Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 2.B

SKENARIO 5 : ZAT AMPUH TUBUH

Tutor : Dr. Almurdi, DMM, M.kes

Kelompok :3
Ketua : Aini Salmah Qalbi (2210333022)

Sekretaris Papan : Desi Dasmaniar (2210339001)

Sekretaris Meja : Yola Marda Nova (2210332026)

Syazwana Dwiyani Affifa (2110332025)

Anggota : Anisa Ramadian Pc (2210333001)

Dhea Opra Juwita (2210333006)

Nasywa Hayfa Syafiyyah (2210332022)

Elsa Vita Zs (2210333023)

Wirda Rayhani (2210332001)

Azzahra Majid (2210331020)

PRODI S1 KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2022/2023
Lembar Pengesahan Laporan Tutorial Blok 2B

SKENARIO 5: ZAT AMPUH TUBUH

Dosen Pembimbing Tanda Tangan

Dr.Almurdi, DMM, M.kes

Hari/Tanggal
SKENARIO 5 : ZAT AMPUH TUBUH

Bidan Farma, bertugas di Praktik Mandiri Bidan (PMB) sedang memberikan


pelayanan kebidanan pada seorang ibu akseptor KB kunjungan ulang. Sebelum
memberikan pelayanan, Bidan Farma menanyakan obat dan produk herbal yang
sedang dikonsumsi ibu, kemudian Bidan mengambil obat Medroxyroprogesterone
acetate (DMPA) yang tersimpan rapi di lemari khusus penyimpanan obat dalam
sediaan vial. Pada etiket obat DMPA tertera simbol ”K” dalam lingkaran merah.
Setelah memberikan pelayanan, Bidan Farma merapikan kembali ruangannya,
membuang bekas vial ke tempat khusus pembuangan obat. Bidan Farma memberikan
penjelasan kepada ibu bahwa tubuh membutuhkan waktu untuk dapat menyerap
kandungan hormonal yang ada didalamnya.

Seorang Ibu hamil datang ke PMB, mengatakan kepada Bidan Farma bahwa
ketubannya pecah dan ingin bersalin. Bidan Farma segera menyiapkan alat, bahan dan
obatobatan yang diperlukan serta melakukan pertolongan persalinan. Segera setelah
bayi lahir, Bidan menyuntikkan oksitosin 10 IU I.M pada ibu untuk mencegah
perdarahan.

Setelah melakukan evaluasi jalan lahir, Bidan Farma menyampaikan kepada


ibu bahwa perlu dilakukan penjahitan karena terdapat laserasi. Ibu merasa nyaman
selama penjahitan, karena diberikan lidocain 1% secara IM. Bidan Farma
mengingatkan ibu agar tidak sembarangan menggunakan obat dan suplemen baik obat
luar maupun obat dalam.

Bagaimana Saudara menjelaskan yang dilakukan Bidan Farma pada kasus tersebut?
STEP 1
TERMINOLOGI

1. Akseptor KB: adalah anggota masyarakat yang mengikuti gerakan KB dengan


melaksanakan penggunaan alat kontrasepsi.
2. Medroxyprogesterone acetate: adalah senyawa yang dapat diberikan secara oral
maupun injeksi sebagai kontrasepsi, mengatasi nyeri yang disebabkan oleh
endometriosis, amenore sekunder, dan perdarahan uterus abnormal.
3. Vial: merupakan suatu benda penampung cairan, bubuk, atau tablet farmasi.

4. Obat Hormonal: adalah obat yang berfungsi sebagai pengganti fungsi hormon
5. Suplemen: Merupakan produk buatan yang menambah nilai gizi atau meningkatkan
Kesehatan

6. Oksitosin: adalah preparat hormon oksitosin yang digunakan untuk melancarkan

proses persalinan.
7. Lidocain: adalah obat yang digunakan untuk mematikan jaringan pada area
spesifik dan untuk mengobati ventrikel takikardia. Obat ini juga dapat digunakan
untuk memblok saraf.
8. Laserasi: yaitu luka robekan yang disebabkan oleh benturan keras dengan benda
tumpul
9. Simbol “k”: berarti obat yang tergolong obat keras psikotoprika yang hanya bisa
didapat dengan resep dokter.
10. Etiket Obat: adalah sehelai kertas kecil yang ditempelkan pada kemasan obat
yang memuat keterangan obat tersebut.
STEP 2
IDENTIFIKASI MASALAH
 Paragraf 1

1. Mengapa bidan menanyakan obat-obat atau produk herbal yang dikonsumsi klien
tersebut?
2. Mengapa suntik KB DMPA dilakukan secara berulang?
3. Mengapa obat DMPA harus disimpan di dalam lemari khusus?
4. Mengapa bekas vial harus dibuang ke tempat khusus pembuangan obat?
5. Apakah ada efek yang dirasakan ibu saat tubuh menyerap kandungan hormonal
yang diberikan bidan?
6. Apa saja yang tertera pada etiket obat?
7. Berapa lama waktu tubuh membutuhkan waktu untuk menyerap kandungan
hormonal pada obat DMPA?

 Paragraf 2
1. Mengapa tidak menyuntikkan oksitosin 10 IU IM?
2. Obat-obat apa saja yang diberikan dalam melakukan
pertolongan persalinan?
3. Mengapa bidan harus melakukan penjahitan yang terdapat luka
laserasi?
4. Apa saja tingkatan laserasi jalan lahir?

 Paragraf 3
1. Mengapa bidan memberikan lidocaine 1% pada ibu?
2. Mengapa ibu setelah melahirkan tidak boleh sembarangan
menggunakan obat dan suplemen baik dari luar
ataupun dari dalam?
STEP 3
ANALISIS MASALAH
 Paragraf 1

1. Tujuannya agar bidan tahu riwayat obat sebelumnya dan tahu apakah obat itu
berbahaya untuk obat yang akan diberikan dan dapat mengganggu DMPA, itu juga
karena merupakan salah satu prinsip dari pemberian obat.
2. Suntik KB harus digunakan secara rutin dan berulang untuk mempertahankan
keefektifannya.
3. Itu karena obat harus disimpan di tempat yang sejuk kering dan terhindar dari matahari
langsung serta disimpan dalam kemasan asli untuk menjaga keefektifan obat.
4. Karena bekas vial dapat menjadi mata rantai penularan penyakit menular dan bisa
menjadi tempat timbulnya organisme penyakit dan jadi sarang serangga maupun tikus.
5. Tentunya ada efeknya yaitu mual sakit kepala nyeri payudara meningkatkan nafsu
makan siklus menstruasi terganggu penurunan gairah seks dan perubahan mood.
6. Nama obat bentuk dan kekuatan kesediaan dosis dan frekuensi dan cara penggunaan
lalu ada nama pasien tanggal serta identitas dan alamat apotek harus jelas juga ada
kode obat.
7. Karena hal ini setiap obat memiliki cara kerjanya masing-masing dan lama
transportasi obat di dalam tubuh.
 Paragraf 2
1. Selain untuk mencegah perdarahan oksitosin mampu untuk memicu atau muatan
kontraksi rahim jika kontraksi lemah atau tidak terjadi dengan sendirinya.
2. Itu terdiri dari oksitosin pikotin prostaglandin dan juga misoprostel di mana ini
termasuk ke dalam obat-obatan uterotonica
3. Untuk menyatukan kembali atau mendekatkan jaringan tubuh dan mencegah
kehilangan darah
4. Terdapat 4 derajat yaitu adalah laserasi derajat 1 terjadi di bagian permukaan perineum
dan tidak mengakibatkan pendarahan, laserasi dapat dibiarkan dengan
mempertahankan luka dalam keadaan bersih selanjutnya derajat 2, 3, dan 4 dilakukan
penjahitan untuk mencegah kehilangan darah yang berlebihan.
 Paragraf 3
1. lidocain merupakan bius lokal yang berguna untuk mengurangi rasa sakit saat
penjahitan sehingga seorang bidan harus memiliki basic dari ilmu farmakologi
dasar yaitu farmakologi obat mikronutrien infus farmakokinetik dan
farmakodinamik.
2. Karena obat tersebut dapat mempengaruhi ASI,
STEP 4
SKEMA

Akseptor KB Farmakologi

Vial DMPA Obat Etiket Obat

Farmakokinetika Farmakodinamik

Anestes Mikronutrient Hormon Uterotonika


i

Lidocain Suplemen Oksitosin

Laserasi
STEP 5

LEARNING OBJECTIVE

1. Mahasiswa mampu menjelaskan penggolongan obat


2. Mahasiswa mampu menjelaskan bentuk-bentuk sediaan obat
3. Mahasiswa mampu menjelaskan farmakokinetik obat
4. Mahasiswa mampu menjelaskan farmakodinamik obat
5. Mahasiswa mampu menjelaskan transportasi dan interaksi obat
6. Mahasiswa mampu menjelaskan farmakologi obat uterotonika
7. Mahasiswa mampu menjelaskan farmakologi mikronutrien
8. Mahasiswa mampu menjelaskan anestesi lokal
9. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme pengelolaan obat
STEP 6
SHARING INFOMATION

1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Penggolongan Obat


A. Golongan Obat

Golongan obat adalah penggolongan yang dimaksudkan untuk peningkatan


keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi yang terdiri dari obat
bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dannarkotika.
1. Obat Bebas

Obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada masyarakat tanpa
resep dokter, tidak termasik dalam daftar narkotika, psikotropika, obat keras, dan obat
bebas terbatas, dan sudah terdaftar di Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Obat
bebas disebut juga obat OTC (Over The Counter).
Obat bebas dapat dijual bebas di warung kelontong, toko obat berizin,
supermarket serta apotek. Dalam pemakaiannya, penderita dapat membeli dalam
jumlah sangat sedikit saat obat diperlukan, jenis zat aktif pada obat golongan ini
relatif aman sehingga pemakaiannnya tidak memerlukan pengawasan tenaga medis
selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan obat. Oleh karena itu,
sebaiknya obat golongan ini tetap dibeli dengan kemasnnya.
Penandaan obat bebas diatur berdasarkan S.K MenKes RI Nomor
2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus untuk obat bebas dan obat bebasterbatas.
Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau dengan garis tepi warna
hitam.

