Anda di halaman 1dari 17

MODUL 1

MATA MERAH

SKENARIO 1 Keluarga Opti yang malang!

Opti, perempuan, umur 25 tahun datang ke praktek Anda dengan keluhan kedua mata merah disertai
rasa nyeri dan banyak cairan yang lengket di kedua mata. Pemeriksaan visus didapatkan penurunan
visus, kongjungtiva mata kanan dan kiri ditemukan injeksi konjungtiva (+), konjungtiva hiperemis (+)
dan sekret purulen di kedua mata, serta photophobia(peka terhadap cahaya) (+). Opti diketahui
memiliki riwayat berenang di air kolam yang kotor sebelum mengalami kelainan ini. Dokter kemudian
memberikan resep berupa tetes mata antibiotik. (konjungtivitis bakteri)

Opta, kembaran Opti 2 hari sebelumnya juga mengeluhkan kelainan pada mata berupa mata sebelah
kiri tampak merah sejak 2 hari yang lalu, tampak berair dan terasa berpasir, keluar cairan kental
berwarna kuning dan kental. Mata tidak silau dan tidak terasa nyeri. Hasil pemeriksaan status mata
didapatkan visus ODS 6/6, injeksi konjungtiva (+) dan sekret mukopurulen (+). Dokter kemudian
memberikan antibiotik tetes mata. (konjungtivitis bakteri)

Konjungtivitis, juga secara informal dikenal sebagai "mata merah", merupakan mayoritas
gangguan oftalmologis yang terlihat di klinik perawatan primer. Pasien datang dengan
keluhan mata merah, yang mungkin disertai atau tidak disertai rasa sakit, gatal, dan keluar
cairan. Pelebaran pembuluh darah konjungtiva sekunder akibat infeksi virus atau bakteri,
paparan bahan kimia, atau alergi menyebabkan kemerahan yang terlihat pada
pemeriksaan. Sementara konjungtivitis virus dan alergi lebih sering terjadi, konjungtivitis
bakteri bertanggung jawab atas peningkatan morbiditas dan memberikan skenario klinis yang
lebih menantang bagi dokter. Kegiatan ini meninjau evaluasi dan pengobatan konjungtivitis
bakteri dan menjelaskan peran tim kesehatan dalam menangani pasien dengan kondisi ini.
Tujuan:
 Tinjau etiologi konjungtivitis bakterial.
 Rangkum riwayat yang tepat dan temuan pemeriksaan fisik konjungtivitis bakteri.
 Jelaskan pilihan perawatan dan manajemen yang tersedia untuk konjungtivitis bakteri.
 Jelaskan pentingnya komunikasi di antara tim antar-profesional mengenai inisiasi
terapi antibiotik dan identifikasi cara-cara untuk memengaruhi masalah resistensi
mikroba yang berkembang secara positif.
Akses pertanyaan pilihan ganda gratis tentang topik ini.
Pergi ke:

Perkenalan
Konjungtivitis, juga secara informal dikenal sebagai "mata merah", merupakan mayoritas
gangguan oftalmologis yang terlihat di klinik perawatan primer. Pasien datang dengan
keluhan mata merah, yang mungkin disertai atau tidak disertai rasa sakit, gatal, dan keluar
cairan. Pelebaran pembuluh darah konjungtiva sekunder akibat infeksi virus atau bakteri,
paparan bahan kimia, atau alergi menyebabkan kemerahan yang terlihat pada
pemeriksaan. [1] Sementara konjungtivitis virus dan alergi terjadi lebih sering, konjungtivitis
bakteri bertanggung jawab atas peningkatan morbiditas dan memberikan skenario klinis yang
lebih menantang bagi dokter. [2] [3]
Pergi ke:

Etiologi
Pola penyebaran konjungtivitis bakterial antara lain dari tangan ke mata, kontak mata dengan
fomite, dan orang ke orang melalui tetesan pernapasan. [4] Organisme penyebab
konjungtivitis bakterial yang paling umum pada anak-anak adalah Haemophilus influenzae ,
diikuti oleh Streptococcus pneumoniae dan Moraxella catarrhalis . [5] [6] [7]  Bakteri
patogen pada orang dewasa lebih sering berupa spesies stafilokokus dengan Haemophilus
influenzae dan Streptococcus pneumoniae bertanggung jawab atas persentase kasus yang
lebih kecil. [2]  Staphylococcus aureuslebih sering ditemukan pada orang dewasa dan orang
tua tetapi juga terdapat pada kasus pediatrik konjungtivitis bakteri. [4] Ada juga peningkatan
frekuensi konjungtivitis sekunder terhadap methicillin-resistant Staphylococcus
aureus (MRSA). [2]  Pemakai lensa kontak lebih rentan terhadap infeksi gram
negatif. [4]  Pseudomonas aeruginosa lebih mungkin diisolasi dari pasien sakit kritis yang
dirawat di rumah sakit. [4]  Neonatus dapat dipengaruhi oleh transmisi vertikal, okulogenital
dari Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis yang mengakibatkan konjungtivitis
bakterial akut. [1]Organisme ini juga dapat menyebabkan infeksi hiperakut pada remaja dan
orang dewasa yang aktif secara seksual. [1]
Pergi ke:

