Anda di halaman 1dari 6

HORDEOLUM (TIMBILAN)

Disusun Guna Melengkapi Tugas


Praktik Kerja Profesi Apoteker UMS
Apotek Sondakan Surakarta Periode Januari 2020

Disusun oleh:
DELTA NUGRAHENI SUHARJO
K11019R167

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2019
A. PENDAHULUAN
Hordeolum atau yang biasa dikenal dengan timbilan ataupun bintitan
merupakan keadaan infeksi bakteri akut yang terjadi pada kelopak mata atas maupun
bawah. Hordeolum ini juga dapat terjadi baik pada kelopak mata eksternal maupun
internal (Kara et. all., 2020). Hordolum eksternal merupakan infeksi pada kelenjar
Zeiss atau Moll. Hordeolum internal merupakan infeksi kelenjar Meibom yang
terletak di dalam tarsus. Hordeolum mudah timbul pada individu yang menderita
blefaritis dan konjungtivitis menahun (PMK Nomor 5, 2014).
Rasa sakit yang ditimbulkan oleh hordeolum internal lebih besar dibandingkan
hordeolum eksaternal. Onsetnya spontan (idiopatik), tetapi mungkin berhubungan
dengan kebersihan kelopak mata, kondisi yang mendasarinya, atau infeksi sistemik.
Pada umumnya hordeolum muncul diikuti dengan pustula kecil pada bagian tepi
kelopak mata (Lindsley et. all., 2017), serta ditandai dengan adanya warna merah,
nyeri, bengkak dan biasanya disebabkan oleh infeksi Staphylococcus (Kristina et. all.,
2017).
Hordeolum merupakan penyakit mata yang umum terjadi namun, tingkat
insidennya tidak diketahui karena sebagian besar kasus tidak dilaporkan. Umumnya,
hodeolum terjadi pada orang dengan usia yang lebih muda, tetapi tidak terbatas pada
kelompok umur, jenis kelamin atau ras apapun, serta tidak ada perbedaan prevalensi
yang diketahui di antara populasi di seluruh dunia. Ukuran pembengkakan merupakan
indikator dari tingkat keparahan infeksi. Kondisi ini seringkali berlangsung satu
hingga dua minggu dan sering sembuh sendiri (Kara et. all., 2020). Namun,
peradangan dapat menyebar ke kelenjar atau jaringan okular lainnya (misalnya
selulitis), dan sering terjadi kekambuhan (Kristina et. all., 2017). Kasus kekambuhan
hordeolum biasanya merupakan hasil dari kegagalan untuk menghilangkan bakteri
sepenuhnya, dari pada akibat dari infeksi baru (Kristina et. all, 2017).
Terapi non-farmakologi yang dapat dilakukan diantaranya kompres hangat dan
terapi pijat. Antibiotik topikal dapat diindikasikan, dan dalam kasus yang jarang
terjadi, pustula mungkin memerlukan drainase. Antibiotik topikal dapat bersama
dengan kompres hangat. Jika kondisinya parah dan resisten terhadap antibiotik topikal
dan antibiotik sistemik, maka dapat dilakukan pembedahan dan drainase (Kristina et.
all, 2017).
B. PATOFISIOLOGI HORDEOLUM
Kelenjar Zeis, Moll dan Meibomian merupakan tiga kelenjar yang terlibat dalam
patogenesis hordeolum ketika terinfeksi oleh S. aureus. Infeksi terjadi karena
penebalan, pengeringan, atau stasis sekresi kelenjar Zeis, Moll, atau Meibomian.
Kelenjar Zeis dan Moll adalah kelenjar ciliary mata. Kelenjar Zeis mengeluarkan
sebum dengan sifat antiseptik yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri. Kelenjar
Moll menghasilkan imunoglobulin A, musin 1, dan lisosom yang sangat penting
dalam pertahanan kekebalan terhadap bakteri di mata. Saat kelenjar ini terhambat atau
tersumbat, pertahanan mata menjadi terganggu. Stasis dapat menyebabkan infeksi
bakteri dengan Staphylococcus aureus menjadi patogen yang paling umum. Setelah
respons inflamasi terlokalisasi terjadi dengan infiltrasi oleh leukosit, bernanah atau
abses berkembang (Kara et. all., 2020).

C. ETIOLOGI HORDEOLUM
Hordeolum merupakan infeksi bakteri akut pada kelopak mata. Penyebab hordeolum
yang paling umum adalah Staphylococcus aureus (90% - 95%), kemudian diikuti
dengan Staphylococcus epidermidis (Davis et. all., 2019). Hordeolum eksternal
disebabkan oleh penyumbatan kelenjar sebaceous (Zeis) atau kelenjar keringat (Moll).
Penyumbatan terjadi pada garis bulu mata dan muncul sebagai daerah bengkak merah
yang menyakitkan yang berkembang menjadi pustula. Hordeolum internal disebabkan
oleh penyumbatan kelenjar Meibom, dan pustula terbentuk di permukaan bagian
dalam kelopak mata. Hordeola bisa muncul di kelopak mata atas dan bawah (Kara et.
all., 2020).

