Anda di halaman 1dari 102

PANDANGAN HUKUM ISLAM TENTANG OPERASI KEPERAWANAN

SEBAGAI ALASAN UNTUK MEMPERLANCAR PERNIKAHAN

Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah
(S.Sy)

Oleh:

Andre Irawan

1111043100006

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQIH

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN

HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H / 2016 M
Transliterasi dan Singkatan

A. Transliterasi
1. Konsonan:

‫= ب‬b ‫=ز‬z ‫=ف‬f


‫= ت‬t ‫=س‬s ‫=ق‬q
‫= ث‬s ‫ = ش‬sy ‫=ك‬k
‫ج‬ =j ‫ = ص‬sh ‫=ل‬l
‫ح‬ =h ‫=ض‬d ‫=م‬m
‫خ‬ = kh ‫ = ط‬th ‫=ن‬n
‫د‬ =d ‫ = ظ‬zh ‫=و‬w
‫ذ‬ =z ‫‘=ع‬ ‫=ه‬h
‫ر‬ =r ‫ = غ‬gh ‫=ي‬y

Hamzah ( ‫ ) ء‬yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apa pun,
dengan tanda: ( ‘ ). Ada pun alif ( ‫ ) ا‬selalu ditulis menurut vokalnya,

kecuali alif dengan maddat (panjang) dan alif maqsûrat ditulis (â).
2. Vokal dan Diftong:
Vokal atau bunyi (a), (i) dan (u) ditulis dengan ketentuan sebagai
berikut:
Pendek panjang
fathat a â
kasrat i î
dammat u û
Diftong yang sering dijumpai dalam transliterasi ialah (ay) dan (aw),
misalnya, ghayb dan lawh.
3. Kata sandang (al) ditulis dengan huruf kecil, kecuali jika terletak pada
permulaan kalimat , awal nama diri, tempat dan judul buku.
4. Ta”marbûthat ( ‫ ) ة‬pada umumnya ditulis dengan (t), kecuali akhir
nama diri dan tempat ditulis dengan (h).

ii
5. Kata atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata atau kalimat arab yang belum sama se
Adapun kata-kata dan kalimat-kalimat yang sudah menjadi bagian dari bahasa Indonesia, atau su
B. Singkatan

H.= tahun Hijrah


hal.= halaman
M.= tahun Masehi
Q.= al-Quran
S:= Sûrat ( ‫) س[[ورة‬, bagian dari al-Quran SWT. = Subhânah wa ta’âlâ ( ‫ ) لي ت[[[ع[ا و نه[ س [ب[[[حا‬SAW.

T. pn. = Tanpa penerbit


T. tp. = Tanpa tempat penerbit
t.t = tanpa tahun penerbit
w. = tahun wafat
H.R. = Hadist Riwayat
r.a. = radiya Allâh ‘anh
C. Daftar istilah Arab disusun menurut urutan abjad latin, tidak menurut
urutan huruf hijâiyat (aksara Arab). Dua istilah atau lebih, yang berasal
dari satu akar kata, tidak mesti ditulis berurutan menurut tashrif-nya,
misalnya kata nâsikh dan mansûkh. Kata nâsikh ditempatkan pada urutan
huruf (N) sedang kata mansûkh ditempatkan pada urutan huruf (M). Daftar
istilah Arab ini ditempatkan pada bagian akhir buku ini.

iii
ABSTRAK
Andre Irawan, NIM: 1111043100006, Pandangan Hukum Islam Tentang
Operasi Keperawanan Sebagai Alasan Untuk Mempermudah Pernikahan.
Konsentrasi Perbandingan Madzhab Fiqih Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Memasuki abad modern dan perkembangan zaman maju pesat, sebagai


indikatornya adalah semakin banyak dan canggihnya teknologi yang ditemukan pada
berbagai bidang. Salah satu bidang yang selalu melakukan penelitian dan menemukan
teknologi baru untuk memecahkan masalah adalah bidang kedokteran. Hal itu dilatar
belakangi oleh munculnya berbagai penyakit baru dan kasus-kasus kesehatan yang
tidak dapat disembuhkan dengan menggunakan metode lama. Sebuah teknologi baru
yang ditemukan adalah operasi pengembalian selaput dara wanita. Penemuan
teknologi dan terobosan baru selain memecahkan berbagai masalah dibidang
kesehatan dan kedokteran juga memunculkan satu masalah dibidang hukum Islam,
yaitu bagaimana pandangan hukum Islam tentang teknologi baru tersebut. Dalam hal
ini penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang teknologi baru dalam
bidang kedokteran, yaitu pengembalian selaput dara wanita. Karena setelah mencari
berbagai hasil penelitian hukum Islam tentang praktek kedokteran, penulis belum
menemukan pembahasan tentang pandangan hukum Islam tentang operasi
keperawanan sebagai alasan mempermudah pernikahan. Karena penelitian ini sangat
membantu bagi masyarakat awam yang belum mengetahui seluk beluk tentang
penyebab rusaknya selaput dara di luar berzina.
Metode penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan empiris serta wawancara terhadap ulama kontemporer saat ini. Adapun
teknik pengumpulan data dilakukan dengan penelusuran terhadap buku dan dokumen-
dokumen yang berkaitan dengan operasi selaput dara ini.
Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan tentang penyebab rusaknya selaput
dara wanita yang disebabkan diluar berzina. Kerangka konseptual yang penulis
gunakan adalah konsep maslahah untuk mengetahui apakah hal tersebut
diperbolehkan dalam Islam. Setelah meneliti dan menelaah serta menganalisi, penulis
dapat menarik kesimpulan bahwa hukum Islam tidak memperbolehkan melakukan
operasi keperawanan ini, adapun yang membolehkan operasi ini dilakukan dengan
alasan syarat tertentu dengan penyebab rusaknya selaput dara ini diluar berzina.
Kata kunci : Operasi selaput dara, perawan, Pernikahan.

Pembimbing : Dr. H. Fuad Thohari, M.Ag. dan Dra. Hj. Afidah Wahyuni, M.Ag.

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah member
Shalawat teriring salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Agung, Nabi Muhammad
mendapatkan syafa’at-Nya kelak.

Tanpa adanya dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak tidaklah

mungkin skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membimbing,

membantu dan memotivasi penulis, terutama:

1. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA, Ph.D. Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag, M.Si., Ketua Program Studi

Perbandingan Madzhab dan Hukum. Juga kepada Ibu Hj. Siti Hanna,

S.Ag, Lc, MA, Sekretaris Program Studi Perbandingan Madzhab dan

Hukum yang sekaligus merangkap sebagai Dosen Pembimbing Akademik

ii
i

yang selama ini telah memberikan nasehat serta bimbingannya kepada penulis selama masih dal
Bapak Dr. H. Fuad Thohari, M.Ag dan Ibu Dra. Hj. Afidah Wahyuni, M.Ag. Dosen Pembimbing
Seluruh Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah membekali dengan ilmu yang berharga,
Bagian administrasi dan tata usaha yang telah banyak membantu

memberikan kelancaran kepada penulis dalam proses penyelesaian

prosedur kemahasiswaan, serta pemimpin dan segenap karyawan

Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan khususnya

Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, yang telah berkenan

meminjamkan buku-buku penunjang, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

6. Orang tua tercinta, Ayahanda Paijan dan Ibunda Suharti yang sangat

berperan dalam mengasuh, mendidik dan membimbing penulis dengan

penuh kesabaran dan pengertian. Serta tiada henti memberikan do’a dan

dukungan baik secara moril maupun materil, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.


i

Adik tercinta Reno Ramadhani, dan Giska Putri Maharani, yang senantiasa mendoakan dan mem
Ust. H. Ahmad Muzakki Kamali. Lc. dan Teman-teman Sahabat Sholawat, Yang senantiasa men
Teman-teman PMF angkatan 2011 yang selalu membantu, mendukung dan menemani selama p
Terimakasih kepada Nurhayati yang selalu memberikan semangat,

motivasi, dan selalu bersedia mendengarkan keluh kesah selama proses

penulisan skripsi ini.

11. Semua pihak yang telah membantu, serta memberi nasehat, sehingga

terselesaikannya penulisan skripsi ini.

Akhirnya penulis hanya bisa berdoa dan berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis dan para pembaca, dan semoga mereka yang telah

membantu diberikan ganjaran yang setimpal. Amin.

Jakarta, 20 Agustus 2015

(Penulis)
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada

semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan.

Pernikahan adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi

makhluk-Nya untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya. 1 Nikah,

menurut bahasa al-jam’u dan al-dhamu yang artinya kumpul.2 Makna nikah

bisa diartikan dengan ‘aqdu al-tazwij yang artinya akad nikah.

Definisi yang hampir sama dengan yang di atas juga dikemukakan

oleh Rahmat Hakim, kata nikah berasal dari Bahasa Arab nakaha – yankihu –

nikahun yang merupakan masdar atau asal kata dari kata kerja fil’il madhi

nakaha, sinonimnya tazawwaja kemudian diterjemahkan dalam Bahasa

Indonesia sebagai perkawinan. Kata nikah sering juga dipergunakan sebab

telah masuk dalam bahasa Indonesia.3 Beberapa penulis terkadang

menyebutkan pernikahan dengan kata perkawinan. Dalam Bahasa Indonesia,

perkawinan berasal dari kata kawin, yang menurut bahasa, artinya membentuk

keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.

1
Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat 1, (Bandung: Pustaka Setia,
1999), hal. 9.
2
Sulaiman Al-Mufarraj, Bekal Pernikahan: Hukum, Tradisi, Hikmah, Kisah, Syiar,
Wasiat, Kata Mutiara, Alih Bahasa, Cipta Persada, (Jakarta: Qisthi press, 2003), hal. 5.
3
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hal.
11.

1
2

Istilah “kawin” digunakan secara umum, untuk tumbuhan, hewan, dan

manusia, dan menunjukkan proses generative secara alami. Berbeda dengan

itu, nikah hanya digunakan pada manusia karena mengandung keabsahan

secara hukum nasional, adat istiadat, dan terutama menurut agama.

Allah SWT dengan segala kekuasaan-Nya telah menciptakan alam dan

segala makhluk yang ada di bumi ini. Setiap makhluk yang diciptakan-Nya

mempunyai beberapa macam. Pertama, makhluk nabati (tumbuh-tumbuhan),

kedua, makhluk hewani (binatang), ketiga, makhluk insani (manusia). Semua

makhluk ini terdiri dari dua jenis yang saling berpasang-pasangan. Bagi

makhluk nabati dan hewani ada jenis jantan dan betina, sedangkan pada

makhluk insani ada jenis laki-laki dan perempuan. Hikmah diciptakannya

segala jenis makhluk ini agar saling membutuhkan dan memerlukan sehingga

dapat hidup berkembang.4

Dalam ajaran Islam, pernikahan merupakan suatu hal yang fitrah dan

memiliki nilai-nilai yang agung yang berbeda dengan ajaran-ajaran lainnya.

Ajaran Islam juga memyempurnakan tata cara pernikahan yang baik

(menghindari sifat-sifat kebinatangan) dan berusaha untuk menempatkannya

pada kedudukan yang mulia guna mengatur hubungan antara laki-laki dengan

perempuan yang berderajat tinggi dan menempatkan keduannya itu sebagai

makhluk yang mulia. Dengan adanya ikatan tali pernikahan, keduanya dapat

4
Amir Taat Nasution, Rahasia Perkawinan Dalam Islam (Jakarta: Pedoman Ilmu
jaya, 1994), hal. 1-2.
3

saling membutuhkan, saling mengisi dan berbagi perasaan suka maupun duka

dalam kehidupan berumah tangga. Semuanya ini Allah SWT jadikan antara

keduanya itu untuk menyempurnakan kehidupan manusia, dari laki-laki dan

perempuan ini selanjutnya menurunkan keturunan-keturunan lainnya.

Dalam kehidupan berumah tangga, suami dapat hidup dengan tenang

bersama istrinya tempatnya mengadu dan mencurahkan segala keluh

kesahnya, berbagi perasaan dengan harapan istrinya dapat meringankan beban

yang dipikulnya. Dengan demikian suami dapat menemukan ketenangan batin

dan jiwa yang sempurna serta dapat membangun keluarga yang penuh

kedamaian, kecintaan dan kasih sayang. Di satu sisi, dalam menjalankan,

membangun dan membina kehidupan berumah tangga terkadang terdapat

gelombang-gelombang yang datang secara perlahan-lahan.5

Kehidupan berumah tangga diibaratkan sebagai suatu perjalanan

dalam mengarungi samudera untuk mencapai tepian dermaga pada suatu

pulau yang menjadikan tujuan. Dalam mengarungi samudera ini tentu banyak

menghadapi berbagai gelombang. Keadaan seperti ini bukan hanya dialami

pada orang tertentu, tetapi setiap insan yang bernafas baik yang telah

5
Dwi Novie, Pengaruh Seks Bebas Terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja.
diakses tanggal 12 maret 2015 dari http://ceria.bkkpn.go.id/penelitian/detail/209
4

membina rumah tangga atau sedang membina rumah tangga mengalami

hempasan gelombang tersebut.6

Berkaitan dengan gelombang (problematika) yang ditemukan dalam

kehidupan berumah tangga, yang belakangan ini muncul yakni tentang

keperawanan. Permasalahan ini nampaknya sering terjadi atau bahkan

menjadi permasalahan yang sangat universal terjadi pada orang-orang yang

baru membangun kehidupan berumah tangga (pengantin baru). Hasil survey

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tentang kondisi

siswa (SMP dan SMA) di Indonesia terutama penelitian di kota-kota besar,

ternyata hasilnya cukup mengejutkan. Diperoleh data, 63% siswa dinyatakan

tidak perawan atau sudah pernah melakukan hubungan intim. Dari jumlah

tersebut, 21% pernah melakukan aborsi. Pertumbuhan seks pranikah di

kalangan siswa cukup tinggi. Pada tahun 2005-2006, jumlah siswa tidak

perawan masih berkisar 47,54%. Jadi dalam kurun dua tahun saja telah

meningkat 15,46%. Dari lokasi penelitian menunjukkan, Medan, Binjai, dan

Langkat sebagai salah satu kota besar penyumbang angka tertinggi.7

Di dalam al-Qur’an, Allah SWT telah memperingatkan umatnya untuk

menjaga kemaluannya. Karena tak jarang, keteledoran dan hawa nafsu

6
Dwi Novie. Pengaruh Seks Bebas Terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja.
diakses tanggal 12 maret 2015 dari http://ceria.bkkpn.go.id/penelitian/detail/209

7
Dwi Novie. Pengaruh Seks Bebas Terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja.
diakses tanggal 12 maret 2015 dari http://ceria.bkkpn.go.id/penelitian/detail/209
5

duniawi sesaat justru berdampak bagi kehilangan kehormatan diri. Untuk itu

Alllah SWT berpesan kepada umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan,

untuk benar-benar menjaga kemaluannya.

Dengan demikian jelas, melalui ayat di atas Allah SWT mengingatkan

umat Islam untuk menjaga kemaluannya. Allah SWT, karenanya, jelas-jelas

mengaitkan sikap menjaga kemaluan ini dengan Azka (lebih suci) bagi

mereka. Siapa yang menjaga kemaluannya, berarti menjaga kesuciannya.

Menurut Jefry al-Bukhari, dalam karyanya Sekuntum Mawar untuk Remaja,

pesan Islam untuk pergaulan Remaja, orang yang tidak sanggup menjaga

kesucian dan kehormatan, maka ia adalah pribadi yang buruk dan hina, mudah

goyah, dan kemungkinan besar tidak akan dapat menjaga rumah tangganya.8

Khususnya bagi kaum wanita beriman, melalui ayat Allah SWT,

memperingatkan secara panjang lebar pada mereka tentang pentingnya

menjaga kehormatan dan beberapa hal yang harus dilakukan secara praktis

agar dapat tetap terjaga kehormatannya. Ini bisa dimengerti mengingat kaum

wanita adalah pihak rawan ternodai kehormatan atau kesuciannya. Dalam

segala posisi, situasi, dan kondisi, presentasi timbul ancaman terhadap

kesucian mereka jauh lebih besar dibandingkan dengan kaum laki-laki.

