Anda di halaman 1dari 13

BLOK INDRA

FAKULTAS KEDOKTERAN 01 FEBRUARI 2014

UNIVERSITAS PATTIMURA

EPIDEMIOLOGI
BLEFARITIS & HORDEOLUM

Oleh:

Kelompok I

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

2014
BAB I

PENDAHULUAN

Blefaritis adalah radang palpebra dengan gejala utama tepi kelopak meradang.
Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan kronis atau menaun
yang dapat terjadi akibat bahan kosmetik. Kuman penyebab dapat infeksi streptococcus
alfa dan beta, pneumococcus, dan pseudomonas. Demodex folliculorum selain dapat
merupakan penyebab dapat pula vector untuk terjadinya infeksi staphylococcus. Kausa
lain blefaritis mungkin akibat alergi, debu, asap, atau bahan kimia iritatif. Blefaritis dapat
merupakan kelanjutan dari tempat lain dengan gejala sabore, ulseratif dan jamur. Gejala
umumnya adalah peradangan pada tepi kelopak, mata kemerahan dan gatal
Dikenal ada 2 bentuk blefaritis, yaitu blefaritis anterior dan posterior. Blefaritis
anterior yaitu mengenai kelopak dekat bulu mata, kausanya adalah dermatitis sebore dan
infeksi bakteri stafilokok. Blefaritis posterior yaitu mengenai dinding belakang kelopak
bagian yang kontak dengan bola mata, daerah yang berminyak.
Hordeolum merupakan suatu abses di dalam kelenjar. Hordeolum merupakan
peradangan supuratif atau infeksi Staphylococcus aureus pada kelenjar kelopak mata.
Gejalanya adalah kelopaknya bengkak, warna mera pada tepi kelopak, sakit pada tekanan
bagian yang membengkak, memberikan warna kekuning-kuningan
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Blefaritis adalah radang palpebra dengan gejala bahan kosmetik. Kuman
penyebab streptococcus alfa atau beta, pneumococcus dan pseudomonas. Demodex
folliculorum selain dapat merupakn penyebab dapat pula vector untuk terjadinya infeksi
staphylococcus. Kausa lain blefaritis mungkin akibat alergi, debu, asap, atau bahan kimia
iritatif. Blefaritis dapat merupakan kelanjutan dri tempat lain dengan gejala sebore,
ulseratif dan jamur.utama tepi kelopak msseradang blefaritis dapat disebabkan infeksi
dan alergi dapat berjalan kronis atau menahun yang dapat terjadi akibat

Gambar 1. Menunjukan gambaran blefaritis pada penyakit seboroik blefaritis

Dikutip dari : Lang G. Ophthalmology a pocket textbook atlas. 2 nd ed. Thieme Stuttgart: New York; 2006.
B. FAKTOR RESIKO
1. Riwayat atopi
Pasien dengan riawayat atopi akan lebih mudah terkena blefaritis karena terjadi
reaksi imunitas yang juga dapat berpengaruh terhadap kelopak mata, apabila
terjadi reaksi imunologis akan memicu peradangan pada kelopak mata
2. Pemakaian kosmetik
Kosmetik bisa menjadi bahan iritan bagi kelopak mata, sehingga pada kosmetik
terutama yang mengenai palpebral bisa menyebabkan reaksi inflamasi pada
mukosa palpebral.
3. Pemakaian kontak lensa
Kontak lensa yang dipakai dapat mengiritasi kelopak mata akibat gesekan yang
bisa terjadi, atau pada pemakaian lama tanpa perawatan yang baik.
4. Pekerjaan
Terdapat beberapa perkerjaan yang menjadi faktor resiko untuk terjadinya
blefaritis akibat terjadinya kontak dengan bahan-baan tertentu yang bisa
menyebabkan iritasi pada kelopak mata, yaitu :
- Kontak debu (buruh bangunan)
- Kontak asap (polisi lalullintas, tukang bengkel)
- Kontak dengan bahan kimia iritatif (pekerja pabrik kimia, laboran)

C. FREKUENSI DAN DISTRIBUSI


Data yang jelas mengenai distribusi blefaritis sangat sulit ditemukan baik di dunia
maupun di Indonesia sebagai akibat dari gejala yang muncul pada penyakit ini yang
bersifat asimtomatik. Perlu pemeriksaan yang rutin dan teliti untuk bisa menegakan
diagnosis dari penyakit ini.
Kami menemukan satu penelitian yang menunjukan angka kejadian dari blefaritis
di Amerika (United State of America). Penelitian di lakukan pada bulan Juli sampai
dengan Agustus Tahun 2008 dan dipublikasi pada April 2009 oleh Michael dan Kelly1
dengan menggunakan kuisioner sebagai instrumen penelitian. Hasilnya, mereka
menunjukan hubungan antara penyakit lain, yaitu gejala mata kering (dry eye dissease)
dengan kejadian blefafritis, Mereka menggunakan responden normal sebagai populasi
sampel, dengan jumlah 5000 responden.
Dari penelitian mereka, mereka menanyakan beberapa pertanyaan terkait dengan
gejala pada blefaritis maupun kebiasaan yang kerap kali diduga sebagai faktor resiko
terjadinya blefariits. Diagnosis dapat ditegakan apabila ditemukan responden yang
mengalami lebih dari 1 gejala dalam 1 tahun sebagai blefaritis. Hasilnya di temukan
hanya sebanyak 79,3 % mengalami 1 gejala dan 63 % mengalami lebih dari 1 gejala,
namun sangat sedikit sekali yang terdiagnosis sebagai blefaritis karena gejala yang
dialami yang mengara pada blefaritis sangatlah minim.