Epidemiologi
Konjungtivitis akut dari semua penyebab diperkirakan terjadi pada 6 juta orang setiap
tahunnya di Amerika Serikat. [8] Kasus mata merah mencapai satu sampai empat persen dari
kunjungan dokter umum di negara maju dengan konjungtivitis bakteri akut yang paling sering
didiagnosis. [4] Puncak terjadinya konjungtivitis bakteri dilaporkan berlangsung dari
Desember hingga April. [4] Konjungtivitis etiologi bakteri adalah penyebab infeksi kedua
yang paling sering terjadi dan menyerang anak-anak dengan frekuensi yang
meningkat. [2] Sebuah studi tahun 1981 menetapkan bahwa pada sekitar 54 persen kasus
konjungtivitis menular akut pediatrik, bakteri adalah patogen yang bertanggung
jawab. [3] Pada 2017, survei terhadap 3000 anak dengan konjungtivitis akut melaporkan
bahwa hanya sepuluh persen kasus yang disebabkan oleh bakteri. [8] Kedua studi setuju
bahwa pengobatan empiris konjungtivitis oleh dokter menghasilkan tingkat pemberian
antibiotik yang jauh lebih tinggi daripada yang mungkin diperlukan. [3] [8]
Pergi ke:

Patofisiologi
Transmisi langsung patogen ke konjungtiva menyebabkan konjungtivitis
menular. Konjungtivitis dapat terjadi ketika lapisan epitel mata terganggu, atau ada gangguan
pada mekanisme pertahanan secara keseluruhan. Keadaan immunocompromised juga dapat
menjadi predisposisi konjungtivitis bakteri. [2]
Pergi ke:

Sejarah dan Fisik


Pasien dengan konjungtivitis bakteri sering datang dengan keluhan kemerahan, robek, dan
keluarnya cairan dari salah satu atau kedua mata. [1] Klinisi harus menanyai pasien tentang
durasi gejala karena perjalanan penyakit dapat dibagi menjadi hiperakut, akut (kurang dari 3
sampai 4 minggu), dan kronis (lebih dari empat minggu). [4] Nyeri terkait, gatal, kehilangan
penglihatan, dan fotofobia juga berkontribusi pada pengambilan keputusan
klinis. [1] Anamnesis yang komprehensif juga harus mencakup terjadinya trauma, episode
serupa sebelumnya, pengobatan sebelumnya, penggunaan lensa kontak, status kekebalan, dan
riwayat seksual. [1] Setiap gejala otik juga harus dijelaskan karena anak-anak dengan
konjungtivitis bakteri dapat mengalami otitis media bersamaan. [6]
Gambaran klinis tertentu dapat menunjukkan asal bakteri untuk konjungtivitis; namun,
temuan seringkali bervariasi, dan terdapat persilangan antara gejala konjungtivitis dari
berbagai etiologi. [2] Konjungtivitis bakteri yang membedakan secara klinis dari bentuk lain
sangat penting karena dapat membantu terapi langsung dan berpotensi mengekang pemberian
antibiotik empiris yang tidak perlu. Secara tradisional, sekret purulen atau mukopurulen
dikaitkan dengan diagnosis konjungtivitis bakteri, sedangkan sekret encer lebih konsisten
dengan konjungtivitis virus atau alergi. [2] Sebuah studi tahun 2003 membantah pernyataan
ini berdasarkan kurangnya bukti untuk mendukung karakteristik pelepasan berkorelasi
dengan penyebab konjungtivitis. [2] [9] Sebuah studi selanjutnya oleh penulis yang sama
menyimpulkan bahwa tiga temuan secara signifikan memprediksi konjungtivitis bakteri,
termasuk mata terpaku, tidak gatal, dan tidak ada riwayat konjungtivitis
sebelumnya. [2] [9]  Sebuah studi prospektif tahun 2006 pada anak-anak dengan
konjungtivitis menggambarkan lima riwayat klinis dan variabel pemeriksaan fisik yang
terkait dengan infeksi kultur bakteri positif. Ini termasuk riwayat kelopak mata lengket atau
lengket di pagi hari, temuan pemeriksaan sekret mukoid atau purulen, kelopak mata atau bulu
mata berkerak atau menempel pada pemeriksaan, tidak adanya sensasi terbakar, dan tidak
adanya cairan encer. [4]Ketidakkonsistenan dari temuan ini mengenai keputihan sebagai
prediktor infeksi bakteri mungkin disebabkan oleh survei tahun 2003 yang berfokus pada
sejarah, sedangkan studi tahun 2006 memasukkan temuan pemeriksaan fisik di
kantor. Perbedaan ini memperkuat gagasan variabilitas dalam presentasi konjungtivitis
bakteri.
Temuan pemeriksaan fisik klasik konjungtivitis bakterial adalah eritema konjungtiva dan
sekret purulen. [1] Pemeriksaan mata lengkap harus mencakup penilaian ketajaman visual
dan keterlibatan kornea. [2] [3]  Meskipun slit lamp bermanfaat untuk penilaian fisik yang
komprehensif, lampu celah tidak tersedia secara rutin di kantor perawatan
primer. [2] Pemeriksaan otoskopi diperlukan Jika gejala telinga dilaporkan pada anak-anak
untuk mendiagnosis otitis media akut bersamaan. [6]
Pergi ke:

Evaluasi
Uji laboratorium dan radiografi memiliki aplikasi terbatas dalam diagnosis dan evaluasi
konjungtivitis bakteri. Namun, kultur konjungtiva adalah jalur yang direkomendasikan dalam
kasus di mana ophthalmia neonatorum dicurigai, atau di mana sekret purulen yang berlebihan
membuat diagnosis infeksi gonokokal atau klamidia lebih mungkin terjadi. [1] [2]  Kultur
juga dapat diperoleh pada kasus konjungtivitis berulang atau pada kasus di mana terapi
gagal. [2]
Pergi ke:

Pengobatan / Penatalaksanaan
Penatalaksanaan konjungtivitis bakteri akut berpusat pada keputusan untuk memulai
antimikroba berdasarkan penilaian klinis dokter dan dengan pertimbangan manfaat
pengobatan, perjalanan alami penyakit jika tidak diobati, resistensi antibiotik, dan filosofi
penatalayanan antibiotik. Beberapa gambaran klinis membuat diagnosis konjungtivitis bakteri
lebih mungkin terjadi; namun, penyajiannya tetap bervariasi. Membedakan konjungtivitis
bakteri dari etiologi lain bisa jadi sulit, dan praktisi sering keliru dalam memberikan terapi
antibiotik empiris. [3] Penelitian telah menunjukkan bahwa sekitar 50 persen dari presentasi
konjungtivitis menular pediatrik dikaitkan dengan bakteri, sementara dokter meresepkan
antibiotik hingga 80 sampai 95 persen dari kasus ini.[3] [10]  Dokter mata menggunakan
terapi antimikroba dalam persentase kasus yang lebih kecil daripada dokter
umum. [3] [10]  Pengobatan dengan antibiotik topikal telah menunjukkan penurunan gejala,
peningkatan waktu resolusi, penurunan transmisi, dan mempercepat kembali ke sekolah atau
bekerja. [2] [3] [6] [7] 
Perjalanan alami konjungtivitis bakteri yang tidak diobati adalah resolusi infeksi dalam waktu
satu minggu. [4] Pertimbangan lain adalah pola resistensi berkelanjutan dari patogen mata
dan bakteri. [6]  Dengan pemahaman tentang variabel manajemen yang dijelaskan,
konjungtivitis bakteri tanpa komplikasi dapat diobati secara empiris dengan antibiotik
topikal, atau dikelola dengan harapan tanpa antimikroba. [2] Dalam kasus rumit yang
melibatkan pasien dengan immunocompromise, penggunaan lensa kontak, dan dugaan infeksi
gonokokal atau klamidia, terapi antibiotik harus diberikan. [2]Jika keputusan dibuat untuk
memulai pengobatan empiris, antibiotik yang dipilih harus berspektrum luas dan mencakup
bakteri okular gram positif dan gram negatif. [6] Aminoglikosida topikal, obat kombinasi
polimiksin B, makrolida, dan fluorokuinolon adalah agen oftalmik yang paling sering
diresepkan. [2] [6] [8]  Durasi pengobatan umumnya lima sampai tujuh hari. [6]
Baru-baru ini, data menunjukkan resistensi yang muncul terhadap sebagian besar kelas obat
ini. [6] Eritromisin topikal telah menjadi pilihan terapeutik selama bertahun-tahun; namun,
resistensi mikroba dan cakupan yang tidak memuaskan untuk Haemophilus influenzae telah
membatasi kegunaannya. Polymyxin B/trimethoprim topikal dan beberapa fluoroquinolones
secara efektif menangani sebagian besar kasus konjungtivitis bakteri
akut. [1] [6]  Fluoroquinolones yang lebih baru memiliki resistensi yang paling sedikit
didokumentasikan; Namun, harganya mahal. [6] Mereka harus menjadi pertimbangan di
daerah peningkatan resistensi antibiotik lokal. [1] [8]  Konjungtivitis bakteri sekunder akibat
infeksi gonokokal atau klamidia memerlukan pengobatan sistemik.[2] Antibiotik oral juga
diindikasikan pada kasus konjungtivitis bakteri dengan otitis media akut
bersamaan. [6] Ophthalmia neonatorum sekunder akibat Chlamydia
trachomatis membutuhkan eritromisin oral atau intravena selain eritromisin topikal selama 14
hari. [1] [11] [12]  Ketika gonore adalah penyebab infeksi bayi baru lahir, masuk rumah sakit,
dosis tunggal ceftriaxone intravena atau intramuskular, dan irigasi mata adalah terapi yang
diindikasikan sampai resolusi infeksi. [2]
Tindak lanjut untuk konjungtivitis bakteri akut harus didorong jika tidak ada perbaikan gejala
setelah satu sampai dua hari. [4]
Pergi ke:

Perbedaan diagnosa
Diagnosis banding untuk konjungtivitis bakteri meliputi konjungtivitis virus dan
alergi. [4] Keputihan yang jelas dan gatal-gatal lebih merupakan karakteristik dari alergi dan
infeksi virus. [2] [4]  Trauma juga dapat muncul dengan gejala yang mirip dengan
konjungtivitis yang berasal dari bakteri. Keratitis dan iridosiklitis harus disingkirkan sebagai
infeksi kornea, dan peradangan iris dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan. [4]
Pergi ke:

Prognosa
Prognosis untuk konjungtivitis bakteri tanpa komplikasi baik dengan resolusi lengkap dan
efek samping yang jarang terjadi dengan pengobatan antibiotik dan strategi manajemen
hamil. [2] [6]
Pergi ke:

Komplikasi
Komplikasi dari konjungtivitis bakteri jarang terjadi; namun, infeksi yang parah dapat
menyebabkan keratitis, ulserasi dan perforasi kornea, serta kebutaan. [2] [4] [6]
Pergi ke:

Konsultasi
Rujukan ke dokter mata adalah rekomendasi dalam kasus kehilangan penglihatan, tidak ada
respons terhadap pengobatan, infeksi berulang, keterlibatan kornea, dan nyeri atau keluarnya
cairan yang parah. [2]
Pergi ke:

Pencegahan dan Pendidikan Pasien


Pasien harus menerima pendidikan tentang tanda dan gejala yang berkaitan dengan
komplikasi konjungtivitis bakteri. Pemakai lensa kontak harus diinstruksikan untuk melepas
lensa sampai menyelesaikan kursus perawatan dan resolusi gejala. Pencegahan penularan
sangat penting, dengan penekanan pada cuci tangan. Remaja dan orang dewasa dengan
infeksi gonokokal atau klamidia harus mendapatkan konseling tentang praktik seks yang
aman dan pengobatan pasangan. [1] Pendidikan orang tua dan pengelola sekolah dapat
mengurangi hari-hari tidak masuk sekolah bagi anak. [3] [4] Setelah memulai pengobatan,
pasien anak dapat kembali ke kegiatan sekolah biasa. 
1 minggu yang lalu kakek Opta dan Opti, 54 tahun juga mengeluhkan muncul bintil-bintil air diatas
kelopak mata kiri yang terasa perih yang juga disertai pandangan yang kabur. Awalnya keluhan ini
hanya muncul dikelopak mata kiri, namun selanjutnya meluas ke dahi sebelah kiri. Pemeriksaan
oftamologis didapatkan: AVOD: 6/6, AVOS: 6/40 tidak dapat dikoreksi, pembesaran kelenjar limfe
preaurikuler kiri dan kanan (+), Hutchinson sign (+). Pemeriksaan palpebral: edema (+), bula (+)
meluas ke dahi kiri, konjungtiva OS: injeksi silier (+), injeksi konjungtiva (+). Kornea: defek epitel
berbentuk dendritik, hiposensibilitas. (hordeolum)

Hordeolum adalah infeksi bakteri akut yang ditemukan di kelopak mata. [1]  Infeksi ini
adalah kondisi umum, dan pasien sering datang ke dokter perawatan primer atau pusat
perawatan akut untuk evaluasi dan pengobatan. [2]   Pasien biasanya mengalami peradangan
kelopak mata yang menyakitkan dan eritematosa. Hordeolum dapat terbentuk di kelopak
mata luar dan umumnya disebut sebagai tembel. Ini juga dapat terbentuk di kelopak mata
bagian dalam dan dapat dengan mudah disalahartikan sebagai chalazion. [3]  Kondisi ini
sering berlangsung satu hingga dua minggu, sembuh sendiri, dan sering sembuh dengan
sendirinya. Ini dapat diobati dengan kompres hangat dan terapi pijat. Antibiotik topikal dapat
diindikasikan, dan dalam kasus yang jarang terjadi, pustula mungkin memerlukan
drainase. [3]
Pergi ke:

Etiologi
Biasanya disebabkan oleh  Staphylococcus  yang menginfeksi folikel bulu mata. Hordeolum
eksternal disebabkan oleh penyumbatan kelenjar sebaceous (Zeis) atau kelenjar keringat
(Moll). [4]   Penyumbatan terjadi pada garis bulu mata dan muncul sebagai area bengkak
merah yang menyakitkan yang berkembang menjadi pustula. Hordeolum internal disebabkan
oleh penyumbatan kelenjar Meibom, dan bentuk pustula pada permukaan bagian dalam
kelopak mata. [3]  Hordeola dapat muncul di kelopak mata atas dan bawah. [4]
Pergi ke:

Epidemiologi
Hordeolum adalah presentasi umum dalam praktik keluarga dan pengaturan perawatan
akut. [2]  Tidak ada korelasi langsung antara ras, jenis kelamin, atau jenis kelamin berkaitan
dengan prevalensi hordeolum. Orang dewasa mungkin lebih rentan karena peningkatan
viskositas sebum. Pasien dengan kondisi seperti blepharitis, dermatitis seboroik, rosacea,
diabetes, dan peningkatan lipid juga berisiko tinggi mengalami hordeola. [3]
Pergi ke:

Patofisiologi
Infeksi terjadi karena penebalan, pengeringan, atau stasis dari sekresi kelenjar Zeis, Moll,
atau Meibom. Kelenjar Zeis dan Moll adalah kelenjar siliaris mata. Kelenjar Zeis
mengeluarkan sebum dengan sifat antiseptik yang dapat mencegah pertumbuhan
bakteri. [2]  Kelenjar Moll menghasilkan imunoglobulin A, musin 1, dan lisosom yang
penting dalam pertahanan kekebalan terhadap bakteri di mata. [5]  Saat kelenjar ini tersumbat
atau tersumbat, pertahanan mata terganggu. Stasis dapat menyebabkan infeksi bakteri
dengan Staphylococcus aureus  sebagai patogen yang paling umum. [4]  Setelah respon
inflamasi lokal terjadi dengan infiltrasi oleh leukosit, kantong purulen atau abses
berkembang.
Pergi ke:

Sejarah dan Fisik


Sejarah hati-hati dan pemeriksaan fisik sangat penting. Pasien biasanya akan menyampaikan
serangan kelopak mata yang menyakitkan, merah, dan bengkak secara perlahan dan
berbahaya tanpa riwayat benda asing atau trauma. Ketajaman visual dapat terpengaruh jika
ukuran hordeolum menekan kornea. Pasien tidak boleh melaporkan nyeri okular, dan gerakan
ekstraokular mereka harus utuh dan tidak nyeri. Eritema terlokalisasi pada kelopak mata yang
terkena. Penyedia harus mencoba untuk menemukan pustula, dan kelopak mata mungkin
perlu dibalik, terutama untuk menemukan hordeolum internal. Penyedia harus menanyakan
tentang salah satu kondisi predisposisi untuk hordeolum, dan kondisi ini harus ditangani dan
dikelola dalam pengobatan. Setiap nyeri pada gerakan okular dengan pembengkakan
periorbital dan eritema merupakan indikasi selulitis orbita dan membutuhkan
penatalaksanaan dan pengobatan tambahan dan lebih agresif. Benjolan nyeri yang terus-
menerus atau berulang di mata mungkin merupakan indikasi karsinoma dan memerlukan
biopsi. Rujukan oftalmologi diindikasikan dalam situasi ini.[2] [6] [3]
Pergi ke:

Evaluasi
Biasanya, tidak ada tes diagnostik yang terkait dengan hordeolum, dan ini merupakan
diagnosis klinis. Jarang, pengujian dan pencitraan tambahan akan diperlukan jika terjadi
komplikasi, dan infeksi menyebar dan menyebabkan selulitis periorbital atau orbital. Kadang-
kadang, hordeolum internal dapat menyebabkan iritasi kornea, dalam hal ini penyedia dapat
menodai mata dengan fluorescein untuk memastikan tidak ada abrasi kornea. [2]
Pergi ke:

Pengobatan / Penatalaksanaan
Dalam banyak kasus, lesi dapat mengering secara spontan tanpa perawatan apa pun. Kompres
hangat juga bermanfaat, begitu juga pijatan ke area tersebut. Ini sering dilihat sebagai standar
emas. Kompres hangat ditujukan untuk melembutkan jaringan granulomatosa dan
memfasilitasi drainase. Tidak ada penelitian konklusif hingga saat ini, yang menunjukkan
bahwa metode ini saja dapat mempersingkat durasi atau hasil yang lebih baik. Pijat kelopak
mata dimaksudkan untuk membantu mengeluarkan drainase purulen dari kelenjar yang
terinfeksi. Lulur tutup dengan saline atau sampo ringan (mis., sampo bayi) yang bebas air
mata dan seimbang pH, dapat meningkatkan drainase dengan membersihkan kotoran dari
saluran yang tersumbat. Sabun juga dapat membantu menghilangkan bakteri dengan
memecah membran sel, dan juga dapat mengobati penyebab hordeolum eksternal,
blepharitis. [1] Perhatian yang cermat harus diberikan pada kompres dan pijatan untuk
hordeolum interna, karena hal ini dapat menyebabkan iritasi atau deformasi pada kornea. [7] 
Lesi yang menetap atau lesi yang lebih besar mungkin memerlukan terapi
antibiotik. Perawatan ini dapat membantu mempersingkat durasi dan keparahan. Salep
antibiotik makrolida seperti salep mata eritromisin sering digunakan dan memiliki manfaat
tambahan untuk pelumasan. Jika pembengkakan signifikan dan menyebabkan tekanan pada
kornea, steroid topikal dapat digunakan dalam waktu singkat. [8]  Jika infeksi menyebar dan
berkembang menjadi selulitis periorbital atau orbita, diperlukan antibiotik sistemik. [2]  Insisi
dan drainase abses persisten mungkin diperlukan. [9]  Dokter mata harus melakukan insisi
dan drainase dengan anestesi lokal. Spesimen harus dikirim ke bagian patologi untuk
menyingkirkan penyakit yang lebih serius, termasuk karsinoma.
Pergi ke:

Perbedaan diagnosa
 Karsinoma sel basal
 Kalazion
 Pneumo-Orbita (jarang)
 selulitis preseptal
 Karsinoma kelenjar sebaceous
 Karsinoma sel skuamosa

Nenek Opta, 52 tahun juga mengeluhkan kondisi mata kanan 6/6E, mata tenang. Kondisi mata kiri
visus 3/60, mata tenang dan sering merasa nyeri pada bola mata. Pada mata kiri dilakukan pinhole
tidak maju dan setelah dilakukan koreksi juga tidak maju. Kemudian pada pasien disarankan
melakukan pemeriksaan persepsi warna, proyeksi sinar, tonometri, konfrontasi dan refleks fundus.
Jelaskan mengenai beberapa penyakit mata yang dialami oleh keluarga Opti? (glaukoma)

Glaukoma adalah suatu kelainan neuropati optik kronik dengan ciri khas

adanya cupping pada diskus N. Opticus dan hilangnya lapang pandang, dengan

peningkatan TIO sebagai salah satu faktor risiko. Glaukoma dibagi mejadi

beberapa golongan besar, yaitu: glaukoma primer, glaukoma sekunder, glaukoma

kongenital, dan glaukoma absolut.1

Glaukoma primer adalah glaukoma yang terjadi tanpa dikaitkan dengan

penyakit mata lain. Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang kejadiannya

berkaitan dengan penyakit mata lain. Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang

terjadi sejak neonatus. Dan glaukoma absolut merupakan jenis glaukoma yang

tidak terkontrol karena terapi yang tidak adekuat, biasanya keras, nyeri hebat, dan

disertai kebutaan.1

Peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma terjadi karena terganggunya

aliran aqueous humor yang berdampak pada kelainan sistem drainase pada COA

(pada glaukoma sudut terbuka) atau terganggunya jalan aqueous humor ke sistem

drainase (pada glaukoma sudut tertutup).1


9

2.1.2. Epidemiologi

Kasus glaukoma primer sudut terbuka banyak terjadi pada ras kulit hitam (negroid) dan

ras kulit putih (caucasian). Sedangkan kasus glaukoma primer sudut tertutup banyak terjadi

pada ras Asia dan Inuit.1

Prevalensi glaukoma di Indonesia hasil Jakarta Urban Eye Health

Study tahun 2008 untuk glaukoma primer sudut tertutup 1,89%, untuk glaukoma primer sudut

terbuka 0,48%, dan untuk glaukoma sekunder 0,16%. Dan berdasarkan data dari Riskesdas

oleh Kemenkes tahun 2007, responden yang didiagnosis glaukoma oleh tenaga kesehatan

sebesar 0,46%. Dengan persentase tertinggi berada di Provinsi DKI Jakarta (1,85%), dan

terendahnya ada di Provinsi Riau (0,04%).2

Studi epidemiologi yang diterbitkan oleh British Journal of Ophthalmology melaporkan

pada tahun 2010 bahwa jumlah angka kejadian glaukoma di wilayah Asia Tenggara sebesar