8
Jefry Al-Bukhari,Sekuntum Mawar Untuk Remaja; Pesan Islam untuk Pergaulan
Remaja, (Jakarta: Pustaka al Mawardi, 2006) cet, ke-8 hal. 151.
6

Apalagi dampak negatif ternodainya kesucian kaum wanita akan membawa

guncangan psikologis yang hebat.9

Di tengah era globalisasi, informasi, dan modernisasi sekarang, makin

banyak perempuan perempuan yang tidak lagi perawan. Dengan tingginya

terlihat mobilisasi penduduk, pengiriman tenaga kerja wanita Indonesia

(TKWI), ke luar negeri yang jauh dari keluarga, merupakan peluang besar

hilangnya keperawanan perempuan-perempuan impian laki-laki. Sikap hidup

hedonis di tengah kota metropolitan, menyebabkan makin mudah kehilangan

keperawanan bagi perempuan. Artinya makin sulit mencari perempuan

perawan dijadikan sebagai isteri, teman hidup.10

Seperti di Benua Afrika, tuntunan mempertahankan keperempuanan

kian marak, akibat makin berkembangnya virus HIV di semua negara di

dunia, maka berbagai cara dilakukan untuk mengobati dan pencegahan sejak

dini. Di Buganda, sebuah kerajaan di Afrika, mengehentikan penyebaran

virus HIV dengan cara menghidupkan kembali tradisi lama, memberikan

hadiah kepada para perempuan yang masih perawan. Larangan itu ditetapkan

oleh Raja Mswati III. Dia memerintahkan para perempuan mengenakan

jambul, sebuah lencana tanda perawan dalam adat masyarakat Swazi lencana

9
Jefry Al-Bukhari,Sekuntum Mawar Untuk Remaja; Pesan Islam untuk Pergaulan
Remaja cet, ke 8 hal. 151.
10
Analisa, Tuntutan Memprtahankan Kegadisan Kian Marak di Afrika.” Edisi rabu,
22 Mei 2002.
7

dipakai di leher. Buganda sendiri kerjaan independen termasuk wilayah

Uganda ketika memperoleh kemerdekaan dari Inggris tahun 1962. Kerajaan

ini memiliki remaja 17 persen dari 24 juta penduduk Uganda. “tetap perawan

berarti menghormati budaya kami,” ujar Rose Orishaba, seorang siswa di

Kampala yang bermaksud membubuhi tanda tangan di kertas perjanjian

keperawanan sebagaimana dikutip Analisa.11

Pergaulan yang demikian tentu saja rentan menghilangkan

keperawanan bagi perempuan. Dan akibatnya, jika keperawanan ini hilang,

tak jarang kaum laki-laki yang tak mau menjamahnya. Apalagi menikahinya,

lantaran keperawanan masih dinilai begitu penting dan berharga. Bagi mereka

ini, keperawanan identik dengan kesucian dan kehormatan. Karena itu,

keperawanan menjadi syarat mutlak dan harga mati bagi perempuan yang

hendak dinikahi. Bagi kaum laki-laki, menikah dengan perempuan perawan

adalah salah satu kebanggaan tersendiri. Laki-laki merasa terhina dan

dibohongi bila perempuan yang dinikahi tidak lagi perawan, padahal isterinya

sebelumnya tidak atau belum mempunyai suami. Mungkin laki-laki (suami)

langsung menceraikan isterinya karena tidak perawan, padahal isteri berstatus

perempuan, kecuali isterinya bersatatus janda.12

11
Analisa, Tuntutan Memprtahankan Kegadisan Kian Marak di Afrika.” Edisi rabu,
22 Mei 2002.
12
Armaidi Tanjung, Free Sex No, Nikah Yes, (Jakarta: Amzah, 2007), hal. 37.
8

Begitu pentingnya keperawanan bagi seorang perempuan, padahal

perempuan-perempuan tersebut tidak perawan lagi bisa saja karena akibat

olah raga keras, atau kecelakaan seperti pemerkosaan, akibat operasi

pembedahan atau yang lainnya. Jika demikian kenyataannya, maka pada

gilirannya, hal ini membuat takut dan khawatir kaum perempuan karena hal

tersebut dapat menimbulkan hilangnya keperawanannya. Maka mereka begitu

pusing ketika keperawanannya membuat tertolak dan bahkan berdampak

begitu saja karena dianggap telah hilang kecusian dan kehormatan dirinya.

Posisi perempuan yang tidak perawan lagi senantiasa berada di pihak yang

salah dan dipersalahkan.13 Untuk menutupi aib itu, sedikit sekali kaum

perempuan itu melakukan berbagai upaya untuk mengembalikan

keperawanan, termasuk dengan melakukan operasi selaput darah yang dalam

istilah medis disebut Hymenoplasty, beruntungnya, dunia medis modern

memungkinkan hal ini dilakukan. Sehingga, kaum perempuan yang terlanjur

kehilangan keperawanannya tidak perlu khawatir dan diambil pusing. Karena

dengan operasi kecil tak lebih dari 20 menit, keperawanan itu akan kembali

lagi seperti sedia kala.14

Analisa, Tuntutan Mempertahankan Kegadisan Kian Marak di Afrika, Edisi rabu,


13

22 Mei 2002.

14
Ilham Radiansyah, Operasi Vagina Gaya Hidup Baru Kaum Hawa Makasar,
Diakses pada tanggal 1 September 2015 dari http://www.lkpk.org/operasi-vagina-gaya-hidup-
baru-kaum-hawa-makassar/
9

Dengan mengeluarkan uang senilai 4 juta hingga 6 juta untuk

operasi.15 Mereka akan dilihat kembali sebagai perawan yang menyandang

predikat wanita suci, baik, dan sebagainya. Kian hari, fenomena operasi

keperawanan, yang dalam istilah Hendra Nadesu disebutkan sebagai “reparasi

selaput darah” kian menjamur dan kian diminati kaum perempuan. Dengan

kondisi ini memunculkan kekhawatiran. Jika hal ini dilegalkan secara bebas,

maka kemungkinan terjadinya pergaulan seks bebas kian menjadi-jadi.

Soalnya, bagi wanita yang telah kehilangan keperawanan, mereka mudah saja

mengembalikan keperawanan itu dengan jalan operasi. Persoalanpun

dianggap selesai, tentu, ini tentu menjadi efek negatif dari kebolehan

melakukan operasi selaput darah ini secara bebas. Sedangkan operasi

keperawanan bagi wanita yang melakukan zina tidak ada manfaatnya, bahkan

membawa madharat yang lebih besar dan secara syariatpun tidak

diperbolehkan.16

Timbul pertanyaan, bagaimana pandangan hukum Islam bagi

perempuan yang melakukan operasi keperawanan karena kecelakaan, dengan

tujuan untuk mempermudah pernikahannya? Pertanyaan-pertanyaan ini

penting diajukan, mengingat doktrin agama barangkali sangat bernuansa

klasik yang juga hanya memotret persoalan klasik. Persoalan-persoalan

15
Amalia Fauziah dan Yunianti Chuaifah, Apakah Islam Agama untuk Perempuan,
(Jakarta: PBB UIN Jakarta dan KAS, 2003), hal. 26.
16
M. Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran, (Jakarta: Pustaka al kautsar, 2008), hal. 294.
1

mutakhir, semisal operasi keperawanan ini, akhirnya barangkali disikapi

secara “gagap” oleh agama. Bahkan, seringkali ada kesan agama dan

agamawan “tidak siap” menghadapinya.

Berdasarkan pemaparan di atas penulis tertarik untuk mengangkat

permasalahan ini ke dalam sebuah karya ilmiah dalam bentuk skripsi dengan

judul “Pandangan Hukum Islam Tentang Operasi Keperawanan Sebagai

Alasan untuk Memperlancar Pernikahan”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perlu adanya

pembatasan yang menjadi fokus dalam pembahasan skripsi ini. Untuk

mengefektifkan dan memudahkan pembahasan, maka penulis membatasi

permasalahan dalam penulisan skripsi ini pada pembahasan mengenai

operasi keperawanan untuk mempermudah pernikahan yang pecahnya

selaput darah disebabkan oleh kecelakaan.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan masalah di atas maka penulis

merumuskan pokok permasalahan skripsi ini adalah operasi keperawanan

untuk mempermudah pernikahan. Pokok permasalahan di atas diurai

dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang hukum operasi

keperawanan dalam pernikahan?


1

2. Apa dalil ahkam yang digunakan oleh para ulama tentang operasi

keperawanan dalam pernikahan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam mengenai operasi

keperawanan dalam pernikahan.

b. Untuk mengetahui dalil ahkan yang digunakan oleh para ulama-

ulama mengenai operasi keperawanan dalam pernikahan.

2. Manfaat Penelitian

a. Dalam bidang akademik penelitian ini diharapkan dapat berguna

bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada hukum

Islam

b. Bagi masyarakat luas penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pengetahuan dan pemahaman yang mendalam dan meyakinkan

tentang melakukan operasi keperawanan dalam pernikahan.

D. Review Studi Terdahulu

Penulis melakukan tinjauan terhadap kajian-kajian terdahulu, di

antaranya adalah skripsi yang berjudul “Pemakaian Selaput Dara Tiruan

Dalam Pernikahan Tinjauan Hukum Islam” yang ditulis oleh Ahmad Farhan,

Program Studi Perbandingan Mazhab Fiqih 2007. Skripsi ini menyimpulkan

Bahwa selaput dara merupakan selaput atau membran tipis yang terletak pada

wilayah vagina yang menghubungkan antara organ reproduksi perempuan


1

bagian luar dengan organ reproduksi bagian dalam. Bahwa hukum pemakaian

selaput dara tiruan ini tergantung dari penyebab robeknya selaput dara, jika

robeknya selaput dara dikarenakan oleh kecelakaan, terbentur benda keras,

maka hukumnya mubah, jika penyebabnya robeknya selaput dara disebabkan

oleh perbuatan zina berulang-ulang maka hukumnya makruh.

Penelitian selanjutnya yaitu “Operasi Penyempurnaan dan

Penggantian Alat kelamin dalam Tinjauan Hukum Islam Serta Pengaruhnya

Terhadap Status Perkawinan dan Kewarisannya” yang ditulis oleh Siti

Maemah, Program Studi Perbandingan Mazhab Fiqih 2005. Skripsi ini

menyimpulkan operasi penyempurnaan alat kelamin adalah dibolehkan

(mubah), karena operasi ini untuk mempertegas dan memperjelas alat kelamin

yang sudah ada dan dalam hal kewarisannya Status hukum perkawinan setelah

melakukan operasi penyempurnaan kelamin bagi khunsa wadih adalah tetap

seperti semula sesuai dengan kejelasan status sebelumnya.

Dari skripsi yang telah diuraikan di atas, penulis berpendapat bahwa

skripsi yang ditulis ini berbeda dengan skripsi di atas. Jika di skripsi pertama

fokus pembahasannya mengenai pemakaian selaput dara tiruan dalam

pernikahan tinjauan hukum Islam, kemudian skripsi kedua fokus

pembahasannya mengenai Operasi Penyempurnaan dan Penggantian Alat

kelamin. Dalam penelitian ini penulis memfokuskan tentang pandangan tokoh

kontemporer dan melalui jalan qowa’id fiqhiyyah hukum Islam


1

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan

empiris, yang mana penelitian ini dilakukan dengan meneliti bahan

pustaka atau data sekunder.17 Penelitian ini juga menggunakan metode

wawancara tentang pandangan tokoh kontemporer dan melalui jalan

qawa’id fiqhiyyah hukum Islam Tentang operasi keperawanan dalam

pernikahan. Adapun pada penelitian ini menggunakan pendekatan

konseptual yaitu suatu pendekatan yang beranjak dari pandangan-

pandangan para ahli hukum. Pemahaman akan pandangan-pandangan ini

menjadi sandaran bagi penelitian dalam membangun suatu argumentasi

hukum dalam memecahkan masalah.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data Primer dalam penelitian ini adalah Sumber data primer

adalah sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli, data primer

dapat berupa opini subjek secara individual atau kelompok, hasil observasi

terhadap sesuatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian.

Metode yang digunakan untuk mendapatkan data primer yaitu metode

survei dan metode observasi.

17
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup,
2011), hal. 33-35.
1

Sumber data sekunder adalah sumber data penelitian yang

diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara

(diperoleh dan dicatat oleh pihak lain) data sekunder umunya berupa

bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip yang

dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kajian kepustakaan yaitu upaya pengidentifikasi secara sistematis

dan melakukan analisis terhadap dokumen-dokumen yang memuat

informasi yang berkaitan dengan tema, objek dan masalah penelitian yang

akan dilakukan. 18

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam

bentuk yang lebih mudah dibaca atau mudah dipahami dan diinformasikan

kepada orang lain.19 Pada tahapan analisis data, data diolah dan

dimanfaatkan sedemikian rupa hingga dapat menyimpulkan kebenaran-

kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan yang diajukan

dalam penelitian. Adapun data-data tersebut dianalisis menggunakan

metode deskriptif analisis, yaitu menganalisis dan menjelaskan suatu

Fahmi Muhammad Ahmadi, Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:


18

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010), hal. 17-18.


19
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Bandung: Alfabeta,
2004), hal. 244.
1

permasalahan dengan memberikan suatu gambaran secara jelas sehingga

menemukan jawaban yang diharapkan.

5. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulisan mengacu pada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012”.

F. Sistimatika Penulisan

Dalam penyusunan skripsi ini penulis membagi dalam lima bab, yang

masing-masing bab terdiri dari sub bab yang disesuaikan dengan isi dan

maksud tulisan ini. Pembagian ke dalam beberapa bab dan sub bab adalah

bertujuan untuk memudahkan pembahasan terhadap isi penulisan ini. Adapun

pembagiannya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Meliputi, meliputi latar belakang, pembatasan dan perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu,

metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II PERNIKAHAN DALAM HUKUM ISLAM

Meliputi, pengertian nikah, hukum melakukan pernikahan,

rukun dan syarat-syarat sahnya pernikahan, anjuran dalam

melakukan pernikahan.
1

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG OPERASI

KEPERAWANAN

Meliputi pengertian operasi keperawanan, sebab-sebab

hilangnyakeperawanan,alasan-alasanmelakukanoperasi

keperawanan dan hukum melakukan operasi keperawanan.

BAB IV ANALISISOPERASIKEPERAWANANDALAM PERNIKAHAN


Meliputi,OperasiKeperawananUntukMemperlancar Pernikahan,PandanganTokoh
keperawananDenganAlasanUntukMempermudah

Pernikahan, Istimbat Hukum Tentang Operasi Keperawanan,

Analisis Hukum Islam Tentang Operasi Keperawanan Dengan

Alasan Untuk Mempermudah Pernikahan

BAB V PENUTUP

Penulis mengakhiri penulisan ini dengan memberikan beberapa

kesimpulan dan juga menyampaikan beberapa saran yang

berhubungan dengan kajian penulisan.


BAB II

PERNIKAHAN DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Nikah

Menurut bahasa, nikah berarti penggabungan dan percampuran.

Sedangkan menurut istilah syariat, nikah berarti akad antara pihak laki-laki

dan wali perempuan yang karenanya hubungan badan menjadi halal. Nikah

berarti akad dalam arti yang sebenarnya dan berarti hubungan badan dalam

arti majazi (metafora). Jadi, hubungan badan itu tidak boleh dilakukan hanya

dengan izin semata. Di pihak yang lain, Abu Hanifah berpendapat, nikah itu

berarti hubungan badan dalam arti yang sebenarnya, dan berarti akad dalam

arti majazi.1 Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah SAW:

‫تَ َا دُة‬.‫رَ َق‬.َ ‫ََُسَرة َا َّن َع ِن ََ َق‬ ْ ‫تَ َا َد ة َع ِن‬.‫َع ْن َق‬


َ
{ ‫الت‬ ‫الن‬ ‫ْاحَل س ِن ن‬
َ
›ِ ‫تل‬.ََ ‫ َهى‬.‫َِ َِّب ص َن‬ ‫َع‬

ََّ
َ ‫ّم ْ ن َ َ ج‬ ‫ََ َلق ْد اَْر َسْ لَنا ُر‬
‫رُّر‬
َ‫لُْم َْاَزا‬ ‫َلِ ك ْع لَنا‬.َْ‫ق‬ ‫ُساًل‬
:{‫ الرعد‬..ًَ
‫ًجا‬ ََ

‫الرتمذى َ ابن ماجه‬


Artinya:
Dari Qatadah dari Hasan dari Samurah, bahwa sesungguhnya NabiSAW mel
arang membujang, dan Qatadah membaca ayat,
“Dansesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamudan
Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan”.(Ar-Ra’d : 38).
[HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah]
1
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga Panduan Membangun Keluarga Sakinah
Sesuai Syariat, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hal. 29.

17
1

“saling menikahilah kalian, sehingga kalian akan melahirkan banyak

keturunan.”

Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang

menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis. Melakukan

hubungan kelamin atau bersetubuh.2 Perkawinan disebut juga “pernikahan”,

berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling

memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi).3 Kata “nikah”

sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan, juga untuk arti akad.4

Pernikahan menurut syara’ yaitu akad yang ditetapkan syara’ untuk

membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan

menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki, nikah

menurut istilah syara’ ialah akad yang mengandung ketentuan hukum

kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau dengan kata-kata yang

semakna dengannya.5

Firman Allah SWT:

2
Dep Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hal.
456.
3
Muhammad bin Ismail Al-Kahlaniy, Subul al Salam, (Bandung: Dahlan, 1988), hal.
109.
4
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1989), hal.
29.
5
Abd Rahman Ghazali, Fikih Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003), hal. 8.
1

‫ ْع ِدُلوا‬.‫ِخ َََّ َت‬ ِ‫ث َُثال َرَب ۖ فَإ‬.ْ ‫الِّن م‬ ِ ‫َطا َل ُك‬ ِ
ََ ُ َ َ َ ُ ‫َفاْن ك‬
‫فُت م ل‬ ‫ْن‬ ‫ح م َب ْم م ساِ ء ى ن َث َع‬
ْ َ
‫َن‬ ‫وا ا‬

٤:‫ُعوُلوا (سورة النساء‬.‫ت ۖ َك َْ د َىن َّّل َت‬ ‫فوا ِح َ ًد ة َْ َ َم‬.َ َ


ْ
)٣: ِ ‫َىرل‬ ‫م َل‬
‫َياُن ُك ْم‬ ‫ا َك‬
“Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(nikahilah) seorang saja” (QS. Al-Nisa (4): 3).