Logo Obat Bebas


2. Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapimasih
dapat dijual dan dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan.
Obat beba s terbatas atau obat yang termasuk dalam daftar “W”, Menurut bahasa
belanda “W” singkatan dari “Waarschuwing” artinya peringatan. Tanda khusus pada
kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi
berwarna hitam.
Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas, berupa
empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 (lima) sentimeter, lebar 2
(dua) sentimeter dan memuat pemberitahuan berwarna putih. Seharusnya obat jenis ini
hanya dijual bebas di toko obat berizin (dipegang seorang asisten apoteker) serta apotek
(yang hanya boleh beroperasi jika ada apoteker (No Pharmacist No Service), karena
diharapkan pasien memperoleh informasi obat yang memadai saat membeli obat bebas
terbatas.

1. Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapimasih
dapat dijual dan dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan.
Obat beba s terbatas atau obat yang termasuk dalam daftar “W”, Menurut bahasa
belanda “W” singkatan dari “Waarschuwing” artinya peringatan. Tanda khusus pada
kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi
berwarna hitam.
Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas, berupa
empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 (lima) sentimeter, lebar 2
(dua) sentimeter dan memuat pemberitahuan berwarna putih. Seharusnya obat jenis ini
hanya dijual bebas di toko obat berizin (dipegang seorang asisten apoteker) serta apotek
(yang hanya boleh beroperasi jika ada apoteker (No Pharmacist No Service), karena
diharapkan pasien memperoleh informasi obat yang memadai saat membeli obat bebas
terbatas.
Logo Obat Bebas Terbatas

Logo Peringatan pada Obat Bebas Terbatas

3. Obat Keras

Obat keras disebut juga obat daftar “G”, yang diambil dari bahasa Belanda. “G”
merupakan singkatan dari “Gevaarlijk” artinya berbahaya, maksudnya obat dalam
golongan ini berbahaya jika pemakainnya tidak berdasarkan resep dokter. Golongan
obat yang hanya boleh diberikan atas resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan
ditandai dengan tanda lingkaran merah dan terdapat huruf K di dalamnya. Yang
termasuk golongan ini adalah beberapa obat generik dan Obat. Wajib Apotek (OWA).
Juga termasuk di dalamnya narkotika dan psikotropika tergolong obat keras.
Berdasarkan Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.
02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus obat keras Daftar “G” adalah “Lingkaran
bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang
menyentuh garis tepi”.
Logo Obat Keras
4. Obat Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah atau sintetis, bukan narkotik yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada SSP (Susunan Saraf Pusat) yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku. Untuk penandaan
psikotropika sama dengan penandaan untuk obat keras, hal ini sebelum
diundangkannya UU RI No. 5 Tahun 1997 tentang psikotropika, maka obat-obat
psikotropika termasuk obat keras yang pengaturannya ada di bawah ordonansi.
Sehingga untuk psikotropika penandaanya: lingkaran bulat berwarna merah, dengan
huruf K berwarna hitam yang menyentuh garis tepi yang berwarna hitam.
Menurut UU RI No. 5 tahun 1997, psikotropika dibagi menjadi 4 golongan:

a. Golongan I : Adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan


ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat
kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika terdiri dari
26 macam, antara lain Brolamfetamin, Etisiklidina, Psilobina, Tenosiklidina.

b. Golongan II : Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat


digunakan dalam terapi dan/atau ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika golongan II terdiri dari 14
macam, antara lain, Amfetamin, Deksanfentamin, Levamfetamin, Metamfetamin.

c. Golongan III : Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak


digunakan dalam terapi dan/atau ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika golongan III terdiri dari 9
macam, antara lain: Amobarbital, Pentobarbital, Siklobarbital, Butalbital.
d. Golongan IV : Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantunagn. Psikotropika golongan IV
terdiri dari 60 macam, antara lain: Allobarbital, Bromazepam, Diazepam, Nitrazepam.
5. Obat Narkotika

Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009 obat narkotika adalah obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Penandaan
narkotika berdasarkan peraturan yang terdapat dalam Ordonansi Obat Bius yaitu
“Palang Medali Merah”

Logo obat narkotika

1. Obat Wajib Apotek (OWA)

Selain memproduksi obat generik, untuk memenuhi keterjangkauan pelayanan


kesehatan khususnya askes obat pemerintah mengeluarkan kebijakan OWA. OWA
merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA)
kepada pasien. Walaupun APA boleh memberikan obat keras, namun ada persyaratan
yang harus dilakukan dalam penyerahan OWA.
Tujuan OWA adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masyarakat, maka
obat-obat yang digolongkan dalam OWA adalah obat yang diperlukan bagi
kebanyakan penyakit yang diderita pasien. Antara lain: obat antiinflamasi (asam
mefenamat), obat alergi kulit (salep hidrokortison), infeksi kulit dan mata (salep
oksitetrasiklin), anti alergi sistemik (CTM), obat KB hormon.
Penandaan obat wajib apotek pada dasarnya adalah obat keras maka penandaanya
sama dengan obat keras. Berdasarkan Keputusan Mentri KesehatanRepublik Indonesia
No. 02396/A/SK/VIII/1986, tanda khusus untuk obat keras daftar G adalah berupa
lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf
“K” yang menyentuh garis tepi. Tanda khusus harus diletakan sedemikian rupa
sehingga jelas terlihat dan mudah dikenal. Tanda khusus untuk obat keras adalah
sebagai berikut:
Sesuai PerMenKes No. 919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat
diserahkan:
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di
bawahusia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
b. Penggunaan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada
kelanjutan penyakit.
c. Penggunaan tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan.
d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang pravalensinya tinggi di
Indonesia.
e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggung
jawabkan untuk pengobatan sendiri.

2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Bentuk Bentuk Sediaan Obat

A. Jenis dan Sedian Obat

1. Aerosol

Sediaan yang dikemas di bawah tekanan, mengandung zat aktif terapeutik yang
dilepas pada saat sistem katup yang sesuai di tekan. Sedian ini digunakan untuk
pemakaian topikal pada kulit dan juga untuk pemakaian lokal pada hidung.
2. Kapsule (Kapsul)

Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak
yang dapat larut. Keuntungan/tujuan sediaan kapsul yaitu:
1. Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari.

2. Lebih enak dipandang.

3. Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis),

dengan pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil
kemudiandimasukkan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar.
4. Mudah ditelan.

5. Menutupi bau dan rasa yang tidak enak.

3. Tablet (Compressi)

Sedian padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Merupakan
sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau
sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau lebih
dengan atau tanpa bahan tambahan.
1. Tablet Kempa : paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi,
bentuk sertapenandaannya tergantung design cetakan.
2. Tablet Cetak : dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa
lembab dalam lubang cetakan
3. Tablet Trikurat : tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris.
Sudah jarang ditemukan
4. Tablet Hipodermik : dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut
sempurna dalam air. Dulu untuk membuat sediaan injeksi hipodermik,
sekarang diberikan secara oral.
5. Tablet Sublingual : dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati). Digunakan
dengan meletakkan tablet di bawah lidah.
6. Tablet Bukal : digunakan dengan meletakkan di antara pipi dan gusi.

7. Tablet Efervescen : tablet larut dalam air. Harus dikemas dalam wadah

tertutuprapat atau kemasan tahan lembab. Pada etiket tertulis “tidak untuk
langsung ditelan”
8. Tablet Kunyah : cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa
enak dirongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit, atau tidak
enak.
4. Krim

Sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
5. Emulsi

Merupakan sediaan berupa campuran dari dua fase cairan dalam sistem dispersi,
fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya,
umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi.
6. Ekstrak

Sediaan pekat yang di peroleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simpliisia nabati
atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai kemudian semua atau hamper
semua pelarut di uapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlukansedemikian
rupa sehingga memenuhi syarat yang ditetapkan.
7. Gel (geli)

Sistem semi padat terdiri dari suspense yang di buat partikel anorganik yang kecil
atau molekul organic yang besar, terpenetrsai oleh suatu cairan.
8. Immunosera (immunoserum)

Merupakan sediaan yang mengandung Imunoglobin khas yang diperolehdari


serum hewan dengan pemurnian. Berkhasiat menetralkan toksin kuman (bisa ular)dan
mengikat kuman/virus/antigen.
9. Implan atau pellet

Sedian dengan massa padat berukuran kecil, berisi obat dengan kemurniantinggi
(dengan atau tanpa eksipien), dibuat dengan cara pengempaan atau pencetakan.
10. Infusa

Sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan airpada
suhu 90’ selama 15 menit.
11. Inhalasi
Sediaan obat atau larutan atau suspensi terdiri dari satu atau lebih bahan obat yang
diberikan melalui saluran nafas hidung atau mulut untuk memperoleh efek local atau
sistemik.
12. Injectiones (injeksi)

Sediaan steril untuk kegunaan parenteral, yaitu dibawah atau menembus kulit atau
selaput lender. Merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput
lendir. Tujuannya yaitu kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien yang tidak
dapat menerima pengobatan melalui mulut.
13. Irigasi

Larutan steril yang digunakan untuk mencuci atau membersihkan luka terbuka atau
rongga tubuh, penggunaan adalah secara topical.
14. Lozenges atau tablet hisap

Sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat, umumnya dengan
bahan dasar beraroma manis, yang dapat membuat tablet melarut atau hancur perlahan
dalam mulut.
15. Sediaan obat mata

1. Salep mata

Salep steril yang digunakan pada mata.

