Anda di halaman 1dari 41

EMBRYOLOGY, ANATOMY, AND HISTOLOGY

OF PANCREAS GLAND

INSULA PANCREATICA
1. Struktur Anatomis dan Embriologis
Pancreas merupakan kelenjar pencernaan accessoria yang memanjang, terletak retroperitoneal
di sebelah depan corpora vertebrae LI dan LII (setinggi planum transpyloricum) pada dinding
abdomen posterior. Pancreas terletak di sebelah posterior gaster, di antara duodenum di kanan
dan splen di kiri. Mesocolon transversum melekat pada margo anterior pancreas. Pancreas
memiliki 4 regio, yaitu: processus uncinatus, caput pancreatis, corpus pancreatis, dan cauda
pancreatis. Ukuran panjang 12,5-15 cm dan berat 60-100 gram.

Bentuk pankreas menyerupai berudu; karenanya, secara anatomis, dapat dibagi menjadi 4
bagian : bagian kepala, leher, tubuh, dan ekor. Pankreas juga memiliki komponen tambahan
yang dikenal sebagai proses uncinate, yang berbeda dari bagian lain atas dasar anatomi.

Struktur Anatomi Pankreas


 Kepala
Bagian kepala terletak pada sisi kanan daerah perut di dekat duodenum (bagian pertama dari
usus kecil). Ini adalah bagian terluas dari pankreas, yang terselip pada lengkung duodenum
berbentuk-C.
 Uncinate
Uncinate merupakan bagian diperpanjang dari kepala yang muncul sangat mirip dengan kail.
Ini adalah bagian yang bengkok dan membentuk sudut dengan seluruh badan.
 Leher
Bagian pendek ini yang terletak di antara kepala dan tubuh panjang sekitar 2,5 cm. Itu
terletak posterior ke bagian pilorus lambung. Leher berjalan dari bagian kanan atas kepala
pankreas ke kiri, dan terhubung dengan tubuh organ.
 Badan
Ini adalah bagian utama dari pankreas yang terletak di antara leher dan ekor. Wilayah Badan
ini terlihat sangat mirip dengan sebuah prisma. Perut tepat di atas tubuh pankreas, dan
dipisahkan oleh omentum, kantong yang terletak di antara dua organ tersebut.
 Ekor
Ini adalah wilayah sempit dari pankreas, berjalan ke sisi kiri perut, dan berdekatan dengan
limpa. Ini ujung sempit pankreas melepaskan polipeptida pankreas (asam amino), yang
membantu menjaga aktivitas sekresi dari organ.

Permukaan
Badan memiliki 3 permukaan; yaitu, inferior, posterior, dan anterior. Permukaan anterior
terletak di seberang depan perut. Bagian kanan dari permukaan ini menyentuh usus besar
tranversum. Wilayah yang lebih rendah dari bagian kanan menyentuh gulungan usus kecil.
Permukaan bawah dilapisi dengan membran serosa peritoneum. Sisi kanan permukaan lebih
sempit, sementara sisi kiri lebih luas. Permukaan duduk di perbatasan antara duodenum dan
jejunum.

Sisi
Sisi mengacu pada perbatasan atau tepi pankreas. Pankreas dibatasi oleh 3 margin, yang
meliputi margin superior, inferior, dan anterior. Margin superior datar di sebelah kanan, dan
menjadi sempit saat mencapai ekor. Di sisi lain, margin rendah bertindak sebagai garis pemisah
antara posterior dan permukaan inferior. Margin anterior membantu membedakan antara
anterior dan permukaan inferior organ.

Kelenjar Pankreas
Saluran pankreas adalah tabung kecil yang berjalan dari kepala pankreas dan memasuki
duodenum. Kerjanya seperti media hubungan antara dua organ tersebut. Dalam pankreas,
berjalan dari kiri ke kanan, dan memiliki banyak cabang, yang dikenal sebagai saluran lobular. Di
daerah leher organ ini, saluran pankreas sedikit lebih lebar dan bergerak ke bawah untuk
terhubung dengan saluran empedu utama. Pankreas mensekresi cairan pencernaan, yang
melewati saluran pankreas dan kemudian mengalir ke usus kecil dari duodenum.

Suplai Darah
Arteri celiac dan transportasi darah arteri mesenterika superior pada pankreas. Sirkulasi darah
ke leher, badan, dan ekor pankreas berasal dari cabang-cabang arteri limpa, sebuah cabang dari
arteri celiac. Kepala pankreas menerima darah dari arteri pankreatikoduodenalis superior dan
inferior, yang bergerak sepanjang perbatasan depan dan permukaan belakang kepala pankreas.
2. Struktur Histologis
Glandula pancreas memiliki capsula jaringan ikat tipis yang membentuk septa masuk ke dalam
parenchyma glandula, membagi glandula dalam lobuli. Persyarafan dan vaskularisasi berjalan
dalam jaringan ikat, mensuplai pancreas dan sistem ductus.

Insulae pancreaticae adalah pulau-pulau berbentuk bulat dalam pancreas, tampak pucat bila
dibandingkan bagian eksokrin, melekat pada bagian eksokrin. Kebanyakan diameter pulau
adalah 100 – 200 mm. Setiap pulau dikelilingi capsula yang halus. Di dalam setiap pulau berisi
kelompokan sekitar 3000 epitheliocytus. Pada pancreas manusia terdapat sekitar 1 juta insulae
pancreaticae. Jumlah terbesar insula pancreatica terdapat pada cauda pancreatis. Jumlah total
insulae pancreaticae 1,5 % dari seluruh pancreas. Setiap pulau dikelilingi oleh fibra reticularis
dan rete capillare. Pada pewarnaan rutin atau pewarnaan trichome, bisa dikenali 2 macam sel,
yaitu sel endocrinocytus A/ glucagonocytus (sel alpha) dan endocrinocytus B / insulinocytus (sel
beta)2
 Endocrinocytus A/ glucagonocytus Sel memiliki granula-granula regular dengan nucleus
padat dikelilingi oleh daerah jernih, dibatasi oleh sebuah membran.
 Endocrinocytus B / insulinocytus Sel memiliki granula irregular dengan sebuah nucleus yang
dibentuk dari kompleks kristal-kristal insulin irregular dengan zinc.2 Dengan pemeriksaan
imunohistokimia, pada insula pancreatica dapat dibedakan 5 tipe sel, yaitu: 
Endocrinocytus A/ glucagonocytus (sel a)
 Endocrinocytus B/ insulinocytus (sel b)
 Endocrinocytus D/ somatostatinocytus (sel d)
 Endocrinocytus PP (sel polipeptida pankreatik)
 Endocrinocytus G pancreaticus (sel G Pankreatik/ pancreatic gastrin cell)

Sel-sel tersebut tidak dapat dibedakan secara pemeriksaan histologik rutin. Dengan mikroskop
elektron terlihat perbedaan gambaran berbagai sel-sel, terutama ukuran dan densitas elektron
dari granulagranulanya. Gambaran ultrastruktur sel-sel mirip sel pembuat polipeptida.
Setiap pulau terdiri dari cellula polyhedralis atau sphericus, tersusun dalam bentuk chorda yang
dipisahkan oleh rete capillare.Jumlah masing-masing sel tidak sama, jumlah bervariasi
tergantung lokasi insula pancreatica.
Gambaran karakteristik, jumlah sel, lokasi dan hormon-hormon yang disintesis serta fungsinya
diperlihatkan dalam tabel di bawah ini.

Sel dan Hormon pada Insulae

Insulae pancreatica
3. Persyarafan
Persarafan pancreas berasal dari n.vagus dan nn.splanchnici abdominopelvici yang berjalan
menembus diaphragma. Neurofibrae parasympathicum (serabut parasimpatis) dan
sympathicum (serabut simpatis) mencapai pancreas melalui plexus coeliacus dan plexus
mesentericus superior. Neurofibrae parasympathicum dan sympathicum didistribusikan kepada
acinus pancreaticus dan insulae pancreaticae. Neurofibrae parasympathicum adalah
sekretomotor, tapi sekresi pancreas terutama diperantarai oleh secretin dan cholecystokinin.
Endocrinocytus dan vas sanguineum dipersyarafi oleh neurofibrae autonomicae. Akhiran
serabut syaraf pada sel-sel dapat diamati dengan mikroskop cahaya atau mikroskop elektron.
Akhiran syaraf sympathicum dan parasympathicum ditemukan pada sekitar 10 % sel-sel alpha,
beta dan delta. Gap junctions diduga melayani transfer perubahan ion dihubungkan dengan
pelepasan secara autonomik ke sel-sel lain. Fungsi syaraf disini sebagai bagian dari sistem
pengawasan insulin dan glukagon.

