STUDI QUR’AN
“KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN”
Dosen Pembimbing : Muhammad Toyyib, M.Pd.I
Disusun oleh :
KELOMPOK IV
REINA AULIYA ROHMAH
DESI SUSANTI
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
2.1. Pengertian Mukjizat............................................................................4
2.2. Macam-Macam Mukjizat.....................................................................6
2.3. Bentuk dan Tahapan Tantangan al Quran............................................8
2.4. Aspek-Aspek Kemukjizatan Al Quran.................................................11
2.5. Paham As-Sharfah.............................................................................16
BAB III PENUTUP.............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
argument ini dapat diketahui bahwa bentuk-bentuk bacaan yang
dibacakan oleh para Imam Qurra>’ dibenarkan oleh Nabi Muhammad.
Mukjizat adalah sebuah peristiwa, urusan, perkara yang luar biasa yang
dibarengi dengan tantangan dan tidak bisa dikalahkan.makalah ini membahas
tentang mukjizat al-quran Diantara kemurahan Allah terhadap manusia, adalah
bahwa Dia tidak saja menganugerahkan fitrah yang suci yang dapat
membimbingnya kepada kebaikan, bahkan juga dari masa kemasa mengutus
seorang rasul yang membawa kitab sebagai pedoman hidup dari Allah dan
mengajak manusia untuk beribadah kepada-Nya semata. Setiap rasul yang
diutus selain membawa kitab yang didalamnya mengandung kabar gembira
dan peringatan, juga Allah bekali mereka dengan berbagai mukjizat untuk
membantu mereka dalam berbagai kesulitan dan tantangan dari masyarakat
yang menolak risalahnya sesuai dengan tingkat dan pola pikir masyarakatnya.
Nabi Muhammad Saw., diutus ketika masyarakat Arab ahli dalam bahasa
dan sastra. Dimana-mana diadakan musabaqah (perlombaan) dalam menyusun
syair atau khutbah, petuah dan nasehat. Syair-syair yang dinilai indah, digantung
dika’bah sebagai penghormatan kepada penggubahnya sekaligus untuk dapat
dinikmati oleh yang melihat dan membacanya. Penyair mendapat kedudukan
yang sangat istimewa dalam masyarakat Arab.
Pada saat turunnya al-Quran sebenarnya orang-orang Arab adalah
masyarakat yang paling mengetahui tentang keunikan dan keistimewaan al-
Quran serta ketidak mampuan mereka untuk menyususun seumpamanya.
Namun diantara mereka tidak mengakuinya, bahkan suatu kali mereka
menyatakan bahwa al-Quran adalah syair, al-Quran adalah sihir ulung atau
pendukunan. Karenanya al-Quran datang menantang mereka untuk menyusun
semacam al-Quran, ternyata mereka tidak mampu menyusun seperti susunan al-
Quran yang indah dan bersastra tinggi, maka jelaslah kemukjizatan al-Quran.
Untuk mengkaji lebih lanjut tentang mukjizat al-Qur an, maka dalam makalah ini
2
akan dibahas tentang pengertian mukjizat, macam-macam mukjizat, bentuk dan
tahapan tantangan al-Quran, aspek-aspek kemukjizatan al-Quran, paham ash-
sharfah, dan penutup.
3
BAB II
PEMBAHASAN
1
WJS Poerwodarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), h. 395.
2
Ibnu Mansur Jamaluddin Muhammad bin Mukarram al-Ansari, Lisan al-Arab, (Beirut: al-Dar al-Misriyah, 1990), Juz IV, h.
236.
4
mu’jiz (sesuatu yang melemahkan. Yang dimaksud dengan i’jaz dalam
pembahasan ini ialah menampakkan kebenaran nabi dalam pengakuannya
sebagai seorang rasul, dengan menampakkan kelemahan orang Arab dalam
melawan mukjizat yang kekal yakni al-Quran.3
Maka mukjizat adalah sebuah peristiwa, urusan, perkara yang luar biasa
yang dibarengi dengan tantangan dan tidak bisa dikalahkan. Al-Quran
menantang orang-orang Arab, mereka tidak kuasa melawan meskipun mereka
merupakan orang-orang yang fasih, hal ini tiada lain karena al-Quran adalah
mukjizat. Berdasarkan defenisi diatas maka dapat dikemukakan tiga unsur pokok
mukjizat, yaitu:
1. Mukjizat harus menyalahi tradisi atau adat kebiasaan.
2. Mukjizat harus dibarengi dengan perlawanan, dan
3. Mukjizat tidak terkalahkan.4
Sedangkan menurut M. Qurais Shihab ada empat unsur yang harus menyertai
sesuatu sehingga ia dinamakan mukjizat. Keeempat unsur itu adalah:
1. Hal atau peristiwa yang luar biasa.
Yang dimaksud luar biasa adalah sesuatu yang berada diluar jangkauan
sebab akibat yang diketahui secara umum hukum-hukumnya.
2. Terjadi atau dipaparkan oleh seorang yang mengaku nabi.
Apabila hal-hal yang luar biasa terjadi bukan dari seseorang yang
mengaku nabi, ia tidak dinamai mukjizat.
3. Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian.
Tantangan ini harus berbarengan dengan pengakuannya sebagai nabi,
bukan sebelumnya.
4. Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani.
Bila yang ditantang berhasil melakukan hal yang serupa, maka ini berarti
bahwa pengakuan sang penantang tidak terbukti.
3
Manna’ al-Qattan, Mabahis fi Ulum al-Quran, cet. XIII, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2004), h. 258.
4
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran 3, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004), h. 38-40.
5
2.2. Macam-Macam Mukjizat
Secara garis besar mukjizat dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu :
mukjizat yang bersifat hissiyah (material indrawi), Mukjizat nabi-nabi
terdahulu semuanya merupakan jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat
material dan indrawi dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan
atau dijangkau langsung lewat indra oleh masyarakat tempat nabi tersebut
menyampaikan risalahnya, seperti perahu nabi Nuh yang dibuat atas
petunjuk Allah sehingga mampu bertahan dalam situasi ombak dan
gelombang yang demikian dahsyat; tidak terbakarnya nabi Ibrahim dalam
kobaran api; tongkat nabi Musa yang berobah menjadi ular; penyembuhan
yang dilakukan nabi Isa atas izin Allah dan lain-lain. Semuanya bersifat
material indrawi, terbatas pada lokasi tempat nabi tersebut berada dan
berakhir dengan wafatnya masing-masing nabi.
mukjizat yang bersifat ‘aqliyah (rasional). Berbeda dengan mukjizat nabi
Muhammad Saw, sifatnya bukan material indrawi, tetapi ‘aqliyah (dapat
dipahami oleh akal). Karena sifatnya yang demikian, maka ia tidak terbatas
pada suatu tempat atau masa tertentu. Mukjizat al-Quran dapat dijangkau
oleh setiap orang yang menggunakan akalnya, kapan dan dimanapun
berada.
Perbedaan ini disebabkan oleh dua hal pokok yaitu :
1. Para Nabi sebelum Nabi Muhammad Saw., ditugaskan untuk masyarakat
dan masa tertentu. Karena itu, mukjizat mereka hanya berlaku untuk
masa dan masyarakat tersebut, tidak untuk sesudah mereka. Ini berbeda
dengan Nabi Muhammad Saw., yang diutus untuk seluruh umat manusia
hingga akhir zaman, sehingga bukti kebenaran ajarannya harus selalu siap
dipaparkan kepada setiap orang yang ragu kapanpun dan dimanapun
mereka berada.
2. Manusia mengalami perkembangan dalam pemikirannya. Umat para nabi
sebelum Nabi Muhammad Saw., amat membutuhkan bukti kebenaran
6
yang harus sesuai dengan tingkat pemikiran mereka, bukti tersebut harus
jelas dan terjangkau indra mereka. Tetapi, setelah manusia mulai
menanjak ke tahap kedewasaan berpikir, maka bukti yang bersifat
indrawi tidak dibutuhkan lagi. Ini bukan berarti bahwa tidak terjadi hal-
hal luar biasa dari atau melalui Nabi Muhammad Saw. Keluarnya air dari
celah jari-jari beliau, makanan yang sedikit dapat mencukupi orang
banyak, genggaman pasir yang beliau lontarkan kepada kaum musyrik
dalam perang badar hingga menutupi pandangan mereka, dan lain-lain
merupakan hal-hal luar biasa yang telah terjadi.