2,38%. Angka kejadian glaukoma sudut terbuka di Asia Tenggara sebesar 4,7% dari total

kejadian glaukoma sudut terbuka di seluruh dunia. Sedangkan untuk angka kejadian

glaukoma sudut tertutup di Asia Tenggara sebesar 13,6% dari total kejadian glaukoma sudut

tertutup di seluruh dunia8

2.1.3. Glaukoma Primer Sudut Tertutup

Glaukoma sudut tertutup merupakan kelainan neuropati optik berupa edema diskus N.

II disertai oklusi sudut iridokorneal dan gejala-gejala penutupan trabecular meshwork oleh

iris perifer.9

Pada glaukoma primer sudut tertutup, peningkatan tahanan pada margo pupil

meningkatkan gradien tekanan antara COA dan camera oculi posterior (COP). Iris

mempunyai bentuk khas berupa penonjolan ke depan yang memicu penyempitan sudut

iridokorneal. Perlekatan iris perifer ke trabecular meshwork bisa mengobstruksi sudut

iridokroneal dan akan meningkatkan TIO dan terbentuknya sinekia anterior perifer

(penutupan sudut primer). Jika derajat blok pupil relatif tinggi dan sudut iridokorneal sudah

sangat sempit akan terjadi obstruksi sudut total, dan TIO meningkat tajam sehingga mengarah

10

ke serangan akut (glaukoma primer sudut tertutup akut). Jika derajat blok pupil relatif rendah

dan trabecular meshwork tertutup sebagian kecilnya saja, TIO akan meningkat perlahan yang
akan mengarah ke degenerasi N. II secara progresif dan kronik (glaukoma primer sudut

tertutup kronik)10

Faktor risiko glaukoma primer sudut tertutup meliputi ras, biometri mata, jenis kelamin,

riwayat keluarga, dan status refraksi. Prevalensi glaukoma primer sudut tertutup pada pasien

di atas umur 40 tahun tertinggi ada pada ras Asia, Afrika, dan Inuit. Beberapa ras sering

muncul kejadian glaukoma primer sudut tertutup akut. Sedangkan ras Afrika dan Asia lebih

sering muncul kejadian glaukoma primer sudut tertutup yang kronik. Secara biometrik, risiko

glaukoma sudut tertutup meningkat pada COA yang dangkal, lensa yang tebal, peningkatan

kurvatura anterior lensa, panjang axial yang pendek, dan diameter serta jari-jari kurvatura

kornea yang kecil. Prevalensi glaukoma sudut tertutup meningkat mulai usia 40 tahun ke atas,

dikarenakan lensa yang semakin menebal dan semakin maju ke depan yang memicu kontak

lensa dengan margo pupil (kontak iridolentikular). Kejadian glaukoma sudut tertutup primer

2 sampai 4 kali lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria. Riwayat keluarga juga

meningkatkan risiko terjadinya glaukoma primer sudut tertutup, bahkan sampai 6 kali lipat

pada ras Cina. Dan kejadian glaukoma primer sudut tertutup lebih sering terjadi pada mata

dengan hipermetropi/rabun dekat.11

Pemeriksaan fisik terkadang kurang membantu dalam penegakan diagnosis glaukoma.

Sehingga dibutuhkan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan

untuk penegakan diagnosis dan penentuan dari derajat dari glaukoma adalah pemeriksaan

tonometri, funduskopi, kedalaman COA, gonioskopi (untuk melihat sudut iridokorneal dan

kontak iridotrabekular), dan perimetri (untuk melihat progresivitas penurunan lapang

pandang).9

11

Manifestasi klinis glaukoma primer sudut tertutup bermacam-macam, tergantung dari

stadium klinisnya. European Glaucoma Society membagi glaukoma primer sudut tertutup

menjadi lima stadium, yaitu: Primary Angle-Closure Suspect (PACS), Acute Angle-Closure

(AAC), Intermittent Angle-Closure (IAC), Chronic Angle-Closure Glaucoma (CACG),

Status Post-Acute Angle-Closure Attack.9

Pada stadium PACS akan timbul tanda dan gejala berikut9

 TIO normal
 Terdapat kontak iridotrabekular pada 2 kuadran atau lebih

 Tidak ada sinekia anterior perifer

 Tidak ada gejala tunnel vision

 Tidak ada tanda glaukoma berupa neuropati optik

Pada stadium AAC akan timbul tanda dan gejala berikut9

 TIO >21 mmHg, sering mencapai 50-80 mmHg

 Tajam penglihatan menurun

 Edema kornea disertai COA yang dangkal

 Kontak iridokorneal 360o

 Konesti vena dan injeksi siliaris

 Pupil setengah midriasis disertai reflek pupil menurun atau tidak ada

 Papiledema diskus N. II

 Bradikardi atau aritmia

 Penglihatan kabur, tekadang ada “halo” di sekitar cahaya yang dilihat

 Nyeri

 Sakit kepala bagian frontal pada sisi mata yang terkena serangan

12

 Terkadang disertai mual dan muntah

 Terkadang disertai palpitasi dan kram perut

Pada stadium IAC akan timbul tanda dan gejala berikut9

 Tanda bervariasi tergantung banyaknya kontak iridotrabekular, bisa menyerupai gejala