4. Vaskularisasi
PANCREATIC HORMONES (INSULIN & GLUCAGON)

A. INSULIN
a. Structure & Synthesis
Proses sintesis dari insulin mirip dengan hormone peptide lainnya. Preproinsulin
mengalami pemecahan selama pemasukan ke endoplasmic reticulum, menghasilkan
proinsulin. Proinsulin mengandung amino-terminal β-chain, a carboxyl terminal α chain dan
connecting peptide (C-peptide) yang menghubungkan α-dan β-chain. Pada endoplasmic
reticulum, proinsulin diproses oleh specific endopeptidases, yang memisahkan C-peptide
dan insulin (yang terdiri dari 2 rantai yaitu α dan β). Insulin dan free C-peptides di packaged
di secretori granules pada Golgi. Secretory granules ini terakumulasi di cytoplasma dalam 2
pool: readily releasable (5%) dan reserve pool (lebih dari 95%). Saat terjadi stimulasi,
pengeluaran dimulai dari readily releasable pool diikuti oleh reserve pool. Exocytosis dari
secretory granules menghasilkan pelepasan dari C-peptide dan insulin ke portal circulation.
C-peptide merupakan 31 amino acid peptide yang belum diketahui aktivas biologinya. C
peptide tidak di hilangkan oleh liver tetapi didegenerasi dan di ekskresikan sebagian besar
oleh ginjal. Half-lifenya 3-4 kali lipat dari insulin (35 menit).
Insulin merupakan protein yang mengandung 51 amino acid dengan 2 rantai yaitu A(α)
chain dengan 21 amino acids dan B (β) chain dengan 30 amino acids.
b. Secretions & Regulation
Fungsi pancreatic β-cell sebagai neuroendocrine integrator sangat respon terhadap
perubahan pada level plasma dari energy substrates (glucose dan amino acid), hormones
(insulin,glucagon-like peptide I, somtostatin dan epinephrine) dan neurotransmitter
(norepinephrine dan acetylcholine) untuk peningkatan dan penurunan dari dihasilkannya
insulin. Glukosa merupakan stimulus utama untuk dihasilkannya insulin.

Glucose masuk ke β-cell oleh spesifik glucose transporter protein (GLUT 2)



Glucose mengalami glycolysis dan menghasilkan ATP lewat siklus krebs

 ratio ATP: ADP

Penghambatan dan penutupan ATP-sensitive K+ channels
(dimediasi oleh sulfonylurea receptor yang merupakan target dari sulfonylurea drugs)

 efflux dari K+

Plasma membrane depolarization

 influx dari Ca2+ dan mobilisasi dari Ca2+ dari intracellular store menuju ke penyatian dari insulin
yang terdapat dari secretory granules dengan plasma membrane

Dihasilkannya insulin (dan C-peptide) ke sirkulasi
Konsentrasi Ca2+ pada β-cell juga meningkat oleh amino acid melalui metabolism nya
dan ATP generation, atau oleh depolarisasi langsung dari plasma membrane.
Acetylcholine dan cholecystokinin merangsang pemecahan dari phosphoinositide yang
berakibat pada mobilsasi Ca2+ dari intracellular stores,Ca2+influx melewati cell membrane
dan aktivasi dari protein kinase C.
GLP 1 ( Glucagon-like peptide 1) mengingkatkan level cAMP dan aktivasi cAMP-
dependent protein kinase A, berujung pada phopsphorylation dan aktivasi dari protein yang
merangsang exocytosis insulin.
Catecholamines dan somatostatin menghambat sekresi insulin melalui G protein
coupled receptor mechanism, menghambat adenylate cyclase, dan modifikasi dari Ca2+ dan
K+ channel gating.

c. Receptor & Mechanism of Action


Insulin reseptor merupakan tyrosine kinase reseptor yang mengandung 2 α-subunit dan
2 β-subunit dan 2 enzym tyrosine kinase pada cairan intracellular. Tyrosine kinase
merupakan enzim yang tidak aktif jika tidak berikatan dengan phospat. Tetapi biasanya
tyrosine kinase memiliki phosphate dan hampir selalu bersifat aktif. α dan β subunit
dihubungkan lewat disulfide bonds. Ketika 2 insulin berikatan dengan 2 α subunit, inner
membrane protein yang dikenal dengan IRS-1 (Insulin Receptor Substrate) akan menjadi
phosphorylated dan menjadi aktif. IRS-1 setelah terphosphorilasi memiliki banyak efek
seperti: growth&gene expression, glycogen synthesis untuk penyimpanan glucose, fat
synthesis untuk sintesis triacylglycerol,protein synthesis untuk menyerap amino acid dan juga
meningkatkan ekspresi glucose transporter yang berarti glucose transporter pada inner
membrane akan bergerak keluar ke plasma membrane. Setiap organ memiliki glucose
transporter yang berbeda-beda, contoh pada hati:GLUT-2 dan pada otot GLUT-4.
Meningkatnya ekspresi dari glucose transporter menigkatkan penyerapan glucose dari darah
ke sel. Glucose dapat disimpan dalam bentuk glycogen atau fat, di package dalam bentuk
VLDL lalu disimpan dalam adipose tissue.
d. Physiologic action on carbohydrate, fat & protein metabolism
Insulin menghasilkan efek yang beragam mulai dari immediate (dalam beberapa detik)
seperti modulasi ion K+ dan transport glucose ke sel; early (beberapa menit) seperti regulasi
dari metabolic enzyme activity; moderate (beberapa menit-jam) seperti modulasi dari
sintesis enzyme; delayed (jam-hari) seperti efek dalam pertumbuhan dan diferensiasi
cellular.
Secara umum, action dari insulin pada target org bersifat anabolic dan merangsang
sintesis dari karbohidrat,lemak,dan protein.

B. GLUCAGON
a. Structure & Synthesis & Regulation
Glucagon merupakan 29-amino acid polypeptide hormone yang dihasilkan oleh α-cells
pada islets of Langerhans, yang memiliki fungsi penting dalam regulasi homeostasis glucose
dengan menghasilkan efek yang antagonis dengan kerja insulin.
Sintesis glucagon mirip dengan sintesis peptide hormone lainnya. Diawali dari sintesis
protein yang akan menjadi glucagon oleh ribosome yaitu preproglucagon. Lalu pada
endoplasmic reticulum akan dirubah menjadi proglucagon. Proglucagon kemudian akan
diproses secara proteolytic untuk mengasilkan glucagon. Prohormone proglucagon terdapat
pada pancreas dan juga pada jaringan lain seperti enteroendocrine cells pada usus dan juga
pada otak. 2 produk utama dari proses proglucagon adalah glucagon dalam α-cells pancreas
dan GLP pada sel usus. GLP 1 dihasilkan sebagai respon dari tingginya konsentrasi dari
glucose pada intestinal lumen. GLP 1 dikenal juga sebgai incretin , mediator yang
menguatkan penghasilan insulin dari β-cell sebagai respon dari gluose load. Glucagon
memiliki half-life yang pendek (5-10 menit) dan didegenerasi kebanyakan oleh liver.

Regulation
Penghasilan glucagon dihambat oleh kedaan hyperglycemia (high blood-glucose level) dan
distimulasi oleh hypoglycemia (low-blood glucose level). Makanan yang kaya akan
karbohidrat menekan penghasilan glucagon dan menstimulasi penghasilan insulin dari β-cell
melalui penghasilan insulin oleh GLP 1. Somatostatin juga menghambat penghasilan
glucagon. Tingginya kandungan amino acid pada makanan juga menstimulasi penghasilan
glucagon. Epinephrine juga menstimulasi penghasilan glucagon melalui β2-adrenergic
mechanism (dimana ia mensupres penghasilan insulin melalui α2-adrenergic mechanism).
Vagal (parasympathetic) stimulation meningkatkan penghasilan glucagon.

b. Receptor & MOA

Glucagon berikatan pada G-Protein coupled receptor



Actvasi dari Adenynylate cyclase

Perubahan ATP-> cAMP (1 ATP -> 20cAMP)

Mengaktifasi PKA yang asalnya tidak aktif karena diikat oleh AKAP (A-kinase anchor protein)
(2 cAMP mengaktifasi 1 PKA sehingga dari awal ada 10 PKA)

Phosphoryasi enzyme untuk mengontrol metabolism glucose

c. Effects at Target Organs


Pada adipocytes, glucagon menstimulasi protein kinaseA yang memediasi phosphorylase
atau aktivasi dari hormone-sensitive lipase yang merupakan enzim yang memecah
triglycerides (stored fat) ke diacyglyceriol dan free fatty acids dan dilepaskan ke sirkulasi.
Glycerol digunakan untuk gluconeogenesis. Free fat acid dapat dirubah jd acetyl coA lalu
menjadi glucose atau di rubah jadi ketone bodies.
CARBOHIYDRATE METABOLISM
(Harper)

I. Glucose uptake and release


 Uptake glucose ke sel akan meningkat karena pengaruh insulin, dimediasi oleh GLUT-4
(Glucose transporter type 4)
 Glucose release ke sel meningkat oleh glikogen, dengan meningkatnya glikogenolysis dan
meningkatnya gluconeogenesis.
 3 fates dari glucose:
1. Disimpan sebagai polisakarida atau sukrosa
2. Dioksidasi menjadi pyruvate melalui glikolisis
3. Dioksidasi dan menghasilkan ribose-5-phosphate untuk sintesis asam nukleat dan
NADPH untuk proses reductive biosynthesis.