2. Larutan obat mata

Larutan steril bebas partikel asing merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas
sedimikian rupa hingga sesuai di gunakan untuk mata.
16. Pasta

Sediaan semi padata yang mengandung satu atau lebih bahan yang di tujukanuntuk
pemakaiaan topical.
17. Plester

Bahan yang digunakan untuk pemakaian luar terbuat dari bahan yangdapat
melekat pada kulit dan menempel pada pembalut.
18. Serbuk

Campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, berupa serbuk yang
dibagi bagi (pulveres) atau serbuk yang tak terbagi (pulvis).
a. Pulvis (Serbuk) Merupakan campuran kering bahan obat atau zat kimia yang
dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar.

b. Pulveres Merupakan serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama,
dibungkus menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum.
19. Solutiones (Larutan)

Merupakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat
larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan- bahannya, cara peracikan atau
penggunaannya, tidak dimasukkan dalam golongan produk lainnya (Ansel). Dapat juga
dikatakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang larut, misalnya
terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang
saling bercampur. Cara penggunaannya yaitu larutan oral(diminum) dan larutan topikal
(kulit). Solutio atau larutan Sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia
yang terlarut. Taerbagi atas :
1. Larutan Oral

Sediaan cair yang dimasukan untuk pemberian oral.

2. Larutan tipikal

Sediaan cair yang dimasukan untuk penggunaan topical paad atau mukosa.

3. Larutan Otik

Sediaan cair yang dimasukan untuk penggunaan dalam telinga.

4. Larutan Optalmik

Sediaan cair yang digunakan pada mata.

5. Spirit

Larutan mengandung etanol atau hidroalkohol dari zat yang mudah menguap.
6. Tingtur

Larutan mengandung etanol atau hidro alcohol di buat dari bahan tumbuhan atau
senyawa kimia.
20. Suppositoria

Merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang diberikan
melalui rektal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu
tubuh. Tujuan pengobatan yaitu:
1. Penggunaan lokal >> memudahkan defekasi serta mengobati gatal, iritasi, dan
inflamasi karena hemoroid.
2. Penggunaan sistemik >> aminofilin dan teofilin untuk asma, chlorprozamin
untuk anti muntah, chloral hydrat untuk sedatif dan hipnotif, aspirin untuk analgenik
antipiretik.
21. Pilulae (PIL)

Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahan obat dan
dimaksudkan untuk pemakaian oral. Saat ini sudah jarang ditemukan karena tergusur
tablet dan kapsul. Masih banyak ditemukan pada seduhan jamu.
22. Suspensi

Merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut terdispersi
dalam fase cair. Macam suspensi antara lain: suspensi oral (juga termasuk
susu/magma), suspensi topikal (penggunaan pada kulit), suspensi tetes telinga (telinga
bagian luar), suspensi optalmik, suspensi sirup kering.
23. Galenik
Merupakan sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari hewan atau
tumbuhan yang disari.
24. Unguenta (salep)
Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit
atau selaput lendir. Dapat juga dikatakan sediaan setengah padat yang mudahdioleskan
dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen
dalam dasar salep yang cocok.
25. Guttae (Obat Tetes)
Merupakan sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau suspensi, dimaksudkan
untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan
penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes beku
yang disebutkan Farmacope Indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain:
Guttae (obat dalam), Guttae Oris (tets mulut), Guttae Auriculares (tetes telinga),
Guttae Nasales (tetes hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes mata).
3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Farmakokinetik

A. Definisi Farmakokinetik
Farmakokinetik adalah proses pergerakan obat untuk mencapai kerja obat. Empat
proses yang termasuk di dalamnya adalah: absorpsi, distribusi, metabolisme (atau
biotransformasi), dan ekskresi (atau eliminasi).
1. Absorpsi
Absorpsi adalah pergerakan partikel-partikel obat dari saluran gastrointestinal ke
dalam cairan tubuh melalui absorpsi pasif, absorpsi aktif, atau pinositosis. Kebanyakan
obat oral diabsorpsi di usus halus melalui kerja permukaan vili mukosa yang luas. Jika
sebagian dari vili ini berkurang, karena pengangkatan sebagian dari usus halus, maka
absorpsi juga berkurang. Obat-obat yang mempunyai dasar protein, seperti insulin dan
hormon pertumbuhan, dirusak di dalam usus halus oleh enzim-enzim pencernaan.
Absorpsi pasif umumnya terjadi melalui difusi (pergerakan dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah). Dengan proses difusi, obat tidak memerlukan energi
untuk menembus membran. Absorpsiaktif membutuhkan karier (pembawa) untuk
bergerak melawan perbedaankonsentrasi. Sebuah enzim atau protein dapat membawa
obat-obat menembus membran. Pinositosis berarti membawa obat menembus
membran dengan proses menelan.Membran gastrointestinal terutama terdiri dari lipid
(lemak) dan protein, sehingga obat-obat yang larut dalam lemak cepat menembus
membran gastrointestinal.
Obat-obat yang larut dalam air membutuhkan karier, baik berupa enzim maupun
protein, untuk melalui membran. Partikel-partikel besar menembus membran jika telah
menjadi tidak bermuatan (nonionized, tidak bermuatan positif atau negatif). Obat-obat
asam lemah, seperti aspirin, menjadi kurang bermuatan di dalam lambung, dan aspirin
melewati lambung dengan mudah dan cepat. Asam hidroklorida merusak beberapa
obat, seperti penisilin G. oleh karena itu, untuk penisilin oral diperlukan dalam dosis
besar karena sebagian hilang akibat cairan lambung.
2. Distribusi

Distribusi adalah proses di mana obat menjadi berada dalam cairan tubuh dan
jaringan tubuh. Distribusi obat dipengaruhi oleh aliran darah, afinitas (kekuatan
penggabungan) terhadap jaringan, dan efek pengikatan dengan protein.Ketika obat di
distribusi di dalam plasma, kebanyakan berikatan dengan protein (terutama albumin)
dalam derajat (persentase) yang berbeda-beda. Obat-Obat yang lebihbesar dari 80%
berikatan dengan protein dikenal sebagai obat-obat yang berikatan tinggi dengan
protein. Salah satu contoh obat yang berikatan tinggi dengan protein adalah diazepam
(Valium): yaitu 98% berikatan denganprotein.
Aspirin 49% berikatan dengan protein clan termasuk obat yang berikatan sedang
dengan protein. Bagian obat yang berikatan bersifat inaktif, dan bagian obat selebihnya
yang tidak berikatan dapat bekerja bebas. Hanya obat-obat yang bebas atau yang tidak
berikatan dengan protein yang bersifat aktif dan dapat menimbulkan respons
farmakologik. Dengan menurunnya kadar obat bebas dalam jaringan, maka lebih
banyak obat yang berada dalam ikatan dibebaskan dari ikatannya dengan protein untuk
menjaga keseimbangan dari obat yang dalam bentuk bebas.

3. Metabolisme atau Biotransformasi


Hati merupakan tempat utama untuk metabolisme. Kebanyakan obat di-
inaktifkan oleh enzim-enzim hati dan kemudian diubah atau ditransformasikan oleh
enzim-enzim hati menjadi metabolit inaktif atau zat yang larut dalam air untuk
diekskresikan. Ada beberapa obat ditransformasikan menjadi metabolit aktif, sehingga
menyebabkan peningkatan respons farmakologik.

Penyakit-penyakit hati, seperti sirosis dan hepatitis, mempengaruhi metabolisms


obat.Waktu paruh, dilambangkan dengan t½, dari suatu obat adalah waktu yang
dibutuhkan oleh separuh konsentrasi obat untuk dieliminasi. Metabolisme dan
eliminasi mempengaruhi waktu paruh obat, contohnya, pada kelainan fungsi hati atau
ginjal, waktu paruh obat menjadi lebih panjang dan lebih sedikit obat dimetabolisasi
dan dieliminasi. Jika suatu obat diberikan terus menerus, maka dapat terjadi
penumpukan obat.
4. Ekskresi atau Eliminasi
Rute utama dari eliminasi obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain meliputi
empedu, feses, paru-paru, saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat bebas, yang tidak
berikatan, yang larut dalam air, dan obat-obat yang tidak diubah, difiltrasi oleh ginjal.
Obat-obat yang berikatan dengan protein tidak dapat difiltrasi oleh ginjal. Sekali obat
dilepaskan ikatannya dengan protein, maka obat menjadi bebas dan akhirnya akan
diekskresikan melalui urin.
Faktor lain yang memengaruhi ekskresi obat adalah pH urin, yang bervariasi dari
4,5 sampai 8. Urin yang bersifat asam akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang
bersifat basa lemah. Aspirin, suatu asam lemah, dieksresi dengan cepat dalam urin
yang basa. Jika seseorang meminum aspirin dalam dosis berlebih, natrium bikarbonat
dapat diberikan untuk mengubah pH urin menjadi basa. Juice cranberry dalam jumlah
yang banyak dapat menurunkan pH urin, sehingga terbentuk urin yang bersifat asam.

