Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beberapa tahun lalu terdapat kasus cubitan guru ke siswanya di Sidoarjo, Jawa
Timur. Kasus tersebut sempat sampai ke pengadilan, walaupun akhirnya berujung
damai. Dari kasus tersebut, muncul suara publik menyikapi, ada yang pro dengan
tindakan guru, ada juga yang kontra. Yang pro dengan guru menilai kalau hukuman
cubitan, apabila memang siswa tersebut nakal dan tidak bisa diberi nasihat layak
diberikan hukuman tersebut. Sedangkan yang kontra menilai apapun tindakan guru,
hukuman tidak boleh melukai siswa. Guru harus mendidik dengan kasih sayang. Dari
kasusu tersebut, beredar pula surat perjanjian antara sekolah dan orangtua siswa. Di
surat itu tertulis apabila orangtua ingin anaknya bersekolah harus menandatangani
sejumlah kesepakatan. Diantaranya, Tidak akan menuntut pihak sekolah/guru
apabila :
1. Dicubit sampai merah/biru karena terlambat.
2. Dipotong rambutnya karena gondrong.
3. Dijemur di lapangan upacara karena tidak mengerjakan tugas.
4. Disuruh push up karena berisik di kelas.
5. Dijewer karena pakaian tidak rapi.
6. Dan hukuman lainnya yang disesuaikan dengan tingkat kesalahan
Di surat perjanjian tersebut tertulis orangtua tidak boleh melaporkan ke pihak
berwajib apabila hukuman diberikan karena siswa tidak disiplin, lalai, susah diatur,
dan meresahkan lingkungan sekolah. Untuk itu, dari contoh kasus tersebut penulis
akan membahas mengenai permasalahan dalam kesulitan mengelola kedisiplinan dan
mengendalikan tingkah laku peserta didik di sekolah dasar.
B. Rumusan Masalah
a. Apa saja kesulitan dalam mengelola kedisiplinan peserta didik di sekolah dasar?
b. Apa saja kesulitan dalam mengendalikan tingkah laku peserta didik di sekolah
dasar?
C. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui kesulitan dalam mengelola kedisiplinan peserta didik di
sekolah dasar
b. Untuk mengetahui kesulitan dalam mengendalikan tingkah laku peserta didik di
sekolah dasar
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian, Tujuan dan Fungsi Hukuman
Hukuman secara definisi dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan
sebagai siksaan dan sebagainya, yang dikenakan kepada orang-orang yang melanggar
undang-undang, sedangkan dalam bahasa Inggris, dikenal dengan istilah punishment
Secara terminologi, hukuman adalah sebuah cara paling terakhir yang diberikan untuk
mengarahkan sebuah tingkah laku peserta didik agar sesuai dengan tingkah laku
yang berlaku sesuai dengan norma yang berlaku dalam suatu lingkungannya.
Menurut ahli, Amien Danien Indrakusuma, hukuman adalah tindakan yang
dijatuhkan kepada anak secara sadar dan sengaja sehingga menimbulkan nestapa,
dan dengan adanya nestapa itu anak akan menjadi sadar akan perbuatannya
dan berjanji di dalam hatinya untuk tidak mengulanginya. Sedangkan menurut ahli,
Abdurrahman Mas’ud, hukuman dalam istilah psikologi adalah cara yang digunakan
pada waktu keadaan yang merugikan atau pengalaman yang tidak menyenangkan
yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja menjatuhkan orang lain. Secara
umum disepakati bahwa hukuman adalah ketidaknyamanan (suasana tidak
menyenangkan) dan perlakuan yang buruk atau yang jelek.
Berdasarkan pengertian di atas, adanya hukuman disebabkan oleh adanya
pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik. Jadi, pemberian hukuman yang
dimaksud ialah memberikan suatu hukuman yang tidak menyenangkan yang
mengandung unsur pendidikan supaya anak tersebut jera dan berjanji tidak akan
mengulangi perbuatan yang mengandung nilai negatif. Sehingga anak benar-
benar insyaf dan sadar kemudian berusaha untuk memperbaiki atas
perbuatan tidak terpuji yang telah diperbuat.
