarking mempunyai efek
lebih lanjut yaitu menyamakan perbedaan yang ada dalam kinerja antar
cabang. Bukan saja kinerja seluruh perusahaan tertingkatkan, tetapi juga
menekan variasi antar operasi yang sejenis.
7
Suatu perbandingan atas produk, jasa, dan proses kerja dengan
perusahaan-perusahaan yang berhasil tanpa memandang bidang usahanya.
Kita gunakan istilah fungsional di sini karena benchmarking pada tingkat
ini sering berkaitan dengan aktifitas atau fungsi tertentu di dalam suatu
organisasi. Istilah alternatif yang kadang-kadang digunakan adalah generic
benchmarking. dimana kata generic dipakai dalam arti "tidak berlebel". Ini
mencerminkan ide dasar dari benchmarking fungsional, yang mana
mengambil keunggulan dimana pun ditemukan sebagai standar
pembanding. Singkatnya, benchmarking fungsional adalah yang
menawarkan peluang untuk bergerak meningkat ke dalam kelas dunia.
Perusahaan-perusahaan dan organisasi-organisasi yang telah bekerja
dengan giat dengan benchmarking berkenaan dengan variasi fungsi
sebagai "esensi" benchmarking. Meskipun baik kategori internal maupun
eksternal mengandung potensi untuk peningkatan yang nyata dan besar,
namun kekuatan penuh dari metode yang dapat digunakan ada di dalam
benchmarking fungsional.
8
Manajer sebagai pemimpin (leader) harus memiliki visi dan misi yang
jelas dari perusahaan yang dipimpinnya. Sehingga, manajer harus menjadi
pemimpin yang visioner. Pemimpin visioner adalah pemimpin yang memiliki dan
selalu berorientasi ke depan, apa yang ingin diwujudkan di masa depan dari
realitas yang sedang dihadapi Pemimpin yang visioner itu penting dan akan
menentukan hidup dan matinya sebuah organisasi. Hal ini disebabkan karena
seorang pemimpin harus mampu meramalkan perubahan lingkungan untuk
membuat rencana strategis lembaganya.
Ketika seorang pemimpin memiliki pandangan visioner, dia harus
memiliki strategi dalam mencapai visi misinya tersebut. Salah satu strategi yang
dapat dikembangkan adalah strategi benchmarking Strategi benchmarking ini
memungkinkan bagi pimpinan untuk mengkonsep sebuah perencanaan yang
dijadikan sebagai pijakan awal dalam menentukan ke mana arah suatu organisasi
akan dibawa. Melalui strategi benchmarking ini manajer dapat menjalankan
fungsi dan perannya sebagai inovator, yaitu (1) Memiliki gagasan baru (proaktif)
untuk inovasi dan perkembangan perusahaan/organisasi atau memilih yang
relevan untuk kebutuhan lembaganya; (2) Kemampuan mengimplementasikan ide
yang baru tersebut dengan haik; dan (3) Kemampuan mengatur lingkungan kerja
sehingga lebih kondusif.
2.4 Fungsi Benchmarking
Benchmarking dapat menjadi strategi bersaing, karena benchmarking berfokus
pada proses dan produk. Bila produk tersebut tidak sesuai dengan harapan
organisasi/perusahaan, prosesnya perlu diperbaiki, Bila produknya memenuhi
harapan organisasi/perusahaan tetapi tidak sesuai dengan harapan pelanggan
berarti organisasi/perusahaan harus mendefinisikan dan mendesain ulang
produknya. Fungsi benchmarking yang dilaksanakan oleh suatu
lembaga/organisasi atau perusahaan adalah (Kaplan & Norton, 1992):
a. Benchmarking sebagai alat bantu menemukan ide dan belajar
Benchmarking adalah alat yang sangat ampuh untuk menemukan ide dan
belajar dari perusahaan-perusahaan dan organisasi-organisasi yang
dipandang terbaik.
b. Alat untuk meningkatkan kemampuan belajar
Manfaat benchmarking telah teruji dan cocok untuk meningkatkan
kemampuan menerima pelajaran-pelajaran perilaku yang sukses.
