Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

STUDI QUR’AN

“KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN”
Dosen Pembimbing : Muhammad Toyyib, M.Pd.I

Disusun oleh :
KELOMPOK IV
REINA AULIYA ROHMAH
DESI SUSANTI

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
MAMBA’UL ULUM JAMBI
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih
jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-
hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
2.1. Pengertian Mukjizat............................................................................4
2.2. Macam-Macam Mukjizat.....................................................................6
2.3. Bentuk dan Tahapan Tantangan al Quran............................................8
2.4. Aspek-Aspek Kemukjizatan Al Quran.................................................11
2.5. Paham As-Sharfah.............................................................................16
BAB III PENUTUP.............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW,


diturunkan dalam bahasa Arab, baik lafadz maupun uslubnya, suatu bahasa
yang kaya kosa kata dan serat makna karna orang Arab mempunyai
keberagaman dialek dalam lagam, suara dan huruf-huruf sebagaimana
diterangkan secara komprehensif dalam kitab- kitab sastra. Pada masa
Rasulullah, bacaan al-Qur’an terdiri dari berbagai macam hal itu disebabkan
karna para Sahabat Nabi terdiri dari golongan yang mempunyai lahjah yang
berbeda antara satu sama lain, sehingga menyebut bacaan dengan lahjah
yang tidak mereka biasakan adalah satu hal yang menyulitkan untuk
mewujudkannya, namun Allah yang maha bijaksana menurunkan al-Qur’an
dengan lahjah-lahjah yang biasa dipakai oleh golongan Quraisy dan golongan-
golongan lain di tanah Arab.

Para Sahabat Nabi menerima al-Qur’an dari Rasulullah menurut lahjah-


nya masing-masing. Kemudian mereka meriwayatkan al-Qur’an menurut
lahjah-nya pula. dan kebiasaan ini sangat sulit untuk mengubahnya. Seperti
bacaan-bacaan imalah bagi penduduk Najed, selain dari Negara Arab itu
sendiri, diluar Arab pun terdapat cara pengucapan yang berbeda pula dalam
mengucapkan huruf-huruf al-Qur’an.

Perbedaan dialek itulah yang menyebabkan lahirnya berbagai macam


qiraat dalam melafazkan al-Qur’an, diantara yang menyebabkan perbedaan
qiraat adalah karena perbedaan qira>’a>t Nabi Muhammad dalam
menyampaikan al-Qur’an kepada Sahabatnya. Perbedaan selanjutnya karena
ada pengakuan dari Nabi Muhammad terhadap berbagai macam bacaan pada
waktu itu, dari

1
argument ini dapat diketahui bahwa bentuk-bentuk bacaan yang
dibacakan oleh para Imam Qurra>’ dibenarkan oleh Nabi Muhammad.

Mukjizat adalah sebuah peristiwa, urusan, perkara yang luar biasa yang
dibarengi dengan tantangan dan tidak bisa dikalahkan.makalah ini membahas
tentang mukjizat al-quran Diantara kemurahan Allah terhadap manusia, adalah
bahwa Dia tidak saja menganugerahkan fitrah yang suci yang dapat
membimbingnya kepada kebaikan, bahkan juga dari masa kemasa mengutus
seorang rasul yang membawa kitab sebagai pedoman hidup dari Allah dan
mengajak manusia untuk beribadah kepada-Nya semata. Setiap rasul yang
diutus selain membawa kitab yang didalamnya mengandung kabar gembira
dan peringatan, juga Allah bekali mereka dengan berbagai mukjizat untuk
membantu mereka dalam berbagai kesulitan dan tantangan dari masyarakat
yang menolak risalahnya sesuai dengan tingkat dan pola pikir masyarakatnya.

Nabi Muhammad Saw., diutus ketika masyarakat Arab ahli dalam bahasa
dan sastra. Dimana-mana diadakan musabaqah (perlombaan) dalam menyusun
syair atau khutbah, petuah dan nasehat. Syair-syair yang dinilai indah, digantung
dika’bah sebagai penghormatan kepada penggubahnya sekaligus untuk dapat
dinikmati oleh yang melihat dan membacanya. Penyair mendapat kedudukan
yang sangat istimewa dalam masyarakat Arab.
Pada saat turunnya al-Quran sebenarnya orang-orang Arab adalah
masyarakat yang paling mengetahui tentang keunikan dan keistimewaan al-
Quran serta ketidak mampuan mereka untuk menyususun seumpamanya.
Namun diantara mereka tidak mengakuinya, bahkan suatu kali mereka
menyatakan bahwa al-Quran adalah syair, al-Quran adalah sihir ulung atau
pendukunan. Karenanya al-Quran datang menantang mereka untuk menyusun
semacam al-Quran, ternyata mereka tidak mampu menyusun seperti susunan al-
Quran yang indah dan bersastra tinggi, maka jelaslah kemukjizatan al-Quran.
Untuk mengkaji lebih lanjut tentang mukjizat al-Qur an, maka dalam makalah ini

2
akan dibahas tentang pengertian mukjizat, macam-macam mukjizat, bentuk dan
tahapan tantangan al-Quran, aspek-aspek kemukjizatan al-Quran, paham ash-
sharfah, dan penutup.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Mukjizat