4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Farmakodinamik

Farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari efek obat terhadap efek biokimiawi
dan fisiologi organ serta mekanisme kerjanya. Mekanisme kerjanya meliputi Interaksi
obat + resptor, perubahan biokimia dan fisiologi dan efek (respon obat).
Reseptor Obat

 Afinitas obat terhadap reseptor dan efek yang dihasilkan ditentukan

oleh strukturkimia obat


 Perubahan molekul obat akan mengubah sifat farmakologis obat

 Kerja obat ditentukan oleh lokasi dan kapasitas reseptor

 Lokasi kerja obat tidak ditentukan oleh distribusi obat tetapi oleh distribusi

reseptor

 Jika reseptor tersebar luas, efek obat luas

Efek Reseptor Obat


 Obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptor pada sel

(bekerja pada molekul spesifik)

 Molekul protein dalam keadaan normal diaktivasi oleh hormone dan

neurotransmitter merupakan reseptor untuk ligand regulator endogen


 Ikatan reseptor : ion, hydrogen, hidrofobik, van der waals, dan kovalen

1) Obat + reseptor à efek – ligand/ obat endogen = agonis

2) Obat + reseptor à efek < ligan/ obat endogen = agonis parsial

3) Obat + reseptor à reseptor inaktif = inverse agonist Obat + reseptor à

efek X ligand/ obat endogen = antagonis

Interaksi Obat dengan Reseptor dan Efek yang Ditimbulkan

 Afinitas : kemampuan untuk mengikat reseptor

 Aktivitas instrinsik (efikasi) : kemampuan obat untuk menimbulkan suatu efek:

1) Agonis penuh :

 Obat yang efeknya menyerupai endogen

 Efek yang timbul merupakan hasil perubahan langsung sifat fungsionaldari

reseptor tempat terjadi interaksi dengan obat tersebut


 Obat tersebut dapat menimbulkan respon maksimal walaupun tidak semua
reseptor diikat à memiliki efikasi yang tinggi
2) Antagonis :

 Obat yang menghambat/ blocker kerja suatu antagonis

 Bila timbul penghambatan dari aksi suatu agonis spesifik karena

berkompetisi atau bersaing menduduki tempat ikatan agonis


 Bersifat kompetitif (dapat diatasi dengan peningkatan dosis untuk dapat
efek yg sama) dan nonkompetitif (tidak dapat diatasi dengan peningkatan
dosis)
 Obat tidak menimbulkan efek apa-apa karna ada obat lainnya, hanya punya
afinitas pada reseptor saja
3) Agonis parsial :

 Obat memiliki efikasi yang rendah menghasilkan respon yang kurang

maksimal walaupun hampir semua reseptor diikatnya


 Memiliki sifat di antara agonis penuh dan antagonis

Gonis dan Antagonis

1) Efek Antagonisme

a. Antagonisme pada reseptor

 Interaksi melalui sistem reseptor yang sama

 Terdapat antagonis kompetitif reversible (ditambah dosis untuk dapat efek


yg sama) dan irreversible (berapapun besar dosis efek akhir tetap sama)
 Misal, asetilkolin yang bekerja pada reseptor kolinergik (muskarinik)
sebagai agonis. Sementara, dengan adanya atropine, kuinidin, dan
antihistamin H1 sebagai antagonis untuk reseptor yang sama
 Selain itu, efek histamin pada reaksi alergi dapat dicegah dengan
pemberian antihistamin.

b. Antagonisme Fisiologik

 Interaksi pada sistem fisiologik yang sama tetapi pada reseptor yg


berlainan, 2 obat punya efek berlawanan, meniadakan satu sama lain,
mengakibatkan peningkatan atau penurunan respons.
 Misal, penggunaan antidiabetes (bekerja pada system endokrin) dengan
tiazid atau kortikostreoid (juga bekerja pada sistem endokrin) menurunkan
efek antidiabetik
 Selain itu, penggunaan obat beta bloker dengan verapamil, gagal jantung
dan bradikardia
 Juga, efek histain dengan epineprin , syok anafilaktik

2) Efek Antagonism Lainnya

a. Kimiawi

 Senyawa bereaksi secara kimia dengan zat berkhasiat danteraktivasi


 Dua obat bergabung sehingga efek obat yang aktif menjadihilang.
 Contohnya, inaktifasi logam-logam berat

b. Farmakokinetika

 keadaan dengan obat-obat antagonisme secara efektif


mengurangi konsentrasi obat aktif pada tempat kerjanya.

Efek Terapeutik

1) Terapi Kausal
Penyebab penyakit ditiadakan khususnya pemusnahan kuman / penyakit. Contoh :
antibiotika, sulfonarida
2) Terapi Simptomatis

Hanya gejala penyakit diobati dan diringankan sebabnya, yang lebih mendalam
tidak dipengaruhi. Contoh : Analgetik pada rematik, anti hipertensi
3) Terapi Substitusi

Obat yang menggantikan zat lainnya dibuat oleh organ yang sakit. Contoh : Insulin
pada diabetes, estrogen pada hipofungsi ovarium, obat-obat hormone lainnya
seperti vitamin.

Efek Samping/Sekunder

- Merupakan efek fisiologis yang tidak berkaitan dengan efek obat yang

diinginkan

- Adanya interaksi yang rumit antara obat dengan sistem biologis tubuh,

antar individu bervariasi.


- Dapat diprediksikan dan mungkin berbahaya atau kemungkinan berbahaya
Efek Toksik

- Suatu obat dapat diidentifikasi melalui pemantauan batas terapetik obat

tersebut dalam plasma


- Jika kadar obat melebihi batas terapetik, maka efek toksik kemungkinan
besar akanterjadi akibat dosis yang berlebih atau penumpukan obat.
5. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Transportasi dan Interaksi Antar Obat
transport obat
Untuk dapat mentransport obat ketempat yang tepat dalam tubuh molekul zat
kimia harus dapat melintasi membrane semi permiabel berdasarkan adanya perbedaan
konsentrasi, antara lain melintasi dinding pembuluh ke ruang antar jaringan
(interstitium). Pada proses ini beberapa mekanisme transport memegang peranan yaitu:
1. Transport pasif : tidak menggunakan energi, misalnya perjalanan molekul
obat melintasidinding pembuluh ke ruang antar jaringan (interstitium), yang dapat
terjadi melalui dua cara :
• Filtrasi melalui pori-pori kecil dari membran. Zat-zat yang difiltrasi adalah
air dan zat-zathidrofil yang molekulnya lebih kecil dari pori, seperti alkohol,
urea (BM < 200)
• Difusi, zat melarut dalam lapisan lemak dari membran sel. Zat lipofil
lebih lancarpenerusannya dibandingkan zat hidrofil.
2. Transport aktif : memerlukan energi. Pengangkutan dilakukan dengan
mengikat zat hidrofil (makro molekul) pada protein pengangkut spesifik yang
umumnya berada di membran sel (carrier). Setelah membran dilintasi obat dilepaskan
kembali. Glukosa, asam amino, asam lemak dan zat gizi lain di absorpsi dengan cara
transport aktif. Berbeda dengan difusi, cepatnya penerusan pada transport aktif tidak
tergantung dari konsentrasi.
3. Endosistosis (Pinosistosis dan fagositosis) Pada pinositosis tetesan-tetesan
cairan kecil diserap dari saluran cerna, sedangkan pada fagositosis yang diserap adalah
zat padat, membrane permukaan tertutup keatas dan bahan ekstrasel ditutup secara
vesikular.
Interaksi Antar Obat
A. Definisi
ini adalah hal yang dapat membuat obat yang kamu konsumsi jadi kurang efektif.
Alhasil, ini akan menyebabkan efek samping yang tidak terduga, atau meningkatkan
kinerja obat tertentu. Beberapa interaksi obat bahkan bisa berbahaya untuk tubuh.
Kamu dapat mengurangi risiko interaksi obat yang berpotensi membahayakan dengan
mempelajarinya. Misalnya dengan membaca label setiap kamu menggunakan obat
tanpa resep ataupun obat resep. Nah, ada beberapa jenis interaksi obat yang harus
dipelajari, di antaranya:
1. Antar obat resep
Reaksi antar obat resep adalah ketika adanya interaksi dua atau lebih obat resep.
Contohnya, interaksi antara warfarin, antikoagulan (pengencer darah), dan flukonazol,
obat antijamur. Menggunakan dua atau lebih obat tersebut secara bersama-sama dapat
menyebabkan peningkatan perdarahan yang berpotensi berbahaya.
2. Obat resep dan obat tanpa resep Ini adalah interaksi obat yang terjadi antara obat
resep dan obat tanpa resep, atau dua pengobatan tanpa resep. Obat yang dimaksud
termasuk obat bebas, herbal, vitamin, dan suplemen. Contoh dari jenis interaksi ini
yaitu penggunaan diuretik dan ibuprofen. Obat ibuprofen dapat mengurangi diuretik
karena ibuprofen sering menyebabkan tubuh menahan garam dan cairan.
3. Obat dan makanan atau minuman
Interaksi obat dan makanan pun dapat terjadi. Hal tersebut ketika asupan makanan atau
minuman mengubah efek obat. Misalnya, beberapa statin (yang digunakan untuk
mengobati kolesterol tinggi) dapat berinteraksi dengan jus jeruk. Interaksi obat dengan
jus jeruk dapat meningkatkan risiko kerusakan hati atau gagal ginjal. Selain itu,
meminum obat setelah minum kopi juga tidak dokter anjurkan.
4. Obat dan alkohol
Kebanyakan obat tidak cocok dengan alkohol. Menggabungkan obat-obatan dengan
alkohol dapat menyebabkan kelelahan dan reaksi yang tertunda. Selain itu, dapat
meningkatkan risiko efek samping negatif lainnya, seperti wajah kemerahan, muntah,
dan sakit perut.
5. Obat dan kondisi kesehatan
Interaksi ini terjadi ketika penggunaan obat tertentu mengubah atau memperburuk
suatu kondisi atau penyakit. Selain itu, beberapa kondisi dapat meningkatkan risiko
efek samping dari obat tertentu. Misalnya, beberapa dekongestan yang kamu konsumsi
untuk mengatasi masuk angin dapat meningkatkan tekanan darah, dan tidak cocok
untuk pengidap hipertensi.
6. Obat dan pemeriksaan laboratorium
Beberapa obat dapat mengganggu tes laboratorium tertentu. Hal tersebut justru dapat
mengakibatkan hasil tes yang tidak akurat. Misalnya, obat antidepresan trisiklik
terbukti dapat mengganggu tes yang melibatkan prosedur penusukan kulit untuk
menentukan apakah seseorang memiliki alergi tertentu.