Manfaat ini secara efektif mendorong orang untuk membuka wawasannya
dan menyadarkan orang bahwa menjadi yang terbaik di antara
c. Alat untuk perbaikan
Pada hakekatnya benchmarking merupakan suatu instrument untuk
melakukan perbaikan. Langkah awal yang dilakukan adalah
mengidentifikasi proses dan praktek manufakturing serta operasi lainnya
dalam suatu perusahaan atau organisasi yang memerlukan perbaikan.
9
Langkah selanjutnya adalah mencari organisasi lain yang sukses dalam
melakukan aktifitas operasi yang hamper sama. Setelah itu diusahakan
untuk melakukan pengamatan dan pengukuran secara rinci bagaimana
organisasi yang sukses itu melaksanakan aktifitas dan proses operasinya.
d. Alat untuk pengembangan keterampilan
Pengembangan keterampilan dapat diartikan sebagai suatu gabungan dari
pengetahuan, motivasi, situasi dan kemauan. Dengan melakukan
benchmarking suatu organisasi akan memperoleh, mendapatkan, dan dapat
mengumpulkan serta menganalisa sejumlah pengetahuan dari lingkungan
yang berbeda. Pengetahuan baru yang diperoleh dari hasil benchmarking
ini memberikan motivasi untuk mendorong organisasi bagi peningkatan
kinerja produktivitasnya.
10
d. Analisis
Langkah yang keempat yang menuntut kemampuan analitis dan kreativitas
yang tinggi dalam seluruh proses benchmarking. Analisa bukan hanya berarti
mengidentifikasikan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan, tetapi juga
memahami hubungan dengan kandungan operasi yang mendasarinya. Lebih lanjut
perlu dikenal faktor- faktor yang tidak dapat dibandingkan dan yang tidak dapat
dipengaruhi, keduanya akan mempengaruhi hasil analisis.
e. Penerapan
Langkah terakhir selain menerapkan peningkatan-peningkatan, juga
mengembangkan organisasi dan memindahkan fokusnya sehingga mengarah pada
prilaku yang berorientasi kinerja. Organisasi harus memasang sasarannya yang
realistis berdasarkan pada potensi peningkatan yang diungkapkan oleh celah
perbedaan benchmarking. Sasaran-sasaran tersebut harus dirinci dan
diadaptasikan agar cocok dengan struktur organisasi dan dikomunikasikan kepada
orang-orang yang terlibat.
Seperti yang dikemukakan juga oleh Goetsch dan Davis (1994) untuk
melaksanakan benchmarking dibagi menjadi14 langkah yaitu:
1. Komitmen manajemen;
2. Basis pada proses perusahaan itu sendiri;
3. Identifikasi dan dokumentasi setiap kekuatan dan kelemahan proses
perusahaan;
4. Pemilihan proses yang akan dibenchmarking.
5. Pembentukan tim benchmarking:
6. Penelitian terhadap objek yang terbaik di kelasnya (best in-class);
7. Pemilihan calon mitra benchmarking best in-class;
8. Mencapai kesepakatan dengan mitra benchmarking:
9. Pengumpulan data;
10. Analisis data dan penentuan gap:
11. Perencanaan tindakan untuk mengurangi kesenjangan yang ada atau bahkan
mengunggulinya;
12. Implementasi perubahan:
13. Pemantauan;
14. Memperbaharui patok duga; melanjutkan siklus tersebut.
11
2.6 Perkembangan Benchmarking
Dalam buku Total Quality Management (Tjiptono & Diana, 2002)
dijelaskan bahwa Watson (dalam Widayanto, 1994) membagi konsep
benchmarking ke dalam lima perkembangan, yaitu:
1. Reverse Engenering
Dalam generasi tahap ini dilakukan perbandingan karakteristik produk.
Fungsi produk dan kinerja terhadap sejenis dari pesaing. Reverse engenering juga
tidak melibatkan proses bisnis untuk dipatok duga. Tahap ini cenderung
berorientasi teknis, dengan pendekatan rekayasa produk, termasuk di dalamnya
membedah dan mempelajari karakteristik produk pesaing.