Namun demikian dapat disimpulkan, Pertama, Bahwa mukjizat itu luar
biasa dalam mengatasi segala persoalan manusia, tiada yang kuasa membuatnya,
selain Allah menentukan ketentuan tersebut. Kedua, bahwa antara mukjizat nabi
yang satu dengan lainnya adalah sama fungsinya, yaitu untuk memainkan
peranannya dan mengatasi kepandaian kaumnya, disamping membuktikan
kekuasaan Allah diatas segala-galanya.5
Macam-macam mukjizat berdasarkan sifatnya, antara lain:
a. Mukjizat yang bersifat material yakni dapat dicerna oleh pancaindra,
namun melawan hukum alam. Mukjizat yang bersifat ini sering
diturunkan sebelum masa Nabi Muhammad, seperti pada masa Nabi Isa
AS, Nabi Isa dapat menghidupkan orang mati. Melihat hal ini, dapat
disimpulkan bahwa keajaiban yang dilakukan oleh Nabi Isa AS dapat
dicerna oleh pancaindra manusia, tetapi secara logika hal ini sangatlah
mustahil dan melawan hukum alam.
b. Mukjizat yang bersifat rasional yakni yang semuanya dapat dicerna
melalui daya nalar. Setiap manusia menerimanya sesuai dengan
kemampuan daya paham, nalar, dan kemampuannya untuk membedakan
antara yang baik dan yang buruk. Menurut Imam as-Suyuṭi “bahwa
sebagian besar mukjizat yang diturunkan pada masa Nabi Muhammad
5
Muhammad al-Mutawalli al-Sya’rawi, Mukjizat al-Quran, terj. Muhammad Ali dan Abdullah, (Surabaya: Bungkul Indah,
1995), h. 2.
7
SAW berbentuk rasional. Karena, kecerdasan dan kesempurnaan
pemahaman mereka. Karena syariat ini akan tetap abadi pada lembaran
sejarah umat manusia sampai kiamat, maka al-Qur`an dispesifikasikan
dengan mukjizat akal yang abadi. Tujuannya agar dapat dianalisis oleh
mereka yang mempunyai penalaran
6
Muhammad Ali al-Shabuniy, Studi Ilmu al-Quran, terj. Aminuddin, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 122.
8
34) :طس
ْ ي (ال
صب ا8ًُْ8ى كب ثح ث ا8ْ ُر8ْْل َ٘أ
ِد ِ٘ق ِذٗ هثْ ِل
“Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal al-Quran itu jika
mereka termasuk orang-orang yang benar.” (Al-Thuur : 34).
Dalam satu riwayat dinyatakan bahwa ketika ayat ini turun untuk
menantang orang-orang kafir Quraisy yang meragukan dan menolak kebenaran
al-Quran, maka mereka berdalih “kami tidak mengetahui sejarah umat
terdahulu” (yang merupakan sebagian kandungan al-Quran). Adapun yang
dimaksud dengan kalimat ( ثحٗذثbihadiitsin) dalam ayat diatas adalah tandingan
al-Quran, namun ternyata mereka tidak mampu mendatangkan sesuatu yang
menyamai al-Quran.
2. Allah meringankan tantangan, yaitu menantang untuk membuat sepuluh surat
saja yang menyamai al-Quran, sebagaimana dinyatakan Allah Swt., dalam
surat Hud ayat 13,
س ْ هث ْف ش د عْ هي س طع هي ُّدى
َ ِ ْا ث8ُر8ْ أ8ٍُ َشا8َ ْفز8أَ ْم َٗقُْل ى ا
ْن8ُش ٍس لِ َز َٗب ّاد ا ا ز ز ل8ُق
ه
ش
:13)اَّلل ك ٌْزُ ن صب ي ْ(ُد
ْ
ى ِد ِ٘ق
“Bahkan mereka mengatakan: “Muhammad telah membuat-buat al-Quran itu”,
Katakanlah: “(Kalau demikian), Maka datangkanlah sepuluh surat yang
menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup memanggilnya
selain Allah jika kamu memang orang-orang yang benar.” (Hud : 13).