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa kata mukjizat
diartikan sebagai kejadian (peristiwa) yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal
manusia.1 Kata mukjizat terambil dari bahasa Arab ‫( أعجز‬a’jaza) yang berarti
melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Sedangkan kata ‫( أعجز‬a’jaza) itu
sendiri berasal dari kata ‫‘( عجز‬ajaza) yang berarti tidak mempunyai kekuatan
(lemah).2 Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mukjiz, dan bila
kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu
membungkam lawan, maka dinamai ‫( هعجزح‬mu’jizat). Tambahan ta marbuthah
pada akhir kata itu mengandung makna mubalaghah (superlatif).
Dengan redaksi yang berbeda, mukjizat didefinisikan pula sebagai sesuatu
yang luar biasa yang diperlihatkan Allah melalui para nabi dan rasul-Nya sebagai
bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulannya. Dalam al-Quran,
kata ‘ajaza dalam berbagai bentuk terulang sebanyak 26 kali dalam 21 surat dan
25 ayat. Dalam Kamus al-Mu’jam al-Washith, mukjizat diartikan:
“Sesuatu (hal atau urusan) yang menyalahi adat kebiasaan yang
ditampakkan Allah diatas kekuasaan seorang nabi untuk memperkuat
kenabiannya.”
Imam Jalaluddin al-Sayuti menjelaskan bahwa mukjizat itu adalah:
“Suatu hal atau peristiwa luar biasa yang disertai tantangan dan selamat
(tidak ada yang sanggup) menjawab tantangan tersebut.”
Sedangkan menurut Manna al-Qattan, I’jaz (kemukjizatan) adalah
menetapkan kelemahan. Kelemahan menurut pengertian umum adalah ketidak
mampuan mengerjakan sesuatu, lawan dari qudrah (potensi, power,
kemampuan). Apabila kemukjizatan muncul, maka nampaklah kemampuan

1
WJS Poerwodarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), h. 395.
2
Ibnu Mansur Jamaluddin Muhammad bin Mukarram al-Ansari, Lisan al-Arab, (Beirut: al-Dar al-Misriyah, 1990), Juz IV, h.
236.

4
mu’jiz (sesuatu yang melemahkan. Yang dimaksud dengan i’jaz dalam
pembahasan ini ialah menampakkan kebenaran nabi dalam pengakuannya
sebagai seorang rasul, dengan menampakkan kelemahan orang Arab dalam
melawan mukjizat yang kekal yakni al-Quran.3
Maka mukjizat adalah sebuah peristiwa, urusan, perkara yang luar biasa
yang dibarengi dengan tantangan dan tidak bisa dikalahkan. Al-Quran
menantang orang-orang Arab, mereka tidak kuasa melawan meskipun mereka
merupakan orang-orang yang fasih, hal ini tiada lain karena al-Quran adalah
mukjizat. Berdasarkan defenisi diatas maka dapat dikemukakan tiga unsur pokok
mukjizat, yaitu:
1. Mukjizat harus menyalahi tradisi atau adat kebiasaan.
2. Mukjizat harus dibarengi dengan perlawanan, dan
3. Mukjizat tidak terkalahkan.4
Sedangkan menurut M. Qurais Shihab ada empat unsur yang harus menyertai
sesuatu sehingga ia dinamakan mukjizat. Keeempat unsur itu adalah:
1. Hal atau peristiwa yang luar biasa.
Yang dimaksud luar biasa adalah sesuatu yang berada diluar jangkauan
sebab akibat yang diketahui secara umum hukum-hukumnya.
2. Terjadi atau dipaparkan oleh seorang yang mengaku nabi.
Apabila hal-hal yang luar biasa terjadi bukan dari seseorang yang
mengaku nabi, ia tidak dinamai mukjizat.
3. Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian.
Tantangan ini harus berbarengan dengan pengakuannya sebagai nabi,
bukan sebelumnya.
4. Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani.
Bila yang ditantang berhasil melakukan hal yang serupa, maka ini berarti
bahwa pengakuan sang penantang tidak terbukti.

3
Manna’ al-Qattan, Mabahis fi Ulum al-Quran, cet. XIII, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2004), h. 258.
4
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran 3, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004), h. 38-40.

5
2.2. Macam-Macam Mukjizat
Secara garis besar mukjizat dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu :
 mukjizat yang bersifat hissiyah (material indrawi), Mukjizat nabi-nabi
terdahulu semuanya merupakan jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat
material dan indrawi dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan
atau dijangkau langsung lewat indra oleh masyarakat tempat nabi tersebut
menyampaikan risalahnya, seperti perahu nabi Nuh yang dibuat atas
petunjuk Allah sehingga mampu bertahan dalam situasi ombak dan
gelombang yang demikian dahsyat; tidak terbakarnya nabi Ibrahim dalam
kobaran api; tongkat nabi Musa yang berobah menjadi ular; penyembuhan
yang dilakukan nabi Isa atas izin Allah dan lain-lain. Semuanya bersifat
material indrawi, terbatas pada lokasi tempat nabi tersebut berada dan
berakhir dengan wafatnya masing-masing nabi.
 mukjizat yang bersifat ‘aqliyah (rasional). Berbeda dengan mukjizat nabi
Muhammad Saw, sifatnya bukan material indrawi, tetapi ‘aqliyah (dapat
dipahami oleh akal). Karena sifatnya yang demikian, maka ia tidak terbatas
pada suatu tempat atau masa tertentu. Mukjizat al-Quran dapat dijangkau
oleh setiap orang yang menggunakan akalnya, kapan dan dimanapun
berada.
Perbedaan ini disebabkan oleh dua hal pokok yaitu :
1. Para Nabi sebelum Nabi Muhammad Saw., ditugaskan untuk masyarakat
dan masa tertentu. Karena itu, mukjizat mereka hanya berlaku untuk
masa dan masyarakat tersebut, tidak untuk sesudah mereka. Ini berbeda
dengan Nabi Muhammad Saw., yang diutus untuk seluruh umat manusia
hingga akhir zaman, sehingga bukti kebenaran ajarannya harus selalu siap
dipaparkan kepada setiap orang yang ragu kapanpun dan dimanapun
mereka berada.
2. Manusia mengalami perkembangan dalam pemikirannya. Umat para nabi
sebelum Nabi Muhammad Saw., amat membutuhkan bukti kebenaran

