Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 12 MODUL 1

“OBAT BAHAN ALAM”

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 10

Jessica Margery Ridwanto Liezar 1910016101

Annisa Nur H. 2010016003

Pangeran Mangaraja Manalu 2010016006

Nanda Rizky Ibrahim 2010016021

Nur Fatwa 2010016050

Diza Azzahra Safari 2010016059

Muhammad Rizqullah S. 2010016067

Alfian Ananda Putra 2010016074

Ananda Nabila Aulia 2010016092

Nurfitrah Syalsadila S. 2010016094

Tutor : Dr. dr. Sjarif Ismail, M. Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan Laporan Diskusi
Kelompok Kecil Blok 11 Modul 5 dengan judul “Neoplasma Neurologi” tepat pada
waktunya. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu kami sehingga laporan ini bisa diselesaikan, antara lain:

1. Dr. dr. Sjarif Ismail, M. Kes, selaku tutor Kelompok 10 yang telah
membimbing kami dalam menyelesaikan Diskusi Kelompok Kecil (DKK);
2. Mahasiswa/i kelompok 10 yang telah menyumbangkan pemikiran dan
tenaganya sehingga hasil diskusi kelompok kecil (DKK) 1 & 2 dapat
berjalan dengan baik, serta dapat menyelesaikan laporan hasil diskusi
kelompok kecil (DKK);
3. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman 2020 dalam
memberi dukungan bagi kami;
4. Semua pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.

Kami mengharapkan agar laporan ini dapat berguna baik bagi penyusun
maupun bagi para pembaca di kemudian hari. Kami menyadari bahwa kami
hanyalah sekedar manusia yang tidak sempurna. Dengan demikian, kami bersedia
secara terbuka untuk menerima saran maupun kritikan sehingga baik laporan ini
dan diri kami pribadi dapat menjadi lebih baik lagi di masa depan.

Samarinda, 8 Mei 2022

Hormat Kami,

Kelompok 10

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I 4

PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Tujuan Pembelajaran 4
1.3 Manfaat Penulisan 5
2.6. Learning Objectives 10
2.7. Belajar Mandiri 11
2.8. Sintesis Masalah 11

PENUTUP 30
3.1 Kesimpulan 30
3.2 Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya
penyelenggaraan kesehatan. Sebagian besar intervensi medik menggunakan
obat, oleh karena itu diperlukan obat tersedia pada saat diperlukan dalam
jenis dan jumlah yang cukup, berkhasiat nyata dan berkualitas baik.
Penggunaan obat tradisional sebagai alternatif pengobatan telah lama
dilakukan jauh sebelum ada pelayanan kesehatan formal dengan
menggunakan obat-obatan moderen. Namun, negara Indonesia yang terdiri
dari banyak pulau yang didiami oleh berbagai suku memungkinkan
terjadinya perbedaan dalam pemanfaatan tanaman sebagai obat tradisional.
Hal ini disebabkan setiap suku memiliki pengalaman empiris dan
kebudayaan yang khas sesuai dengan daerahnya masing-masing. Kehidupan
nenek moyang yang menyatu dengan alam menumbuhkan kesadaran bahwa
alam adalah penyedia obat bagi dirinya dan masyarakat. Mulai dari sinilah
berkembang pengertian obat tradisional.

1.2 Tujuan Pembelajaran


Tujuan umum kami adalah agar laporan ini berguna dalam pembelajaran
dan sebagai referensi bagi mahasiswa pada khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya. Selain itu, tujuan khususnya adalah agar kami dapat
mengerti mengenai Obat Bahan Alam

1.3 Manfaat Penulisan

Dengan mempelajari tentang Obat Bahan Alam, diharapkan kami dapat


mengetahui tentang berbagai tipe obat dan jenis obat.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Skenario

2.2. Identifikasi Istilah


1. Fitofarmaka: obat yang berasal dari alam dengan khasiat yang telah teruji
preklinik dan klinik dengan bahan baku yang sudah terstandarisasi.