Kata ( هفز ٗشبدmuftarayaat) yang diterjemahkan dengan “dibuat-buat”
dalam ayat diatas adalah tudingan orang-orang kafir Quraisy terhadap nabi
Muhammad Saw., bahwa al-Quran itu dibuat-buat, oleh karenanya Allah
menantang, kalaupun al-Quran itu dibuat-buat (bohong), jikalau mereka mampu
menyusun redaksi seindah dan seteliti al-Quran maka itu sudah cukup untuk
9
mengakui kebenaran dugaan mereka, tetapi tantangan kedua inipun tidak
sanggup mereka layani.
1
3. Allah meringankan lagi tantangan, yaitu tantangan untuk membuat satu surat
saja yang menyamai al-Quran, sebagaimana firman Allah Swt., dalam surat
Yunus ayat 38,
ع هي س طع هي ُّد َِّالل ِإى ك ٌُْز ْن ْ ّ ْسس هث ْا8ُر8ُْقْل ا َْفز َش ٍُا ُق ل َفأ َأ ْم
ى ْن8ُا ز ز ِل اد ا ٍح ِث ى
38) :صب ِدقِ٘ي ٗ(ًْس
“Atau patutkah mereka berkata, “Dia (Muhammad) membuat-buatnya?”,
Katakanlah (kalau benar tuduhan kamu itu), maka buatlah satu surah
semacamnya dan panggillah siapapun yang dapat kamu panggil selain Allah, jika
kamu memang orang-orang yang benar.” (Yunus : 38).
Tiga tahapan tantangan tersebut semuanya disampaikan ketika Nabi
Muhammad Saw., masih berada di Mekkah.
4. Ketika nabi sudah hijrah ke Madinah Allah menantang kembali dengan
tantangan yang lebih ringan lagi yaitu membuat satu surat yang hampir sama
dengan al-Quran, sebagaimana dapat dipahami dalam surat al-Baqarah ayat
23,
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Quran yang kami wahyukan
kepada hamba kami (Muhammad), maka buatlah satu surat yang seumpamanya
dan panggillah penolong-penolongmu selain Allah jika kamu orang-orang yang
benar.” (al-Baqarah : 23).
1
(fa’tuu bisuuratin mitslihi dan fa’tuu bisuuratin min mitslihi). Kata ( هيmin) disini
diartikan “lebih kurang”, sehingga dengan demikian tantangan ini lebih rendah
1
daripada tantangan sebelumnya yang menuntut membuat satu surah tanpa
menggunakan kata (هيmin) atau “lebih kurang”.
Memang sejak semula Allah telah menegaskan bahwa siapapun dan
kapanpun al-Quran tetap menjadi mukjizat dan tidak dapat ditandingi. Hal ini
dapat kita pahami dari firman Allah dalam surat al-Isra’ ayat 88
7
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Figh, cet. 8, terj. Noer Iskandar al-Barsany dan Moh. Tolchah Mansoer, (Kairo: Dar al-
‘Ilm:1978), h. 30.
1
a. Sebagian ulama berpendapat bahwa segi kemukjizatan al-Quran adalah
sesuatu yang terkandung dalam al-Quran itu sendiri, yaitu susunan yang
tersendiri dan berbeda dengan bentuk puisi orang Arab maupun bentuk
prosanya, baik dalam permulaannya, maupun suku kalimatnya.
b. Sebagian yang lain berpendapat bahwa segi kemukjizatan al-Quran itu
terkandung dalam lafal-lafalnya yang jelas, redaksinya yang bernilai sastra
dan susunannya yang indah, karena nilai sastra yang terkandung dalam
al-Quran itu sangat tinggi dan tidak ada bandingannya.
c. Ulama lain berpendapat bahwa kemukjizatan itu karena al-Quran
terhindar dari adanya pertentangan, dan mengandung arti yang lembut
dan memuat hal-hal ghaib diluar kemampuan manusia dan diluar
kekuasaan mereka untuk mengetahuinya.
d. Ada lagi ulama yang berpendapat bahwa segi kemukjizatan al-Quran
adalah keistimewaan-keistimewaan yang nampak dan keindahan-
keindahan yang terkandung dalam al-Quran, baik dalam permulaan,
tujuan maupun dalam menutup setiap surat.
8
Muhammad Abdul ‘Azim al-Zarkani, Manahilul Irfan fi Ulum al-Quran, Juz II, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1988), h.