II. Glycolysis
 Glycolysis adalah pemecahan glukosa dimana sebuah molekul glukosa didegradasi dalam
serangkaian reaksi enzimatis menghasilkan 2 molekul 3-carbon compound pyruvate.
 Reaksi glycolysis aerob:
Glucose + 2 NAD+ + 2ADP + 2Pi  2 pyruvate + 2 NADH + 2 H+ + 2 ATP + 2 H2O
 Terjadi pada sitosol sel
 Glycolysis merupakan major pathway metabolism glucose
 Ketika tidak ada mitokondria pada suatu sel (kekurangan jg bisa) contohnya eritrosit,
maka akan terjadi anaerobic glycolysis, glycogen hilang sehingga hasil akhirnya terdapat
asam laktat.
 Pada jaringan, kemampuan dari glukosa untuk melakukan glikolisis dikontrol dan diregulasi
oleh insulin.

III. Gluconeogenesis
 Gluconeogenesis adalah proses pembentukan glokosa dari noncarbohydrate precursors.
Meningkat oleh hormone glucagon, menurun oleh karena hormone insulin.
 Bahan bakunya adalah glucogenic amino acids, laktat, glycerol, dan propionate.
 Gluconeogenesis terjadi terutama di liver, ada juga di ginjal.
 Glucose yang dihasilkan dilepaskan ke sirkulasi darah untuk mensupply jaringan lain
 Kegagalan gluconeogenesis bisa menyebabkan hypoglucemia  bisa menyebabkan brain
dysfunction.
 Hyperglycemia bisa menyebabkan perubahan osmolalitas pada cairan tubuh, terganggunya
blood flow, intracellular acidosis. Contoh hyperglycemia terjadi pada DM tipe 2 karena
impaired sensitivity dari gluconeogenesis untuk melakukan down regulation.
 Saat berada di fasting state, glycerol direlease dari lipolysis dari adipose tissue  digunakan
sebagai substrat gluconeogenesis di liver dan kidneys.
 Cori cycle  Setelah olahraga berat, laktat dihasilkan melaui anaerobic glycolysis di skeletal
muscle kembali ke liver dan diubah menjadi glucose, yang kemabli lagi ke otot dan diubah
menjadi glikogen.
 Makanan yang dikonsumsi ditransport ke liver melalui hepatic portal vein. Galactosa dan
fruktosa di convert ke glucose di liver.
 Untuk keluar masuk sel liver dan melakukan metabolism, glucose membutuhkan
transporter. Kerja transporter ini diatur oleh insulin.

 Dengan meningkatnya blood glucose, maka akan meningkatkan metabolic flux melalui
glikolisis. Peningkatan tersebut akan menghambat ATP-sensitive K+ channels sehingga
terjadi depolarisasi dari membrane sel, dimana akan meningkatkan Ca2+ influx dan
menstimulasi eksositosis dari insulin.
 Hormon lain seperti glucocorticoid juga memberikan efek. Glucocorticoids tidak hanya
dihasilkan pada cortex adrenal tetapi juga pada adipose tissue. Meningkatkan
gluconeogenesis untuk memicu hepatic catabolism dari amino acid, dan menghambat
pemakaian glukosa di luar jaringan.  kenapa orang obes bisa menyebabkan insulin
resistance.
 Epinephrine disekresikan oleh adrenal medulla dan memicu terjadinya glycogenolysis di
hati dan muscle.

IV. Glycogenesis
 Merupakan sintesis glycogen dari molekul glukosa
 Struktur glikogen: Rantai polisakarida yang bercabang, dimana primary glycosidic boundnya
adalah alfa(14) linkage. Meningkat oleh kerja insulin, dan menurun karena glucagon.
 Pathway glycogenesis, yang biasa terjadi di otot dan liver
1. Glucose  Glucose 6-phosphate (enzyme hexokinase)
2. Glucose 6-phosphate  glucose 1-phosphate (Phosphoglucomutase)
3. Glycose 1-phosphate + UTP  UDPGIc + phyrophosphate (UDPGIc phosphorylase)
4. Glycogen synthase mengkatalis pembentukan glikosida antara C1 glucose UDPGIc dan
C4 pada terminal glucose residue dari glycogen, melepaskan UDP

V. Glycogenolysis
 Definisi: Pemecahan glycogen yang disimpan menjadi glukosa. Meningkat oleh glucagon
dan epinephrine, menurun kerjanya oleh insulin.
 Terjadi di liver dan otot
 Reaksi yang dikatalis oleh phosphoglucomutase bersifat reversible. Sehingga glucose 6-
posphate bisa dibentuk dari glucose 1-phosphate. Di liver (dan ginjal), tapi tidak di otot, ada
specific enzyme, glucose – 6 – phosphatase yang menghidrolysis glucose 6-phosphate,
menghasilkan glucose menyebabkan kenaikan konsentrasi blood glucose.
GLYCOLYSIS VS. GLYCOGENOLYSIS

Perbedaan Glycolysis Glycogenolysis


Proses perubahan molekul glukosa Proses perubahan molekul glikogen
Pengertian
menjadi asam piruvat dan laktat menjadi glukosa-6-fosfat
TKP Sitoplasma Hati (dominan) dan otot
Substrat Glukosa Glikogen
Produk Asam piruvat dan laktat Glukosa-6-fosfat
Sifat Anaerob Anaerob

Proses

Regulasi
LIPID TRANSPORT

Dalam sel intestine, FA berikatan dengan intestinal fatty acid binding-protein (I-FABP) di sitosol.
FA berikatan dengan albumin (protein serum yg disekresikan oleh liver) untuk ditransport dalam
darah. Lipid lain ditransport dalam darah dalam bentuk lipoprotein.
Struktur umum lipoprotein:
- Inti/core, mengandung droplet TG dan/atau cholesteryl esters. Cholesteryl ester merupakan
chol yg teresterifikasi menjadi FA dlm sel intestine dgn bantuan enzim ACAT (Acyl CoA:
Cholesterol Acyl Transferase)
- Surface monolayer fosfolipid, unesterified cholesterol dan protein spesifik (apolipoprotein, ex:
apoprotein B-100 pd LDL)

Klasifikasi lipoprotein berdasarkan density:


DENSITY
CORE DIAMETE DISINTESIS
INTERVAL APOLIPOPROTEIN TRANSPORT KANDUNGAN
3 LIPID R (nm) DI
(g/cm )
Reverse 52% protein,
1.21- A-I,A-II,C, E (many Liver &
HDL CE 7.5-10.5 chol 48% lipid,
1.063 others) intestine
transport 35% C & CE
78% lipid,
1.063-
LDL CE 21.5 B-100 Dari IDL Chol 58% chol &
1.019
CE
Dari VLDL
TG dan
IDL 1.019- B-100, beberapa saat
CE, TG 25-30 precursor -
(intermediate) 1.006 C dan E degradasi
LDL
VLDL
90% lipid,
VLDL <1.006 TG CE 39-100 B-100, C, E Liver TG endogen
10% protein
Dietary lipid
dari
intestine ke
CHYLOMICRO B-48, C, E, A-I, A-
<1.006 TG 60-500 Intestine seluruh 98% lipid
N II, A-IV
tubuh
melalui
sistem limfa
Lp (a) 1.04-1.08 CE 21-30 B-100, (a) - - -
https://www.rpi.edu/dept/bcbp/molbiochem/MBWeb/mb2/part1/lipoprot.htm
understanding nutrition ed. 13
ATHEROSCLEROSIS

Atherosclerosis merupakan lesi yg terjadi di daerah intimal yg tersusun atas fibrous cap dan
atheromatous/atheromas/atherosclerotic plaques; plaknya terdiri atas sel-sel otot polos,
extracellular matrices, sel-sel inflamasi, lipid dan debris nekrotik. Proses inti pada atherosclerosis
adalah penebalan intimal dan akumulasi lipid, membentuk plak yg berwarna putih-kekuningan dan
menonjol ke lumen arteri. Arteri yg sering terjadi atherosclerosis (urutan descending):
1. Lower abdominal aorta
2. Coronary artery
3. Popliteal artery
4. Internal carotid artery
5. Vessels of the circle of Willis

Risk factor:
 Nonmodifiable (constitutional)  Modifiable
- Abnormalitas genetic - Hyperlipidemia
- Riwayat keluarga - Hipertensi
- Bertambahnya usia - Merokok
- Pria - Diabetes
- Inflamasi