5
2.3. Identifikasi Masalah
1. Mengapa setelah meminum obat tersebut, Cantika merasa berat badan
bertambah dan muka membulat?
2. Apa keuntungan dan kerugian mengkonsumsi obat herbal?
3. Bagaimana aturan desain herbal yang benar dan apa saja yang harus
tercantum di dalam kemasan?
4. Apa arti dari logo jamu, fitofarmaka, dan obat herbal terstandar pada
kemasan dan mana yang lebih baik dari ketiga jenis logo tersebut?
5. Bagaimana cara mengetahui suatu produk sudah terdaftar BPOM dan apa
saja syarat mendaftarkan produk ke BPOM?

2.4. Analisis Masalah


1. Mengapa setelah meminum obat tersebut, Cantika merasa berat badan
bertambah dan muka membulat?
Jawab: Efek samping obatàpercepatan pengosongan lambungàmenstimulasi
nafsu makanàBB bertambah; Jamu tersebut dikonsumsi bersamaan dengan
gula
2. Apa keuntungan dan kerugian mengkonsumsi obat herbal?
Jawab:
Keuntungan: efek komplementer (efek saling mendukung satu sama lain),
satu tanaman bisa punya banyak efek, lebih ke mengatasi penyakit
metabolisme, degeneratif, efek samping relatif lebih kecil jika digunakan
secara tepat, bahan mudah ditemukan dan dibudidayakan, biaya lebih murah
Kerugian: efeknya lemah dan lambat, bahan baku belum terstandar, belum
dilakukan uji klinik (kecuali fitofarmaka), kurangnya aturan dosis
penggunaan, tidak dapat digunakan untuk kondisi tertentu
3. Bagaimana aturan desain herbal yang benar dan apa saja yang harus
tercantum di dalam kemasan?
Jawab:
- Ilustrasi: memberikan gambaran kepada pembeli tentang obat.
Dilarang keras menggunakan ilustrasi tubuh manusia, virus, bakteri

6
- Nomor registrasi: POM TR……
- Logo obat: kiri atas, tidak boleh diubah (jamu, obat herbal
terstandar, fitofarmaka)
- Produsen
- Komposisi produk
- Peringatan/perhatian
- Dosis
- Netto/isi
- Khasiat: tidak boleh dilebih-lebihkan
- Cara penyimpanan
- Nomor produksi dan expired date
- Logo halal
- Merk: usahakan menggunakan nama baru untuk pematenan
4. Apa arti dari logo jamu, fitofarmaka, dan obat herbal terstandar pada
kemasan dan mana yang lebih baik dari ketiga jenis logo tersebut?
Jawab: Jamu: obat tradisional hanya berdasarkan bukti empiris, tapi harus
teruji aman. Fitofarmaka: sudah teruji khasiat preklinik dan klinik, bahan
baku terstandar, OHT: sudah teruji praklinis dan lolos uji toksisitas, bahan
terstandar. Yang lebih bagus adalah fitofarmaka
5. Bagaimana cara mengetahui suatu produk sudah terdaftar BPOM dan apa
saja syarat mendaftarkan produk ke BPOM?
Jawab: Mengecek nomor BPOM yang tertera di produk di website resmi
BPOM untuk memastikan kesesuaian antara nomor registrasi dengan
produk. Pendaftaran suatu produk ke BPOM secara umum dilakukan
dengan menyiapkan dokumen yang dibutuhkan, seperti surat izin
perdagangan, hasil laboratorium, label, formular, dan sebagainya.

2.5. Strukturisasi Konsep

7
2.6. Learning Objectives
1. Mahasiswa(i) mampu menjelaskan tentang pengelompokkan obat bahan
alam.
2. Mahasiswa(i) mampu menjelaskan tentang tahapan dalam uji obat bahan
alam.
3. Mahasiswa(i) mampu menjelaskan tentang syarat registrasi BPOM.

2.7. Belajar Mandiri

Dalam tahap belajar mandiri ini, setiap anggota kelompok melakukan


kegiatan belajar baik mandiri maupun kelompok dengan mempelajari hal
yang berkaitan dengan learning objectives yang telah ditentukan dari
berbagai sumber referensi yang bisa didapat.