B. Pentingnya Mengetahui Potensi Interaksi Obat Kamu kini sudah paham apa itu
interaski antr obat. Sebagian interaksi obat mungkin tidak berbahaya, tapi banyak
juga interaksi yang berpotensi berbahaya yang terjadi pada sebagian kecil pengidap
atau orang yang menjalani pengobatan. Tingkat keparahan interaksi bisa berbeda-
beda pada satu orang dan orang lainnya. Obat-obatan dengan indeks terapi sempit
(contohnya fenitoin) dan obat yang memerlukan kontrol dosis yang ketat
(contohnya antikoagulan, antihipertensi dan antidiabetes) merupakan obat-obat
yang paling sering menyebabkan interaksi obat. Selain itu, risiko akan semakin
tinggi pada orang lansia dan orang dengan penyakit gagal ginjal atau hati.

C. Efek dan tingkat keparahannya pun dapat berbeda-beda antara seseorang dan orang
lain. Faktor yang mempengaruhi perbedaan efek tersebut yaitu:
-Berusia tua atau lansia.
-Mengonumsi minum lebih dari satu jenis obat.
-Mengidap gangguan fungsi ginjal dan hati.
-Memiliki penyakit akut.
-Mengidap penyakit yang tidak stabil.
-Memiliki karakteristik metabolisme tertentu.
-Pengidap dirawat oleh lebih dari satu dokter.
D. Cara Mencegah Interaksi Obat
Untuk mencegahnya, dokter harus mengetahui semua jenis obat yang sedang kamu
gunakan. Maka itu, penting untuk memberitahu dokter semua jenis obat yang
sedang kamu gunakan, termasuk obat yang dokter resepkan, obat bebas, produk
herbal, dan suplemen nutrisi.
Beberapa langkah berikut juga sangat membantu untuk mencegahnya:
1. Ketahui alasan mengonsumsi suatu obat Beritahu alasan tersebut pada dokter,
sehingga ia dapat memberikan yang tidak menimbulkan interaksi terlalu besar.
2. Ketahui cara minum obat Apakah obat harus kamu minum dengan makanan atau
dengan perut kosong. Pastikan selalu untuk meminum obat dengan cara yang
dokter anjurkan.
3. Dapatkan semua resep obat dari apotek atau dokter yang sama Dokter atau
apotek primer kemungkinan memiliki catatan resep yang pernah mereka berikan.
Hal tersebut dapat mencegah pemberian resep obat yang berpotensi menimbulkan
interaksi obat.
4. Hindari konsumsi suplemen saat menjalani pengobatan Beberapa interaksi yang
paling serius biasanya melibatkan obat resep dan suplemen. Sebaiknya hindari
penggunaan suplemen kecuali yang sudah dokter resepkan.
5. Batasi konsumsi alkohol Zat yang terkandung dalam alkohol dapat
meningkatkan rasa kantuk. Meskipun rasa kantuk bisa terjadi, tapi alkohol juga
bisa mengiritasi lapisan kerongkongan dan perut. Efek yang berbahaya dapat
terjadi pada penggunaan alkohol bersamaan dengan aspirin atau obat antiinflamasi
non steroid lainnya.
6. Selalu tanyakan pada dokter atau apoteker Jika ada catatan yang tertulis pada
lembaran resep yang tidak kamu mengerti, jangan ragu untuk bertanya. Bila perlu,
minta dokter atau apoteker untuk menuliskan cara menggunakan obat secara
ringkas dan sederhana. Jika muncul reaksi yang mencurigakan, jangan ragu untuk
langsung tanya dokter atau apoteker.

6. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Farmakologi Uterotonika


Uterotonika
Uterotonik adalah zat yang meningkatkan kontraksi uterus. Uterotonik banyak
digunakan untuk induksi, penguatan persalinan, pencegahan serta penanganan
perdarahan post partum, pengendapan perdarahan akibat abortus inkompletikus dan
penanganan aktif pada Kala persalinan. Macam macam obat :

1. Alkaloid ergot

Sumber : jamur gandum clavikus purpurea. Berdasarkan efek dan struktur kimia
alkaloid ergot dibagi menjadi 3 :
 Alkaloid asam amino (ergotamin) Merupakan obat yang paling kuat dari
kelompok alkaloid asam amino
 Derivat dihidro alkaloid asam amino (dihiro ergotamin)

 Alkaloid amin a.
Cara kerja obat
Mempengaruhi otot uterus berkontraksi terus-menerus sehingga memperpendek
kala III (kala uri).
 Menstimulsi otot-otot polos terutama dari pembuluih darah perifer dan rahim.
 Pembuluh darah mengalami vasokonstriksi sehingga tekanan darah naik

dan terjadi efek oksitosik pada kandungan mature.


b. Indikasi
 Induksi partus aterm.
 Mengontrol perdarahan dan atoni uteri pasca persalinan.
 Merangsang konstraksi setelah operasi Caesar/operasi uterus lainnya.
 Induksi abortus terapeutik.
 Uji oksitoksin
c. Kontra Indikasi Persalinan kala I dan II
 Hipersensitif
 Penyakit vascular
 Penyakit jantung parah
 Fungsi paru menurun
 Fungsi hati dan ginjal menurun
 Hipertensi yang parah
 Eklampsia
d. Dosis yang digunakan
 Oral: mulai kerja setelah sepuluh menit.
 njeksi: intravena mulai kerja 40 detik.
 IM : mulai kerja 7-8 menit. Hal ini lebih menguntungkan karena efek
samping lebih sedikit.

Dosis :
 Oral 0,2-0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari.
 IV / IM 0,2 mg , IM boleh diulang 2–4 jam bila perdarahan hebat.

Contoh obat

Nama generic : metal ergometrin, metal ergometrina, hydrogen maleat.


Nama paten : methergin, met6hernial, methorin, metilat, myomergin.
e. Efek samping dan cara mengatasinya
1) Efek pada uterus :
 Dosis kecil menyebabkan kontraksi, dosis besar menyebabkan tetani.
 Kepekaan uterus tergantung maturitas dan kehamilan.
 Semua alkaloid ergot → meningkatkan kontraksi uterus secara nyata.
2) Efek pada kardiovaskuler
 Menyebabkan vasokontriksi perifer.
 Pembendungan dan trombosis pada gangren dapat terjadi akibat vasokontriksi.
3) Efek samping :
 Ergotamine merupakan ergotamin merupakan alkaloid yang paling toksik.
 Dosis besar dapat menyebabkan : mual, muntah, diare, gatal, kulit dingin,

nadilemah dan cepat, bingung dan tidak sadar.


 Dosis keracunan fatal: 26 mg per oral selama beberapa hari, atau dosis
tunggal0,5-1,5 mg parenteral.

 Gejala keracunan kronik: perubahan peredaran darah ( tungkai bawah, paha,


lengan dan tangan jadi pucat), nyeri otot, denyut nadi melemah, gangren,
angina pectoris, bradikardi, penurunan atau kenaikan tekanan darah.
 Keracunan biasanya disebabkan: takar lajak dan peningkatan sensitivitas.

2. Oksitosin

Oksitosin merupakan hormone peptide yang disekresi olah pituitary posterior yang
menyebabkan ejeksi air susu pada wanita dalam masa laktasi. Oksitosin diduga
berperan pada awal kelahiran.
a. Cara kerja obat
Bersama dengan faktor-faktor lainnya oksitosin memainkan peranan yang sangat
penting dalam persalinan dan ejeksi ASI. Oksitosin bekerja pada reseptor oksitosik
untuk menyebabkan :
1. Kontraksi

Uterus pada kehamilan aterm yang terjadi lewat kerja langsung pada otot polos
maupun lewat peningkatan produkdsi prostaglandin.
2. Konstriksi

Pembuluh darah umbilicus.