Perkawinan atau pernikahan dalam Islam dilakukan atas hubungan

yang halal. Perkawinan, sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an, merupakan

bukti dari Maha Bijaksana Allah SWT. Dalam mengatur makhluk-Nya.

Firman Allah SWT:

Dalam firman Allah yang lain ditegaskan:

٤ :٣٣ :‫النجم‬:‫َث ىى (سورة‬.‫َخَل َق الَّ َْز َج َاَْلُْن‬ ‫ََن‬


)٣ ‫ِْي ال َّ َذ َكر‬ ‫َُه‬

“Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan


wanita.” (Al-Najm (53): 45).

.ًَ‫َََْرْح‬
ِ ِ ِ ‫ََِم ْن َخَل َق‬
َ ‫َن َم‬.‫ْي‬.‫ج ع َِ َب‬
َ َ ََ ‫ُ ف س ُك ْم ََْزاَ ًجا لَت ْس‬.‫م ْن َْن‬
‫ُك ْم و‬ ‫ َها‬.‫ُكُنوا إَِْلي‬ ‫َآ َل ُك ْم‬
‫ًَدة‬
‫يتِه َ ْن‬
2

٢ .:٣ :‫ ف َّ ُك َر َن (سورة َالرم‬.َ ‫ت‬.َّ ‫ۖ إِ َّن ِف َى َك „ت َلِ ْق و„م‬


) ١ ‫ر َ َل َي‬
‫ِل‬

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu


seorang istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasakan tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi kaum yang berfikir” (QS. Al-Rûm (30): 21).
2

Kedua ayat di atas menyatakan kepada kita bahwa Islam merupakan

ajaran yang menghendaki adanya keseimbangan hidup antara jasmani dan

rohani, antara duniawi dan ukhrawi, antara materil dan spiritual. Oleh sebab

itu, selain merupakan sunnatullah yang bersifat kudrat, perkawinan dalam

Islam juga merupakan sunnah Rasul. Nabi Muhammad SAW. Dalam

hadisnya menyatakan6:

‫قَ ا (لَ ِ ِك ّن‬


ََ َ .‫صلى هلال علىه َسلم َِْح َاَ َْث‬ ‫ال ن‬ ‫َع ْن َانَ ب َمِال َا‬
‫َِِّب‬ ِ
‫َل‬ ‫َدهلالَ ن عَْلي‬ َ ‫س ِن ِ ك‬
‫ه‬ ‫َن‬

)‫س ِ ِم ّن‬ ِ ‫ َاَنم َا ص َاَ ُْف‬,‫ي‬ ِ‫ا نُا ص ّل‬


َ ‫ َر ْ ُسن‬,‫ّزَ ُج ال ّن َساَء‬.‫َاَ ََت‬ ُ َ َُ ْ َ َ
‫َْلي‬.‫َف م ن غ ن َِ ت َف‬
ْ ْ َ ,‫ ِ ُط ر‬,‫ُوم‬ ,
‫ب َع‬
َ
“Namun aku sendiri shalat, tidur, puasa, berbuka, dan menikahi wanita.
Siapa yang menetang sunnaku, maka ia bukanlah kelompokku” (HR. Bukhari
dan Muslim).7

Dalam hal ini, Anwar Haryono menyatakan bahwa perkawinan adalah

suatu perjanjian suci antara seorang pria dan wanita untuk membentuk

keluarga bahagia.8 Dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan yang berlaku di Indonesia dinyatakan bahwa perkawinan adalah

ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri

dengan tujuan membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

H. E. Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, (Jakarta: PT


6

Grafindo Persada, 2008), hal. 296.


7
Abu al Husein Muslim, Shahih Muslim, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1998), hal. 129.
2

8
Anwar Haryono, Hukum Islam, Keluasaan dan Keadilannya, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1968), hal. 219.
2

Yang Maha Esa. Dalam penjelasannya, tujuan perkawinan erat kaitannya

dengan keturunan, pemeliharaan, dan pendidikan anak yang menjadi hak dan

kewajiban orang tua.9

Adapun makna atau arti kata nikah (kawin) menurut arti asli ialah

hubungan seksual tetapi menurut arti majazi (mathaporic) atau arti hukum

ialah aqad (perjanjian) yang menjadikan halal hubungan seksual sebagai.

suami istri antara seseorang pria dengan seorang wanita. Di dalam suatu

pernikahan, itu terdapat aqad yang mana ketika sudah di ucapkan aqad maka

calon suami dan istri menjadi suami istri yang sah menurut agama Islam. Pada

aqad inilah bisa dikatakan sebagai tanda halal atau peresmian suami istri

menjadi hubungan yang sah.

B. Hukum Melakukan Pernikahan

Dalam Islam, pernikahan merupakan hal penting sehingga para ulama

memberi perhatian khusus dalam hal ini. Adapun hukum nikah di sekelompok

ulama, yaitu jumhur berpendapat bahwa nikah itu sunah. Ahli zhahir

berpendapat bahwa nikah itu wajib, para ulama muta’akhirin (belakangan)

dari mazhab Maliki berpendapat bahwa nikah itu untuk sebagian orang

hukumnya wajib, untuk sebagian yang lain sunah dan untuk sebagian lain lagi

mubah. Hal itu berdasarkan kekhawatiran terhadap perbuatan zina atas

9
H. E. Hassan Saleh, kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, hal. 298.
2

dirinya.10 Sebab terjadinya perbedaan pendapat, apakah bentuk perintah di

dalam firman Allah Ta’ala. Pernikahan merupakan sesuatu yang disyari’atkan

dalam agama Islam, sesuai dengan firman Allah:

‫ََُثال َث‬
‫ث‬.ْ ‫َم‬ ‫ط َب ِ الِّن‬ َ َ ُ ‫َتاَ م فَاْن‬.‫سطوا ِف ْالَي‬
ُ ِ َََّ ‫ََإِ ْن ِخ‬
‫ْق ى ِك ح م ا َل ُك م م‬.‫ُت‬ ‫فُت م ل‬
‫ىن‬ ‫َساِ ء‬ ْ ‫ى‬ ْ
‫َن‬ ‫وا ا‬

‫ت ۖ َك َْ د َىن َّّل‬ ‫ وا َ َم‬.َ ‫ ْع ِدُلوا َف‬.‫خ ف ُْت م َّّل َت‬


ْ ْ ِ ‫ََُرََبع ۖ َفِإ‬
‫ُعوُلوا‬.‫َت‬ ِ ‫َىرل‬ ‫ْن‬
‫ِح د ة َ م َل‬
ْ ًَ
‫َياُن ُك ْم‬ ‫ا َك‬

) ٣ :٤:‫(سورة النساء‬
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang
saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (Qs. Al-Nisa (4) 3.

Dan sabda Rasulullah SAW,

‫ُم َكاثِ˚ر بِ ّلَُم ُم‬ ‫ح وا‬ ْ ُ ‫ن َا َك‬.‫َت‬


‫ُك َماا‬ ‫َِف ٕ ّْاِّن‬

“Saling menikahlah kalian, sesungguhnya aku bangga dengan jumlah kalian

yang banyak di hadapan umat-umat lain.” (HR. Shahih dan Ibnu Majah).

Allah juga berfirman:


.ُّ ‫َء‬ ‫ك ْم ا‬
َّ ‫َإَ َِ ماِئ ُك ْم » إِ ْن‬ َ‫د ِ َع‬ َّ ‫م ْن ل‬
ِ ‫َْي‬
2

ِ‫َّصا ِحل‬ ‫ُك م‬ ‫َي م ىى حوا‬


‫اْ َلَ ُ ْم ن ِ َاَ ل‬ ‫ََْن ِك‬

:٤١ :‫َعِلي˚ م ( سورة النور‬ ‫ََا‬ ْ ‫ِم ْن َف‬


)٣١ ‫ضلِ ه‬
‫ََّللُ ََا ِس‬
‫˚ع‬

10
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid. Penerjemah Imam Ghazali Said dan Achman
Zaidun, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011), hal. 1-2.
2

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-


orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-
Nya) lagi Maha Mengetahui.”(QS. Al-Nûr)24(: 32)

Imam Ibnu Hazm berkata, “wajib hukumnya bagi orang yang normal

untuk menikah, yaitu apabila ia telah sanggup mencari nafkah untuk

membiayai hidupnya setelah menikah. Apabila ia belum mampu mencari

nafkah maka perbanyaklah puasa.” Adapun ulama yang mengatakan bahwa

nikah itu untuk sebagian orang yang wajib hukumnya, untuk sebagian yang

lain sunah, dan untuk sebagian lainnya mubah, mereka melihat kepada

kemaslahatan. Ini termasuk jenis qiyas yang disebut mursal, yaitu qiyas yang

tidak memiliki asal tertentu yang dijadikan sandaran. Banyak dari ulama yang

mengingkarinya dan pendapat yang kuat dari mazhab Malik mengatakan

demikian.11

Di dalam buku “Fikih Keluarga Panduan Membangun Keluarga

Sakinah Sesuai Syariat” berkenaan dengan pernikahan ini, manusia terbagi

menjadi tiga macam:

Pertama, orang yang takut terjerumus dalam pelanggaran jika dia tidak

menikah. Menurut para fuqaha, secara keseluruhan, keadaan seperti itu

menjadikan seseorang wajib menikah, demi menjaga kesucian dirinya. Dan

jalannya adalah dengan cara menikah. Kedua, orang yang disunnahkan untuk

11
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid. Penerjemah Imam Ghazali Said dan Achman
Zaidun, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011), hal. 1-2.
2

menikah. Yaitu, orang yang syahwatnya bergejolak, yang dengan pernikahan

tersebut dapat menyelamatkan dari berbuat maksiat kepada Allah SWT.

Menurut pendapat Ashabur Ra’yi, menikah dalam keadaan seperti itu adalah

lebih utama dari pada menjalankan ibadah sunnah. Dan itu pula yang menjadi

pendapat para sahabat.

Ketiga, orang yang tidak mempunyai nafsu birahi, baik karena lemah syahwat

atau sebenarnya ia mempunyai nafsu birahi tetapi hilang karena penyakit atau

karena hal lainnya. Dan mengenai hal tersebut terdapat dua pendapat:

pertama, ia tetap disunnahkan menikah, karena universalitas alasan yang telah

dikemukakan di atas. Kedua, tidak menikah adalah lebih baik baginya, karena

ia tidak dapat mewujudkan tujuan nikah dan bahkan menghalangi isterinya

untuk dapat menikah dengan laki-laki yang lebih memenuhi syarat. Dengan

demikian ia telah memenjarakan wanita tersebut. Pada sisi yang lain, ia telah

menghadapkan dirinya pada ketidak mampuan memenuhi hak dan meunaikan

kewajiban12

Dari Anas, ia berkata, Nabi Muhammad SAW telah menyuruh untuk

menikah bagi yang sudah Ba’ah (mampu), dan dengan keras beliau melarang

tindakan membujang seraya bersabda, demikian itulah perintah menikah

secara tegas. Dan larangan meninggalkannya hampir mendekati kepada

haram. Seandainya membujang itu lebih baik dari pada menikah, maka hal itu

12
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga Panduan Membangun Keluarga Sakinah
Sesuai Syariat (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hal. 31.
2

jelas bertentangan dengan perintah tersebut. Selain itu, Rasulullah SAW

sendiri telah menikahi wanita dan bahkan lebih dari satu orang, hal itu juga

dilakukan oleh para sahabat beliau. Sedangkan beliau dan juga para

sahabatnya tentu tidak akan menyibukkan diri kecuali dengan hal-hal yang

lebih baik.13

Pernikahan itu hukumnya bisa menjadi wajib, jika sesorang yang

bersangkutan merasa khawatir akan terjerumus ke dalam hal-hal yang

dilarang, jika sampai tidak menikah. Apabila sesorang sudah merasakan

mampu akan ongkos menikah, seperti, maskawin dan nafkah, tetapi ia

merasakan takut akan terjerumus ke dalam jurang perzinaan jika sampai ia

tidak menikah, maka dalam hal ini ia wajib menikah. Dan ia berdosa kalau

sampai meninggalkannya.14

C. Rukun dan Syarat Pernikahan

1. Rukun Pernikahan

Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidak

sahnya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian

pekerjaan itu, seperti membasuh muka untuk wudhu dan takbirratul ihram

untuk shalat atau adanya calon pengantin laki-laki dan perempuan dalam

pernikahan. Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah

13
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga Panduan Membangun Keluarga Sakinah
Sesuai Syariat, hal. 33.
14
Syaikh Hafizh Ali Syuaisyi, Kado Pernikahan, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar,
2010), hal. 13.
2

tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam

rangkaian pekerjaan itu, seperti menutup aurat untuk shalat, atau, calon

pengantin laki-laki atau perempuan itu harus beragama Islam.15

Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu terdiri atas:

1. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan.

2. Adanya wali dari pihak calin pengantin wanita. Akad nikah dianggap

sah apabila seorang wali atau wakilnya yang akan melakukannya.

3. Adanya dua orang saksi, pelaksanaan akad nikah akan sah apabila dua

orang saksi yang menyaksikan akad nikah tersebut.

4. Sighat akad nikah, yaitu ijab Kabul yang diucapkan oleh wali atau

wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh pengantin laki-laki.

Tentang jumlah rukun nikah ini, para ulama berbeda pendapat:

Imam Malik mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu:

1. Wali dari pihak perempuan

2. Mahal (maskawin)

3. Calon pengantin laki-laki

4. Calon pengantin perempuan

5. Sighat akad nikah.

Imam Syafi’i berkata bahwa rukun itu ada lima macam, yaitu:

1. Calon pengantin laki-laki

2. Calon pengantin perempuan


15
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003), hal. 46.
3

Wali

Dua orang saksi

Sighat akad nikah

Menurut ulama Hanafiyah, rukun nikah itu ada empat, yaitu:

Sighat (ijab dan qabul)

Calon pengantin laki-laki

Calon pengantin perempuan

Wali dari pihak calon pengantin perempuan

Pendapat mengatakan yang mengatakan bahwa rukun itu ada empat, karena calon pengantin laki-la
Di dalam buku lain membahas mengenai rukun pernikahan ini ada

yang berpendapat rukun pernikahan sebagai beriku:

1. Sighat (akad), yaitu perkataan dari pihak wali perempuan, seperti kata

wali, “saya nikahkan engkau dengan anak saya bernama….”. Jawab

mempelai laki-laki “saya terima menikahi…”, boleh juga didahului oleh

perkataan dari pihak mempelai, seperti “nikahilah saya dengan

anakmu….”. Jawab wali, “saya nikahkan engakau dengan anak saya….”

Karena maksud yang sama. Tidak sah akad nikah kecuali dengan lafaz

nikahi, tazwîj, atau terjemahan dari keduanya.

16
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, hal. 48.
3

Yang dimaksud dengan “kalimat allah” dalam hadis ialah Al-Qur’an

dan dalam Al-Qur’an tidak disebutkan selain dua kalimat itu (nikah dan

tazwij), maka harus dituruti agar tidak salah. Pendapat yang lain

mengatakan bahwa akad sah dengan lafaz yang lain, asal maknanya sama

dengan dua lafaz tersebut, karena asal lafaz akad tersebut ma’qul makna,

tidak semata-mata ta’abbudi.

2. Wali (wali si perempuan). Keterangannya adalah hadis Nabi Muhammad

SAW.

‫ُح َجا ْج ِم‬ ‫ َقاَلُه ا ِّ َل م ُا م َا ََْل َّ ْس‬.. ِ‫ص ِْي َع ِع ْكِ َرم‬
‫َن ُال ْزهِ ري‬ ْ َ ‫َع ْن َد ُا َْدْب ِن احُل‬
‫َم ْع‬ ‫ْن‬
.‫َْْح ُد‬
‫َع ِن‬ ‫َ عُه َعَْليِ ه ُسَْلي َما َن ْب ُ ْم و َسي‬.‫َ ق ْد َت ب‬.‫ ف‬.‫َقاَلُه َعادبن ا ُل ْزهِ ري‬
‫ ا ُلْْزهِ ري َع‬.‫َه وثَِّق‬ ‫ِن‬
ُ َ َُ
‫ِن‬
‫ََب ِط‬ ‫ ِ لب َْ ف ِذ ( ََلِ َّي ها َفنِ َكا‬.َ‫َعائِ َش‬ ْ ‫ُْع ََرة‬
.‫ُِ)احل ّدث‬ ‫ُح َها‬ ‫ا‬ ‫ن‬
‫َيا ْاِ َمراِ ة نِ َك َح ْت بِ َْغِياِْ ر ِن‬ ‫َع‬

“barangsiapa di antara perempuan yang menikah tidak dengan izin


walinya, maka pernikahannya batal.” (HR. empat orang ahli hadis,
kecuali Nasai).17

3. Dua orang saksi. Sabda Rasulullah SAW:

‫ َّل نِ َكا َح‬:‫ِن الَِّن ِب ص قَا َل‬ ‫ص „ْي َع‬


ْ َ ‫ُح‬
ّ ‫َع ْن ِع َْمرا َن‬
‫ِّاّل‬
‫ْب ِن‬
.‫َشا ِه َدى َع ْد„ ل‬ ََ ‫َ َبِِوّ„ل‬
Dari‘Im Hush
ran ain
3

dari Nabi SAW beliau bersabda,


‫بن ح َِن‬ ‫ْاحد‬
“Tidak adanikah melainkan dengan wali dan dua saksi yang adil”. [HR.
Ahmad bin Hanbal18.
2. Syarat Sah Pernikahan

17
Ahmad bin Yazid Abu Abdullah, Ibnu Hajar, (Beirut, Dâr al Fikr, 1989), hal. 605.
18
Ahmad bin Yazid Abu Abdullah, Ibnu Hajar, hal. 447.
3

Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar sahnya perkawinan.