2.8. Sintesis Masalah

2.8.1 Pengelompokkan Obat Bahan Alam

Obat bahan alam adalah semua obat yang berasal dari bahan alam
yang dalam proses pembuatannya belum merupakan isolat murni. Obat
bahan alam dapat berupa obat asli, obat tradisional, atau pengembangan dari
keduanya. Obat asli adalah suatu obat bahan alam dan ramuannya, cara
pembuatannya, pembuktian khasiat, keamanan, serta cara pemakaian

8
berdasarkan pengetahuan tradisional suatu daerah. Sedangkan obat
tradisional adalah obat asli di suatu negara yang diguakan secara
turun-temurun di negara tersebut atau di negara lain yang minimal sudah
digunakan tiga generasi dan terbukti aman dan bermanfaat (Susana, 2016).

Badan POM membagi obat tradisional menjadi tiga kelompok


berdasarkan teknologi yang digunakan, jenis klaim penggunaan, dan tingkat
khasiat sebagai berikut.

1. Obat tradisional (jamu)

Jamu adalah jenis obat tradisional yang keamanan dan khasiatnya


dibuktikan dengan data empiris (BPOM, 2020). Kriteria jamu disebutkan di
dalam pasal 2 Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok
Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia yang mana
jamu harus memiliki beberapa kriteria sebagai berikut.

a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan


b. Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris
c. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku

Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional


dan tingkat pembuktiannya yaitu tingkat pembuktian umum dan medium.
Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata-kata “Secara tradisional
digunakan untuk…”, atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran
(BPOM, 2004).

2. Obat Herbal Terstandar

Obat herbal terstandar adalah obat yang keamanan dan khasiatnya


dibuktikan secara ilmiah dengan uji praklinik/uji in-vivo dan bahan bakunya
telah distandarisasi (BPOM, 2020). Kriteria obat herbal terstandar tercantum
di dalam pasal 3 Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan

9
Republik Indonesia Nomor HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok
Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia yang mana
obat herbal standar harus memiliki beberapa kriteria sebagai berikut.

a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan


b. Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/praklinik
c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam
produk jadi memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu


tingkat pembuktian umum dan medium (BPOM, 2004).

3. Fitofarmaka

Fitofarmaka adalah obat bahan alam yang keamanan dan khasiatnya


dibuktikan secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik serta bahan
baku dan produk jadinya telah distandarisasi (BPOM, 2020). Adapun
kriteria fitofarmaka tercantum di dalam pasal 4 Keputusan Kepala Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan
Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia yang mana fitofarmaka harus
memiliki beberapa kriteria sebagai berikut.

a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan


b. Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/praklinik
c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam
produk jadi
d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku

Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium


dan tinggi (BPOM, 2004).

Jenis-jenis sediaan tradisional yang dibuat dari tanaman adalah sebagai


berikut.

10
1. Teh (species): mengandung satu atau lebih simplisia yang penggunaannya
per-oral. Biasanya dikemas dalam bentuk rajangan atau bungkusan.

2. Dekok (decoctum): sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia


dengan air pada suhu 90 derajat celcius selama 30 menit.

3. Infusa (infusum/rebusan): sediaan cair yang dibuat dengan cara


mengekstraksi simplisia dengan air pada suu 90 derajat celcius selama 15
menit. Cara ini adalah cara paling sederhana untuk pembuatan sediaan
herbal dari bagian tanaman yang lunak seperti daun dan bunga.

4. Jus (succus): sediaan cair yang dibuat melalui maserasi atau pengepresan
simplisia segar. Sediaan jus dibuat untuk tanaman yang tidak memiliki
kandungan kimia poten.

5. Sirup (sirupus): sediaan cair agak kental mengandung paling tidak 50%
sukrosa dan biasanya 60-65%. Kandungan gula ini dapat menghambat
pertumbuhan mikroba sehingga dapat meningkatkan waktu hidup sediaan
obat. Sediaan ini ditujukan untuk anak-anak.

6. Tingtur (tinctura): sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia


menggunakan alkohol atau hidroalkohol dengan cara maserasi atau
perkolasi menggunakan pelarut yang sesuai dengan monografi.

7. Ekstrak (ekstraktum): sediaan padat, kental, atau cair yang dibuat dengan
mengekstraksi simplisia menggunakan air, alkohol, atau hidroalkohol
dengan metode ekstraksi dan pelarut yang sesuai dengan monografi
masing-masing.