2. Competitive Benchmarking
Generasi ke dua ini berlangsung sekitar tahun 1976-1986. Selain
melakukan patok duga terhadap karakteristik produk, patok duga kompetitif juga
melakukan patok duga terhadap proses yang memungkinkan produk yang
dihasilkan adalah produk unggul.
3. Process Benchmarking
Konsep ini tidak hanya membatasi lingkupnya pada proses bisnis pesaing
saja, tetapi juga mengandung cakupan yang lebih luas dengan anggapan dasar
bahwa beberapa proses bisnis perusahaan terkemuka yang sukses memiliki
kemiripan dengan perusahaan yang akan melakukan patol duga.
4. Strategic Benchmarking
Dalam konsep ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan arah strategis
jangka panjang. Strategic benchmarking merupakan suatu proses sistematis untuk
mengevaluasi alternatif, implementasi strategi bisnis, dan memperbaiki kinerja
dengan memahami dan mengadaptasi strategi yang telah berhasil dilakukan oleh
mitra eksternal yang telah berpartisipasi dalam aliansi bisnis.
5. Global Benchmarking
Generasi kelima ini mencakup semua generasi sebelumnya dengan
tambahan bahwa cakupan geografisnya sudah meng-global dengan
membandingkan terhadap mitra global maupun pesaing global.
12
tertentu yang sama dalam unit perusahaan sendiri, termasuk pada anak perusahaan
atau induk perusahaan atau perusahaan afiliasinya.
Sedangkan benchmarking eksternal memilih best-practice tentang proses,
fungsi, jasa atau kegiatan tertentu yang dilaksanakan di perusahaan lain, baik
dalam jenis perusahaan yang sama (pesaing) maupun dalam perusahaan yang lain
jenisnya. Metoda eksternal ini dapat dibedakan menurut 5 tipe yakni:
Metoda kompetit
Metoda generik
Metoda proses
Metoda fungsional
Metoda kooperatif
Metoda kolaboratit
Metoda benchmarking kompetitif dilakukan terhadap mitra benchmarking yang
merupakan pesaing langsung. Metoda ini mungkin paling suka digunakan karena
dengan mudah dapat membandingkan secara apple to apple. Tetapi sekaligus
metoda ini paling sulit dilaksanakan karena sulit memperoleh dan mengumpulkan
data karena pesaingnya pasti menyimpan dengan rapat rahasta perusahaannya,
padahal pengumpulan data merupakan hal mutlak dalam melaksanakan
benchmarking.
Metoda benchmarking generik dilakukan oleh dum atau lebih mitra
benchmarking yang memiliki bisnis yang berbeda, bukan pesaing langsung, dan
sepakat untuk memperbandingkan suatu subyek benchmarking yang menjadi
perhatian bersama. Subyek ini bisa proses, produk, jasa, fungsi maupun kegiatan
tertentu. Tipe benchmarking jenis int relatif mudah dilaksanakan karena relatif
mudah mencari mitra. Semua pihak yang terlihat dalam benchmarking tipe ini
merasa ada keuntungan bersama untuk saling menukarkan data dan informasi
yang diperlukan.
Metoda benchmarking proses adalah benchmarking generik yang subyek
benchmarkingnya adalah proses, seperti proses pengadaan barang, proses
merekrut pegawai baru dan sebagainya. Tipe benchmarking int juga secara relatif
mudah dilakukan dalam arti mudah mencari mitra benchmarking Kegiatan
benchmarking yang dilakukan Xerox, 90% adalah dari tipe ini. Meskipun tadi
dikatakan bahwa dalam benchmarking tipe ini mudah mencari mitra, tetapi
pelaksanaan benchmarking itu sendiri tidaklah mudah, justru karena menyangkut
proses.
Metoda benchmarking fungsional adalah benchmarking generik yang subyek
benchmarkingnya adalah fungsi manajemen tertentu, misalnya fungsi marketing.
fungsi SDM, fungsi inventory control dan sebagainya. Tipe benchmarking ini juga
banyak dilakukan meskipun tidak sebanyak benchmarking proses. Dalam
13
pelaksanaannya, benchmarking tipe ini relatif lebih mudah daripada tipe
benchmarking proses.