Proses:
1. Endothelial injury and dysfunction, menyebabkan meningkatnya permeabilitas vascular
2. Akumulasi lipoprotein (terutama LDL) pada dinding vascular lalu masuk ke dalam intima
3. LDL di intima menstimulasi endothel untuk mensekresikan ROS (reactive oxygen species) dan
enzim metalloprotease
4. LDL teroksidasi
5. Endothelian injury dan LDL yg teroksidasi menstimulasi sel endothel mengekspresikan adhesion
molecule untuk WBC
6. Monosit menempel ke adhesion molecule
7. Monosit bermigrasi ke dalam intima
8. Berubah menjadi makrofag
9. Makrofag memakan LDL yg teroksidasi melalui scavenger receptor
10. Terbentuk foam cell
11. Semakin banyak LDL masuk dan membentuk fatty streak
12. Foam cell mengeluarkan chemokines untuk menstimulasi monosit; foam cell juga mengeluarkan
growth factor yg menstimulasi sel otot polos agar bermigrasi ke intima dan berproliferasi
13. Proliferasi sel otot polos di intimal dan akumulasi ECM mengubah fatty streak menjadi atheroma
mature dan menyebabkan pertumbuhan progresif dari lesi atherosclerosis. Sel otot polos
memproduksi ECM (terutama kolagen) yg menstabilkan plak atherosclerosis, menimbulkan
gejala yg berhubungan dengan chronic ischemia dengan menyempitkan lumen arteri.
Sedangkan, sel-sel inflamasi yg teraktivasi meningkatkan pemecahan komponen ECM shg
menghasilkan unstable plak, yg dpt berakibat fatal.
14. LDL teroksidasi juga masuk ke dalam sel otot polos, membentuk foam cell

15. Selain itu, makrofag menstimulasi sel T yg akan mengeluarkan IFN-γ yg akan menyebabkan
inflamasi juga mengaktifkan endothelium untuk merekrut lebih banyak WBC
16. Terbentuk fibrous cap
DIABETES MELLITUS (TYPE 2)

DIABETES MELLITUS
 Diabetes mellitus terjadi akibat adanya gangguan pada pelepasan hormon pankreas,
yaitu insulin. Ada 2 bentuk diabetes, tipe 1 dan tipe 2
 Diabetes mellitus merupakan suatu sindrom dari metabolisme yang teratur dengan
hyperglycemia yang tidak tepat karena kekurangan insulin atau karena adanya
kerusakan/cacat dalam insulin actionnya (insulin resistance)

CLASSIFICATION
Diabetes diklasifikasikan menjadi 4 kelompok utama : type 1 diabetes, type 2 diabetes,
other specific types, dan gestational diabetes mellitus (GDM)

 DM tipe 1 (disebut juga juvenile-onset diabetes karena lebih sering terjadi pada anak
remaja atau insulin dependent diabetes mellitus [IDDM])
-DM tipe 1 terjadi akibat adanya kerusakan pada sel-β pankreas oleh proses
autoimun
- Pasien DM tipe 1 cenderung mengalami ketoacidosis dan memerlukan penggantian
insulin
 DM tipe 2 (adult-onset atau non-insulin-dependent diabetes mellitus [NIDDM])
merupakan bentuk paling umum dari diabetes
- DM tipe 2 terjadi akibat adanya insulin resistance dengan adanya penurunan nilai
sekresi insulin atau hilangnya regulasi normal sekresi insulin itu sendiri
- Biasanya berhubungan dengan obesitas (pada orang dewasa) dan dikarakteristikan
dengan mild hyperglycemia. DM tipe 2 jarang menyebabkan ketoacidosis
- DM tipe 2 merupakan bagian dari “syndrome X” atau “insulin-resistance syndrome”,
suatu sindrom metabolisme yang ditandai dengan hypertension, atherosclerosis,
dan central obesity

EPIDEMIOLOGY
DM tipe 2 merupakan tipe diabetes yang paling banyak terjadi di seluruh dunia. Hampir 90%
kasus yang ada di dunia adalah DM tipe 2. Penyakit ini menyerang negara maju maupun
negara berkembang. Secara umum, orang yang terkena diabetes bertambah jumlahnya dari
rata-rata 150 juta menjadi 220 juta pada tahun 2010 dan 300 juta pada tahun 2025

TYPE 2 DIABETES
 DM tipe 2 terjadi akibat adanya penurunan respon jaringan perifer terhadap insulin
action dan respon yang tidak memadai dari sel-β terhadap glukosa, yang akhirnya diikuti
dengan penurunan massa sel-β
 Pasien dengan DM tipe 2 mensekresi insulin dalam jumlah yang normal selama puasa,
tetapi dalam menanggapi glukosa (atau makan) sel-β mengeluarkan insulin lebih sedikit
dibandingkan dengan pasien non-DM
 Selain pengurangan pelepasan insulin, pola pelepasan insulin juga diubah setelah
makan, dengan pulse yang secara signifikan lebih kecil, lambat, dan tidak menentu,
terutama setelah makan malam. Kelainan ini akan menghasilkan kadar yang sangat
tinggi dari fasting glucose

ETIOLOGY FOR TYPE 2 DIABETES


1. Faktor genetik
Pasien dengan family history mengidap penyakit DM tipe 2 memiliki risiko 5 sampai 10
kali lipat untuk mengalami DM tipe 2 juga. Terdapat paling tidak 30 lokus yang
berkontribusi pada seseorang sehingga dia dapat terkena DM tipe 2. Gen yang berperan
adalah gen yang berhubungan dengan sekresi insulin
2. Faktor Lingkungan
Salah satu faktornya adalah obesitas. Lebih dari 80% pasien DM tipe 2 mengalami
obesitas. Obesitas dapat menimbulkan kerusakan pada sistem metabolisme tubuh
(insulin resistance). Life style yang buruk juga merupakan faktor dari DM tipe 2.
Mengurangi berat badan dan berolahraga merupakan cara yang paling sering digunakan
untuk meningatkan sensitivitas insulin

RISK FACTORS FOR TYPE 2 DIABETES


- Age ≥ 45 years
- Overweight (BMI ≥ 25 kg/m2 *)
- Family history of diabetes (i.e., patients or siblings with diabetes )
- Habitual physical inactivity
- Race/ethnicity (e.g., African-Americans, Hispanic-Americans, Native Americans, Asian-
Americans, and Pacific Islanders)
- Previously identified IFG or IGT
- History of GDM or delivery of a baby weighing > 9 lbs
- Hypertension (≥ 140/90 mmHg in adults)
- HDL cholesterol ≤ 35 mg/dl (0.90 mmoI/I) and/or a triglyceride level ≥ 250 mg/dl (2.82
mmoI/I)
- Polycystic ovary syndrome
- History of vascular disease
- May not be correct for all ethnic groups

PATHOGENESIS
Adanya kerusakan metabolisme pada pasien diabetes, dicirikan oleh adanya insulin
resistance dan kerusakan pada sel-β pankreas. Adanya insulin resistance memprakarsai
terjadinya hyperglycemia dan biasanya diikuti oleh adanya hiperfungsi dari sel-β pankreas
dan hyperinsulinemia. Seiring berjalannya waktu, sel-β tidak mampu lagi beradaptasi untuk
menghasilkan insulin, akibatnya akan terjadi chronic hyperglycemia dan komplikasi dari
diabetes

Insulin resistance merupakan keadaan dimana jaringan target gagal untuk merespon
insulin secara normal. Insulin resistance menyebabkan :
 Endogenous glucose production (gluconeogenesis) gagal dihambat di dalam hati,
sehingga akan menyebabkan tingginya kadar fasting blood glucose
 Sel gagal untuk mengambil glukosa dan sintesis glikogen gagal terjadi di skeletal muscle,
sehingga akan menyebabkan tingginya kadar post-prandial blood glucose
 Lipoprotein lipase di dalam jaringan lemak gagal dihambat, sehingga banyak free fatty
acids yang bersirkulasi di dalam darah

Untuk memantain euglycemia, pankreas akan mensekresikan insulin. Ketika insulin


resistance meningkat, maka kerusakan toleransi glukosa akan terjadi. Keadaan glukosa yang
semakin banyak di dalam darah akan dikompensasi oleh sel-β pankreas dengan
mensekresikan lebih banyak insulin. Jika terjadi secara terus menerus sel-β akan menjadi
lemah dan rusak, sehingga sekresi insulin akan menjadi berkurang nantinya

PATHOPHYSIOLOGY
Pathophysiology dari penyakit diabetes meliputi terganggunya glukosa untuk masuk ke
dalam sel dan adanya akumulasi glukosa dalam darah. Proses ini akan menyebabkan
peningkatan plasma osmolarity dan glukosa banyak dieksresikan di dalam urin, disertai
dengan hilangnya air dan sodium yang berlebihan (polyuria). Hal tersebut akan
menimbulkan dehidrasi yang memicu mekanisme kompensasi seperti haus (polydipsia).
Ketidakmampuan sel untuk memanfaatkan glukosa akan menyebabkan keadaan kelaparan
seluler oleh karena itu akan merangsang rasa lapar (polyphagia) dan memicu aktivasi respon
kompensasi untuk meningkatkan pelepasan dan ketersediaan bahan bakar substrat melalui
aktivasi lipolysis dan proteolysis
 Kurangnya insulin menyebabkan peningkatan tingkat sirkulasi dari asam lemak bebas
(free fatty acids) dan asam amino gluconeogenic. Hal ini melebihi kapasitas hati untuk
pemanfaatan metabolismenya, sehingga mengarah ke penumpukan ketone bodies
dalam darah (diabetic ketoacidosis) dan ekskresi urinnya

