Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blefaritis adalah radang pada kelopak mata. Radang yang sering terjadi
pada kelopak merupakan radang kelopak dan tepi kelopak. Radang bertukak atau
tidak pada tepi kelopak bisanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut. Blefaritis
ditandai dengan pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di dekat
kelopak mata yang merupakan lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam
keadaan normal ditemukan di kulit. Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi
yang biasanya berjalan kronis atau menahun. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat
debu, asap, bahan kimia, iritatif, dan bahan kosmetik. Infeksi kelopak dapat
disebabkan kuman streptococcus alfa atau beta, pneumococcus, dan pseudomonas.
Di kenal bentuk blefaritis skuamosa, blefaritis ulseratif, dan blefaritis angularis.
Gejala umum pada blefaritis adalah kelopak mata merah, bengkak, sakit, eksudat
lengket dan epiforia. Blefaritis sering disertai dengan konjungtivitis dan keratitis.
Biasanya blefaritis sebelum diobati dibersihkan dengan garam fisiologik hangat,
dan kemudian diberikan antibiotik yang sesuai. Penyulit blefaritis yang dapat
timbul adalah konjungtivitis, keratitis, hordeolum, kalazoin, dan madarosis.
Blefaritis terbagi menjadi anterior (mempengaruhi tepi anterior dan bulu
mata) dan posterior (mempengaruhi kelenjar meibom). Blefaritis adalah salah satu
gangguan kelopak mata yang paling umum sering dikaitkan dengan gangguan
film air mata. Hal ini lebih umum sering terjadi pada wanita muda. Salah satu
yang

paling

menyertai

gejalanya

madarosis

yang

terinfeksi.

Infeksi

Staphylococcus dikaitkan dengan madarosis, poliosis dan trichiasis dari bulu


mata. Blefaritis ditandai dengan peradangan pada tepi kelopak mata. Hal itu dapat
menyebabkan mata merah, gatal, dan iritasi kelopak mata pada satu atau kedua
mata. Blefaritis juga dapat menyebabkan terjadinya konjungtivitis dan sifatnya
terulang (Osaiyuwu dan Ebeigbe, 2010).

Blefaritis melibatkan kulit dan bulu mata sedangkan gangguan kelenjar


meibom diakibatkan seboroik, obstruktif atau campuran. Blefaritis terjadi
interaksi yang kompleks dari berbagai faktor, termasuk sekresi yang abnormal,
organisme atau mikroba dan kelainan film air mata. Blefaritis dengan berbagai
gejala dan tanda, dan berhubungan dengan kondisi dermatologis seperti dermatitis
seboroik, dan rosasea (Jackson, 2008).
Blefaritis kronik merupakan paling umum pada pasien saat pemeriksaan
klinis mata seperti iritasi. Berdasarkan gejala klinis yang paling sering adalah
blefaritis posterior 24%, mata kering 21% dan blefaritis anterior 12%. Hasil survei
Amerika Serikat prevalensi gejala blefaritis selama 12 bulan terakhir adalah terasa
gatal dan terbakar, iritasi setelah menggunakan komputer selama lebih dari 3 jam,
kelopak mata terasa berat dan bengkak, serpihan bulu mata, mata kering atau
iritasi, mata terasa berair terutama di pagi hari dan mata merah. 79,3%
melaporkan memiliki gejala paling sedikit satu gejala selama 12 bulan dan 63%
melaporkan memiliki gejala lebih dari satu (Lindstrom, 2011)
Berdasarkan penelitian Werdich et al 2011 melaporkan survei pasien
blefaritis menunjukkan prevalensi yang sama tinggi masing-masing 86% dan
94%. Prevalensi temuan klinis sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan gejala
yang dilaporkan sendiri. Empat belas persen dari total pasien melaporkan tidak
ada gejala dan enam persen tidak memiliki tanda-tanda klinis blefaritis. Data
normalisasi menunjukkan bahwa kebanyakan pasien memlikiki penyakit ringan
sampai sedang berdasarkan kedua gejala dan temuan pemeriksaan klinis. Insidensi
adalah 50% dan 36% untuk ringan, 32% dan 50 % sedang, dan hanya 4% dan 8%
untuk gejala yang parah dan tanda blefaritis masing-masing.
Secara demografis, kecenderungan lebih tinggi penularan blefaritis
ditemukan pada populasi kelas sosial ekonomi rendah, dan penduduk yang tinggal
di daerah perkotaan. Terdapat hubungan antara blefaritis dengan beberapa
penyakit inflamasi (gastritis, ulkus peptikum, asma, atrophy, dan colitis ulseratif),
kondisi psikologis (kecemasan, sindrom iritasi usus, neurosis dan depresi),
hormonal (hipotiroidi dan hipertrofi prostat), penyakit kardiovaskular (arteri

koronaria, hiperlipidemia, hipertensi dan penyakit jantung iskemik)dan kondisi


mata lainnya (kalazion dan pterygium) (Nemet et al, 2011).
1.2.Tujuan
1.2.1. Menjelaskan definisi Blefaritis
1.2.2

Menjelaskan anatomi palpebra

1.2.3. Menjelaskan etiologi blefaritis


1.2.4. Menjelaskan faktor resiko blefaritis
1.2.5. Menjelaskan patofisiologi blefaritis
1.2.6. Menjelaskan manisfestasi klinis blefaritis
1.2.7. Menjelaskan klasifikasi blefaritis
1.2.8. Menjelaskan penatalaksanaan blefaritis

Anda mungkin juga menyukai