(Susana, 2016)

2.8.2 Tahapan dalam Uji Obat Bahan Alam

1.Uji praklinik

11
Berdasarkan WHO bahan/zat yang akan digunakan untuk tujuan penegahan
dan pengobatan harus melalui tahap uji praklinik pada hewan terlebih
dahulu. Jadi, tujuan dari uji praklinik ini yaitu untuk mengumpulkan
informasi toksikologi dan farmakologi untuk mengetahui keamanan dan
khasiat suatu produk secara ilmiah

Uji praklinik dilakukan melalui 2 cara yaitu

① Uji toksisitas

Uji yang dilakukan untuk mendeteksi tingkat ketoksikan suatu zat atau
bahan yang akan digunakan sebagai obat. Uji toksisitas sendiri secara umum
dibagi menjadi 2 bagian yaitu uji toksisitas in-vitro dan uji toksisitas
in-vivo. Berdasarkan lama waktu terjadinya efek toksik, dibagi menjadi uji
toksistas akut, subkronik, dan kronik. Dan ada juga uji toksisitas khusus
yaitu uji teratogenik, uji karsinogenik, dan uji mutagenik. Hasil uji toksisitas
yaitu mendapatkan informasi mengenai tingkat keamanan suatu zat/bahan
pada hewan coba sebelum digunakan di klinik.

② Uji aktivitas

Uji untuk menentukan kebenaran khasiat suatu bahan uji yang dibuktikan
secara ilmiah dengan menggunakan metodologi dan parameter yang
ditentukan berdasarkan tujuan penggunaan bahan uji yang akan dipakai di
klinik.

2.Uji klinik

Penelitian dengan melibatkan manusia disertai intervensi produk uji untuk


menemukan atau memastikan efek klinik, farmakologi/farmakodinamik,
mengindentifikasi reaksi yang tidak diinginkan, dan mempelajari absorbsi,
distribusi, metabolisme dan juga ekskresi untuk memastikan keamanan
ataupun efektivitas produk yang sedang di teliti.

12
Uji klinik obat dibagi menjadi 4 fase.

① Fase 1 meneliti keamanan serta toleransi pengobatan

Di fase ini pengujian suatu obat pertama kali pada manusia. Yang diteliti
yaitu keamanan obat pada sukarelawan yang sehat. Tujuan fase ini yaitu
untuk menentukan besarnya dosis tunggal yang dapat diterima yang mana
artinya tidak menimbulkan efek samping yang serius.

② Fase 2 menilai sistem atau dosis pengobatan yang paling efektif

Obat diujikan pada kelompok orang yang lebih besar (100-300 orang) untuk
dinilai cara kerja obat tersebut dan menilai keamanannya. Fase 2 ini dibagi
lagi jadi 2 tahap yaitu

- 2A : tanpa pembanding. Fase 2A ini dirancang untuk menilai dosis yang


diperlukan sedangkan

- 2B : perlu pembanding. Fase 2B ini dirancang untuk menilai efekasi atau


kemampuan obat tersebut bekerja sesuai dosis yang diresepkan.

Pada pengembangan obat baru, kegagalan umumnya terjadi pada fase 2 ini
yaitu didapatkan obat yang bekerjanya tidak sesuai yang direncanakan atau
ditemukan efek toksik.

③ Fase 3 evaluasi obat baru dengan membandingkan dengan pengobatan


standar

Fase 3 ini dilakukan untuk memastikan bahwa suatu obat batu benar-benar
berkhasiat. Fase 3 ini dilakukan secara acak dan terkontrol pada kelompok
pasien yang besar sekitar 300-3000 orang dan dibandingkan dalam waktu
yang lama.

④ Fase 4 evaluasi obat baru yang sudah banyak digunakan dalam jangka
waktu yang relatif lama ( min 5 tahun).

13
Tujuannya untuk menentukan pola penggunaan obat dimasyarakat dan pola
efektivitas dan keamanannya pada penggunaan sebenarnya. Jadi yang
diamati selama fase 4 ini yaitu

- efek samping yang frekuensinya rendah atau yang timbul setelah


penggunaan jangka panjang

- efektivitas pada penderita berpenyakit berat, anak-anak, lansia

- masalah penggunaan berlebihan dan penyalahgunaan.