Gambar 2. Presentasi responden sesuai dengan gejala-gejala yang ditanyakan

Dikutip dari : Lemp MA, Nicols KK. Bleparitis in the United States 2009: A Survey-based Perspective on
Prevalence and Treatment

Dari gambar 2 ditemukan sebanyak 79,3 % mengalami gejala 63 % melaporkan


mengalami lebih dari 1 keluan dalam 1 tahun terakir dan dapat dijabarkan sebagai
berikut: bahwa responden yang mengalami iritasi mata akibar mata kering sebanyak 53%,
iritasi mata setelah beraktifitas di depan computer lebi dari 3 jam sebanyak 38%, gejala
terjadinya lakrimasi sebanyak 36%. Dan terdapat sekitar 32 % responden yang mengaku
mengalami 1 dari keluhan selama separuh selama 12 bulan terakhir. Dan terdapat sekitar 15%
mengaku mendapat 3 gejala yang mengarah pada diagnosis dari blefaritis (mata sulit dibuka,
terdapat kemerahan pada kelopak, terdapat kerak berwarna putik pada kelopak mata )

Gambar 3. Menunjukan kejadian gejala yang mengarah pada blefaritis pada laki-laki dan
perempuan

Dikutip dari : Dikutip dari : Lemp MA, Nicols KK. Bleparitis in the United States 2009: A Survey-based
Perspective on Prevalence and Treatment

Gambar 3 menunjukan bahawa pria lebi banyak terkena 3 keluhan utama yang
mengara diagnosis pada blefaritis. Hal ini menunjukan angka kejadian blefaritis di
amerika lebi banyak pada pria disbanding wanita.
Gambar 4. Gejala yang mengara pada blefaritis

Dikutis dari : Dikutip dari : Lemp MA, Nicols KK. Bleparitis in the United States 2009: A Survey-based
Perspective on Prevalence and Treatment

Pada gambar 4 menunjukan sangat sedikit sekali angka kejadian blefaritis dari
5000 responden yang di jadikan sebagai sampel.

Dari penelitian juga ditemukan bahwa sebanyak 40% dari penderita yang
didiagnosis sebagai blefaritis ternyata juga mengalami eye dry disease.
UPAYA PELAYANAN KESEHATAN

upaya promotif untuk blefaritis ;

Melakukan penyuluhan tentang blefaritis .


Menyediakan poster poster ataupun leaflet tentang blefaritis pada
masyarakat.

Upaya preventif untuk blefaritis

Mengindari allergen penyebab ( kontak langsung pada debu,asap maupu n


bahan kimia iritatif.
Pemakaian kosmetik sebaiknya digunakan kosmetik yang aman seingga
tidak menyebabkan iritan pada palpebra.
Perawatan yang baik pada pemakaian kontak lensa dalam jangka waktu
yang panjang.
Menghindari kontak langsung dengan mata ( misalnya mengucek mata
yang berlebihan)
HORDEOLUM

A. DEFINISI
Hordeolum merupakan salah satu penyakit yang diakibatkan pada infeksi akut
yang umumnya disebabkan oleh bakteri Staphylococcus pada kelenjar palpebra.
Hordeolum terbagi atas hordeolum eksterna yang merupakan infeksi pada kelenjar yang
lebih kecil dan superfisial (Zeis atau Moll) dan hordeolum interna dimana infeksi terjadi
pada kelenjar Meibom. Hordeolum sering dihubungkan dengan diabetes, gangguan
pencernaan dan jerawat. Hordeolum merupakan infeksi kelenjar sebaseosa yang
terlokalisir, purulen dan meradang (Meibomian atau Zeisian) pada kelopak mata.

B. MANIFESTASI KLINIS
Hordeolum memberikan gejala radang pada kelopak mata seperti bengkak,
mengganjal dengan rasa sakit, merah, dan nyeri bila ditekan. Hordeolum internum
biasanya berukuran lebih besar dibanding hordeolum eksternum. Adanya pseudoptosis
atau ptosis terjadi akibat bertambah beratnya kelopak sehingga sukar diangkat. Pada
pasien dengan hordeolum, kelenjar preaurikel biasanya turut membesar. Sering
hordeolum ini membentuk abses dan pecah dengan sendirinya.