Apabila terpenuhi maka perkawinan itu sah dan menimbulkan adanya segala

hak dan kewajiban sebagai suami istri. Pada garis besarnya syarat-syarat

sahnya perkawinan itu ada dua, yaitu:

a) Calon mempelai perempuannya halal dikawin oleh laki-laki yang ingin

menjadikan istri. Jadi, perempuannya itu bukan merupakan orang yang

haram dinikahi, baik karena haram dinikahi untuk sementara maupun

untuk selamanya.

b) Akad nikahnya dihadiri para saksi. Secara rinci, masing-masing rukun di

atas akan dijelaskan syarat-syaratnya sebagai berikut:

Syarat-syarat kedua mempelai. Yaitu dari pihak pengantin pria,

pengantin perempuan

a) Syarat-syarat pengantin pria.

a. Calon suami beragama Islam

b. Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki

c. Orangnya diketahui dan tertentu

d. Calon mempelai laki-laki jelas halal kawin dengan calon istri

e. Calon mempelai laki-laki tahu/kenal pada calon istri serta tahu

betul calon istrinya halal baginya

f. Calon suami rela (tidak terpaksa) untuk melakukan perkawinan itu

g. Tidak sedang melakukan ihram

h. Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri


3

i.Tidak sedang mempunyai istri empat

Syarat-syarat pengantin perempuan

Beragama Islam

Terang (jelas) bahwa ia wanita, bukan khuntsa (banci)

Wanita itu jelas orangnya

Bukan mahram

Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih dalam ‘iddah
Tidak terpaksa/ikhtiyar

Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah19


Selain syarat mengenai calon pengantin laki-laki dan perempuan, adapun syarat wali dan dua orang

saksi bertanggung jawab atas sahnya akad pernikahan, oleh karena itu, tidak

semua orang dapat diterima menjadi wali atau saksi, tetapi hendaklah orang-

orang yang memiliki beberapa sifat berikut ini:

1. Beragama Islam

2. Balig (sudah sedikitnya 15 tahun)

3. Berakal

4. Merdeka

5. Laki-laki, karena tersebut dalam hadis riwayat Ibnu Majah dan

Daruqutni di atas
19
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, hal. 49.
3

6. Adil

Dengan memilih wali dan saksi dalam pernikahan mengikuti

persyaratan atau kriteria pada di atas. Maka sebuah pernikahan yang akan

berjalan dengan lancar dengan terpenuhinya segala persyaratan dan syarat

sahnya pada pernikahan itu sendiri.

D. Anjuran dalam Melakukan Pernikahan

Berdasarkan hadis-hadis Rasulullah, hadis muttafaqun alaihi (sepakat


para ahli hadis) mengeni hadis yang berbunyi:

‫ا ْسَتَطا َع‬
ِ ‫مع‬ ِ „ ‫َع ْن َ ْعَ ب‬
َ ْ َ َ ( ‫َم ْس ُْع و دَقا َلنا َر هلال ص‬
‫َ َشرال َََّشا ب م‬ ‫ قَا َل ُ ْس وُ ل‬:‫َل‬ ِ ‫ِد‬
‫هلال ِن‬
‫ ِن‬, ‫ي‬

‫ عَْليِ ه‬.َ ‫ّ ْسَت َف‬


َ َ ‫َزَّ ف َاِن ا ّ لِْ َل َ َاَ َ َ لِْ َل ْف ِرج َََم‬.‫ت‬.‫ لَي‬.ْ ‫َف‬ ‫ِم ْن ُك ْم ََالاءََة‬
‫› ْن ْل ِط ْع‬ ‫ص ْح ص‬ ‫ج› َُه َغ‬
ْ
›‫ر‬ ‫ض‬
‫ُن‬

.‫ِ َجاء)˚ متفق عليه‬


َ ِ‫َِبل صم› فا‬
َ َّ
‫ن‬
‫َُه َلُه‬

“Dari Abdullah bin Mas’ud. Ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW,


kepada kami: “Hai golongan orang-orang muda, siapa-siapa dari kamu
mampu berkawin, hendaklah ia berkawin, karena yang demikian lebih
menundukkan pandangan mata dan lebih memelihara kemaluan, dan barang
siapa tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena ia itu pengebiri
bagimu” adapun hadis yang berbunyi seperti ini: “dan barang siapa yang
tidak mampu kawin hendaklah dia puasa karena dengan puasa hawa
3

nafsunya terhadap perempuan akan berkurang”. Hadis. Rasul jamaah ahli


hadis.20

Dari hadis ini Rasulullah SAW, jelas dapat dilihat bahwa perkawinan

itu di anjurkan karena berfaedah bukan saja untuk diri sendiri tetapi juga

20
Rasyid Sulaiman H, Fiqh Islam, (Jakarta, Attahiriyah 1954), hal. 260.
3

rumah tangga, masyarakat bangsa dan Negara. Bahwa dengan melakukan

perkawinan itu akan terhindarlah seseorang dari godaan syaithan, baik godaan

melalui penglihatan mata maupun melalui alat kelamin atau syahwat, nafsu

dan sebagainya. Apabila engkau tidak sanggup menikah wajib bagimu puasa

untuk dapat terhindar dari godaan iblis yang terkutuk21.

Dan janganlah kamu takut atau khawatir bahwa dengan pernikahan itu

kamu akan bangkrut atau miskin akan terlantar. Bahwa dengan melakukan

pernikahan akan dapat meningkatkan prestasi dan menambah semangat

berusaha, bekerja dan dengan sendirinya akan bertambah harta kekayaan

disamping mendapat kenikmatan hidup aman dan tentram22.

21
Rasyid Sulaiman H, Fiqh Islam, (Jakarta, Attahiriyah 1954), hal. 260.

22
Rasyid Sulaiman H, Fiqh Islam, (Jakarta, Attahiriyah 1954), hal. 260.
BAB III

TINJUAN UMUM MENGENAI OPERASI KEPERAWANAN

A. Pengertian Operasi Keperawanan

Operasi dalam bahasa arab adalah jirahah diambil dari kata jarh yang

berarti membekasi dengan senjata tajam. Bentuk jama’nya adalah jara’ah,

tetapi jarh bisa juga jamaknya adalah jirahah. Makna kebahasan jirahah ath

Thibbiyah (operasi medis) ini jelas, karena ia mencakup pembedahan kulit,

mencari sumber penyakit, memotong anggota tubuh dengan alat operasi dan

pisau operasi yang hukumnya seperti senjata dan bekasnya seperti bekas

senjata.1

Operasi secara bahasa ialah, bedah atau bedel (untuk mengobati penyakit

atau bisa diartikan menjadi untuk mengobati penyakit). Operasi adalah

penyembuhan suatu penyakit yang dijalankan lewat pembedahan.2

Keperawanan dalam kamus kedokteran adalah virginity atau virginitas, artinya

perempuan yang belum melakukan senggama.3 Operasi pengembalian

keperawanan wanita dalam istilah bahasa Arab adalah ritqu ghisy al-bikârah.

Secara harfiah, ritqu dapat diartikan “menempelkan atau merapatkan”.

1
Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassan, Taudhih Al-Ahkam Min Bulugh Al Maram,
diterjemahkan oleh Thahirin Suparta “Syarah Bulughul Maram” jilid 1, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2006), hal. 46.

Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Lembaga Pengkajian


2

Kebudayaan Nusantara (LPKN), 1997). Cet. Ke-1. Hal. 745


3
Med. Ahmad Ramli, Kamus Kedokteran, (Jakarta: Djambatan, 2005), hal. 380.

33
3

Sedangkan ghisyya al bikârah berarti selaput klitoris atau selapit dara yaitu

permukaan daging tipis dan lembut yang terletak pada kelamin wanita. Ia

disebutkan juga dengan selaput keperawanan (udzrah).4

Menurut kamus kedokteran Vir-gin (l. virgo) adalah seseorang yang

belum pernah melakukan hubungan seksual. Vir-gin adalah berkenaan dengan

seseorang perawan/keperawanan. Vir-gin adalah bisa diartikan masih

perawan.5 Keperawanan adalah keadaan belum pernah berhubungan seksual,

dalam bahasa Inggris, perawan disebut sebagai Virginity.6 Kata perawan atau

virgin berasal dari kata virgo dalam bahasa Yunani dan Latin yang berarti

gadis atau perawan.

Perawanan adalah “wanita yang belum dijima oleh laki-laki”, karena

ini secara jumlah, kalimat ritqu ghisyya al-bikârah dapat diartikan menjadi

“mengembalikan selaput dara atau selaput keperawanan yang telah sobek atau

rusak karena sebab-sebab tertentu dengan cara dioperasi. Bagaimana

sebenarnya proses keperawanan, seksiolog Boyke Dian Nugraha mengatakan

operasi keperawanan sering disebut Hymenoplasti. Operasi ini menjanjikan

4
Ibrohim Unais, al Mu’jam al Wasîth, (Mesir: Dâr el Mârif, 1972), hal. 267.
5
Dorlan, W.A. Newman, Kamus Kedokteran Dorland, alih bahasa, dr. Huriawati
Hartanto, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002), edisi-29, hal. 2398
6
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Bahasa Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2000), cet. 24, hal. 630
3

otot-otot keperawanan menjadi kembali seperti semula. Kencang dan bisa

mengeluarkan darah pada hubungan seks pertama.7

Berbicara tentang keperawanan berarti menyangkut dengan selaput

dara (hymen) karena kebanyakan orang menganggap bahwa seseorang

dianggap masih virgin ketika pertama bersenggama mengeluarkan darah atau

robek selaput daranya. Tinjauan masalah keperawanan bergantung dari sudut

mana menelitinya, bisa ditinjau dari religious atau social. Batasan

keperawanan untuk masyarakat Indonesia pada umumnya masih sangat

relative. Yaitu diukur dari ada tidaknya pendarahan pada saat berhubungan

suami-istri pada pertama kali. Padahal, pendarahan atau tidaknya pada saat

pertama kali berhubungan sangat bergantung dari jenis hymen (selaput dara).

Jika hymen-nya tebal maka untuk merobeknya diperlukan beberapa kali

hubungan suami-istri, atau bahkan tidak pernah berdarah sama sekali,

sehingga robekan selaput dara terjadi saat melahirkan.8

Batasan lainnya, asal sudah melakukan sex intercourse (memasukan

Mr. P ke dalam Miss. V), maka wanita sudah dianggap melakukan hubungan

suami-istri dan sudah tidak perawan lagi. Terlepas apakah terjadi pendarahan

atau tidaknya9. Selaput dara mempunyai bentuk yang berbeda-beda, dari yang

7
Hendrawan Nadesu, Cara Sehat Menjadi Perempuan, (Jakarta, Kompas 2008), hal.
30
8
Budi Santoso, SpOG(K), Panduan Kesehatan Reproduksi Wanita, (Jakarta: Books
Distribution), cet. I. Hal. 151
9
Budi Santoso, SpOG(K), Panduan Kesehatan Reproduksi Wanita, cet. I. Hal. 152
3

siminular atau bulan sabit yang berlubang-lubang dan ada pemisahnya.

Kekuatan selaput dara pun berbeda-beda, mulai yang kaku sampai yang lunak

sekali. Hiatus himenalis (lubang selaput dara) berukuran dari yang seujung

jari sampai yang mudah dilalui oleh kedua ujung jari. Umumnya selaput dara

ini robek saat berhubungan intim, namum kecelakaan atau benturan keras

yang mengenai vagina bisa berakibat pendarahan dalam vagina, luka dan

pengoyakan hymen.10

Selaput dara yang sangat elastis, menyebabkan tidak mudah robek

bahkan pada hubungan seks sekalipun. Ada juga yang sangat tipis dan sangat

rapuh, sehingga sangat mudah robek lewat aktivitas lain. Kalau seorang

perempuan ketika berhubungan seks pertama kali tidak mengeluarkan darah,

ada beberapa kemungkinan, mungkin hymen itu sudah robek, tapi darahnya

tidak banyak, jadi tidak mudah terlihat oleh mata kita. Banyak orang mengira

kalau selaput dara robek maka dara akan keluar banyak. Sebetulnya hymen itu

sangat tipis sehingga robeknya tidak selalu menyebabkan keluarnya darah

pada hymen tersebut.11

Berburu keperawanan, itulah fenomena yang terjadi saat ini. Hanya

saja mereka bukanlah kaum laki-laki, tetapi wanita-wanita yang ingin

10
Pribakti B, ApOG(K), Tips dan Trik Merawat Organ Intim Panduan Praktis
Kesehatan Reproduksi Wanita, (Yogyakarta: Pustaka Banua, 2008), cet. I, hal. 60
11
Pribakti B, ApOG(K), Tips dan Trik Merawat Organ Intim Panduan Praktis
Kesehatan Reproduksi Wanita, cet. I, hal. 61
3

mengembalikan keperawanan atau setidaknya masih seperti perawan. Rasa

percaya diri masih perawan itulah yang membuat sejumlah klinik terapi

keperawanan menjadi laku. Tempat-tempat seperti itu ramai dikunjungi

wanita, baik yang masih berusia remaja (belum menikah) maupun mereka

yang sudah berkeluarga. Sejumlah pakar menyebutkan ada dua metode yang

sering dilakukan untuk mengembalikan keperawanan. Pertama melalui

operasi selaput dara (secara medis). Kedua, lewat pengobatan alternatif12.

Jika yang dimaksud keperawanan adalah kembalinya selaput dara atau

hymen. Maka tidak ada cara alami yang bisa dilakukan dengan tindakan

operasi, tetapi untuk mengencangkan otot keperawanan agar vagina kembali

rapat, istri bisa melakukan beberapa cara diantaranya mengkonsumsi ramuan

trasional atau melakukan latihan otot panggul, ini yang disebut

mengembalikan keperawnan dalam cara alami. 13

Hymenoplasti pada prinsipnya adalah operasi untuk merestorasi

hymenalring. Setiap bagian dari hyminal akan dipotong kemudian ringnya

dijahit kembali dengan sekali jahitan. Jahitan tersebut dibuat memutar dan

disembunyikan dibawah mocosa atau selaput dara. Diameter ring diperbaiki

sekitar 1 inci. Tujuan hymenoplasti (operasi keperawanan) adalah

mengembalikan hymen seperti keadaan sebelum terjadi robekan.

12
Seksualitas.net, majalah kesehatan seksual pria dan wanita,
13
Seksualitas.net, majalah kesehatan seksual pria dan wanita,
3

Hymensoplasti termasuk operasi kecil, biasanya dilakukan dengan operasi

local atau sedasi. Teknis operasi hymenoplasti ada dua macam, yaitu simple

hymenoplasti dan alloplant. Simple hymenoplasti dilakukan jika selaput dara

hanya mengalami robekan dan masih ada yang tersisa. Pada bagian yang

robek dilakukan perjahitan, biasanya dengan benang yang dapat diserap,

sehingga selaput dara kembali ke bentuk semula. Tetapi jika selaput dara

sudah rusak berat atau hilang sehingga tidak mungkin lagi dijahit, operasinya

dengan teknik alloplant. Pada alloplant, dilakukan pemasangan selaput dara

buatan.14

Operasi selaput dara atau pengembalian keperawanan adalah

memperbaiki dan mengembalikannya pada tempat semula atau pada tempat

yang dekat dengannya. Masalah ini adalah masalah baru yang tidak

disebutkan dalam nash syariat sehingga penetapan hukumnya dapat diambil

ijtihad dengan melihat ada syariat, tujuan, kaidah secara umum dan manfaat

serta mudharat yang dihasilkan dari perbuatan tersebut15.