355.
9
T.M. Hasbi Al-Shiddiqiey, Mu’djizat al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 33.
1
1. Susunan bahasanya yang indah, berbeda dengan susunan bahasa
Arab.
2. Uslubnya (susunannya) yang menakjubkan, jauh berbeda dengan
segala bentuk susunan bahasa Arab.
3. Keagungan yang tidak mungkin bagi makhluk untuk mendatangkan
sesamanya.
4. Syariat yang sangat rinci dan sempurna melebihi setiap undang-
undang buatan manusia.
5. Mengabarkan hal-hal ghaib yang tidak bisa diketahui kecuali dengan
wahyu.
6. Tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
7. Al-Quran memenuhi setiap janji dan ancaman yang dikabarkannya.
8. Luasnya ilmu-ilmu pengetahuan yang terkandung didalamnya.
9. Kesanggupannya dalam memenuhi segala kebutuhan manusia.
10. Berpengaruh terhadap hati para pengikutnya dan orang-orang yang
memusuhinya.
1
2. Uslubnya yang menakjubkan
Al-Quran muncul dengan uslub yang sangat baik dan indah,
mengagumkan orang-orang Arab karena keserasian dan
keindahannya, keharmonisan susunannya. Didalamnya terkandung
nilai-nilai istimewa yang tidak akan terdapat dalam ucapan manusia.
3. Keagungannya
Al-Quran mempunyai kemegahan ucapan yang luar biasa yang berada
diluar kemampuan manusia untuk menguasainya atau mendatangkan
persamaannya. Kandungan al-Quran dapat mempengaruhi jiwa-jiwa
pendengarnya dan dapat melembutkan hati-hati yang keras.
4. Syariat yang sangat rinci dan sempurna
Al-Quran menjelaskan pokok-pokok akidah, hokum-hukum ibadah,
norma-norma keutamaan dan sopan santun, undang-undang hukum
ekonomi, politik, sosial dan kemasyarakatan. Al-Quran juga mengatur
kehidupan keluarga, menjunjung nilai-nilai kebebasan, keadilan
(demokrasi) dan musyawarah.
5. Berita tentang hal-hal yang gaib
Al-Quran mengungkap sekian banyak ragam hal gaib. Al-Quran
mengungkap kejadian masa lampau yang tidak diketahui lagi oleh
manusia, karena masanya telah demikian lama, dan mengungkap juga
peristiwa masa datang atau masa kini yang belum diketahui manusia.
6. Sejalan dengan ilmu pengetahuan modern
Al-Quran memuat petunjuk yang detail mengenai sebagian ilmu
pengetahuan umum yang telah ditemukan terlebih dahulu dalam al-
Quran sebelum ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern. Teori al-
Qur’an itu sama sekali tidak bertentangan dengan teori-teori ilmu
pengetahuan modern, baik itu ilmu alam, arsitek dan fisika, geografi
dan kedokteran.
1
7. Menepati janji
Al-Quran senantiasa menepati janji dalam setiap apa yang telah
dikabarkannya serta dalam setiap janji Allah kepada hamba-Nya, baik
janji mutlak seperti janji Allah untuk menolong rasul-Nya, maupun
janji terbatas yaitu janji yang bersyarat seperti harus memenuhi
syarat takwa, sabar, menolong agama Allah, dan sebagainya.
8. Terkandung ilmu pengetahuan yang luas
Al-Quran datang dengan membawa berbagai ilmu pengetahuan
tentang akidah, hokum (undang-undang), etika, muamalat, dan
berbagai lapangan lain dalam pendidikan dan pengajaran, politik dan
ekonomi, filsafat dan sosial.
9. Memenuhi segala kebutuhan manusia
Al-Quran datang dengan membawa petunjuk-petunjuk yang
sempurna, fleksibel lagi luwes, dan dapat memenuhi segala
kebutuhan manusia pada setiap tempat dan masa.
10. Berkesan dalam hati
Al-Quran dapat menggetarkan hati pengikut dan penantangnya.