CLINICAL FEATURES IN TYPE 2 DIABETES


A. SYMPTOMS
 Insidious onset of hyperglycemia (relatively asymptomatic initially)
 Chronic skin infections
 Pruritus and symptoms of candidal vaginitis (pada wanita)
 Itchy rash (ruam gatal) of prepuce (pada pria)
 Beberapa pasien dapat tidak terdiagnosis selama bertahun-tahun karena adanya
komplikasi seperti gangguan penglihatan karena retinopathy atau nyeri kaki atau
infeksi karena peripheral neuropathy
 Pasien dengan defisiensi insulin yang sangat parah memiliki gejala seperti polyuria,
haus, penglihatan kabur, paresthesias, dan kelelahan
B. SIGNS
 Obese atau overweight
- Lebih banyak distribusi lemak pada bagian atas tubuh (terutama perut, dada,
leher, dan wajah) dan relatif lebih sedikit pada bagian appendages (pelengkap)
- Centripetal fat distribution atau android dikarakteristikan dengan lingkar
pinggang yang besar. Android berbeda dengan bentuk centrifugal gynecoid
obesitas, di mana lemak terlokalisasi lebih banyak di pinggul dan paha dan
kurang di bagian atas batang tubuh (trunk)
- Lingkar pinggang pada pria >40 (102 cm) dan >35 (88 cm) pada wanita
 Pasien yang mengalami obesitas, memiliki acanthosis nigricans-hiperpigmented,
hyperkeratotic skin pada ketiak, selangkangan, dan bagian belakang leher. Tanda ini
berhubungan dengan significant insulin resistance
 Hypertension
 Eruptive xanthomata
 Lipemia retinalis
 Candidal vaginitis dengan reddened, inflamed vulvar area dan whitish discharge
pada wanita
 Pada pria, infeksi candida pada penis yang menyebabkan munculnya kemerahan
pada penis dan/atau prepuce with eroded white papules dan white discharge
 Adanya retinopathy atau peripheral neuropathy pada pasien yang tidak terdiagnosis
diabetes untuk beberapa waktu
 Patients can also present in hyperglycemic hyperosmolar coma-profoundly
dehydrated, hypotensive, lethargic, or comatose without Kussmaul respirations

DIAGNOSIS

CHRONIC COMPLICATIONS
Microvascular complications : retinopathy, nephropathy
Macrovascular complications : hypertension, coronary artery disease, peripheral vascular disease,
cerebrovascular disease, hyperlipidemia, neuropathy, diabetic foot

1. Ophtalmologic Complications
a. Diabetic Retinopathy
Ada 2 kategori, proliferatif dan non-proliferatif. Non-proliferatif terjadi saat ditemukannya
protein, lipid, atau sel darah merah di kapiler retina akibat kebocoran. Ketika hal ini terjadi
di macula yang merupakan area terbesar dari sel-sel visual maka dapat mengganggu
penglihatan. Sedangkan proliferatif meliputi adanya pertumbuhan dari pembuluh darah
baru di retina
b. Cataract
Ada yang subscapular dan senile. Subscapular umumnya terjadi pada DM tipe 1 dimana
terdapat snowflakes appearance dibawah kapsul lensa mata. Sedangkan yang senile, terjadi
akibat adanya perubahan sclrotic di nukleus lensa
2. Cardiovascular Complication
Heart disease. Contohnya adalah microangiopathy dan gagal jantung pada pasien diabetes
3. Skin and Mucuos Membrane Complicaton
Eruptive xanthoma dapat terjadi akibat banyaknya triglyceride di darah. Infeksi candida dapat
menyebabkan erythema. Dapat menyebabkan vulvovaginitis pada wanita serta pruritus.
CHRONIC COMPLICATIONS

Diabetes Melitus Tipe 2 dapat diabaikan pada tahap awal, disaat tubuh masih merasa baikbaik saja.
Namun dibetes mempengaruhi banyak organ-organ vital, termasuk jantung, pembuluh darah, saraf,
mata, dan ginjal. Mengkontrol gula darah dapat membantu mencegah komplikasi.
Walaupun komplikasi jangka panjang dari diabetes bekembang secara bertahap, itu semua dapat
membuat cacat atau mengancam kehidupan. Beberapa dari komplikasi yang berpotensi pada
diabetes adalah:
 Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Diabetes menambah tingkat resiko dari masalah
cardiovascular,termasuk coronary artery disease dengan nyeri dada (angina),heart
attack,stroke,penyempitan dari artery (artherosclerosis) dan tekanan darah tinggi.
 Kerusakan Saraf (neuropathy). Gula berlebih dapat membuat kerusakan dari dinding dari
pembuluh darah kecil (kapiler), numbness(ketiadaan rasa),terasa terbakar atau nyeri yang
biasanya ada di jempol kaki atau jari jari dan secara bertahap menjalar ke atas. Gula darah yang
tidak terkontrol sayangnya dapat menyebabkan hilangnya rasa dari angota gerak yang
terpengaruh. Kerusakan pada saraf saraf yang mengontrol pencernaan dapat menyebabkan
masalah masalah seperti mual,muntah,diare atau konstipasi. Untuk pria, dapat menyebabkan
disfungsi ereksi.
 Kerusakan Ginjal (Nephropathy).Ginjal memiliki miliaran kelompok pembuluh darah kecil yang
menyaring zat sisa(buang), dari darah. Diabetes dapat merusak system penyaringan tersebut.
Kerusakan yang parah dapat membuat gagal ginjal atau penyakit ginjal tahap akhir yang tidak
bisa di repair atau disembuhkan (harus donor organ).
 Kerusakan Mata. Diabetes dapat merusak pembuluh darah di retina (diabetic
retinopathy),potentially leading to blindness. Diabetes juga menambah resiko dari gangguan
pengelihatan yang serius,seperti katarak dan glukoma.
 Kerusakan Kaki. Kerusakan saraf di kaki atau kurangnya aliran darah ke kaki menambah resiko
dari komplikasi kaki. Apabila tidak ditangani, ada luka seidikitpun dapat membuat infeksi serius,
yang berarti lukanya sulit sembuh. Kerusakan parah dapat membuat amputasi kaki.
 Gangguan Pendengaran.Masalah pendengaran sering terjadi pada penderita diabetes.
 Kondisi Kulit.Diabetes dapat menyebabkan kerentanan pada kulit,termasuk infeksi bakteri dan
jamur.
 Penyakit Alzhemer.diabetes tipe 2 dapat meningkatkan resiko dari penyakit Alzheimer. Semakin
buruk mengkontrol gula darah.semakin besar resiko yang akan terjadi. Mekanisme pastinya
bagaimana antara alzhemeir dan dm sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti.

ABNORMALITAS PADA PERKEMBANGAN DIABETES MELLITUS TIPE 2


(RESISTANSI EFEK METABOLIK INSULIN)

DM tipe 2 terjadi pada 90-95 persen kasus DM. Kebanyakan kasus, onset DM tipe 2 terjadi setelah
usia 30 tahun, biasanya antara 50 dan 60 tahun dan berkembang secara berangsur-angsur karena itu
DM tipe 2 biasa disebut adult-onset diabetes. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat peningkatan
tetap jumlah penderita DM tipe 2 usia muda beberapa di antaranya di bawah usia 20 tahun. Hal ini
muncul akibat peningkatan prevalensi obesitas yang merupakan faktor risiko paling penting untuk
DM tipe 2 pada anak-anak dan orang dewasa

Obesitas, resistansi insulin, dan “metabolic syndrome” biasa memulai perkembangan DM tipe 2
DM tipe 2 berhubungan dengan peningkatan kadar insulin plasma (hiperinsulinemia). Hal ini terjadi
sebagai respons oleh sel-β pankreas terhadap berkurangnya sensitivitas jaringan target terhadap
efek metabolik insulin atau biasa disebut resistansi insulin. Resistansi insulin mengurangi penggunaan
dan penyimpangan karbohidrat, meningkatkan glukosa darah, dan menstimulasi peningkatan sekresi
insulin. Perkembangan resistansi insulin dan berkurangnya metabolisme glukosa biasanya
merupakan proses bertahap, diawali dengan berat badan berlebih dan obesitas. Mekanisme yang
menghubungkan antara obesitas dan resistansi insulin masih belum jelas.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat reseptor insulin lebih sedikit terutama di otot
rangka, hati, dan jaringan adiosa pada penderita obesitas. Kebanyakan resistansi insulin muncul
akibat abnormalitas pada signaling pathway yang menghubungkan aktivasi reseptor dengan
beberapa efek selular. Berkurangnya signaling insulin tampak berhubungan erat dengan efek toksisk
akumulasi lipid pada jaringan seperti otot rangka dan hati secondary to berat badan berlebih.
Resistansi insulin merupakan bagian dari rangkaian penyakit yang biasa disebut “metabolic
syndrome” atau sindrom metabolik.
Ciri sindrom metabolik:
1. Obesitas (akumulasi lemak abdominal)
2. Resistansi insulin
3. Hiperglikemi fasting
4. Abnormalitas lipid (peningkatan trigliserida darah dan penurunan high-density lipoprotein-
cholesterol)
5. Hipertensi