Tujuan punishment adalah untuk mencegah, mengoreksi, dan memberikan
kesadaran kepada seseorang agar mereka memahami kesalahannya sekaligus
memperbaikinya dan tidak mengulanginya di kemudian hari. Sedangkan fungsi
diterapkannya punishment atau hukuman adalah sebagai alat pendidikan terhadap
seseorang sebagai pelaku pelanggaran agar tidak mengulangi kesalahannya lagi dan
menghalangi untuk melakukan tindakan pelanggaran. Hukuman juga digunakan
sebagai bentuk motivasi untuk menghindari perilaku atau sikap yang melanggar
peraturan. Menurut Wiyani (2013), fungsi punishment atau hukuman adalah sebagai
berikut:
1) Hukuman adalah menghalangi. Hukuman menghalangi pengulangan tindakan
yang tidak diinginkan oleh masyarakat.
2) Hukuman adalah mendidik. Sebelum anak mengerti peraturan, mereka dapat
belajar bahwa tindakan tertentu benar dan yang lain salah dengan mendapat
hukuman.
3) Memberi motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak diterima oleh
masyarakat. Pengetahuan tentang akibat-akibat tindakan yang salah perlu sebagai
motivasi untuk menghindari kesalahan tersebut.
B. Jenis dan Bentuk Hukuman
Menurut Tafsir (2004), berdasarkan tingkat perkembangan anak, punishment atau
hukuman dibagi dalam beberapa bentuk, yaitu:
1) Punishment Asosiatif. Umumnya, orang mengasosiasikan antara punishment
(hukuman) dan kejahatan atau pelanggaran, antara penderitaan yang diakibatkan
oleh punishment (hukuman) dengan perbuatan pelanggaran yang dilakukan.
Untuk menyingkirkan perasaan tidak enak (hukum) itu, biasanya orang atau anak
menjauhi perbuatan yang tidak baik atau yang dilarang.
2) Punishment Logis. Punishment (hukuman) ini dipergunakan terhadap anak-anak
yang telah agak besar. Dengan punishment (hukuman) ini, anak mengerti bahwa
punishment (hukuman) itu adalah akibat yang logis dari pekerjaan atau
perbuatannya yang tidak baik
3) Punishment Normatif. Punishment (hukuman) normatif adalah punishment
(hukuman) yang bermaksud memperbaiki moral anak-anak. Punishment
(hukuman) ini dilakukan terhadap pelanggaran-pelanggaran mengenai norma-
norma etika, seperti berdusta, menipu, dan mencuri. Jadi, punishment (hukuman)
normatif sangat erat hubungannya dengan pembentukan watak anak-anak. Dengan
hubungan ini, pendidik berusaha mempengaruhi kata hati anak, menginsafkan
anak terhadap perbuatannya yang salah, dan memperkuat kemauannya untuk
selalu berbuat baik dan menghindari kejahatan.
Menurut Sabri (1999), berdasarkan efek yang diberikan, hukuman atau
punishment dibagi dalam tiga bentuk, yaitu:
1) Punishment badan, yaitu hukuman yang dikenakan terhadap badan seperti
pukulan. Hukuman jenis ini memiliki efek yang membekas berupa rasa sakit di
badan atau fisik yang diberi hukuman.
2) Punishment perasaan, seperti ejekan bagi siswa yang melanggar, dipermalukan,
dan dimaki. Hukuman jenis ini tidak menciderai fisik atau badan seseorang namun
lebih kepada efek emosi dalam hati seseorang karena melakukan pelanggaran.
3) Punishment intelektual, yaitu hukuman yang diberikan berupa kegiatan tertentu
sebagai punishment dengan pertimbangan kegiatan tersebut dapat membawanya
ke arah perbaikan. Hukuman jenis ini tidak memberikan efek negatif baik cidera
badan ataupun melukai emosi.
http://ejournal.stital.ac.id/index.php/alibrah/article/view/15/9
https://istanaumkm.pom.go.id/download/1044
C. Pengertian, Tujuan, Fungsi Kedisiplinan
Disiplin adalah sesuatu yang berkenaan dengan pengendalian diri seseorang terhadap
aturan (Rachman dalam Anggara, 2015). Disiplin merupakan sikap mental yang
dimiliki oleh individu dan pada hakikatnya mencerminkan rasa ketaatan dan
kepatuhan yang didukung oleh kesadaran dalam menjelaskan tugas dan kewajibannya
untuk mencapai tugas tertentu. Salah satu nilai moral yang harus ditanamkan pada
anak sejak dini adalah nilai kedisiplinan. Disiplin berasal dari kata disicple yang
berarti belajar dengan sukarela mengikuti pemimpin yang bertujuan untuk mencapai
pertumbuhan dan perkembangan secara optimal. Menurut Mustari (2017: 42) disiplin
adalah tindakan atau perilaku yang mewakili dan menunjukkan sikap perilaku tertib
aturan serta patuh pada semua ketentuan dan aturan baik yang tertulis maupun tidak
tertulis.