Metoda benchmarking kooperatif adalah benchmarking yang dilakukan dengan
secara bapak/anak-auh. Biasanya sebuah perusahaan yang ingin meningkatkan
kinerja aktivitas tertentu menghubungi perusahaan yang dianggap lebih superior
yang bukan pesaing langsung. Dalam tipe ini, biasanya informasi mengalir satu
arah saja yaitu dari perusahaan sasaran ke kelompok perusahaan yang melakukan
henchmarking.
Metoda benchmarking kolaboratit (kemitraan) adalah apabila sejumlah
perusahaan bergabung untuk saling berbagi pengetahuan tentang sesuatu kegiatan.
Tujuannya adalah agar masing-masing perusahaan dapat meningkatkan
kinerjanya. Biasanya ada pihak ketiga yang bertindak sebagai koordinator,
kolektor dan distributor data. Tipe benchmarking jenis ini juga banyak digunakan,
sebagai contoh, dalam tabel berikut, dicantumkan mitra benchmarking dan subyek
benchmarking (jasa) yang dipilih oleh Xerox:
14
Pengiriman barang
Perencanaan strategisnya
Biaya angkutan
Tahap kedua adalah pengumpulan data. Proses ini dimulai
denganpengumpulan data di dalam perusahaan sendiri sesuai dengan obyek yang
akan dibenchmarkingkan. Pengumpulan data selanjutnya diteruskan di tempat
mitra (benchmarking partner) dan dilanjutkan lagi dengan pembandingan antara
dua data yang diperoleh. Singkatnya proses ini harus dapat menjawab pertanyaan:
bagaimana perusahaan kita melakukannya dan bagaimana perusahaan mitra
melakukannya ?
Langkah ke tiga adalah analisa data. Tahap ke tiga ini titik beratnya
adalah menganalisa data yang diperoleh tadi dengan cara-cara misalnya:
bandingkan kinerja perusahaan sendiri dengan perusahaan benchmark. Kalau ada
perbedaan, cari penyebab utama perbedaan tersebut, cari kemungkinan-
kemungkinan cara-cara memperbaiki, proyeksikan perkiraan kurun waktu
perbaikan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kemungkinan dan
perencanaan perbaikan.
Langkah atau tahap ke empat adalah penyesuaian dan perbaikan. Inilah
tahap yang paling penting dari seluruh proses benchmarking, yaitu melakukan
penyesuaian dan perbaikan-perbaikan dalam perusahaan sendiri tidak hanya agar
kinerjanya sama dan setingkat dengan perusahaan mitra benchmarking, tetapi
kalau bisa melebihinya. Tanpa langkah ini, maka langkah-langkah sebelumnya
tidak berarti sama sekali bagi perusahaan. Paling paling hanya berguna mungkin
untuk tujuan akademis. Langkah terakhir ini dapat digambarkan seperti dalam
grafik/gambar berikut. A short term goal artinya adalah tujuan yang dapat diraih
dalam waktu dekat sebagai akibat langsung dari pembicaraan atau kunjungan ke
pabrik mitra benchmarking. Parity goal adalah tujuan yang akan dicapai apabila
tingkat kinerja sudah menyamai tingkat kinerja mitra benchmarking. Leadership
goal adalah target yang akan dituju yang sudah melebihi tingkat kinerja
perusahaan mitra benchmarking.
Contoh Benchmarking di Dalam Kegiatan Perpustakaan
Dalam organisasi perpustakaan, terdapat kegiatan-kegiatan antara lain:
perencanaan pembangunan gedung, perencanaan pengadaan. perencanaan
pengolahan, perencanaan layanan, perencanaan sistem layanan, perencanaan
kerjasama, dan perencanaan pengembangan, dan lain-lain.