6
yang harus sesuai dengan tingkat pemikiran mereka, bukti tersebut harus
jelas dan terjangkau indra mereka. Tetapi, setelah manusia mulai
menanjak ke tahap kedewasaan berpikir, maka bukti yang bersifat
indrawi tidak dibutuhkan lagi. Ini bukan berarti bahwa tidak terjadi hal-
hal luar biasa dari atau melalui Nabi Muhammad Saw. Keluarnya air dari
celah jari-jari beliau, makanan yang sedikit dapat mencukupi orang
banyak, genggaman pasir yang beliau lontarkan kepada kaum musyrik
dalam perang badar hingga menutupi pandangan mereka, dan lain-lain
merupakan hal-hal luar biasa yang telah terjadi.
Namun demikian dapat disimpulkan, Pertama, Bahwa mukjizat itu luar
biasa dalam mengatasi segala persoalan manusia, tiada yang kuasa membuatnya,
selain Allah menentukan ketentuan tersebut. Kedua, bahwa antara mukjizat nabi
yang satu dengan lainnya adalah sama fungsinya, yaitu untuk memainkan
peranannya dan mengatasi kepandaian kaumnya, disamping membuktikan
kekuasaan Allah diatas segala-galanya.5
Macam-macam mukjizat berdasarkan sifatnya, antara lain:
a. Mukjizat yang bersifat material yakni dapat dicerna oleh pancaindra,
namun melawan hukum alam. Mukjizat yang bersifat ini sering
diturunkan sebelum masa Nabi Muhammad, seperti pada masa Nabi Isa
AS, Nabi Isa dapat menghidupkan orang mati. Melihat hal ini, dapat
disimpulkan bahwa keajaiban yang dilakukan oleh Nabi Isa AS dapat
dicerna oleh pancaindra manusia, tetapi secara logika hal ini sangatlah
mustahil dan melawan hukum alam.
b. Mukjizat yang bersifat rasional yakni yang semuanya dapat dicerna
melalui daya nalar. Setiap manusia menerimanya sesuai dengan
kemampuan daya paham, nalar, dan kemampuannya untuk membedakan
antara yang baik dan yang buruk. Menurut Imam as-Suyuṭi “bahwa
sebagian besar mukjizat yang diturunkan pada masa Nabi Muhammad
5
Muhammad al-Mutawalli al-Sya’rawi, Mukjizat al-Quran, terj. Muhammad Ali dan Abdullah, (Surabaya: Bungkul Indah,
1995), h. 2.

7
SAW berbentuk rasional. Karena, kecerdasan dan kesempurnaan
pemahaman mereka. Karena syariat ini akan tetap abadi pada lembaran
sejarah umat manusia sampai kiamat, maka al-Qur`an dispesifikasikan
dengan mukjizat akal yang abadi. Tujuannya agar dapat dianalisis oleh
mereka yang mempunyai penalaran

2.3. Bentuk dan Tahapan Tantangan al Quran


Tantangan yang datang dari al-Quran terdiri dari dua bentuk, yaitu:
1. Tantangan umum
Tantangan ini ditujukan kepada semua golongan, baik kaum filosof,
cendikiawan, ulama, dan hukama, serta semua manusia tanpa kecuali, orang
Arab atau orang Ajam, orang putih atau orang hitam, mukmin atau kafir. Hal
ini dijelaskan Allah dalam al-Quran surat al-Isra’ ayat 88.
2. Tantangan khusus
Tantangan ini ditujukan khusus kepada orang-orang Arab, terutama
bagi orang-orang kafir Quraisy. Tantangan bertanding khusus ini terbagi atas
dua macam, yaitu :
1) Tantangan yang bersifat kulli (keseluruhan), yaitu tantangan dengan
seluruh al-Quran mengenai hukum-hukumnya, keindahan bahasanya,
balaghahnya dan kejelasannya. Hal ini dijelaskan Allah dalam surat al-
Thuur ayat 34.
2) Tantangan yang bersifat juz’i (sebagian), yaitu tantangan untuk
mendatangkan sepuluh surat atau satu surat saja yang menyerupai surat-
surat al-Quran. Hal ini sebagaimana dijelaskan Allah dalam surat Hud ayat
13 dan surat al-Baqarah ayat 23.6
Adapun tahapan-tahapan tantangan al-Quran adalah sebagai berikut:
1. Allah menantang untuk membuat semacam “keseluruhan al-Quran”,
sebagaimana dipahami dari surat al-Thuur ayat 34,

6
Muhammad Ali al-Shabuniy, Studi Ilmu al-Quran, terj. Aminuddin, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 122.

8
34) :‫طس‬
ْ ‫ي (ال‬
‫صب‬ ‫ا‬8ًُْ8‫ى كب‬ ‫ثح ث‬ ‫ا‬8ْ ُ‫ر‬8ْ‫ْل َ٘أ‬
‫ِد ِ٘ق‬ ‫ِذٗ هثْ ِل‬
“Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal al-Quran itu jika
mereka termasuk orang-orang yang benar.” (Al-Thuur : 34).
Dalam satu riwayat dinyatakan bahwa ketika ayat ini turun untuk
menantang orang-orang kafir Quraisy yang meragukan dan menolak kebenaran
al-Quran, maka mereka berdalih “kami tidak mengetahui sejarah umat
terdahulu” (yang merupakan sebagian kandungan al-Quran). Adapun yang
dimaksud dengan kalimat ‫( ثحٗذث‬bihadiitsin) dalam ayat diatas adalah tandingan
al-Quran, namun ternyata mereka tidak mampu mendatangkan sesuatu yang
menyamai al-Quran.
2. Allah meringankan tantangan, yaitu menantang untuk membuat sepuluh surat
saja yang menyamai al-Quran, sebagaimana dinyatakan Allah Swt., dalam
surat Hud ayat 13,