3. Kontraksi Sel-sel miopital (refleks ejeksi ASI ). Oksitosin bekerja pada

reseptor hormone antidiuretik (ADH) untuk menyebabkan:


 Peningkatan atau penurunan yang mendadak pada tekanan darah
diastolik ) karena terjadinya vasodilatasi.
 Retensin air.
b. Indikasi
 Induksi partus aterm
 Mengontrol perdarahan dan atuni uteri pasca persalinan
 Merangsang konstraksi uterus setelah operasi Caesar
 Uji oksitoksik
 Menghilangkan pembengkakan payudara
c. Kontra Indikasi
 Kontraksi uterus hipertonik
 Distress janin
 Prematurisasi
 Letak bayi tidak normal
 Disporposi sepalo pelvis
 Predisposisi lain untuk pecahnya rahim
 Obstruksi mekanik pada jalan lahir
 Preeklamsi atau penyakit kardiovaskuler dan terjadi pada ibu hamil yang

berusia 35 tahun Resistensi dan mersia uterus


 Uterus yang starvasi
 Gawat janin
d. Dosis yang digunakan
Untuk induksi persalinan intravena 1-4 m U permenit dinaikkan menjadi 5-20 m
U / menit sampai terjadi pola kontraksi secara fisiologis. Untuk perdarahan uteri pasca
partus, ditambahkan 10-40 unit pada 1 L dari 5 % dextrose, dan kecepatan infuse
dititrasi untuk mengawasi terjadinya atonia uterus. Kemungkinan lain adalah, 10 unit
dapat diberikan secara intramuskuler setelah lahirnya plasenta. Untuk menginduksi
pengaliran susu, 1satu tiupan ( puff ) disemprotkan ke dalam tiap lubang hidung ibu
dalam posisi duduk 2-3 menit sebelum menyusui.
e. Efek samping
1. Efek pada uterus
 Merangsang frekuensi dan kontraksi uterus.
 Efek pada uterus menurun jika estrogen menurun.
 Uterus imatur kurang peka thd oksitosin.
 Infus oksitoksin perlu diamati → menghindari tetani → respon uterus

meningkat 8 x lipat pada usia kehamilan 39 minggu.


2. Efek pada mamae
 Menyebabkan kontraksi otot polos mioepitel → susu mengalir (ejeksi

susu).
 Sediaan oksitosin berguna untuk memperlancar ejeksi susu, serta
mengurangi pembengkakan payudara pasca persalinan.
 Efek Kardiovaskuler
 Relaksasi otot polos pembuluh darah (dosis besar).
 Penurunan tekanan sistolik, warna kulit merah, aliran darah ke

ekstremitas menurun, takikardi dan curah jantung menurun.


3. Misoprostol/Prostagladin
Misoprostol adalah suatu analog prostaglandin. Elsintetik yang menghambat
sekresi asam lambung dan nmenaikkan proteksi mukosa lambung.
a. Cara kerja obat Setelah penggunaan oral misprostol diabsobrsi secara ekstensif
dan cepat dide-esterifikasi menjadi obat aktif : asam misoprostol. Kadar puncak serum
asam misoprostol direduksi jika misoprostol diminum bersama makanan.
b. Indikasi
 Induksi partus aterm.
 Mengontrol perdarahan dan atoni uteri pasca persalinan.
 Merangsang kontraksi uterus post sc atau operasi uterus lainya.
 Induksi abortus terapeutik.
 Uji oksitosin.
 Menghilangkan pembengkakan mamae.
c. Kontra indikasi

Untuk proteksi GI, misoprostol dikontraindikasikan pada kehamilan karena


resiko aborsi. Pasien-pasien harus diberi tahu untuk tidak memberikan misoprostol
kepada orang lain. Pasien pasien yang menerima terapiu jangka lama AINSS untuk
reumotoid arthritis, misoprostol 200µg qid lebih baik daripada antagonis reseptor H2
atau sukralfat dalam mencegah gastric ulcer yang induksinya oleh AINS. Walaupun
demikian misoprostol tidak menghilangkan nyeri G1 atau rasa tidak enak yang
dihubungkan dengan pengunaan AINS.
d. Dosis yang digunakan Peroral untuk proteksi GI selama terapi AINS : 200
µgqid. Diberiksan bersama makanan, jika dosis ini tidak ditolerir : 100µg qid dapat
digunakan. Bentuk sediaan : tablet 100,200µg. Misoprostol juga tersedia dalam
kombinasi dengan diklofenak.
Contoh obat :

Gastrul : misoprostol 200 mcg / tablet.

e. Efek samping dan cara mengatasinya

 Dapat menyebabkan kontraksi uterin.

 Diare dilaporkan terjadi dalam 2 minggu pada terapi inisiasi dalam 14- 40 %
pasien dengan AINS yang menerima 800µg / hari. Diare biasanya akan membaik
dalam kurang lebih satu minggu terapi. Wanita-wanita yang menggunaklan
misoprostol kadang-kadang mengalami gangguan ginekologi termasuk kram atau
perdarahan vaginal.

7. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Farmakologi Mikronutrient

Mikronutrien adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah
sedikit, namun punya peran penting dalam tubuh. Walaupun hanya dibutuhkan dalam
jumlah yang sedikit namun mikronutrien ini punya peranpenting dalam tubuh.
a. Vitamin sebagai zat gizi mikro tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus
didapatkan dalam makanan. Vitamin adalah zat gizi penting yang dibutuhkan dalam
jumlah kecil untuk menjalankan fungsi fisiologis secara normal (fungsi
pemeliharaan, pertumbuhan, perkembangan, dan/atau produksi senyawa tertentu)
(Pakar Gizi Indonesia, 2016).
1) Vitamin larut lemak terdiri dari vitamin A, D, E, dan K. vitamin larut lemak sangat
terkait dengan proses penyerapan dan transpor lemak yang sangat bergantung pada
garam empedu. Vitamin larut lemak lebih dominan bersifat aromatik dan alifatik
serta larut dalam pelarut non-polar. (Pakar Gizi Indonesia, 2016).
a) Vitamin A atau yang biasa disebut dengan Retinol, Retinal, Asam Retinoat
berfungsi mengatur sinyal respons metabolik dari beberapa jaringan. Selain itu,
vitamin A dalam pemeliharaan kesehatan juga berfungsi sebagai antioksidan, ekspresi
gen, kesehatan tulang.
b) Vitamin E dalam pemeliharaan kesehatan juga berfungsi sebagai antioksidan biologis
dengan cara menghentikan reaksi berantai yang disebabkan oleh radikal bebas yang
berpotensi merusak selsel tubuh. Dalam fungsi antioksidan metabolik Vitamin E melindungi
membran fofolipid tak-jenuh ganda dan senyawa lainnya dari kerusakan akibat oksidasi
melalui konversi tokoferol menjadi tokoferoksil radikal kemudian menjadi tokoferil kuinon.
2) Vitamin larut air terdiri dari vitamin B dan C. Setelah dikonsumsi dan melalui usus, vitamin
larut air akan diserap kedalam pembuluh darah portal, dan tidak dapat dipertahankan dalam
jangka waktu lama oleh tubuh, kecuali vitamin B12 (kobalamin). Penyimpanan vitamin larut
air terjadi dari hasil ikatannya dengan enzim dan transpor protein (Pakar Gizi Indonesia,
2016)
a) Vitamin B dapat diklasifikasi menjadi 3 kelompok. Vitamin B yang berfungsi membantu
proses pembentukan energi, antara lain tiamin (B1), riboflavin (B2), niasin (B3), asam
pantotenat, biotin, dan Vitamin B6. Vitamin B yang berfungsi dalam hematopoetik, yaitu
folat, Vitamin B12, Vitamin B6, dan asam pantotenat. Vitamin B yang berfungsi mengatur
aktivitas lain dalam tubuh, yaitu vitamin B6, tiamin (B1), folat, dan niasin (B3). b) Vitamin
C atau asam askorbat berfungsi sebagai antioksidan metabolik dengan melindungi zat yang
terdapat dalam sitosol dari kerusakan akibat oksidasi. Vitamin C juga berfungsi sebagai
koenzim dalam hidroksilasi prolin dan lisin dalam sitesis kolagen, reduktan dan hidroksilasi
pembentukan karnitin dan dalam metabolisme obat dan steroid, dan meningkatkan
penyerapan zat besi.
b. Mineral adalah unsur kimia yang diperlukan tubuh dan berada dalam bentuk elektrolit anion
atau bermuatan negatif dan kation atau bermuatan positif (Pakar Gizi Indonesia, 2016).
1) Mineral makro terdiri dari kalsium (Ca), fosfor (P), belerang (S), kalium (K), natriun (Na),
Klor (Cl), dan Magnesium (Mg). mineral yang jumlahnya dalam tubuh lebih dari 0,01% atau
100 ppm dari bobot tubuh disebut mineral makro (Pakar Gizi Indonesia, 2016).
a) Magnesium memiliki sejumlah fungsi penting, yaitu elemen esensial sel terutama mitokondria,
sebagai bagian dari enzim, katalisator biologis pada reaksi penggunaan dan pelepasan
energy, metabolisme asam nukleat, reaksi yang menyangkut karbohidrat, lemak, dan protein.
2) Mineral mikro jumlahnya dalam tubuh kurang dari 0,01% atau 100 ppm dari bobot tubuh
(Pakar Gizi Indonesia, 2016).