Rangkaian kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan oleh sebuah
perpustakaan dalam rangka mewujudkan tujuan perpustakaan tersebut yakni
menyediakan, mengolah dan memberikan layanan sumber daya informasi kepada
pemakai perpustakaan. Dalam mencapai sasarannya, baik pada setiap bagian
15
kegiatan dalam perpustakaan maupun perpustakaan secara utuh, manajemen
perpustakaan akan mengalami perkembangan seiring dengan kebutuhan
masyarakat pemakai. Oleh karena itu dalam waktu tertentu perpustakaan ini perlu
melaksanakan benchmarking.
Seperti yang dijelaskan di atas bahwa kegiatan benchmarking meliputi tiga
fungsi yaitu pada proses kerja, jasa (layanan) dan pada produk (lihat
benchmarking kategori fungsional). Oleh karena itu pada manajemen
perpustakaan dapat melakukan evaluasi dalam tiap perencanaan kegiatan dengan
menerapkan benchmarking baik secara eksternal pada fungsi-fungsi yang
dimaksudkan.
Dalam kegiatan benchmarking ini, manajemen perpustakaan perlu
menggunakan langkah-langkah strategis yang berkelanjutan ditambah dengan
memantapkan keinginan perubahan yang terukur dan berkembang.
IFLA (The International Federation of Library Association and Institution)
memberikan standar bagi perpustakaan universitas dalam merencanakan
pengembangan yangmana standar tersebut dikelompokkan kepada 10 (sepuluh)
macam indikator (Peter Brophy and Kate Coulling, 1997, 129), yaitu:
1. Purpose
2. Organization and administration
3. Services
4. Colletion
5. Staff
6. Facilities
7. Budget and Finance
8. Technology
9. Preservation and conservation
10. Co-operation
Kemudian indikator-indikator tersebut dapat dibagi lagi ke dalam dua
pembagian (Peter Brophy and Kate Coulling, 1997, 130), yaitu:
1. Quantitative indicators: Numbers of clients; Size of stock; proportion of stock
added/replaced anually; Funding: Staff numbers; Accomodations; Item issued;
Other item supplied; Enqueries handled; Opening hours; Numbers of visits; Study
hours provided.
16
2. Qualitative indicators: Variety of stock; Staff qualification and experience;
Range of information support services; Satisfaction rates.
- Perencanaan Untuk Kegiatan Benchmarking
Selanjutnya untuk dapat melihat keperluan-keperluan pengembangan yang
digunakan dalam proses benchmarking, kita buat bentuk pertanyaan-pertanyaan
dengan contoh sebagai berikut:
Perencanaan Tujuan Organisasi
Apakah perpustakaan kita sudah memiliki visi yang cukup ideal? Apakah
misi yang dicanangkan sudah mampu mencapai visi yang diharapkan ? Perlukah
perpustakaan kita mengembangkan eksistensinya seiring dengan perkembangan
teknologi dan kebutuhan masyarakat pemakai ?
Perencanaan Struktur Organisasi dan Administrasi
Sudahkah perpustakaan kita memiliki struktur organisasi yang baik?
Apakah kita akan menambahkan beberapa koordinasi yang penting di dalam
organisasi perpustakaan?
Perencanaan Petugas/SDM
Sudahkah perpustakaan kita memiliki cukup SDM yang memadai?
Perlukah diberikan pendidikan atau pelatihan kepada petugas yang ada ?
Perencanaan Pembangunan Gedung
Apakah perpustakaan yang kita sudah memiliki gedung yang cukup besar
untuk kebutuhan pelaksanaan organisasi perpustakaan? Apakah perpustakaan kita
harus memiliki gedung yang baru? Apakah gedung perpustakaan kita perlu
diperbesar/diperluas ? Pertanyaan-pertanyaan ini menggambarkan beberapa hal
yang perlu kita evaluasi sebelum kita mengembangkan gedung perpustakaan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat pemakai.
Perencanaan pengadaan
Apakah proses pengadaan pada perpustakaan kita sudah cukup efektif?
Bagaimana perkembangan koleksi perpustakaan dengan sistem pengadaan yang
ada? Hal apa saja yang harus ditambahkan dalam proses pengadaan, misalnya
kebijakan pengembangan koleksi ? Bagaimana proses pengadaan yang terjadi di
perpustakaan lain yang lebih maju? Masalah apa yang terjadi jika ditemukan
hambatan-hambatan ?