B. Sebab-sebab Hilangnya Keperawanan

Jaringan vulva (bagian luar dari alat kelamin wanita) biasanya sangat

tipis dan mudah sobek sebelum pubertas. Kegiatan apa saja yang menekan

jaringan vulva bisa merusak atau merobek hymen (selaput dara). Banyak gadis

yang tidak sadar kalau selaput darahnya sobek atau hilangnya sebab aktifitas

14
Hendrawan Nadesu, Cara Sehat Menjadi Perempuan, hal. 29
15
M. Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran, (Jakarta: Pustaka al kautsar, 2008), hal. 205
3

fisik seperti bersepeda, naik kuda, memasukan tampon, atau ketika

bermastrubasi. Gadis ini tidak tahu karena mungkin tidak terjadi pendarahan

atau darah yang menetes terlalu sedikit, juga tidak terasa sakit. Atau terjadi

ketika ia masih kanak-kanak sehingga ia lupa atau tidak mengerti apa yang

telah berlangsung saat terjadi kecelakaan tersebut.16

Ketika seorang gadis bersenggama, hymen (selaput dara) ini akan

rusak dan robek oleh penis yang ereksi. Hal ini bisa disertai rasa sakit atau

tidak nyaman, pendarahan, dan juga bisa tidak.17 Setiap manusia memang

dilahirkan berbeda-beda. Perbedaan itu Nampak nyata dan mudah ditemukan

dari banyak hal, mulai dari jenis kelamin, wajah hingga hal-hal yang

tersembunyi sekalipun. Berbicara mengenai perbedaan dari hal tersebunyi,

organ reproduksi adalah salah satu diantaranya.18

Selaput dara dalam bahasa Inggris disebut hymen, selaput yang ada di

mulut vagina perempuan. Selaput ini tipis dan merupakan membrane yang

lembut sebenarnya membrane ini secara biologis tidak berfungsi. Sayangnya,

membran ini memiliki beban kultural yang berat, karena keberadaan membran

dinilai sebagai bukti kegadisan seorang perempuan. Padahal saat terjadi

hubungan seksual pertama, membran ini bisa terluka atau melentur, kerena

16
Dono Baswardono, Perawan Tiga Detik, (Jakarta: Galang Press, 2005 ), hal. 32
17
Dono Baswardono, Perawan Tiga Detik, hal. 33
18
M. Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran, hal. 207.
4

memang karakteristik membrane ini sangat fleksibel membrane ini sangat

fleksibel.19

Selaput dara atau hymen robek karena tiga sebab yaitu:

1. Senggama. Seperti berhubungan suami-istri, dan mastrubasi

terutama yang dilakukan dengan benda asing besar seperti

vibrator.

2. Olahraga. Seperti naik kuda, naik sepeda, bermain lompat tinggi,

lari haling rintangan, senam, bela diri dan lain-lain.

3. Tindakan lain menyebabkan trauma. Bisa dikatakan seperti

pemerkosaan, alat-alat tertentu oleh dokter ketika menjalani

pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan panggul atau operasi

pembedahan.20

M. Nu’aim Yasin menjelaskan dalam Fikih Kedokteran, penyebab

hilangnya selaput dara di antaranya; pertama, hilang selaput dara kerena

sesuatu yang tidak dikategorikan maksiat sepeti perkosaan, naik sepeda dan

sebagainya, kedua, hilangnya selaput dara karena maksiat atau berzina, dan

ketiga, hilang selaput dara karena pernikahan. 21 Adapun penjelasan tentang

penyebab robeknya selaput dara, yakni sebagai berikut:

1. Terlalu Rapuh

19
M. Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran, hal. 207.
20
M. Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran, hal. 207.
21
M. Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran, hal. 207.
4

Selaput dara sudah robek sebelumnya karena terlalu rapuh.

Penyebabnya karena olah raga seperti berkuda, bela diri, dan

bersepeda.

2. Terlalu Elastis

Tidak adanya bercak darah di malam pertama disebabkan belum

robeknya selaput dara karena sifatnya sangat elastis. Pada beberapa

kasus ditemukan bahwa elastisitas selaput dara memungkinkan tidak

robek pada waktu pertama kai berhubungan seksual. bahkan ada yang

baru tersobek setelah perempuan tersebut melahirkan.

3. Darahnya Tidak Banyak

Keluar banyak atau tidaknya darah dari kemaluan wanita tergantung

pembuluh dara yang terdapat pada selaput dara tersebut. Jika selaput

dara yang banyak pembuluh darahnya otomatis mengeluarkan banyak

darah, tetapi jika tidak keluar darah di pembuluh darah yang ada pada

selaput darah tersebut sedikit.

4. Tidak Punya selaput Dara

Perkembangan teknologi memungkinkan dilakukannya penelitian

tentang selaput dara secara mendalam. Hasilnya ternyata dalam penelitian


4

yang dilakukan para seksolog ditemukan beberapa perempuan yang sejak

lahir memang tidak memiliki membrane ini.22

Mengenai faktor-faktor penyebab robeknya selaput dara, dalam hal ini

terdapat perbedaan yang mencolok antara robeknya selaput dara yang

disebabkan oleh kecelakaan (terbentur benda keras, olah raga, mastrubasi)

dengan robeknya selaput dara yang disebabkan oleh hubungan seksual

(persetubuhan suami-istri, perbuatan zina, perkosaan). Perbedaannya yakni

sebagai berikut:

1) Selaput dara yang sobek akibat kecelakaan bisa di area selaput

dara yang mana saja dan koyaknya tidak sampai ke tepi cincin

selaput dara.

2) Sedangkan selaput dara yang sobek akibat hubungan seksual

biasanya terjadi pada area selaput dara, dan sobeknya sampai ke

dasar cincin selaput dara23.

C. Alasan-Alasan Melakukan Operasi Keperawanan

Malam pertama merupakan suatu permulaan kehidupan bagi suami-

istri. Malam tersebut memiliki daya pengaruh yang sangat besar terhadap

suami-istri untuk membangkitkan rasa cinta atau mendatangkan kemarahan.

Hal ini terwujud dalam hubungan seksual malam pertama yang dilakukan
Abdullah Faqih, Indahnya Bercinta Sesuai Syari’ah “10 Fatwa Kontemporer
22

Hubungan Suami-Istri”. Penerjemah M. Lili Nur Aula, (Jakarta: Tarbawi Press, 2008), hal.
162-164
23
Nugraha, Problem Seks dan Solusinya, (Jakarta: ,2005), hal. 5.
4

suami-istri (pengantin baru).24 Bagi pengantin baru, hubungan seksual pada

malam pertama memberikan suatu kesan yang medalam dan kesan tersebut

akan selalu dikenang oleh keduanya. hubungan seksual yang dilakukan suami-

istri bukan hanya bertujuan untuk mendapatkan anak dan mengembangkan

keturunan semata. Tetapi, dalam hal ini juga bertujuan untuk mencari

kesenangan dan kenikmatan (hubungan seksual merupakan buah

perkawinan).25

Memperoleh kenikmatan dalam berhubungan seksual sangatlah

penting bagi suami-istri. Hal ini dapat dirasakan jika keduanya saling

menunjang atau antara kedua belah pihak suami-istri saling menopang guna

tercapainya kenikmatan seksual. Kenikmatan hubungan seksual bukan hanya

diperuntukkan bagi suami atau istri semata, tetapi keduanya itu berhak untuk

memperoleh kenikmatan seksual. hal ini agar tidak terjadi ketidakseimbangan

antara suami-istri.26

Sebagian komunitas masyarakat dunia, yang masih memegang norma

adat istiadat yang sangat ketat, keperawanan seorang wanita merupakat syarat

mutlak yang di mana harus dimiliki wanita tersebut, ketika melangsungkan

pernikahan dengan pria idaman hatinya. Pada masa lalu dalam rangka upacara

24
Mahmud al-Shabbagh, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam, Penerjemah
Bahruddin Fannani, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1991), hal. 80.

Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita. Penerjemah as’ad Yasin (Jakarta:
25

Gema Insani Press, 1998), hal. 207.


26
Siti Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu
Jaya, 1993), hal. 46-48.
4

pernikahan di berbagai daerah di Indonesia, mempelai wanita harus

membuktikan pada malam pertama adanya noda pada selembar kain putih.

Kini, kalaupun masih ada pasangan yang menjalankan kebiasaan tersebut

hanya merupakan kelengkapan saja, tidak seperti waktu itu di mana tidak

adanya dara bisa berakibat fatal bagi mempelai wanita. Namun degan

demikian, nilai “keperawanan” bukan berarti sudah merosot dalam

kebudayaan kita, walaupun zaman telah berganti, adat istiadat cenderung

terkikis.

Bagi masyarakat Timur, keperawanan masih diutamakan. Tantangan

yang dihadapi perempuan sekarang, pola pergaulan sudah semakin modern

dan kehidupan seks pranikah kian permisif. Sangat beresiko rentan tidak

perawan lagi. Di mata kebanyakan lelaki tidak ada maaf bagi perempuan yang

sudah kehilangan kegadisannya, apapun dalih dan penyebabnya. Maka,

virginitas harus selalu dijaga sampai hari perkawinan, kalau tidak

menginginkan ada perkara. Sekali perempuan lancang, sehingga menjadikan

diri mereka tidak virgin, seumur hidup lelaki tak percaya. Buktinya, tak

sedikit perempuan kandas jika istri sampai kedapatan oleh suami sudah tidak

perawan.

Posisi perempuan yang tidak virgin berada di pihak yang serba salah,

mengaku kepada calon suami kalau dirinya sudah tidak perawan, kelak

menjadi bumerang. Hari-hari perkawinan perempuan yang suaminya tahu

kalau selaput dara istrinya sudah cacat sebelum menikah, selalu disudutkan.
4

Posisi yang dijadikan dalih oleh suami untuk menyudutkannya, menjadikan

suami merasa pantas berlaku seenaknya terhadap istri yang di anggap sudah

tercemar, atau mungkin suami menjadi bersikap bebas, katakanlah boleh-

boleh saja berselingkuh sebagai bentuk balas dendamnya, misalnya.27

Jika kita lihat kepada tindakan ini dari segi pengaruhnya, dengan

melihat adat istiadat dan kebiasaan yang ada. Maka kita akan dapati beberapa

manfaat melakukan operasi ini sesuai dengan syariat Islam, di antaranya:

1. Untuk Menutup Aib

Pekerjaan yang dilakukan oleh dokter ini, membawa unsur kemaslahatan

yaitu untuk menutup aib sesorang gadis, apapun sebab hilangnya

keperawanan itu, sehingga aib tersebut bisa dismbunyikan. Karena jika

tidak, akan terjadi bencana pada dirinya. Menutup aib tidak hanya dengan

tidak menyebarluaskan aib itu kepada orang lain, ini adalah tindakan

menutup aib dalam bentuk pasif. Adapun pengembalian keperawanan

yang dilakukan oleh dokter adalah bentuk tindakan menutup aib secara

aktif, dan keduanya sama-sama bertujuan untuk menghindari aib dan

akibat-akibatnya pada pihak yang terkait.

2. Melindungi Keluarga

Di samping manfaat untuk menutup aib, ada kepentigan lain, yaitu

melindungi sebagian keluarga, yang akan dibentuk kemudian hari dari hal-

27
http://www.hrmbedahplastik.com/operasi-selaput-dara/
4

hal yang menyebabkan kehancuran. Kerena jika seorang dokter tidak

mampu mengembalikan keperawanannya yang telah hilang, lalu gaids

tersebut menikah, dan suaminya mengetahui hal tersebut, maka hal itu

bisa menjadi sebab hancurnya keluarga tersebut. Atau paling tidak

menimbulkan prasangka dan hilangnya kepercayaan antara keduanya,

sedangkan tidak dapat dipungkiri bahwa mewujudkan sebuah rumah

tangga berlandasan rasa saling percaya adalah salah satu tujuan syariat.

3. Pencegahan dari Prasangka Buruk

Melakukan operasi tersebut akan membantu untuk menyebarkan

prasangka baik pada masyarakat, dan menutup pintu di mana jika ia

dibiarkan terbuka akan ada kemungkinan masuk prasangka buruk ke pada

dirinya, dan hal tersebut terkadang menyebabkan pada kedzaliman atas

gadis-gadis yang tidak bersalah.

4. Mewujudkan Keadilan antara Pria dan Wanita

Seorang lelaki, dengan kekejian dan perbuatan tercela apapun yang di

lakukan, tidak akan menimbulkan pengaruh fisik pada tubuhnya, dan tidak

akan ada kecurigaan apa pun di sekitarnya, jika perbuatan tersebut tidak

dapat dibuktikan melalui perangkat hukum syariat. Sementara itu,

seseorang gadis akan disalahkan secara sosial dan adat atas hilangnya

kegadisannya, meskipun tidak ada satu bukti yang diakui oleh syariat

sekalipun atas perbuatan kejinya. Begitu juga dengan wanita yang telah

menikah atau yang pernah menikah sebelumnya, seperti jana karena cerai
4

atau ditinggal mati suaminya, ia tidak akan menerima cercaan dan

disalahkan secara social atau adat, dengan kekejian apa pun yang dia

perbuat, selama bukti-bukti syariat tidak mampu menetapkan apa yang

telah ia perbuat.

5. Mendidik Masyarakat

Perbuatan seorang dokter muslim dalam menutupi qarinah yang tidak

jelas tersebut (yang menunjukkan atas kekejian) mempunyai pengaruh

yang mendidik pada masyarakat secara umum, dan pada si gadis secara

khusus. Penjelasan tentang pengaruh yang mendidik secara umum adalah

bahwa sebuah kemaksiatan jika ditutupi, bahayanya akan terbatasi wilayah

yang sempit sekali. Bisa jadi terbatas pada sang pelaku jika ia tidak

bertaubat, dan jika ia bertaubat maka hilanglah pengaruhnya sama sekali.

Tapi apabila hal tersebut tersebar pada masyarakat, maka pengaruh

buruknya akan bertambah, dan akan berkurang rasa segan orang dalam

melakukan perzinahan, dan jika hal tersebut terus terjadi, maka rasa segan

itu akan terus berkurang sampai melemahkan perasaan sosial.28

Pada umumnya alasan-alasan untuk melakukan operasi keperawanan

ini sangatlah banyak, ada yang dilihat dari sisi positifnya dan ada juga dilihat

dari sisi negatif dari operasi keperawanan itu sendiri. Melihat banyaknya

alasan-alasan untuk bisa melakukan operasi keperawnanan tersebut kita

28
M. Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran, hal. 279-283
4

melihat alasan yang dinilai dari segi positif nya saja. Mengenai alasan tersebut

maka kita bisa menyimpulkan sedikit, bahwa melakukan operasi keperawanan

itu sangatlah penting bagi wanita yang telah kehilangan keperawanan

disebabkan bukan karena berzina, operasi ini sangatlah membantu untuk

menjauhkan dari perasangka seseorang kepada diri kita, selain itu juga

menjaga keluarga yang akan segera dibangun (berumah tangga) dilihat dari

alasan-alasan di atas sangat memungkinkan untuk dapat melakukan operasi

keperawana tersebut.

D. Hukum Melakukan Operasi Keperawanan

Banyak kalangan memperdebatkan tentang persoalan ini, yang mana

melakukan operasi keperawanan ini hal yang sangat sensitif bagi rumah

tangga kedepannya, tetapi banyak faktor yang menyebabkan pecahnya selaput

darah ini. Di mana banyak dari kalangan wanita yang menggunakan alasan

melakukan operasi pengembalian keperawanan ini karena sobeknya selaput

darah disebabkan oleh kecelakaan. Tetapi tidak banyak wanita yang

melakukan operasi ini dengan alasan sudah bertaubat dan ingin memperbaiki

yang sudah rusak agar tidak membuat dampat yang besar bagi dirinya.29

Praktek pemulihan selaput dara ini karena mengandung unsur-unsur,

terbukanya aurat kepada orang lain, terlihatnya aurat oleh orang lain,

penipuan terhadap orang lain, menimbulkan rasa sakit dan lain-lain. “Faidh al-

Qadir Syarh al-Al Imam Jalaluddin al-Suyuthi berkata : “kaedah yang


29
M. Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran, hal. 304-305
4

keempat ialah, kemudharatan itu harus dihilangkan berdasarkan sabda Nabi

Muhammad SAW, (tidak boleh kemudharatan terhadap diri sendiri dan tidak

boleh berbuat kemudharatan terhadap orang lain). Ia berkata: kaedah yang

kedua puluh tiga, perkara yang tidak boleh ditinggal kecuali karena perkara

wajib yang lain, sebagaian ulama mengngkapkan kaedah ini dengan redaksi,

“perkara yang wajib tidak boleh ditinggalkan karena perkara sunat. Di antara

cabang-cabang kaedah ini berkhitan andaikan tidak wajib niscaya diharamkan

karena di dalamnya terdapat unsur memutus sebgaian organ tubuh, terbukanya

aurat dan terlihatnya aurat oleh orang lain”. Dalam al-Jami al-Shaghir terdapat

hadis, “barang siapa menipu, maka bukan termasuk golongan dari kamu”. HR.