D. DIAGNOSIS HORDEOLUM
Informasi yang akurat dan pemeriksaan fisik yang cermat merupakan hal yang sangat
penting. Pasien biasanya mengeluhkan rasa sakit pada kelopak mata, berwarna merah
dan bengkak, tanpa adanya riwayat benda asing ataupun trauma (Kara et. all., 2020).
Visualisasi penglihatan dipengaruhi oleh ukuran hordeolum yang menekan kornea.
Gejala utama hordeolum adalah kelopak yang bengkak dengan rasa sakit dan
mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan, serta perasaan tidak nyaman dan sensasi
terbakar pada kelopak mata (PMK Nomor 5, 2014).
Hordeolum umumnya tidak memerlukan tes diagnostik klinik. Diagnosis hordeolum
hanya membutuhkan pemeriksaan riwayat dan fisik. Kolonisasi dengan bakteri
noninvasif sering terjadi, dan kultur bakteri yang keluar dari daerah biasanya tidak
berkorelasi dengan perbaikan klinis atau bantuan dalam pengobatan (Davis et. all.,
2019).

E. TERAPI HORDEOLUM
Hordeolum merupakan kondisi yang biasanya sembuh sendiri secara spontan
dalam waktu satu hingga dua minggu. Pemulihan dapat dipercepat dan dicegah
penyebaran infeksinya dengan kompres hangat dan salep opthtalmic eritromisin yang
dioleskan 2 kali sehari selama 7 sampai 14 hari. Kompres hangat harus dilakukan
selama 15 menit minimal 4 kali sehari. Pijat lembut nodul juga disarankan untuk
membantu dalam ekspresi materi yang terhambat (Davis et. all., 2019). Steroid
topikal dapat digunakan dalam durasi yang singkat jika terjadi pembengkakan dan
menyebabkan tekanan pada kornea. Jika infeksi menyebar dan berkembang menjadi
selulitis periorbital atau orbital, diperlukan antibiotik sistemik (Kara et. all., 2020).
Evaluasi terapi diulang dalam 2 hingga 3 hari untuk menilai respons terhadap
pengobatan (Davis et. all., 2019).
Penatalaksanaan Hordeolum menurut PMK Nomor 5 tahun 2014:
1. Mata dikompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit setiap kalinya untuk
membantu drainase. Tindakan dilakukan dengan mata tertutup.
2. Kelopak mata dibersihkan dengan air bersih atau pun dengan sabun atau sampo
yang tidak menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi. Hal ini dapat mempercepat
proses penyembuhan. Tindakan dilakukan dengan mata tertutup.
3. Jangan menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat menimbulkan infeksi
yang lebih serius.
4. Hindari pemakaian make-up pada mata, karena kemungkinan hal itu menjadi
penyebab infeksi.
5. Jangan memakai lensa kontak karena dapat menyebarkan infeksi ke kornea.
6. Pemberian terapi topikal dengan Oxytetrasiklin salep mata atau kloramfenikol
salep mata setiap 8 jam. Apabila menggunakan kloramfenikol tetes mata sebanyak
1 tetes tiap 2 jam.
7. Pemberian terapi oral sistemik dengan eritromisin 500 mg pada dewasa dan anak
sesuai dengan berat badan atau dikloksasilin 4 kali sehari selama 3 hari.
Rencana Tindak Lanjut
Bila dengan pengobatan konservatif tidak berespon dengan baik, maka prosedur
pembedahan mungkin diperlukan untuk membuat drainase pada hordeolum.

Kriteria rujukan
1. Bila tidak memberikan respon dengan pengobatan konservatif.
2. Hordeolum berulang.

F. KONSELING DAN EDUKASI


1. Evaluasi efek terapi diulang dalam 2 hingga 3 hari untuk menilai respons terhadap
pengobatan
2. Penyakit hordeolum dapat berulang sehingga perlu diberi tahu pasien dan keluarga
untuk menjaga higiene dan kebersihan lingkungan

G. PENUTUP
Hordeolum merupakan suatu infeksi akut pada mata yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Infeksi ini dapat terjadi pada
kelopak mata atas maupun bawah serta kelopak mata eksternal maupun internal.
Hordeolum merupakan penyakit mata yang umum terjadi namun, tingkat insidennya
tidak diketahui karena sebagian besar kasus tidak dilaporkan. Oleh karena itu
diperlukan penggalian informasi yang akurat serta pemeriksaan riwayat fisik yang
cermat.
H. DAFTAR PUSTAKA
Davis Willmann; Bhupendra C. Patel; Scott W. Melanson, 2019, Stye, StatPearls
Pubishing. Terdapat di https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459349/
[Diakses pada: 30 Januari 2020].
Kara J. Bragg; Patrick H. Le; Jacqueline K. Le, 2020, Hordeolum, StatPearls
Pubishing. Terdapat di https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441985/
[Diakses pada: 31 Januari 2020].
Lindsley, K., Nichols, JJ., Dickersin, K., 2017, Non-surgical interventions for acute
internal hordeolum. Cochrane Database of Systematic Reviews, Issue 1. DOI:
10.1002/14651858.CD007742.pub4.
Menteri Kesehatan RI, 2014. PERMENKES No. 5 Tahun 2014 Tentang Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.

Anda mungkin juga menyukai