WHO (1996) mengelompokkan mineral mikro berdasarkan sifat esensialnya, yaitu


mineral mikro esensial (mis. I, Zn, Se, Cu, Mo, Cr); mineral mikro yang kemungkinan
esensial (mis. Mn, Si, Ni, B dan V). dan mineral mikro yang berpotensi beracun, tetapi
kemungkinan mempunyai fungsi esensial(mis., F, Cd, As, Pb, Al, dan Li) (Pakar Gizi
Indonesia, 2016).

Sumber Mikronutrien
a. Vitamin
Vitamin terdapat dalam banyak jenis bahan makanan baik hewani maupun nabati. Akan
tetapi, kandungan setiap jenis vitamin berbeda antara jenis bahan makanan. Beberapa jenis
bahan makanan kaya akan jenis vitamin tertentu, sebaliknya kurang atau tidak mengandung
jenis vitamin lainnya. Buah-buahan dan sayuran merupakan jenis bahan makanan yang kaya
akan kandungan vitamin (Pakar Gizi Indonesia, 2016).
Bahan makanan hewani tertentu seperti hati sapi, susu, telur dan ikan merupakan bahan
makanan kaya vitamin. Selain dari makanan, beberapa vitamin tertentu seperti vitamin K
dapat disintesis oleh bakteri di dalam usus.
b. Mineral
Sumber dalam bahan pangan berbagai mineral makro adalah : (1) Kalsium : produk susu,
almond, sayur-sayuran dan kacang-kacangan; (2) Fosfor : terdapat pada hampir semua bahan
pangan; (3) belerang : makanan berprotein, kubis, bawang putih; (4) natrium : garam dapur,
sayuran, dan buah; (5) kalium : sayur-sayuran dan buah-buahan; (6) magnesium : biji-bijian
utuh, kacang-kacangan, dan sayuran daun hijau; (7) klor : pangan olahan (Pakar Gizi
Indonesia, 2016). Mineral mikro dapat dapat ditemukan pada berbagai sumber pangan, yaitu:
(1) besi : daging, ikan, dan sayuran hijau; (2) zink : kacang brasil, daging, ikan, ungas, dan
biji utuh; (3) yodium : garam beryodium, rumput laut, dan ikan; (4) selenium : makanan hasil
laut, dan biji-bijian utuh; (5) tembaga : kacang-kacangan, biji-bijian, alpukat dan sayuran
daun hijau; (6) mangan : biji-bijian utuh, sayuruan daun hijau, dan kacang tanah; (7) fluor :
air minum yang difluorisasi; (8) kromiun : produk biji-bijian utuh, brokoli, kacang hijau,
anggur, dan rempah; (9) molibdenum : kacang-kacangan dab biji-bijian utuh; (10) boron :
kacang-kacangan dan sayuran buah; (11) kobalt : sayuran berdaun hijau; (12) silikon : padi-
padian (Pakar Gizi Indonesia, 2016).

4. Dampak dari Kekurangan


Mikronutrien Kekurangan vitamin baik secara sendiri maupun bersamaan dengan zat
mikro lainnya, berdampak terhadap kesehatan pada setiap tahapan daur kehidupan manusia.
Menurut ACC/SCN (2000) kekurangan vitamin dan mineral berpengaruh terhadap
pertumbuhan, perkembangan mental, tingginya angka kesakitan dan kematian,
meningkatnya resiko terkena penyakit kronis, gangguan produktivitas, meningkatnya risiko
komplikasi kehamilan, dan kekurangan gizi (malnutrisi) (Pakar Gizi Indonesia, 2016)

5. Cara Pengukuran
Mikronutrien Data konsumsi makanan tingkat individu diperoleh dengan pengukuran
konsumsi makanan tingkat individu, untuk mengetahui pola dan jumlah konsumsi individu
yang berhubungan dengan keadaan kesehatannya. Metode pengukuran konsumsi makanan
individu ada dua, yaitu metode konsumsi sehari-hari secara kuantitatif dan metode kualitatif
yang menyediakan informasi pola makanan yang digunakan dalam periode jangka panjang
(Supariasa dkk., 2014).
Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang
dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar
Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran
Rumah Tangga (DURT), Daftar Konversi Mentah-Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan
Minyak (DPM). Metode yang bersifat kualitatif biasanya digunakan untuk mengetahui
frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan, dan menggali informasi
tentang kebiasaan makan (food habit) serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut
(Supariasa dkk., 2014).

8. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Anestesi Lokal

A. Definisi Anestesi Lokal


Anestesi lokal adalah obat yang diberikan untuk membuat bagian tubuh tertentu mati
rasa. Jenis bius ini tidak membuat Anda kehilangan kesadaran seperti halnya anestesi
total. Cara kerjanya yaitu dengan memblokir saraf pada area yang diberikan bius.
Kondisi tersebut kemudian membuat saraf tidak bisa mengirimkan sinyal rasa sakit ke
otak. Hasilnya, area tubuh yang dibius akan mati rasa. Efek mati rasa ini biasanya
berlangsung beberapa menit hingga jam, tergantung dosis obat yang diberikan.

B. Jenis Anestesi Lokal beberapa jenis bius lokal yang sering digunakan dokter.
a. Topikal: biasanya berbentuk gel atau krim yang dioleskan untuk membuat kulit
atau bagian tubuh tertentu mati rasa.
b. Infiltrasi: diberikan dengan cara injeksi (melalui suntikan) untuk membuat saraf di
bawah kulit mati rasa.
c. Ophthalmic: tersedia dalam bentuk obat tetes, untuk membuat mata mati rasa
sebelum dan selama operasi.
d. Field block: disuntikkan dekat ujung saraf terbesar pada area tubuh yang menjalani
perawatan.

C. Sejumlah kondisi yang membutuhkan pemberian bius lokal.


1. Mengatasi penyakit tertentu Bius lokal bisa digunakan untuk mengatasi penyakit
yang menimbulkan nyeri, termasuk sariawan. Obat sariawan dengan kandungan
anestesi lokal dapat membantu meredakan nyeri yang Anda alami. Obat bius ini juga
dapat dipakai sebagai perawatan kondisi yang lebih parah. Sebagai contoh,
penggunaannya membantu meredakan gejala pada pengidap nyeri sendi jangka
panjang.

2. Mencegah rasa sakit sebelum dan selama operasi Dalam prosedur operasi, bius lokal
biasanya diberikan dalam bentuk injeksi. Tujuan pemberiannya yaitu agar Anda tidak
merasa kesakitan selama operasi. Beberapa prosedur medis yang sering menggunakan
jenis bius ini, meliputi: - cabut gigi, - operasi kulit minor (misalnya pengangkatan
kutil), - beberapa jenis operasi mata (contohnya pengangkatan katarak), dan - biopsi
(pengangkatan jaringan untuk diperiksa lebih lanjut dengan mikroskop).

3. Mengurangi sakit pasca-operasi Dokter terkadang akan memberikan bius


lokal pasca-operasi. Fungsinya untuk meredakan atau mencegah timbulnya
nyeri setelah operasi besar. Meski begitu, perlu diingat bahwa efek anestesi
lokal hanya sementara. Anda mungkin akan memerlukan bius tambahan ketika
rasa sakit muncul kembali.

D. Proses Anestesi Lokal


- Sebelum dilakukan, dokter akan memberi penjelasan mengenai persiapan
prosedur Anda. Jangan lupa untuk memberi tahu dokter mengenai obat-obatan
yang sedang Anda konsumsi, terlebih pengencer darah.
- Hindari mengkonsumsi alkohol 24 jam sebelum menerima bius lokal. Anda juga
akan diminta untuk berpuasa selama enam jam sebelum dibius.
- Setelah dibius, Anda akan mulai mengalami mati rasa pada area yang diberikan
obat. Operasi tidak akan dimulai sebelum dokter yakin bahwa area tersebut telah
mati rasa.
- Penting untuk diketahui bahwa anestesi lokal hanya menghilangkan rasa sakit.
Anda masih dapat merasakan tekanan dan pergerakan selama operasi.
- Anda akan merasa tenang selama beberapa menit setelah diberi sedatif.
Tergantung kekuatan dan jenis sedatif yang digunakan, Anda mungkin dapat
merasa mengantuk.
- Selama Anda terbius, dokter akan memantau jumlah oksigen dalam darah
menggunakan alat pada jari Anda. Oksigen tambahan mungkin diberikan melalui
masker atau tabung plastic.
E. Efek samping anestesi lokal Umumnya, anestesi lokal sangat aman dan jarang
mengakibatkan efek samping serius. Anda mungkin hanya akan merasakan efek
samping ringan, seperti:
- rasa tidak nyaman pada tempat bius disuntikkan,
- sensasi kesemutan setelah obat habis, atau
- memar, perdarahan, atau nyeri pada tempat bius diberikan. Namun, dalam
beberapa kasus, Anda juga berpotensi mengalami efek samping serius, antara lain:
- reaksi alergi,
- kerusakan saraf atau jaringan pada bekas suntikan,
- detak jantung tidak teratur (aritmia), dan
- infeksi pada bekas suntikan.

9. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Mekanisme Pengelolaan Obat

1. Perencanaan
Menurut Permenkes Nomor 30 tahun 2014 Perencanaan yakni kegiatan seleksi obat
dalam menentukan jumlah dan jenis obat dalam memenuhi kebutuhan sediaan farmasi
di puskesmas dengan pemilihan yang tepat agar tercapainya tepat jumlah, tepat jenis,
serta efisien. Perencanaan obat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan peningkatan
efisisensi penggunaan obat, peningkatan penggunaan obat secara rasional, dan perkiraan
jenis dan jumlah obat yang dibutuhkan.