Tujuan disiplin menurut Munawaroh (2016:55) yaitu mengajarkan kepatuhan.
Sedangkan menurut Rachmawati (2015:41) menjelaskan bahwa tujuan disiplin
sekolah yaitu sebagai berikut:
 Memberikan dukungan agar tidak terjadi penyimpangan pada peserta didik.
 Mendorong siswa agar melakukan hal-hal yang baik dan benar serta tidak
melanggar aturan atau norma yang sudah berlaku dan sudah di tetapkan.
 Membantu siswa untuk memahami serta menyesuaikan diri lingkungan
sekolah serta menjauhi hal-hal yang dilarang oleh sekolah.
 Siswa diajarkan untuk hidup dengan pembiasaan dan kebiasaan yang baik
serta bermanfaat bagi dirinya sendiri serta lingkungan sekitarnya.
Dapat disimpulkan bahwa, tujuan disiplin adalah untuk mendisiplinkan anak
agar bertingkah laku sesuai dengan aturan yang berlaku dan diharapkan
diterapkan dilingkungan masyarakat.
Terdapat 7 (tujuh) fungsi disiplin yaitu sebagai berikut:
 Menata kehidupan bersama
 Membangun kepribadian
 Melatih kepribadian
 Pemaksaan
 Hukuman
 Menciptakan lingkungan kondusif
 Pembentukan Disiplin
Sekolah pada dasarnya adalah rumah kedua untuk menimba ilmu. Pada umumnya
sekolah termasuk dalam kategori yang memiliki kedisiplinan yang tinggi. Tujuan
kedisiplinan itu sendiri adalah membentuk perilaku sedemikian rupa sehingga
perilaku tersebut sesuai dengan peran-peran yang telah ditetapkan oleh kelompok
budaya dimana tempat individu itu tinggal. Selain itu, kedisiplinan merupakan suatu
cara untuk membantu anak membangun pengendalian diri mereka, dan bukan
membuat anak mengikuti dan mematuhi perintah orang dewasa. Kedisiplinan belajar
adalah salah satu cara untuk membantu anak agar dapat mengembangkan
pengendalian diri mereka selama proses belajar mengajar. Anak dapat memperolah
suatu batasan untuk memperbaiki tingkah lakunya yang salah dengan disiplin.
Kedisiplinan juga membantu anak memperoleh perasaan puas karena kesetiaan dan
kepatuhannya dan juga mengajarkan kepada anak bagaimana berpikir secara teratur.
Kedisiplinan dalam nilai karakter bangsa adalah tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
http://www.jurnal.uui.ac.id/index.php/jes/article/view/467/204
D. Pengertian Tingkah Laku
Dalam kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa tingkah laku itu sama
artinya dengan perangai, kelakuan atau perbuatan. Tingkah laku dalam pengertian ini
lebih mengarah kepada aktivitas sifat seseorang. Menurut Caplin, tingkah laku itu
merupakan sembarang responyang mungkin berupa reaksi, tanggapan, jawaban atau
alasan yang dilakukan oleh organisme. Tingkah laku juga bisa berarti suatu gerak atau
kompleks gerak-gerik yang secara khusus tingkah laku juga bisa berarti suatu
perbuatan atau aktivitas. Tingkah laku dan sikap merupakan mata rantai yang terjalin
dengan hubungan faktor penentu, yaitu motif yang mendasari sikap. Motif sebagai
tenaga pendorong arah sikap negatif atau positif akan terlihat dalam tingkah laku
nyata (overt behavior) pada diri seseorang atau kelompok. Sedangkan motif yang
dengan pertimbanganpertimbangan tertentu dapat diperkuat oleh komponen afeksi
biasanya akan menjadi lebih stabil. Pada tingkat tertentu motif akan berperan sebagai
pusat sikap (central attitude) yang akhirnya akan membantu
kecenderungan/predisposisi. Proses ini terjadi dalam diri seseorang terutama pada
tingkat usia dini.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah tingkah laku,
suatu perbuatan atau tindakan seseorang yang nyata dapat dilihat atau bersifat
kongkrit, dan tanpa melalui pembinaan dalam jiwa terlebih dahulu.