‫س ْ هث ْف ش د عْ هي س طع هي ُّدى‬
َ ِ ‫ْا ث‬8ُ‫ر‬8ْ‫ أ‬8ٍُ ‫ َشا‬8َ‫ ْفز‬8‫أَ ْم َٗقُْل ى ا‬
‫ ْن‬8ُ‫ش ٍس لِ َز َٗب ّاد ا ا ز ز‬ ‫ل‬8ُ‫ق‬
‫ه‬
‫ش‬
:13)‫اَّلل ك ٌْزُ ن صب ي ْ(ُد‬
ْ
‫ى ِد ِ٘ق‬
“Bahkan mereka mengatakan: “Muhammad telah membuat-buat al-Quran itu”,
Katakanlah: “(Kalau demikian), Maka datangkanlah sepuluh surat yang
menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup memanggilnya
selain Allah jika kamu memang orang-orang yang benar.” (Hud : 13).
Kata ‫( هفز ٗشبد‬muftarayaat) yang diterjemahkan dengan “dibuat-buat”
dalam ayat diatas adalah tudingan orang-orang kafir Quraisy terhadap nabi
Muhammad Saw., bahwa al-Quran itu dibuat-buat, oleh karenanya Allah
menantang, kalaupun al-Quran itu dibuat-buat (bohong), jikalau mereka mampu
menyusun redaksi seindah dan seteliti al-Quran maka itu sudah cukup untuk

9
mengakui kebenaran dugaan mereka, tetapi tantangan kedua inipun tidak
sanggup mereka layani.

1
3. Allah meringankan lagi tantangan, yaitu tantangan untuk membuat satu surat
saja yang menyamai al-Quran, sebagaimana firman Allah Swt., dalam surat
Yunus ayat 38,

‫ع هي س طع هي ُّد َِّالل ِإى ك ٌُْز ْن‬ ْ ّ ‫ْسس هث‬ ‫ْا‬8ُ‫ر‬8ْ‫ُقْل ا َْفز َش ٍُا ُق ل َفأ‬ ‫َأ ْم‬
‫ى‬ ‫ ْن‬8ُ‫ا ز ز‬ ‫ِل اد ا‬ ‫ٍح‬ ‫ِث‬ ‫ى‬
38) :‫صب ِدقِ٘ي ٗ(ًْس‬
“Atau patutkah mereka berkata, “Dia (Muhammad) membuat-buatnya?”,
Katakanlah (kalau benar tuduhan kamu itu), maka buatlah satu surah
semacamnya dan panggillah siapapun yang dapat kamu panggil selain Allah, jika
kamu memang orang-orang yang benar.” (Yunus : 38).
Tiga tahapan tantangan tersebut semuanya disampaikan ketika Nabi
Muhammad Saw., masih berada di Mekkah.
4. Ketika nabi sudah hijrah ke Madinah Allah menantang kembali dengan
tantangan yang lebih ringan lagi yaitu membuat satu surat yang hampir sama
dengan al-Quran, sebagaimana dapat dipahami dalam surat al-Baqarah ayat
23,

‫اء ْن‬8َ‫ْسس ٍح هث ّ عْ ِشذ‬ ‫ا ِث‬8ْ ُ‫ر‬8ْ‫َٔ ِذ أ‬ ‫ً ز عل‬ ‫ ْن س ت‬8ُ‫ّ ِإى ك ٌْز‬


‫هي‬ ‫هي لِ اد ا‬ ‫ًَب ع‬ ‫ْ َ ٌلب‬ ‫ْٗ هوب‬
‫ك‬ ‫ْج‬
23) 8:‫صب ي (الجقشح‬ ‫ُّدى ا َّللِ ك ٌْزُ ْن‬
‫ِد ِ٘ق‬ ‫ى‬

“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Quran yang kami wahyukan
kepada hamba kami (Muhammad), maka buatlah satu surat yang seumpamanya
dan panggillah penolong-penolongmu selain Allah jika kamu orang-orang yang
benar.” (al-Baqarah : 23).

Ayat 23 yang terdapat dalam surat al-Baqarah ini mirip redaksinya


dengan ayat 38 dalam surat Yunus. Perbedaannya antara lain pada kalimat

1
(fa’tuu bisuuratin mitslihi dan fa’tuu bisuuratin min mitslihi). Kata ‫( هي‬min) disini
diartikan “lebih kurang”, sehingga dengan demikian tantangan ini lebih rendah

1
daripada tantangan sebelumnya yang menuntut membuat satu surah tanpa
menggunakan kata ‫(هي‬min) atau “lebih kurang”.
Memang sejak semula Allah telah menegaskan bahwa siapapun dan
kapanpun al-Quran tetap menjadi mukjizat dan tidak dapat ditandingi. Hal ini
dapat kita pahami dari firman Allah dalam surat al-Isra’ ayat 88

‫ ُ ْش َعل‬8ْ ُ‫ر‬8ْ‫ِث ِوْث ِل َِ َل َٗأ‬


َ
‫ ْل ل َِئ ِي‬8ُ‫َ َو َع ِذ ق‬ ‫ا َّا ْل‬8َ‫ْا ِث ِوْث ِل َُز‬8ُ‫ر‬8ْ‫ ْى َٗأ‬8َ‫َٔ أ‬
‫ا ْجز‬ ‫ا ْ ِْل ًْ ُس‬ ‫ا ْلق ِج ُّي‬ ‫َى َءا‬ ْ ‫َّ َل‬
‫ِى‬
“Katakanlah (hai Muhammad): Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul
untuk membuat yang serupa al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat
membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi
pembantu sebagian yang lain.” (al-Isra’ : 88).

Dengan demikian jelaslah bahwa tahap demi tahap tantangan al-Quran,


ternyata tidak seorangpun sanggup untuk memenuhi tantangan tersebut,
terutama orang-orang Arab kafir Quraisy yang dengan terang-tarangan tidak
menerima kebenaran al-Quran. Dengan demikian jelaslah mukjizat al-Quran yang
benar-benar diwahyukan Allah untuk nabinya Muhammad Saw., yang ummi.