Perencanaan pengolahan
Apakah proses pengolahan pada perpustakaan kita sudah cukup efektif?
Sudahkah memiliki sumber daya manusia yang cukup untuk membangun sebuah
17
database perpustakaan khususnya jika perpustakaan kita sudah terotomasi ?
Bagaimana kinerja petugas bagian ini jika dibandingkan dengan bagian yang lain
atau perpustakaan yang lain?
Perencanaan pelayanan
Apakah pelayanan yang sudah diberikan cukup menyenangkan pemakai ?
Sudahkah perpustakaan kita memiliki standar pelayanan, misalnya ramah tamah,
kemudahan, dan lain-lain ? Perlukah bentuk pelayanan yang sudah diberikan
dibenahi atau diubah ? Bagaimana pelayanan yang diberikan oleh perpustakaan
lain yang lebih baik?
18
Ada sekurang-kurangnya 5 manfaat yang dijadikan alasan oleh banyak
perusahaan menggunakan benchmarking untuk menyusun strategi kompetitifnya.
1. Untuk mengetahui efisiensi dan efektivitas tentang fungsi, proses praktek bisnis
dan kinerja perusahaan secara terinci yang berlaku di perusahaan sendiri.
2. Untuk mengefisienkan proses peningkatan kinerja perusahaan.
3. Agar proses peningkatan kinerja dapat berjalan lebih cepat.
4. Dapat dipakai sebagai alat perencanaan untuk menyusun langkah- langkah yang
bertujuan mengejar ketinggalan dari pesaing dan kemudian terus berusaha untuk
melampaui pesaing kelas wahid tingat dunia.
5. Dapat dipakai untuk melakukan perubahan.
Cerita tentang benchmarking telah menyebabkan banyak perusahaan yang
termasuk Fortune 500 mulai menerapkan teknik manajemen tersebut. Menurut
mereka metoda benchmarking merupakan metoda strategis dan penting untuk
melaksanakan perbaikan kinerja yang berkesinambungan. Bahkan pada tahun
1989, metoda benchmarking telah dipakai sebagai salah satu (dari tujuh) kategori
penting di USA untuk menentukan pemenang anugerah tertinggi dalam bisnis
yakni The Malcolm Baldrige National Quality Award.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan Saran
Dapat dikatakan bahwa Benchmarking membutuhkan kesiapan “fisik” dan
“mental”. Secara “Fisik” karena dibutuhkan kesisapan sumber daya mannusia dan
teknologi yang matang untuk melakukan benchmarking secara akurat. Sedangkan
secara “Mental” adalah bahawa pihak manajemen perusahaan harus bersiap diri
bila setekah dibandingkan dengan pesaing, ternyata mereka menemukan
kesenjangan yang cukup tinggi. Maka dapat disimpulkan beberapa hal yang harus
diketahui oleh perusahaan maupun mereka yang berkecimpung dalam dunia bisnis
bahwa :
Benchmarking merupakan kiat untuk mengetahui tentang bagaimana dan
mengapa suatu perusahaan yang memimpin dalam suatu industri dapat
melaksanakan tugas – tugasnya secara lebih baik dibandingkan dengan yang
lainnya.
Fokus dari kegiatan benchmarking, diarahkan pada praktik terbaik dari
perusahaan lainnya. Ruang lingkup lingkupnya makin diperluas yakni dari produk
dan jasa menjalar kearah proses, fungsi, kinerja organisasi, logistik, pemasaran,
dll. Benchmarking juga berwujud perbandingan yang terus – menerus, jangka
panjang tentang praktik dan hasil dari perusahaan yan terbaik dimanapun
perusahaan itu berada.
20
DAFTAR PUSTAKA
Indrajit, R. E., & Djokopranoto, R. (2003). Proses Bisnis.
Wince, E. (2018). Benchmarking dalam Manajemen Sebuah Perpustakaan. Tik Ilmeu: Jurnal Ilmu
Perpustakaan dan Informasi, 2(1), 23-40.
21