Uji klinik fitofarmaka

Dapat dilakukan pada

① Ramuan empiris

Merupakan ramuan bentuk tunggal ataupun campuran berbasis kearifan


lokal yang sudah digunakan turun-temurun dan terdokumentasi dalam
pustaka ramuan empiris

② Ramuan non empiris

Yang tidak terdokumentasi atau bersifat verbal.

Prinsipnya uji klinik fitofarmaka sama dengan uji klinik obat. Untuk yang
berasal dari ramuan empiris, dilakukan melalui uji pra klinik dan
dilanjutkan langsung ke uji klinik fase 2. Hal ini karena berdasarkan bukti
empiris penggunaan turun-temurun bisa dianggap sebagai bukti bahwa
ramuan empiris aman digunakan.

Sedangkan yang ramuan non empiris, dilakukan uji klinik fase 1 dan
dilanjutkan pada uji klinik fase 2.

14
2.8.3 Syarat Registrasi BPOM

Menurut Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik


Indonesia tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional,
Obat Terstandar dan Fitofarmaka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
yang termuat dalam beberapa bab dan pasal.

BAB II

PERSYARATAN DAN KRITERIA

Bagian Pertama

Persyaratan

Pasal 2

(1) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang dibuat dan atau
diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar dari Kepala Badan.

(2) Untuk memperoleh izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan pendaftaran.

Pasal 3

Dikecualikan dari ketentuan Pasal 2 terhadap :

a. obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang digunakan untuk
penelitian;

b. obat tradisional impor untuk digunakan sendiri dalam jumlah terbatas;

c. obat tradisional impor yang telah terdaftar dan beredar di negara asal untuk
tujuan pameran dalam jumlah terbatas;

d. obat tradisional tanpa penandaan yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan jamu
gendong;

15
e. bahan baku berupa simplisia dan sedíaan galenik.

Bagian Kedua

Kriteria

Pasal 4

Untuk dapat memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka harus memenuhi kriteria sebagai
berikut :

a. menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi


persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan / khasiat;

b. dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat


Tradisional yang Baik atau Cara Pembuatan Obat yang Baik yang berlaku;

c. penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin
penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka secara
tepat, rasional dan aman sesuai dengan hasil evaluasi dalam rangka
pendaftaran.

BAB III

PENDAFTAR

Bagian Pertama

Pendaftar Obat Tradisional Dalam Negeri, Obat Herbal Terstandar dan


Fitofarmaka

Pasal 5

(1) Pendaftar obat tradisional dalam negeri, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka terdiri dari :

16
a. pendaftar obat tradisional tanpa lisensi, pendaftar obat herbal
terstandar, pendaftar fitofarmaka;

b. pendaftar obat tradisional lisensi;

c. pendaftar obat tradisional kontrak, obat herbal terstandar kontrak


dan fitofarmaka kontrak.

(2) Pendaftar obat tradisional tanpa lisensi, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah industri
obat tradisional (IOT) atau industri kecil obat tradisional (IKOT) atau
industri farmasi.

(3) Pendaftar obat tradisional lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b adalah penerima lisensi yang merupakan industri obat tradisional
(IOT) atau industri farmasi.

(4) Pendaftar obat tradisional kontrak, obat herbal terstandar kontrak dan
fitofarmaka kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah
pemberi kontrak yang merupakan industri obat tradisional (IOT) atau
industri kecil obat tradisional (IKOT) atau industri farmasi.

Pasal 6

(1) Industri di bidang obat tradisional dan industri farmasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) proses pembuatannya wajib menerapkan Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) atau Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB).

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional
yang Baik untuk industri kecil obat tradisional (IKOT) sebagaimana dimaksud
dalam pasal 5 ayat (2) diatur oleh Kepala Badan.

Bagian Kedua

17
Pendaftar Obat Tradisional Impor

Pasal 7

(1) Pendaftar obat tradisional impor adalah industri di bidang obat tradisional atau
industri farmasi atau badan usaha di bidang pemasaran obat tradisional yang
mendapat surat penunjukan langsung dari industri di bidang obat tradisional atau
pemilik nama dagang di negara asal.

(2) Industri di bidang obat tradisional di negara asal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib memenuhi persyaratan Cara Pembuatan yang Baik (GMP) yang
dibuktikan dengan surat keterangan sesuai data inspeksi terakhir paling lama 2
(dua) tahun yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.