Al-Tirmidzi dari Abu Hurairah ra, Hadis shahih, Al-Munawi berkata:

“maksud hadis (barang siapa yang menipu) yaitu berkianat atau

menyembunyikan yang sebenarnya, (maka bukan termasuk golongan kami)

yait bukan golongan pengikut kami.30

Dari apa yang telah disebutkan, baik tentang kemaslahatan maupun

mudharat yang terwujud dari pengembalian keperawnan di atas, jelaslah

bahwa:

1. Jika selaput dara itu rusak disebabkan oleh kecelakaan atau perbuatan

yang bukan maksiat secara syariat dan bukan hubungan seksual dalam

pernikahan, maka dapat dilihat sebagai berikut:

30
M. Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran, hal. 304-305
5

Jika diyakini bahwa si gadis akan menerima kedzaliman karena adat

istiadat yang ada, maka operasi tersebut wajib dilakukan, karena hal itu

untuk menghilangkan mudharat yang kemungkinan besar terjadi menurut

kebiasaan, maka dihukumi dengan hukum yang pasti, dan jika suatu

kemudharatan sering terjadi walaupun pada masa yang akan datang, maka

hal itu dihukumi seperti terlah terjadi. Namun jika diperkirakan

kemudharatan itu kecil kemungkinannya untuk terjadi, maka perbaikan

selaput dara itu disunnahkan, tapi tidak wajib. Kerena tindakan itu hanya

dijadikan sebagai batasan untuk menetapkan urgen tidaknya operasi itu

adalah tabiat dan adat istiadat masyarakat di mana si gadis hidup di

dalamnya.

2. Jika penyebab pecah selaput dara itu adalah hubungan seksual dalam

pernikahan, maka operasi pengembalian keperawanan tersebut

diharamkan atas janda atau wanita yang dicerai. Karena tidak ada

kepentingan di dalamnya. Terlebih diharamkan untuk yang sudah menikah

kerena hal itu sama saja dengan main-main. Dan dokter tidak dibolehkan

untuk melihat aurat wanita kecuali dalam keadaan darurat.

3. Jika penyebab rusak selaput dara itu dikarenakan zina yang diketahui

masyarakat, baik yang diketahui melalui keputusan pengadilan bahwa si

gadis berzina, maupun karena perbuatan berzina tersebut dilakukan

berulang-ulang, atau karena pengakuan si gadis akan perbuatannya dia

terkenal sebagai pelacur, maka pengembalian selaput dara dalam hal ini
5

juga diharamkan. Karena operasi itu tidak ada maslahatnya sama sekali

dan tidak lepas dari mudharatnya.

4. Jika penyebab rusak selaput dara itu adalah zina yang tidak diketahui oleh

masyarakat dalam artian yang sudah dijelaskan, dokter bisa memilih untuk

melakuka operasi atau tidak. Dan melakukannya lebih baik jika

memungkinkan kerena perbuatannya ini termasuk menutup aib, dan

menutup aib orang yang berbuat maksiat mempunyai beberapa hukum.31

Dijelaskan bahwa menutup aib orang yang berbuat maksiat haram

hukumnya, namun operasi pengembalian keperawanan itu tidak berarti

menghilangkan hak orang seperti yang telah dijelaskan. Menutup aib orang

yang telah berbuat maksiat wajib hukumnya jika secara nyata mengakibatkan

terjadinya mudharat atau kerusakan, seperti seseorang yang melihat kejadian

zina sendirian. Jika dia menyampaikannya namun si tertuduh tidak

mengakuinya maka di anggap melakukan qodzaf (tuduhan zina). Dalam hal

ini, jika dokter tidak melakukan operasi pengembalian operasi

keperawanannya, tidak akan menjerumuskannya ke dalam hukum qodzaf.32

Menutup aib hukumnya sunnah jika yang melakukan maksiat telah

bertaubat dan tidak mengulangi perbuatannya dan menjadi makruh jika dia

melakukan maksiat terus menerus dan tidak bertaubat. Jika tidak diketahui apa

pelaku maksiat itu bertaubat atau tidak, maka menutui aibnya adalah boleh,

31
M. Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran, hal. 304-305
32
M. Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran, hal. 304-305
5

kecuali jika kita memikul tanggung jawab untuk memperbaiki masyarakat Islam. Namun jka pelaku

33
M. Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran, hal. 304-305
BAB IV

ANALISIS PANDANGAN HUKUM ISLAM TENTANG OPERASI

KEPERAWANAN UNTUK MEMPERLANCAR PERNIKAHAN

A. Operasi Keperawanan Untuk Memperlancar Pernikahan

Dalam Islam perempuan perawan mendapatkan suatu bentuk

perlakuan yang istimewah dibandingkan dengan wanita yang sudah tidak

perawan lagi, hal ini terlihat dari beberapa ayat Al-Qur’an yang menceritakan

tentang gambaran seorang perawan dan hadis Rasulullah yang memerintahkan

untuk menikahi dengan perawan.

Perintah tersebut, bukanlah suatu kewajiban yang wajib diikuti, tetapi

lebih kepada sebuah pilihan untuk boleh dilakukan dan tidak masalah jika

tidak dilaksanakan. Ada beberapa hadis yang memerintahkan untuk lebih

memilih perawan, di antaranya sebagai berikut:

Hadis riwayat Abu Nua’im dari Ibnu Umar dalam kitab “Mukhtarul

Alhadis Annabawiyah” yang ditulis Sayid Ahmad Al-Hasyimi

‫ح ˚م مد ب ¸ن ط˚´ل ح َ ب ˚ح ¸ن ´سا¸¸ل‬ ¸ ¸ ¸
´ ˚´ ´ ˚ ´ ´ ‫˚م˚ن ذ‬ ˚‫˚را هي¸ م ب‬.´‫ا ب‬
‫ ´ دث¸ ˚دال ا¸ب˚ ¸ن‬.‫´ي ¸مي‬.˚‫´حة الت‬ ‫¸ن ¸رال زا¸ م ´ دث‬
´´
‫´ن ´ ر‬ ‫´ن´ا‬
.‫˚ي‬

‫لَ ´و ´سل‬
´ ‫´ب´ة ب˚ن َو مي ب˚ ´ ´َ´ ال ´صا ¸ري ´ر لال¸ ´صل´ي‬. َ‫ن¸ ˚ب ´ت‬
( ‫¸ ´م‬
‫لال˚ ´ي‬ ˚‫¸ن س دة¸ ´ن˚ ق´ا´ ل ˚س˚ و‬
‫ه‬ ‫ل‬ ‫ا‬

¸‫ال ز وائ‬ ¸ ‫¸ف ¸س¸˚ ي ض ب¸الي´ ¸ف‬


´´ ˚ ‫´وا˚´ر‬ ‫´ما‬
‫´وا´ن‪˚.‬ت´ق ا˚´ر´ حا‬ ‫´‬ ‫ه‬ ‫´ كا‬ ‫¸‬
‫˚ب ا´ف´ ‪˚.‬وا‬ ‫ا´ ˚َ´ ذ ا‬ ‫´َل˚´ي ˚ك ˚م ر‪ .‬ف´ا ن‪˚ .‬ه ن ˚ ب˚¸ل´˚ب‬

‫ا¸ ˚سن´ا¸ ده¸ م˚ مد ب˚ ¸ن ط˚´ل ´حة‪(.‬‬

‫‪53‬‬
5

Artinya: “kawinilah perawan, karena perawan itu lebih segar mulutnya, lebih
subur, lebih hangat kemaluannya dan lebih rela dengan nafkah yang
sedikit”.1
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Ibnu di dalam kitab “Bulughul
Maram Min Adilliatil ahkam” yang ditulis Ibnu Hajar Al-Atsqalani

¹ ‫´ي‬.‫ الث‬:‫´لَ ˚ و قا´ ´ل‬ ¸


´ ‫´صل´ي‬ ´¸‫´َ ˚ن ا ب˚ َب´ا ´ر ¸ضي ´َ˚ن ا´ الن‬
‫¸ ˚ب‬ ¸
˚‫´ي ´سل‬ ˚‫لال‬ ‫ه ن ˚ب‬. ´ ˚‫لال‬ ‫¸ن ¸ س‬
‫ه ´م‬ ‫ا‬

‫س م ع ¸ب ا˚´م˚ر‬
´ ´ ´ .‫˚ها‬. ´‫ها ˚س ˚ك˚ وت‬.˚ ´‫´ وا˚ ¸ذن‬،‫´ وال˚ب¸ ˚ك˚رت˚ ˚ست´ا´ م˚ ر‬،‫ها‬. ´ ‫´ول¸ي‬
¸ ‫´ي‬.‫)ل ´ي ل˚¸ل الث‬:‫وف فل ظ‬.‫(رواه مسلم‬
¹ ˚
‫´ و¸ل‬

‫ وصححهانب‬،‫ي‬
)‫حبان‬ ‫´و ال¸ي´ت˚¸ي´ مة˚ت˚ ˚ست´ا´ م´ر (رواه‬
‫والنسا‬.‫ابوداود‬
“Dari Ibnu Abbas r.a, bahwasanya Nabi SAW bersabda, “seorang janda
lebih berhak darinya dari pada walinya, sedangkan seorang gadis hendaknya
diajak bermusyawarah, dan izinya adalah dengan diamnya.” (H.R. Muslim).
Sedangkan di dalam sebuah lafazh disebutkan, “wali tidak memiliki
kekuasaan terhadap janda, dan wanita yatim hendaklah diajak
bermusyawarah”. (H.R. Abu Dawud dan An-Nasa’i. Hadis ini dishahihkan
Ibnu Hibban).2

Penjelasan makna kosa kata dari hadis di atas adalah, “ats-tsayyibu”

dalam annihayah dikatakan lafazh ini asalnya huruf wawu, dari kata tsâba-

yastûbu yang artinya raja’a (kembali) dan ditujukan untuk laki-laki maupun

perempuan yang sudah tidak perawan atau perjaka. “ahaqqu binafsiha”

bentuk kalimat super latif yang berarti ikut serta dalam hak. “al-bikr”,

jamaknya abkar, artinya laki-laki dan perempuan yang belum menikah.


5

Lafazh bikr pada mulanya menunjukkan sesuatu permulaan sesuatu, seperti

bikr ‘amal wal bakur: permulaanya siang, al bakurah: yang dilahirkan lebih

1
Ahmad ibn Yazid Abu Abdullah, Ibnu Hajar, (Beirut: Dâr al Fikr, 1998), hal. 598.
2
Ahmad ibn Yazid Abu Abdullah, Ibnu Hajar, hal. 415
5

awal. “Al-yatimah”. Maksudnya anak kecil yang ditinggal mati orang tuanya,

bentuk jamaknya aitam maksud ash-shaghirah adalah yatimah, jamaknya

yatama. Maksudnya yatimah pada hadis ini adalah balihghah (wanita yang

sudah balig), dalam menentukan calon suami yang sekufu dan baik.3

Penulis menegaskan kembali bahwa objek permasalahan pecahnya

selaput dara di karenakan selain zina atau sudah menikah. Maka dalam

pembahasan ini lebih cenderung ke permasalahan pecahnya selaput dara di

sebabkan oleh aktivitas yang berlebihan, olah raga, kecelakaan medis atau

kecelakaan yang pernah di alami oleh sang wanita tersebut.

B. Pandangan Tokoh Islam Tentang Operasi Keperawanan Dengan Alasan

Untuk Mempermudah Pernikahan

Menurut Ahmad Mukri Ajie seorang Ketua Umum Majlis Ulama Indonesia,

Kabupaten Bogor, Untuk mencari pasangan yang baik harus sesuai dengan

perintah dalam Al- Qur’an dan hadis, yang mana pasangan tersebut

mempunyai tujuan untuk membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah

warahma, mawaddah menurut bahasa berarti cinta atau harapan. Dalam

sebuah pernikahan, cinta adalah hal penting yang harus ada dan selalu ada

pada sebuah pasangan suami istri. Dan mawaddah berarti selalu mencintai

baik dikala senang maupun sedih. Warrahma memiliki kata dasar rahma yang

3
Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam, Taudhih Al-Ahkam Min Bulugh Al Maram,
diterjemahkan oleh Thahirin Suparman “Syarah Bulughul Maram”, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2006), hal. 320
5

artinya kasih sayang. Dan kata wa disini hanya sebagai kata sambung yang

maknanya dan.4

Di dalam sebuah keluarga, kasih sayang adalah hal penting yang harus

ada dan selalu di jaga agar impian menjadi keluarga bahagia bisa tercapai.

Jika digabungkan arti sakinah mawaddah warrahmah berarti keluarga yang

selalu diberikan kedamaian, ketentraman, selalu penuh dengan cinta dan kasih

sayang. Pasti semua keluarga yang seperti itu, kunci utama untuk

mendapatkan keluarga yang sakinah mawaddah warrahma adalah meluruskan

niat kita berkeluarga karena ingin mendapat ridha dari Allah. Banyak orang

yang berkeluarga dengan niat yang lurus, sehingga keluarga yang di bina akan

menjadi keluarga yang kurang bahagia.5

Lebih jauh Sayid Sabiq menyatakan, Islam sangat mendorong orang

untuk melangsungkan pernikahan secara benar. Sebab dalam pernikahan

terkandung berbagai hikmah bagi manusia. Hikmah tersebut antara lain: untuk

menyalurkan hasrat seksual (al-Ġarîzah al-jinsiyyah), memperbanyak

keturunan, dan generasi, menyalurkan naluri kebapakan dan keibuan dan

menguatkan rasa cinta kasih.6

4
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Mukri Ajie. Jakarta. 7 Februari 2016
5
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Mukri Ajie. Jakarta. 7 Februari 2016
6
Sayyid Sabiq, Fiqih Al-Sunnah, Juz I, (Kairo: Dar Al-Fikr, 1987), hlm. 10-12.
5

Bahwa di dalam Al-Quran tidak ada perintah untuk mencari calon istri

yang masih gadis atau perawan, akan tetapi perintahnya ialah menikahi wanita

yang disukai laki-laki. Adapun hadis yang mengatakan sebagai berikut:

‫ح ˚م´ مد ب˚ ¸ن ط˚´ل ´ح ´َ˚ب ˚ح´ ´سا¸¸ل‬ ¸ ¸ ¸


´ ‫˚م˚ن ذ‬ ˚‫˚را هي¸ م ب‬.´‫ا ب‬
¸ ¸
˚‫ ´ دث¸ ˚دال ¸ن ا ب‬.‫´ي مي‬.˚‫´حة الت‬ ‫¸ن ¸رال زا¸ م ´ دث‬
´´
‫¸ن‬ ‫´ن ´ر‬ ´‫ ´نا‬.‫ي‬
˚
( ‫لَ ´و ´سل´م‬
´ ‫´ر ´صل´ي‬ ‫´صا ¸ري‬ ¸‫َ دة‬
´´ ´ ˚‫´ب´ة ب˚ن َو مي ب‬. َ‫ن¸ ˚ب ´ت‬
¸‫لال ´ي‬ ‫ق´ا´ ل ˚س˚ و˚ ل‬ ˚‫¸ن س ال´ن‬
˚
‫ه‬ ¸‫لال‬ ‫ا‬

‫وا ˚ض ب¸الي´ ¸س¸˚ ي ¸ف‬ ‫ ˚ه ˚ب ا´ف‬.‫ ف¸´ان‬.‫´َل˚´ي ˚ك ˚م ب˚¸ل´ب˚ ´كا˚ ر‬


´ ´ ‫˚ت´ق‬.‫´وا´ن‬
‫ال´ز´وائ¸ ¸د ¸ف‬
˚ ‫ا˚´ر´ حا ما‬ ‫˚وا‬. ´ ‫ن ا´ َ˚´ ذ‬
‫´ر‬ ‫´ ها‬
‫ا¸ ˚سن´ا¸ ده¸ م˚ مد ب˚ ¸ن ط˚´ل‬
(.‫´حة‬
Artinya: “kawinilah perawan, karena perawan itu lebih segar mulutnya, lebih
subur, lebih hangat kemaluannya dan lebih rela dengan nafkah yang
sedikit”.7
Dalam Fiqhul Al Mahallî dalam bab nikah, anjuran untuk memilih

pinangan perempuan ialah yang masih gadis, tetapi jika kita melihat kisah

Rasulullah dan Khadijah, sesungguhnya Khadijah melebihi seorang gadis dari

berbegai aspeknya, dia cantik, walaupun janda kemudian kaya dan istiqamah

sebagai istri untuk mengangkat kemuliaan seorang suami. Sebagai Nabi dan

Rasul. Dalam mencari calon pasangan atau mencari calon istri, anjuran yang
5

lebih baik ialah, dia seorang yang masih gadis, jadi lelaki yang masih perjaka

dan wanita nya masih gadis maka seimbang dan setaraan pada keduanya.8

7
Ahmad bin Yazid Abu Abdullah, Ibnu Hajar, hal. 598.
8
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Mukri Ajie. Jakarta. 7 Februari 2016.
6

Bapak Ahmad Mukrie Ajie berpendapat bahwa melakukan operasi

keperawanan yang disebabkan karena berzina adalah haram. Karena dengan

melakukan operasi ini secara tidak langsung wanita itu telah membohongi

calon suaminya. Agar terhindar dari hal tersebut, Islam mengharuskan kepada

setiap muslim untuk menjaga dirinya, dalam hal ini lebih dikhususkan kepada

wanita. Seorang wanita harus mampu menjaga dirinya dari hal-hal yang

menimbulkan mudharat, salah satu caranya dengan menjaga sikap dalam

pergaulan, sehingga terhindar dari pergaulan bebas. seharusnya wanita itu

sholeh, terpelihara, dan terjaga dirinya. Yang mana seluruhnya hanya di

berikan kepada calon suami saja, dan memiliki istri seperti Milku Al Intifaq

(kepemilikan untuk di manfaatkan).9

Beda halnya dengan alasan melakukan operasi ini disebabkan karena

kecelakaan atau olahraga, menurut beliau jika alasannya seperti itu maka

diperbolehkan, karena pada dasarnya hal ini disebabkan karena kecelakaan

dan melakukan suatu perbaikan terhadap anggota tubuh yang cacat itu

diperbolehkan. Dalam kenyataan selaput dara itu tidak mudah pecah dan

biasanya dalam waktu 3 hari baru bisa pecah selaput dara itu, kecuali

kecelakaannya saat seorang wanita itu diperkosa, jika sebab diperkosa itu

terjadi karena si perempuan itu mengumbar aurat, maka hukum melakukan

operasi keperawanan itu tidak dibolehkan karena itu merupakan kesalahannya

9
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Mukri Ajie. Jakarta. 7 Februari 2016.
6

itu sendiri, beda halnya dengan wanita yang sudah berpakaian dengan baik

dan tertutup lalu wanita tersebut diperkosa, maka hukum melakukan operasi

keperawanan ini diperbolehkan, karena ini merupakan sebuah kecelakaan.10

Hukum melakukan operasi keperawanan itu bisa dilihat berdasarkan

niatnya, jika niatnya untuk mengelabui seorang lelaki maka dia salah secara

hukum dan berdosa. Dan jika karena sebab kecelakaan atau atlet maka Allah

SWT akan mengasih calon pasangan yang bisa mengerti.