2.4. Aspek-Aspek Kemukjizatan Al Quran


Para ulama sepakat bahwasanya al-Quran tidaklah melemahkan manusia
untuk mendatangkan sepadan al-Quran hanya karena satu aspek saja, akan
tetapi karena beberapa aspek, baik aspek lafzhiyah (morfologis), ma’nawiyah
(semantik) dan ruhiyah (psikologis). Semuanya bersandarkan dan bersatu,
sehingga melemahkan manusia untuk melawannya.7 Namun demikian mereka
berbeda pendapat dalam meninjau segi kemukjizatan al-Quran. Perbedaan itu
adalah sebagai berikut:

7
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Figh, cet. 8, terj. Noer Iskandar al-Barsany dan Moh. Tolchah Mansoer, (Kairo: Dar al-
‘Ilm:1978), h. 30.

1
a. Sebagian ulama berpendapat bahwa segi kemukjizatan al-Quran adalah
sesuatu yang terkandung dalam al-Quran itu sendiri, yaitu susunan yang
tersendiri dan berbeda dengan bentuk puisi orang Arab maupun bentuk
prosanya, baik dalam permulaannya, maupun suku kalimatnya.
b. Sebagian yang lain berpendapat bahwa segi kemukjizatan al-Quran itu
terkandung dalam lafal-lafalnya yang jelas, redaksinya yang bernilai sastra
dan susunannya yang indah, karena nilai sastra yang terkandung dalam
al-Quran itu sangat tinggi dan tidak ada bandingannya.
c. Ulama lain berpendapat bahwa kemukjizatan itu karena al-Quran
terhindar dari adanya pertentangan, dan mengandung arti yang lembut
dan memuat hal-hal ghaib diluar kemampuan manusia dan diluar
kekuasaan mereka untuk mengetahuinya.
d. Ada lagi ulama yang berpendapat bahwa segi kemukjizatan al-Quran
adalah keistimewaan-keistimewaan yang nampak dan keindahan-
keindahan yang terkandung dalam al-Quran, baik dalam permulaan,
tujuan maupun dalam menutup setiap surat.

Imam al-Qurtubi dalam tafsirnya al-Jami’i Ahkamil Quran menyebutkan sepuluh


segi kemukjizatan al-Quran, sementara al-Zarkani dalam kitabnya Manahilul Irfan
mencatat empat belas segi kemukjizatan al-Quran. 8 Perbedaan pendapat ulama
diatas diketahui sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Jadi bukan
berbeda dalam menentukan batasan-batasan kemukjizatan al-Quran, karena
aspek-aspek kemukjizatan al-Quran tidak hanya terbatas pada aspek-aspek
tertentu yang mereka sebutkan.9 Adapun aspek-aspek kemukjizatan al-Quran
adalah:

8
Muhammad Abdul ‘Azim al-Zarkani, Manahilul Irfan fi Ulum al-Quran, Juz II, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1988), h.
355.
9
T.M. Hasbi Al-Shiddiqiey, Mu’djizat al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 33.

1
1. Susunan bahasanya yang indah, berbeda dengan susunan bahasa
Arab.
2. Uslubnya (susunannya) yang menakjubkan, jauh berbeda dengan
segala bentuk susunan bahasa Arab.
3. Keagungan yang tidak mungkin bagi makhluk untuk mendatangkan
sesamanya.
4. Syariat yang sangat rinci dan sempurna melebihi setiap undang-
undang buatan manusia.
5. Mengabarkan hal-hal ghaib yang tidak bisa diketahui kecuali dengan
wahyu.
6. Tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
7. Al-Quran memenuhi setiap janji dan ancaman yang dikabarkannya.
8. Luasnya ilmu-ilmu pengetahuan yang terkandung didalamnya.
9. Kesanggupannya dalam memenuhi segala kebutuhan manusia.
10. Berpengaruh terhadap hati para pengikutnya dan orang-orang yang
memusuhinya.

Uraian singkat tentang aspek-aspek kemukjizatan al-Quran adalah sebagai


berikut:

1. Susunan bahasanya yang indah


Susunan gaya bahasa dalam al-Quran tidak bisa disamakan oleh
apapun, karena al-Quran bukan susunan syair dan bukan pula
susunan prosa, namun ketika al-Quran dibaca maka ketika itu terasa
dan terdengar mempunyai keunikan dalam irama dan ritmenya.
Cendikiawaan Inggris, Marmaduke Pickthall dalam The Meaning of
Glorious Quran, menulis: “Al-Quran mempunyai simfoni yang tidak
ada taranya dimana setiap nada-nadanya bisa menggerakkan manusia
untuk menangis dan bersuka-cita”.

1
2. Uslubnya yang menakjubkan
Al-Quran muncul dengan uslub yang sangat baik dan indah,
mengagumkan orang-orang Arab karena keserasian dan
keindahannya, keharmonisan susunannya. Didalamnya terkandung
nilai-nilai istimewa yang tidak akan terdapat dalam ucapan manusia.
3. Keagungannya
Al-Quran mempunyai kemegahan ucapan yang luar biasa yang berada
diluar kemampuan manusia untuk menguasainya atau mendatangkan
persamaannya. Kandungan al-Quran dapat mempengaruhi jiwa-jiwa
pendengarnya dan dapat melembutkan hati-hati yang keras.
4. Syariat yang sangat rinci dan sempurna
Al-Quran menjelaskan pokok-pokok akidah, hokum-hukum ibadah,
norma-norma keutamaan dan sopan santun, undang-undang hukum
ekonomi, politik, sosial dan kemasyarakatan. Al-Quran juga mengatur
kehidupan keluarga, menjunjung nilai-nilai kebebasan, keadilan
(demokrasi) dan musyawarah.
5. Berita tentang hal-hal yang gaib
Al-Quran mengungkap sekian banyak ragam hal gaib. Al-Quran
mengungkap kejadian masa lampau yang tidak diketahui lagi oleh
manusia, karena masanya telah demikian lama, dan mengungkap juga
peristiwa masa datang atau masa kini yang belum diketahui manusia.
6. Sejalan dengan ilmu pengetahuan modern
Al-Quran memuat petunjuk yang detail mengenai sebagian ilmu
pengetahuan umum yang telah ditemukan terlebih dahulu dalam al-
Quran sebelum ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern. Teori al-
Qur’an itu sama sekali tidak bertentangan dengan teori-teori ilmu
pengetahuan modern, baik itu ilmu alam, arsitek dan fisika, geografi
dan kedokteran.