AAC dengan gejala yang lebih ringan

 Bisa terdapat atrofi diskus N. II dengan defek pada reflek pupil

Pada stadium CACG akan timbul tanda dan gejala berikut9

 Sinekia anterior perifer pada berbagai sudut saat pemeriksaan gonioskopi

 TIO >21 mmHg, meningkat tergantung banyaknya kontak iridotrabekular

 Tajam visus sesuai status fungsional (bisa normal)

 Terdapat kerusakan pada papil N. II


 Terdapat tunnel vision

 Gangguan penglihatan sesuai status fungsional

 Biasanya tidak nyeri, hanya terasa tidak nyaman

Pada stadium Status Post-Acute Angle-Closure Attack akan timbul tanda dan gejala

berikut9

 Terdapat sinekia anterior perifer

 Atrofi iris sebagian

 Reflek pupil menurun atau tidak ada

 Terdapat glaukomflecken (kekeruhan pada korteks lensa anterior yang terdiri dari

jaringan epitel lensa yang nekrosis dan korteks subepitel yang terdegenerasi) pada

permukaan lensa anterior

13

Gambar 1. Atrofi Iris12

Gambar 2. Glaukomflecken13

Gambar 3. Tunnel vision pada penderita glaukoma14

Gambar 4. Perbedaan diskus N. II pada orang sehat dan orang penderita glaukoma15

14

2.1.4. Terapi

Tujuan terapi glaukoma adalah untuk menghentikan atau memeperlambat progresivitas

glaukoma. Dan untuk mencapainya target tersebut, pengobatan untuk glaukoma saat ini

berfokus pada penurunan TIO.16 Secara garis besar terapi glaukoma ada dua macam, yaitu

terapi farmakologis dan terapi pembedahan, baik dengan cara biasa (operatif) atau dengan

bantuan laser1

Secara garis besar farmakodinamik obat-obat glaukoma ada 4 macam, yaitu:

menurunkan produksi aqueous humor, melancarkan aliran aqueous humor, reduksi volume

korpus vitreum, obat-obatan lainnya (miotikum, midriatikum, sikloplegik)1

Secara umum, terapi laser dan operatif yang sering dilakukan untuk mengelola

glaukoma yaitu: iridotomi, iridektomi, dan iridoplasti peifer; trabekuloplasti laser, operasi

drainase glaukoma, dan prosedur siklodestruktif.1

Terapi operatif diindikasikan ketika terapi


farmakologis dan terapi laser tidak bisa mencegah, menghentikan, atau menghambat

progresivitas dari penyakit. Terapi operatif merupakan tantangan, utamanya pada glaukoma

yang advanced karena bisa disertai komplikasi dan kegagalan terapi. Terapi operatif yang

biasanya dilakukan adalah trabekulektomi.17

Faktor-faktor yang harus diperhatikan ketika menentukan target TIO meliputi18-20:

 Stadium glaukoma

 TIO sebelum terapi

 Umur dan harapan hidup

 Laju progresivitas saat follow-up

 Adanya faktor risiko lain

 Efek samping dan risiko terapi

 Preferensi pasien

15

Kriteria keberhasilan terapi operatif glaukoma dilihat dari TIO pasca operasi dan

kebutuhan obat antiglaukoma. Kriteria keberhasilan tersebut dibagi menjadi 3 kriteria,

yaitu21:

 Complete Success (TIO 6-21 mmHg tanpa tambahan obat anti glaukoma)

 Qualified success (TIO 6-21 mmHg dengan tambahan obat anti glaukoma)

 Failure (TIO <6 mmHg atau >21 mmHg meskipun dengan tambahan obat

antiglaukoma)

2.1.5. Trabekulektomi

Trabekulektomi merupakan prosedur yang dilakukan dengan membuat saluran bypass

untuk aqueous humor agar mengalir langsung dari COA ke jaringan subkonjungtiva dan

orbita.1 Operasi ini biasanya efektif dalam menurunkan tekanan intraokuler secara bermakna.

Trabekulektomi telah banyak dilakukan secara dini sebagai terapi glaukoma.22

Trabekulektomi dianggap sebagai baku emas dari terapi operatif non-penetrating pada

glaukoma. Trabekulektomi juga merupakan terapi operatif yang sering dikembangkan dengan

cara yang baru dan lebih efektif dan aman.17

Trabekulektomi mempunyai beberapa komplikasi, dan yang paling sering adalah

fibrosis pada jaringan episklera. Hal tersebut dapat memicu menutupnya kembali jalur

drainase baru yang telah dibuat. Terapi tambahan perioperatif dan pasca operasi dengan anti
metabolit seperti 5-fluorourasil dan mitomisin C dosis rendah dapat menurunkan risiko

komplikasi tersebut dan dapat mengontrol tekanan intraokuler lebih baik. Tetapi bisa terjadi

komplikasi yang ditimbulkan oleh bleb yang timbul pada mata pasca operasi. Kelainan

tersebut berupa rasa tidak nyaman pada mata yang menetap, infeksi bleb, atau makulopati

karena keadaan hipotonik pada mata yang menetap.1

16

2.2. Fakoemulsifikasi

Fakoemulsifikasi-atau disebut juga “fako”-merupakan operasi pengangkatan katarak

dengan mengemulsifikasikan lensa dengan energi ultrasonik. Fakoemulsifikasi juga

merupakan salah satu jenis operasi ekstraksi katarak ekstrakapsular dengan membuat insisi