.´‫´و¸ِم ا ´ل ي‬
‫˚ف‬. ˚‫˚ ر ˚ض ا´ن‬ ‫´خل´ ل˚´ز ˚كل ´ ها ¸ِم‬ ‫˚س˚ب ´ح ´ن ال‬
‫ت ˚ و¸م ¸ ¸ ˚عل´ ˚م˚ و´ ن‬ ‫´ق ا ´وا‬
‫س ه‬ ´ ¸‫ا ُ̊ت˚ب‬
‫˚م‬ ‫ا ´ ˚ن‬ ‫´ج‬
‫ل‬
) ٣ ٦ :٣ ٦ :‫( سورة يسن‬
Artinya: “Maha suci Tuhan yang telah Menciptakan pasangan-pasangan
semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka
maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” (QS. Yasin (36):36)

Maka yakinlah, bahwa seorang wanita yang baik akan berpasangan

dengan lelaki yang baik, begitu juga sebaliknya. Jika alasan melakukan

operasi selaput dara ini karena alasan untuk mempermudah proses pernikahan,

dengan maksud untuk menghindari dari hal-hal yang tidak diinginkan ketika

pernikahan ini berlangsung, dalam kasus ini beliau membolehkan operasi

keperawanan dengan beberapa alasan tertentu, tetapi beliau tidak

menginginkan operasi keperawanan ini untuk dilegalkan.11

10
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Mukri Ajie. Jakarta. 7 Februari 2016.
11
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Mukri Ajie. Jakarta. 7 Februari 2016.
6

Menurut M. Nua’im Yasin di dalam buku Fikih Kedokteran, operasi

keperawanan di lihat dari segi fiqih. Hampir semua fuqaha sepakat bahwa

tiadanya keperawanan tidak dianggap aib yang menghancurkan batalnya

pernikahan, jika hal itu tidak diisyaratkan oleh sang suami secara jelas.

Berdasarkan hal di atas tidak berarti seorang dokter yang melakukan operasi

keperawanan seorang wanita, telah mengambil hak calon suami untuk

membatalkan pernikahannya.12

Menurut mayoritas fuqaha, jika si pelamar ini telah mensyaratkan

keperawanan gadis, dan ternyata ia sudah tidak perawan lagi disebabkan

karena haid yang melebihi batas, perawan tua, atau membawa berat, maka si

suami tidak berhak untuk membatalkan pernikahan. Karena menurut

kebanyakan orang, perawan ialah yang belum pernah digauli atau belum

pernah berhubungan seksual dengan siapapun.13

Maka seorang wanita, yang selaput darahnya telah hilang atau rusak

dengan sebab selain berhubungan seksual, tetap disebut perawan. Maka

dengan melakukan operasi, dokter tidak berarti mengambil hak suami,

meskipun sang suami telah mensyaratkan keperawanan ketika menikah.

Karena sebagian fuqaha memang berpendapat bahwa suami bisa membatalkan

pernikahan jika sebelumnya telah mensyaratkan belum rusaknya selaput darah

12
M. Nua’im Yasin, Fikih Kedokteran, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008), hal.
289-290
13
M. Nua’im Yasin, Fikih Kedokteran, hal. 289-290
6

dan ini berarti persyaratan yang lebih khusus dari pada keperawanan, yang

mengharuskan adanya selaput dara.

Menurut sebagian fuqaha, keperawanan ialah sesuatu yang

didambakan oleh semua orang, maka jika hal itu diisyaratkan maka syarat itu

harus dipenuhi. Dan jika tidak ada maka suami berhak untuk memilih antara

membatalkan pernikahan atau tidak membatalkannya. Seperti halnya sifat-

sifat lain yang disukai manusia, jika hal itu diisyaratkan dan ternyata tidak

terwujud, maka dia bisa memilih. Misalnya jika ia memilih atau mensyaratkan

istrinya harus berkulit putih dan ternyata hitam, atau mensyaratkan agar besar

atau kecil, atau tidak lemah pendengarannya atau penglihatannya, jika

kenyataannya tidak sesuai dengan yang diisyaratkan, maka dia berhak

memilih.14 Ini adalah pandangan atau pendapat dari sebagian fuqaha,

sedangkan sebagian lainnya berpendapat tidak adanya hak pilih bagi suami,

meskipun ia telah mensyaratkan jika tidak bisa dibuktikan adanya aib tertentu

pada calon istri,maka mengharuskan suami untuk memilih tanpa harus

mensyaratkan sebelumnya.

Pada masalah operasi pengembalian selaput darah ini, di dalam buku

fikih kedokteran, beliau menyimpulkan dengan beberapa argumen, diantara

argumen yang di kemukakan adalah adanya kemaslahatan dan mudharat yang

timbul dari pengembalian selaput dara seorang wanita. Kesimpulan beberapa

hukum, yaitu:
14
M. Nua’im Yasin, Fikih Kedokteran, hal. 290
6

1. Jika sobeknya selaput dara itu karena kecelakaan atau perbuatan yang

bukan maksiat secara syariat dan bukan hubungan seksual dalam

pernikahan, maka untuk menghilangkan mudharat yang lebih besar

yang diterima oleh si gadis, operasi tersebut wajib dilakukan. Tapi jika

kemudharatannya lebih kecil, maka hukumnya menjadi sunnah.

2. Jika penyebab adalah hubungan seksual dalam pernikahan, maka

operasi tersebut diharamkan atas janda atau wanita yang dicerai.

Karena tidak ada kepentingan di dalamnya.

3. Jika penyebabnya pecahnya selaput dara itu dikarenakan zina yang

diketahui masyarakat, maka pengembalian selaput dara dalam hal ini

juga diharamkan. Karena tidak ada kemaslahatannya sama sekali dan

tidak lepas dari kemudharatannya.

4. Jika penyebabnya adalah zina yang tidak diketahui oleh masyarakat,

dokter bisa memilih untuk melakukan operasi atau tidak, dan

melakukannya lebih baik jika memungkinkan.15

Menurut pandangan Muhammad Khalid Mansur, menyimpulkan

beberapa argumen hukum mengenai operasi selaput dara ini sebagai berikut:

1. Hukum melubangi selaput dara. Boleh melakukan operasi ini

sebagaimana melakukan operasi lain, dengan kesamaan adanya

keperluan medis yang menuntut pada masing-masing kasus.

15
M. Nua’im Yasin, Fikih Kedokteran, hal. 292
6

2. Hukum merapatkan selaput dara. Ada empat pendapat yang

ditawarkan oleh fuqaha Kontemporer dalam masalah ini, yaitu:

a. Pendapat Syaikh Al Izz Bin Abdussalam dan Muhammad Muhtar

Asy-Syinqithi, tidak boleh merapatkan selaput dara secara mutlak.

b. Pendapat Syaikh Muhammad Muhtar As-Salami, boleh

merapatkan selaput dara pada usia muda dengan sebab selain

persetubuhan atau telah melakukan hubungan seksual diluar nikah.

c. Pendapat Taufiq Al Wa’i, beliau berpendapat bahwasanya operasi

pegembalian selaput dara hukumnya haram, haram merapatkan

selaput dara karena zina tanpa paksaan.16

Namun, walaupun begitu, ada sebagian ulama yang tidak

membolehkan gadis tersebut untuk melakukan operasi selaput dara, karena

mungkin saja orang lain tahu bahwa gadis tersebut sudah rusak atau hilang

selaput daranya dari pihak-pihak tertentu, sehingga tujuan untuk menutup aib

menjadi tidak terwujud. Selain itu, aurat si gadis tadi akan dilihat oleh para

dokter, padahal operasi ini bukanlah hal yang darurat. Sedangkan untuk

menghindari fitnah dan tuduhan bisa saja dengan menjelaskan kepada

masyarakat atau calon suami, bahwa selaput dara yang hilang tadi akibat

kecelakaan, bukan akibat perbuatan zina.17

16
Muhammad Khalid Mansur, Al-Ahkam Ath-Thibiyah Al-Muta’alliqah Bi An-Nisa
Fi Fiqh Al Islami, Penerjemah team Azzam, Pengobatan Wanita Dalam Pandangan Fikih
Islam, Cet 1, (Jakarta: Penerbit Cendikian Sentra Muslim, 2001), hal. 175
6

C. Istimbat Hukum Tentang Operasi Keperawanan.

Telah dijelaskan pandangan tokoh-tokoh diatas tentang pandangan

hukum operasi keperawanan dengan alasan untuk mempermudah pernikahan

di luar sebab zina. Disini, penulis memaparkan dasar-dasar hukum kebolehan

operasi keperawanan untuk mempermudah pernikahan diluar sebab zina.18

Yaitu sebagai berikut:

‫¸ ˚سي´ا ˚ن‬¹ ‫ا¸ ن لال´ ´و ´ض ´ع ´َ ˚ن ا˚ م˚ ¸ ِت ال´ط´ ٔا´´والن‬


‫´و´ماا ˚ست˚ ˚ك¸ ر˚هوا ´َل˚´يه‬
Artinya:”Dimaafkan atas umatku, suatu perbuatan yang dilakukan karena
tidak sengaja, lupa dan terpaksa”.

Dan Rasulullah SAW, bersabda,

‫´رف´ ¸ع‬
‫´َ ˚ن السود ´َ ´َائ¸ ´َ ˚ن ال´ن¸ ˚ب ´َل˚ ´و ´سل˚ ´م‬ ‫˚را‬.´‫´َ ˚ن ا´ ˚ح´ ´د ´َ ˚ن ا¸ب‬
‫´صل´ى لال˚ ´ي¸ ق´ا´ ل‬ ´‫˚ن ´شة‬ ‫¸ه˚ي´ م‬
‫ه‬
‫´ي¸ ق‬.˚‫´َ ˚ن الصىب ´ح´ ِت ˚َ´´تل´ ¸م ´َ ˚ن الن´ائ¸¸م ´ح´ ِت ي´ ˚ست‬ ‫ال´ قل´ ´م ´َ ˚ن ث´´لث¸´ة‬
‫˚و¸ ن ´ح´ ت‬. ˚‫´ظ ´و ´َ ˚ن ا ˚لمجن‬
.‫´ ˚ع¸ ق ´ل‬.‫ي‬
Artinya: “Telah diangkat pena (yang mencatat amal perbuatan) dari tiga
orang, anak kecil sampai ia berakal (balig), orang yang tidur sampai ia
bangun, dan orang gila sampai ia waras”.19

Sesungguhnya Allah SWT, dalam kitab sucinya telah mewajibkan

kepada kita untuk mengawinkan lelaki suci dengan wanita suci, dan

menjauhkan mereka dari pezina dan orang musyrik. Allah berfirman,

M. Muhtar Syenkity, Ahkam Jirahiyah Tibbiyah, ( Maktabah An-Nahdah Al-


17

Mishriyah, 1990), cet. I, hlm. 432.


6

18
M. Nua’im Yasin, Fikih Kedokteran, hal. 288
19
Imam Ahmad, Musnad Ahmad, ( Beirut: Dâr Shadir, 1989), hal. 207.
6

‫و َٰ´ذل¸ ´ك‬ ‫˚ح ´زا ٍن ˚م‬ ˚‫´وال زان¸ي´ة‬ ‫ن ¸ك ˚ح إ¸ ل ´زان¸ي‬.´˚‫ل زا¸ِن ´ل ي‬


¸‫˚´ح‬ ٌ‫´ ها إ¸ أ˚´و ˚ش¸ ر‬ ‫ن ¸ك‬.´˚‫´ل ي‬ ‫´ًة أ˚´و ˚م ˚ش¸ ر´كًة‬
¹
‫ر´م‬ ‫ك‬ ‫ل‬
)٣ :‫َل´ى ال˚ م˚ ؤ¸من¸ ´ي) سورة النور‬
˚ ´
“laki-laki berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau
perempuan yang musyrik. Dan perempuan yang berzina tidak dikawini,
melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik. Dan yang
demikian itu diharamkan atas orang-orang mukimin.” (Q.S. An-Nur: 3)

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah berkata, “Allah SWT telah menjelaskan

pengharamannya dalam surat An-Nur di atas, dan memberitahukan bahwa

yang menikahi wanita pezina ialah laki-laki pezina atau musyrik. Maka yang

harus dilakukannya pertama kali adalah dia harus menjalani hukuman Allah

SWt, dan mengakui bahwa hal itu diwajibkan atasnya dulu. Jika tidak

menjalankan dan tidak mengakui kekejiannya berarti ia seorang musyrik,

namun jika ia mengakui perbuatannya namun dia tidak melaksanakannya

berarti ia seorang pezina, kemudian Allah SWT secara terus terang

mengharamkannya seraya berfirman, “Dan yang demikian itu diharamkan atas

orang-orang yang mukmin”20.

Dengan demikian bahwa ayat di atas dinasakh dengan firman Allah,

“Dan nikahilah budak-budak wanita diantara kamu,” adalah sangat lemah,

karena Allah membolehkan bagi orag merdeka untuk menikahi budak-budak

wanita dengan syarat mereka harus suci. Allah SWT berfirman,

20
M. Nua’im Yasin, Fikih Kedokteran, hal. 288
6

‫˚ت أ˚ْ́ي‬ ¸‫¸ت ال˚ ¸ت ف‬ ¸


‫´ ´مل‬ ´ ˚‫م ˚ن ˚ك ˚م ط˚´ًول أ´ ˚ن ي‬ ´‫´و´م ˚ن ´ل˚ ي‬
‫´ان˚ ˚ك‬ ‫¸ ´ م ˚ن‬
´ ‫ما‬ ‫نك¸ ´ح ال˚ ˚م ˚ح ص ˚م˚ ؤ من´ا‬.´ ‫˚ست´ ¸ط‬
‫˚م‬ ‫ن ´ا‬ ‫˚ع‬

‫ع ٍض ۚ حو ¸ِب¸ ˚ذ ¸ن‬ ´‫¸ ّلل أ‬ ˚‫ال‬


˚ ˚ ˚ ˚‫¸ِبْ¸ي´ان¸ ˚ك ˚ض ن‬ ¸‫´ي ات‬.‫´ت‬.‫¸ن م ف‬
´ ˚
¸ ‫ت‬
‫´ب ف´ان˚ ك ه ن‬. ‫ ˚ع ˚ك ¸م‬.´‫˚م ۚ ب‬ ˚‫˚ َ˚ل‬ ¸‫˚ك م م ؤ‬
˚˚ ˚
‫˚م‬ ‫´وا ´م‬ ‫من´ا‬

‫م ساف¸ ل مت ¸ت أ´ ˚خ‬ ‫¸بل´ ˚م م ´صن´ا ر‬ ‫أ˚ ´هل¸ ¸ه ن ´وآت˚و أ˚ ˚جو‬


ٍ‫´ دا ن‬
˚ ´ ˚
‫و‬´ ٍ ˚‫ي‬.´ ‫ع رو ˚˚ ٍت‬ ‫˚ه ن ´ر˚ه‬
‫¸خ‬ ‫´حا ت‬ ˚˚
‫´ ´ ذا‬ ‫´غ‬ ‫ن‬
‫¸ف‬
ۚ ‫ال ع ¸ب‬
˚´ ´‫´عل˚ ص˚ ˚ف ´َل´ى ال˚ ´صن´ا ن‬. ´‫ب´¸فا ¸ح ف‬ ‫ي‬ ‫ف¸´إ´ ذا أ˚ ˚ح ¸ص ف¸´إ‬
‫´ ذا‬ ‫´شٍ ة ´ي ¸ه ¸ن ´ما ˚م ˚ح ¸ت ¸م‬ ‫´ت‬. ˚ ´ ‫ن ˚ن‬
‫ن‬ ‫´أ‬

‫سورة‬
‫ت´ ´خ ل´ ّلل ´غ˚ ف ´ر¸حي‬ ´‫َٰ´ذل¸ ´ك ل ´خ ال´ ˚عن´ ¸م ˚ن ´وأ‬
¸
)‫ٌر ˚ك ˚ ٌور م‬.‫˚ص¸ِب˚ ˚ي‬ ‫´ م ¸ش ´ت ˚ك ˚م ˚ن‬
‫˚م ´وا‬ ‫وا‬ ‫˚ن‬
‫ي‬
´
)٢٥ :‫النسا‬
“Dan barang siapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup
perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh
mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah
mengetahui keimananmu, sebagaian kamu adalah dari sebagian yang lain.
Karena itu, kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka dan berilah
maskawin mereka menurut yang patut, sedang mereka pun wanita-wanita
yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula wanita yang mengambil
7

aki-laki lain sebagai piaraannya.” (Q.S. An-Nisa: 25)

Allah membolehkan laki-laki merdeka mengawini budak-budak

wanita jika kondisinya sempit, sedangkan budak yang dinikahinya itu dalam

keadaan suci. Dalam ayat lain Allah SWT berfirman, “Wanita-wanita keji

untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji

pula”. Dengan demikianlah, orang yang akan mengawini wanita-wanita keji

pezina maka dia adalah seperti mereka. Begitu juga sejelek-jelek orang jelek

adalah orang yang menjadi suaminya pelacur dan kejelekan ini telah ada sejak

awal penciptaan.
7

D. Analisis Hukum Islam Tentang Operasi Keperawanan Dengan Alasan

Untuk Mempermudah Pernikahan

Seseorang yang tertimpah musibah, diapun harus sabar

menghadapinya dimana ada kesulitan pasti ada kemudahan, Islam adalah

agama yang mudah tetapi jangan dimudah-mudahkan. Hukum Islam hanya

menghakimi yang dzahir saja, yaitu, sebuah niatan yang dibarengi dengan

tindakan itulah yang menjadi seseorang itu terkena atau tidak terkenanya

hukum.