1
7. Menepati janji
Al-Quran senantiasa menepati janji dalam setiap apa yang telah
dikabarkannya serta dalam setiap janji Allah kepada hamba-Nya, baik
janji mutlak seperti janji Allah untuk menolong rasul-Nya, maupun
janji terbatas yaitu janji yang bersyarat seperti harus memenuhi
syarat takwa, sabar, menolong agama Allah, dan sebagainya.
8. Terkandung ilmu pengetahuan yang luas
Al-Quran datang dengan membawa berbagai ilmu pengetahuan
tentang akidah, hokum (undang-undang), etika, muamalat, dan
berbagai lapangan lain dalam pendidikan dan pengajaran, politik dan
ekonomi, filsafat dan sosial.
9. Memenuhi segala kebutuhan manusia
Al-Quran datang dengan membawa petunjuk-petunjuk yang
sempurna, fleksibel lagi luwes, dan dapat memenuhi segala
kebutuhan manusia pada setiap tempat dan masa.
10. Berkesan dalam hati
Al-Quran dapat menggetarkan hati pengikut dan penantangnya.
Seseorang yang sangat memusuhi al-Quran bisa berbalik dibawah
lindungannya. Umar bin Khattab, Sa’ad bin Mu’az, dan Usaid bin
Hudhair misalnya, mereka adalah orang-orang yang paling kejam
terhadap kaum muslimin tetapi disebabkan mendengarkan beberapa
ayat al-Quran maka hatinya luluh dan masuk islam. Filosof Perancis
mengatakan “Sesungguhnya Muhammad Saw., membaca al-Quran
dengan khusyuk, sopan dan rendah hati, untuk menarik hati manusia
agar beriman kepada Allah, dan hal ini melebihi pengaruh yang
ditimbulkan semua mukjizat nabi-nabi terdahulu.

1
2.5. Paham As-Sharfah
As-Sharfah terambil dari akar kata ‫( صشف‬Sharafa) yang berarti
memalingkan, dalam pengertian bahwa Allah memalingkan manusia dari upaya
membuat semacam al-Quran, sehingga seandainya tidak dipalingkan, manusia
akan mampu. Dengan kata lain, kemukjizatan al-Quran dianggap oleh paham as-
sharfah lahir dari faktor eksternal, bukan dari al-Quran itu sendiri.

Berbicara tentang as-sharfah, Abu Ishaq Ibrahim an-Nazham dari


golongan mu’tazilah yang oleh Mustafa Shadiq al-Rafi’i disebut sebagai “syetan
yang berargumentasi” mengemukakan bahwa, kemukjizatan al-Quran pada
dasarnya bukan terletak pada kehebatan al-Quran itu semata-mata melainkan
lebih dikarenakan sharfah (proteksi) dari Allah Swt., terhadap para hambanya,
lebih dari itu kata an-Nazham, Allah tidak saja memprotek kemampuan manusia
untuk menandingi al-Quran, akan tetapi juga malahan membelenggu kefasihan
lidah mereka.10

Sementara al-Murtadha dari golongan Syiah berpendapat bahwa makna


as-sharfah itu adalah mencabut, yaitu Allah mencabut pengetahuan dan rasa
bahasa yang mereka miliki yang dibutuhkan untuk menyusun kalimat serupa al-
Quran. Jika kita perhatikan kedua pendapat diatas, mereka menganggap bahwa
al-Quran bukan merupakan mukjizat dengan Zat-Nya, tetapi kemukjizatan itu
karena dua hal:

1. Penggerak Ilahi yang melemahkan mereka untuk bertanding akhirnya


mereka bermalas-malasan.
2. Faktor luar yang melambangkan bakat kefasihan dan kemampuan sastra
mereka.

10
Mustafa Shadiq al-Rafi’i, ‘Ijaz al-Quran wa al-Balaghah an-Nabawiyyah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Arabi, 1990), h. 144.

1
Dalam hal ini Muhammad Abd Azhim al-Zarkani memandang bahwa
tuduhan penafian I’jaz al-Quran terhadap aliran Mu’tazilah dan kaum Syi’ah
secara keseluruhan hanya disebabkan segelintir tokohnya yang dalam kasus ini
an-nazham dan al-Murtadha merupakan tuduhan yang kurang etis mengingat
terlalu banyak pengikut Mu’tazilah dan kaum Syi’ah yang pengakuannya tentang
kemukjizatan al-Quran yang lebih kurang sama dengan kaum muslimin pada
umumnya. Bahkan dari kalangan Ahli Sunnah sekalipun sesunguhnya ada yang
membenarkan kemungkinan as-sharfah itu terjadi, diantaranya adalah Abu Ishak
al-Isfariyini.

Dalam pada itu Al-Qadhi Abu Bakar al-Baqillani mengatakan bahwa, salah
satu hal yang membatalkan pendapat tentang shirfah adalah, kalaulah
menandingi al-Quran itu mungkin, tetapi mereka dihalangi oleh shirfah, maka
kalam Allah itu tidak mukjizat, melainkan shirfah itulah yang mukjizat. Dengan
demikian, kalam tersebut tidak mempunyai kelebihan apapun atas kalam yang
lain. Selain Abu Bakar al-Baqillani, pendapat tentang as-sharfah menurut
Muhammad Ali as-Shabuniy juga dikatakan salah dan tidak bisa dipertanggung
jawabkan karena tidak sesuai dengan kenyataan. Hal itu menurutnya karena
beberapa faktor:

1. Kalau pendapat ini benar, kemukjizatan itu akan berada pada unsur
pemalingan dan tidak dalam al-Quran itu sendiri.
2. Kalau pendapat dengan pemalingan ini benar, pasti hal itu unsur
melemahkan bukan kemukjizatan. Karena perbuatan itu sama saja halnya
kita memotong lidah seseorang kemudian kita paksa dia bicara.
3. Kalau ada penggerak yang melemahakan mereka untuk bertanding,
mereka pasti sudah malas dan tidak mungkin menghalang-halangi Nabi
untuk berdakwah.