Bagian Ketiga

Pendaftar Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka yang


Dilindungi Paten

Pasal 8

(1) Pendaftar obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang
dilindungi paten di Indonesia adalah industri di bidang obat tradisional atau industri
farmasi selaku pemegang hak paten atau yang diberi kuasa oleh pemilik hak paten
atau mendapat pengalihan paten dari pemegang hak paten sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

(2) Hak paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan dengan
sertifikat paten.

(3) Pengalihan paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan dengan
adanya pengalihan hak paten sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Bagian Keempat

Tanggung Jawab Pendaftar

18
Pasal 9

Pendaftar bertanggung jawab atas :

a. kelengkapan dokumen yang diserahkan;

b. kebenaran semua informasi yang tercantum dalam dokumen


pendaftaran;

c. kebenaran dan keabsahan dokumen yang dilampirkan untuk


kelengkapan pendaftaran;

d. perubahan data dan informasi dari produk yang sedang dalam proses
pendaftaran.

BAB V

TATA LAKSANA MEMPEROLEH IZIN EDAR

Bagian Ketiga

Penilaian

Pasal 21

(1) Terhadap dokumen pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 dan Pasal 15 dilakukan penilaian sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(2) Pelaksanaan penilaian untuk pendaftaran baru dilakukan melalui:
a. jalur 1 : 1.1. untuk produk kategori 1 dan 2 yang menggunakan nama
umum dengan komposisi tunggal atau komposisi sederhana
(maksimum 5 jenis bahan);

2.2. untuk produk kategori 9 yang variasinya tidak mempengaruhi


mutu dan keamanan;

19
b. jalur 2 : 2.1. untuk produk kategori 1 dan 2 yang menggunakan nama
dagang dengan komposisi tunggal atau kompleks;

2.2. untuk produk kategori 10 yang variasinya mempengaruhi mutu;

c. jalur 3 : 3.1. untuk produk kategori 3;

3.2. untuk produk kategori 11 yang variasinya mempengaruhi mutu;

d. jalur 4 : untuk produk kategori 6 dan 8;


e. jalur 5 : untuk produk kategori 4, 5 dan 7.

Pasal 22

(1) Untuk melakukan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dibentuk


Panitia Penilai Obat Tradisional (PPOT) dan Komite Nasional Penilai Obat
Tradisional (KOMNAS POT).
(2) Pembentukan, tugas dan fungsi PPOT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Deputi.
(3) Pembentukan, tugas dan fungsi KOMNAS POT sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Badan.

Pasal 23

Hasil penilaian mutu, keamanan dan khasiat dapat berupa memenuhi syarat,
belum memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat.

Bagian Keempat

Pemberian Keputusan

Pasal 24

Dalam hal memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Kepala
Badan memberikan surat keputusan persetujuan pendaftaran dengan
menggunakan format sesuai Lampiran 9.

20
Pasal 25

(1) Dalam hal belum memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 23, diperlukan tambahan data yang akan diberitahukan secara
tertulis dengan menggunakan format sesuai Lampiran 10.
(2) Pendaftar yang telah menerima permintaan tambahan data
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. menyerahkan tambahan data selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan;
b. bila batas waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada
huruf a telah dilampaui, berkas pendaftaran dikembalikan
dengan surat sesuai Lampiran 11;
c. berkas yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada huruf
b dapat diajukan kembali sebagai pendaftaran baru dan
dilengkapi dengan tambahan data sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).

Pasal 26

Dalam hal tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Kepala
Badan memberikan surat keputusan dengan menggunakan format sesuai Lampiran
12.

Pasal 27

Keputusan hasil penilaian diberikan terhitung sejak diterimanya berkas pendaftaran


yang lengkap disertai bukti pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
selambat-lambatnya untuk :

a. pendaftaran jalur 1 (satu ) : 7 hari kerja;


b. pendaftaran jalur 2 ( dua ) : 15 hari kerja;
c. pendaftaran jalur 3 ( tiga ) : 30 hari kerja;
d. pendaftaran jalur 4 ( empat ) : 60 hari kerja;
e. pendaftaran jalur 5 ( lima ) : 90 hari kerja

21
Bagian Kelima

Dengar Pendapat

Pasal 28

(1) Terhadap keputusan belum memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 25 atau tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26, pendaftar dapat mengajukan keberatan secara tertulis dengan
mekanisme dengar pendapat kepada Kepala Badan.
(2) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan paling
lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal surat keputusan.