kecil pada kornea tanpa dibutuhkan proses penjahitan.1,22

Laporan tentang hasil fakoemulsifikasi dengan implan lensa pada kasus penutupan

sudut iridokorneal akut, kronik, dan sekunder dengan/tanpa disertai glaukoma

menggambarkan hasil yang sangat baik. Namun peran pasti lensektomi pada glaukoma

primer sudut tertutup masih belum dapat dibuktikan. Suatu studi seri kasus menunjukkan

bahwa ekstraksi katarak berhubungan dengan penurunan TIO yang baik dan penurunan

kebutuhan obat-obatan untuk mengontrol TIO.23

Beberapa seri kasus atau penelitian randomized clinical trial telah dilakukan untuk

menentukan nilai dan risiko komparatif beserta efektivitas dari operasi lensa-baik operasi

lensa yang normal maupun lensa katarak-dibandingkan terapi farmakologis, iridotomi perifer

dengan laser, iridoplasti laser, dan operasi-operasi filtrasi glaukoma lainnya untuk

manajemen penutupan sudut primer akut dan kronik dan untuk pencegahan glaukoma sudut

tertutup kronik. Keduanya dilakukan setelah iridotomi laser perifer dan dibandingkan.

Operasi katarak pada glaukoma primer sudut tertutup secara umum lebih menantang dan

rentan terhadap komplikasi daripada mata normal atau mata dengan glaukoma primer sudut

terbuka karena adanya COA yang dangkal, lensa yang lebih lebar, edema kornea, miosis mata

yang jelek, sinekia posterior yang ekstensif, jumlah sel endotelial yang lebih rendah, zonula

yang lebih lemah, khususnya setelah serangan akut. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lai

dkk., TIO pasca fakoemulsifikasi menurun dari 19.7 ± 6.1 mmHg (rentang nilai TIO 11

mmHg-40 mmHg) ke 15.5 ± 3.9 mmHg (rentang nilai TIO 9 mm Hg-26 mm Hg) pada

follow-up terakhir.4,23-26
17

2.3. Fako-Trabekulektomi

Glaukoma primer sudut tertutup sering dilakukan juga terapi kombinasi trabekulektomi

dan fakoemulsifikasi, atau sering disebut sebagai fako- trabekulektomi. Suatu penelitian yang

meneliti glaukoma primer sudut tertutup kronis disertai dengan katarak melaporkan bahwa

operasi fako-trabekulektomi menimbulkan komplikasi operasi yang lebih signifikan

dibandingkan operasi dengan fakoemulsifikasi saja. Tajam penglihatan dan progresivitas

glaukoma tidak berbeda antara kedua kelompok perlakuan tersebut.7

Peneltian yang dilakukan oleh Song dkk. tentang perbedaan luaran klinis pasca

trabekulektomi dan fako-trabekulektomi secara umum, tidak didapatkan adanya perbedaan

luaran klinis yang signifikan di antara keduanya. Rata-rata TIO menurun dari 21.3±7.9

mmHg menjadi 12.2±3.9 mmHg dalam 12 bulan pada kedua kelompok pasien. Tidak ada

perbedaan signifikan antara kedua kelompok pada rata-rata TIO, jumlah kebutuhan obat

antiglaukoma, dan tajam visus dengan pemeriksaan logMAR.5

2.4. Tekanan Intraokuler (TIO)

Tekanan intraokuler merupakan salah satu faktor risiko yang penting dalam

peningkatan progresivitas glaukoma dan dapat dikendalikan dibandingkan faktor risiko

lainnya. TIO rata – rata berkisar sekitar 10 – 21 mmHg. Antara mata kanan dan kiri biasanya

mempunyai tekanan intraokuler yang sama besar dan terdapat variasi diurnal.

11

Untuk memahami tentang TIO, perlu pemahaman dahulu tentang dinamika aqueous

humor. Aqueous humor diproduksi di COP dan mengalir melalui pupil ke COA. Aqueous

humor keluar dari ruang intraokuler melalui trabecular meshwork dan mengalir ke kanal

Schlemm sebelum akhirnya masuk ke drainase vena episklera. Sebagian aqueous humor juga

keluar dari ruang intraokuler melalui jalur uveoskleral, yakni melalui iris perifer dan otot

siliaris yang diteruskan ke celah suprakoroid dan sklera.11

18

Gambar 5. Rute aliran aqueous humor27

Hubungan antara faktor-faktor tersebut dan TIO telah dirangkum dalam persamaan

Goldmann yang ditulis dengan persamaan berikut11:


Tekanan intraokuler (mmHg)

Laju produksi aqueous humor (µL/min)

Aliran aqueous humor (µL/min/mmHg)

Tekanan vena episklera (mmHg)

Dari rumus tersebut, faktor utama pengendali tekanan intraokuler adalah produksi

aqueous humor, aliran aqueous humor, dan tekanan vena episklera. Ketiga faktor ini masing

– masing dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:

1) Produksi aqueous humor

 Variasi diurnal11,28,29

 Faktor sistemik (hipotensi, hipotermia, asidosis, penurunan aliran darah korpus

siliaris28.30

 Olahraga aerobik11,28,31

19

 Trauma & inflamasi intraokuler11,28

 Obat anestesi umum dan obat penurun tekanan darah sistemik11,28

2) Aliran aqueous humor

 Terapi operatif glaukoma32,33

 Obat-obat antiglaukoma32,33

3) Tekanan vena episklera

 Posisi tubuh11,34

 Penyakit pada kepala dan leher11,34

 Batuk, mengejan, manuver valsava11,34

 Tekanan darah sistemik

Anda mungkin juga menyukai