1
4. Seandainya ada faktor yang timbul secara mendadak, menghalangi
mereka berbicara tegas pasti mereka akan mengumumkan hal itu kepada
khalayak ramai.
5. Bilamana pemalingan itu betul terjadi, pasti bagi kita sekarang akan bisa
menandingi al-Quran, begitu juga bagi mereka yang tekun dalam sastra
Arab pada setiap masa, tentu mereka akan bisa menerangkan kedustaan
pengakuan kemukjizatan al-Quran.

Semuanya itu (tentang pendapat as-sharfah) menurut hemat penulis adalah


tidak benar, yang benar adalah bahwa usaha untuk mendatangkan semisal al-
Quran sama sekali tidak akan terlaksana menurut kemampuan makhluk.

2.6. Segi-segi Kemukjizatan Al-Qur`an


Segi kemukjizatan al-Qu`ran, antara lain:
a) Segi bahasa
Gaya bahasa al-Qur`an membuat orang Arab pada saat itu merasa kagum
dan terpesona. Kehalusan ungkapan bahasanya membuat banyak diantara
mereka masuk islam, seperti masuk islamnya sahabat Umar Bin Khattab, beliau
masuk islam dikarenakan membaca petikan ayat-ayat al-Quran . Unsur-unsur
bahasa dalam al-Qur`an antara lain: ‫هفشدح‬, ‫أ ْسلة‬, ‫ثالغخ‬. Sedangkan, orang Arab
tidak memiliki kalam yang mencakup unsur-unsur tersebut. Dan al-Qur`an yang
sedemikian banyak dan panjang, ke-faṣahah-annya senantiasa indah dan serasi,
sesuai dengan apa yang digambarkan Allah, sebagaimana tercantum dalam Q.S.
az-Zumar (39): 23,

‫ اله ِز خش ْى‬8ُ‫هَُ جلُ د‬ ِ ‫بًِٔ ر‬8َ‫هث‬ ‫ث ه شب‬ ‫هلال ًَز ل سي ح‬


ْ ٌ
‫ْٗي‬ ‫ْق ع‬ ‫بًثب ز ِثب‬8َ‫كز‬ ْٗ ‫َاح ا ْل ِذ‬
‫ش‬
‫ش‬
]۲۳[‫الخ‬.... ‫ ُ ّ قُلُ ْث ِ ْن رك ِشهلال‬8‫جل‬ ‫س ث ه ثُ هن َر ِل‬
ْ
َٔ
‫ِال‬ ‫ْد‬ ‫ْ٘ي ِ ْن‬
‫ْن‬

2
“ Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Quran yang
serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-
orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati
mereka di waktu mengingat Allah.(dan seterusnya).”

2
Betapa menakjubkan rangkaian al-Qur`an dan betapa indah
susunannya. Dan pada hakikatnya lafal, makna, keanekaragaman ajaran,
keserasian susunan dan hurufnya menunjukkan kemukjizatan al-Qur`an. pada
setiap lafal al-Qur`an mengandung keindahan dan pelajaran. Kisah-kisah tentang
masa lalu yang dibawakan al-Qur`an, baik cerita pendek maupun panjang, tidak
mungkin dapat ditandingi oleh kisah-kisah yang disampaikan para pujangga.
b) Segi ilmiah
Para pakar selalu berusaha meletakkan metodologi ilmiah untuk
mengikat rantai fenomena-fenomena yang saling berkaitan dalam kehidupan dan
di alam semesta ini. Allah telah menyeru manusia untuk melakukan riset dan
belajar, sebagaimana tercantum pada surah yang turun pertama kali kepada
Nabi Muhammad, yakni Q.S. al-`Alaq ayat 1-5, yang artinya:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Begitu juga Rasulullah menganjurkan untuk mempelajari al-Qur`an dan
mendalaminya dalam sabdanya,

)‫داّد‬ ‫ّعل ه ََو (سّا ٍ الجخبٕس ّ هسلن ّ اْث‬ ‫خ ْ٘ش ْ هي له َن ا ْل ق‬


‫ى‬8َ‫ْشا‬ ‫ن ر‬

‫ك‬
“sebaik-baiknya kamu adalah orang yang mempelajari al-Quran dan
mengajarkannya.”(HR. Bukhāri, Muslim, dan Abū Dāwud).
Contoh dalam al-Qur`an terdapat ayat yang menerangkan tentang ilmu falak
(astronomi), sebagaimana tercantum dalam Q.S. Yaasiin ayat 38-40, yang artinya:
“Matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha
Perkasa lagi Maha Mengetahui. Telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-
manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah
dia sebagai bentuk tanda yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari

2
mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-
masing beredar pada garis edarnya.”