Bagian Keenam

Peninjauan Kembali

Pasal 29

(1) Berdasarkan hasil dengar pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28


dapat dilakukan peninjauan kembali terhadap hasil penilaian.
(2) Dalam hal peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pendaftar harus melengkapi dengan data baru dan atau data yang sudah
pernah diajukan disertai justifikasi.
(3) Hasil peninjauan kembali dapat berupa persetujuan atau penolakan terhadap
pengajuan keberatan.

Bagian Ketujuh

Persetujuan Pendaftaran

Pasal 30

Persetujuan pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka


berlaku 5 (lima) tahun selama masih memenuhi ketentuan yang berlaku dan dapat
diperpanjang melalui pendaftaran ulang.

22
BAB IX
LARANGAN

Pasal 34

(1) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dilarang


mengandung :
a. bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat;
b. narkotika atau psikotropika;
c. bahan yang dilarang seperti tercantum pada Lampiran 14;
d. hewan atau tumbuhan yang dilindungi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku.
(2) Obat tradisional dilarang dalam bentuk sediaan :
a. ntravaginal;
b. tetes mata;
c. parenteral;
d. supositoria, kecuali digunakan untuk wasir.
(3) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dalam bentuk
sediaan cairan obat dalam tidak boleh mengandung etil alkohol dengan
kadar lebih besar dari 1% (satu persen), kecuali dalam bentuk sediaan
tingtur yang pemakaiannya dengan pengenceran.

BAB X
SANKSI

Pasal 35

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan ini dapat dikenai sanksi
administratif berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penarikan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka
dari peredaran termasuk penarikan iklan;

23
c. penghentian sementara kegiatan pembuatan, distribusi,
penyimpanan, pengangkutan dan penyerahan obat tradisional, obat
herbal terstandar dan fitofarmaka dan impor obat tradisional;
d. pembekuan dan atau pencabutan izin edar obat tradisional, obat
herbal terstandar dan fitofarmaka.
(2) Selain dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dikenai sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 36

(1) Semua peraturan yang telah dikeluarkan sebelum ditetapkannya peraturan


ini, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan atau belum
diganti dengan peraturan ini.
(2) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang telah memiliki
izin edar sebelum peraturan ini ditetapkan harus melakukan penyesuaian
selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak peraturan ini ditetapkan.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37

(1) Hal-hal yang bersifat teknis yang belum cukup diatur dalam peraturan ini
akan diatur lebih lanjut.
(2) Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

24
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Uji praklinik, atau disebut juga studi pengembangan atau uji
non-klinik,atau uji efek farmakologik, adalah tahap penelitian yang terjadi
sebelum uji klinik atau pengujian pada manusia. Uji praklinik memiliki satu
tujuan utama yaitu mengevaluasi keamanan suatu produk yang baru,
sedangkan ujiklinik adalah pengujian khasiat dan keamanan obat pada
manusia yang dapat “menjamin” apakah hasil in vitro atau hasil pada hewan
coba sama dengan pada manusia.
Dengan telah dilakukannya uji praklinik dan uji klinik pada obat dan sudah
bersertifikasi BPOM masyarakat yang akan membeli dan menggunakan
obat tidak lagi merasa kurang percaya atas kasiat dan manfaat obat yang
akan digunakan.
3.2 Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi
diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar baik
sebagai tutor maupun dosen yang memberikan kuliah, dari rekan-rekan
angkatan 2019, serta dari berbagai pihak termasuk kakak tingkat di FK
UNMUL ini.

25
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2020). Buku Saku Obat Tradisional
untuk Daya Tahan Tubuh. Jakarta: Badan POM.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2004). Keputusan Kepala Badan


Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK. 00.05.4.2411
tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam
Indonesia.

Sudradjat, S. E. (2016). Mengenal Berbagai Obat Herbal dan Penggunaannya.


Jurnal Kedokteran Meditek, 22(60), 62–71.

26

Anda mungkin juga menyukai