2. Permintaan
Permintaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan obat yang sudah
direncanakan dengan mengajukan permintaan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
sesuai peraturan dan kebijakan pemerintah setempat.

3. Penerimaan
Penerimaan obat adalah kegiatan menerima obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
sesuai dengan permintaan yang sudah diajukan oleh puskesmas (Permenkes, 2014). Pada
kegiatan penerimaan obat harus menjamin jumlah, mutu, waktu penyerahan, spesifikasi,
kesesuaian jenis dan harga yang tertera pada pesanan.

4. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengaturan obat agar terhindar dari kerusakan fisik
maupun kimia, agar aman dan mutunya terjamin. Penyimpanan obat harus
mempertimbangkan berbagai hal yaitu bentuk dan jenis sediaan, mudah atau tidaknya
meledak/terbakar, stabilitas, dan narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari
khusus (Permenkes, 2014). Kegiatan penyimpanan obat meliputi:
a. Perencanaan/persiapan dan pengembangan ruang-ruang penyimpanan (storage space)
b. Penyelenggaraan tata laksana penyimpanan (storage procedure)
c. Perencanaan/penyimpanan dan pengoperasian alat-alat pembantu pengaturan barang
(material handling equipment)
d. Tindakan-tindakan keamanaan dan keselamatan

Tujuan dari penyimpanan obat menurut Warman (2004) yakni :


a. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
b. Memudahkan pencarian dan pengawasan sediaan
c. Memelihara mutu sediaan farmasi
d. Menjaga ketersediaan

Menurut Depkes RI (2004) tujuan penyimpanan yaitu :


a. Aman, yakni barang/ obat yang di simpan tetap aman dari kehilangan dan kerusakan.
1) Kehilangan yang berarti dicuri, dimakan hama atau hilang sendiri (tumpah, menguap)
2)Kerusakan yang diakibatkan barang sediaan rusak sendiri atau sediaan merusak
lingkungan (polusi)
b. Awet, yakni warna, bau, sifat, ukuran, dan fungsinya tidak berubah
c. Tepat, saat permintaan barang, barang yang diserahkan memenuhi lima tepat, yaitu
tepat barang, kondisi, jumlah, waktu dan harganya.
d. Menghindari dari penggunaan yang tidak bertanggung jawab

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 30 tahun 2014 tentang Standar


Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas penyimpanan obat harus mempertimbangkan hal-
hal berikut :
a. Bentuk dan jenis sediaan
b. Stabilitas suhu, cahaya dan kelembaban
c. Mudah atau tidaknya meledak/terbakar
d. Narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus

Prosedur Sistem Penyimpanan obat menurut Palupiningtyas (2014) yakni :


a. Obat disusun berdasarkan abjad ( alfabetis ), persamaan bentuk (obat kering atau
cair) dan cara pemberian obat (luar, oral, dan suntikan)

b. Penyusunan obat berdasarkan frekuensi penggunaan :


1) FIFO (First In First Out) obat yang datang pertama akan kadaluarsa lebih awal, maka
dari itu obat lama harus diletakkan dan disusun paling depan dan obat baru diletakkan
paling belakang.
2) FEFO (First Expired First Out) obat yang lebih awal kadaluarsa harus dikeluarkan
lebih dahulu.
c. Obat disusun berdasarkan volume
1) Barang yang jumlah sedikit harus diberi perhatian/tanda khusus agar mudah
ditemukan kembali
2) Barang yang jumlahnya banyak ditempatkan sedemikian rupa agar tidak terpisah,
sehingga mudah pengawasan dan penanganannya

Menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010) ketentuan mengenai
sarana penyimpanan obat antara lain :
a. Gudang atau tempat penyimpanan
Luas gudang penyimpanan (minimal 3 x 4 m2 ), ruangan harus kering tidak
lembab. Terdapat ventilasi agar cahaya dapat masuk dan terjadi perputaran
udara hingga ruangan tidak lembab ataupun panas. Lantai harus di tegel/semen
yang tidak memungkinkan bertumpuknya debu dan kotoran, jangan ada lantai
yang bersudut dan sebisa mungkin dinding gudang dibuat licin agar debu tidak
menempel. Lemari untuk narkotika dan psikotropika harus selalu terkunci dan
memiliki kunci ganda. Sebaiknya gudang penyimpanan sediaan diberi
pengukur suhu ruangan.
b. Kondisi Penyimpanan Untuk menghindari udara lembab maka perlu dilakukan:
1) Terdapat ventilasi pada ruangan atau jendela dibuka
2) Pasang kipas angin atau AC, dikarenakan semakin panas udara di dalam
ruanagan maka semakin lembab ruangan tersebut
3) Biarkan pengering tetap dalam wadah tablet/kapsul
4) Jangan sampai terdapat kebocoran pada atap

Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran sediaan obat di gudang,


Oktarina (2005) membagi 3 tipe sistem tata ruang penyimpanan obat sistem
arah garis lurus, arus U, dan arus L

5. Pendistribusian
Pendistribusian adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat secara
teratur dan merata untuk memenuhi kebutuhan sub unit farmasi puskesmas
dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat. Sistem distribusi yang baik
harus: menjamin kesinambungan penyaluran/penyerahan, mempertahankan
mutu, meminimalkan kehilangan, kerusakan, dan kadaluarasa, menjaga
tetelitian pencatatan, menggunakan metode distribusi yang efisien, dengan
memperhatikan peraturan perundangan dan ketentuan lain yang berlaku,
menggunakan sistem informasi manajemen.

6. Pengendalian
Menurut Kemenkes (2011) pengendalian merupakan kegiatan untuk
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan program yang sudah
ditetapkan agar tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di
puskesmas. Pengendalian persediaan adalah upaya untuk mempertahankan
persediaan pada waktu tertentu dengan mengendalikan arus barang yang
masuk melalui peraturan sistem pesanan/pengadaan (schedule inventory dan
perpetual inventory), penyimpanan dan pengeluaran untuk memastikan
persediaan efektif dan efisiensi atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kedaluarsa dan kehilangan serta
pengembalian pesanan sediaan farmasi (Wirawan, 2015).

7. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan


Pencatatan, pelaporan, pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan
penatalaksanaan obat secara tertib, yang diterima, disimpan, didistribusikan,
dan digunakan di puskesmas. Adapun tujuan dari pencatatan, pelaporan,
pengarsipan yaitu bukti pengelolaan telah dilakukan, sumber data untuk
pembuatan laporan, sumber data unutk melakukan pengaturan dan
pengendalian. Kegiatan pencatatan dan pelaporan meliputi:
a. Pencatatan Penerimaan Obat
1) Formulir Penerimaan Obat Merupakan dokumen pencatatan mengenai
datangnya obat berdasarkan pemberitahuan dari panitia pembelian
2) Buku harian penerimaan barang Dokumen yang memuat catatan mengenai
data obat/dokumen obat harian
b. Pencatatan Penyimpanan Kartu persediaan obat/barang

c. Pencatatan Pengeluaran
1) Buku harian pengeluaran barang Dokumen yang memuat catatan
pengeluaran baik tentang data obat, maupun dokumen catatan obat
d. Pelaporan
1) Laporan mutasi barang Laporan berkala mengenai mutasi barang dilakukan
triwulan, persemester ataupun pertahun.

8. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat


Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dilakukan secara periodik bertujuan
untuk memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan obat, mengendalikan
dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan obat agar tetap
menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan, dan memberikan penilaian
terhadap tercapainya kinerja pengelolaan.

9. Indikator Fungsi – Fungsi Pengelolaan Obat Indikator digunakan untuk


mengukur sampai seberapa jauh tujuan atau sasaran telah berhasil dicapai.
Kegunaan lain indikator adalah sebagai penetapan prioritas, pengambilan
tindakan dan untuk pengujian strategi dari sasaran yang ditetapkan. Hasil
pengujian tersebut dapat digunakan sebagai penentu kebijakan untuk meninjau
kembali strategi atau sasaran yang lebih tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Tille, P. M. (2017). Bailey & Scott’s Diagnostic Microbiology. In Basic


Medical Microbiology(fourteenth, p. 45). St. Louis Missouri:
Elsevier.

Larasati, A. L., & Haribowo, C. (2020). Penggunaan Desinfektan


dan Antiseptik padaPencegahan Penularan Covid-19 di
Masyarakat. Majalah Farmasetika, 137-145.

Lucero, S., & Dryden, M. (2019). Antisepsis, asepsis and skin


preparation. Surgery (Oxford), 37(1), 4550.

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/7263/Neoplas
ma%20suplemen.df
?sesquence=13

Healthline. Diakses pada 2023. Drug Interactions: A Guide for


Consumers Food & Drug Administration. Diakses pada 2023.

Drug Interactions: What You Should Know. MSD Manual. Diakses


pada 2023. Drug Interactions Harvard Health Publishing.
Diakses pada 2023.

Mustafaina Kamil, Nabilah. 2020.Gambaran Asupan Mikronutrien dan


Kejadian Common Mental Disorders pada Mahasiswa Gizi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

Lestari, Endah. 2019. Makalah Farmakologi Uterotonika.

Aslam, Mohammad, dkk. 2003. farmasi Klinis. Jakarta; PT. Elex Media
Komputindo

Anda mungkin juga menyukai