E. Macam-macam Tingkah Laku
a. Tingkah laku motorik
Tingkah laku motorik adalah segala perilaku individu yang diwujudkan dalam
bentuk gerakan atau perbuatan jasmaniah seperti berjalan, berlari, duduk,
melompat, menari, menulis, dan sebagainya. Perilaku motorik ini pada umumnya
dapat diamati dengan segera karena nampak secara fisik. Perilaku motorik ada
yang disadari dan ada yang tidak disadari. Perilaku motorik yang disadari terjadi
apabila berada dalam kendali pusat kesadaran melalui syaraf-syaraf motorik.
Sedangkan perilaku motorik yang tidak disadari disebut reflex yang terjadi diluar
kendali pusat kesadaran atau tidak dalam perintah otak.
b. Tingkah laku kognitif
Tingkah laku kognitif merupakan perilaku yang berhubungan dengan bagaimana
individu mengenali alam lingkungan sekitarnya. Perilaku kognitif terjadi dalam
bentuk sebagai berikut: a) Pendriaan: proses mengenali lingkungan dengan
menggunakan alat dria, seperti mata untuk penglihatan. Telinga untuk
pendengaran, hidung untuk penciuman, lidah untuk pengecapan, dan kulit untuk
perabaan. b) Pengamatan (persepsi) : yaitu proses mnegenal lingkungan dengan
memberi makna terhadap rangsangan yang diterima oleh alat dria berdasarkna
tanggapan yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya. c) Mengingat : yaitu
proses mengenali lingkungan dalam bentuk pengungkapan informasi atau
tanggapan yang telah tersimpan dalam memori baik jangka pendek maupun
jangka panjang. d) Imajinasi (famtasi) : yaitu proses mengenali lingkungan
dengan membangun satu konstruksi berdasarkan gambaran yang diperkirakan atau
fantasi e) Berpikir : yaitu proses mengenali lingkungan menggunakan daya nalar
secara abstrak dana kompleks dengan manipulasi konsep-konsep yang telah
dikuasai. Perilaku kognitif tersebut ada yang tampak keluar karena disertai
gerakan motorik, tetapi ada juga yang tidak tampak karerna aktivitas motorik nya
sangat halus atau sedikit sekali.
c. Tingkah laku konatif Tingkah laku konatif adalah perilaku yang berkenaan dengan
dorongan dari dalam untuk melakukan sesuatu dalam mencapai tujuan atau
kehidupan individu.contoh perilaku konatif antara lain harapan, kehendak,
kemauan, keinginan, cita-cita, nafsu, motif, sikap, dsb. Perilaku konatif ini
merupakan aktivitas internal atau beradadalam diri individu, oleh karena itu hanya
dapat diamati melalui manifestasinya dalam beberapa bentuk tindakan tertentu.
Misalnya seorang mahasiswa yang memiliki keinginan untuk lulus ujian dengan
nilai baik akan Nampak dari tindakannya seperti rajin kuliah, banyak membaca
buku, mengerjakan tugas, aktif dalam diskusi, dsb.
d. Tingkah laku afektif Tingkah laku afektif merupakan perilaku yang mengandung
atau manifestasi perasaan atau emosi yang bersumber dari keadaan “stirred up”
atau getaran didalam diri sebagai reaksi terhadap rangsangan tertentu. Misalnya
tatkala seorang anak melihat binatang yang dipersepsi sebagai sesuatu yang
mengancam dirinya, maka akan terjadi getaran berupa takut yang kemudian
menyebabkan anak itu menangis. Perilaku sebagai manifestasi getaran itulah yang
disebut emosi atau perasaan tertentu seperti senang, nikmat, gembira, sedih, cinta,
takut, marah, benci, dsb. Perilaku afektif yang disebut perasaan adalah apabila
hanya dihayatai oleh individu yang bersangkutandan tidak disertai dengan bentuk
perilaku yang Nampak sehingga tidak dapat diamati. Sedangkan emosi adalah
getaran yang disertai dengan berbagai bentuk ekspresi jasmaniah sehingga dapat
diamati oleh orang lain. Misalnya seorang individu yang sedang marah karena
tersinggung oleh suatu ucapan, maka akan Nampak dalam bentuk ucapan yang
keras, mengepalkan tangan, wajahnya memerah, dsb.

Anda mungkin juga menyukai