Seluruh ciri ini berhubungan erat dengan akumulasi berlebih jaringan adiposa pada rongga
abdominal di sekitar organ viseral. Peran resistansi insulin terhadap beberapa komponen sindrom
metabolik belum jelas, meskipun sudah jelas bahwa resistansi insulin adalah penyebab primer
peningkatan konsentrasi kadar glukosa darah. Konsekuensi merugikan mayor sindrom metabolik
adalah penyakit kardiovaskular termasuk aterosklerosis dan jejas pada beberapa organ di seluruh
tubuh. Beberapa abnormalitas metabolik berhubungan dengan sindrom ini meningkatkan risiko
penyakit kardiovaskular dan resistansi insulin mempengaruhi perkembangan DM tipe 2, juga
penyakit kardiovaskular.

Faktor lain penyebab resistansi insulin dan DM tipe 2


Meskipun kebanyakan pasien DM tipe 2 overweight atau memiliki akumulasi substansial lemak
viseral, resistansi insulin parah dan DM tipe 2 dapat pula disebabkan oleh kondisi acquired atau
genetik yang menurunkan signaling insulin di dalam jaringan periferal. Terdapat pula faktor lain yang
menyebabkan resistansi insulin dan DM tipe 2, yaitu:
1. Obesitas/overweight (terutama adipositas viseral berlebih)
2. Glukokortikoid berlebih (sindrom Cushing atau terapi steroid)
3. GH berlebih (akromegali)
4. Kehamilan, diabetes gestasional
5. Polycystic ovary disease (POC)
6. Lipodistrofi (acquired atau genetik, berhubungan dengan akumulasi lipid di hati)
7. Autoantibodi terhadap reseptor insulin
8. Mutasi reseptor insulin
9. Mutasi peroxisome proliferators’ activator receptor γ (PPARγ)
10. Mutasi penyebab obesitas genetik (mutasi reseptor melanokortin)
11. Hemokromatosis (penyakit hereditari penyebab akumulasi besi jaringan)

PCOS menunjukkan peningkatan signifikan produksi androgen ovarian dan resistansi insulin dan
merupakan penyakit endokrin paling sering pada wanita serta terjadi pada 6 persen wanita di seluruh
dunia pada usia reproduktif. Walaupun patogenesisnya belum jelas, resistansi insulin dan
hiperinsulinemia ditemukan pada kurang lebih 80 persen wanita dengan PCOS. Konsekuensi jangka
panjangnya adalah peningkatan risiko DM, lipid darah, dan penyakit kardiovaskular.
Produksi glukokortikoid berlebih (sindrom Cushing) atau GH (akromegali) juga mengurangi
sensitivitas berbagai jaringan terhadap efek metabolik insulin dan dapat berujung pada
pekembangan DM. Penyebab genetik obesitas dan resistansi insulin, apabila cukup parah, juga dapat
berujung pada DM tipe 2 dan ciri lain sindrom metabolik termasuk penyakit kardiovaskular.

Perkembangan DM tipe 2 selama resistansi insulin berkepanjangan


Dengan resistansi insulin berkepanjangan dan parah, bahkan peningkatan kadar insulin pun tidak
cukup untuk menjaga regulasi glukosa normal. Akibatnya, hiperglikemi sedang terjadi setelah
konsumsi karbohidrat pada tahap awal penyakit. Pada tahap selanjutnya DM tipe 2, sel-β pankreas
akan kelelahan atau rusak dan tidak dapat memproduksi insulin cukup untuk mencegah hiperglikemi
yang lebih parah, terutama setelah konsumsi makanan kaya karbohidrat.
Beberapa penderita obesitas, meskipun memiliki resistansi insulin dan kadar glukosa darah di atas
normal setelah makan, tidak pernah mengalami manifestasi klinis signifikan DM, ternyata pankreas
penderita ini masih dapat memproduksi insulin cukup untuk mencegah abnormalitas parah
metabolisme glukosa. Pada orang yang lain, secara bertahap pankreas kelelahan memproduksi
insulin dalam jumlah besar atau risak oleh beberapa faktor berhubungan dengan akumulasi lipid di
pankreas, dan DM full-blown terjadi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik
memegang peranan penting dalam menentukan pankreas seseorang dapat menyokong output besar
insulin dalam beberapa tahun untuk menghindari abnormalitas parah metabolisme glukosa pada DM
tipe 2.

Pada beberapa instansi, DM tipe 2 dapat diobati secara efektif pada tahap awal dengan olah raga,
restriksi kalorim dan tanpa administrasi insulin eksogen. Terdapat beberapa obat untuk menangani
pasien DM tipe 2, yaitu tiazolidinedion untuk meningkatkan sensisitivitas insulin, metformin untuk
menekan produksi glukosa hati, atau sulfonilurea yang menyebabkan pelepasan insulin tambahan
oleh pankreas. Bagaimana pun, pada tahap lanjut DM tipe 2, administrasi insulin biasanya
dibutuhkan untuk mengontrol glukosa plasma

Fisiologi diagnosis DM
Metode biasa untuk mendiagnosis diabetes tegantung berbagai tes kimia pada urin dan darah
 Urinary Glucose
Simple office test atau tes laboratorium kuantitatif yang lebih rumit dapat digunakan untuk
menentukan kuantitas glukosa pada urin. Pada umumnya, normalnya kadar glukosa pada urin
tidak terdeteksi dan pada orang dengan diabetes ditemukan glukosa dalam jumlah sedikit
hingga banyak pada urinnya tergantung tingkat keparahan penyakit dan konsumsi karbohidrat
 Fasting Blood Glucose and Insulin Levels
Nomalnya kadar fasting blood glucose pada pagi hari berkisar antara 80-90 mg/100 ml dan 110
mg/100 ml merupakan batas atas normal. Kadar fasting blood glucose di atas nilai ini biasanya
merupakan indikasi DM atau setidaknya resistansi insulin.
Pada DM tipe 1, kadar insulin sangat rendah atau tidak terdeteksi bahkan setelah makan. Pada
DM tipe 2, konsentrasi insulin plasma dapat berkali lipat lebih tinggi daripada normal dan
biasanya meningkat setelah konsumsi standard glucose load saat glucose tolerance test
 Glucose Tolerance Test
Saat seseorang yang normal dan fasting mengonsumsi 1 gram glukosa per kilogram BB, kadar
glukosa darah akan meningkat sekitar 90 mg/100 ml sampai 120-140 mg/100 ml dan turun
kembali ke kadar di bawah normal dalam 2 jam. Pada orang dengan diabetes, konsentrasi
fasting blood glucose hampir selalu di atas 110 mg/100 ml dan sering di atas 140 mg/100 ml dan
hasil glucose tolerance test biasanya abnormal. Saat konsumsi glukosa, pasien diabetes
menunjukkan peningkatan kadar glukosa darah jauh di atas normal dan kadar glukosanya akan
turun kembali ke control value hanya setelah 4-6 jam selanjutnya akan turun dibawah control
value. Penurunan kurva yang lambat dan kegagalan untuk kembali di bawah kadar kontrol
menunjukkan antara peningkatan sekresi insulin normal setelah konsumsi glukosa tidak terjadi
atay terdapat enurunan sensitivitas terhadap insulin. Diagnosis DM biasanya dapat ditegakkan
tergatung basis of cuve dan DM tipe 1 dan 2 dapat dibedakan melalui pengukuran kadar insulin
plasma, kadar insulin plasma rendah atau tidak terdeteksi pada DM tipe 1 dan meningkat pada
DM tipe 1
 Acetone Breath
Kuantitas kecil asam asetoasetik dalam darah meningkat pada diabetes parah dan akan
dikonversi menjadi aseton. Aseton bersifat mudah menguap dan akan menguap ke dalam udara
yang akan diekspirasi. Oleh karena itu, diagnosis DM tipe 1 dapat ditegakkan hanya dengan
mencium bau aseton pada nafas pasien. Selain itu, asam keto dapat dideteksi oleh chemical
means pada urin dan kuantitasnya membantu dalam menentukan tingkat keparagan diabetes.
Pada tahap awal DM tipe 2, asam keto biasanya tidak diproduksi dalam jumlah berlebih.
Bagaimana pun, saat resistansi insulin semakin parah dan terdapa peningkatan besar
penggunaan lemak untuk energi, asam keto kemudian akan diproduksi pada pasien DM tipe 2

PREVENTION OF DM TYPE 2
1. Mencegah impaired glucose tolerance  diet & exercise (30 menit/hari, 5 x seminggu)
2. High risk* diabetes  metformin
3. Pasien yang memiliki riwayat keluarga  maintain normal BMI dan olahraga teratur
4. Terapi farmakologi untuk mengobati prediabetes tidak dianjurkan, karena efektivitasnya
belum diketahui.