Seseorang yang sangat memusuhi al-Quran bisa berbalik dibawah
lindungannya. Umar bin Khattab, Sa’ad bin Mu’az, dan Usaid bin
Hudhair misalnya, mereka adalah orang-orang yang paling kejam
terhadap kaum muslimin tetapi disebabkan mendengarkan beberapa
ayat al-Quran maka hatinya luluh dan masuk islam. Filosof Perancis
mengatakan “Sesungguhnya Muhammad Saw., membaca al-Quran
dengan khusyuk, sopan dan rendah hati, untuk menarik hati manusia
agar beriman kepada Allah, dan hal ini melebihi pengaruh yang
ditimbulkan semua mukjizat nabi-nabi terdahulu.
1
2.5. Paham As-Sharfah
As-Sharfah terambil dari akar kata ( صشفSharafa) yang berarti
memalingkan, dalam pengertian bahwa Allah memalingkan manusia dari upaya
membuat semacam al-Quran, sehingga seandainya tidak dipalingkan, manusia
akan mampu. Dengan kata lain, kemukjizatan al-Quran dianggap oleh paham as-
sharfah lahir dari faktor eksternal, bukan dari al-Quran itu sendiri.
10
Mustafa Shadiq al-Rafi’i, ‘Ijaz al-Quran wa al-Balaghah an-Nabawiyyah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Arabi, 1990), h. 144.
1
Dalam hal ini Muhammad Abd Azhim al-Zarkani memandang bahwa
tuduhan penafian I’jaz al-Quran terhadap aliran Mu’tazilah dan kaum Syi’ah
secara keseluruhan hanya disebabkan segelintir tokohnya yang dalam kasus ini
an-nazham dan al-Murtadha merupakan tuduhan yang kurang etis mengingat
terlalu banyak pengikut Mu’tazilah dan kaum Syi’ah yang pengakuannya tentang
kemukjizatan al-Quran yang lebih kurang sama dengan kaum muslimin pada
umumnya. Bahkan dari kalangan Ahli Sunnah sekalipun sesunguhnya ada yang
membenarkan kemungkinan as-sharfah itu terjadi, diantaranya adalah Abu Ishak
al-Isfariyini.
Dalam pada itu Al-Qadhi Abu Bakar al-Baqillani mengatakan bahwa, salah
satu hal yang membatalkan pendapat tentang shirfah adalah, kalaulah
menandingi al-Quran itu mungkin, tetapi mereka dihalangi oleh shirfah, maka
kalam Allah itu tidak mukjizat, melainkan shirfah itulah yang mukjizat. Dengan
demikian, kalam tersebut tidak mempunyai kelebihan apapun atas kalam yang
lain. Selain Abu Bakar al-Baqillani, pendapat tentang as-sharfah menurut
Muhammad Ali as-Shabuniy juga dikatakan salah dan tidak bisa dipertanggung
jawabkan karena tidak sesuai dengan kenyataan. Hal itu menurutnya karena
beberapa faktor:
1. Kalau pendapat ini benar, kemukjizatan itu akan berada pada unsur
pemalingan dan tidak dalam al-Quran itu sendiri.
2. Kalau pendapat dengan pemalingan ini benar, pasti hal itu unsur
melemahkan bukan kemukjizatan. Karena perbuatan itu sama saja halnya
kita memotong lidah seseorang kemudian kita paksa dia bicara.
3. Kalau ada penggerak yang melemahakan mereka untuk bertanding,
mereka pasti sudah malas dan tidak mungkin menghalang-halangi Nabi
untuk berdakwah.
1
4. Seandainya ada faktor yang timbul secara mendadak, menghalangi
mereka berbicara tegas pasti mereka akan mengumumkan hal itu kepada
khalayak ramai.
5. Bilamana pemalingan itu betul terjadi, pasti bagi kita sekarang akan bisa
menandingi al-Quran, begitu juga bagi mereka yang tekun dalam sastra
Arab pada setiap masa, tentu mereka akan bisa menerangkan kedustaan
pengakuan kemukjizatan al-Quran.
2
“ Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Quran yang
serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-
orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati
mereka di waktu mengingat Allah.(dan seterusnya).”