Dalam permasalahan ini seorang wanita yang terkena musibah

menimpah dirinya, ditambah dengan hilangnya selaput dara mengakibatkan

hilangnya percaya diri. Bagaimana jika wanita tersebut melakukan operasi

selaput dara untuk memperlancar pernikahannya. Hal ini akan sangat

membuat malu bagi wanita dan kehilangan harga dirinya jika dia

dicampakkan oleh lelaki. Inilah dampak dari hilangnya kepercayaan diri

sehingga dia berpandangan bahwa dia harus menutupi hal ini dengan

melakukan operasi pengembalian selaput dara. Telah dijelaskan oleh tokoh di

atas melakukan operasi selaput dara itu hukumnya boleh saja, selama

pecahnya atau robeknya selaput dara itu disebabkan oleh musibah atau

kecelakaan yang terjadi.

‫ال˚˚مو˚ر ¸ب´´قا ¸ص ¸د´ ها‬


7

Artinya “hukum semua perkara itu sesuai dengan tujuan atau niatnya”21

Qa’idah ini merupakan yang terpenting dari Qa’idah-qa’idah yang lain dan

terdalam dari Fiqih Islam. Para ulama fiqih memberikan perhatian lebih pada

qa’idah ini. Demikian ini dikarenakan sebagaian besar dari hukum Syar’i

berputar diatas kisaran qa’idah ini.22

Maksud dari qa’idah ini adalah hukum yang menjadi konsekuensi atas

setiap perkara haruslah selalu sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari

perkara tersebut. Bila yang menjadi tujuan atau maksud dari suatu perkara

adalah hal yang haram meskipun tampaknya baik, maka hukum perkara

tersebut haram. Sebaliknya, apabila yang menjadi tujuan atau maksud dari

suatu perkara ialah baik meskipun terlihat biasa-biasa saja maka hukum

perkara tersebut ialah halal.

Kemudian Qa’idah
selanjutnya
‫املشقة جتلب التيسي‬
Artinya: “kesulitan itu bisa mendatangkan kemudahan”23

Qa’idah ini menginterpretasikan hukum-hukum yang berpihak kepada

kemudahan dan kemurahan. Sesungguhnya Syari’ah tidak menuntuk sesorang

untuk melakukan sesuatu yang menjatuhkannya pada kesulitan, atau sesuatu


21
Ahmad Sudirman Abbas, Qowa’id Fiqhiyyah, (Jakarta: Pedoman ILmu Jaya,
2004), cet. I, hal. 1
22
Ali Ahmad Al-Nadwi, Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah, (Damaskus: Dar Al-Qalam,
1986), halm. 246.
23
Abd. Al-Kafi Al-Subky, Al-Asybah wa al-Nadza’ir, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-
Ilmiyah, 1991), cet, I, hlm. 48.
7

yang tidak sesuai dengan karakter dan hati nuraninya. Kemudahan dan

keringanan adalah tujuan dasar dari Rasulullah SAW, dalam memberlakukan

syari’at Islam.24

Pembahasan dalam qa’idah ini akan dititik beratkan pada pemaparan

hukum-hukum yang mempertimbangkan kesulitan dan bencana. Sebagai salah

satu uzur (alasan) yang mendatangkan kemudahan dan menghilangkan

kesusahan manusia dalam menjalankan hukum-hukum Islam. Bencana yang

banyak menimpah kebanyakan orang sehingga sulit dihindari atau dijauhi

maka bencana ini menyulitkan seseorang. Kesulitan identik dengan kefakiran.

Dalam surat Al-Baqarah ayat:286

:‫سورة البقرة‬......(‫´ف ًساا¸ ل˚ و ˚س´ ع´ ها‬. ˚‫¸ ˚ف لال˚ ن‬¹ ‫´لي˚ ´كل‬
)٦٨٥
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya”

Dalam surat An-Nur ayat :61

: ‫ي ´ل س َل ل´ َ ما و´ل َل ل´ َ ح و´ل َل´ى امل ´ح´ ٌر ج (سورة النور‬


´ ´ ´ ˚ ´ ´ ´˚ ´ ´ ˚
)٦٦ ‫´ى ا ´ح´ ٌر خ ´ى ا ´ر ´ر ´ري´ ´ض‬
‫´ج ج‬

Artinya: “tidak ada halangan bagi orang buta, tidak pula bagi orang
pincang, tidak pula bagi orang sakit”.

Ayat-ayat tersebut saling melengkapi dan menguatkan untuk

menunjukkan bukti-bukti kongkrit bahwa syari’at Islam senantiasa


7

24
Ali Ahmad Al-Nadwi, Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah, hal. 265.
7

menginginkan hilangnya kesulitan dari umatnya.25 Data-data berupa teks

inilah yang dipakai oleh para fuqaha sebagai titik tolak dalam merumuskan

Qawa’id tentang Masyaqqah diatas.

Hampir bisa dipastikan, bahwa kesulitan dan kepayahan yang

dimaksud oleh syar’i tersebut selalu ada pada tujuh hal berikut ini. Tujuh hal

inilah yang menjadi penyebab dispensasi atau keringan syar’i.

1. Sebab berpergian.

2. Sebab sakit.

3. Sebab terpaksa.

4. Sebab lupa.

5. Sebab tidak tahu.

6. Sebab sulit menghindar.

7. Sebab memiliki sifat kurang atau cacat.

25
Ali Ahmad Al-Nadwi, Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah, (Damaskus: Dar Al-Qalam,
1986), hlm. 266.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uraia di atas, penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:

Boleh hukumnya merapatkan selaput dara dengan alasan, sebagai berikut:


Perkosaan, yang diketahui oleh umum atau tidak.

Akibat kecelakaan.

Dilarang melakukan operasi keperawanan, dengan sebab-sebab sebagai berikut:


Akibat berhubungan seksual di luar nikah.

b. Akibat ingin memberikan kesan baik terhadap suami.

Bahwa hukum operasi keperawanan yang disebabkan karena berzina

adalah haram. Beda halnya dengan alasan melakukan operasi ini disebabkan

karena kecelakaan atau olahraga, jika alasannya seperti itu maka

diperbolehkan. Diperbolehkan melakukan operasi pengembalian selaput dara

dengan syarat-syarat dan alasan tertentu.

Dalil ahkam yang digunakan adalah Q.S. An-Nur: 3, Q.S. An-Nisa:

25, dan disertai juga dengan hadis-hadis Rasulullah SAW yang menjelaskan

bahwa kebolehan melakukan operasi keperawanan dengan alasan untuk

71
7

memperlancar pernikahan dengan catatan, pecahnya selaput darah disebabkan

oleh kecelakaan diluar berzina serta di masukkan dengan qawa’id fiqhiyyah

didalam memecahkan permasalahan ini.

B. SARAN

1. Untuk ahli medis dan orang yang berkompeten dalam bidang

operasi selaput dara, perlu kiranya diadakan suatu penyuluhan

tentang alat-alat genital kewanitaan. Dalam rangka mewujudkan

adanya maslahah dan menghindari mafsadah dari permahaman

yang salah tentang selaput dara, hal ini penting, karena kekuatan

mitos tentang selaput dara telah mengakibatkan mafsadah yang

besar.

2. Untuk para ulama pemikiran fikih, didalam memutuskan suatu

hukum kiranya perlu adanya kerja sama dengan tenaga medis agar

keputusan hukum yang diambil benar-benar ditunjukan untuk

kemaslahatan secara hakiki bukan atas prasangka saja.

3. Saran untuk pemerintah jangan terlalu mudah memberikan izin

untuk praktek kedokteran, harus dipertimbangkan juga manfaat

dan mudharat dari melegalkan prakter tersebut.

4. Untuk laki-laki, yang menuntut keperawanan secara anatomis dari

seorang wanita hendaknya diertimbangkan ulang. Karena,

bagaimanapun juga selaput dara tidak bisa dijadikan tolak ukur


7

suatu kesalahan moral dari seorang wanita. Lihat wanita dari segi

sosiologis. Karena, hal itulah yang menentukan nilai kesucian,

kehormatan, kemurnian, dan keanggungan seorang wanita.

5. Untuk masyarakat, akan lebih bijak lagi jika mitos yang selama ini

berkembang tidak dijadikan tolak ukur kebenaran. Hilangkan

stigma negatif terhadap wanita-wanita yang mengalami rusaknya

selaput dara. Karena, banyak hal yang menyebabkan rusaknya

selaput dara ini, bukan hanya seks semata tetapi ada penyebab

lainnya yang masih belum masyarakat ketahui. Penulis

menyarankan masyarakat untuk menghidupi lingkungan dengan

hal yang agamis, agar terciptanya suasana lingkungan yang positif

dan terjaga dari hal-hal yang tidak di inginkan oleh masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Ahmad Sudirman, Qowa’id Fiqhiyyah, Jakarta: Pedoman ILmu Jaya, 2004,
cet. I.

Abd. Al-Kafi Al-Subky, Al-Asybah wa al-Nadza’ir, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-


Ilmiyah, 1991), cet, I, hlm. 48.

Abidin, Slamet dan Aminuddin, Fiqh Munakahat 1 Bandung; Pustaka Setia, 1999.

Ahmadi, Fahmi Muhammad, Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta:


Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010.

Analisa, Tuntutan Memprtahankan Kegadisan Kian Marak di Afrika.” Edisi rabu, 22


Mei 2002.

Ayyub, Syaikh Hasan, Fikih Keluarga Panduan Membangun Keluarga Sakinah


Sesuai Syariat Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2001.

B, Pribakti, ApOG(K), Tips dan Trik Merawat Organ Intim Panduan Praktis
Kesehatan Reproduksi Wanita, Yogyakarta: Pustaka Banua, 2008, cet. I

Bakri, Siti Nazar, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya,
1993.

Bassan, Abdullah bin Abdurrahman Al, Taudhih Al-Ahkam Min Bulugh Al Maram,
diterjemahkan oleh Thahirin Suparta “Syarah Bulughul Mara” jilid 1, Jakarta:
Pustaka Azzam, 2006.

Baswardono, Dono, Perawan Tiga Detik, Jakarta: Galang Press, 2005.


Bukhari, Jefry Al, Sekuntum Mawar Untuk Remaja; Pesan Islam untuk Pergaulan
Remaja, Jakarta: Pustaka al Mawardi, 2006 cet, ke-8

Dagun, Save M., Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Lembaga Pengkajian
Kebudayaan Nusantara(LPKN, 1997 Cet. I

Dep Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1994.

Echols, John M. dan Hasan Shadily, Kamus Bahasa Inggris-Indonesia, Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama, 2000, cet. 24

74
7

Faqih, Abdullah, Indahnya Bercinta Sesuai Syari’ah “10 Fatwa Kontemporer


Hubungan Suami-Istri”. Penerjemah M. Lili Nur Aula, Jakarta: Tarbawi
Press, 2008

Fauziah, Amalia dan Yunianti Chuaifah, Apakah Islam Agama untuk Perempuan,
Jakarta; PBB UIN Jakarta dan KAS, 2003.

Ghazaly, Abd. Rahman, Fiqh Munakahat, Jakarta, Prenada Media, 2003.

Hakim, Rahmat, Hukum Perkawinan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2000.

Haryono, Anwar, Hukum Islam, Keluasaan dan Keadilannya, Jakarta, Bulan Bintang,
1968.
Ibnu Hajar Al-Atsqalani, An-nikah,
Kahlaniy, Muhammad bin Ismail Al, Subul al Salam, Bandung, Dahlan, 1988.
Mansur, Muhammad Khalid, Al-Ahkam Ath-Thibiyah Al-Muta’alliqah Bi An-Nisa Fi
Fiqh Al Islami, Penerjemah team Azzam, Pengobatan Wanita Dalam
Pandangan Fikih Islam, Jakarta: Penerbit Cendikian Sentra Muslim, 2001.
Cet 1
Mufarraj, Sulaiman Al, Bekal Pernikahan: Hukum, Tradisi, Hikmah, Kisah, Syiar,
Wasiat, Kata Mutiara, Alih Bahasa, Cipta Persada, Jakarta: Qisthi press, 2003.

Nadesu, Hendrawan, Cara Sehat Menjadi Perempuan, Jakarta, Kompas 2008.

Nadwi, Ali Ahmad Al, Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah, Damaskus: Dar Al-Qalam, 1986.

Nasution, Amir Taat, Rahasia Perkawinan Dalam Islam Jakarta: pedoman ilmu jaya
1994.
Newman, Dorlan, W.A, Kamus Kedokteran Dorland, alih bahasa, dr. Huriawati
Hartanto, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002 edisi 29

Noor, Juliansyah, Metodologi Penelitian, Jakarta : Kencana Prenada Media Grup,


2011.

Nugraha, Problem Seks dan Solusinya,

Ramli, Med. Ahmad, Kamus Kedokteran, Jakarta: Djambatan, 2005.


Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2011.
7

Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid. Penerjemah Imam Ghazali Said dan Achman Zaidun,
Jakarta, Pustaka Azzam, 2011.
Sabiq, Sayyid, Fiqh al- Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr, 1981 jilid 2.
Saleh, H. E. Hassan, kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, Jakarta, PT Grafindo
Persada, 2008.
Santoso, Budi, SpOG(K), Panduan Kesehatan Reproduksi Wanita, Jakarta: Books
Distribution, cet. I
Seksualitas.net, majalah kesehatan seksual pria dan wanita,
Shabbagh, Mahmud al, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam, Penerjemah
Bahruddin Fannani, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1991.
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Bandung: Alfabeta, 2004.
Sulaiman, Rasyid, Fiqh Islam, Jakarta, Attahiriyah 1954.
Syenkity, Muh. Muhtar, Ahkam Jirahiyah Tibbiyah, Maktabah An-Nahdah Al-
Mishriyah, 1990.
Syuaisyi, Syaikh Hafizh Ali, Kado Pernikahan, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2010.
Syuqqah, Abdul Halim Abu, Kebebasan Wanita. Penerjemah as’ad Yasin, Jakarta:
Gema Insani Press, 1998.
Tanjung, Armaidi, Free Sex No, Nikah Yes, Jakarta: Amzah, 2007.
Unais, Ibrohim, al mu’jam al wasîth, Mesir: Dâr el Mârif, 1972.
Yasin, Muh. Nu’aim, Fikih Kedokteran, Jakarta: Pustaka al kautsar, 2008.
Zuhaili, Wahbah Al, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh, Beirut, Dar al-Fikr, 1989
http://www.hrmbedahplastik.com/operasi-selaput-dara/

Novie, Dwi. Pengaruh Seks Bebas Terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja. diakses
tanggal 12 maret 2015 dari http://ceria.bkkpn.go.id/penelitian/detail/209

Radiansyah, Ilham, Operasi Vagina Gaya Hidup Baru Kaum Hawa Makasar,
Diakses pada tanggal 1 September 2015 dari http://www.lkpk.org/operasi-
vagina-gaya-hidup-baru-kaum-hawa-makassar.

Anda mungkin juga menyukai