C. . TANDA DAN GEJALA


Gejala subjektif di rasakan mengganjal pada kelopak mata rasa sakit yang
bertambah kalau menunduk, dan nyeri bila di tekan. Gejala obyektif tampak suatu
benjolan pada kelopak mata atas atau bawah yang berwarna merah dan sakit bila di tekan
di dekat pangkal bulu mata. Secara umum gambaran ini sesuai dengan suatu abses kecil.
D. INSIDEN
Data epidemiologi internasional menyebutkan bahwa hordeolum merupakan jenis
penyakit infeksi kelopak mata yang paling sering ditemukan. Insidensi tidak bergantung
pada ras dan jenis kelamin.

E. EPIDEMIOLOGI

Data epidemiologi internasional menyebutkan bahwa hordeolum merupakan jenis


penyakit infeksi kelopak mata yang paling sering ditemukan pada praktek
kedokteran. Insidensi tidak bergantung pada ras dan jenis kelamin
Dapat mengenai semua usia, tapi lebih sering pada orang dewasa, kemungkinan karena
kombinasi dari beberapa faktor seperti tingginya level androgen dan peningkatan
insidensi meibomitis dan rosacea pada dewasa.

F. FAKTOR PREDISPOSISI
Lebih sering pada anak kecil dan dewasa muda, meskipun tidak ada batasan umur
dan pada pasien dengan tarikan pada mata akibat ketidak seimbangan otot atau kelainan
refraksi.Kebiasaan mengucek mata atau menyentuh kelopak mata dan hidung, serta
adanya blefaritis kronik dan diabetes mellitus adalah faktor-faktor yang umumnya
berkaitan dengan hordeolum rekuren. Hiperlipidemia termasuk kolesterolemia, hygiene
lingkungan dan riwayat hordeolum sebelumnya juga mempengaruhi.

Factor resiko yaitu :

Stress
Nutrisi yang jelek
Penggunaan pisau cukur yang sama untuk mencukur rambut disekitar mata dan kumis
atau tempat lain
UPAYA PELAYANAN KESEHATAN

upaya promotif pada hordeolum

Melakukan penyuluhan tentang hordeolum


Menyediakan poster poster ataupun leaflet tentang hordeolum pada
masyarakat.

Infeksi ini mudah menyebar, sehingga diperlukan pencegahan terutama mengenai

kebersihan individual. Yaitu dengan tidak menyentuh mata yang terinfeksi


, pemakaian kosmetik bersama-sama, pemakaian handuk dan washcloth bersama-sama. .

1. Penyakit kronik.
2. Kesehatan atau daya tahan tubuh yang buruk.
3. Peradangan kelopak mata kronik, seperti Blefaritis.
4. Diabetes
5. Hiperlipidemia, termasuk hiperkolesterolemia.
6. Riwayat hordeolum sebelumnya
7. Higiene dan lingkungan yang tidak bersih
8. Kondisi kulit seperti dermatitis seboroik.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Blefaritis adalah peradangan pada kelopak mata yang ditandai dengan kelopak mata yang
berminyak. Disebabkan karena bakteri jamur dan virus atau juga karena gangguan aliran kelenjar
meibom pada kelopak mata. Blefaritis memberikan gejala mata merah, berair dan nyeri, serta
rontoknya bulu mata. Blefaritis sebenarnya bisa hilang tanpa pengobatan, karena prinsip utama
pengobatan blefaritis adalah kebersihan kelopak mata, namun untuk membantu mempercepat
penyembuhan biasanya diberikan therapy khusus sesuai dengan penyebab dari blefaritis tersebut.
Hordeolum adalah suatu peradangan supuratif kelenjar Zeis, kelenjar Moll (hordeolum
eksterternum) atau kelenjar Meibom (Hordeolum internum). Hordeolum (Stye) adalah suatu
infeksi pada satu atau beberapa kelenjar di tepi atau di bawah kelopak mata. Bisa terbentuk lebih
dari 1 hordeolum pada saat yang bersamaan. Hordeolum biasanya timbul dalam beberapa hari
dan bisa sembuh secara spontan. Hordeolum di bagi menjadi dua yaitu hordeolum interna dan
hordeolum eksternal. Hordeolum adalah infeksi akut pada kelenjar minyak di dalam kelopak
mata yang disebabkan oleh bakteri dari kulit yaitu bakteri stafilokokus
DAFTAR PUSTAKA

1. Lemp MA, Nicols KK. Bleparitis in the United States 2009: A Survey-based Perspective
on Prevalence and Treatment
2. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. 1996. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
3. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. 2000. Palpebra dan Aparatus Lakrimalis. Dalam
Oftamologi umum. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. Hal 81-82
4. Ilyas,Sidharta. 2005. Kelopak Mata. Dalam Penuntun Ilmu Penyakit Mata. 3rd edisi.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI, hlm : 58-60

Anda mungkin juga menyukai