2
Betapa menakjubkan rangkaian al-Qur`an dan betapa indah
susunannya. Dan pada hakikatnya lafal, makna, keanekaragaman ajaran,
keserasian susunan dan hurufnya menunjukkan kemukjizatan al-Qur`an. pada
setiap lafal al-Qur`an mengandung keindahan dan pelajaran. Kisah-kisah tentang
masa lalu yang dibawakan al-Qur`an, baik cerita pendek maupun panjang, tidak
mungkin dapat ditandingi oleh kisah-kisah yang disampaikan para pujangga.
b) Segi ilmiah
Para pakar selalu berusaha meletakkan metodologi ilmiah untuk
mengikat rantai fenomena-fenomena yang saling berkaitan dalam kehidupan dan
di alam semesta ini. Allah telah menyeru manusia untuk melakukan riset dan
belajar, sebagaimana tercantum pada surah yang turun pertama kali kepada
Nabi Muhammad, yakni Q.S. al-`Alaq ayat 1-5, yang artinya:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Begitu juga Rasulullah menganjurkan untuk mempelajari al-Qur`an dan
mendalaminya dalam sabdanya,
ك
“sebaik-baiknya kamu adalah orang yang mempelajari al-Quran dan
mengajarkannya.”(HR. Bukhāri, Muslim, dan Abū Dāwud).
Contoh dalam al-Qur`an terdapat ayat yang menerangkan tentang ilmu falak
(astronomi), sebagaimana tercantum dalam Q.S. Yaasiin ayat 38-40, yang artinya:
“Matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha
Perkasa lagi Maha Mengetahui. Telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-
manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah
dia sebagai bentuk tanda yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari
2
mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-
masing beredar pada garis edarnya.”
2
Firman Allah ini menjelaskan bahwa matahari bergerak kearah yang
ditentukan. Pengetahuan ini baru terungkap oleh para ilmuwan modern pada
permulaan abad ke-20 sebelum abad ke-20 para ilmuwan tersebut bahwa
matahari tidak bergerak atau diam di tempat. Sedangkan, gerakan matahari dari
timur ke barat hanyalah gerakan secara lahiriah saja.
Dan sesuatu yang paling mengejutkan tentang kesesuaian antara
pemahaman pengetahuan ilmiah tentang matahari sebagai sumber panas dan
sinar dengan pemahaman al-Qur`an tampak dalam firman Allah,
َ َ8ّش ب ّس ُ ٖ ا
]۱۵۱[ل ْه ِش
“ Dan musyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.”
ْن
2
]۳۲[ ش ْ ٓس ْ ِ ْن ّ َا ْه ُشن
2
BAB III
PENUTUP
2
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, Ibnu Mansur Jamaluddin Muhammad bin Mukarram al-, Lisan al-
Arab, Beirut: al-Dar al-Misriyah, 1990.
Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Figh, cet. 8, terj. Noer Iskandar al-
Barsany dan Moh. Tolchah Mansoer, Kairo: Dar al-‘Ilm:1978.
Munawwar, Said Aqil Husain al-, I’jaz al-Quran dan Metodelogi Tafsir,
Semarang: Dimas, 1994.
Qattan, Manna’ al-, Mabahis fi Ulum al-Quran, Beirut: Maktabah Wahbah,
2004.
Rafi’i, Mustafa Shadiq al-, ‘Ijaz al-Quran wa al-Balaghah an-Nabawiyyah,
Beirut: Dar al-Kutub al-Arabi, 1990.
Sayuti, Jalaluddin al-, al-Itqan fi Ulum al-Qur an, Beirut: Dar al-Kutub al-
Ilmiyah, 2000.
Shabuniy, Muhammad Ali al-, Studi Ilmu al-Quran, terj. Aminuddin,
Bandung: Pustaka Setia, 1999.
Shiddiqiey, T.M. Hasbi al-, Mu’djizat al-Qur’an, Jakarta: Bulan Bintang,
1996.
Shihab, M. Qurais , Mukjizat al-Qur an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan,
Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib, cet II, Bandung: Mizan, 2007.
Suma, Muhammad Amin, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran 3, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2004.
Sya’rawi, Muhammad al-Mutawalli al-, Mukjizat al-Quran, terj.
Muhammad Ali dan Abdullah, Surabaya: Bungkul Indah, 1995.
Poerwodarminto, WJS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 1976.
Zarkani, Muhammad Abdul ‘Azim al-, Manahilul Irfan fi Ulum al-Quran,
Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1988.