*High risk :
 Usia > 60 tahun
 BMI ≥ 35
 Punya riwayat keluarga terdekat yang menderita diabetes
 Triglyceride ↑
 HDL ↓
 Hipertensi
 AIC > 6.0 %

PRINCIPLE OF MANAGEMENT OF DM TYPE 2

MANAGEMENT
1. Maintenance of BMI of 25 kg/m2
2. Makanan berserat tinggi
3. Makanan dengan lemak tak jenuh (unsaturated) / rendah lemak jenuh dan lemak trans
4. Makanan rendah glycemic index
5. Regular exercise
6. Tidak merokok dan minum minuman beralkohol

PHARMACOLOGICAL AGENTS
1. Biguanides
- Contoh : metformin
- Biasa digunakan untuk pasien overweight dan obese
- ↓ produksi glukosa dari liver
- ↑ sensitivitas insulin
- ↑ glucose uptake
- ↑ oksidasi asam lemak
- ↓ absorpsi glukosa daro GI tract
- Dapat menyebabkan lactic acidosis  caution : lansia dengan penyakit ginjal
- Insidensi rendah untuk hipoglikemia
2. Sulfonylureas
- Menstimulasi sekresi insulin
- Berisiko menyebabkan hipoglikemia (glyburide > glipizide)
- Factor risiko hipoglikemia : usia > 60 tahun, gangguan fungsi ginjal, pemakaian insulin,
pemakaian alcohol, multiple medication, pembatasan kalori

3. Meglitinides
- Repaglinide dan nateglinide bekerja pada ATP-dependent K-channel di pancreatic β-cell
 stimulasi release of insulin
- Meglitinides punya onset dan duration of action yang singkat. Risiko hipoglikemianya
rendah. Diberikan sebelum makan untuk pemeriksaan postprandial blood glucose
- Repaglinide dimetabolisme di liver, sedikit diekskresi di ginjal
4. Thiazolidinediones
- Insulin sentisizer (meningkatkan sensitivitas reseptor insulin)
- Rosiglitazone menambah risiko penyakit cardiovascular
- Pioglitazone tidak menyebabkan hipoglikemia dan dapat digunakan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal dan usia lanjut. Tapi dapat menyebabkan peripheral edema,
retensi cairan, dan risiko fraktur pada wanita. Pioglitazone tidak disarankan untuk pasien
congestive heart failure
5. α-Glucosidase Inhibitors
- Acarbose, Voglibose, Miglitol
- Paling efektif untuk postprandial hyperglycemia
- Harus dihindari untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal
- Efek samping : diare dan flatulence
- Voglibose dapat meningkatkan toleransi terhadap glukosa
6. Increting-Based Therapies
- Contoh : glucagon-like peptide 1 (GLP-1)
- Meningkatkan glycemic control dan body weight control secara berkesinambungan
- Tidak ada risiko hiperglikemia
- Tapi dapat menyebabkan inflamasi, mempengaruhi kesehatan cardiovascular dan liver,
gangguan tidur dan system saraf pusat
7. Dipeptidyl-Peptidase IV Inhibitors
- Menghambat dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), enzim yang mengaktivsi GLP-1 dan GIP
- Meningkatkan fungsi pancreatic islet dan glycemic control
- Berisiko rendah terhadap hipoglikemia
- Cenderung mahal

INSULIN
 Augmention therapy (terapi tambahan) : masih tersisa fungsi β-cell
 Replacement therapy : β-cell “kelelahan”
 Rescue therapy : glucose toxicity
 Insulin disediakan dalam bentuk injeksi

INSULIN ANALOGUES
 Terapi insulin memiliki keterbatasan untuk menyamai sekresi fisiologis insulin. Contohnya
seperti NPH insulin, lente insulin, dan ultralente insulin yang penyerapan dan peak of action-
nya tidak konsisten sehingga dapat menyebabkan hipoglikemia
 Insulin analog berbeda dengan insulin, dan onset kerjanya bervariasi mulai dari yang rapid-
acting dan long-acting
 Rapid-acting : insulin lispro dan insulin aspart
 Long-acting : insulin glargine

CLASSIFICATION OF ANTIDIABETIC DRUG

Class MoA Efek Risiko


terhadap
kadar hiperglikemia
insulin
First generation Efektif
Stimulasi sekresi
sulfonylureas ↑ Ya Dapat menyebabkan kenaikan
insulin
Tolbutamide berat badan
Second-
generation
Efektif
sulfonylureas Stimulasi sekresi
↑ Ya Dapat menyebabkan kenaikan
Glipizide insulin
berat badan
Glyburide
Glimepiride
Efek singkat dengan sedikit
Meglitinides
Stimulasi sekresi hipoglikemia saat malam/tidak
Nateglinide ↑ Ya (jarang)
insulin makan. Efek terjadi setelah
Repaglinide
makan
Efektif untuk diabetes tipe 2.
Biguanides ↓ produksi Dapat menurunkan berat badan.
↓ Tidak
Metformin glukosa dari hepar Banyak kontraindikasi.
Monitor fungsi ginjal.
Berikatan dengan
peroxisome Efektif untuk pasien resisten
Thiazolidinedione
proliferated insulin.
s (glitazones)
receptor-γ di otot, ↓↓ Tidak Once-daily dosing untuk
Pioglitazone
lemak, liver  pioglitazone.
Rosiglitazone
mengurangi Monitor fungsi hati.
resistensi insulin
Α-Glucosidase
inhobitors ↓ absorpsi Diminum bersama makanan.
 Tidak
Acorbase glukosa Efek samping terhadap intestine.
Miglitol
↑ insulin release Once-daily dosing. Dapat
DPP-IV inhibitors
↓ sekresi ↑ Tidak diminum dengan atau tanpa
Sitagliptin
glukagon makanan.

Sulfonylurease
terbagi menjadi dua generasi menurut posisi para di cincin benzene dan pada satu residu nitrogen of
the urea moiety, yaitu :
1. 1st – generation
tolbutamide, acetohexamide, tolazamide, dan chlorpropamide
2. 2nd – generation (lebih poten 100x lipat)
glyburide (glibenclamide), glipizide, gliclazide, dan glimepiride

MoA
a. pelepasan insulin dari sel β – pancreas
Sulfonylureas akan berikatan ke 140 – kDa high-affinity sulfonylurea receptor yang berhubungan
dengan sel β yang berada di dalam rectifier ATP – sensitive potassium channel. Berikatannya
sulfonylurea akan menghambat efflux dari ion potassium through the channel dan
menyebabkan depolarisasi. Depolarisasi ini akan membuka voltage – gated calcium channel dan
menyebabkan influx kalsium dan pelepasan preformed insulin
b. mengurangi konsentrasi serum glucagon
sulfonyurea secara tidak langsung akan menghambat pelepasan insulin dan somatostation, yang
menghambat sekresi sel α

GLIBENCLAMIDE

Class Sulfonylurease 2nd – gen


Pharmacodynamics Menurunkan kadar glukosa darah dengan menstimulasi sekresi dari
endogenous insulin dari sel β – pancreas
Hypolgycaemic action yang berhubungan dengan short-term
theraphy appears to include reduction of baal hepatic glucose
production and enhancement of peripheral insulin action at target
sites
Half life 2 – 4 jam
Onset 15 – 60 menit
Duration ≤ 24 jam
Pharmacokinetics
- Absorption Langsung diserap di GI tract
- Distribution Plasma protein binding terutama albumin (99%)
- Metabolism Liver
- Excretion 50% urin; 50% feses sebagai metabolit
Indication - menurunka kadar glukosa darah
- diabetes tipe II pada pasien yang tidak bisa mengontrol
kadar gula darah lewat diet dan yang tidak cocok dengan
injeksi insulin
Contraindication Hipersensitif Menderita DM tipe 1
Liver impairment Severe kidney disease
Infeksi berat Berumur > 70 th
Ketoacidosis Akan melakukan operasi
hamil Memiliki pophyria
Adverse Effect Alergi Gatal – gatal
Sensitive terhadap cahaya Inflamasi pada kuliy
Jaundice Anorexia
Perubahan sel darah Berkurangnya nafsu makan
Demam Mual
Rendahnya glukosa darah Muntah
Heatburn Masalah pada liver
Peningkatan berat badan Diare
Pregnant Category C
How to Take? Di minum satu kali dengan dosis 2,5 – 5 mg pada pagi hari setelah
sarapan
How to Restore? - jangan menyimpan dibawah 25°C
- disimpan di bungkus asli untuk melindungi dari cahaya dan
kelembaban
- tidak boleh dikonumsi melewati batas kadaluarsa