2
Firman Allah ini menjelaskan bahwa matahari bergerak kearah yang
ditentukan. Pengetahuan ini baru terungkap oleh para ilmuwan modern pada
permulaan abad ke-20 sebelum abad ke-20 para ilmuwan tersebut bahwa
matahari tidak bergerak atau diam di tempat. Sedangkan, gerakan matahari dari
timur ke barat hanyalah gerakan secara lahiriah saja.
Dan sesuatu yang paling mengejutkan tentang kesesuaian antara
pemahaman pengetahuan ilmiah tentang matahari sebagai sumber panas dan
sinar dengan pemahaman al-Qur`an tampak dalam firman Allah,

]٦۱:‫ ًْ[ح‬8‫ّج ل ال ْو سش جب‬


‫س ا‬
‫ش‬
“Kami jadikan matahari sebagai pelita yang amat terang.”(Q.S. Nuh:16)
c) Segi tasyri`
Al-Quran menjelaskan pokok-pokok aqidah, norma-norma, sopan santun,
undang-undang politik, ekonomi, sosial serta hukum-hukum ibadah. Tentang
aqidah, al-Qur`an mengajak kita umat manusia pada aqidah yang suci dan tinggi,
yakni beriman kepada Allah Yang Maha Agung serta meyakini bahwa Nabi
Muhammad adalah utusan-Nya. Apabila aqidah seorang muslim telah benar,
maka ia wajib menerima segala syari`at al-Qur`an baik menyangkut kewajiban
maupun ibadah, sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-Muddathir [74]: 38,

]۳۲[ ‫ك س ُس ْ٘ ٌَخ‬ ‫ك ل ًَ ْفس ث‬


‫َجذ‬ ‫َوب‬
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.”
Dan al-Qur`an telah menetapkan kaidah-kaidah pemerintahan Islam ini
dalam bentuk yang ideal dan baik. Yaitu suatu pemerintahan yang didasarkan
pada musyawarah, persamaan, dan larangan kekuasaan individual. Sebagaimana
tercantum dalam Q.S. Ali Imran [3]: 159,

َ َ8‫ّش ب ّس ُ ٖ ا‬
]۱۵۱[‫ل ْه ِش‬
“ Dan musyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.”
‫ْن‬
2
]۳۲[ ‫ش ْ ٓس ْ ِ ْن‬ ‫ّ َا ْه ُشن‬

“Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara


mereka.” (Q.S. ash-Shura (42): 38).
Dan semua manusia itu sama sederajat, tidak pandang pangkat.
Sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-Hujurat [48]: 10,

]۱۱[‫ْح‬ٌ َ ‫ًِاه َوب ا و ْؤ ى خ‬


“ Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah saudara.” ‫ْل ٌِهُ ْ ا‬
Ringkasnya al-Qur`an merupakan undang-undang syari`at (dustur tasyri`)
yang menegakkan kehidupan manusia di atas dasar konsep yang paling utama.

2
BAB III
PENUTUP

Al-Quran adalah mukjizat nabi Muhammad Saw., terbesar yang sifatnya


‘aqliyah sehingga berlaku sepanjang zaman karena dapat dijangkau oleh
perkembangan akal manusia. Kemukjizatan al-Quran terletak pada aspek
keindahan bahasanya, kabar berita yang dibawanya, keluasan isi materi yang
terkandung didalamnya maupun dari segi-segi lainnya, dan tidak ada seorang
manusiapun sampai kapanpun dapat menandinginya. Mukjizat al-Quran
merupakan hal-hal yang luar biasa yang terdapat didalam al-Quran itu sendiri,
bukan datang dari luar al-Quran, karenanya paham as-sharfah tidak dapat
diterima. Demikianlah makalah ini disampaikan dalam seminar mata kuliah al-
Quran, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kekeliruan baik
literature yang digunakan maupun susunan bahasanya, untuk itu kritik dan saran
yang membangun dari pembaca sangat diharapkan. Hanya kepada Allahlah kita
menyerahkan diri.
Al-Qur`an merupakan mukjizat terbesar yang diturunkan Allah kepada
Nabi Muhammad melalui malaikat jibril secara berangsur-angsur dan
kemukjizatan al-Qur`an tidak dapat diragukan lagi. Mukjizat adalah sesuatu yang
luar biasa yang diperlihatkan Allah melalui para nabi dan rasul-Nya. Dan mukjizat
berfungsi untuk membuktikan bahwa kekuasaan Allah berada diatas segala-
galanya dan sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulan
para utusan Allah. Sedangkan, al-Qur`an berfungsi sebagai sumber atau landasan
hukum pertama bagi kehidupan manusia. Kemukjizatan al-Qur`an tidak dapat
ditandingi oleh apapun. Karena dari hal yang terkecil sampai hal yang terbesar
semua dibahas dalam al-Qur`an.

2
DAFTAR PUSTAKA

 Ansari, Ibnu Mansur Jamaluddin Muhammad bin Mukarram al-, Lisan al-
Arab, Beirut: al-Dar al-Misriyah, 1990.
 Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Figh, cet. 8, terj. Noer Iskandar al-
Barsany dan Moh. Tolchah Mansoer, Kairo: Dar al-‘Ilm:1978.
 Munawwar, Said Aqil Husain al-, I’jaz al-Quran dan Metodelogi Tafsir,
Semarang: Dimas, 1994.
 Qattan, Manna’ al-, Mabahis fi Ulum al-Quran, Beirut: Maktabah Wahbah,
2004.
 Rafi’i, Mustafa Shadiq al-, ‘Ijaz al-Quran wa al-Balaghah an-Nabawiyyah,
Beirut: Dar al-Kutub al-Arabi, 1990.
 Sayuti, Jalaluddin al-, al-Itqan fi Ulum al-Qur an, Beirut: Dar al-Kutub al-
Ilmiyah, 2000.
 Shabuniy, Muhammad Ali al-, Studi Ilmu al-Quran, terj. Aminuddin,
Bandung: Pustaka Setia, 1999.
 Shiddiqiey, T.M. Hasbi al-, Mu’djizat al-Qur’an, Jakarta: Bulan Bintang,
1996.
 Shihab, M. Qurais , Mukjizat al-Qur an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan,
Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib, cet II, Bandung: Mizan, 2007.
 Suma, Muhammad Amin, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran 3, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2004.
 Sya’rawi, Muhammad al-Mutawalli al-, Mukjizat al-Quran, terj.
Muhammad Ali dan Abdullah, Surabaya: Bungkul Indah, 1995.
 Poerwodarminto, WJS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 1976.
 Zarkani, Muhammad Abdul ‘Azim al-, Manahilul Irfan fi Ulum al-Quran,
Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1988.

Anda mungkin juga menyukai