GLIPIZIDE

Class Sulfonylurease 2nd – gen


Pharmacodynamics Menstimulasi pelepasan insulin dari sel β – pancreas dan
menurunkan pengeluaran glukosa dari liver
Meningkatkan sensitivitas insulin di peripheral target tissue
Half life 2 – 4 jam
Duration 12 – 24 jam
Bioavailability 90 – 100%
Pharmacokinetics
- Absorption Langsung diserap di GI tract. Terhambat dengan makanan
- Distribution Plasma protein binding (98 – 99%) biasanya ke albumin
- Metabolism 90 % di liver; 10 % tidak diubah
- Excretion Urin; feses
Indication Untuk DM tipe 2 diberikan bersama dengan diet dan olahraga
Contraindication Liver impairment Disorder of pituitary gland
Kidney impairment Disoreder of adrenal gland
Heart disease hipersensitifitas
Diare kronik
Adverse Effect Pendarahan Dark urine
Mual Clay-colored stools
muntah Pucat
Gatal Demam
Sakit pada perut bagian atas Confusion
Turunnya nafsu makan Pusing
Jaundice Palpitasi
diare konstipasi
Pregnant Category C
How to Take? Di minum 30 menit sebelum makan

METFORMIN

Mechanism of Action
Metformin is a Biguanin family of drugs. It is used as antidiabetics. The mechanism of action is as
follows.
MOA biguanide masih kurang dipahami, namun efek utamanya adalah mengurangi produksi gula
hepar dengan mengaktivasi enzim AMP-activated protein kinase (AMPK). Mekanisme minor yang
mungkin adalah dengan mengganggu gluconeogenesis ginjal, memperlambat penyerapan glukosa di
GI, dengan meningkatkan konversi glukosa ke laktat di enterocytes, stimulasi langsung glikolisis di
jaringan, meningkatkan pelepasan gula dari darah, dan mengurangi level glukagon plasma. Biguanide
tidak bergantung fungsi sel beta pancreas. Pasien dengan DM tipe 2 memiliki fasting hyperglicemia
yang rendah setelah administrasi biguanide. Namun pada keadaan hypoglycemia saat terapi
biguanide tidak diketahui.

PK
DOA: 6 jam
Half-life: 1,5-3 jam
Side Effect: GI disturbance
Tidak terikat plasma protein
Tidak dimetabolisme
Dieksresi melalui urin

Penggunaan Klinis
Biguanide digunakan sebagai first-line therapy pada DM tipe 2, karena tidak mempengaruhi jumlah
insulin dan tidak meningkatkan berat badan atau hypoglycaemia. Metformin juga dapat mengurangi
risiko penyakit vaskuler.

Adverse effect
Gangguan paling umum adalah gangguan GI (anorexia, nausea, vomiting, abdominal discomfort, and
diarrhea), dapat terjadi hingga 20% pasien. Gangguan biasanya tergantung dosis, dan terjadi saat
onset terapi, dan umumnya hanya selama pemakaian. Namun metformin dihentikan pada 3-5%
pasien karena diare berulang. Penyerapan B12 juga berkurang pada terapi jangka lama, sehingga
untuk beberapa pasien yang membutuhkan, obat mungkin dicampur dengan penambahan vitamin
B12.

Dosage
From 500mg to 2.55g, lowest effective dose direkomendasikan. Dosis awal penggunaan sekali sehari
sebelum tidur atau sebelum mamam, tergantung abnormalitas primer, fasting hyperglycemia atau
postprandial hyperglycaemia. Jadwal umum untuk fasting hyperglycaemia adalah 500mg tablet
sebelum tidur untuk seminggu atau lebih. Jika tidak menyebabkan gangguan GI dan hyperglycemia
masih timbul, tablet 500mg dapat ditambah saat makan malam. Dosis harus selalu dibagi-bagi karena
penelanan lebih dari 1000mg dalam sekali telan dapat memicu gangguan GI.

Kontraindikasi
Metformin tidak boleh digunakan paad pasien dengan penyakit ginjal, alkoholik, penyakit hepar, atau
kondisi yang dapat menyebabkan anoxia jaringan (c/o: chronic cardiopulmonary dysfunction) karena
dapat meningkatkan risiko lactic acidosis.
Peripheral Neuropathy in Diabetes Melitus
Diabetes merupakan penyebab paling umum dari peripheral neuropathy. Diabetic
nephropathy muncul pada sekitar 50% dari penderita diabetes mellitus tipe 1 dan 2 yang sudah
cukup lama. Perkembangan komplikasi ini bergantung pada durasi diabetes dan glycemic
control. Risk factor lain diantaranya:
 BMI (makin tinggi BMI makin tinggi kemungkinan)
 Merokok
 Cardiovascular disease
 Peningkatan trygliceride
 Hipertensi

Tingginya gula darah menganggu kemampuan saraf untuk mentranskrip sinyal dan juga
melemahkan dinding pembuluh darah kecil (kapiler)yang mensuplai saraf dengan oksigen dan
nutrisi. Dan juga pada chronic diabetes, hyperlipidemia dan perubahan metabolic lain dapat
menyebabkan ischemic damage dari saraf.

Pada peripheral neuropathy yang akan dipengaruhi pertama adalah bagian telapak kaki dan
kaki kemudian disusul telapak tangan dan bagian tangan. Sign dan sympthoms biasanya
memburu saat malam hari.
a. Numbness (matirasa) atau berkurangnya kemampuan untuk merasakan sakit dan
perubahan suhu
b. Perasaan geli atau sensasi seperti terbakar (tingling or burning sensation)
c. Sharp pain or cramps
d. Muscle weakness
e. Kehilangan reflex, terutama bagian pergelangan kaki
f. Kehilangan keseimbanga dan koordinasi
g. Serious foot problems seperti ulcer,infeksi,deformities dan sakit pada tulang dan sendi

Diabetic neuropathy didagnosis berdasarkan symptoms,medical record dan juga physical


exam. Dalam pemeriksaan dokter akan memeriksa mucle strength dan tone, tendon reflexes,
sensitivitas pada sentuhan,temperature dan vibrasi.

Treatment pada diabetic neuropathy tidak ada. Yang bisa dilakukan adalah meningkatkan
glycemic control dan mencegah terjadinya risk factor seperti hyperlipidemia dan hypertension.
Juga menghindari neurotoxins (alcohol) dan juga merokok. Hilangnya sensasi pada telapak kaki
berisiko untuk terjadinya ulceration(koreng/borok), sehingga pasien dengan tanda-tanda
neuropathy harus melakukan pemeriksaan telapak kaki secara rutin dan juga penggunaan alas
kaki untuk mencegah kapalan atau koreng. Ketika terjadi deformitas maka harus ke podiatrist
(ahli penyakit kaki).Pada kondisi chronis, diabetic neuropathy yang disertai rasa sakit dapat
diberikan antidepressant atau anticonvulsant. Duloxetine (antidepressant) dan pregabalin
(anticonvulsant) telah terbukti dapat mengobati sakit pada diabetic neuropathy.

PATHOGENESIS OF GESTATIONAL DIABETES


PRINCIPLE OF MANAGEMENT IN GESTATIONAL DIABETES

1. Dietary therapy  menjaga berat badan yang sesuai, menjaga normoglycemia tanpa ketonuria,
dan pembatasan energy untuk wanita obesitas.
 Sangat penting untuk menghindari diet tanpa kalori, karena dapat menyebabkan ketonuria
yang membuat bayi terlahir kecil dan menambah risiko bayi terkena diabetes saat dewasa.
 Konsentrasi ketone ibu juga harus diperhatikan karena kenaikan ketone dapat memberikan
dampak perkembangan psikomotorik pada trimester ke-2 dan ke-3
 Jumlah kalori yang disarankan untuk penderita gestational diabetes :
- Normal weight (BMI = 20-25) : 30 kkal
- Overweight & obese (BMI >25-34) : 25 kkal
- Morbidly obese (BMI >34) : 20 kkal

2. Physical activity  membantu glycemic control, mengontrol berat badan, dan meningkatkan
sensitivitas insulin dengan mengurangi aktivitas simpatetik

3. Glycemic control  melakukan pemeriksaan fasting blood glucose & 1 jam postprandial glucose
setiap hari.
Minimim goals for glycemic control :
- Fasting blood glucose <5.5 mmol/l
- 1 jam postprandial blood glucose <8.0 mmol/l
4. Insulin  dilakukan apabila level blood glucose belum mencapai minimum goals selama 1-2
minggu follow-up, atau jika ditemukan macrosomia saat USG. Biasanya digunakan insulin
manusia dan insulin analog seperti insulin lispro, aspart insulin, dan glargine.

5. Oral antidiabetic  glibenclamide dan metformin

Anda mungkin juga menyukai